Kerugian Tidak Meratifikasi Statuta Roma

dan meratifikasi Statuta Roma, seperti Kamboja. 77 Dan sebaliknya, negara-negara besar di Asia Tenggara justru belum bertindak apapun, hanya Filipina dan Thailand yang telah menandatangani Statuta Roma meskipun belum meratifikasinya hingga sekarang. Demikian pula dengan negara-negara besar lainnya di dunia. 78 Dengan meratifikasi I CC, I ndonesia sebagai salah satu negara besar di kawasan Asia Tenggara dapat menjadi contoh trendsetter yang baik dalam upaya perlindungan HAM khusunya bagi negara- negara tetangganya seperti Malaysia dan Brunei Darussalam, maupun negara-negara besar lainnya di dunia.

b. Kerugian Tidak Meratifikasi Statuta Roma

Kerugian secara umum tentunya adalah kebalikan dari keuntungan-keuntungan seperti yang telah diuraikan di atas. Namun terdapat beberapa hal lain disamping hal tersebut diatas yang menjadi perhatian khusus, diantaranya: • Tidak memiliki posisi tawar yang signifikan Kerugian suatu negara tidak meratifikasi Statuta Roma diantaranya adalah negara tidak dapat memberikan suara berkaitan dengan isi maupun pelaksanaan Statuta, meskipun misalnya suatu negara berkepentingan, terutama bilamana bermaksud membela dan melindungi warga negaranya yang didakwa melakukan kejahatan yang termasuk yurisdiksi I CC. Kesempatan untuk menjadi hakim di Mahkamah ini pun tidak dimungkinkan. I mplementasi bagi negara-negara berkembang dirasa cukup sulit, karena tidak memiliki posisi tawar yang signifikan. Namun hal ini akan lain akibatnya bila semua negara mendukung dan meratifikasi Statuta Roma. • Perkembangan pengaturan perlindungan HAM akan berjalan lambat karena tidak termotivasi dengan tidak adanya keinginan untuk memperbaiki sistem Seperti telah dikemukakan di atas bahwa dengan meratifikasi Statuta Roma yang berisi aturan mengenai bentuk-bentuk kejahatan luar biasa extra ordinary crimes yang bersifat dinamis tetapi tidak diatur dalam KUHP dapat memotivasi negara untuk memperbaiki sistem peradilannya, termasuk dalam hal hukum acaranya. Mengingat 77 Kamboja melakukan penandatanganan pada 23 Oktober 2000 dan meratifikasi pada 11 april 2002. lihat www.amnesty.org 78 lihat selengkapnya dalam www.amnesty.org dan www.iccnow.org 36 bahwa setelah meratifikasi Statuta, negara pihak harus mempunyai aturan pelaksanaan yang berjalan sesuai isi Statuta. • Praktek impunitas Belajar dari pengalaman penegakkan hukum di I ndonesia seperti yang telah diuraikan dalam Bab I di mana masih banyak terjadi praktek impunitas. Para penguasa atau para komandan atasan masih bisa berlindung dari jeratan hukum karena alasan tugas negara atau karena ketidakmemadaian instrumen hukum I ndonesia yang memberikan celah untuk membebaskan mereka. Artinya, unsur politis masih sangat kental dalam penegakkan hukum di I ndonesia. Tentu saja hal ini tidak akan terjadi ketika I ndonesia meratifikasi Statuta Roma karena I ndonesia akan dinilai tidak mau unwilling untuk menghukum pelaku yang merupakan komandan atasan tersebut ketika terbukti Pengadilan tidak independen atau tidak serius dalam menghukum pelaku. • Resiko intervensi asing dalam kedaulatan negara semakin besar Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa dengan tidak meratifikasi Statuta Roma 1998 tidak berarti bahwa I ndonesia terlepas dari intervensi pihak asing dalam kedaulatan hukum negaranya. Resiko intervensi pihak asing justru semakin besar karena prinsip komplementer hanya berlaku bagi negara pihak peratifikasi Statuta Roma. Dengan asas yurisdiksi universal, negara manapun berhak mengadili warga negara manapun di wilayahnya yang melakukan kejahatan internasional. Negara tidak dapat membela warga negaranya dengan alasan prinsip komplementer. • Tekanan dari dunia internasional Dari sisi pergaulan internasional, baik dari segi hukum maupun politis, I ndonesia dapat dianggap tidak mendukung upaya pencapaian tujuan perdamaian dunia, yang salah satunya adalah penghormatan dan perlindungan HAM dengan cara penegakan hukum. Komitmen I ndonesia terhadap perlindungan HAM dapat dianggap hanya sebagai retorika politis karena dalam prakteknya I ndonesia tidak mendukung upaya-upaya yang mengarah pada kemajuan perlindungan HAM. 37

B. Kesiapan I nfrastruktur dan I nstrumen Hukum I ndonesia