Analisis Strategi Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional

ANALISIS STRATEGI DAYA SAING KELAPA SAWIT
INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

LISEU

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Strategi Daya
Saing Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014

Liseu
NIM H24100068

ABSTRAK
LISEU. Analisis Strategi Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia di Pasar
Internasional. Dibimbing oleh JONO MINTARTO MUNANDAR dan SRI
NURYANTI.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk membandingkan daya saing
kelapa sawit antara Indonesia dengan Malaysia dan menganalisis strategi yang
dapat dilakukan oleh Indonesia. Menurut hasil RSCA, daya saing kelapa sawit
mentah/CPO kode HS (151110) Indonesia pada tahun 2001-2012 sudah bagus dan
rata-rata berada di atas Malaysia. Namun, untuk kelapa sawit olahan kode HS
(151190) daya saing kelapa sawit Indonesia di beberapa negara tidak memiliki
daya saing sama sekali. Berdasarkan analisis IFE dan EFE, kelapa sawit Indonesia
berada pada posisi yang kuat dan berdasarkan analisis IE Indonesia berada pada
sel kedua, yaitu tumbuh dan membangun. Berdasarkan hasil analisis SWOT
diperoleh berbagai alternatif strategi bersaing yang kemudian diolah kembali

menggunakan AHP. Hasil analisis AHP menunjukkan strategi bersaing kelapa
sawit paling dipengaruhi oleh faktor kondisi alam, sumber daya manusia, dan
lingkungan yang mendukung (0.260). Aktor yang dominan dalam penyusunan
strategi bersaing ini adalah pengusaha kelapa sawit (0.183). Tujuan yang paling
ingin dicapai dalam penerapan strategi bersaing kelapa sawit ini adalah
meningkatkan ekspor (0.314), sedangkan strategi bersaing yang seharusnya
menjadi prioritas utama adalah optimalisasi lahan perkebunan kelapa sawit
(0.286).
Kata kunci: AHP, daya saing, kelapa sawit, strategi

ABSTRACT
LISEU. Analysis of Indonesian Palm Oil Competitiveness Strategy in the
International Market. Supervised by JONO MINTARTO MUNANDAR and SRI
NURYANTI.
The objective of this research is to compare competitiveness of palm oil
between Indonesia and Malaysia and to analysis strategy for Indonesia. Based on
RSCA analysis, competitiveness of Indonesian for crude palm oil / CPO HS code
(151110) from 2001 to 2012 is better than Malaysia. However, for processed palm
oil HS code (151190) of Indonesian is not competitive at all. Based on the IFE
and EFE analysis, Indonesia is in a strong position. While based on IE analysis,

Indonesia is in the second cell that means “grows and builds”. Based on SWOT
analysis, Indonesia has some strategies and then these strategies are analyzed by
AHP. Based on AHP analysis, competitiveness strategy is most affected by the
nature, human resource, and environment factors of Indonesia (0.260). The
dominant actor in the competitiveness strategy is palm oil businessmen (0.183).
The most goal to be achieved in the implementation of competitiveness strategy is
to increase palm oil export (0.314), and the alternative strategy of competitiveness
that should be the main priority is to optimizing palm oil plantations (0.286).
Keywords: AHP, competitiveness, palm oil, strategy

ANALISIS STRATEGI DAYA SAING KELAPA SAWIT
INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

LISEU

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen


DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Analisis Strategi Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia di Pasar
Internasional
: Liseu
: H24100068

Disetujui oleh

Dr Ir Jono Mintarto Munandar, MSc


Sri Nuryanti, STP, MP

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Mukhamad Najib, STP, MM
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 sampai Desember 2013
ini ialah pemasaran, dengan judul Analisis Strategi Daya Saing Kelapa Sawit
Indonesia di Pasar Internasional.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Jono Mintarto Munandar serta
Ibu Sri Nuryanti selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan

kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta sahabat atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014
Liseu

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian


3

TINJAUAN PUSTAKA

3

Kelapa Sawit

3

Persaingan

4

Pemasaran

5

Penelitian Terdahulu


5

METODE PENELITIAN

6

Kerangka Pemikiran Penelitian

6

Lokasi dan Waktu Penelitian

7

Jenis dan Sumber Data

7

Pengolahan dan Analisis Data


7

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Hasil Analisis Keunggulan Komparatif

10

Hasil Analisis IFE, EFE, dan IE

14

Hasil Analisis SWOT

19

Hasil Analisis AHP


21

Implikasi Manajerial

26

SIMPULAN DAN SARAN

27

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

30

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jumlah produksi dan permintaan kelapa sawit di dunia
Faktor strategi internal kelapa sawit Indonesia
Faktor strategi eksternal kelapa sawit Indonesia
Bobot hasil penilaian terhadap faktor
Bobot hasil penilaian terhadap aktor
Bobot hasil penilaian terhadap tujuan
Bobot hasil penilaian terhadap alternatif
Bobot hubungan antara elemen aktor terhadap elemen faktor
Bobot hubungan antara elemen tujuan terhadap elemen aktor
Bobot hubungan antara elemen alternatif terhadap elemen tujuan

16
17
18
23
23
23
24
24
25
25

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Kerangka pemikiran penelitian
Perkembangan RSCA volume dan nilai ekspor produk kelapa sawit
HS 151110 di pasar Cina, Pakistan, India, dan Belanda, 2001-2012
Perkembangan RSCA volume dan nilai ekspor produk kelapa sawit
HS 151190 di pasar Cina, Pakistan, India, dan Belanda, 2001-2012
Matriks IE daya saing kelapa sawit Indonesia
Matriks SWOT kelapa sawit Indonesia
Hierarki AHP

6
12
13
18
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Pengolahan perkembangan kelapa sawit
Cina
Pengolahan perkembangan kelapa sawit
Pakistan
Pengolahan perkembangan kelapa sawit
India
Pengolahan perkembangan kelapa sawit
Belanda
Perhitungan IFE kelapa sawit Indonesia
Perhitungan EFE kelapa sawit Indonesia
Pengolahan AHP

Indonesia dan Malaysia di
30
Indonesia dan Malaysia di
30
Indonesia dan Malaysia di
31
Indonesia dan Malaysia di
31
32
32
33

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia memiliki berbagai macam sumber daya alam mulai dari yang
dapat diperbaharui sampai yang tidak dapat diperbaharui. Contoh kekayaan alam
Indonesia adalah gas alam cair terbesar di dunia, timah (produsen timah terbesar
kedua), terumbu karang terkaya di dunia, spesies ikan terbanyak (150 spesies),
cengkeh, pala, karet alam, kelapa sawit, kayu lapis, anggrek, 17504 pulau yang
tiga diantaranya adalah pulau terbesar di dunia, dan masih banyak lagi kekayaan
alam Indonesia yang lain (Kementerian Perekonomian 2013). Namun sangat
disayangkan karena sampai saat ini kekayaan alam Indonesia yang sangat
melimpah tersebut belum dapat membuat Indonesia bangkit dalam
perekonomiannya. Pada tahun 2013 tercatat bahwa pendapatan perkapita
Indonesia adalah $3850, apabila diklasifikasikan maka Indonesia merupakan
negara berpendapatan menengah rendah (pendapatan $1026 hingga $4035) (Bank
Dunia 2013). Oleh karena itu, dengan berbagai pertimbangan keunggulan yang
dimiliki oleh Indonesia dan tantangan dunia global maka Indonesia memerlukan
suatu transformasi ekonomi berupa percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi menuju negara maju, sehingga Indonesia dapat meningkatkan daya saing
dan mewujudkan kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Kemenko Perekonomian pada tahun 2011, Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan langkah
awal untuk mendorong Indonesia mencapai tujuan yang salah satunya adalah
menjadi sepuluh negara besar di dunia. Program MP3EI yang diluncurkan pada
bulan Mei 2011 memiliki konsep yang lain, yaitu MP3EI memiliki semangat Not
Business as Usual, dimana kemajuan ekonomi Indonesia bukan lagi hanya
merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan juga semua pihak, baik
itu pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan milik negara, perusahaan
swasta, serta rakyat Indonesia sendiri. Program MP3EI memiliki delapan program
utama yang menjadi fokus, diantaranya adalah dalam bidang pertanian,
pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, telekomunikasi, dan
pengembangan kawasan strategis. Delapan program tersebut kemudian lebih
terperinci dijabarkan ke dalam dua puluh dua kegiatan ekonomi utama yang salah
satunya adalah kelapa sawit (Kementerian Koordinator Bidang Pertanian 2011).
Pada tahun 2012 Indonesia telah memproduksi minyak kelapa sawit
sebanyak 28 juta ton dimana pada waktu yang sama Malaysia memproduksi
minyak kelapa sawit sebanyak 36 juta ton. Oleh karena itu, Indonesia merupakan
negara produsen kelapa sawit terbesar kedua setelah Malaysia, namun Indonesia
diproyeksikan akan menjadi negara produsen terbesar mengungguli Malaysia dan
menjadi market leader dalam perdagangan minyak kelapa sawit dunia. Indonesia
masih harus terus berusaha untuk menjadi negara nomor satu secara utuh apalagi
melihat beberapa kekurangan Indonesia (Dewan Minyak Sawit Indonesia 2012).
Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka penelitian yang dilakukan adalah
membandingkan daya saing kelapa sawit baik ekspor maupun impor antara
Indonesia dan pesaing utamanya, yaitu Malaysia dengan menggunakan data empat

2

negara tujuan ekspor utama, yaitu Cina, Pakistan, India, dan Belanda, sehingga
nantinya Indonesia diharapkan dapat menjadi negara produsen nomor satu di
dunia. Penelitian ini juga memberikan rekomendasi strategi yang dapat dilakukan
oleh Indonesia untuk meningkatkan daya saingnya.

Perumusan Masalah
Rumusan masalah untuk penelitian ini adalah:
1. Bagaimana daya saing kelapa sawit Indonesia di pasar Internasional
apabila dibandingkan dengan Malaysia?
2. Apa kekuatan dan kelemahan kelapa sawit Indonesia, serta peluang dan
ancaman yang dihadapi oleh Indonesia baik dalam produksi maupun
dalam proses ekspor ke luar negeri?
3. Bagaimana strategi yang sebaiknya dilakukan oleh Indonesia dalam
meningkatkan ekspor dan menjadi negara terbesar dalam
perkelapasawitan?

Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi daya saing kelapa sawit Indonesia di pasar internasional
apabila dibandingkan dengan Malaysia.
2. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari kelapa sawit Indonesia
serta peluang dan ancaman yang dihadapi Indonesia baik dalam produksi
maupun dalam proses ekspor ke luar negeri.
3. Memberikan rekomendasi strategi yang sebaiknya dilakukan oleh
Indonesia dalam meningkatkan ekspor dan menjadi negara terbesar
dalam perkelapasawitan.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah:
1. Bagi perusahaan dan pemerintah, hasil dari penelitian ini dapat memberi
gambaran tentang daya saing, kekuatan dan kelemahan, serta peluang dan
ancaman kelapa sawit Indonesia. Disamping itu, memberi rekomendasi
strategi yang sebaiknya dilakukan oleh Indonesia dalam meningkatkan
ekspor dan menjadi negara terbesar nomor satu dalam perkelapasawitan.
2. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan
bagi penelitian selanjutnya.

3

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah membahas mengenai persaingan
kelapa sawit yang dilakukan oleh Indonesia terhadap pesaing utamanya, yaitu
Malaysia. Analisis yang dilakukan berfokus pada pengkajian kondisi internal dan
eksternal untuk menentukan strategi bersaing yang tepat dan sesuai dengan
kondisi Indonesia saat ini.

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit
Sejarah Perkelapasawitan
Kelapa sawit adalah tumbuhan pohon yang tingginya dapat mencapai 24
meter dan memiliki bunga serta buah yang berupa tandan dan bercabang banyak.
Nantinya bunga tersebut akan berubah menjadi buah yang apabila sudah masak
akan berwarna merah kehitaman (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
2005). Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai dari mana asal kelapa
sawit. Ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Afrika
dengan alasan yang sangat kuat, yaitu berdasarakan catatan-catatan sejarah
penjelajahan orang-orang Eropa ke Afrika. Sedangkan ahli lainnya mengatakan
bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan karena kelapa sawit tumbuh
secara alami di pantai Brazil dan marga palma lain kebanyakan berasal dari
Amerika Selatan, selain itu juga karena di Amerika terdapat lebih dari satu jenis
kelapa sawit tidak seperti di daerah Afrika. Kelapa sawit pertama didatangkan ke
Indonesia pada tahun 1848 dan pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor.
Setelah diadakan penelitian, para petani pekebun mulai melakukan pertanian
kelapa sawit namun hasilnya masih jauh dari kata memuaskan. Barulah pada abad
ke-20 dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kelapa sawit karena kelapa sawit
dapat membuktikan bahwa memiliki produktivitas yang lebih tinggi dalam
menghasilkan minyak dibandingkan dengan kelapa. Pada akhirnya kelapa sawit
pun dibudidayakan dan Indonesia dapat melakukan ekspor secara signifikan
(Mangoensoekarjo dan Semangun 2000).

Manfaat Kelapa Sawit
Kelapa sawit yang dikenal saat ini memiliki berbagai macam manfaat dan
keuntungan bagi masyarakat, beberapa manfaat kelapa sawit yaitu (Dewan
Minyak Sawit Indonesia 2010):
1. Pendapatan petani sawit dengan kepemilikan lahan 2 ha adalah antara 2-4
juta/bulan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekunder.
2. Kelapa sawit mengandung berbagai nutrisi yang berguna di dalam tubuh,
diantaranya adalah a-karoten, b-karoten, vitamin E, likopen, lutein,
sterol, asam lemak tidak jenuh, ubiquinone-10.

4

3. Kelapa sawit dapat menjadi suplementasi RPO untuk ibu hamil dan
menyusui, potensi untuk mengatasi defisiensi vitamin A, dan merupakan
bahan baku produk turunan seperti minyak makan dan margarin.
4. Minyak sawit merupakan sumber alami vitamin E yang merupakan
antioksidan, yang berfungsi sebagai penangkal radikal bebas, sehingga
mencegah penuaan dini dan kanker.
5. Minyak sawit tidak mengandung kolestrol.
6. Minyak sawit mentah merupakan minyak nabati dengan kandungan
karetonoid (pro-vitamin A) yang sangat tinggi.
7. Minyak sawit dapat mengurangi risiko jantung koroner.
8. Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh yang baik untuk kesehatan.

Produk Kelapa Sawit
Kelapa sawit dapat menghasilkan berbagai macam produk, baik yang
berasal dari minyak kelapa sawit, minyak inti sawit, serta limbah kelapa sawit.
Produk yang dihasilkan dari minyak inti sawit adalah berupa minyak goreng,
produk-produk oleokimia seperti fatty acid, fatty alcohol, glycerine, metallic soap,
stearic acid, methyl ester, dan stearin. Pada akhirnya, perkembangan industri
oleokimia merangsang tumbuh dan berkembangnya industri barang konsumen
seperti misalnya deterjen, sabun, dan kosmetik (Kementerian Koordinator Bidang
Pertanian 2011).
Selain produk yang dihasilkan dari inti sawit, ada juga produk sampingan
yang dihasilkan dari limbah sawit. Contoh produk yang dihasilkan dari limbah
sawit adalah pupuk organik, kompos, dan kalium serta serat yang berasal dari
tandan kosong kelapa sawit, arang aktif dari tempurung buah, pulp kertas yang
berasal dari batang dan tandan sawit, perabot dan papan partikel dari batang, dan
pakan ternak dari batang pelepah, serta pupuk organik dari limbah cair dari proses
produksi minyak sawit (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2005).

Persaingan
Konsep Daya Saing
Menurut Kristanto (2013), keunggulan bersaing menurut Keegan dan Green
akan muncul jika ada kesesuaian antara kompetensi-kompetensi khusus
(distinctive competencies) dengan faktor-faktor yang mampu menyebabkan
kesuksesan di dalam industri. Suatu perusahaan dapat mengungguli pesaingnya
apabila perusahaan tersebut mampu memiliki perbandingan yang superior antara
kompetensi perusahaan dengan kebutuhan para pelangggannya.

Konsep Keunggulan Komparatif dan kompetitif
Keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya apabila sebuah perusahaan atau industri
ingin memiliki daya saing. Menurut Yusdja dan Ilham (2004), “keunggulan
komparatif adalah usaha efesiensi alokasi sumber daya pada tingkat nasional,

5
khususnya diantara barang-barang yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi.
Sementara keunggulan kompetitif adalah usaha meningkatkan efisiensi pada
tingkat perusahaan”.
Saat ini keunggulan komparatif tanpa didukung oleh keunggulan kompetitif
tidak berarti apa-apa. Diperlukan adanya sinergisitas antara pemerintah dan
masyarakat (perusahaan swasta) untuk melakukan keduanya, sehingga
keunggulan komparatif suatu negara atau perusahaan dapat dicapai dengan
mudah. Maka setelah memiliki keunggulan komparatif, suatu perusahaan dapat
memiliki daya saing yang baik dibandingkan dengan pesaingnya.

Pemasaran
Pengertian Pemasaran
Kotler (2008) memberikan pengertian tentang pemasaran sebagai berikut,
“Pemasaran (Marketing) adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana individu
dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa
yang bernilai dengan orang lain”.

Pemasaran Internasional
Pada kenyataannya tidak ada satu pun negara yang dapat berdiri sendiri
tanpa berkerja sama dengan negara lain. Walaupun negara tersebut merupakan
negara yang kaya akan sumber daya alam, tetap saja negara tersebut perlu untuk
melakukan apa yang namanya kerja sama internasional. Dalam kerja sama
tersebut muncullah istilah pemasaran internasional. “Pemasaran Internasional
adalah suatu kegiatan yang memberikan manfaat atas pertukaran bagi pelanggan,
nasabah, dan masyarakat secara luas di manca negara” (Ma’mun 2013).

Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu mengenai kelapa sawit telah banyak
dilakukan, diantaranya adalah Sari (2008) yang melakukan penelitian mengenai
analisis daya saing dan strategi ekspor CPO Indonesia di pasar luar negeri dengan
menggunakan alat analisis SWOT dan Revealed Comparative Advantage (RCA).
Hasil dari penelitian ini adalah Indonesia merupakan negara teratas dalam hal
kelapa sawit di pasar internasional yang kemudian kedua disusul oleh Malaysia.

6

METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran Penelitian
Tahapan penelitian awalnya berasal dari tujuan pembangunan MP3EI, yaitu
menjadikan Indonesia menjadi sepuluh negara terbesar dengan memanfaatkan
delapan program utamanya. Selanjutnya delapan program utama tersebut
dijabarkan menjadi dua puluh dua kegiatan ekonomi utama yang salah satunya
adalah pengembangan kelapa sawit. Saat ini Indonesia merupakan negara terbesar
kedua setelah Malaysia dalam hal produksi kelapa sawit, padahal Indonesia
memiliki luas lahan pertanian kelapa sawit terbesar di dunia. Untuk mencari tahu
penyebab dari masalah ini maka dilakukan analisis SWOT yang memberi
gambaran tentang bagaimana kekuatan dan kelemahan, serta peluang dan
ancaman dari kelapa sawit di Indonesia. Selain mengetahui keadaan Indonesia,
penelitian ini juga memerlukan data mengenai keadaan kelapa sawit di Malaysia
agar strategi bersaing yang direkomendasikan dapat beracuan kepada strategi
Malaysia. Akhirnya, dari berbagai pilihan alternatif strategi yang ada dipilih
prioritas dengan menggunakan AHP. Ringkasan pemikiran untuk penelitian
ditunjukkan dalam Gambar 1 di bawah:
TUJUAN
PEMBANGUNAN
(MP3EI)
KELAPA SAWIT

KEADAAN
INDONESIA

KEADAAN
MALAYSIA

EFE, IFE, IE

RCA, RSCA

ANALISIS DAYA SAING
INDONESIA DIBANDINGKAN
DENGAN MALAYSIA

AHP

SWOT

REKOMENDASI STRATEGI
TERBAIK
MENINGKATKAN DAYA
SAING

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

7

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan OktoberDesember 2013 dan bertempat di Bogor dan Jakarta.

Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer didapatkan dari wawancara, focus group discussion, dan
pengisian kuesioner oleh para pakar yang terdiri dari akademisi, asosiasi, peneliti,
dan pengusaha. Data sekunder berupa data jumlah dan nilai ekspor dan impor
kelapa sawit Indonesia juga Malaysia, serta data impor dunia terhadap empat
negara tujuan ekspor utama, yaitu Cina, Pakistan, India, dan Belanda dengan kode
HS 1511 beserta produk turunannya, yaitu 151110 (minyak kelapa sawit mentah)
dan 151190 (minyak kelapa sawit olahan) pada tahun 2001-2012. Data sekunder
didapat dari International Trade Centre dan informasi-informasi lain yang
berkaitan dengan penelitian yang diperoleh dari buku-buku literatur, media massa
maupun media elektronik (internet).

Pengolahan dan Analisis Data
Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Revealed Symmetric Comparative
Advantage (RSCA)
Analisis daya saing sudah diformulasikan oleh Balassa (1965) melalui
metode Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA dihitung dengan
membandingkan performa produk ekspor suatu negara dengan dunia untuk produk
tersebut (Tambunan 2003). RCA merupakan salah satu cara mengukur
keunggulan suatu produk yang dapat diperbandingkan dalam suatu daerah atau
kawasan. RCA dihitung dengan menggunakan rumus:
X ij
i X ij
RCAij 
………..……………..(1)
 X ij
j

 X
i

ij

j

dimana:
= Ekspor produk industri (i) dari negara produsen (j);

X ij

X
X

ij

= Total ekspor dari negara produsen (j);

i

j

ij

= Total ekspor produk industri(i) dari seluruh negara produsen;

8

 X
i

ij

= Total ekspor negara produsen;

j

Nilai RCA yang didapatkan berkisar mulai dari negatif tak hingga sampai
positif tak hingga. Apabila nilai RCA yang didapatkan lebih besar dari satu maka
negara tersebut memiliki daya saing dalam produk tersebut, begitu juga
sebaliknya. Untuk memudahkan dalam interpretasi data, maka dilakukan
normalisasi terhadap hasil RCA yang didapatkan. Metode normalisasi tersebut
disebut Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA) dengan rumus:
RSCA =

……………... (2)

Hasil yang didapat dari perhitungan RSCA adalah dari -1 sampai dengan 1.
Suatu komoditas memiliki daya saing apabila nilai RSCA yang didapat lebih
besar dari 0 (Tambunan 2003).

SWOT
Setiap organisasi atau pun perusahaan dalam menjalankan proses bisnisnya
pasti memiliki kekuatan dan kelemahan. Kekuatan yang dimiliki nantinya harus
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan proses bisnis agar lebih kompetitif dan
memiliki daya saing yang unggul. Sementara yang dinamakan kelemahan harus
diminimalisir agar tidak menjadi penghalang proses bisnis kedepan. Analisis yang
digunakan untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan suatu bisnis dan juga
mengetahui peluang serta ancaman bisnis dinamakan analisis SWOT (Strenghts,
Weakness, Opportunities, Threats) (Griffin 2002).
Analisis SWOT menurut David (2009) dapat menghasilkan empat
kemungkinan alternatif strategi, yaitu:
1. Strategi S-O (Strengths-opportunities) memanfaatkan kekuatan internal
perusahaan untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal.
2. Strategi W-O (Weaknessess-Opportunities) bertujuan untuk memperbaiki
kelemahan internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang
eksternal.
3. Strategi S-T (Strengths-Threats) menggunakan kekuatan sebuah
perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman
eksternal.
4. Strategi W-T (Weaknessess- Threats) merupakan taktik defensif yang
diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal serta menghindari
ancaman eksternal.

Analisis IFE, EFE, IE
Menurut David (2009), matriks IFE (Internal Factor Evaluation) adalah alat
perumusan strategi yang meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan
utama dalam area-area fungsional bisnis dan juga menjadi landasan untuk
mengidentifikasi serta mengevaluasi hubungan di antara area tersebut. Tahapan
kerja matriks IFE adalah (1) membuat daftar kata kunci aspek internal kekuatan

9
dan kelemahan, (2) membuat bobot dari masing-masing faktor suskes tersebut, (3)
memberikan rating (perlu diperhatikan bahwa untuk matriks IFE kekuatan harus
mendapat rating 3 dan 4, serta kelemahan harus mendapat rating 1 atau 2), (4)
mengalikan bobot rating untuk menentukan skor, dan (5) menjumlahkan semua
skor untuk mendapatkan skor total nilai. Terlepas dari berapa banyak faktor yang
dimasukkan ke dalam matriks IFE, skor bobot total berkisar antara 1.0 sebagai
titik terendah dan 4.0 sebagai titik tertinggi dengan skor rata-rata 2,5. Skor bobot
total di bawah 2.5 menunjukkan organisasi yang lemah secara internal, sedangkan
skor bobot total di atas 2.5 menunjukkan posisi internal yang kuat.
Matriks EFE (External Factor Evaluation) memungkinkan para penyusun
strategi untuk meringkas dan mengevaluasi faktor-faktor eksternal seperti
informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan, politik, pemerintahan,
hukum, teknologi, dan kompetitif. Masalah tersebut penting karena berpengaruh
secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan. Cara membuat
matriks EFE mirip dengan membuat matriks IFE, hanya saja ketika pemberian
rating baik untuk peluang maupun ancaman diperbolehkan memberikan rating 1
sampai 4.
Menurut Rangkuti (1998), matriks Internal External (IE) memposisikan
suatu organisasi ke dalam sembilan sel. Matriks IE didasarkan pada dua dimensi
kunci yaitu skor total IFE pada sumbu x dan EFE pada sumbu y. Matriks IE dapat
dibagi menjadi tiga bagian besar yang mempunyai implikasi strategi yang
berbeda-beda. Pertama, yaitu sel I, II, dan IV dapat digambarkan sebagai tumbuh
dan membangun (grows and builds), strategi yang cocok adalah strategi yang
intensif dan integratif. Kedua, yaitu sel III, V, dan VII dapat digambarkan dengan
menjaga dan mempertahankan (hold and maintain), strategi yang cocok adalah
pengembangan produk dan penetrasi pasar. Ketiga, yaitu sel VI, VIII, IX atau
disebut panen dan divestasi (harvest and divest).

Analytical Hierarchy Process (AHP)
Secara teoritis AHP adalah suatu model pendekatan yang memberi
kesempatan bagi setiap individu atau kelompok untuk membangun gagasangagasan atau ide dan mendefinsikan persoalan-persoalan yang ada dengan cara
membuat asumsi-asumsi dan selanjutnya mendapatkan pemecahan masalah yang
diinginkan. AHP memberi kemungkinan untuk menciptakan tingkat-tingkat baru
dan menatanya secara logis, sehingga tingkat-tingkat itu saling berkaitan satu
sama lain secara wajar. Dengan membandingkan elemen-elemen dalam satu
tingkat secara berpasangan terhadap elemen-elemen yang satu tingkat di atasnya
maka dapat diputuskan suatu pilihan yang tepat mengenai tingkat yang lebih
tinggi tersebut. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan
dengan efektif atas persoalan kompleks.
Langkah–langkah pemecahan masalah dengan pendekatan AHP (Saaty
1993) adalah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan persoalan dan merinci permasalahan yang diinginkan;
2. Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajemen secara
menyeluruh;
3. Menyusun matriks perbandingan berpasangan;
4. Mendapatkan semua pertimbangan yang diperlukan untuk mengembangkan
perangkat matriks pada langkah 3;

10

5.
6.
7.
8.

Memasukan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal
utama;
Melaksanakan langkah 3, 4, dan 5;
Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas,
dan
Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hierarki.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Keunggulan Komparatif
Keunggulan komparatif serta daya saing kelapa sawit Indonesia di pasar
internasional dapat diketahui melalui beberapa metode analisis diantaranya adalah
Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Revealed Symetric Comparative
Advantage (RSCA). Analisis daya saing ini dilakukan pada produk kelapa sawit
dengan kode HS 1511 dengan data yang bersumber dari International Trade
Centre. Keterbatasan data menyebabkan analisis data hanya dapat dilakukan
terhadap dua produk, yaitu HS 151110 (minyak kelapa sawit mentah) serta
151190 (minyak kelapa sawit olahan) pada periode tahun 2001-2012. Berdasarkan
data yang tersedia, negara Cina, Pakistan, India, dan Belanda merupakan negara
yang menjadi pasar ekspor utama, sehingga analisis ini dilakukan terhadap
keempat negara tersebut. Sebagai pembanding daya saing kelapa sawit Indonesia,
analisis yang sama juga dilakukan terhadap pesaing utama Indonesia, yaitu
Malaysia.
Nilai RCA yang didapatkan tidak memiliki batas absolut, sehingga
penelitian ini menggunakan alat analisis lain, yaitu RSCA. Nilai yang didapatkan
dari RSCA ini menunjukkan secara lebih jelas bagaimana tingkat daya saing
kelapa sawit Indonesia baik minyak kelapa sawit mentah maupun minyak kelapa
sawit olahan di negara tujuan ekspor. Berdasarkan hasil perhitungan RSCA,
volume dan nilai ekspor produk minyak sawit HS 151110 Indonesia menunjukkan
daya saing yang cenderung turun di empat negara tujuan ekspor utama.
Di pasar Cina sejak tahun 2001 kelapa sawit mentah Indonesia
menunjukkan daya saing yang baik karena nilai RSCA yang didapatkan
mendekati 1 dan semakin meningkat di tahun 2002, tetapi menurun kembali
sampai akhirnya pada tahun 2011 kelapa sawit Indonesia tidak berdaya saing
sama sekali karena nilai RSCA yang didapatkan bernilai negatif. Pada tahun 2012,
kelapa sawit mentah Indonesia mulai menunjukkan daya saing kembali walaupun
masih lemah karena mendekati nol. Daya saing kelapa sawit mentah Malaysia di
pasar Cina tidak lebih baik dari Indonesia karena sejak tahun 2002 sampai 2011
nilai RSCA yang didapatkan bernilai negatif, sisanya yaitu pada tahun 2001 dan
2012 Malaysia berdaya saing tetapi masih sangat lemah (Gambar 2).
Untuk pasar Pakistan, kelapa sawit mentah Indonesia memiliki daya saing
yang cenderung menurun sejak tahun 2003 sampai 2012. Pada tahun 2003 nilai
RSCA bernilai positif, namun semakin menurun sampai akhirnya sejak tahun

11
2010 hingga 2012 RSCA yang didapatkan bernilai negatif yang berarti kelapa
sawit mentah Indonesia tidak berdaya saing sama sekali di pasar Pakistan. Daya
saing kelapa sawit mentah Malaysia sejak tahun 2003 hingga 2010 berada di
bawah Indonesia dan tidak menunjukkan daya saing sama sekali karena RSCA
yang didapatkan bernilai negatif, tetapi mulai tahun 2011 hingga 2012 kelapa
sawit Malaysia mampu mengungguli Indonesia dan mulai memiliki daya saing
ditunjukkan dengan nilai RSCA yang positif.
Di pasar India kelapa sawit mentah Indonesia maupun Malaysia memiliki
daya saing yang berfluktuatif, tetapi Indonesia mampu mengungguli Malaysia
mulai tahun 2001 hingga 2011. Kelapa sawit mentah Indonesia hanya memiliki
daya saing pada tahun 2004, 2005, 2008, 2010, dan 2011, sedangkan Malaysia
menunjukkan daya saing (RSCA positif) hanya pada tahun 2012. Gambaran ini
menunjukkan bahwa di pasar India ada sumber impor minyak sawit HS 151110
disamping Indonesia dan Malaysia dan mulai menggeser posisi kedua eksportir
utama minyak sawit di dunia tersebut.
Berbeda dengan di ketiga pasar yang sudah dijelaskan, di pasar Belanda
daya saing Indonesia cenderung berada di bawah Malaysia. Indonesia mampu
mengungguli Malaysia hanya pada tahun 2001 dan 2002, karena sejak tahun 2003
hingga 2012 kelapa sawit mentah Indonesia di pasar Belanda tidak berdaya saing
sama sekali yang ditunjukkan dengan nilai RSCA yang negatif, sedangkan kelapa
sawit mentah Malaysia memiliki nilai RSCA positif.
Berdasarkan nilai RSCA untuk volume dan nilai ekspor produk minyak
sawit olahan HS 151190 (Gambar 3) secara umum dapat dikatakan bahwa
Indonesia kurang berdaya saing di pasar Cina, Pakistan, dan India. Di pasar Cina,
minyak sawit olahan Indonesia memiliki nilai RSCA negatif sejak tahun 2001
hingga 2012 yang artinya minyak sawit olahan dari Indonesia tidak berdaya saing
sama sekali. Keadaan Malaysia di pasar Cina tidak jauh lebih baik dari Indonesia
karena RSCA yang didapatkan sejak tahun 2001 hingga 2005 dan 2012 adalah
nol. Malaysia hanya menunjukkan daya saingnya pada tahun 2006 sampai 2011.
Walaupun pernah mengalami penurunan yang sangat drastis pada tahun
2008 di pasar Pakistan, tetapi pada tahun 2010 sampai 2012 Indonesia memiliki
kenaikan RSCA yang cukup tinggi bahkan melebihi Malaysia. Daya saing minyak
sawit olahan Malaysia berfluktuatif dan tidak berdaya saing sejak tahun 2011.
Oleh karena itu, di pasar Pakistan kelapa sawit olahan Indonesia menunjukkan
daya saing pada tahun 2010 hingga 2012 yang mana di saat bersamaan kelapa
sawit olahan Malaysia mulai kehilangan daya saing.
Di pasar India daya saing kelapa sawit olahan Indonesia menunjukkan daya
saing pada tahun 2001, 2002, 2003, 2006, 2007, 2009, dan 2012. Sementara itu
kelapa sawit olahan Malaysia berada di atas Indonesia sejak tahun 2001 hingga
2011. Keadaan mulai berbalik pada tahun 2012 dimana Indonesia mulai memiliki
daya saing sementara Malaysia mulai kehilangan daya saing.
Daya saing kelapa sawit olahan Indonesia di pasar Belanda terus meningkat
sejak tahun 2001, sedangkan Malaysia mengalami kejadian sebaliknya dimana
daya saing kelapa sawit olahan terus menurun sejak tahun 2001. Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia berpeluang mengembangkan pasar produk minyak
sawit olahan di pasar Eropa, khususnya Belanda, dimana pesaing utamanya,
Malaysia mulai mengalami penurunan daya saing.

12

RSCA

Pasar China
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
-0.20
-0.40
-0.60
-0.80
-1.00

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

RSCA Volume IDN

0.78

0.88

0.66

0.83

0.27

0.16

0.32

0.22

0.16

0.17

-0.06

0.11

RSCA Nilai IDN

0.77

0.88

0.56

0.80

0.26

0.16

0.32

0.22

0.18

0.17

-0.01

0.13

RSCA Volume MLY

0.18

-0.99 -1.00 -0.18 -0.04 -0.17 -0.29 -0.12 -0.14 -0.37 -0.50

0.10

RSCA Nilai MLY

0.17

-0.99 -1.00 -0.30 -0.05 -0.20 -0.35 -0.18 -0.08 -0.34 -0.51

0.08

RSCA

Pasar Pakistan
0.8
0.6
0.4
0.2
0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

0.56

0.21

0.34

0.14

0.00

0.23

0.06

-0.21 -0.47 -0.89

RSCA Nilai IDN

0.56

0.17

0.35

0.13

-0.02

0.23

0.05

-0.09 -0.45 -0.91

RSCA Volume MLY

-0.28 -0.39 -0.05 -0.34 -0.16 -0.18 -0.11 -0.06

0.02

0.16

RSCA Nilai MLY

-0.28 -0.40 -0.06 -0.15 -0.18 -0.22 -0.05 -0.05

0.02

0.15

RSCA Volume IDN

2011

2012

RSCA

Pasar India
0.20
0.10
0.00
-0.10
-0.20
-0.30
-0.40
-0.50

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

RSCA Volume IDN

-0.04 -0.20 -0.12

2001

2002

0.16

0.03

-0.09 -0.05

0.00

0.00

0.01

0.01

-0.07

RSCA Nilai IDN

-0.05 -0.21 -0.12

0.17

0.03

-0.09 -0.04

0.01

0.00

0.01

0.01

-0.07

RSCA Volume MLY -0.21 -0.43 -0.40 -0.05 -0.09 -0.24 -0.08 -0.14 -0.19 -0.16 -0.06

0.03

RSCA Nilai MLY

0.03

-0.27 -0.46 -0.42 -0.06 -0.10 -0.09 -0.08 -0.18 -0.19 -0.17 -0.08

RSCA

Pasar Belanda
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
-0.02
-0.04
-0.06
-0.08
-0.10
-0.12

2001

2002

2003

RSCA Volume IDN

0.05

0.03

-0.02 -0.06 -0.08 -0.07 -0.08 -0.06 -0.05 -0.04 -0.11 -0.05

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

RSCA Nilai IDN

0.07

0.03

-0.03 -0.06 -0.08 -0.07 -0.09 -0.05 -0.03 -0.03 -0.11 -0.05

RSCA Volume MLY -0.01 -0.01

0.01

0.03

0.03

0.05

0.07

0.04

0.05

0.06

0.06

0.03

RSCA Nilai MLY

0.00

0.02

0.02

0.04

0.06

0.04

0.06

0.06

0.06

0.03

-0.02 -0.01

Gambar 2 Perkembangan RSCA volume dan nilai ekspor produk kelapa sawit
HS 151110 di pasar Cina, Pakistan, India, dan Belanda, 2001-2012

13

RSCA

Pasar China
0.05
0.00
-0.05
-0.10
-0.15
-0.20
-0.25
-0.30
-0.35
-0.40
-0.45

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

RSCA Volume IDN

-0.03

-0.28

-0.29

-0.28

-0.27

-0.21

-0.28

-0.33

-0.36

-0.39

-0.34

-0.23

RSCA Nilai IDN

-0.04

-0.27

-0.27

-0.26

-0.26

-0.20

-0.27

-0.31

-0.34

-0.38

-0.33

-0.23

RSCA Volume MLY

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.02

0.02

0.01

0.01

0.01

0.01

0.00

RSCA Nilai MLY

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.02

0.02

0.02

0.01

0.01

0.00

0.00

RSCA

Pasar Pakistan
0.2
0.15
0.1
0.05
0
-0.05
-0.1
-0.15
-0.2
-0.25

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

RSCAVolume IDN

2001

2002

-0.15

-0.03

-0.05

-0.05

0.00

-0.19

-0.02

0.06

0.16

0.11

RSCA Nilai IDN

-0.13

-0.02

-0.05

-0.04

0.01

-0.19

-0.02

0.03

0.15

0.11

RSCA Volume MLY

0.02

0.03

0.00

0.06

0.05

0.07

0.03

0.02

-0.01

-0.05

RSCA Nilai MLY

0.02

0.03

0.00

0.03

0.06

0.09

0.01

0.02

-0.01

-0.05

2012

RSCA

Pasar India
0.80
0.70
0.60
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
-0.10
-0.20
-0.30

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

RSCA Volume IDN

0.04

0.58

0.28

-0.20

-0.06

0.45

0.39

0.00

-0.02

-0.05

-0.07

0.20

RSCA Nilai IDN

0.05

0.59

0.26

-0.18

-0.07

0.43

0.27

-0.04

0.01

-0.07

-0.08

0.19

RSCA Volume MLY

0.16

0.71

0.51

0.04

0.14

0.66

0.48

0.34

0.38

0.39

0.23

-0.15

RSCA Nilai MLY

0.19

0.72

0.50

0.04

0.14

0.43

0.40

0.35

0.37

0.39

0.26

-0.13

RSCA

Pasar Belanda
0.60
0.40
0.20
0.00
-0.20
-0.40
-0.60
-0.80

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

RSCA Volume IDN

-0.08

-0.06

0.04

0.10

0.18

0.22

0.25

0.24

0.20

0.19

0.38

0.32

RSCA Nilai IDN

-0.12

-0.06

0.06

0.09

0.16

0.19

0.25

0.20

0.14

0.14

0.39

0.32

RSCA Volume MLY

0.01

0.02

-0.02

-0.08

-0.11

-0.23

-0.43

-0.33

-0.49

-0.65

-0.70

-0.47

RSCA Nilai MLY

0.03

0.02

0.01

-0.05

-0.07

-0.20

-0.39

-0.30

-0.51

-0.63

-0.60

-0.37

Gambar 3 Perkembangan RSCA volume dan nilai ekspor produk kelapa sawit
HS 151190 di pasar Cina, Pakistan, India, dan Belanda, 2001-2012

14

Hasil Analisis IFE, EFE, dan IE
Hasil identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman kelapa sawit
Indonesia diperoleh beberapa kekuatan, kelemahan, peluang, serta ancaman yang
dihadapai oleh Indonesia.
Kekuatan:
1. Luas lahan yang mendukung
Indonesia memiliki luas lahan yang jauh lebih luas daripada Malaysia.
Pada tahun 2012 luas area perkebunan kelapa sawit Malaysia hanya
sekitar 5.3 juta ha, sedangkan Indonesia memiliki lebih dari 9.3 juta ha,
yang tersebar di 19 provinsi di Indonesia. Provinsi yang paling banyak
memiliki kebun kelapa sawit berturut-turut adalah Riau, Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Jambi. Selain itu, luas lahan
yang berpotensi untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit di Indonesia
adalah sekitar 31.77 juta ha (Direktorat Jenderal Perkebunan 2012).
2. Jumlah tenaga kerja yang banyak.
Indonesia memiliki tenaga kerja untuk perkebunan kelapa sawit
sebanyak 847 000 orang sedangkan Malaysia hanya memiliki pekerja
sekitar 200 490 orang sehingga Malaysia harus memperkerjakan tenaga
kerja asing (Direktorat Jenderal Perkebunan 2012).
3. Pangsa pasar Indonesia mendominasi pangsa pasar CPO di dunia
Pada tahun 2012, Indonesia dan Malaysia mampu mendapatkan pangsa
pasar sebanyak 80% dari seluruh pangsa pasar di dunia. Indonesia
mendapatkan pangsa pasar sebanyak 42%, sedangkan Malaysia 38%.
(Direktorat Jenderal Perkebunan 2012).
4. Memiliki keunggulan komparatif yang tinggi untuk CPO
Berdasarkan hasil perhitungan RCA dan RSCA untuk CPO, Indonesia
memiliki daya saing yang tinggi dan sebagian besar posisinya ada di atas
Malaysia.
5. Sudah ada kebijakan pemerintah mengenai klaster kelapa sawit
Kebijakan pemerintah mengenai pembangunan klaster industri kelapa
sawit melalui Keputusan Menteri Perindustrian (KMP No. 13/ M-IND/
PER/I/2010). Ditetapkan tiga wilayah sebagai lokasi pendirian klaster
industri kelapa sawit yaitu Sei Mangkei (Sumatera Utara), Kuala Enok
(Riau), serta Maloy (Kalimantan Timur). Dengan adanya kebijakan
mengenai klaster kelapa sawit diharapkan Indonesia mampu untuk
mengungguli Malaysia pada tahun mendatang (Kementerian
Koordinator Bidang Pertanian 2011).
6. Adanya kebijakan mengenai aspek lingkungan (AMDAL).
Berbagai macam isu mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan
oleh kelapa sawit membuat harga dari kelapa sawit itu sendiri
berfluktuasi. Dunia internasional menjadi berpandangan negatif
mengenai kelapa sawit Indonesia. Sejak mulai diberlakukannya
AMDAL dan kebijakan yang lain seperti ISPO dan RSPO, pandangan
negatif terhadap kelapa sawit Indonesia perlahan mulai berubah.
Kelemahan:
1. Produktivitas perkebunan yang masih rendah

15

2.

3.

4.

5.

6.

Secara umum, produktivitas rata-rata nasional perkebunan kelapa sawit
Indonesia masih rendah yaitu hanya sekitar 3.4 ton CPO/ha/tahun.
Produktivitas tersebut masih jauh di bawah potensi produksi tanaman
kelapa sawit unggul yang dihasilkan oleh produsen benih yaitu 7-10 ton
/ha/ tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan 2012).
Ekspor minyak sawit masih banyak pada produk hulu
Minyak sawit Indonesia kebanyakan diproduksi dan diekspor hanya
sebagai CPO, aktivitas petani kelapa sawit terhenti hanya sebatas aktivitas
budidaya (on farm) yang bernilai tambah kecil. Industri hilir (off farm)
yang mengolah sawit didominasi minyak goreng serta sedikit margarin,
sabun, dan detergen. Ekspor Indonesia baru 42% yang sudah berupa
produk turunan kelapa sawit karena Indonesia hanya memiliki kurang
lebih 323 pabrik, Malaysia sudah lebih unggul karena mampu mengekspor
sebanyak 80% produk turunan kelapa sawit (Pusat Penelitian Kelapa sawit
2013).
Biaya ekspor CPO tinggi
Bea keluar sawit besarannya progresif dan berjenjang mengikuti tingkat
olahan produk sawit. Semakin tinggi tingkat olahan, semakin rendah bea
keluar. Tujuannya untuk mendorong industri pengolahan lebih banyak
mengolah dan mengekspor produk hilir sawit. Selain harus menanggung
bea keluar yang tinggi, eksportir CPO juga masih harus menanggung biaya
seperti biaya kapal angkutan, biaya asuransi, biasa LC (letter of credit),
biaya tes CPO, biaya penyusutan selama pengangkutan, fee untuk broker
dan biaya lain. Indonesia harus membayar biaya LC yang lebih tinggi
dibandingkan Malaysia karena Indonesia kurang dipercaya oleh
Internasional. Total biaya ekspor Indonesia adalah sekitar $110 per ton,
sementara Malaysia hanya memerlukan sekitar $95 per ton (Pusat Data
dan Informasi Kementerian Pertanian 2011).
SDM yang kurang berkulitas
Tingkat pendidikan angkatan kerja yang bekerja di perusahaan kelapa
sawit Indonesia masih rendah apabila dibandingkan dengan Malaysia.
Struktur pendidikan pekerja kelapa sawit Indonesia masih didominasi
pendidikan dasar yaitu sekitar 38.32 %, sedangkan di Malaysia lebih dari
50% merupakan pekerja yang memiliki pendidikan SMA dan Sarjana
(Tambunan 2013).
Nilai CPO Indonesia masih dihargai rendah
Harga CPO Indonesia selalu dihargai murah di pasar Internasional akibat
DOBI-nya (Indeks daya pemucatan: rasio dari kandungan karoten dan
produk oksidasi sekunder pada CPO) masih di bawah angka minimal yang
dipersyaratkan (standar AFTA 2013) sebesar 2.8. Rata-rata nilai DOBI
yang dihasilkan oleh Indonesia adalah 2.5 dan ini sangat tertinggal dengan
Malaysia yang DOBI-nya mencapai 3 (Purwiyanto 2013).
Banyak pengusaha yang memiliki dokumen AMDAL tetapi masih banyak
yang bermasalah dalam penerapannya
Pada akhir tahun 2013 tercatat beberapa contoh pelanggaran AMDAL
yang telah terjadi adalah oleh PT. Arjuna Utama Sawit, PT. Kalimantan
Hamparan Sawit, PT. Maju Aneka Sawit, PT. Sukajadi Sawit Mekar, dan
masih banyak lagi. Pelanggaran yang dilakukan adalah berupa membuka

16

lahan gambut, beroperasi tanpa ada pelepasan kawasan hutan, beroperasi
di daerah konservasi, dan tetap beroperasi walaupun dokumen AMDAL
sudah dicabut (Tambunan 2013).
Peluang:
1. Permintaan dunia yang semakin meningkat
Tabel 1 menunjukkan jumlah produksi dan permintaan kelapa sawit dunia.
Dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun permintaan kelapa sawit semakin
meningkat.
Tabel 1 Jumlah produksi dan permintaan kelapa sawit dunia
Tahun
Produksi (juta ton)
Permintaan (juta ton)
2005
33.5
29.2
2006
36.0
32.5
2007
37.3
35.5
2008
41.0
37.8
2009
42.8
42.6
2010
45.1
45.3
2011
47.1
47.0
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2012)
2. Masih terbukanya peluang untuk mengembangkan industri hilir
Peluang mengembangkan industri hilir kelapa sawit masih sangat terbuka
mengingat masih banyak yang bisa dikembangkan dari minyak mentah
(CPO). Contoh pengembangan yang dapat dilakukan adalah pembuatan
kompos dari limbah sawit, pengolahan buah kelapa sawit menjadi bahan
pangan seperti susu kental manis dan untuk bahan nonpangan seperti
kosmetik, dan untuk kebutuhan farmasi seperti lilin. Dari sekitar 500
pabrik di Indonesia, baru sekitar 10% yang mengelola tandan kosong
(dapat diolah menjadi kompos, bahan baku pulp, karbon dan rayon) (Pusat
Penelitian Kelapa Sawit 2013).
Ancaman:
1. Adanya pesaing kuat yaitu Malaysia
Berdasarkan data pada International Trade Center, terlihat bahwa
Malaysia merupakan satu-satunya negara penghasil kelapa sawit yang
menjadi pesaing utama Indonesia setiap tahunnya. Pada tahun 2012,
Malaysia mengekspor kelapa sawit sebanyak 15 juta ton, sedangkan
Indonesia 18 juta ton.
2. Adanya ancaman pengurangan ekspor CPO Indonesia ke India
Dalam usaha pengembangan industri hilir dan pemasaran produknya,
langkah Indonesia mendapat beberapa protes dari negara importir seperti
India. mereka mengancam tak akan mengambil produk kelapa sawit
Indonesia lagi jika pemerintah mengubah kebijakan ekspor kelapa sawit
mentah (Satyawibawa 2012).

Matriks IFE
Matriks IFE disusun berdasarkan hasil identifikasi dari kondisi dan
lingkungan internal yang berupa kekuatan dan kelemahan yang dimiliki kelapa

17
sawit Indonesia. Tabel 2 menampilkan kekukatan dan kelemahan yang dimiliki
oleh kelapa sawit Indonesia.
Tabel 2 Faktor strategi internal kelapa sawit Indonesia
Bobot
Rating
Faktor-faktor strategi internal
(a)
(b)
Kekuatan
1. Luas lahan yang mendukung
0.11
3.60
2. Jumlah tenaga kerja yang banyak
0.09
3.20
3. Pangsa pasar Indonesia mendominasi
0.12
3.40
pangsa pasar CPO di dunia
4. Memiliki keunggulan komparatif yang
0.12
3.80
tinggi
5. Sudah ada kebijakan pemerintah
0.12
3.40
mengenai klaster kelapa sawit
6. Adanya kebijakan mengenai aspek
0.07
3.60
lingkungan (AMDAL)
Kelemahan
1. Produktivitas perkebunan yang masih
0.07
1.60
rendah
2. Ekspor minyak sawit masih banyak pada
0.07
1.60
produk hulu
3. Biaya ekspor CPO tinggi
0.07
1.80
4. SDM yang kurang berkualitas
0.09
1.80
5. Nilai CPO Indonesia masih dihargai
0.07
1.80
rendah
6. Banyak pengusaha yang memiliki
dokumen AMDAL tetapi masih banyak
0.06
2.00
yang bermasalah dalam penerapannya
Total
Sumber: Data diolah (2014)

Skor
(axb)
0.40
0.28
0.40
0.46
0.23
0.22

0.12
0.12
0.13
0.15
0.12
0.12
2.75

Berdasarkan Tabel 1 didapatkan total nilai skor terbobot sebesar 2.75. Dari
total nilai skor terbobot tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan berada pada
posisi kuat. Hal ini dikarenakan kondisi internal perusahaan berada di atas
rataannya, yaitu 2.50. Kondisi ini menunjukkan bahwa faktor internal kelapa sawit
Indonesia kuat dalam memanfaatkan kekuatan yang dimiliki dan mampu
mengatasi kelemahan. Kekuatan utama yang dimiliki kelapa sawit Indonesia
adalah memiliki keunggulan komparatif yang tinggi dengan skor 0.46, sedangkan
kelemahan utamanya adalah sumber daya manusia yang dimiliki oleh Indonesia
masih kurang berkualitas dengan skor 0.15.

Matriks EFE
Matriks EFE disusun berdasarkan hasil identifikasi dari kondisi lingkungan
eksternal perusahaan. Berdasarkan analisis EFE diperoleh beberapa peluang dan
ancaman yang dihadapi kelapa sawit Indonesia, seperti yang ditampilkan pada
Tabel 3.

18

Tabel 3 Faktor strategi eksternal kelapa sawit Indonesia
Bobot
Rating
Faktor-faktor strategi eksternal
(a)
(b)
Peluang
1. Permintaan dunia yang semakin
0.21
3.80
meningkat
2. Masih terbukanya peluang untuk
0.32
3.60
mengembangkan industri hilir
Ancaman
1. Adanya pesaing kuat yaitu Malaysia
0.20
2.40
2. Adanya ancaman pengurangan ekspor
0.26
2.20
CPO Indonesia ke India
Total
Sumber: Data diolah (2014)

Skor
(axb)
0.81
1.15
0.49
0.58
3.03

Berdasarkan pada Tabel 3 didapatkan skor terbobot adalah 3.03.
Bersadarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa kelapa sawit Indonesia
berada pada posisi yang kuat dalam menghadapi peluang dan mengatasi ancaman
dengan total skor terbobot lebih tinggi dari nilai rataan yaitu 2.50. Peluang utama
yang dihadapi kelapa sawit Indonesia adalah masih terbukanya peluang untuk
mengembangkan industri hilir dengan skor 1.15, sedangkan ancaman yang
dihadapi kelapa sawit Indonesia adalah adanya ancaman pengurangan ekspor CPO
Indonesia ke India dengan skor 0.58.

Matriks IE
Berdasarkan hasil yang didapat dari matriks IFE (2.75) dan EFE (3.03),
maka matriks IE dapat dilihat pada Gambar 4.
2.75
3

4
3.03

2

1

I

II

III

IV

V

VI

VIII

IX

3

2

VII
1

Gambar 4 Matriks IE daya saing kelapa sawit Indonesia
Setelah nilai skor bobot IFE dan EFE dicocokkan dengan matriks IE,
terlihat posisi kelapa sawit Indonesia berada di sel II. Sel pertama, kedua, dan
keempat menggambarkan bahwa kelapa sawit Indonesia berada pada tahap

19
“tumbuh dan membangun”. Pada tahap ini harus menjalankan strategi yang
intensif atau integratif. Menurut David (2009), strategi intensif adalah upaya yang
intensif untuk meningkatkan posisi kompetitif perusahaan dengan produk atau
sumber daya yang ada saat ini. Strategi intensif dapat berupa penetrasi pasar,
pengembangan pasar, dan pengembangan produk. Strategi penetrasi pasar
dijalankan untuk meningkatkan pangsa pasar dari produk yang ada saat ini pada
pasar yang ada saat ini melalui usaha-usaha pemasaran yang lebih gencar, seperti
misalnya Indonesia melakukan pemasaran dan promosi yang lebih gencar kepada
negara-negara tujuan ekspornya saat ini. Strategi pengembangan pasar adalah
usaha memperkenalkan produk yang ada saat ini pada pasar baru melalui
perluasan area geografi baru dan menamabah segmen baru contohnya Indonesia
dapat memperluas tujuan ekspor utamanya menjadi tidak hanya