Analisis Daya Saing dan Perdagangan Produk Ekspor Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional

ANALISIS DAYA SAING DAN PERDAGANGAN PRODUK
EKSPOR KELAPA SAWIT INDONESIA DI PASAR
INTERNASIONAL

NOVAN ARIGA KUSUMA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Daya Saing dan
Perdagangan Produk Ekspor Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari tesis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Novan Ariga Kusuma
NIM 0351120011

RINGKASAN
NOVAN ARIGA KUSUMA. Analisis Daya Saing dan Perdagangan Produk Ekspor
Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional. Dibimbing oleh RITA
NURMALINA dan SUHARNO.
Indonesia merupakan produsen produk kelapa sawit terbesar di dunia, dengan
produksi sekitar 44.46 persen dari total produksi dunia. Ekspor produk kelapa sawit
didorong dari sisi permintaan, yakni adanya pertumbuhan konsumsi dunia yaitu
sebesar 3 persen per tahun. Meskipun secara kuantitas ekspor produk kelapa sawit
menunjukkan peningkatan, namun mulai tahun 2011 terjadi perubahan komposisi
ekspor produk kelapa sawit Indonesia, yakni ekspor produk olahan atau Refinery
Palm Oil (RPO) meningkat, sedangkan Crude Palm Oil (CPO) menurun. Hal ini
terjadi akibat dampak penetapan bea keluar progresif produk ekspor kelapa sawit
yang dimulai sejak tahun 2007. Dengan tren peningkatan ekspor produk kelapa
sawit Indonesia dan peningkatan konsumsi minyak kelapa sawit dunia,
menunjukkan potensi pasar produk ekspor kelapa sawit masih tinggi di pasar

internasional. Volume ekspor produk kelapa sawit di pasar internasional ditentukan
oleh daya saing produk ekspor kelapa sawit dan faktor-faktor penentu lainnya.
Untuk itu, tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis daya saing dan tingkat
persaingan produk ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar internasional dan (2)
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan produk ekspor
kelapa sawit Indonesia serta potensi perdagangannya di pasar internasional. Data
sekunder yang digunakan berupa data panel yaitu penggabungan antara data time
series dan cross section. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah: (1) analisis deskriptif, (2) analisis daya saing dengan metode Revealed
Comparative Advantage (RCA), (3) analisis korelasi rank spearman, (4) analisis
data panel dengan gravity model, dan (5) analisis rasio potensi perdagangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perdagangan produk ekspor kelapa
sawit Indonesia di pasar internasional memiliki keunggulan komparatif tertinggi
untuk CPO (nilai rata-rata RCA sebesar 64.72) dan terendah untuk RPO (nilai ratarata RCA sebesar 32.37), walaupun dilihat dari nilai RCA semua produk ekspor
kelapa sawit menunjukkan Indonesia memiliki keunggulan komparatif.
Berdasarkan hasil analisis daya saing, Indonesia memiliki korelasi yang negatif
dengan Malaysia untuk pasar CPO dan RPO.
Variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor CPO
Indonesia antara lain GDP riil per kapita Indonesia, GDP riil per kapita negara
tujuan, jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan dan nilai tukar rupiah

terhadap mata uang negara tujuan. Sedangkan variabel yang tidak signifikan
terhadap volume ekspor CPO adalah bea keluar progresif produk ekspor kelapa
sawit. Pada model RPO, variabel berpengaruh signifikan yaitu GDP riil per kapita
Indonesia, GDP riil per kapita negara tujuan, nilai tukar rupiah terhadap mata uang
negara tujuan, dan bea keluar progresif. Sedangkan variabel yang tidak signifikan
terhadap volume ekspor RPO adalah Jarak ekonomi Indonesia dengan negara
tujuan.
Rasio potensi perdagangan CPO Indonesia menunjukkan bahwa perdagangan
yang masih under trade dan berpotensi meningkat di masa mendatang adalah Cina,

Belanda, Singapura, Jerman dan Banglades. Untuk perdagangan RPO adalah Cina,
India, Belanda, Turki, Afrika Selatan dan Singapura.
Dari tiga analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Indonesia
dapat meningkatkan pangsa pasarnya dengan lebih memprioritaskan mengekspor
CPO ke Cina, Belanda, Singapura, Jerman dan Banglades. Untuk RPO pangsa pasar
sebaiknya ditingkatkan di Cina, India, Belanda, Turki, Afrika Selatan dan
Singapura. Hal ini dikarenakan negara-negara tersebut pertumbuhan GDP riil per
kapita dan keunggulan komparatif, serta potensi perdagangan Indonesia di negara
tersebut masih potensial. Untuk itu Indonesia perlu menciptakan hubungan
kerjasama ekonomi timbal balik melalui perjanjian ataupun organisasi

internasional.
Kata kunci: daya saing, ekspor, gravity model, kelapa sawit

SUMMARY
NOVAN ARIGA KUSUMA. Competitiveness Analysis and Trade of the
Indonesian Palm Oil Export Products in the International Market. Supervised by
RITA NURMALINA and SUHARNO.
Indonesia is the largest producer of palm oil products in the world, with a
production of about 44.46 percent of the total world production. Exports of palm
oil products driven from the demand side, namely the growth in world consumption
is equal to 3 percent per year. Although the quantity of export of palm oil products
showed an increase, but starting in 2011, a change in the composition of exports of
Indonesian palm oil products, namely the export of processed products or Refinery
Palm Oil (RPO) increased, whereas Crude Palm Oil (CPO) decreased. This happens
due to the impact of the progressive establishment of export duty on palm oil
products, which began in 2007. The trend of increasing exports of Indonesian palm
oil products and increased consumption of palm oil world, demonstrates the
potential exports of palm oil products market is still high in the international market.
The volume of exports of palm oil products in the international market is
determined by the competitiveness of export products of palm oil and other

determinants. To that end, the purpose of this study are: (1) analyze the
competitiveness and the level of competition Indonesian palm oil export products
in the international market and (2) analyze the factors that affect the flow of trade
in products of Indonesian palm oil exports as well as the potential for trade in the
international market. Secondary data were used in the form of panel data is a merger
between the data time series and cross section. The analysis method used in this
study were: (1) descriptive analysis, (2) analysis of the competitiveness of the
method of Revealed Comparative Advantage (RCA), (3) Spearman rank correlation
analysis, (4) analysis of panel data with gravity models, and ( 5) analysis of the ratio
of trade potential.
Research results indicate that the export product trade Indonesian palm oil in
the international market has the highest comparative advantage for CPO (average
value of 64.72 RCA) and the lowest for the RPO (average value of 32.37 RCA),
although seen from the RCA all products Indonesian palm oil exports show has a
comparative advantage. Based on the analysis of competitiveness, Indonesia has a
negative correlation with Malaysia's CPO and RPO market.
The variables that significantly influence the volume of Indonesian CPO
exports include Indonesia's real GDP per capita, real GDP per capita of the country
of destination, within the Indonesian economy with the country of destination and
the exchange rate against the local currency unit (LCU). While the variables that

are not significant to the CPO export volume is a progressive export tax on palm oil
products. RPO model, the variables that significantly affect Indonesia's per capita
real GDP, real GDP per capita of the country of destination, the rupiah against the
LCU, and a progressive export tax. While the variables that are not significant to
the export volume RPO is the distance of the Indonesian economy with the country
of destination.
Indonesian CPO trade potential ratio shows that the trade is still under trade
and potentially increase in the future is the China, Netherland, Singapore, Germany

and Bangladesh. For RPO trade is China, India, Netherland, Turkey, South Africa
and Singapore.
Of the three analysis has been done, it can be concluded that Indonesia could
increase its market share with a higher priority CPO exports to China, Netherland,
Singapore, Germany and Bangladesh. For RPO market share should be increased
in China, India, Netherland, Turkey, South Africa and Singapore. This is because
these countries growth in real GDP per capita and comparative advantages, as well
as Indonesia's trade potential in the country is still potential. For that Indonesia
needs to create reciprocal economic cooperation through agreements or
international organizations.
Keywords: competitiveness, exports, gravity models, palm oil


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh tesis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh tesis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS DAYA SAING DAN PERDAGANGAN PRODUK
EKSPOR KELAPA SAWIT INDONESIA DI PASAR
INTERNASIONAL

NOVAN ARIGA KUSUMA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Ir Y Bayu Krisnamurthi, MS

Penguji Program Studi

: Dr Amzul Rifin, SP MA

Judul Tesis : Analisis Daya Saing dan Perdagangan Produk Ekspor Kelapa Sawit
Indonesia di Pasar Internasional
Nama
: Novan Ariga Kusuma
NIM

: H351120011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Ketua

Dr Ir Suharno, M.Adev
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS


Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 08 Juli 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala karunia-Nya sehingga tesis berjudul Analisis Daya Saing dan Perdagangan
Produk Ekspor Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional ini berhasil
diselesaikan. Penyelesaian tesis ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Maka dari itu, dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:
1 Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir
Suharno, M.ADev selaku Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, arahan,
dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian dan
penyusunan tesis ini.
2 Dr Amzul Rifin, SP MA selaku Dosen Evaluator pada kolokium proposal
penelitian atas saran dan arahan yang telah diberikan sehingga penulis dapat
melaksanakan penelitian dengan baik.

3 Dr Ir Y Bayu Krisnamurthi, MS selaku Dosen Penguji Luar Komisi dan Dr
Amzul Rifin, SP MA selaku Dosen Penguji Perwakilan Program Studi pada ujian
tesis atas kritikan, saran, arahan dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.
4 Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Magister Sains
Agribisnis dan Dr Ir Suharno, M.ADev selaku Sekretaris Program Studi Magister
Sains Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Magister Sains Agribisnis atas
bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.
5 Teman-teman di Program Studi Magister Sains Agribisnis atas saran, diskusi,
bantuan dan kebersamaan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.
6 Bapak Kuswanto dan Ibu Nurhasni (orang tua) atas semua perjuang hidup,
nasehat, dukungan, kesabaran, kasih sayang dan doa yang tidak pernah henti
diberikan. Kak Ilin dan mas Faizal, kak Diyah dan bang Hary serta adik Andre
yang telah memberi semangat, dukungan dan doa. Keponakan bang Fathan, kak
Fariza dan adek Fahis yang telah memberikan keceriaan.
7 Anita Rahman atas semua semangat, dukungan, kesabaran, pengertian, kasih
sayang dan doa yang diberikan.
8 Keluarga besar bapak Abdurahman atas semua semangat, dukungan, kesabaran,
pengertian, kasih sayang dan doa yang diberikan.
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2015
Novan Ariga Kusuma

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
5
5
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Daya Saing Komoditas Ekspor di Pasar Internasional
Metode Analisis Daya Saing Komoditas Ekspor
Metode Analisis Perdagangan Internasional

6
6
7
8

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
Hipotesis Penelitian

9
9
16
17

4 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis

18
18
19

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
25
Gambaran Umum Kelapa Sawit Dunia
25
Daya Saing Produk Ekspor Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional 30
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perdagangan Produk Ekspor Kelapa
Sawit Indonesia di Pasar Internasional
37
Potensi Perdagangan Produk Ekspor Kelapa Sawit Indonesia
di Negara Tujuan Ekspor
44
Implikasi Kebijakan Perdagangan Produk Ekspor Kelapa Sawit Indonesia
di Pasar Internasional
46
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

49
49
50

DAFTAR PUSTAKA

50

RIWAYAT HIDUP

70

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan pola konsumsi minyak nabati dunia
2 Negara tujuan utama ekspor CPO dan RPO Indonesia berdasarkan
rata-rata volume ekspor tahun 2000-2013 (Kg)
3 Jenis dan sumber data
4 Distribusi nilai statistik Durbin-Watson dan kesimpulannya
5 Bea keluar berdasarkan SK Nomor 94/PMK.011/2007
6 Bea keluar berdasarkan SK Nomor 223/PMK.011/2008
7 Bea keluar berdasarkan SK Nomor 128/PMK.011/2011
8 Bea keluar berdasarkan SK Nomor 75/PMK.011/2012
9 Hasil estimasi daya saing (RCA) negara eksportir CPO
10 Hasil estimasi daya saing (RCA) negara eksportir RPO
11 Daya saing CPO Indonesia di negara tujuan ekspor (RCA)
12 Daya saing RPO Indonesia di negara tujuan ekspor (RCA)
13 Korelasi daya saing CPO dan RPO Indonesia dan Malaysia di dunia
14 Pangsa pasar dunia negara eksportir produk kelapa sawit
15 Hasil estimasi model aliran ekspor CPO Indonesia ke negara
tujuan ekspor
16 Nilai dan perkembangan GDP riil per kapita Indonesia tahun
2000-2013
17 Hasil estimasi model aliran ekspor RPO Indonesia ke negara
tujuan ekspor
18 Rasio potensi perdagangan CPO Indonesia ke negara tujuan tahun
2000-2013
19 Rasio potensi perdagangan RPO Indonesia ke negara tujuan tahun
2000-2013
20 Nilai Rata-rata RCA CPO Indonesia di Negara Tujuan, Potensi
Perdagangan, Slope Tren PP, dan Tren GDP Negara Tujuan Ekspor
(2000–2013)
21 Nilai Rata-rata RCA RPO Indonesia di Negara Tujuan, Potensi
Perdagangan, Slope Tren PP, dan Tren GDP Negara Tujuan Ekspor
(2000-2013)

2
18
19
23
29
29
30
30
31
33
34
35
36
36
38
39
41
45
46

47

48

DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan volume ekspor negara-negara eksportir utama
produk kelapa sawit 2011-2013
1
2 Perkembangan volume impor negara-negara importir utama
produk kelapa sawit 2011-2013
2
3 Perkembangan volume ekspor produk kelapa sawit Indonesia
tahun 2007-2013
3
4 Keseimbangan parsial perdagangan internasional
10
5 Kerangka pemikiran operasional analisis daya saing dan perdagangan
produk ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar internasional
17
6 Pertumbuhan GDP riil per kapita negara tujuan ekspor RPO tahun
2001-2013
43

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Data analisis RCA CPO negara eksportir utama di pasar internasional
Data analisis RCA RPO negara eksportir utama di pasar internasional
Data analisis RCA CPO Indonesia di negara tujuan ekspor
Data analisis RCA RPO Indonesia di negara tujuan ekspor
Uji Chow terhadap model awal CPO Indonesia
Output hasil olahan eviews terhadap estimasi model perdagangan
CPO Indonesia di pasar internasional
Uji asumsi pada model CPO Indonesia
Uji Chow terhadap model awal RPO Indonesia
Output hasil olahan eviews terhadap estimasi model perdagangan
RPO Indonesia di pasar internasional
Uji asumsi pada model RPO Indonesia

53
54
55
59
64
65
66
67
68
69

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mempunyai peran yang
penting dalam sektor pertanian, baik dari sisi sumbangan ekonomi nasional,
pendapatan petani, maupun penyerapan tenaga kerja. Komoditas perkebunan
berkontribusi cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic
Product (GDP). Berdasarkan data BPS (2014) dalam kurun waktu lima tahun
terakhir (2009-2013), GDP sektor perkebunan terus mengalami peningkatan setiap
tahun, dimana GDP sektor ini pada Tahun 2013 sebesar Rp 175 248.4 milyar atau
meningkat 7.82 persen terhadap Tahun 2012. Meningkatnya GDP tersebut
dikarenakan meningkatnya kinerja ekspor berbagai komoditas perkebunan
Indonesia. Beberapa komoditas perkebunan yang dimiliki Indonesia menempatkan
posisi Indonesia sebagai salah satu eksportir utama dan berperan dalam pemenuhan
kebutuhan hasil perkebunan dunia. Terlebih lagi beberapa komoditas perkebunan
nasional juga menjadi komoditas unggulan dan diminati oleh pasar internasional.
Salah satunya yaitu kelapa sawit.
25

Juta Ton

20
15
10
5
0
Indonesia

Malaysia
2011

Papua New Guinea
2012

Thailand

2013

Gambar 1 Perkembangan volume ekspor negara-negara eksportir utama produk
kelapa sawit 2011-2013
Sumber: USDA (2015)

Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan Indonesia dengan volume
ekspor terbesar. Kelapa sawit menjadi salah satu komoditas perkebunan Indonesia
yang strategis untuk terus dikembangkan. Hal ini dikarenakan kondisi agronomi
Indonesia yang sesuai untuk budidaya kelapa sawit merupakan endowment factor
yang dimiliki Indonesia. Kelapa sawit diperdagangkan di pasar internasional dalam
dua kelompok produk yaitu Crude Palm Oil (CPO) dengan kode HS 151110 dan
produk Refinery Palm Oil (RPO) dengan kode HS 151190. Berdasarkan data USDA
(2015), pada Tahun 2013 ekspor produk kelapa sawit (CPO dan RPO) Indonesia
mencapai 20.6 juta ton. Tingginya ekspor produk kelapa sawit tersebut
menempatkan Indonesia sebagai eksportir produk kelapa sawit terbesar di dunia.
Gambar 1 memperlihatkan bahwa ekspor produk kelapa sawit Indonesia terhadap
total ekspor produk kelapa sawit dunia merupakan yang terbesar. Malaysia
menempati posisi kedua sebagai eksportir produk kelapa sawit dengan volume 17.3
juta ton. Indonesia dan Malaysia adalah eksportir utama produk kelapa sawit dunia
dengan volume mencapai 37.9 juta ton.

2

Berdasarkan data USDA (2015), pada Gambar 2, Tahun 2013 negara India
merupakan negara importir produk kelapa sawit (CPO dan RPO) terbesar dengan
volume 8.3 juta ton. Cina menempati posisi kedua sebagai negara importir produk
kelapa sawit dengan volume 6.3 juta ton. Negara-negara Uni Eropa sebagai importir
ketiga dengan volume 6.2 juta ton. Selanjutnya diikuti oleh Pakistan, Amerika
Serikat, Mesir, Banglades dan Iran sebagai negara importir utama produk kelapa
sawit.

Juta Ton

10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0
India

Cina

Uni Eropa Pakistan

2011

2012

Amerika
Serikat

Mesir

Banglades

Iran

2013

Gambar 2 Perkembangan volume impor negara-negara importir utama produk
kelapa sawit 2011-2013
Sumber: USDA (2015)

Kelapa sawit dengan produk minyaknya merupakan salah satu sumber
minyak nabati dunia. Konsumsi minyak kelapa sawit dunia menunjukan
perkembangan yang potensial. Tabel 1 memperlihatkan hingga Tahun 2008,
konsumsi utama dan terbesar minyak nabati dunia adalah minyak kedelai. Minyak
kedelai memiliki proporsi yang dominan sepanjang kurun waktu 1965-2008,
dengan pangsa rata-rata 47.6 persen (atau hampir separuh dari konsumsi total
minyak nabati utama dunia). Pada kurun waktu yang sama, pangsa rata-rata minyak
kelapa sawit adalah 24.4 persen, minyak kanola 18.4 persen dan minyak bunga
matahari 9.5 persen. Namun pada kurun waktu 2008 hingga 2014, pola konsumsi
dunia berubah, dimana konsumsi minyak kelapa sawit meningkat hampir 40 persen
dari pangsa minyak nabati dunia, dan pangsa minyak kedelai turun menjadi 33.3
persen, sementara pangsa minyak kanola turun menjadi 17.6 persen dan minyak
bunga matahari naik menjadi 9.7 persen.
Tabel 1 Perkembangan pola konsumsi minyak nabati dunia (%)
Minyak
Minyak
Minyak
Minyak
Tahun
Kelapa Sawit
Keldelai
Kanola
Bunga Matahari
1965
14.8
59.7
24.8
0.7
1980
21.6
55.2
13.6
9.6
1990
28.8
37.6
17.0
16.6
2000
32.4
38.1
18.3
11.2
2010
37.8
34.6
18.3
9.3
2014
41.1
32.1
16.8
10.0
Sumber: diolah dari Oil World oleh GAPKI (2014)

3

GAPKI (2014) memproyeksikan konsumsi minyak nabati utama dunia pada
Tahun 2020 mengalami penigkatan sebesar 12.49 persen, dimana hanya pangsa
minyak kelapa sawit yang mengalami peningkatan dibandingkan sumber minyak
nabati lainnya. Tahun 2050 pangsa minyak kelapa sawit diproyeksikan menguasai
lebih dari setengah konsumsi minyak nabati dunia. Perubahan pangsa ini
dipengaruhi oleh laju pertumbuhan konsumsi minyak kelapa sawit. Tahun 20152030, rata-rata laju pertumbuhan konsumsi minyak kelapa sawit adalah 3.15 persen
per tahun, dan cenderung semakin tinggi pada tahun 2030-2050, yakni 3.46 persen
per tahun. Kenaikan konsumsi dunia dapat dilihat sebagai peluang untuk produk
ekspor kelapa sawit Indonesia.

Volume Ekspor (Juta Ton)

16.0
14.0
12.0
10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

CPO

5.7

7.9

9.6

9.4

8.4

7.3

6.6

RPO

6.2

6.4

7.3

6.8

8.0

11.6

14.0

Gambar 3 Perkembangan volume ekspor produk kelapa sawit Indonesia tahun
2007-2013
Sumber: diolah dari UN Comtrade (2014)

Gambar 3 menunjukkan hingga tahun 2011 terlihat bahwa lebih dari setengah
ekspor produk kelapa sawit masih didominasi oleh CPO. Meskipun secara kuantitas
ekspor produk kelapa sawit menunjukkan peningkatan, mulai tahun 2012 tren
ekspor produk kelapa sawit Indonesia berubah. Tren ekspor memperlihatkan ekspor
produk turunan CPO atau RPO mengalami peningkatan, sedangkan ekspor CPO
mengalami penurunan. Pada 2010, ekspor CPO mencapai 60 persen dari total
ekspor produk kelapa sawit Indonesia, angka ini menurun menjadi 32 persen pada
tahun 2013. Sementara itu ekspor RPO di periode yang sama mencatat kenaikan.
Pada tahun 2010 ekspor RPO hanya 40 persen, namun pada tahun 2013
ekspor RPO naik menjadi 68 persen, meningkat hampir dua kali lipatnya (Gambar
3). Hal ini terjadi akibat dampak penetapan bea keluar progresif produk kelapa
sawit yang dimulai sejak tahun 2007, dimana bea keluar CPO lebih tinggi dari bea
keluar RPO. Bea keluar CPO yang lebih tinggi dari RPO ini selain mendorong
ekspor RPO, juga mengembangkan industri pengolahan CPO dalam negeri
(kapasitas pengolahan meningkat) dan investasi baru bertambah. Penambahan
kapasitas refinery yang semula 21 juta ton pada Tahun 2011 menjadi sekitar 30 juta
ton hingga akhir Tahun 2012 (Kemenkeu 2013).
Dari uraian diatas, terlihat perkembangan ekspor kelapa sawit Indonesia yang
dinamis. Nilai ekspor produk kelapa sawit masih mempunyai peluang besar untuk
ditingkatkan karena saat ini sebagian besar ekspor produk kelapa sawit masih dalam

4

bentuk produk primer sehingga nilai tambah belum dapat dinikmati. Maka dengan
potensi kelapa sawit yang tinggi, membuat pemerintah menetapkan kelapa sawit
sebagai komoditas unggulan nasional untuk ekspor. Perhatian yang besar terhadap
produksi kelapa sawit Indonesia tersebut harus diimbangi dengan peluang pasar
yang yang tepat agar produk kelapa sawit yang dihasilkan dapat dipasarkan sesuai
permintaan konsumen khususnya negara-negara tujuan ekspor produk kelapa sawit
Indonesia
Dengan adanya kecenderungan peningkatan ekspor produk kelapa sawit
Indonesia dan peningkatan konsumsi minyak kelapa sawit dunia, menunjukkan
bahwa potensi pasar produk kelapa sawit yang masih tinggi. Ditambah kondisi
perdagangan bebas, menjadikan pasar internasional akan dikuasai oleh negara yang
memiliki daya saing.
Perumusan Masalah
Sektor pertanian termasuk subsektor perkebunan, telah terbukti berperan
penting dalam perekonomian Indonesia. Ketika krisis Tahun 1997, nilai ekspor
produk pertanian meningkat drastis dan pendapatan petani kelapa sawit juga ikut
meningkat tinggi. Hal ini disebabkan dari konsekuensi depresiasi rupiah yang
menyebabkan peningkatan permintaan akan produk pertanian Indonesia, sehingga
sektor pertanian dipercaya sebagai sektor utama jalan keluar dari krisis ekonomi.
Khusus untuk kelapa sawit, setidaknya terdapat dua peran penting dalam
perekonomian Indonesia. Pertama kelapa sawit menyediakan pendapatan ekspor,
berikutnya kelapa sawit memberikan sumber pekerjaan untuk jutaan petani. Kedua
hal ini merupakan pendorong utama dari pertumbuhan area perkebunan kelapa
sawit.
Indonesia, sebagai salah satu pemasok utama produk kelapa sawit di pasar
internasional. Tahun 2013 Indonesia merupakan eksportir terbesar CPO dengan
pangsa pasar 53 persen, sedangkan untuk produk olahan CPO atau RPO, posisi
Indonesia juga berada di posisi terbesar dengan pangsa pasar 46 persen. Pada tahun
2010 nilai ekspor CPO sebesar US$ 13 468 966 418 atau 56.80 persen dari total
nilai ekspor produk kelapa sawit secara kseluruhan (UN Comtrade 2015). Adanya
perbedaan nilai ekspor antara CPO dengan produk turunannya, menunjukkan
bahwa industri hilir kelapa sawit belum berkembang dengan baik. Indonesia masih
mengandalkan CPO, padahal pasar internasional pun memerlukan banyak produk
turunannya.
Sejalan dengan tujuan pengembangan kelapa sawit sebagai komoditas ekspor
unggulan, baik CPO maupun turunannya, maka pemerintah mulai mengembangkan
industri hilir kelapa sawit. Untuk itu, pemerintah menetapkan bea keluar bagi CPO
hingga 25 persen melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.011/2007
yang diberlakukan sejak September 2007. Peraturan ini bertujuan untuk
menumbuhkan industri pengolahan CPO di dalam negeri yang akan meningkatkan
ekspor produk olahan CPO yang berdaya saing. Sebagai dampaknya, ekspor produk
kelapa sawit Indonesia pelan-pelan bergeser dari CPO ke produk RPO. Pada
Gambar 3, terlihat dalam rentang waktu tujuh tahun dari tahun 2007–2013, ekspor
RPO mengalami peningkatan sebesar rata-rata 12 persen per tahun.
Dengan adanya perubahan komposisi ekspor dan permintaan internasional
dari masing-masing jenis produk kelapa sawit Indonesia, maka perlu diketahui daya

5

saing produk ekspor kelapa sawit Indonesia baik CPO maupun RPO. Hal ini
dilakukan agar dapat mengetahui posisi ekspor produk kelapa sawit yang mana
yang unggul di pasar internasional, sehingga dapat menentukan arah kebijakan
ekspor produk kelapa sawit. Terutama dengan adanya kenaikan konsumsi dunia
dapat dilihat sebagai peluang untuk produk kelapa sawit Indonesia. Untuk itu
pertanyaan penelitian pertama adalah: Bagaimana daya saing produk ekspor kelapa
sawit Indonesia di pasar internasional?
Pasar produk ekspor kelapa sawit Indonesia ditujukan ke negara-negara di
Asia, Afrika maupun Eropa. Negara-negara tujuan ekspor produk kelapa sawit
Indonesia ini memiliki lokasi dan karakteristik yang berbeda-beda, baik dari kondisi
perekonomian yaitu Gross Domestic Product (GDP), maupun jarak antar negara.
Faktor-faktor yang berbeda pada negara tujuan tersebut dapat berlaku sebagai
faktor penentu terjadinya aliran perdagangan produk ekspor kelapa sawit dari
Indonesia sebagai negara pengekspor ke negara tujuan ekspor. Analisis aliran
perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia ke negara-negara tujuan perlu
dilakukan agar dapat mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi aliran
perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia ke pasar internasional, yang
selanjutnya akan mengetahui potensi produk ekspor kelapa sawit Indonesia serta
negara tujuan ekspor mana yang saat ini sudah jenuh atau masih potensial. Dari
uraian tersebut, maka pertanyaan penelitian berikutnya adalah faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi aliran perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia di
pasar internasional dan bagaimana potensi perdagangannya. Kedua pertanyaan
penelitian tersebut akan dijawab dalam penelitian ini.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis daya saing produk ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar
internasional
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan produk
ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar internasional dan potensi
perdagangannya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat dan kontribusi:
Bagi penulis, dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang didapatkan dari
perkuliahan dan dapat menerapkannya.
2 Bagi masyarakat secara umum, dapat menjadi referensi jika ingin
melakukan penelitian yang serupa.
3 Bagi pemerintah, dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam
pengambilan keputusan.
1

6

Ruang Lingkup Penelitian
Terdapat beberapa batasan yang diterapkan dalam melakukan penelitian
yang bertujuan agar penelitian ini lebih terarah dalam mencapai tujuannya. Batasan
penelitian tersebut antara lain:
1. Periode tahun analisis yang digunakan yaitu 14 tahun terakhir (2000-2013).
2. Produk kelapa sawit yang diteliti dalam analisis perdagangan produk ekspor
kelapa sawit Indonesia di pasar internasional adalah CPO HS 151110 (Palm
oil, crude), dan RPO HS 151190 (Palm oil or fractions simply refined).
3. RPO dalam penelitian ini tidak membedakan Refined Bleached Deodorized
Palm Olein (RBD Palm Olein), RBD Palm Oil maupun RBD Palm Stearin.
4. Variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
GDP riil per kapita Indonesia dan negara tujuan, jarak ekonomi Indonesia
dengan negara tujuan, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan,
dan dummy bea keluar progresif produk ekspor kelapa sawit. Sedangkan
volume ekspor produk kelapa sawit (CPO dan RPO) sebagai variabel tak
bebasnya
5. Negara tujuan ekspor yang digunakan sebanyak sebelas negara yang
merupakan negara-negara tujuan ekspor utama CPO dan RPO Indonesia.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Daya Saing Komoditas Ekspor di Pasar Internasional
Globalisasi dan perdagangan bebas saat ini mendorong persaingan yang
semakin ketat. Berbagai negara yang terlibat dalam perdagangan internasional terus
berupaya meningkatkan daya saing produknya agar produk-produknya lebih efisien
dan lebih besar pangsa pasarnya di pasar Internasional (Kaunang 2013). Komoditas
yang memiliki daya saing yang tinggi berarti memiliki peluang untuk mempeluas
pangsa pasar di pasar internasional (Widyastutik dan Ashiqin 2011; Anggit et al.
2012). Menurut Anggit et al. (2012), jika Crude Palm Oil (CPO) Indonesia
memiliki daya saing di pasar Internasional diharapkan akan lebih banyak lagi
negara yang mengimpor CPO dari Indonesia. Meluasnya pangsa pasar ekspor
mendorong para pengusaha untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas serta
meningkatkan efisiensi biaya sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar
internasional dapat diproduksi dan dipasarkan dengan memperoleh laba dan dapat
mempertahankan kelangsungan produksinya. Kaunang (2013) menjelaskan bahwa
melalui kinerja ekspor yang tetap stabil dan pengembangan ekspor yang terus
ditingkatkan, komoditas minyak kelapa Sulawesi Utara yang memiliki daya saing
tinggi akan mampu menguasai ekspor di pasar internasional.
Daya saing meliputi keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.
Pengembangan kelapa sawit melalui perluasan areal, peningkatan kualitas dan
kuantitas produksi minyak kelapa sawit perlu dilakukan sebagai upaya untuk
meningkatkan daya saingnya di pasar internasional (Anggit et al. 2012). Pada
penelitian Arifin (2013), daya saing mangga Indonesia masih rendah. Hal ini
dikarenakan produksi mangga yang berfluktuasi sesuai dengan pola produksi
musiman. Oleh karena itu diperlukan sistem insentif untuk mengembangkan

7

produksi mangga. Hal lain yang mempengaruhi daya saing komoditas domestik di
pasar negara tujuan ekspor yaitu kerjasama bilateral diantara kedua negara.
Widyastutik dan Ashiqin (2011) menjelaskan bahwa peningkatan daya saing CPO
di pasar Cina terjadi seiring peningkatan kerjasama ASEAN-Cina, disamping
peningkatan kebutuhan CPO itu sendiri. Hal yang sama dijelaskan oleh Rifin
(2010), bahwa liberalisasi perdagangan meningkatkan daya saing CPO di Tunisia
melalui penghapusan bea masuk terhadap CPO.
Metode Analisis Daya Saing Komoditas Ekspor
Serin dan Civan (2008), Widyastutik dan Ashiqin (2011), Anggit et al.
(2012), Rifin (2013), Arip et al. (2013), Kaunang (2013), Meiri (2013) dan Kania
(2014) menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk
menganalisis keunggulan komparatif komoditas pertanian Indonesia. Menurut
Serin dan Civan (2008) metode RCA digunakan untuk mengevaluasi keunggulan
komparatif berdasarkan spesialisasi yang dilakukan suatu negara dalam kegiatan
ekspor kepada beberapa negara. Lebih lanjut, Arip et al. (2013) menjelaskan bahwa
pangsa ekspor suatu komoditas tidak harus lebih tinggi meskipun memiliki nilai
RCA yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan nilai RCA berasal dari dua nilai relatif
ekspor, yaitu nilai ekspor relatif negara dan kinerja ekspor relatif dunia.
Apabila nilai RCA lebih dari satu berarti negara itu mempunyai keunggulan
komparatif (di atas rata-rata dunia) untuk suatu komoditas artinya komoditas
tersebut memiliki daya saing kuat. Sebaliknya jika nilai lebih kecil dari satu berarti
keunggulan komparatif untuk suatu komoditas rendah (di bawah rata-rata dunia)
atau berdaya saing lemah (Anggit et al. 2012; Meiri 2013; Kania 2014). Jika nilai
RCA lebih dari satu, maka diindikasikan bahwa suatu negara memproduksi
komoditas pada biaya yang relatif efisien (Arip et al. 2013). Berdasarkan hasil
penelitian Anggit et al. (2012), CPO Indonesia memiliki keunggulan komparatif
yang rendah (di bawah rata-rata dunia) dengan indeks RCA sebesar 0.85. Hasil
berbeda diperoleh Kania (2014), CPO Indonesia memiliki keunggulan komparatif
yang tinggi di pasar India dan Belanda.
Nilai RCA yang diperoleh juga dibandingkan dengan nilai RCA negara
eksportir komoditas sejenis. Hasil penelitian Serin dan Civan (2008) menunjukkan
bahwa Turki memiliki keunggulan komparatif yang lebih tinggi dibandingkan
kompetitor utamanya, yaitu Spanyol, Italia, dan Yunani pada sektor jus buah dan
minyak zaitun di pasar Uni Eropa. Rifin (2013) menganalisis keunggulan
komparatif biji kakao Indonesia selama periode Tahun 1967 hingga 2011 dan
memperoleh nilai RCA rata-rata sebesar 6.14, jauh lebih rendah dibandingkan nilai
RCA rata-rata kakao Pantai Gading, Ghana, dan Nigeria yang masing-masing
mencapai 339.66, 528.92, dan 24.00. Meiri (2013) mendapatkan hasil yang sama
dengan Rifin (2013) pada komoditas kopi Indonesia, dimana selama periode Tahun
2000 hingga 2011 nilai RCA rata-rata kopi Indonesia sebesar 5.39, jauh lebih
rendah dibandingkan nilai RCA rata-rata kopi Brazil, Vietnam, dan Kolombia yang
masing-masing mencapai 23.48, 28.47, dan 63.10. Arifin (2013) menganalisis daya
saing kopi, kakao, teh, karet, jambu mete, dan mangga. Hasil analisisnya
menunjukkan bahwa perolehan nilai RCA karet paling tinggi, sehingga komoditas
karet memiliki daya saing tertinggi diantara komoditas lainnya. Membandingkan
daya saing dengan negera eksportir lain pada komoditas sejenis, atau

8

membandingkan daya saing antar komoditas ekspor suatu negara dapat mengetahui
posisi suatu negara di pasar internasional dan keunggulan komoditas ekspor negara
tersebut. Hal ini, dapat sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan
pemerintahan suatu negara untuk memilih komoditas ekspor dan mempertahankan
atau meningkatkan daya saing di pasar internasional.
Mengukur keunggulan kompetitif, Nugroho (2008), Anggit et al. (2012), dan
Ragimun (2012) menggunakan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP), sedangkan
Kaunang (2013) menggunakan analisis Berlian Porter (Porter’s diamond). Anggit
et al. (2012) mendefinisikan ISP sebagai perbandingan antara selisih nilai bersih
perdagangan dengan nilai total perdagangan dari suatu negara. Ragimun (2012)
menggunakan ISP untuk mengetahui apakah Indonesia lebih baik menjadi eksportir
ataukah importir kakao, sedangkan Nugroho (2008) menggunakan analisis ISP
untuk membuktikan hipotesis bahwa Indonesia berspesialisasi sebagai negara
pengekspor biji kakao dan berada pada tahap pengekspor.
Anggit et al. (2012) dan Ragimun (2012) menginterpretasikan nilai ISP
dengan membagi posisi daya saing pada tahapan yang berbeda-beda. Menurut
Anggit et al. (2012), dasar pemikiran ISP sama seperi teori siklus produk, dimana
suatu produk bertahan di pasar lewat beberapa tahapan. Anggit et al. (2012)
membagi posisi daya saing ke dalam lima tahap, yaitu: Apabila nilai ISP berkisar
antara -1 sampai dengan -0.5 maka komoditas tersebut berada pada tahap
pengenalan. Nilai -0.5 sampai dengan 0 adalah tahap subtitusi impor. Nilai ISP
antara 0 sampai 0.8, maka komoditas berada pada tahap perluasan ekspor,
kemudian apabila nilai mendekati +1 maka komoditas berada pada tahap
pematangan. Ragimun hanya membedakan posisi daya saing menjadi dua, yaitu
apabila nilai ISP ≥ 0,5 maka Indonesia cenderung sebagai eksportir kakao, dan nilai
ISP < 0,5 sampai mendekati 0, maka Indonesia cenderung sebagai importir
Hasil penelitian Anggit et al. (2012), CPO Indonesia memiliki keunggulan
kompetitif dan berada pada tahap pematangan dengan nilai ISP sebesar 0.95.
Sedangkan hasil penelitian Ragimun (2012) menunjukkan bahwa spesialisasi
Indonesia masih sebagai negara eksportir dengan rata-rata nilai ISP sebesar 0.80.
Namun, jika dibandingkan dengan ISP negara Pantai Gading dan Ghana, ISP
Indonesia masih tertinggal jauh. Pantai Gading merupakan eksportir kakao utama
dunia dengan nilai ISP 1. Demikian juga Ghana dengan nilai ISP mendekati 1 atau
0.99. Nugroho (2008) yang juga melakukan penelitian mengenai analisis daya saing
biji kakao di pasar dunia memperoleh hasil yang berbeda. Hasil peramalan ISP
periode 2007 hingga 2015 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki ISP lebih besar
dari Ghana, Brazil, dan Malaysia.
Metode Analisis Perdagangan Internasional
Salah satu alat analisis dalam penelitian perdagangan yang sering digunakan
adalah gravity model. Walau diterapkan pada berbagai jenis produk dan variabel,
lintas regional dan negara dengan berbagai perbedaan situasi, dapat menyajikan
hasil analisis yang baik. Variabel-variabel mendasar yang mempengaruhi aliran
perdagangan adalah GDP dan jarak.
Okubo (2000) melakukan analisis dampak jarak terhadap perdagangan
internasional yang dilakukan di wilayah-wilayah Jepang. Penelitian ini menarik
kesimpulan adanya hubungan yang negatif antara jarak dan perdagangan

9

internasional yaitu sebesar 1.91. Selain faktor jarak, faktor lainnya yang kuat
mempengaruhi perdagangan internasional di Jepang adalah border effect. Border
effect ini digambarkan sebagai hambatan perdagangan berupa tarif, ketika tarif
mengalami penurunan, border effect juga mengalami penurunan, sehingga
perdagangan internasional mengalami peningkatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Atici dan Guloglu (2006) dilakukan untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan buah dan sayur agar
membantu Turki untuk meningkatkan ekspor komoditasnya ke negara Uni Eropa
dan memberikan informasi awal dalam persaingan dengan negara Mediterania lain.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa GDP, populasi warga Uni Eropa,
populasi warga Turki di Uni Eropa dan negara non-mediterania merupakan faktor
yang signifikan yang mempengaruhi ekspor buah dan sayur Turki.

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Perdagangan Internasional dan Daya Saing
Perdagangan internasional terdiri dari aktivitas untuk menemukan dan
memuaskan kebutuhan konsumen dunia (Terpstra dan Sarathy 1994). Menurut
Basri dan Munandar (2010), perdagangan internasional terjadi karena dua alasan
utama. Pertama, negara-negara berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda
satu sama lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan
sesuatu yang relatif lebih baik. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan
dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economies of scale) dalam produksi.
Pola-pola perdagangan dunia yang terjadi mencerminkan perpaduan dari kedua
motif ini. Perdagangan internasional pada dasarnya terdiri dari dua kegiatan utama
yaitu ekspor dan impor. Melalui kegiatan ekspor, suatu negara memperoleh manfaat
antara lain mendapatkan devisa, memperluas pasar produk-produk dalam negeri,
dan seringkali juga membawa serta manfaat-manfaat yang lain. Oleh karena itu,
perdagangan internasional melalui kegiatan ekspor merupakan salah satu tulang
punggung perekonomian sebuah negara (Wulandari 2010).
Menurut teori klasik Adam Smith, suatu negara akan memperoleh manfaat
dari perdagangan internasional (gain from trade) dan meningkatkan
kemakmurannya bila terdapat free trade (perdagangan bebas) dan melakukannya.
Melalui perdagangan bebas akan terjadi interaksi peningkatan ekspor dan impor
sehingga mengakibatkan produksi nasional (GDP) meningkat. Hal ini akan
meningkatkan kemakmuran negara. Setiap negara akan memperoleh manfaat
perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor
barang jika negara tersebut memiliki keunggulan absolut (absolute advantage),
serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan absolut
(absolute disadvantage) (Hady 2004). Sementara itu, menurut teori klasik lainnya
yaitu teori Ricardian yang dirumuskan oleh David Ricardo, menyatakan bahwa
keuntungan komparatif timbul karena adanya perbedaan teknologi antar negara.
Hal ini berarti berlangsungnya perdagangan internasional merupakan akibat adanya
perbedaan produktivitas antar negara. Atas dasar teori ini maka perdagangan

10

internasional merupakan fenomena yang dapat membantu dalam meningkatkan
kapasitas produksi dan standar hidup semua negara.
Ketika harga suatu komoditas di suatu negara lebih tinggi dibandingkan
dengan harga di dunia, maka negara tersebut akan melakukan kebijakan untuk
mengimpor komoditas tersebut. Begitupun sebaliknya, ketika harga suatu
komoditas di suatu negara lebih rendah dibandingkan harga yang terjadi di dunia,
maka negara tersebut akan melakukan kebijakan untuk mengekspor produk yang
merupakan kelebihan produksi atas permintaan dalam negeri. Kondisi tersebut
diilustrasikan melalui keseimbangan parsial perdagangan internasional yang
disajikan pada Gambar 4. Kurva Dx dan kurva Sx dalam panel A dan C pada Gambar
4 masing-masing melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk
komoditas X di negara 1 dan negara 2. Sumbu vertikal pada ketiga panel tersebut
mengukur harga-harga relatif untuk komoditas X (Px/Py) atau dengan kata lain
jumlah komoditas Y yang harus dikorbankan oleh suatu negara dalam rangka
memproduksi satu unit tambahan komoditas X. Sedangkan, sumbu horizontal di
ketiga panel mengukur kuantitas komoditas X.
Panel A menunjukkan bahwa negara 1 akan melakukan produksi dan
konsumsi di titik A (kuantitas komoditas X yang ditawarkan akan sama dengan
kuantitas yang diminta oleh konsumen di negara 1 berdasarkan harga relatif P 1).
Hal ini memunculkan titik A* pada kurva penawaran komoditas X negara 1 di panel
B. Sedangkan negara 2 pada panel C juga akan berproduksi dan mengkonsumsi
komoditas X di titik A’ (kuantitas komoditas X yang ditawarkan akan sama dengan
kuantitas yang diminta oleh konsumen di negara 2 berdasarkan harga relatif P 3).
Hal tersebut memunculkan titik A’’ yang terletak pada kurva permintaan impor
komoditas X negara 2 yang berada di panel B.

Keterangan: Panel A = Pasar di negara 1 untuk komoditas X
Panel B = Hubungan perdagangan internasional dalam komoditas X
Panel C = Pasar di negara 2 untuk komoditas X
Gambar 4 Keseimbangan parsial perdagangan internasional
Sumber : Salvatore (1997)

Jika di negara 1 pada panel A berdasarkan harga relatif P2, maka akan terjadi
kelebihan penawaran apabila dibandingkan dengan tingkat permintaan untuk

11

komoditas X sebesar BE. Kuantitas sebesar BE itulah yang merupakan kuantitas
komoditas X yang akan diekspor oleh negara 1 pada harga relatif P2. Begitu halnya
untuk negara 2 pada panel C jika berdasarkan harga relatif P2 akan terjadi kelebihan
permintaan yang lebih besar dari penawarannya, yaitu sebesar B’E’. Kelebihan itu
sama artinya dengan kuantitas komoditas X yang akan diimpor oleh negara 2
berdasarkan harga relatif P2. Kuantitas impor komoditas X yang diminta oleh
negara 2 (sebesar B’E’ dalam Panel C) akan dipenuhi dengan kuantitas ekspor
komoditas X yang ditawarkan oleh negara 1 (sebesar BE dalam Panel A). Hal
tersebut diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah
komoditas X diperdagangkan di antara kedua negara yang ditunjukkan pada
panel B.
Konsep daya saing dalam perdagangan internasional sangat terkait dengan
keunggulan yang dimiliki oleh suatu komoditas atau kemampuan suatu negara
dalam menghasilkan suatu komoditas tersebut secara efisien dibanding negara lain
(Porter 1990). Beberapa ahli menyatakan bahwa daya saing atas suatu komoditas
sering diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan absolut, komparatif,
dan kompetitif. Keunggulan absolut adalah keunggulan yang diperoleh oleh suatu
negara baik karena keunggulan atau kelebihan alamiah (sumber daya alam)
negaranya maupun karena kelebihan sumber daya manusianya, sehingga produksi
menjadi lebih efisien dibandingkan dengan negara lainnya (Putong 2010). Menurut
Hady (2004), teori keunggulan absolut didasarkan kepada beberapa asumsi pokok
antara lain, faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja, kualitas barang
yang diproduksi kedua negara sama, pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa
uang, dan biaya transportasi diabaikan. Perdagangan internasional akan terjadi dan
menguntungkan kedua negara bila masing-masing negara memiliki keunggulan
absolut yang berbeda. Dengan demikian, bila hanya satu negara yang memiliki
keunggulan absolut untuk kedua jenis produk, maka tidak akan terjadi perdagangan
internasional yang menguntungkan. Hal ini merupakan kelemahan teori keunggulan
absolut Adam Smith. Namun demikian, kelemahan teori Adam Smith ini diperbaiki
atau disempurnakan oleh David Ricardo dengan teori keunggulan komparatif
(comparative advantage).
Keunggulan komparatif didefinisikan sebagai keunggulan suatu negara untuk
memproduksi atau mengekspor produk yang memiliki keunggulan komparatif
(perbandingan harga produk yang lebih efisien) dan mengimpor produk yang
memiliki kerugian komparatif (perbandingan harga produk yang kurang efisien)
(Porter 1992; Terpstra dan Sarathy 1994; Hady 2004; Putong 2010). Faktor-faktor
yang dapat membuat suatu daerah memiliki keunggulan komparatif dapat berupa
kondisi alam, yakni sesuatu yang sudah given tetapi dapat juga karena usaha-usaha
manusia.
Keunggulan lainnya yaitu keunggulan yang sifatnya dikembangkan adalah
keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif adalah sebuah konsep yang
menyatakan bahwa kondisi alami tidaklah perlu untuk dijadikan penghambat
karena keunggulan pada dasarnya dapat diperjuangkan dan ditandingkan
(dikompetisikan) dengan berbagai perjuangan atau usaha. Selain itu, keunggulan
suatu negara bergantung pada kemampuan perusahaan-perusahaan di dalam negara
tersebut untuk berkompetisi dalam menghasilkan produk yang dapat bersaing di
pasar (Porter 1992).

12

Perdagangan internasional, terdapat berbagai macam kebijakan restriksi,
diantaranya adalah tarif dan kuota. Tarif dapat digolongkan menjadi (1) bea ekspor,
(2) bea transito, dan (3) bea impor. Sedangkan kuota dapat digolongkan menjadi
kuota impor dan kuota ekspor. Kebijakan lain dalam perdagangan internasional
adalah penetapan subsidi. Masing-masing kebijakan yang diterapkan pada suatu
komoditas di suatu negara akan memberikan dampak pada kegiatan
perdagangannya.
Penelitian ini membahas daya saing produk ekspor kelapa sawit Indonesia
secara spesifik dengan mengukur keunggulan komparatifnya. Keunggulan
komparatif perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia baik dalam bentuk
CPO maupun RPO diukur dengan Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA
mengukur pangsa ekspor suatu negara dalam kelompok industri yang sama dengan
negara eksportir lainnya, sehingga banyak digunakan untuk mengukur keunggulan
komparatif.
Konsep Gravity Model
Gravity model merupakan model ekonomi yang sering digunakan untuk
menjelaskan hubungan perdagangan antar negara. Peningkatan aliran perdagangan
telah mendorong kepada peningkatan sejumlah penelitian yang menganalisis
sumber-sumber perdagangan. Gravity model merupakan model yang mampu
menjelaskan perdagangan antar negara (Yamarik dan Ghosh 2005).
Gravity model didasarkan pada hukum gravitasi Newton yang menyatakan
bahwa gaya gravitasi antara dua benda secara langsung dipengaruhi secara
proporsional oleh massa dari kedua benda dan sebaliknya secara proporsional oleh
jarak kuadrat antara keduanya. Dalam konteks perdagangan, intensitas atau volume
perdagangan antara negara-negara akan meningkat (berhubungan secara positif)
sesuai dengan ukurannya dengan pendekatan dari pendapatan nasional masingmasing negara dan menurun menurut biaya transaksinya (berhubungan secara
negatif) yang diukur dari jarak diantara kedua negara (Yamarik dan Ghosh 2005;
Yuniarti 2007). Dengan kata lain, dalam model ini, aliran komoditas yang diekspor
dari negara i ke negara j dinyatakan oleh ukuran ekonomi masing-masing negara
(GDP) dan jarak antar negara. Gravity model menyajikan analisis yang lebih
empiris dari pola perdagangan, karena model ini memprediksi perdagangan
berdasarkan jarak antar negara dan interaksi ukuran ekonomi negara sehingga
model ini telah terbukti secara empiris kuat melalui ekonometrik analisis.
Pertama kali gravity model digunakan dalam analisis perdagangan
internasional oleh Tinberger (1962) dan Pöyhönen (1963) untuk menganalisis aliran
perdagangan antara negara-negara Eropa. Menurut model ini, barang ekspor dari
negara i ke negara j dijelaskan oleh ukuran ekonomi masing-masing negara (