Optimasi Produksi Kalus Lamtoro (Leucaena Leucocephala) Cv Tarramba Dan Karakteristik Pertumbuhannya Akibat Iradiasi Sinar Gamma

OPTIMASI PRODUKSI KALUS LAMTORO (Leucaena
leucocephala) cv Tarramba dan KARAKTERISTIK
PERTUMBUHANNYA AKIBAT IRADIASI SINAR GAMMA

ASTRIE LINDA RAHMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Produksi Kalus
Lamtoro (Leucaena leucocephala) cv Tarramba dan Karakteristik
Pertumbuhannya Akibat Iradiasi Sinar Gamma adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Astrie Linda Rahmawati
NIM D251140011

RINGKASAN
ASTRIE LINDA RAHMAWATI. Optimasi Produksi Kalus Lamtoro (Leucaena
leucocephala) cv Tarramba dan Karakteristik Pertumbuhannya Akibat Iradiasi
Sinar Gamma. Dibimbing oleh PANCA DEWI MANU HARA KARTI dan
IWAN PRIHANTORO.
Leucaena leucocephala cv.Tarramba merupakan salah satu kultivar tanaman
pakan berbasis leguminosa dengan keunggulan tahan terhadap serangan kutu
loncat. Eksplorasi tanaman lamtoro kultivar Tarramba melalui kultur jaringan
dapat menghasilkan bibit unggul lamtoro dalam jumlah yang banyak. Penelitian
ini menggunakan 3 jenis sumber eksplan, yaitu kotiledon, batang, dan daun yang
diuji cobakan pada media dengan penambahan enam level konsentrasi zat
pengatur tumbuh (ZPT) 2,4 dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), yaitu 0, 1, 2, 3, 4,
dan 5 mg l-1. Kalus terbaik yang diperoleh dari tahap induksi kalus dilakukan
iradiasi sinar gamma pada level penyinaran 0, 20, 40, 60, 80, dan 100 Gy. Hasil
iradiasi sinar gamma kalus murni dipelihara di laboratorium steril dengan

penyinaran 16 jam sinar terang 700 lux dan 8 jam gelap. Kalus dengan lethal
doses 50% (LD50) digunakan sebagai kandidat eksplan yang akan dipilih sebagai
kalus dengan keragaman sifat yang paling tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahap pertama, kombinasi
perlakuan jenis eksplan dan konsentrasi ZPT pada tahap induksi kalus
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kemampuan tumbuh kalus lamtoro.
Sumber eksplan batang menunjukkan pertumbuhan yang baik pada kosentrasi
ZPT 2,4-D 1 mg l-1, sedangkan eksplan kotiledon menunjukkan kemampuan
tumbuh kalus yang baik pada konsentrasi ZPT 1, 2, dan 3 mg l-1. Diameter kalus
terbesar terdapat pada kalus yang berasal dari eksplan kotiledon yang ditanam
pada media dengan konsentrasi ZPT 1 mg l-1. Kalus pada media ini menunjukkan
morfologi kalus yang cukup baik dengan warna kalus yang putih, dan tekstur yang
remah. Berdasarkan beberapa peubah yang diamati pada tahap induksi kalus ini,
kalus murni asal eksplan kotiledon yang dikultur pada media dengan konsentrasi
ZPT 2,4-D 1 mg l-1 digunakan sebagai kandidat kalus yang diiradiasi
menggunakan sinar gamma.
Kalus murni diiradiasi sinar gamma pada level penyinaran 0, 20, 40, 60, 80,
dan 100 Gy menggunakan gamma chamber Cobalt-60. Setelah dilakukan iradiasi,
kalus dipelihara di laboratorium steril selama enam minggu setelah iradiasi (MSI).
Hasil penelitian menunjukkan respon yang beragam terhadap iradiasi sinar

gamma. Level sinar gamma tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya
viabilitas kalus. Persentase viabilitas kalus pasca iradiasi tertinggi terdapat pada
kalus yang tidak diiradiasi sinar gamma (G0). Sedangkan lethal doses 50% (LD50)
terjadi pada kalus dengan perlakuan iradiasi 40 Gy. Warna kalus yang terbentuk
adalah warna hijau pada perlakuan G0 dan warna coklat pada perlakuan G2
sampai G10 dengan tekstur kalus yang remah.
Kata kunci: 2,4-D, induksi kalus, kultur jaringan, lamtoro, tarramba

SUMMARY
ASTRIE LINDA RAHMAWATI. Optimation of Leucaena leucocephala
‘Tarramba’ Callus Porudction and Its Growth Characteristics due to Gamma Ray
Irradiation. Supervised by PANCA DEWI MANU HARA KARTI and IWAN
PRIHANTORO.
Lamtoro (Leucaena leucocephala) ‘Tarramba’ is one of the leguminous feed
cultivars which resist to psyllid attack. The exploration of Lamtoro ‘Tarramba’
through tissue culture could produce high quality seed in a large quantities. This
study used three types of explant source: cotyledons, stems, and leaves; which
were tested on media with six levels of plant growth regulator (PGR) 2,4dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) concentration, i.e. 0, 1, 2, 3, 4, and 5 mg l-1.
The best callus that is obtained from callus induction stage were irradiated with
gamma rays at the level of 0, 20, 40, 60, 80, and 100 Gy. After irradiated, the

callus is stored in a sterile laboratory with 16 hours of 700 lux bright light and 8
hours of dark. The callus with lethal dose of 50% (LD50) is used as a candidate
callus with a high variety of characteristics.
Based on the results from the callus induction stage, the combination of
explant source and 2,4-D concentration gave significant effect on the callus
growth ability. The stem explants showed good growth with 2,4-D concentration
of 1 mg l-1, while the cotyledon explants also showed good growth with 2,4-D
concentration of 1, 2, and 3 mg l-1. The widest callus diameter was obtained from
cotyledon explant with 2,4-D concentration of 1 mg l-1. This medium showed
good callus morphology: white color, and friable texture. Based on several
variables that were observed dan scored in this stage, the callus that induced from
cotyledon explants with 2,4-D concentration of 1 mg l-1 is choose as the candidate
for gamma irradiation.
The chosen callus irradiated with gamma rays at the level of 0, 20, 40, 60,
80, and 100 Gy by using cobalt-60 gamma chamber. After the irradiation, the
callus was stored in a sterile laboratory for six weeks. The results showed several
responses to gamma irradiation. The irradiation level gave no significant effect on
the callus viability and average diameter. The highest callus viability was found in
non-irradiated callus, while LD50 occurred in the 40 Gy treatment. The color of
irradiated callus was brown with friable texture, whereas the non-irradiated callus

color was green.
Keywords: 2,4-D, callus induction, lamtoro, Tarramba, tissue culture

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

OPTIMASI PRODUKSI KALUS LAMTORO (Leucaena
leucocephala) cv Tarramba dan KARAKTERISTIK
PERTUMBUHANNYA AKIBAT IRADIASI SINAR GAMMA

ASTRIE LINDA RAHAMAWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Nutrisi Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Prof Dr Ir Luki Abdullah MScAgr

PRAKATA

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2015 ini ialah
bioteknologi tanaman pakan, dengan judul Optimasi Produksi Kalus Lamtoro
(Leucaena Leucocephala) cv Tarramba dan Karakteristik Pertumbuhannya Akibat
Iradiasi Sinar Gamma.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi
dan Bapak Dr Iwan Prihantoro, SPt MSI selaku pembimbing, serta kepada Prof Dr
Ir Luki Abdullah MSc Agr dan Prof Dr Ir Yuli Retnani MSc selaku penguji ujian
tesis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Agustinus
Tri A, SPt selaku teknisi laboratorium Bioteknologi Tanaman Pakan bagian
Agrostologi Fapet IPB dan Bapak Mad Husein selaku teknisi laboratorium Pusat
Antar Universitas (PAU) IPB yang telah banyak membantu dan memberikan
saran. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal
Perguruan Tinggi melalui Program Beasiswa BPPDN-Fresh Graduate 2014/2015
atas dukungan finansial yang diberikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada suami tercinta, Auriza Rahmad Akbar, SKomp MKom, bapak, ibu, seluruh
keluarga, dan teman-teman, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016
Astrie Linda Rahmawati


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1

3

2 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan
Sumber : Murashige dan Skoog (1962)
Alat
Prosedur Analisis Data

3
3
4
4
4
4

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemampuan Induksi Kalus
Diameter Kalus
Morfologi Kalus

Iradiasi Sinar Gamma
Daya Viabilitas Kalus
Diameter Kalus
Morfologi Kalus Pasca Iradiasi Sinar Gamma

7
7
10
11
13
14
15
16

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

19
19

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR TABEL
1 Komposisi media Murashige and Skoog (MS)
2 Waktu iradiasi sinar gamma menggunakan gamma chamber Cobalt60 4000A
3 Pengaruh jenis eksplan dan konsentrasi 2,4-D terhadap kemampuan
induksi kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba selama
empat minggu.
4 Pengaruh dosis 2,4-D dan jenis eksplan terhadap diameter kalus
tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba selama 4
minggu
5 Pengaruh ZPT 2,4-D dan jenis eksplan terhadap morfologi kalus
lamtoro (Leucaena leucocephala) cv.Tarramba pada 6 MST
6 Perhitungan peubah induksi kalus, diameter, warna, dan tekstur kalus
lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba berdasarkan skor

4
6

8

10
12
13

DAFTAR GAMBAR
1 Kemampuan induksi kalus Leucaena leucocephala cv.Tarramba
berdasarkan konsentrasi ZPT 2,4-D.
2 Kemampuan induksi kalus Leucaena leucocephala cv.Tarramba
berdasarkan jenis eksplan.
3 Respon iradiasi sinar gamma terhadap daya viabilitas kalus lamtoro
(L. leucocephala) cv.Tarramba
4 Grafik kuadratik diameter kalus pasca iradiasi sinar gamma pada 4
MSI
5 Perubahan warna kalus pada 6 minggu setelah iradiasi (MSI)

9
9
14
15
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis sidik ragam kemampuan induksi kalus lamtoro (Leucaena
leucocephala) cv. Tarramba
2 Analisis sidik ragam diameter kalus lamtoro (Leucaena
leucocephala) cv. Tarramba pada 3 Minggu Setelah Tanam (MST)
3 Analisis sidik ragam diameter kalus lamtoro (Leucaena
leucocephala) cv. Tarramba pada 4 Minggu Setelah Tanam (MST)
4 Analisis sidik ragam diameter kalus lamtoro (Leucaena
leucocephala) cv. Tarramba pada 5 Minggu Setelah Tanam (MST)
5 Analisis sidik ragam diameter kalus Leucaena leucocephala
cv.Tarramba pada 6 Minggu Setelah Tanam (MST)
6 Analisis sidik ragam daya viabilitas kalus lamtoro (Leucaena
leucocephala) cv. Tarramba pasca iradiasi sinar gamma
7 Analisis sidik ragam diameter pada 0 Minggu Setelah Iradiasi (MSI)
8 Analisis sidik ragam diameter pada 1 Minggu Setelah Iradiasi (MSI)
9 Analisis sidik ragam diameter pada 2 Minggu Setelah Iradiasi (MSI)
10 Analisis sidik ragam diameter pada 3 Minggu Setelah Iradiasi (MSI)

22
22
22
22
22
23
23
23
23
23

11 Analisis sidik ragam diameter pada 4 Minggu Setelah Iradiasi (MSI)
12 Uji lanjut polinomial ortogonal diameter kalus pada 4 Minggu
Setelah Iradiasi (MSI)
13 Analisis sidik ragam diameter pada 5 Minggu Setelah Iradiasi (MSI)
14 Analisis sidik ragam diameter pada 6 Minggu Setelah Iradiasi (MSI)

24
24
24
24

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pakan hijauan merupakan salah satu pakan utama yang dibutuhkan oleh
ternak ruminansia. Abdullah et al. (2005) menyatakan bahwa porsi hijauan dalam
ransum ternak ruminansia mencapai 40% sampai 80% dari total bahan kering.
Penggunaan tanaman leguminosa sebagai sumber protein dapat menggantikan
penggunaan bahan pakan sumber protein asal hewani. Bamualim (2011)
menyatakan ketersediaan pakan berkualitas di Indonesia memerlukan dukungan
pakan suplemen protein dan mineral, yang salah satunya bersumber dari tanaman
leguminosa. Lamtoro merupakan leguminosa pohon dengan kandungan protein
yang tinggi, yaitu 15% sampai 38% (Zayed et al. 2014). Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur merekomendasikan tanaman lamtoro
kultivar Tarramba sebagai leguminosa berproduktifitas tinggi, tahan kekeringan,
dan tahan hama kutu loncat untuk dijadikan salah satu alternatif pakan suplemen
karena tingginya kandungan protein, vitamin, dan mineral. Kultivar ini memiliki
kemampuan produktifitas lebih tinggi (11 ton BK ha-1) dibanding kultivar lokal
(8.1 ton BK ha-1) (Bamuallim 2011).
Teknik budidaya lamtoro masih dilakukan secara konvensional. Kendala
yang dihadapi peternak dalam budidaya lamtoro menurut Purwantari et al. (2005)
adalah sulitnya budidaya melalui benih yang disebabkan oleh ketegaran benih
yang rendah, tidak terkontrolnya gulma, dan perlu waktu bagi akar untuk dapat
bersimbiosis dengan mikoriza sehingga peternak lebih banyak membudidayakan
lamtoro melalui teknik pencangkokan. Budidaya tanaman secara konvensional
seperti pencangkokan memiliki beberapa kelemahan seperti waktu budidaya yang
lama, mudah diserang hama dan penyakit tanaman terutama pada umur yang
muda, serta serat kasar dan kandungan antinutrisi yang tinggi (Zanu et al. 2012).
Purwantari et al. (2005) juga menyatakan telah banyak dilakukan upaya
persilangan kultivar lamtoro untuk mengatasi kendala yang ada namun hasil
persilangan tersebut mempunyai kandungan nutrien yang rendah, dengan
kandungan antinutrisi yang tinggi sehingga berdampak pada kecernaan pakan
lamtoro yang rendah. Berdasarkan kendala-kendala tersebut maka perlu dilakukan
pengembangan teknik budidaya tanaman lamtoro untuk mendapatkan bibit
lamtoro kultivar Tarramba yang berkualitas dalam jumlah yang banyak.
Pengembangan bioteknologi tanaman melalui pendekatan teknik kultur
jaringan pada budidaya lamtoro dapat dilakukan untuk memaksimalkan suplai
bibit pakan hijauan yang unggul, seragam, dan banyak dalam waktu yang cepat.
Wattimena et al. (2011) menyatakan kultur jaringan merupakan teknik untuk
mengisolasi bagian tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan
dan organ dalam kondisi aseptik sehingga bagian tanaman yang dikultur dapat
diperbanyak secara massal dan cepat. Moallem et al. (2013) juga menyatakan
kultur menggunakan jaringan, akar, dan biomassa dapat dikembangbiakkan dalam
waktu yang cepat.
Teknik kultur jaringan dilakukan untuk memproduksi kalus lamtoro kultivar
Tarramba. Kalus adalah kumpulan sel yang belum mengalami diferensiasi.
Pengembangbiakan tanaman lamtoro kultivar Tarramba melalui produksi kalus

2
dapat menghasilkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Tahapan induksi kalus
merupakan tahap awal pada teknik kultur jaringan. Tahapan ini dengan
memanfaatkan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) berupa hormon auksin. Menurut
Neumann et al. (2009), auksin merupakan hormon yang disintesis dari asam
amino triptofan dan memberikan reaksi positif pada stimulasi produksi kalus,
pertumbuhan sel, pembentukan akar, merombak sistem dormansi organ
penyimpanan, pembentukan daun, pemunculan tunas daun, dan pemekaran bunga,
serta pembentukan buah. Diantara beberapa jenis hormon auksin, 2,4-D
(dichlorophenoxyacetic acid) merupakan ZPT yang paling kuat dan stabil dalam
proses metabolisme eksplan. Wattimena et al. (2011) menyatakan 2,4-D memiliki
kemampuan kerja paling stabil diantara hormon auksin lainnya.
Kajian budidaya lamtoro kultivar Tarramba melalui pemanfaatan kalus
dengan teknik kultur jaringan belum ada di Indonesia. Kendala budidaya lamtoro
yang disampaikan Purwantari et al (2005) menyebabkan pemanfaatannya tidak
optimal. Penggunaan lamtoro menurut Orwa et al. (2009) hanya sampai 50%
dalam ransum yang disebabkan oleh kandungan mimosin yang tinggi dan
ketidakmampuan adaptasi ternak yang dipelihara di daerah tanah masam terhadap
tanaman pakan dengan kandungan mimosin yang tinggi. Laconi dan Widiyastuti
(2010) menyatakan kandungan mimosin lamtoro sekitar 2% sampai 6%
bergantung pada umur tanaman. Penggunaan lamtoro dalam ransum dapat
ditingkatkan dengan membentuk kultivar tanaman lamtoro yang sesuai dengan
kondisi ternak. Oleh karena itu, untuk menjamin suplai pakan berbasis leguminosa
berkualitas tinggi seperti leguminosa protein tinggi, antinutrisi yang rendah, tahan
terhadap tanah masam maka dilakukan rekayasa tanaman pakan melalui teknik
pemuliaan mutasi untuk mendapatkan sifat tanaman lamtoro kultivar Tarramba
yang diinginkan.
Mutasi menurut Poespodarsono (1998) merupakan perubahan gen tunggal
maupun sejumlah gen terhadap susunan kromosom. Secara umum, mutasi dapat
terjadi pada setiap fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada
bagian tanaman yang meristematik. Mutasi dapat menyebabkan perubahan genetik
akibat perubahan urutan basa nukleotida DNA yang menyebabkan adanya
perubahan susunan asam amino sehingga berubah pula protein yang terbentuk.
Mutasi dapat terjadi secara alami dengan frekuensi perubahan yang rendah.
Agisimanto et al (2016) menyatakan induksi mutasi dapat meningkatkan frekuensi
variasi somatik dari tanaman yang diharapkan dapat dibentuk beberapa variasi
tanaman dengan beragam sifat unggul. Peningkatan perubahan akibat mutasi
dapat diusahakan dan dikontrol dengan mutasi buatan (induced mutation)
menggunakan mutagen. Salah satu mutagen yang sering digunakan untuk induksi
mutasi pada tanaman adalah sinar gamma yang merupakan mutagen fisik iradiasi.
Induksi mutasi menggunakan mutagen fisik iradiasi dapat dilakukan
menggunakan beberapa jenis mutagen. Mutagen yang banyak digunakan untuk
induksi mutasi pada tanaman adalah sinar X dan sinar gamma. Induksi mutasi
menggunakan sinnar gamma lebih banyak dipilih karena memiliki panjang
gelombang yang lebih pendek sehingga menyebabkan frekuensinya lebih tinggi,
yaitu sebesar 1020 Hz sampai 1025 Hz. Frekuensi yang tinggi akan menghasilkan
energi yang besar sehingga daya tembus sinar gamma lebih kuat dibanding sinar
X yang memiliki nilai frekuensi 1016 Hz sampai 1020 Hz (Crowder 1986). Induksi
mutasi menggunakan mutagen sinar gamma memungkinkan terjadinya perubahan

3
genetik pada tanaman pada tingkat DNA berdasarkan interaksi antar atom atau
molekul di dalam sel yang dapat memproduksi radikal bebas. Radikal bebas yang
terbentuk dapat merusak senyawa-senyawa penting di dalam sel tanaman
(Tangmanee 2012) yang dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada
pertumbuhan tanaman dan perkembangannya. Pengaruh ini menyebabkan
terjadinya keragaman sifat tanaman. Surya dan Soeranto (2006) menyatakan
iradiasi sinar gamma dapat menghasilkan keragaman pada tanaman. Semakin
tinggi dosis penyinaran yang diberikan maka semakin tinggi keragaman tanaman
yang dihasilkan pada generasi mutan kesatu (M-1). Keragaman tanaman ini
memungkinkan untuk mendapatkan sifat tanaman leguminosa yang diinginkan.
Induksi mutasi menggunakan sinar gamma dapat meningkatkan keragaman
genotip tanaman jeruk sehingga dapat dihasilkan bibit-bibit unggul (Agisimanto et
al. 2916).
Iradiasi sinar gamma akan didapatkan kandidat tanaman dengan lethal doses
50% (LD50). Kadir (2011) menyatakan LD50 merupakan titik pada dosis iradiasi
sinar gamma yang dapat mematikan kalus 50% dan 50% hidup dapat diartikan
sebagai LD50. Aisyah (2006) menyatakan LD50 merupakan dosis optimum yang
dapat digunakan sebagai titik untuk menduga keragaman sifat tanaman yang
tinggi untuk menghasilkan tanaman mutan terbanyak. Kalus yang hidup pada
LD50 ini digunakan sebagai kandidat eksplan lamtoro yang diproduksi secara
massal dalam waktu yang cepat. Upaya pembentukan tanaman lamtoro unggul ini
diharapkan mampu meningkatkan persentase penggunaan lamtoro sebagai hijauan
sumber protein utama pada ternak dengan produktifitas tinggi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendapatkan jenis eksplan dan konsentrasi zat
pengatur tumbuh 2,4-dichlorophenoxy acetic acid yang tepat untuk memproduksi
kandidat kalus tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba. Selain
itu, untuk mendapatkan dosis iradiasi sinar gamma untuk membentuk kandidat
tanaman rendah mimosin yang diproduksi secara massal dalam waktu yang cepat.

2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada September 2015 sampai Januari 2016.
Penelitian I (induksi kalus lamtoro) dan penelitian II (pemeliharaan kalus pasca
iradiasi sinar gamma) dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Pakan
bagian Ilmu dan Teknologi Tumbuhan Pakan dan Pastura, Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor (IPB). Iradiasi sinar gamma dilakukan di Pusat Aplikasi
Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Atom Nasional (PATIR-BATAN)
Jakarta.

4
Bahan
Bahan yang digunakan adalah biji tanaman Lamtoro kultivar Tarramba,
bahan-bahan sterilisasi berupa alkohol 70%, sabun cuci, NaClO 5.25%, aquades,
ZPT 2,4-D (dichlorophenoxyacetic acid), gula, agarose, dan media Murashige and
Skoog (MS). Komposisi media MS ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi media Murashige and Skoog (MS)
Unsur
mg l-1
Unsur
mg l-1
Makronutrien
Vitamin
KNO3
1900.000
Glycine
2.0
NH4NO3
1650.000
Myo Inositol
100.0
MgSO4
180.500
Nicotinic acid
0.5
KH2PO4
170.000
Pyridoxin HCl
0.5
CaCL2
332.020
Thiamine HCl
0.1
Mikronutrien
FeSO4.7H2O
27.800
KI
0.83
Na2EDTA
37.300
MnSO4.H2O
16.90
CoCL2.6H20
0.025
Na2MoO4.2H2O
0.25
CuSO4.5H2O
0.025
ZnSO4.7H2O
8.60
H3BO3
6.200
Sumber : Murashige dan Skoog (1962)

Alat
Peralatan yang digunakan antara lain peralatan kultur berupa gunting,
scalpel, pinset, neraca Ohaus, jangka sorong, laminar airflow, gamma chamber
60
Cobalt 4000A, dan peralatan pengamatan.
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan penelitian. Penelitian I adalah
induksi kalus lamtoro kultivar Tarramba untuk mendapatkan kalus murni sebagai
kandidat kalus terbaik. Penelitian II adalah iradiasi sinar gamma kalus murni
terbaik hasil induksi kalus pada penelitian I. Kalus dengan lethal doses 50%
(LD50) dipilih sebagai kalus dengan keragaman sifat yang tinggi.
Pembuatan media
Media yang digunakan pada penelitian I dan II adalah media MS. Media
terdiri atas MS basal untuk perkecambahan biji dan media perlakuan ZPT untuk
induksi kalus. Media terdiri atas media MS 4.43 g l-1, gula 30 gl-1, agarrose
sebanyak 7 g l-1, dan penambahan ZPT 2,4-D 0 (kontrol), 1, 2, 3, 4, dan 5 mg l-1
untuk media pada perlakuan pada penelitian I. Semua bahan dicampur dalam satu
liter aquades di dalam beaker glass dan dimasak selama ± 15 menit. Larutan
media disimpan dalam botol kultur. Setiap botol terdiri atas ±10 ml larutan media.
Sterilisasi media menggunakan autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121oC pada
tekanan 17.5 psi.

5
Persiapan eksplan
Persiapan eksplan dilakukan dengan penanaman biji lamtoro kultivar
Tarramba di dalam media MS basal untuk perkecambahan. Biji disterilisasi
menggunakan sabun atau deterjen selama tujuh menit dan dibilas air steril. Setelah
busa hilang dan biji bersih, permukaan biji disterilisasi menggunakan sodium
hypochlorite 5.25% selama tujuh menit dan dibilas tiga kali menggunakan air
steril sampai biji siap dikecambahkan (Bonyanpour dan Khosh-Khui 2013).
Sebelum ditanam, biji disterilisasi kembali menggunakan sodium hypochlorite
dengan pengenceran 20%, 15%, dan 10%. Biji ditanam pada media Murashige
and Skoog (MS) basal selama 2 minggu. Setiap botol media berisi 20 biji tanaman
lamtoro.
Induksi kalus dan pertumbuhan
Eksplan steril yang digunakan bersumber dari kotiledon, batang, dan daun
tanaman lamtoro hasil perkecambahan biji. Setiap sumber eksplan dipotong dan
ditanam pada media MS dengan suplementasi ZPT 2,4-D (dichlrophenoxyacetic
acid) 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 mg l-1. Eksplan dipelihara di dalam laboratorium dengan
pencahayaan sinar terang 700 lux selama 16 jam dan kondisi gelap 8 jam.
Pemeliharaan dilakukan selama enam minggu. Setiap minggu dilakukan
penyemprotan alkohol 70% disekitar botol kultur, pengukuran terhadap performa
kalus seperti kemampuan induksi kalus, dan diameter kalus.
Kemampuan induksi kalus
Kemampuan induksi kalus diamati pada ketiga eksplan yang ditanam.
Jumlah eksplan yang membentuk kalus dihitung setiap minggu. Kemampuan
induksi kalus dihitung berdasarkan rumus menurut Revathi dan Pillai (2011).
Rumus perhitungan kemampuan induksi kalus :
∑ kalus yang berkembang
Kemampuan induksi kalus (%) =
× 100%
∑ eksplan yang ditanam

Diameter kalus
Setiap eksplan diberi tanda pada awal minggu untuk mengetahui
pertumbuhan eksplan dengan mudah. Diameter kalus diperoleh menggunakan
rumus yang digunakan pada Farshadfar et al (2012), yaitu:
d = (p x l)
Keterangan :
d: diameter kalus (cm)
p: panjang kalus (cm)
l: lebar kalus (cm)

1⁄
2

Warna kalus
Warna hijau, putih, dan coklat diamati secara visual pada setiap eksplan
yang tumbuh menjadi kalus. Warna kalus adalah peubah yang diamati pada 6
minggu setelah tanam (MST).

6
Tekstur kalus
Tekstur kalus diamati berdasarkan kalus yang terbentuk pada setiap eksplan.
Pengamatan dilakukan secara visual seperti mengamati warna kalus dan dilakukan
pada 6 MST.
Iradiasi sinar gamma
Kalus terbaik hasil induksi kalus pada penelitian I diiradiasi menggunakan
gamma chamber Cobalt-60 (60Co) 4000A. Kalus diletakkan didalam chamber dan
diiradiasi dengan lama penyinaran berdasarkan laju dosis 371.81 Gy jam-1. Lama
penyinaran setiap dosis yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Waktu iradiasi sinar gamma menggunakan gamma chamber Cobalt-60
4000A
Level sinar gamma (Gy)
Lama iradiasi (detik)
0
0
20
193
40
387
60
582
80
775
100
969
Sumber: Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Atom Nasional (PATIRBATAN) Jakarta

Pertumbuhan pasca iradiasi sinar gamma
Kalus yang telah diiradiasi sinar gamma disubkultur ke dalam media MS
dengan suplementasi ZPT 2,4-D 1 mg l-1. Setiap kalus dipotong menjadi 2 bagian
dan ditanam dalam media segar. Setiap media terdiri atas 2 kalus dan dipelihara
dalam laboratorium steril selama 6 minggu setelah iradiasi (MSI). Pertumbuhan
kalus yang diamati seperti sebelum dilakukan iradiasi sinar gamma, yaitu daya
viabilitas kalus, diameter kalus, warna, dan tekstur kalus.
Daya viabilitas (%) =

∑ kalus yang hidup
∑ total kalus yang diiradiasi

× 100%

Rancangan dan analisis data
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap I ini adalah
rancangan acak lengkap (RAL) Faktorial dengan faktor A sebagai jenis eksplan
(E) dan faktor B sebagai konsentrasi ZPT 2,4-D dalam mg l-1 (D). Setiap
perlakuan terdiri atas 25 botol sebagai ulangan, dan setiap botol terdiri atas tiga
eksplan.
Model matematika rancangan percobaan pada penelitian tahap I adalah:
Yijk = µ + αi +βj+ (αβij)+εijk
Keterangan:
Yijk
: respon peubah pada perlakuan dosis 2,4-D ke-i, jenis eksplan ke-j,
dan ulangan ke-k
µ
: rataan umum
i
: pengaruh perlakuan dosis 2,4-D ke-i, i = 0,1,2,3,4,5 mg l-1
j
: pengaruh perlakuan jenis eksplan ke-j, j = kotiledon (E1), batang

7
(αβij)
Εij

(E2), dan daun (E3)
: pengaruh interaksi antara faktor ZPT 2,4-D dengan jenis eksplan
: pengaruh acak pada faktor ZPT 2,4-D ke-i, jenis eksplan ke-j,
ulangan ke-k

Data berupa persentase kemampuan induksi kalus dan diameter kalus
dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Anova), selanjutnya apabila terdapat
perbedaan yang nyata akan dilakukan uji lanjut Duncan. Data berupa warna dan
tekstur kalus dianalisis menggunakan analisis deskriptif (Matjik dan Sumertajaya
2006).
Penelitian tahap II menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan
perlakuan enam level dosis sinar gamma. Setiap perlakuan terdiri atas enam botol
sebagai ulangan dan setiap botol terdiri atas dua kalus teriradiasi. Perlakuan
penelitian II yang digunakan adalah sebagai berikut:
G0 : 0 Gy (kontrol)
G2 : 20 Gy
G4 : 40 Gy
G6 : 60 Gy
G8 : 80 Gy
G10 : 100 Gy, dengan Gy sebagai gamma rays.
Data berupa persentase viabilitas kalus dan diameter kalus dianalisis
menggunakan analisis sidik ragam (Anova), dan apabila terdapat perbedaan yang
nyata dilanjutkan dengan uji lanjut polinomial ortogonal. Data berupa warna dan
tekstur kalus dianalisis menggunakan analisis deskriptif (Matjik dan Sumertajaya
2006).
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian I adalah :
1 Persentase kemampuan induksi kalus
2 Diameter kalus
3 Warna kalus
4 Tekstur kalus
Peubah yang diamati pada penelitian II adalah :
1 Daya viabilitas kalus
2 Lethal doses 50% (LD50)
3 Diameter kalus
4 Warna kalus
5 Tekstur kalus

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemampuan Induksi Kalus
Kemampuan induksi kalus lamtoro dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Rianawati et al. (2009) menyatakan kecepatan embriogenesis somatik dipengaruhi
oleh dua faktor pembatas yaitu inisiasi embrio somatik dan regenerasi tanaman

8
yang keduanya membutuhkan komposisi media dan zat pengatur tumbuh yang
tepat. Zat pengatur tumbuh yang tepat akan mendukung keseimbangan hormon di
dalam sel tanaman. Tabel 1 menunjukkan eksplan batang membentuk persentase
kemampuan induksi kalus yang paling tinggi pada D1 dengan konsentrasi ZPT
2,4-D 1 mg l-1, sedangkan eksplan kotiledon memberikan respon yang baik pada
perlakuan D1, D2, dan D3 dengan nilai persentase kemampuan induksi kalus
tertinggi pada perlakuan D1. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ZPT 2,4-D
1 mg l-1 merupakan konsentrasi yang tepat untuk digunakan pada pembiakan
lamtoro menggunakan eksplan kotiledon dan batang, dan akan semakin menurun
dengan semakin bertambahnya konsentrasi ZPT 2,4-D yang digunakan.
Tabel 3 Pengaruh jenis eksplan dan konsentrasi 2,4-D terhadap kemampuan
induksi kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba selama
empat minggu.
Jenis
Konsentrasi ZPT 2,4-D (mg l-1)
eksplan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
-------------------------------------------%----------------------------------E1
2.89h
78.96ab
74.95ab
75.49ab
0.00h
53.64d
E2
0.00h
83.33a
69.07bc
51.87d
6.67gh
60.00cd
E3
0.00h
32.89e
20.89f
39.62e
15.44fg
38.00e
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
signifikansi pada p