Impact of Migration Policy on Income Disitribution in Indonesia

DAMPAK KEBIJAKAN MIGRASI INTERNASIONAL
TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI INDONESIA

YUNI SULISTYORINI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Kebijakan
Migrasi Internasional terhadap Distribusi Pendapatan di Indonesia adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Januari 2014
Yuni Sulistyorini
H151114254

RINGKASAN
YUNI SULISTYORINI. Dampak Kebijakan Migrasi terhadap Distribusi
Pendapatan di Indonesia. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI dan M.
PARULIAN HUTAGAOL.
Migrasi telah menjadi strategi mata pencaharian penting bagi masyarakat
Indonesia untuk mencari peluang ekonomi yang lebih baik. Tenaga kerja
Indonesia yang bekerja di luar negeri (TKI) melakukan migrasi untuk beberapa
alasan termasuk kurangnya peluang kerja, kemiskinan dan perbedaan gaji antara
Indonesia dengan negara tujuan. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa
ketimpangan pendapatan di Indonesia semakin tinggi. Gini rasio sebagai ukuran
ketimpangan pendapatan mengalami peningkatan yaitu dari 0.36 pada tahun 2007
menjadi 0.41 pada tahun 2012. Hal ini merupakan indikasi bahwa kemiskinan
yang dicerminkan oleh ketimpangan pendapatan yang semakin tinggi merupakan
masalah pembangunan ekonomi di Indonesia, selain pengangguran.
Tingkat pengangguran di semua sektor ekonomi Indonesia tinggi, namun

yang paling banyak bekerja di luar negeri adalah tenaga kerja yang memiliki
ketrampilan rendah. Secara global, migrasi tenaga kerja Indonesia didorong oleh
banyaknya peluang tenaga kerja sektor domestik di negara tujuan seperti
pembantu rumah tangga, sektor pertanian, bangunan, industri pengolahan dan
sektor jasa. Sektor domestik (informal) sering tidak dicakup oleh undang-undang
ketenagakerjaan dan undang-undang hubungan industri di negara tujuan. Hal ini
menyebabkan kelompok TKI utamanya Tenaga Kerja Wanita (TKW) berada
dalam posisi rentan eksploitasi.
Pada Juni 2009, pemerintah memberlakukan moratorium (pembatasan)
penempatan TKI sektor informal untuk negara tujuan Malaysia. Pembatasan
penempatan TKI juga diberlakukan untuk negara tujuan Arab Saudi yang berlaku
sejak 1 Agustus 2011. Penerapan kebijakan moratorium ditetapkan oleh
pemerintah dengan tujuan untuk melindungi dan menjamin keamanan TKI
utamanya sektor informal. Pembatasan penempatan TKI informal tentu akan
berdampak terhadap kesejahteraan tenaga kerja dan semakin meningkatkan
ketimpangan pendapatan karena semakin sedikitnya kesempatan untuk
mendapatkan penghasilan yang lebih baik bagi tenaga kerja berketrampilan
rendah.
Adanya pergeseran aturan di negara tujuan migrasi yang lebih menerima
tenaga kerja terampil mengharuskan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan

penempatan TKI terampil. Selain itu, dalam kerangka Masyarakat Ekonomi Asean
(AEC), mobilitas tenaga kerja yang diatur didalamnya hanyalah regulasi untuk
mobilitas tenaga kerja terampil. Oleh karena itu, pada tahun 2013 pemerintah
melalui BNP2TKI menetapkan target penempatan TKI sebesar 600 ribu orang
atau meningkat 21% dibandingkan dengan tahun 2012 dengan tetap
memberlakukan kebijakan moratorium dan lebih mengutamakan penempatan TKI
di sektor formal. Pemerintah juga menetapkan target jangka panjang untuk
menghentikan penempatan TKI sektor informal dan hanya melakukan
penempatan TKI di sektor formal saja pada tahun 2017.
Setiap kebijakan ekonomi atau sosial yang memengaruhi pendapatan riil
masyarakat suatu negara secara langsung atau tidak langsung pada akhirnya akan

memengaruhi proses migrasi suatu negara. Proses migrasi itu sendiri pada
gilirannya cenderung mempengaruhi atau bahkan mengubah pola-pola kegiatan
ekonomi, baik secara sektoral maupun secara geografis serta mengubah pola
distribusi pendapatan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dampak
kebijakan migrasi yang dilakukan pemerintah terhadap distribusi pendapatan dan
mengidentifikasi kebijakan yang paling efektif memengaruhi distribusi
pendapatan di Indonesia.
Analisis dalam penelitian ini menggunakan Sistem Neraca Sosial Ekonomi

(SNSE) Indonesia tahun 2008, analisis deskriptif dan analisis Indeks Theil. SNSE
merupakan salah satu sistem pendataan dan alat analisa yang penting untuk
memantau dan menganalisa berbagai masalah kemiskinan dan distribusi
pendapatan. Analisa deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum
mengenai migrasi tenaga kerja ke luar negeri, remitansi dan ketimpangan
pendapatan di Indonesia. Sementara itu analisis Indeks Theil digunakan untuk
melihat dampak kebijakan migrasi terhadap ketimpangan pendapatan baik antar
kelompok rumah tangga maupun ketimpangan dalam kelompok rumah tangga itu
sendiri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan moratorium mengakibatkan
menurunnya pendapatan rumah tangga dan meningkatkan ketimpangan.
Kebijakan penempatan TKI sektor formal dan program pelatihan keterampilan
mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga, tetapi tidak berpengaruh
terhadap ketimpangan. Sedangkan kebijakan pemberian kredit dan pelatihan
ketrampilan bagi TKI purna, dan paket kebijakan mampu meningkatkan
pendapatan rumah tangga sekaligus menurunkan ketimpangan.
Oleh karena itu rekomendasi kebijakan yang dapat disarankan adalah
pemerintah diharapkan melakukan paket kebijakan yang terdiri dari kebijakan
moratorium TKI informal dan meningkatkan penempatan TKI formal,
memberikan pelatihan ketrampilan TKI bagi tenaga kerja berketrampilan rendah,

serta pelatihan kewirausahaan dan pemberian kredit usaha bagi TKI purna.
Program pelatihan sebaiknya disesuaikan dengan job order yang tersedia menurut
negara tujuan, sehingga TKI dapat memeroleh pekerjaan di sektor formal dengan
gaji yang lebih tinggi serta jaminan keamanan dan kesejahteraan yang lebih baik.

Kata kunci : Kebijakan migrasi, distribusi pendapatan, ketimpangan, SNSE

SUMMARY
YUNI SULISTYORINI. Impact of Migration Policy on Income Disitribution in
Indonesia.Supervised by RINA OKTAVIANI and M. PARULIAN HUTAGAOL.
Migration has become an important livelihood strategy for the Indonesian
people to seek better economic opportunities. Indonesian workers who work
abroad ( TKI ) migrate with several reasons including the lack of employment
opportunities, poverty and wage differentials between Indonesia and destination
countries. Statistics Indonesia data show that income inequality in Indonesia is
high. Gini ratio as a measure of income inequality has increased from 0.36 in
2007 to 0.41 in 2012. This is an indication that poverty which is reflected by the
higher income inequality is one of economic development problem in Indonesia,
besides unemployment.
The unemployment rate in all sectors of the Indonesian economy is high,

but the most work abroad is low-skilled labor. Globally, Indonesian labor
migration driven by the domestic sector employment opportunities in destination
countries such as domestic, agriculture, construction, manufacturing and service
sectors. Domestic sector (informal) often are not covered by labor law and
industrial relations legislation in the destination country. This causes the lowskilled labor mainly female worker (TKW) is in a vulnerableposition to
exploitation.
In June 2009, the government imposed a moratorium (restrictions)
placement of informal sector workers for Malaysia. Restrictions also apply to
Saudi Arabia which effect from August 1st, 2011. The moratorium aims to protect
and ensure the safety of migrant workers mainly informal worker sector. Informal
restrictions on the placement of migrant workers would have an impact on the
welfare of labor and increase the inequality of income due to fewer opportunities
to earn a better income for low-skilled labor.
Regulation changes in the destination country that more accepting skilled
labor migrants, requires the Indonesian government to improve the placement of
skilled labor migrants. In addition, within the framework of the ASEAN
Economic Community (AEC), the mobility workers regulations only regulate
skilled labor mobility. Therefore, in 2013 the government through BNP2TKI set a
target of 600 thousand migrant workers placement, an increase of 21% compared
to 2012 while imposing a moratorium and still prefer the placement of migrant

workers in the formal sector. The government also set long-term targets to stop
informal sector workers placement and just place the formal worker sector in
2017.
Any economic or social policies that affect the real income of the people
of a country are directly or indirectly will ultimately affect the migration process
of a country. The migration process itself, in turn, tends to influence or even
change the patterns of economic activity, both sectorally and geographically as
well as changing patterns of income distribution. The purpose of this study was to
analyze the impact of the government's migration policies on income distribution
and to identify the most effective policies that affect income distribution in
Indonesia.

The analysis in this study using the National Social Accounting Matrix
(SAM) of Indonesia in 2008 , the descriptive analysis and Theil Index analysis.
SAM is one of the data collection systems and analysis tools that are important to
monitor and analyze the various problems of poverty and income distribution .
Descriptive analysis is used to provide a general overview of labor migration
abroad, remittances and income inequality in Indonesia . Meanwhile, Theil index
analysis is used to see the impact of migration policy on income inequality, both
among groups of households or groups of households inequality in itself.

The results showed that the moratorium resulted in declining household
income and increase inequality. Placement policy of formal sector workers and
skills training programs can increase household income, but does not affect the
inequality. Meanwhile, lending policy and skills training for retired workers, and a
package of policy can increase household incomes while lowering inequality .
Therefore, policy recommendations can be suggested that the government
is expected to impose a policy package consisting of an informal moratorium on
migrant workers and improve the formal sector deployment, provide skills
training for migrant low-skilled labor, as well as entrepreneurial training and
business lending for retired workers. Training programs should be adjusted to the
available job order indestination countries, so that migrant workers can obtain
jobs in the formal sector with a higher salary as well as better security and
welfare.
Keywords : Migration Policy, income distribution, inequality, SNSE

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DAMPAK KEBIJAKAN MIGRASI INTERNASIONAL
TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI INDONESIA

YUNI SULISTYORINI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


2

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Wiwiek Rindayati, MS

3
Judul Tesis
Nama
NIM

: Dampak Kebijakan Migrasi Internasional terhadap Distribusi
Pendapatan di Indonesia
: Yuni Sulistyorini
: H151114254

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS
Ketua


Dr Ir M. Parulian Hutagaol, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir R Nunung Nuryartono, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

4

5

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini
ialah remitansi, dengan judul Dampak Kebijakan Migrasi Internasional terhadap
Distribusi Pendapatan di Indonesia. Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Program Studi
Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah memberikan
dukungan baik secara moral maupun material dalam penyelesaian tesis ini,
terutama kepada Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS dan Dr Ir Manuntun Parulian
Hutagaol, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran, bimbingan
dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Ucapan
terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Wiwiek Rindayati, MS selaku
penguji dan Dr Alla Asmara SPtMSi selaku wakil program studi atas saran dan
kritik yang membangun dalam hal substansi materi maupun tata cara penulisan
tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh staf pengajar
dan karyawan Program Studi Ilmu Ekonomi FEM Sekolah Pascasarjana IPB atas
ilmu dan jasa yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada segenap pimpinan Badan Pusat
Statistik (BPS) RI, BPS Provinsi Jawa Timur dan BPS Kabupaten Tulungagung
yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melanjutkan pendidikan.
Terimakasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan kerja di BPS Kabupaten
Tulungagung, rekan-rekan seperjuangan di kelas BPS batch empat dan regular
lima yang senantiasa saling memberikan dukungan dan semangat. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan ilmu dan pengetahuan. Besar harapan penulis semoga tesis ini
membawa manfaat utamanya bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2014
Yuni Sulistyorini

6

7

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan dan manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
5
9
9

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Tinjauan Empiris
Kerangka Pemikiran

9
9
16
18

3 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Sistem Neraca Sosial Ekonomi Nasional (SNSE) Indonesia
Klasifikasi SNSE
Analisis Multiplier
Analisis Indeks Theil

19
19
19
22
23
24

4 GAMBARAN UMUM
Gambaran Perekonomian Indonesia Tahun 2008
Migrasi Tenaga Kerja Indonesia dan Remitansi
Ketimpangan Distribusi Pendapatan

26
26
29
32

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Pengganda Neraca
Dampak Kebijakan Penempatan TKI
terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga
Dampak Kebijakan Penempatan TKI
terhadap Pendapatan Pemerintah
Dampak Kebijakan Penempatan TKI
terhadap Pendapatan per Kapita
Analisis Ketimpangan Pendapatan Rumah Tangga

34
34

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

43
43
44

DAFTAR PUSTAKA

45

LAMPIRAN

47

RIWAYAT HIDUP

57

35
37
39
41

8

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Perkembangan Angkatan Kerja Indonesia, 2009-2011
Penempatan TKI menurut Negara Tujuan (orang), 2006-2011
Struktur Perekonomian Indonesia Tahun 2008
Alokasi Pendapatan Institusi Tahun 2008
Dampak Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga terhadap Sektor
Produksi
Simulasi Dampak Kebijakan Penempatan TKI terhadap Dsitribusi
Pendapatan Rumah Tangga (Rp miliar)
Simulasi Dampak Kebijakan Penempatan TKI terhadap Pendapatan
Pemerintah (Rp miliar)
Simulasi Dampak Kebijakan Penempatan TKI terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) per Kapita
Simulasi Dampak Kebijakan Penempatan TKI terhadap Ketimpangan
Pendapatan Rumah Tangga

2
4
26
27
35
36
38
40
42

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Perkembangan Penerimaan Remitansi di Indonesia tahun 1985-2011
Perkembangan Pembangunan Perekonomian Indonesia, 2007-2012
Model Migrasi Todaro
Model Wage Narrowing and Efficiency Gains
Kerangka Pikir
Kerangka Dasar SNSE 2008
Transaksi Ekonomi antara Agen didalam Perekonomian
Alokasi Pendapatan Rumah Tangga tahun 2008
Perkembangan Penerimaan Remitansi tahun 2000-2008
Perkembangan Penempatan TKI tahun 2006-2012
Penempatan TKI menurut Negara Tujuan, 2012
Peneriamaan Remitansi di ASEAN, 1990-2011
Penerimaan Remitansi Indonesia menurut Negara Pengirim, 2006-2011
Ketimpangan Pendapatan di Indonesia tahun 2007-2012

3
6
11
12
18
20
22
28
29
30
31
31
32
33

DAFTAR LAMPIRAN
15 Rekap Jurnal
16 Matriks Koefisien Pengeluaran Rata-rata (Matriks A)
17 Matriks Pengganda Neraca (Ma)

47
51
54

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Globalisasi ekonomi yang dicerminkan oleh perdagangan bebas dan
keterbukaan ekonomi tidak hanya terbatas pada perdagangan barang saja, tetapi
juga dicerminkan oleh semakin bebasnya arus jasa (services) antar negara. Salah
satu wawasan kontroversial beberapa teori perdagangan adalah bahwa perubahan
dalam eksposur negara terhadap perdagangan internasional dan pasar dunia yang
lebih umum, mempengaruhi distribusi sumber daya dalam negeri dan dapat
menimbulkan konflik distribusi yang lebih besar (Goldberg dan Pavenik, 2007).
Dalam dua dekade terakhir pasar tenaga kerja di seluruh dunia menjadi
semakin terintegrasi. Perkembangan teknologi yang dikombinasikan dengan
penghapusan restriksi pada perdagangan antar negara dan aliran modal
memungkinkan proses produksi untuk tidak terikat pada lokasi dan lebih
mendekati target pasar. Hal ini mendorong perkembangan barang dan jasa secara
universal. Lokasi produksi menjadi lebih responsif relatif terhadap biaya tenaga
kerja antar negara, sehingga mendorong peningkatan arus migrasi baik melalui
jalur legal maupun illegal (IMF, World economic outlook).
Migrasi didefinisikan sebagai suatu bentuk perpindahan seseorang atau
kelompok orang dari satu unit wilayah geografis menyeberangi wilayah
perbatasan politik dan administrasi dengan keinginan untuk tinggal dalam waktu
tak terbatas atau untuk sementara di suatu tempat yang bukan daerah asal. Migrasi
dalam definisi ini termasuk juga perpindahan pengungsi, orang yang kehilangan
tempat tinggal, migran ilegal dan juga migran ekonomi. Migran Ekonomi yaitu
seseorang yang melakukan perpindahan karena alasan ekonomi (IOM, 2008).
Solimano (2001) juga mendefinisikan migrasi internasional sebagai
proses perpindahan penduduk suatu negara ke negara lain. Umumnya orang
melakukan migrasi ke luar negeri untuk memperoleh kesejahteraan ekonomi yang
lebih baik bagi dirinya dan keluarganya. Suatu fakta memperlihatkan bahwa
pengangguran, upah yang rendah, prospek karir yang kurang menjanjikan untuk
orang-orang yang berpendidikan tinggi dan resiko untuk melakukan investasi di
dalam negeri merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan
migrasi ke luar negeri.
Menurut Osaki (2003) migrasi penduduk terjadi karena adanya kebutuhan
tenaga kerja yang bersifat hakiki (intrinsic labor demand) pada masyarakat
industri modern. Hal ini sesuai dengan teori dual labor market. Menurut teori
tersebut, migrasi terjadi karena adanya kepentingan tertentu dari tenaga kerja pada
daerah atau negara maju. Oleh karena itu migrasi terjadi tidak hanya karena push
factors yang ada pada daerah asal tetapi juga dapat terjadi karena pull factors pada
daerah tujuan.
Aliran new economic of migration beranggapan bahwa migrasi penduduk
tidak hanya berkaitan dengan pasar tenaga kerja saja, tetapi berkaitan juga dengan
keputusan keluarga pekerja migran. Menurut aliran ini keputusan keluarga lebih
mampu menangani resiko dalam rumah tangga pada saat migrasi dilakukan.
Penanganan resiko migrasi dilakukan melalui diversifikasi alokasi sumber daya
yang mereka miliki, seperti alokasi tenaga kerja keluarga. Beberapa anggota

2
keluarga tetap berada di daerah asal, sementara anggota keluarga yang lain
bekerja di daerah atau negara lain. Alokasi tersebut merupakan upaya untuk
meminimalkan resiko kegagalan yang dapat terjadi akibat migrasi. Selain itu, jika
pasar kerja lokal tidak memungkinkan anggota keluarga yang berada di daerah
asal memperoleh penghasilan yang memadai, maka pengiriman uang
(remittances) yang dikirim oleh anggota keluarga yang bekerja di luar daerah atau
luar negeri dapat membantu ekonomi rumah tangga (Stark, 1991).
Todaro dan Smith (2006) dalam teori migrasinya menyatakan bahwa
perbedaan upah antara sektor pertanian (rural) dan sektor industri (urban)
menyebabkan terjadinya arus migrasi internal yang sering disebut dengan
urbanisasi. Migrasi internal dianggap sebagai suatu proses alamiah yang
menyalurkan surplus tenaga kerja di daerah pedesaan ke sektor industri modern di
perkotaan yang kesempatan kerjanya lebih tinggi. Proses ini dipandang positif
secara sosial, karena memungkinkan berlangsungnya pergeseran sumber daya
manusia dari lokasi yang produk marjinal sosialnya nol ke lokasi yang produk
marjinal sosialnya terus meningkat sehubungan dengan adanya akumulasi modal
dan kemajuan teknologi.
Berdasarkan teori-teori tersebut dapat dilihat bahwa tujuan utama migrasi
adalah meningkatkan taraf hidup pekerja migran dan keluarganya, sehingga
masalah migrasi masih dipandang sebagai suatu hal yang positif dalam
pembangunan ekonomi. Namun fakta migrasi internal yang terjadi di negara
berkembang berbeda dengan pandangan tersebut, arus migrasi tenaga kerja dari
pedesaan yang umumnya bekerja di sektor pertanian jauh melampaui tingkat
penciptaan lapangan pekerjaan sektor industri di perkotaan. Kesempatan kerja
yang terbatas di sektor industri modern (urban) mengakibatkan tenaga kerja yang
tidak terserap akan menganggur atau memasuki sektor informal yang
berpendapatan rendah.
Tabel 1. Perkembangan angkatan kerja Indonesia, 2009 - 2011
Jenis Kegiatan

2009

2010

2011

1 Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas

169 328 208

172 070 339

171 756 077

2 Angkatan Kerja

113 833 280

116 527 546

117 370 485

67.23

67.72

68.34

104 870 663

108 207 767

109 670 399

73 300 729

74 938 429

75 082 312

31 569 934

33 269 338

34 588 087

8 962 617

8 319 779

7 700 086

7.87

7.14

6.56

a. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)
b. Bekerja
Pekerja penuh (full time)
Pekerja tidak penuh (< jam kerja normal)
c. Penganguran Terbuka *)
d. Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
3 Bukan Angkatan Kerja

55 494 928

55 542 793

54 385 592

a. Sekolah

13 810 846

14 011 778

13 104 294

b. Mengurus Rumah Tangga

33 346 950

32 971 456

32 890 423

8 337 132

8 559 559

8 390 875

c. Lainnya

Sumber : BPS, 2012

Kondisi ini juga terjadi di Indonesia, dimana selain tingkat pengangguran
yang masih cukup tinggi, tingkat pekerja rentan (vulnerable employment) juga

3
menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pekerja rentan adalah penduduk yang
bekerja, tetapi mudah untuk keluar dari pekerjaannya jika terjadi guncangan atau
ada kesempatan kerja yang lebih baik. Pekerja rentan biasanya ditandai dengan
jumlah jam kerja kurang dari jam kerja normal, upah rendah dan kurangnya
jaminan keselamatan kerja. Pada umumnya pekerja rentan ini bekerja di sektor
informal. Tabel 1 menunjukkan perkembangan jumlah angkatan kerja dari tahun
2009 sampai dengan 2011. Tabel tersebut memperlihatkan meskipun jumlah
penduduk yang bekerja meningkat dan tingkat pengangguran menurun, namun
persentase pekerja rentan meningkat dari 30.1% pada tahun 2009 menjadi 31.5%
pada tahun 2011. Perkembangan ini menunjukkan bahwa iklim ketenagakerjaan di
Indonesia belum dapat mendorong penciptaan kesempatan kerja yang memadai,
sehingga keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan tenaga kerja di dalam
negeri belum tercapai.
Sebagai suatu negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk dan tingkat
pengangguran yang cukup tinggi, maka migrasi tenaga kerja ke luar negeri
(migrasi internasional) merupakan salah satu cara untuk mengatasi kurangnya
kesempatan kerja yang tersedia. Migrasi internasional merupakan fenomena
menarik dalam mengatasi masalah tenaga kerja di Indonesia. Selain dapat
membuka kesempatan kerja, pengiriman tenaga kerja juga dapat meningkatkan
kesejahteraan keluarga migran dan menambah devisa negara. Devisa ini diperoleh
dari kiriman uang (remittances) tenaga kerja migran kepada anggota keluarganya.
Gambar 1 menunjukkan perkembangan penerimaan remitansi Indonesia
tahun 1985-2011. Peningkatan penerimaan remitansi yang signifikan terjadi pada
tahun 2005 yaitu meningkat menjadi sebesar USD 5.4 miliar dari USD 1.8 miliar
pada tahun 2004. Sedangkan penerimaan remitansi pada tahun 2011 mencapai
USD 6.9 miliar. Secara nominal, Indonesia merupakan negara penerima remitansi
duapuluh terbesar di dunia dan ketiga terbesar di ASEAN setelah Philipina dan
Vietnam.
8,000
7,000

USD Juta

6,000

5,000
4,000
3,000

2,000
1,000
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011

0

Tahun

Sumber : World Bank, 2012

Gambar 1. Perkembangan penerimaan remitansi di Indonesia tahun 1985-2011
Secara global, migrasi tenaga kerja Indonesia didorong oleh banyaknya
kekurangan tenaga kerja sektor domestik di negara tujuan dan upah yang lebih
tinggi dibandingkan Indonesia. Sektor domestik tersebut antara lain pembantu

4
rumah tangga, sektor pertanian, bangunan, industri pengolahan dan sektor jasa.
Pekerjaan sektor domestik tidak diinginkan oleh tenaga kerja di negara tujuan
karena gaji yang terlalu rendah bagi penduduk setempat. Negara-negara tujuan
utama pekerja migran Indonesia adalah Malaysia, Timur Tengah, Hongkong dan
Taiwan. Tabel 2 menunjukkan jumlah penempatan tenaga kerja Indonesia
menurut negara tujuan periode tahun 2006-2011 masih didominasi oleh tenaga
Tabel 2. Penempatan tenaga kerja menurut negara tujuan (orang), 2006-2011
Tahun
No

Negara Tujuan

1

Saudi Arabia

2

Malaysia

3

Taiwan

4
5
6

Hong Kong

7

Kuwait

8

Qatar

9

Yordania

2006

2007

F
IF
2.676 278.411
157.049

2008

F
IF
5.342 251.875

F
IF
23.021 211.623

2009
F
IF
3.957 272.676

62.609 168.130

54.068 126.885

60.238

84.839

5.274

40.432

5.035

45.775

6.499

53.023

5.403

53.932

Singapore

544

28.117

123

37.373

40

21.767

5

UEA

335

22.350

1.509

26.675

5.462

32.630

777

1.008

19.092

5

29.968

5

30.199

2010
F
IF
13.377 215.513

39.047 115.451

2011
F
IF
31.714 105.929

605 126.311

6.427

7.589

54.459

18.794

60.052

33.072

103

39.520

9.381

38.131

39.614

2.340

34.997

8.041

31.295

5

32.412

27

33.235

2.019

48.264

49

24.551

168

25.588

2.967

26.251

147

22.894

454

109

1852

871

2.390

5.590

2.874

7.575

1.713

6.869

1.143

8.867

1.523

12.036

3.981

12.597

466

10.512

12

12.050

1.433

9.722

12

10.920

99

5.556

82

90

63

5.147

14

7.136

676

7.633

40

9.660

410

8.849

1.303

5.978

11 Brunai Darussalam

3.428

5.054

5.812

40

3.708

153

4.193

592

6.566

794

9.229

1576

12 Korea Selatan

4.031

4

3.830

-

8.134

-

1.890

-

7.592

4

11.331

59

268

30

3.337

2.432

1.896

2.184

1.507

4.568

2.831

11.764

37.443

8.331

10 Oman

13 Negara Lainnya
Jumlah

177.581 501.899 196.191 500.555 182.439 462.292 103.918 528.254 158.362 417.441 261.481 319.600

Sumber : BNP2TKI, 2012
Keterangan : F = Formal
IF = Informal

kerja sektor informal. Hal ini juga disebabkan karena ketersediaan (supply) tenaga
kerja Indonesia untuk bekerja di luar negeri pada umumnya merupakan tenaga
kerja yang memiliki tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah. Adanya
gap antara kesempatan kerja dengan angkatan kerja yang tersedia membuat
kelompok tenaga kerja miskin yang umumnya memiliki ketrampilan (skill) yang
rendah akan berusaha untuk meningkatkan taraf hidupnya dan memperoleh
kesejahteraan ekonomi yang lebih baik dengan mencari kesempatan kerja di luar
negeri. Pekerja migran melakukan migrasi ke luar negeri dengan harapan
memperoleh gaji/upah yang lebih tinggi dibandingkan dengan gaji/upah di dalam
negeri. Adanya perbedaan upah dan kesempatan kerja antar negara dan antara
pekerja yang memiliki ketrampilan dengan pekerja yang tidak memiliki
ketrampilan merupakan salah satu faktor yang mendorong pekerja untuk
melakukan migrasi.
Sektor domestik (informal) sering tidak dicakup oleh undang-undang
ketenagakerjaan dan undang-undang hubungan industri di negara tujuan. Hal ini
yang menyebabkan kelompok tenaga kerja Indonesia (TKI) utamanya Tenaga
Kerja Wanita (TKW) dalam posisi rentan eksploitasi. Situasi ini diperparah
dengan jenis pekerjaan domestik yang sifatnya pribadi/perorangan, karena berada
dalam lingkup rumah tangga sehingga mempersulit pelaksanaan dan pengawasan
undang-undang ketenagakerjaan. Pekerja sektor informal rentan terhadap
kekerasan karena perlindungan hukum untuk pekerja sektor ini sangat rendah.
Migrant care Indonesia mengungkapkan pada tahun 2007 kasus TKI meninggal
sebanyak 206 orang. Kasus kematian tertinggi dialami TKI yang bekerja di

5
Malaysia yaitu 71 orang (35%), Taiwan 36 orang (19%) dan Saudi Arabia 31
orang (15%).
Proses reintegrasi sosio-ekonomi merupakan bagian penting dari
perlindungan TKI dan upaya untuk memperbaikai kesejahteraan TKI dan
keluarganya. Namun Undang-undang No.39 tahun 2004 tentang penempatan dan
perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri belum dapat memberikan
perlindungan terhadap TKI. Selain inisiatif akhir di tingkat nasional, umumnya
reformasi pemerintah selama ini bersifat ad hoc dan tidak membentuk strategi
yang koheren dan komprehensif dalam menangani banyak permasalahan
mengenai manajemen migrasi di Indonesia, khususnya perlindungan hak TKI dan
migrasi illegal. Indonesia menandatangani konvensi PBB atas perlindungan hakhak semua tenaga kerja di luar negeri, namun undang-undang dan kebijakan
migrasi tenaga kerja nasional masih ditujukan untuk mengurangi pengangguran
dan cenderung berfokus pada fasilitasi arus TKI daripada menciptakan mekanisme
perlindungan bagi mereka (IOM, 2010).
Perhatian publik yang besar terhadap kasus yang menimpa TKI yang
tersangkut masalah hukum mendorong organisasi kemasyarakatan di Indonesia
memberi tekanan kepada pemerintah untuk memperkuat perundang-undangan
yang melindungi TKI. Oleh karena itu pada Juni 2009 pemerintah memberlakukan
moratorium (pembatasan) penempatan TKI sektor informal untuk negara tujuan
Malaysia. Pembatasan penempatan TKI juga diberlakukan untuk negara tujuan
Arab Saudi yang berlaku sejak 1 Agustus 2011. Kebijakan pembatasan
penempatan TKI informal ini dilakukan sampai dengan batas waktu yang tidak
ditentukan. Hal ini dikarenakan pemerintah menunggu adanya nota kesepakatan
(Memorandum Of Understanding) yang diajukan oleh pemerintah Indonesia
dengan negara-negara tujuan agar TKI sektor informal diberikan waktu kerja yang
jelas serta jaminan hukum yang lebih baik.
Perumusan Masalah
Migrasi telah menjadi strategi mata pencaharian penting bagi sebagian
masyarakat Indonesia untuk mencari peluang ekonomi yang lebih baik. Tenaga
kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri pada umumnya adalah tenaga kerja
kurang terampil. Tenaga kerja tersebut melakukan migrasi untuk beberapa alasan
termasuk kurangnya kesempatan kerja, kemiskinan dan perbedaan gaji antara
Indonesia dengan negara tujuan.
Pembangunan ekonomi secara umum difokuskan pada usaha peningkatan
pertumbuhan ekonomi. Hasil pertumbuhan ekonomi tersebut diharapkan dapat
didistribusikan secara merata ke seluruh masyarakat, sehingga permasalahan
sosial ekonomi seperti pengangguran, kemiskinan, distribusi pendapatan dan
sebagainya dapat dipecahkan melalui mekanisme trickle down effect (Todaro dan
Smith, 2006). Perkembangan pembangunan perekonomian Indonesia selama
periode 2007-2012 pada gambar 2 menunjukkan bahwa di Indonesia terjadi
peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diiringi dengan penurunan persentase
penduduk miskin. Namun prestasi ini tidak diikuti oleh perbaikan pemerataan
distribusi pendapatan masyarakat. Hal ini ditunjukkan oleh angka gini rasio di
Indonesia yang mengalami peningkatan. Angka gini rasio menunjukkan adanya

6
perubahan distribusi pendapatan penduduk. Gini rasio juga digunakan untuk
melihat apakah pemerataan pendapatan penduduk semakin baik atau semakin
buruk. Pada tahun 2007 angka gini rasio sebesar 0.36, walaupun sempat
mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi 0.35 tetapi kemudian meningkat
menjadi 0.41 pada tahun 2012. Peningkatan angka gini rasio menunjukkan bahwa
distribusi pendapatan pada periode tersebut semakin memburuk. Hal ini
merupakan indikasi bahwa kemiskinan yang dicerminakan oleh ketimpangan
pendapatan yang semakin tinggi merupakan masalah pembangunan ekonomi di
Indonesia, selain pengangguran.
16,58

16,00

0,41
15,42
14,15

persen (%)

14,00
12,00

13,33

12,49

0,38

10,00

6,35

4,00

0,35

0,41
0,4
0,38
0,37

0,36
6,22

6,01

0,42

11,96 0,39

0,37

8,00
6,00

0,41

6,49

6,23

0,36
0,35

4,58

Koefisien Gini

18,00

0,34

2,00

0,33

0,00

0,32
2007

2008

Pertumbuhan Ekonomi

2009

2010

2011

Penduduk Miskin

2012
Koefisien Gini

Sumber : BPS, diolah

Gambar 2. Perkembangan pembangunan perekonomian Indonesia tahun 2007-2012

Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa masalah yang dapat
ditimbulkan dari ketimpangan distribusi pendapatan adalah bahwa ketimpangan
distribusi pendapatan yang ekstrem menyebabkan inefisiensi ekonomi. Kedua,
ketimpangan distribusi pendapatan juga dapat menyebabkan alokasi aset yang
tidak efisien. Ketiga, ketimpangan pendapatan yang ekstrem melemahkan
stabilitas sosial dan solidaritas. Dan keempat, ketimpangan distribusi pendapatan
yang ekstrem pada umumnya dipandang sebagai ketidakadilan.
Hayami (2001), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan
ketimpangan pendapatan diantaranya adalah dualitas struktur ekonomi dan
perbedaan pendapatan antara sektor pertanian dan non pertanian. Menurut
Harahap (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa Sebagian besar
penduduk miskin di Indonesia terutama di daerah pedesaan merupakan buruh tani
tanpa atau dengan kepemilikan lahan dan akses terhadap modal yang sangat
terbatas. Tingkat upah yang rendah serta akses terhadap modal yang terbatas akan
meningkatkan kesenjangan pendapatan.
Setiap kebijakan ekonomi atau sosial yang mempengaruhi pendapatan riil
masyarakat suatu negara secara langsung atau tidak langsung pada akhirnya akan
mempengaruhi proses migrasi suatu negara. Proses migrasi itu sendiri pada
gilirannya cenderung mempengaruhi atau bahkan mengubah pola-pola kegiatan
ekonomi, baik secara sektoral maupun secara geografis dan mengubah pola
distribusi pendapatan, bahkan besar kecilnya tingkat pertumbuhan penduduk
(Todaro, 2006). Tujuan utama kebijakan migrasi internasional tenaga kerja

7
Indonesia adalah membuka kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran.
Dampak positif dari migrasi tenaga kerja ke luar negeri yaitu berkurangnya
tekanan terhadap pasar kerja di dalam negeri. Dampak tersebut semakin dirasakan
karena pekerja migran merupakan pengangguran atau mereka yang bekerja
sebelum berangkat ke luar negeri tetapi pekerjaannya dengan mudah dapat
digantikan oleh pengangguran atau setengah pengangguran yang ada pada pasar
kerja dalam negeri.
Berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan migrasi tenaga
kerja Indonesia ke luar negeri antara lain Peraturan Pemerintah no.4 tahun 1970
tentang program antar kerja antar daerah (AKAD) dan program antar kerja antar
negara (AKAN).
Peraturan ini mengatur penempatan tenaga kerja baik
penempatan di dalam negeri maupun penempatan tenaga kerja ke luar negeri.
Pemerintah kemudian menerbitkan Keputusan Presiden No.29 tahun 1999 tentang
pembentukan Badan Koordinasi Penempatan TKI (BKPTKI). BKPTKI dibentuk
dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas penempatan dan keamanan
perlindungan TKI. Kebijakan tersebut disempurnakan pada tahun 2004 dengan
ditetapkannya Undang-undang no.39 tahun 2004 tentang penempatan dan
perlindungan TKI. Pada tahun 2006 pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden
no.6 tahun 2006 tentang kebijakan reformasi sistem penempatan dan perlindungan
TKI. Meskipun semua kebijakan tersebut ditujukan untuk mengatur penempatan
sekaligus melindungi keamanan TKI yang berada di luar negeri, namun kasus
kekerasan yang menimpa pekerja migran di luar negeri masih tinggi. Kasus
kekerasan yang terjadi biasanya menimpa TKI yang bekerja di sektor informal,
sehingga pemerintah pada 29 Juni 2009 menerapkan kebijakan pembatasan
(moratorium) penempatan TKI utamanya TKI sektor informal. Pembatasan
penempatan TKI ini diberlakukan untuk TKI dengan tujuan Malaysia. Kebijakan
moratorium juga diberlakukan untuk TKI tujuan negara-negara Timur Tengah
yang berlaku sejak Agustus 2011 (IOM,2010).
Penerapan kebijakan moratorium yang ditetapkan oleh pemerintah
tersebut akan berdampak terhadap kesejahteraan pekerja migran. Tenaga kerja
Indonesia yang melakukan migrasi ke luar negeri pada umumnya merupakan
pekerja yang memiliki ketrampilan dan pendidikan rendah (pekerja miskin).
Tujuan mereka melakukan migrasi adalah untuk memperoleh penghasilan yang
lebih baik dan mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga yang ditinggalkan,
sehingga dengan diberlakukannya kebijakan moratorium maka kesempatan untuk
mendapatkan penghasilan yang lebih baik bagi pekerja miskin menjadi tidak ada
lagi. Dengan kata lain kebijakan moratorium memperburuk tingkat pendapatan
pekerja migran yang umumnya berasal dari kelompok rumah tangga golongan
rendah. Hal ini juga dapat diartikan bahwa kebijakan tersebut memperburuk
ketimpangan mendasar dimana seseorang (individu) yaitu pekerja miskin tidak
memiliki pilihan yang sama dengan pekerja lainnya. Menurut Ray (1998)
ketimpangan pendapatan dapat didefinisikan sebagai distribusi pendapatan yang
tidak merata antar individu atau kelompok masyarakat. Ketimpangan pendapatan
akan mengakibatkan adanya ketidakmerataan kemakmuran bagi masyarakat
secara umum dan menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu. Ketimpangan
juga menunjukkan suatu kondisi disparitas mendasar dimana seseorang memiliki
pilihan sedangkan orang lain tidak memiliki pilihan yang sama.

8
Pemerintah menyadari bahwa kebijakan moratorium yang ditetapkan akan
menyebabkan pendapatan pekerja migran memburuk, oleh karena itu pemerintah
menerapkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi tenaga kerja Indonesia
utamanya bagi TKI purna. Program ini merupakan upaya pemerintah agar tenaga
kerja Indonesia yang telah purna dan kembali ke tanah air memperoleh tambahan
modal untuk membuka dan mengembangkan usaha. Fasilitasi KUR bagi TKI
diberikan melalui Bank dengan mekanisme pengajuan kredit menggunakan
agunan sebagai jaminan. KUR bagi TKI ini diharapkan dapat mendorong
penciptaan lapangan kerja baru dan memperbaiki kesejahteraan pekerja migran,
sehingga tidak perlu lagi mencari peluang kesempatan kerja di luar negeri.
Pembatasan penempatan TKI ke luar negeri juga akan memberikan
dampak terhadap menurunnya aliran penerimaan remitansi ke Indonesia. Menurut
World Bank (2012) remitansi memainkan peran penting dalam pembangunan
khususnya di negara-negara sedang berkembang. Remitansi juga merupakan
sumber yang penting dalam dukungan keuangan yang secara langsung
meningkatkan pendapatan rumah tangga pekerja migran. Remitansi mendukung
investasi rumah tangga dalam kesehatan, pendidikan dan usaha kecil rumah
tangga. Jadi kebijakan migrasi internasional akan berpengaruh secara langsung
maupun tidak langsung terhadap kesejahteraan keluarga migran dan pembangunan
di negara asal.
Upaya peningkatan remitansi ini dapat dilakukan dengan cara lebih
meningkatkan penempatan TKI sektor formal. Adanya pergeseran aturan di
negara penerima migrasi yang lebih menerima tenaga kerja terampil juga
mengharuskan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan penempatan TKI
terampil. Selain itu, dalam kerangka Asean Economic Community (AEC)
mobilitas tenaga kerja yang diatur didalamnya hanyalah regulasi untuk mobilitas
tenaga kerja terampil. Hal ini mendorong pemerintah melalui BNP2TKI
menetapkan target peningkatan penempatan TKI formal pada tahun 2013 sebesar
35.4% dengan tetap memberlakukan kebijakan moratorium. Pemerintah juga
menetapkan target jangka panjang untuk menghentikan penempatan TKI sektor
informal dan hanya melakukan penempatan TKI di sektor formal saja pada tahun
2017. Fakta bahwa karakteristik pekerja migran Indonesia adalah tenaga kerja
yang memiliki ketrampilan dan pendidikan rendah membuat pemerintah
menetapkan kebijakan program pelatihan dan kursus ketrampilan. Program
pelatihan dan kursus diberikan kepada TKI melalui dinas Pendidikan.
Serangkaian program dan kebijakan tersebut diharapkan akan mampu
meningkatkan penerimaan devisa negara melalui remitansi. Kebijakan tersebut
juga diharapkan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi
keluarga pekerja migran yang umumnya berasal dari kelompok rumah tangga
golongan rendah, sehingga ketimpangan pendapatan antar kelompok rumah
tangga semakin menurun.
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas dapat dirumuskan
pokok permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah dampak kebijakan migrasi terhadap pendapatan pemerintah,
pendapatan perkapita dan distribusi pendapatan di Indonesia.
2. Mengidentifikasi kebijakan yang paling efektif berpengaruh terhadap
distribusi pendapatan di Indonesia.

9
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dari latar belakang dan permusan masalah yang telah diuraikan, maka
tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis dampak kebijakan penempatan TKI terhadap pendapatan
pemerintah, pendapatan perkapita dan distribusi pendapatan di Indonesia.
2. Merumuskan rekomendasi kebijakan yang paling efektif berpengaruh terhadap
distribusi pendapatan di Indonesia.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu rekomendasi
kebijakan penempatan tenaga kerja Indonesia yang bukan hanya mampu
meningkatkan penerimaan remitansi, namun juga dapat mengurangi kesenjangan
pendapatan di Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencoba untuk memberikan gambaran mengenai dampak
kebijakan migrasi internasional terhadap distribusi pendapatan di Indonesia.
Analisis dampak kebijakan penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar
negeri dengan menggunakan analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE)
dilakukan untuk mengetahui dampaknya terhadap distribusi pendapatan kelompok
rumah tangga di Indonesia. Data jumlah tenaga kerja Indonesia yang bekerja di
luar negeri sulit diperoleh, sehingga dalam penelitian ini digunakan pendekatan
nilai remitansi menurut sektor formal dan informal. Selanjutnya penghitungan
menggunakan analisis indeks Theil dilakukan untuk mengidentifikasi dampak
kebijakan tersebut terhadap kesenjangan pendapatan antara kelompok rumah
tangga pertanian dan kelompok rumah tangga non pertanian.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Migrasi dan Remitansi
Keputusan seseorang untuk melakukan migrasi didorong oleh faktor
ekonomi dan sosial. Faktor ekonomi yang menjadi pendorong migrasi adalah
perbedaan tingkat upah, terbatasnya kesempatan kerja dan adanya kebijakankebijakan pemerintah. Tingginya tingkat upah dan kesempatan kerja yang tersedia
di daerah tujuan migrasi memunculkan harapan akan memperoleh peluang untuk
mendapatkan pekerjaan dan tingkat upah yang lebih tinggi untuk memperbaiki
taraf hidup pekerja migran. Sedangkan faktor sosial yang mendorong
dilakukannya migrasi adalah masalah lingkungan, demografi maupun desakan
sosio-politik (Todaro & Smith, 2006).
Teori migrasi Todaro bertolak dari asumsi bahwa migrasi pada dasarnya
merupakan suatu fenomena ekonomi. Oleh karena itu keputusan untuk melakukan
migrasi juga merupakan suatu keputusan yang telah dirumuskan secara rasional.
Teori tersebut menyatakan bahwa para pekerja migran senantiasa
mempertimbangkan dan membandingkan berbagai macam pasar tenaga kerja

10
yang tersedia bagi mereka di sektor tradisional (rural) dan modern (urban), serta
kemudian memilih salah satu diantaranya yang dapat memaksimumkan
keuntungan yang diharapkan (expected gain) dari migrasi. Pada dasarnya model
Todaro tersebut beranggapan bahwa segenap angkatan kerja baik yang aktual
maupun potensial, senantiasa membandingkan penghasilan yang diharapkan
(expected wage) selama kurun waktu tertentu di sektor modern (urban) yaitu
selisih antara penghasilan dan biaya migrasi dengan rata-rata tingkat penghasilan
yang bisa mereka peroleh di sektor tradisional (rural). Ada dua faktor yang dapat
mempengaruhi keputusan seseorang untuk melakukan migrasi, adapun kedua
faktor tersebut adalah :
1. Faktor Pendorong Migrasi (Push Factor)
Beberapa hal yang bisa dikategorikan sebagai faktor pendorong migrasi
adalah masalah lingkungan, ekonomi, demografi maupun desakan sosio-politik.
Masalah ekonomi yang menjadi faktor pendorong adalah tingkat upah yang
rendah, terbatasnya kesempatan kerja dan adanya kebijakan-kebijakan pemerintah.
Seluruh faktor tersebut secara umum memaksa seseorang untuk melakukan
migrasi.
2. Faktor Penarik Migrasi (Pull Factor)
Bertolak belakang dengan faktor pendorong, faktor penarik cenderung
memberikan insentif bagi individu untuk melakukan migrasi dari negara asal
menuju negara tujuan. Dalam bidang ekonomi faktor penarik adalah adanya
harapan akan memperoleh peluang untuk mendapatkan pekerjaan dan tingkat
upah yang lebih tinggi untuk memperbaiki taraf hidup.
Gambar 3 merupakan model migrasi Todaro yang menghubungkan antara
migrasi dan pasar kerja. Model ini mengasumsikan perekonomian suatu negara
hanya terdiri dari dua sektor saja, yaitu sektor pertanian di daerah pedesaan dan
sektor industri di daerah perkotaan. Permintaan tenaga kerja yang digambarkan
oleh kurva produk marjinal tenaga kerja pada sektor pertanian digambarkan oleh
garis AA’. Sedangkan permintaan tenaga kerja sektor industri digambarkan oleh
garis MM’. Total angkatan kerja yang tersedia disimbolkan dengan OAOM. Dalam
perekonomian pasar neoklasik (upah ditentukan oleh mekanisme pasar dan
seluruh tenaga kerja akan terserap), upah ekuilibriumnya W*A=W*M dengan
pembagian tenaga kerja sebanyak OAL*A untuk sektor pertanian dan OML*M untuk
sektor industri. Sesuai dengan asumsi full employment, seluruh tenaga kerja yang
tersedia terserap habis oleh kedua sektor ekonomi tersebut.
Jika upah ditetapkan oleh pemerintah sebesar ̅ M, yang terletak diatas WA
dan diasumsikan tidak ada pengangguran maka tenaga kerja sebesar OMLM akan
bekerja pada sektor industri di perkotaan, sedangkan sisanya OALM akan berada
pada sektor pertanian di desa dengan tingkat upah sebanyak OAW**A, yang lebih
kecil dibandingkan dengan upah pasar yaitu OAW*A. Sehingga terjadi kesenjangan
upah antara desa dan kota sebanyak ̅ M – W**A. Jika masyarakat pedesaan bebas
melakukan migrasi, maka meskipun di desa tersedia lapangan kerja sebanyak
OALM, mereka akan melakukan migrasi ke kota untuk memperoleh upah yang
lebih tinggi.

M

Tingkat upah di sektor pertanian

A

q’
̅

q
M



A’

Tingkat upah di sektor industri atau manufaktur

11

Sumber : Todaro & Smith (2006)

Gambar 3. Model migrasi Todaro
Adanya selisih tingkat upah desa-kota tersebut mendorong terjadinya arus
migrasi dari desa ke kota. Titik-titik peluang tersebut digambarkan oleh garis qq’
dan titik ekuilibrium yang baru adalah Z. Selisih antara pendapatan aktual di desa
dan di kota adalah ̅ M – WA. Jumlah tenaga kerja yang masih ada pada sektor
pertanian adalah OALA dan tenaga kerja di sektor industri sebanyak OMLM
dengan tingkat upah ̅ M. Sisanya yakni LUS = OMLA – OMLM, akan menganggur
atau memasuki sektor informal yang berpendapatan rendah.
Oleh karena itu migrasi internal menyebabkan pengangguran yang
semakin tinggi di daerah perkotaan. Selanjutnya, migrasi internasional merupakan
salah satu cara untuk mengatasai semakin meningkatnya pekerja sektor informal
dan pengangguran. Migrasi internasional selain untuk mengatasi masalah
pengangguran juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, karena umumnya
upah pekerja di negara lain lebih tinggi daripada upah pekerja di Indonesia. Upah
yang diterima oleh pekerja migran selanjutnya dikirimkan kepada keluarganya
yang berada di daerah asal.
Migrasi internasional dapat juga meningkatkan devisa negara melalui
pengiriman uang (remitansi). Remitansi tersebut digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi (basic need) atau investasi. Jika penghitungan pendapatan
nasional ditinjau dari sisi pengeluaran, maka peningkatan konsumsi masyarakat
dapat meningkatkan pendapat nasional. Demikian juga jika remitansi tersebut
digunakan untuk investasi (menabung) dan diasumsikan bahwa masyarakat
melakukakn investasi di dalam negeri pada lembaga-lembaga keuangan, maka
tabungan masyarakat dapat digunakan untuk membiayai sektor riil. Selanjutnya
peningkatan investasi secara langsung dapat meningkatkan permintaan tenaga
kerja dan pada akhirnya juga meningkatkan pendapatan nasional.
Model Wage Narrowing and Efficiency Gains
Dalam model Wage Narrowing and Efficiency Gains digambarkan
kombinasi pasar tenaga kerja antara dua negara yang berbeda, namun adanya

12
perbedaan upah antara kedua negara tersebut menyebabkan terjadinya migrasi dari
negara yang memiliki tingkat upah yang rendah ke negara yang memiliki tingkat
upah yang lebih tinggi. Selanjutnya migrasi tersebut juga mendorong terjadinya
efisiensi.
Wage

WA

SA

SA

Wage

F

W*

SB

SB

E

W*

DA
H

E

F

WB

DB
H

G
Employment

(a) Pasar tenaga kerja negara A

G
Employment

(b) Pasar tenaga kerja negara B

Sumber : Borjas, 1996

Gambar 4. Wage narrowing and eficiency gains
Misalkan ada dua pasar tenaga kerja bilateral dalam perekonomian, negara
A dan negara B. Diasumsikan bahwa dua pasar mempekerjakan pekerja yang
memiliki ketrampilan yang identik, sehingga pekerja yang bekerja di negara A
adalah pengganti sempurna untuk pekerja yang bekerja di negara B. Gambar 4
mengilustrasikan kurva penawaran tenaga kerja dan kurva pe