The Impact of Changing Economic Structure on Distribution Income Inequality In Indonesia

(1)

DAMPAK PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI TERHADAP

KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI INDONESIA

YONA NOVALIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Perubahan Struktur Ekonomi terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014 Yona Novalia NIM H151110151


(4)

RINGKASAN

YONA NOVALIA. Dampak Perubahan Struktur Ekonomi terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia. Dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI dan SRI MULATSIH.

Pembangunan ekonomi tidaklah semata-mata mengejar pertumbuhan ekonomi, namun juga harus menciptakan pemerataan distribusi pendapatan antar masyarakat, tahun 2002-2011 baik secara nasional maupun pada tingkat provinsi, tingkat ketimpangan distribusi pendapatan Indonesia masih tinggi dan terus mengalami peningkatan, bahkan pada tahun 2011 rata-rata indeks gini Indonesia mencapai angka 0.41 yang merupakan indeks gini tertinggi yang pernah dialami selama proses pembangunan. Sementara itu Indonesia sedang mengalami perubahan struktur ekonomi, yang ditandai dengan menurunnya kontribusi sektor primer dan meningkatnya kontribusi sektor lainnya, hal ini bisa dilihat dari data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2002-2011, sebagian besar provinsi-provinsi di Indonesia mengalami perubahan kontribusi dan beberapa provinsi mengalami pergantian sektor dominan, walaupun masih ada beberapa provinsi yang belum terjadi perubahan pada struktur perekonomiannya. Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka penelitian ini bertujuan; 1) Menganalisis pola perubahan struktur ekonomi dan pola distribusi pendapatan yang terjadi di Indonesia. 2) Menganalisis dampak perubahan struktur ekonomi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari BPS Indonesia. Data yang dianalisis berupa data panel periode 2002-2011 dari 33 provinsi di Indonesia. Data yang digunakan adalah data PDB sektoral, PDRB sektoral, PDRB per kapita, Susenas, indeks gini, pertumbuhan ekonomi, dan data pendukung lainnya. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi data panel statis. Struktur ekonomi dikelompokan menjadi tiga sektor utama, yaitu: 1) sektor primer, terdiri dari subsektor pertanian serta pertambangan dan penggalian; 2) sektor sekunder, terdiri dari subsektor industri pengolahan, listrik, gas, dan air bersih serta konstruksi; 3) sektor tersier terdiri dari subsektor perdagangan, hotel, dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa lainnya. Provinsi dikelompokan menjadi daerah maju dan berkembang. Provinsi dengan pendapatan per kapita diatas rata-rata nasional dikategorikan daerah maju, sedangkan provinsi dengan pendapatan per kapita dibawah rata-rata nasional dikategorikan daerah berkembang.

Kurun waktu 10 tahun dari tahun 2002-2011, secara nasional berdasarkan sektor dominan tidak terjadi perubahan struktur ekonomi, tetap didominasi oleh sektor tersier, kemudian disusul oleh sektor sekunder dan sektor primer, tetapi berdasarkan kontribusi terjadi perubahan struktur ekonomi pada masing-masing sektor dengan kecenderungan sektor tersier semakin meningkat dan sektor primer semakin menurun. Berbeda dengan nasional pada tingkat provinsi, kurun waktu 10 tahun terjadi perubahan struktur ekonomi baik dari sisi dominasi maupun dari sisi kontribusi relatif sektoral. Secara kontribusi semua provinsi di Indonesia mengalami perubahan struktur ekonomi, baik pada daerah maju maupun daerah berkembang, sementara berdasarkan sektor dominan terdapat beberapa provinsi yang mengalami perubahan struktur ekonomi, baik pada daerah maju maupun


(5)

berkembang. Pada daerah berkembang perubahan struktur ekonomi terjadi dari sektor primer ke sektor tersier, dengan pola sektor primer semakin menurun dan sektor tersier semakin meningkat sedangkan sektor sekunder relatif konstan. Pada daerah maju perubahan struktur ekonomi terjadi dari sektor primer ke sektor tersier atau sektor sekunder, dengan pola sektor primer semakin menurun, sektor tersier atau sektor sekunder semakin meningkat. Pola distribusi pendapatan yang terjadi di Indonesia secara nasional maupun pada tingkat provinsi (daerah berkembang maupun daerah maju) memiliki pola perkembangan yang semakin tidak merata atau ketimpanagan yang semakin meningkat.

Hasil analisis fixed effect model menemukan bahwa ada perbedaan pengaruh perubahan struktur ekonomi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan antara daerah berkembang dan daerah maju. Pada daerah berkembang, proses perubahan struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder, dari sektor sekunder ke sektor tersier dan dari sektor primer ke sektor tersier dapat meningkatkan ketimpangan distribusi pendapatan bila terjadi penurunan kontribusi sektor primer, sedang pada daerah maju terjadi hal sebaliknya, proses perubahan struktur ekonomi tidak meningkatkan ketimpangan pada distribusi pendapatan. Hal ini terjadi karena rata-rata sektor primer yang berkembang pada daerah berkembang adalah subsektor pertanian dan perkebunan, yang merupakan subsektor dengan kemampuan menyerap banyak tenaga kerja sehingga jika kontribusinya menurunnya ketimpangan akan meningkat, sedangkan pada daerah maju sektor primer yang berkembang adalah subsektor pertambangan dan penggalian yang hanya bisa dinikmati dan diakses oleh sebagian kecil masyarakat, sehingga jika sektor primer menurun ketimpangan juga menurun. Jika variabel tingkat ketimpangan awal tinggi pada daerah maju maupun pada daerah berkembang cenderung meningkatkan ketimpangan distribusi pendapatan. Peningkatan variabel pertumbuhan ekonomi pada daerah berkembang dapat menurunkan tingkat ketimpangan pendapatan saat terjadi perubahan struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan dari sektor primer ke sektor tersier, sedangkan pada daerah maju justru meningkatkan ketimpangan pendapatan ketika terjadi perubahan struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder.

Saran yang diberikan pada penelitian ini adalah: (1) Di daerah berkembang, kebijakan pembangunan untuk menurunkan tingkat ketimpangan pendapatan, disarankan supaya sektor primer (terutama sektor pertanian yang mendukung industri) tetap dikembangkan diikuti dengan pengembangan pengolahan hasil-hasil produk sektor pertanian (sektor sekunder). Sedangkan pada daerah maju disarankan supaya pengembangan pada sektor primer tidak hanya pada subsektor pertambangan dan penggalian, tetapi juga lebih mengembangkan subsektor pertanian dan perkebunan beserta industri pengelohannya (sektor sekunder). Jenis Industri yang disarankan untuk kedua daerah ini adalah industri yang berbasis pertanian (agroindustri) yang bersifat labour intensif; (2) Tetap mendorong perkembangan sektor tersier terutama sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan menerapkan kebijakan subsidi silang baik pada daerah maju maupun daerah berkembang; (3) Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat dilakukan dengan menggunakan data tenaga kerja dan dapat menambahkan variabel kemiskinan. Kata kunci: Perubahan struktur ekonomi, distribusi pendapatan, ketimpangan,


(6)

SUMMARY

YONA NOVALIA. The Impact of Changing Economic Structure on Distribution Income Inequality In Indonesia. Supervised by YETI LIS PURNAMADEWI and SRI MULATSIH.

Economic development does not solely pursuit the economic growth, but it must also create a more equitable distribution of income among the people. During 2002-2011, both at nationally and at the provincial level, the level of income distribution inequality in Indonesia remains high and continues to increase. Even in 2011 the Indonesian average gini index reached 0.41 which is the highest gini index that Indonesia has. Mean while, the Indonesian economy has been undergoing structural changes, which is marked by the declining of the primary sector’s contribution and the increasing contribution of other sectors. It can be seen from the data of Indonesian GDP during the 2002 to 2011 period. Most provinces in Indonesia experienced changes of contribution and some provinces had changes of the dominant sectors, although there are some provinces which had not experienced a change in their economic structure. Based on the problems mentioned above, this study’s aims areμ 1) analyze the pattern of changes in the economic structure and the pattern of income distribution in Indonesia, and 2) to analyze the impact of changes in the economic structure on the income distribution in Indonesia.

This study uses secondary data from Indonesian BPS and other relevant sources. The analyzed data were in the form of panel data which were derived from the period in 2002-2011 and from 33 provinces in Indonesia. The data used are the GDP, GRDP, Susenas, GRDP per capita, gini index, economic growth, and other supporting data. This study uses descriptive and static panel data regression analysis. Economic structure are grouped into three main sectors, namely: 1) the primary sector, which consists of subsector of agriculture, mining and quarrying; 2) the secondary sector, which consists of subsector of processing industry, electricity, natural gas, water and construction; 3) the tertiary sector, which consists of subsector of trade, hotels and restaurants, transport and communications, finance, business services, and other services. The provinces are grouped into developed and developing regions. Provinces with the per capita income above the national are categorized as developed, while some other provinces with per capita income below the national are categorized as developing.

During the 10 years period from β00β to β011, there wasn’t any change in the economic structure based on the dominant sector in Indonesia. The tertiary sector was still dominating, followed by the secondary and primary sector. Hence there were economic structural changes based on their contribution in each sector with a tendency of increasing in tertiary sector and declining in primary sector. In contrast to what happened nationally, at the provincial level, there were economic structural changes both in terms of dominance and sectoral relative contribution during that period. All provinces in Indonesia experienced economic structural changes in terms of contribution, while based on dominant sector, there were some provinces that experienced changes in economic structure, both in the developed and developing regions. In developing areas, the economic structural change occurred all sectors from the primary sectors to the tertiary sectors, with a


(7)

pattern of declining in primary sectors, increasing in tertiary sectors and relatively constant in the secondary sectors. In developed regions, the economic structural changes also occurred in all sectors from the primary sectors to the tertiary sectors with the pattern of declining primary sectors, and increasing in the tertiary or secondary sectors. The pattern of income distribution in Indonesia both nationally and regionally (in both developing regions and developed regions) had a developing pattern of increasingly uneven or increas inequality.

The results of the fixed effect model analysis found that there were differences in the effect of changes in the economic structure on the income distribution between developing regions and developed regions. In the developing regions, the process of the economic structural changes of the primary sectors to the secondary sectors, the secondary sectors to the tertiary sectors and the primary sectors to tertiary sectors could increase the inequality on income distribution if there was a decrease in the primary sectors contribution.In the developed regions the opposite occurred, the process of economic structural changes of the primary sectors to the secondary sectors, the secondary sectors to the tertiary sectors and the primary sectors to tertiary sectors couldn’t increase the inequality on income distribution. This phenomenon occurred because the most primary sectors which was growing in the developing regions were agriculture and plantation subsector which absorb a lot of labor so that if their contribution decreased, the inequality would increase.While in the developed regions, the growing primary sectors were mining and quarrying subsectors which could only be enjoyed and accessed by a small part of the community. Thus if the primary sector declined, the inequality would also decline. If the variable of initial inequality in developed regions as well as in developing regions is high, the inequality of income distribution would tend to increase. The increasing economic growth variables in developing regions could reduce the level of income inequality when there are economic structural changes of the primary sectors to the secondary sectors and the primary sectors to the tertiary sectors, while in developed regions they actually increase the income inequality when there are economic structural changes of the primary sectors to the secondary sectors.

The advice given in this study are: (1) In developing regions, a policy to reduce income inequality suggested that the primary sector (especially agriculture which supports industry) fixed developed followed by the development of the processing of the results of agricultural products (sekuder sector). While in developed regions suggested policy is not only to develop the mining and quarrying subsector, but also further develop the agricultural sector and the plantation industry and followed by the development of the processing of the results of agricultural products (sekuder sector). Industry types are recommended for both the area is agricultural based industries (agroindustry) that are labor intensive; (2) Encourage the development of the tertiary sector, especially trade, hotels and restaurants by implementing cross-subsidy policy on regional developed and developing regions, (3) further studies are expected to be carried out by using data workforce can add variables poverty.

Keywords: Changes in economic structure, income distribution, inequality, gini index, the data panel, fixed effect model.


(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

DAMPAK PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI TERHADAP

KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(10)

(11)

(12)

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah “Dampak Perubahan Struktur Ekonomi terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr Ir Yeti Lis Purnamadewi, MScAgr selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Wiwiek Rindayati, MSi atas kesediaannya menjadi Penguji Luar Komisi dan Dr Alla Asmara, SPtMSi selaku perwakilan dari Program Studi Ilmu Ekonomi. Demikian juga terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya untuk seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dan proses pembelajaran selama penulis kuliah di Mayor Ilmu Ekonomi. Selanjutnya terima kasih penulis ucapkan kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau yang telah memberikan bantuan selama penyelesaian studi serta Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Dumai, Kepala Dinas Pendidikan Kota Dumai, dan Kepala SMAN Binaan Khusus Kota Dumai yang telah memberikan penulis izin melanjutkan studi dan mendorong penulis dalam penyelesaian studi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua Ibunda Martinas dan Ayahanda Sofyan, serta kakak-kakak yang selama ini telah memberikan dukungan semangat, materi, do’a dan kasih sayang kepada penulis, selanjutnya kepada semua teman-teman mahasiswa pascasarjana IPB, khususnya PS Ilmu Ekonomi atas dukungan dan semangatnya. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penyelesaian tesis ini meskipun namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga hasil penelitian ini berguna dan memberikan kontribusi bagi semua pihak terutama pemerintah dan kalangan akademisi.

Bogor, Januari 2014


(14)

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

1PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 8

Tinjauan Teori 8

Struktur Ekonomi 8

Perubahan Struktur Ekonomi 8

Teori Perubahan Struktur Ekonomi 9

Teori Perubahan Struktur Ekonomi Clark-Fischer (Stage Of

Development) 10

Teori Perubahan Struktur Ekonomi Arthur Lewis (Two Sector

Surplus Labor) 11

Teori Patterns of Development 11

Ketimpangan Distribusi Pendapatan 13

Indikator Pengukuran Distribusi Pendapatan 14

Hubungan Perubahan Struktur Ekonomi dengan Ketimpangan

Distribusi Pendapatan 17

Tinjauan Empiris 20

Kerangka Pemikiran 22

Hipotesis Penelitian 23

3 METODE PENELITIAN 24

Jenis dan Sumber Data 24

Metode Analisis Data 24

Analisis Deskriptif 24

Analisis Indeks Gini 24

Analisis Regresi Data Panel Statis 25

Pemilihan Model Terbaik 26

Uji Asumsi 27

Spesifikasi Model dalam Penelitian 28

Definisi Operasional 29

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 31

Pola Perubahan Struktur Ekonomi 31

Pola Distribusi Pendapatan di Indonesia 36

Dampak Perubahan Struktur Ekonomi terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan di Indonesia 40

Pengaruh Perubahan Struktur Ekonomi dari Sektor Primer ke Sektor Sekunder terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan 40


(16)

Pengaruh Perubahan Struktur Ekonomi dari Sektor Sekunder ke Sektor Tersier dan dari sektor Primer ke Sektor Tersier terhadap

Ketimpangan Distribusi Pendapatan. 45

Pengaruh Perubahan Struktur Ekonomi dari Sektor Sekunder ke Sektor Tersier terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan. 46 Pengaruh Perubahan Struktur Ekonomi dari Sektor Primer ke sektor Tersier terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan. 50 Pengaruh Perubahan Pendapatan Perkapita terhadap Ketimpangan

Distribusi Pendapatan 53

5 SIMPULAN DAN SARAN 54

Simpulan 54

Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 57

LAMPIRAN 61


(17)

DAFTAR TABEL

1. Pertumbuhan ekonomi dan struktur produk domestik bruto Indonesia

tahun 2002-2011 3

2. Perbandingan PDRB Indonesia menurut provinsi dan lapangan usaha

tahun 2002 dan 2011 (%) 5

3. Kerangka identifikasi autokorelasi 28

4. Hasil estimasi model pengaruh perubahan struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder terhadap ketimpangan distribusi pendapatan

di Indonesia 41

5. Hasil estimasi model pengaruh perubahan struktur ekonomi dari sektor sekunder ke sektor tersier dan dari sektor primer ke sektor tersier terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia 46

DAFTAR GAMBAR

1. Persentase distribusi pendapatan nasional tahun 2011 (%) 2

2. Indeks gini Indonesia tahun 2002-2012 2

3. Perbandingan indeks indeks gini Indonesia tahun 2002 dan 2011 6 4. Model pertumbuhan dua sektor yang mengalami surplus tenaga kerja

(two sector surplus labor) 11

5. Perubahan peranan berbagai sektor dalam menciptakan produksi

nasional dalam proses pembangunan 12

6. Kurva “U” terbalik (hipotesis Kuznetz) 13

7. Distribusi pendapatan dalam proses pembangunan 14

8. Kurva Lorenz 15

9. Pengayaan sektor tradisional yang membuat kurva Lorenz semakin

mendekati garis pemerataan 18

10. Pengayaan sektor modern yang membuat kurva Lorenz semakin

menjauhi garis kemerataan 18

11. Pengayaan sektor modern yang tidak menggeser kurva Lorenz 18

12. Kerangka penelitian 23

13. Perkembangan kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap produk

domestik bruto Indonesia tahun 2002-2011 31

14. Sektor dominan pada produk domestik regional bruto tahun 2002 dan

2011 32

15. Rata-rata perubahan kontribusi sektoral daerah berkembang tahun

2002-2011 33

16. Rata-rata perubahan kontribusi sektoral daerah maju tahun 2002-2011 34 17. Pengeluaran per kapita Indonesia tahun 2002-2011 35 18. Perbandingan indeks gini Indonesia pada daerah berkembang tahun

2002 dan 2011 37

19. Perbandingan indeks gini Indonesia pada daerah maju tahun 2002 dan

2011 37

20. Rata-rata perubahan indeks gini menurut provinsi di Indonesia, periode


(18)

21. Rata-rata perubahan indeks gini menurut provinsi di Indonesia, periode

tahun 2002-2011 38

22. Tenaga kerja Indonesia yang bekerja menurut lapangan usaha tahun

2002-2011 39

23. Analisis kuadran perkembangan indeks gini dan sektor primer pada daerah berkembang di Indonesia tahun 2002 dan 2011. 42 24. Penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan usaha

pada daerah berkembang 2011 43

25. Analisis kuadran perkembanagan indeks gini dan sektor tersier pada daerah berkembang di Indonesia tahun 2002 dan 2011. 48

DAFTAR LAMPIRAN

1. Persentase distribusi PDRB Indonesia menurut lapangan usaha tahun

2002-2011 61

2. Persentase distribusi PDRB Indonesia menurut provinsi dan lapangan

usaha tahun 2011 63

3. Persentase distribusi PDRB Indonesia menurut provinsi dan kelompok lapangan usaha pada daerah maju dan daerah berkembang tahun 2011 65 4. Persentase distribusi PDRB Indonesia menurut provinsi dan kelompok

lapangan usaha pada daerah maju dan daerah berkembang tahun 2011 66 5. Rata-rata perubahan kontribusi PDRB dari tahun 2002-2011 67 6. Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut kelompok lapangan

usaha pada daerah maju dan daerah berkembang tahun 2011 (%) 68 7. Angka partisipasi sekolah Indonesia tahun 2011 (%) 69 8. Angka partisipasi sekolah pada daerah maju dan berkembang di

Indonesia tahun 2011 (%) 70

9. Indeks gini Indonesia tahun 2002-2012 71

10. PDRB per kapita Indonesia menurut provinsi tahun 2002-2011(Rp.000) 73 11. Pengelompokan provinsi berdasarkan daerah maju dan berkembang

menurut pendapatan per kapita 75

12. Hasil pengujian antara fixed effect dengan pooled least square (Uji Chow) Model perubahan struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor

sekunder. 77

13. Hasil pengujian antara fixed effect dengan random effect (Uji Hausman) model perubahan struktur ekonomi dari sektor primer ke

sektor sekunder 77

14. Hasil pengujian dengan metode fixed effect model perubahan struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder. 78 15. Hasil pengujian normalitas error dengan metode fixed effect model

perubahan struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder. 79 16. Hasil pengujian antara fixed effect dengan pooled least square (Uji

Chow) model perubahan struktur ekonomi dari sektor sekunder ke sektor tersier, dan dari sektor primer ke sektor tersier. 80 17. Hasil pengujian antara fixed effect dengan random effect (Uji

Hausman) model perubahn struktur ekonomi dari sektor sekunder kesektor tersier, dan dari sektor primer ke sektor tersier. 80


(19)

18. Hasil pengujian dengan metode fixed effect model perubahan struktur ekonomi dari sektor sekunder ke sektor tersier, dan dari sektor primer

ke sektor tersier. 81

19. Hasil pengujian normalitas error dengan metode fixed effect model perubahan struktur ekonomi dari sektor sekunder ke sektor tersier, dan


(20)

(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh setiap negara pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidaklah semata-mata hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, namun juga harus menciptakan pemerataan distribusi pendapatan, sehingga masalah ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi dalam masyarakat dapat diatasi.

Masalah ketimpangan distribusi pendapatan seringkali muncul dalam proses pembangunan, masalah ini tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, negara maju sekalipun tidak terlepas dari persoalan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat serta tingkat kesulitan dalam mengatasinya yang akan dipengaruhi oleh karakteristik suatu negara (luas wilayah, jumlah penduduk, sumberdaya alam, struktur ekonomi dan sebagainya). Semakin tinggi tingkat ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya. Negara maju menunjukkan memiliki tingkat ketimpangan yang relatif kecil, sebaliknya negara sedang berkembang cenderung menunjukkan memiliki tingkat ketimpangan yang relatif tinggi dan untuk mengatasinya relatif sulit, sehingga memerlukan perhatian khusus dalam mengatasinya. Masalah ketimpangan ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan dunia internasional (Arsyad 2010).

Ketimpangan distribusi pendapatan yang paling jelas terlihat adalah dari aspek pendapatan yang menimbulkan adanya golongan kaya dan golongan miskin dalam masyarakat. Fenomena ketimpangan seringkali menjadi permasalahan serius apabila tidak mampu diatasi secara hati-hati, karena tingkat ketimpangan pendapatan yang tinggi akan menimbulkan masalah yang kompleks seperti masalah kependudukan, ekonomi, sosial, politik dan lingkungan berupa; inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial, solidaritas, dan tingkat ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak adil untuk kesejahteraan masyarakat, serta dalam konteks makro sangat merugikan proses dan hasil pembangunan yang ingin dicapai. Selain itu adanya ketimpangan antar wilayah akan menimbulkan potensi konflik, daerah-daerah yang kurang tersentuh pembangunan mulai menuntut hak-haknya. Begitu pula halnya dengan hubungan antardaerah akan membentuk suatu interaksi saling melemahkan, oleh sebab itu diperlukan pemahaman mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab ketimpangan (Mopangga 2010).

Indonesia sebagai negara sedang berkembang, salah satu masalah besar yang dihadapi adalah masalah ketimpangan. Hingga tahun 2011 selain tingkat ketimpangan Indonesia masih relatif tinggi, tingkat ketimpangan tersebut cenderung meningkat setiap tahunnya. Menurut kriteria World Bank tahun 2011 Indonesia berada pada tingkat ketimpangan sedang sehingga diperlukan perhatian khusus dalam mengatasinya. Berdasarkan data distribusi pendapatan nasional, distribusi pendapatan nasional Indonesia masih belum merata atau timpang, dimana 48% pendapatan nasional dinikmati oleh 20% penduduk kaya, 35%


(22)

2

pendapatan nasional dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan hanya 17% pendapatan nasional yang dapat dinikmati oleh 40% penduduk miskin. Hal ini berarti hasil pembangunan nasional sebagian besar dinikmati oleh kelompok masyarakat yang memiliki tingkat pendapatan tinggi, sedangkan kelompok masyarakat dengan pendapatan menengah dan rendah, dimana jumlahnya jauh lebih besar hanya menikmati sebagian kecil pendapatan nasional. Berdasarkan data distribusi pendapatan nasional tahun 2011 ini mengindikasikan terjadinya trickle up effect dalam proses pembangunan Indonesia.

Sumber: BPS 2012

Gambar 1 Persentase distribusi pendapatan nasional Indonesia tahun 2011 (%) Jika dilihat tingkat ketimpangan Indonesia berdasarkan ukuran indeks gini tahun 2002 sampai dengan tahun 2011, terlihat tingkat ketimpangan pada distribusi pendapatan Indonesia masih terus mengalami peningkatan. Tahun 2002 indeks gini Indonesia masih sebesar 0.33 atau berada pada tingkat ketimpangan rendah, kemudian meningkat menjadi 0.41 pada tahun 2011 yang merupakan tingkat ketimpangan tertinggi yang dialami oleh Indonesia selama proses pembangunan (Gambar 2).

Sumber: BPS 2012

Gambar 2 Indeks gini Indonesia tahun 2002-2012

Secara teoritis tingkat ketimpangan distribusi pendapatan berhubungan dengan perubahan struktur ekonomi. Makki (1994) menyatakan bahwa perubahan struktur ekonomi akan berdampak terhadap distribusi pendapatan, karena belum menunjukkan adanya keseimbangan dengan penyerapan tenaga kerja, sehingga terjadi paradok dalam perekonomian dimana tingkat ketimpangan cenderung meningkat. Sedangkan Kahya (2012) juga menyatakan bahwa perubahan struktur ekonomi akan memiliki dampak terhadap ketimpangan distribusi pendapatan, yaitu dampak negatif dan positif, artinya perubahan struktur ekonomi dapat meningkatkan dan menurunkan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan.

48%

17% 35%

20% Penduduk Kaya

40% Penduduk Miskin

40% Penduduk Menengah

0,32 0,34 0,36 0,38 0,40 0,42

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

In

de

ks

gi

n

i


(23)

3 Perubahan struktur ekonomi merupakan suatu proses terjadinya pergeseran peran sektor-sektor dalam struktur perekonomian, dari sektor primer ke sektor sekunder kemudian ke sektor tersier (Chenery dan Syrquin 1975). Semakin tinggi Produk Domestik Bruto (PDB) dalam suatu masyarakat peranan sektor pertanian dalam output dan kesempatan kerja semakin menurun, sebaliknya peranan sektor industri dan jasa semakin meningkat. Berdasarkan hal tersebut maka Chenery dan Syrquin (1975) menyatakan bahwa terjadinya perubahan dalam struktur perekonomian dapat ditandai dengan: a) produk domestik bruto dari sektor pertanian menurun dan sektor lainnya meningkat; b) persentase tenaga kerja yang bekerja disektor pertanian semakin menurun dan sektor lainnya mengalami peningkatan; c) sifat produksi berubah menjadi bersifat industrial.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia menunjukkan seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi, secara kontribusi terjadi perubahan dalam struktur perekonomian Indonesia. Rata-rata laju pertumbuhan Produk Domestik (PDB) Indonesia periode 2002-2011 tergolong tinggi dalam kisaran 4-6% pertahun. Sementara itu struktur ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang ditandai dengan menurunnya kontribusi sektor primer dan meningkatnya kontribusi sektor lainnya (Tabel 1). Tahun 2002 kontribusi sektor primer terhadap PDB Indonesia sebesar 30.74%, tahun 2011 turun menjadi 20.48%, kontribusi sektor sekunder tahun 2002 sebesar 30.12%, tahun 2011 meningkat menjadi 32.97%, dan kontribusi sektor tersier tahun 2002 sebesar 39.14%, tahun 2011 meningkat menjadi 46.54%. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan, secara kontribusi telah terjadi perubahan pada struktur perekonomian Indonesia, tetapi tidak terjadi pergantian sektor dominan struktur ekonomi didominasi sektor tersier. Tabel 1 Pertumbuhan ekonomi dan struktur produk domestik bruto Indonesia

tahun 2002-2011

Tahun (t)

Pertumbuhan Ekonomi (%)

Struktur PDB (%)

Primer Sekunder Tersier

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 4.5 4.9 5.1 5.7 5.5 6.3 6.0 4.6 6.1 6.5 30.74 26.05 24.59 23.94 23.30 22.54 21.95 21.85 21.26 20.48 30.12 34.33 34.84 34.65 34.57 34.28 33.79 33.40 33.06 32.97 39.14 39.62 40.57 41.41 42.43 43.18 44.26 44.76 45.68 46.54 Sumber: BPS 2012

Sebagai mana dikemukan oleh Makki (1994) dan Kahya (2012) sebelumnya bahwa perubahan struktur ekonomi berdampak terhadap ketimpangan distribusi pendapatan, maka dirasa perlu menganalisis perubahan struktur ekonomi dan dampaknya terhadap ketimpangan distribusi pendapatan karena akan berkaitan dengan kebijakan pengembangan sektor ekonomi yang dapat menurunkan tingkat ketimpangan pendapatan. Disamping itu distribusi pendapatan sebagai salah satu komponen struktural dalam ekonomi, selama ini hanya diperlakukan sebagai tolak ukur dalam melihat tingkat ketimpangan, dari pada sebagai perangkat khusus dalam pengambilan kebijakan (Kaunang 1992).


(24)

4

Perumusan Masalah

Proses pembangunan ekonomi dengan sendirinya akan membawa perubahan dalam struktur perekonomian. Chenery dan Syrquin (1975) menyatakan bahwa semakin tinggi Produk Domestik Bruto (PDB) dalam suatu masyarakat maka peranan sektor primer semakin menurun, sebaliknya peranan sektor sekunder dan tersier semakin meningkat. Di Indonesia sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa secara nasional, walaupun dari sisi dominasi sektoral tidak terjadi perubahan struktur ekonomi, tetapi berdasarkan kontribusi sektor-sektor terhadap PDB telah terjadi perubahan pada struktur perekonomian Indonesia yang ditandai dengan semakin menurunnya kontribusi sektor primer dan semakin meningkatnya kontribusi sektor lainnya.

Berbeda dengan nasional pada tingkat provinsi jika dilihat berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2002 sampai dengan tahun 2011, sebagian besar provinsi-provinsi di Indonesia mengalami perubahan pada struktur perekonomiannya, baik dilihat dari sisi dominasi sektoral, maupun berdasarkan kontribusi sektoral. Hal ini terlihat dari menurunnya kontribusi sektor primer dan meningkatnya kontribusi sektor sekunder dan tersier (Tabel 2), sehingga pada beberapa provinsi terjadi pergantian sektor dominan, dimana dominasi sektor primer digantikan oleh sektor sekunder atau tersier, tapi masih ada beberapa provinsi yang belum terjadi perubahan pada struktur perekonomiannya, karena masih didominasi oleh sektor primer.

Tahun 2002 kontribusi sektor primer pada masing-masing provinsi masih relatif besar, sehingga sebagian besar provinsi masih didominasi oleh sektor primer, 54.45% provinsi masih didominasi oleh sektor primer, 6.06% provinsi didominasi oleh sektor sekunder, dan 39.39% didominasi oleh sektor tersier. Provinsi Aceh, Riau, Kepulaun Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawsi Barat, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Papua Barat masih didominasi oleh sektor primer, sisannya didominasi oleh sektor sekunder dan tersier.

Tahun 2011 terjadi perubahan struktur ekonomi baik dari sisi kontribusi maupun berdasarkan sektor dominan, dimana sebagian besar provinsi mengalami penurunan kontribusi sektor primer dan peningkatan kontribusi sektor sekunder dan sektor tersier dan beberapa provinsi terjadi pergantian sektor dominan. Tahun 2011 tersisa 30.30% provinsi yang didominasi oleh sektor primer, 12.12% provinsi yang didominasi oleh sektor sekunder, dan 57.58% provinsi yang didominasi oleh sektor tersier. Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Papua adalah provinsi yang masih didominasi oleh sektor primer. Provinsi Kepulauan Riau, Banten, Jawa Barat, dan Papua Barat adalah provinsi yang sudah didominasi oleh sektor sekunder, sementara sisanya didominasi oleh sektor tersier (Tabel 2). Perubahan struktur ekonomi yang terjadi pada sebagain besar provinsi di Indonesia memilki pola yang berbeda-beda antardaerah, karena akan menyesuaikan dengan potensi dan kebijakan daerah dalam pengembangannya, hal ini diduga menjadi penyebab perbedaan ketimpangan pada masing-masing provinsi.


(25)

5 Tabel 2 Perbandingan PDRB Indonesia menurut provinsi dan lapangan usaha

tahun 2002 dan 2011 (%)

Provinsi

2002 2011

Primer Sekunder Tersie

r Primer

Sekunde r

Tersie r

Aceh 55.94 21.65 22.40 34.39 17.77 47.85

Sumatra Utara 28.36 31.13 40.49 24.41 28.67 46.92

Sumatra Barat 28.08 19.60 52.30 25.84 18.73 55.42

Riau 60.48 26.21 13.30 64.47 15.66 19.85

Kepulauan Riau 60.48 26.21 13.30 9.15 56.17 34.68

Jambi 45.46 17.35 37.20 43.36 17.91 38.73

Sumatra Selatan 49.36 24.43 26.22 40.82 25.86 33.33

Kep. Bangka Belitung 41.84 33.22 24.94 36.08 28.79 35.13

Bengkulu 42.66 7.70 49.93 40.56 7.96 51.46

Lampung 46.82 19.20 33.97 40.10 18.52 41.39

DKI Jakarta 0.63 28.27 71.10 0.31 25.85 73.84

Jawa Barat 21.81 45.42 32.77 14.33 48.06 37.59

Banten 9.63 58.70 31.67 7.46 56.32 36.22

Jawa Tengah 23.53 37.61 38.85 18.98 39.82 41.21

DI Yogyakarta 20.80 23.45 55.77 16.78 24.28 58.94

Jawa Timur 20.95 33.58 45.48 16.58 29.73 53.69

Bali 22.90 15.03 62.06 19.78 15.40 64.82

Kalimantan Barat 27.10 29.77 43.14 26.43 25.43 48.14

Kalimantan Tengah 46.91 14.16 39.28 40.46 13.68 45.87

Kalimantan Selatan 43.27 21.86 34.87 45.46 16.45 38.07

Kalimantan Timur 44.08 42.48 13.43 49.16 29.64 21.20

Sulawesi Utara 31.75 23.48 44.78 23.21 24.45 52.33

Gorontalo 33.15 18.37 48.48 29.31 17.43 53.28

Sulawesi Tengah 46.60 14.50 38.89 44.84 13.86 41.29

Sulawesi Selatan 45.21 18.11 36.69 34.31 20.36 45.35

Sulawesi Barat 46.60 14.50 38.89 47.15 14.43 38.43

Sulawesi Tenggara 42.08 16.92 41.00 36.20 18.85 44.96

Nusa Tenggara Barat 56.00 10.74 33.26 45.07 13.58 41.35

Nusa Tenggara Timur 45.33 9.44 45.23 37.27 8.12 54.62

Maluku 36.32 6.65 57.04 31.30 7.23 61.46

Maluku Utara 41.17 17.95 40.89 37.85 14.23 47.92

Papua 76.69 8.12 15.17 51.72 14.36 33.93

Papua Barat 76.69 8.12 15.17 26.87 48.69 24.44

Sumber: BPS 2002 dan 2012

Tabel 2 diatas juga menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan struktur ekonomi pada provinsi-provinsi di Indonesia. Kuznetz (1955) menyatakan bahwa perubahan struktur ekonomi pada tahap awal akan meningkatkan ketimpangan distribusi pendapatan, setelah perubahan struktur ekonomi berjalan dengan sempurna, tingkat ketimpangan dalam distribusi pendapatan akan menurun.


(26)

6

Berbeda dengan Indonesia, baik dilihat secara nasional maupun pada tingkat provinsi, tahun 2002 sampai dengan 2011 seiring berubahnya struktur perekonomian (Tabel 2), semua provinsi di Indonesia mengalami peningkatan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan, terlihat dari indeks gini yang terus meningkat (Gambar 3). Tahun 2002 saat perekonomian masih sebagian besar didominasi oleh sektor primer, indeks gini tertinggi hanya terdapat pada tiga provinsi yaitu Jawa Timur (0.37), Jawa Tengah (0.33), dan Banten (0.31), sedangkan provinsi lainnya masih dibahawah 0.33. Namun pada tahun 2011, seiring berubahnya struktur perekonomian pada masing-masing provinsi, rata-rata indeks gini meningkat menjadi 0.41 dengan indeks gini terbesar dicapai oleh provinsi Kalimantan Timur (0.46), DKI Jakarta (0.44), Papua Barat (0.42), Bali (0.41), Sulawesi Tengah (0.41), Sulawesi Tenggara (0.41) dan Maluku (0.41). Tingginya tingkat ketimpangan dalam masyarakat, dikhawatirkan akan menimbulkan masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik. Oleh karena itu aspek pemerataan pendapatan merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan, karena pemerataan hasil pembangunan merupakan salah satu strategi dan tujuan pembangunan nasional Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sumber: BPS 2002-2012

Gambar 3 Perbandingan indeks gini Indonesia tahun 2002 dan 2011

Data produk domestik regional bruto dan data indeks gini diatas belum cukup untuk menggambarkan proses perubahan struktur ekonomi Indonesia dan dampaknya terhadap distribusi pendapatan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis yang lebih mendalam untuk mengkaji apakah meningkatnya ketimpangan distribusi pendapatan pada masing-masing provinsi di Indonesia merupakan dampak dari perubahan struktur ekonomi yang terjadi. Selain itu kajian tentang perubahan struktur ekonomi yang dikaitkan dengan distribusi pendapatan masih jarang dilakukan pada tingkat daerah, karena pada umumya banyak dilakukan pada tingkat negara. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana pola perubahan struktur ekonomi dan pola distribusi pendapatan yang terjadi di Indonesia?

2. Bagaimana dampak perubahan struktur ekonomi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia?

0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 A ce h S u m U t S u m Ba r Ri au Ja m b i S u m S el Be n g k u lu L am p u n g Ba Be l K ep Ri D K I Ja Ba r Ja T en g D IY Ja T im Ba n te n Ba li N T B N T T K al Ba rt K al T en g K al S el K al T im S u lU t S u lT en g S u lS el S u lT g r G o ro n ta lo S u lBa rt M al u k u M al U t P ab ar P ap u a In de ks gi n i In de ks gi n i

Indeks Gini 2002 Indeks Gini 2011


(27)

7

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak perubahan struktur ekonomi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan, sementara secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pola perubahan struktur ekonomi dan pola distribusi pendapatan yang terjadi di Indonesia.

2. Menganalisis dampak perubahan struktur ekonomi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perubahan struktur ekonomi dan dampaknya terhadap ketimpangan distribusi pendapatan, sementara manfaat lainnya dapat dijadikan sebagai salah satu acuan bagi pengambilan keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan sektor ekonomi yang dapat meningkatkan kemerataan distribusi pendapatan, memperkaya penelitian tentang dampak perubahan struktur ekonomi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Bagi pembaca, diharapakan bisa menjadi informasi dan bahan acuan untuk melakukan penelitian sejenis ataupun lebih lanjut. Bagi penulis sendiri penelitian ini dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran dalam menerapkan ilmu yang telah dipelajari di bidang ekonomi.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian meliputi dua hal. Pertama memberikan deskripsi tentang pola perubahan struktur ekonomi dan pola perkembangan distribusi pendapatan di Indonesia, kurun waktu 2002 sampai dengan 2011. Kedua melakukan analisis dengan studi ekonometrik tentang dampak perubahan struktur ekonomi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia. Cakupan analisis penelitian ini adalah 33 provinsi yang ada di Indonesia pada periode tahun 2002-2011. Penelitian menggunakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik seperti Susenas, PDB, PDRB, PDRB per kapita, indeks gini, dan pertumbuhan ekonomi serta data pendukung lainnya yang dirujuk dari terbitan publikasi BPS.


(28)

8

2 TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teori Struktur Ekonomi

Struktur ekonomi adalah komposisi atau susunan sektor yang membangun perekonomian atau kontribusi sektoral terhadap PDB. Berdasarkan kesepakatan internasional, umumnya terdapat sembilan sektor ekonomi utama di suatu negara (Sahara dan Priyarsono, 2006). Sektor-sektor tersebut adalah Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, Sektor Bangunan dan Konstruksi, Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, Sektor Angkutan dan Komunikasi, Sektor Keuangan dan Jasa Persewaan dan Sektor Jasa-Jasa Lainnya.

Fisher (1935) dalam Sukirno 2006 mengelompokan struktur ekonomi menjadi tiga sektor utama yaitu:

a) Sektor primer, terdiri dari subsektor pertanian , pertambangan dan penggalian. b) Sektor sekunder, terdiri dari subsektor industri pengolahan, listrik, gas, dan air

bersih serta konstruksi.

c) Sektor tersier terdiri dari subsektor perdagangan, hotel, dan restoran, subsektor pengangkutan dan komunikasi, subsektor keuangan, dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa lainnya.

Perbedaan peran antar sektor primer dan sekunder, dapat menggambarkan perbedaan dominasi masing-masing sektor. Struktur ekonomi suatu provinsi pada dasarnya dapat ditelaah atau diukur dari 2 indikator pokok. Pertama, diukur dari nilai moneter seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai lapangan usaha ekonomi di suatu wilayah pada suatu kurun waktu tertentu. Kedua, diukur dari segi ketenagakerjaan, yakni jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha, status pekerjaan, atau jenis pekerjaannya (Harmini, 1997).

Perubahan Struktur Ekonomi

Perubahan struktur ekonomi diartikan sebagai suatu proses terjadinya pergesaran kontribusi sektor-sektor terhadap produk domestik yang dihasilkan dalam perekonomian yang ditandai dengan adanya pergeseran dari sektor primer ke sektor sekunder dan sektor tersier seperti yang dinyatakan Arief 1992 dalam Zikro (2006). Krelle dalam Hackl dan Westle (1991) menyatakan bahwa perubahan struktur ekonomi merupakan perubahan komposisi komoditi permintaan, perubahan struktur tenaga kerja, perubahan dalam hubungan perdagangan, dan lain-lain. Sedangkan Chenery dan Syrquin 1975; Chenery dan Taylor 1968; Chenery dan Watanabe 1958 menyatakan bahwa perubahan struktur ekonomi merupakan suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu sama lain dalam komposisi agregat demand, agregat supply, dan export-import, serta faktor-faktor lain yang diperlukan secara terus menerus untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sosial melalui peningkatan pendapatan per kapita.

Chenery dan Syrquin (1975) menyatakan bahwa perubahan struktur ekonomi dapat ditandai dengan: a) produk domestik bruto dari sektor pertanian menurun dan sektor lainnya meningkat; b) persentase tenaga kerja yang bekerja disektor pertanian semakin menurun dan sektor lainnya mengalami peningkatan;


(29)

9 c) sifat produksi berubah menjadi bersifat industrial. Baharsyah (1992) dalam Fabiomarta (2004) mengemukakan ciri-ciri perubahan struktur ekonomi, yaitu 1) peran relatif sektor primer semakin menurun dan peran sektor lainnya semakin meningkat, 2) penyerapan tenaga kerja di sektor primer juga semakin menurun dan sektor lainnya meningkat, 3) pangsa ekspor bahan olahan akan semakin meningkat, 4) perekonomian pedesaan akan semakin terbuka, 5) perubahan pola pikir dari production oriented ke business oriented.

Kuznetz (1966) dari hasil penelitiannya dengan mengumpulkan data yang berasal dari 13 negara maju (Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Denmark, Norwegia, Swedia, Italia, Amerika Serikat, Kanada, Australia, Jepang dan Rusia) membuat kesimpulan mengenai corak perubahan dalam struktur ekonomi pada masa lalu negara maju tersebut, kesimpulan yang diperoleh sebagai berikut: 1. Sumbangan sektor pertanian kepada produksi nasional telah menurun di dua

belas dari tiga belas negara. Umumnya pada taraf permulaan pembangunan ekonomi, peranan sektor itu mendekati setengah dan adakalanya mencapai sampai hampir dua pertiga dari seluruh produksi nasional. Satu-satunya pengecualian dari keadaan ini adalah perubahan yang terjadi di Australia, dalam delapan dasawarsa, peranan sektor pertanian bertambah besar, walaupun dalam masa itu kemajuan ekonominya terus-menerus berlangsung.

2. Di dua belas negara peranan sektor industri dalam menghasilkan produksi nasional meningkat, kecuali Australia. Sumbangan sektor jasa dalam menciptakan pendapatan nasional tidak mengalami perubahan yang berarti dan perubahan itu tidak konsisten sifatnya. Umumnya penurunan sektor pertanian dalam menciptakan produksi nasional di imbangi oleh kenaikan yang hampir sama besarnya dengan peranan sektor industri. Hal ini menyebabkan peranan sektor jasa tidak mengalami perubahan yang berarti.

Dengan demikian, kesimpulan umum yang dapat diambil dari tulisan Kuznetz tersebut adalah: (i) Produksi sektor pertanian mengalami perkembangan lebih lambat (ii) Tingkat pertambahan produksi sektor industri lebih cepat dari pada tingkat pertambahan produksi nasional, (iii) Tidak adanya perubahan dalam peranan sektor jasa dalam produksi nasional berarti bahwa tingkat perkembangan sektor jasa adalah sama dengan tingkat perkembangan produksi nasional.

Menurut hukum Engel, peningkatan pendapatan per kapita dapat merubah pola permintaan domestik dalam mengkonsumsi barang-barang pertanian. Peningkatan pendapatan masyarakat yang disertai meningkatnya populasi penduduk akan menggeser permintaan dari barang-barang makanan (primer) ke barang-barang non-makanan (sekunder dan tersier). Elastisitas pendapatan terhadap permintaan (income elasticity of demand) barang-barang sektor primer (pertanian) menurun dengan meningkatnya pendapatan. Perubahan pola permintaan akan mendorong perubahan struktur ekonomi

Teori Perubahan Struktur Ekonomi

Teori perubahan struktural (structural change theory) memusatkan perhatiannya pada mekanisme yang memungkinkan negara-negara yang masih terbelakang untuk mentransformasikan struktur perekonomian dari pola perekonomian pertanian subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih modern, lebih berorientasi ke kehidupan perkotaan, serta memiliki sektor industri manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor jasa yang tangguh (Todaro 2006).


(30)

10

Aliran pendekatan perubahan struktural didukung oleh Clark-Fischer dengan teori tahapan pembangunan (stage of development), W. Arthur Lewis dengan teori surplus tenaga kerja dua sektor (two sector surplus labor) dan Holis B. Chenery dengan teori pola-pola pembangunan (patterns of development).

Teori Perubahan Struktur Ekonomi Clark-Fischer (Stage Of Development)

Teori stage of develpment diprakarsai oleh Collin Clark yang bergabung dengan Fhisher. Pemikiran Clark dan Fhisher mengenai perubahan struktur ekonomi adalah pergeseran tenaga kerja dan investasi dari sektor primer ke sektor sekunder dan kemudian ke sektor tersier. Clark dan Fhisher berpendapat bahwa makin tinggi pendapatan suatu negara, makin kecil peran relatif sektor primer.

Fisher dalam Fabiomarta (2004) mengemukakan pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan pergeseran permintaan dari sektor primer ke sektor sekunder dan akhirnya ke sektor tersier akan mengakibatkan perubahan dalam struktur produksi melalui struktur ketenagakerjaan dan struktur dana. Clark (1951) menyatakan bahwa terdapat hubungan erat antara perubahan struktur produksi dan struktur ketenagakerjaan menurut sektor. Pergeseran kesempatan kerja dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja dari sektor dengan produktivitas rendah ke sektor dengan produktivitas tinggi. Menurut clark, makin tinggi pendapatan per kapita suatu negara makin kecil peranan sektor pertanian dalam menyediakan kesempatan kerja. Namun sebaliknya sektor industri makin penting peranannya dalam menampung tenaga kerja. Menurut Clark-Fischer perekonomian mempunyai tiga tahapan produksi:

1. Produksi primer, yaitu mengekstraksi bahan mentah/baku dari pertanian, pertambangan, perikanan dan kelautan. Negara yang berpendapatan rendah cenderung didominasi oleh kegiatan produksi primer.

2. Produksi sekuder, yaitu produksi industri melalui industri pengolahan, dan konstruksi, negara dengan penghasilan sedang biasanya didominasi sektor ini. 3. Produksi tersier, yaitu mengutamakan kegiatan jasa seperti pendidikan,

pariwisata. Negara dengan pendapatan tinggi, sektor produksinya didominasi oleh kegiatan sektor tersier ini. Mendominasinya sektor tersier, menandakan kedewasaan dalam proses pemabangunan.

Fisher pada tahun 1935 mengemukakan pendapat bahwa pertumbuhan ekonomi biasanya disertai dengan pergeseran permintaan dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Pada giliranya hal itu akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur produksi yang sesuai dengan pergeseran permintaannya, yaitu pegeseran kesempatan kerja dan alokasi dana dari sektor primer ke sektor sekunder dan akhirnya ke sektor tersier (Fabiorta 2004).

Clark (1951) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan transformasi ekonomi dapat dicapai dengan cara meningkatkan produkstivitas pada setiap sektor dengan mengalihkan tenaga kerja dari yang produktivitasnya rendah ke yang produktivitasnya tinggi. Distribusi tenaga kerja di negara-negara maju saat ini terlihat bahwa proporsi tenaga kerja terbesar terletak pada sektor sekunder dan tersier. Clark dan Fisher (1951) dalam Fabiorta (2004) dengan adanya kemajuan ekonomi suatu masyarakat jumlah tenaga kerja sektor primer cenderung menurun dibandingkan dengan sektor sekunder, dan selanjutnya sektor sekunder juga menurun dibandingkan sektor tersier.


(31)

11

Teori Perubahan Struktur Ekonomi Arthur Lewis (Two Sector Surplus Labor)

Teori Lewis merupakan teori pembangunan yang memusatkan perhatian pada terjadinya perubahan struktur ekonomi (structural transformation) yang awalnya bersifat subsisten menjadi lebih industrial. Perekonomian terdiri dari dua sektor yakni: 1) sektor tradisional, yaitu sektor pedesaan yang kelebihan tenaga kerja dengan produktivitas marginal sama dengan nol (surplus tenaga kerja), jika ditarik sebagian, sektor pertanian tersebut tidak akan mengalami penurunan output, 2) sektor industri perkotaan modern, memiliki tingkat produktivitas yang tinggi dan menjadi tempat penampung tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten. Transformasi atau perubahan struktur ekonomi dengan sendirinya akan terjadi dan perekonomian pada akhirnya beralih dari perekonomian pertanian tradisonal menjadi perekonomian industri modern yang berorientasi pada pola kehidupan perkotaan (Lewis 1954) seperti pada Gambar 4.

Sumber: Todaro dan Smith (2006)

Gambar 4 Model pertumbuhan dua sektor yang mengalami surplus tenaga kerja (two sector surplus labor)

Teori Patterns of Development

Teori patterns-of-development yang dikemukakan Chenery memfokuskan tentang perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan struktur ekonomi, industri, dan kelembagaan secara bertahap pada suatu perekonomian yang terbelakang sebagai akibat meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, sehingga memungkinkan tampilnya industri-industri baru untuk menggantikan kedudukan sektor pertanian sebagai penggerak roda pertumbuhan ekonomi (Chenery dan Syrquin 1975).

Hasil penelitian empiris yang dilakukan oleh Chenery dan Syrquin (1975) mengidentifikasi bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita membawa perubahan dalam pola permintaan konsumen dari penekanan pada makanan dan barang kebutuhan pokok lain ke berbagai macam barang-barang manufaktur dan jasa, akumulasi modal fisik dan manusia (sumber daya manusia), perkembangan kota-kota dan industri–industri di urban bersamaan


(32)

12

dengan proses migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan, dan penurunan laju pertumbuhan penduduk, serta family size yang semakin kecil, struktur ekonomi suatu negara bergeser dari yang semula di dominasi oleh sektor pertanian dan pertambangan, menuju sektor-sektor non primer khususnya industri.

Hasil penelitian Chenery dan Syrquin adalah sama dengan Kuznetz, dimana semakin tinggi Produk National Bruto (PNB), maka peranan sektor pertanian di dalam output dan kesempatan kerja semakin menurun, sebaliknya peranan sektor industri dan jasa semakin meningkat. Transformasi diartikan sebagai proses perubahan struktur ekonomi, hal ini berarti yang dimaksud dengan perubahan struktur ekonomi adalah terjadinya pergeseran dari satu sektor ekonomi kepada sektor ekonomi lain yang dapat mempengaruhi perubahan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Aspek penting yang dibahas dalam analisis Chenery tentang transformasi ekonomi adalah adanya penekanan mengenai hubungan kuantitatif antara pendapatan per kapita dalam persentase sumbangan sektor-sektor ekonomi terhadap produk domestik bruto tergantung kepada tingkat pendapatan per kapita dan jumlah penduduk pada negara tersebut. Chenery menggambarkan perubahan peranan berbagai sektor ekonomi dalam menciptakan Produk Domestik Bruto (PDB) seperti pada Gambar 5.

Sumber: Sukirno (2006)

Gambar 5 Perubahan peranan berbagai sektor dalam menciptakan produksi nasional dalam proses pembangunan

Gambar 5 menunjukkan perubahan yang terjadi dalam subsektor industri pengolahan dalam proses pembangunan, maka Chenery membagi industri-industri tersebut ke dalam tiga golongan, yaitu industri barang konsumsi, industri barang mentah, dan industri barang modal. Mengenai perubahan subsektor industri pengolahan, Chenery menunjukkan bahwa pada waktu pendapatan per kapita US$100 berbagai subsektor industri pengolahan di atas peranannya adalah sebagai berikut; 68% dari produksi subsektor industri itu berasal dari industri barang-barang mentah, dan 12% berasal dari industri barang-barang-barang-barang modal. Kemudian pada tingkat pendapatan per kapita sebesar US$ 600, komposisi produksi sub-sektor industri pengolahan adalah sebagai berikut; industri barang-barang konsumsi peranannya menurun dan hanya menghasilkan sebesar 43% dari produksi subsektor industri pengolahan, sedangkan industri barang-barang modal peranannya meningkat, yaitu menghasilkan sebesar 35% dari produksi subsektor industri pengolahan, sementara peranan industri barang-barang mentah tidak mengalami perubahan.


(33)

13

Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Ketimpangan distribusi pendapatan adalah suatu kondisi dimana distribusi pendapatan yang diterima masyarakat tidak merata. Ketimpangan di tentukan oleh tingkat pembangunan, heterogenitas etnis, ketimpangan juga berkaitan dengan kediktatoran dan pemerintahan yang gagal menghargai property rights (Gleaser 2006). Ketimpangan pendapatan terjadi apabila sebagian besar penduduk memperoleh pendapatan yang rendah dan pendapatan yang besar hanya dimiliki oleh sebagian kecil penduduk. Semakin besar perbedaan pendapatan yang diterima masing-masing kelompok menunjukkan semakin besarnya ketimpangan. Adanya ketimpangan yang tinggi dalam masyarakat menurut Todaro dan Smith (2006) akan menimbulkan setidaknya dua dampak negatif yaitu; 1) terjadinya inefisiensi ekonomi, yang terjadi karena semakin sulitnya masyarakat mengakses kredit terutama penduduk miskin, sedangkan penduduk kaya cenderung lebih konsumtif untuk barang mewah, 2) Melemahnya stabilitas dan solidaritas sosial.

Kuznetz (1955) menyatakan bahwa pendapatan di sektor industri dan jasa bukan hanya tinggi tetapi juga tidak merata sehingga ketika pertumbuhan ekonomi mengarah pada semakin besarnya peran kedua sektor tersebut maka akan terjadi perbedaan ditribusi pendapatan yang semakin memburuk atau semakin timpang. Akan tetapi ketika perekonomian mencapai level yang paling tinggi maka akan terjadi redtribusi pendapatan melalui transfer pendapatan kepada faktor produksi dalam proses pembangunan sehingga distribusi akan semakin membaik. Konsep yang dikemukan oleh Kuznetz tersebut selanjutnya dikenal luas dengan nama konsep kurva Kuznetz U terbalik yang diambil dari bentuk kurvanya yang terlihat pada Gambar 6.

Sumber: Kuznet 1955

Gambar 6 Kurva “U” terbalik (hipotesis Kuznetz)

Ahwalia (1974) menganalisis tentang hubungan antara proses pembangunan dan distribusi pendapatan per kapita. Hasil penelitian ini mendukung pendapat yang dikemukakan oleh Kuznetz bahwa pada tahap awal pertumbuhan, yaitu ketika pendapatan per kapita US$100 sampai US$600, distribusi pendapatan semakin memburuk yang ditandai dengan proporsi bagi 20% penduduk penerima pendapatan tertinggi semakin besar, sementara proporsi bagi 40% penduduk penerima pendapatan terendah semakin kecil. Proporsi ini akan tetap (constans) sampai pendapatan per kapita mendekati US$800, apabila proses pembangunan terus berlanjut, akan membuat proporsi bagi 20% penduduk penerima pendapatan tertinggi akan semakin mengecil yang diiringi dengan peningkatan bagian pendapatan yang diterima oleh 40% penduduk penerima pendapatan terendah, dan selanjutnya ketimpangan pada distribusi pendapatan akan menurun (Gambar 7).


(34)

14

Sumber: Ahwalia 1974

Gambar 7 Distribusi pendapatan dalam proses pembangunan

Adelman Morris (1973) sebagaimana dikutip oleh Bryant dan White (1982) menyatakan bahwa pembangunan pada mulanya disertai dengan penurunan absolut maupun relatif pada pendapatan rata-rata kelompok penduduk miskin dan setelah itu lama-kelamaan kelompok-kelompok itu akan memasuki ekonomi upah, pada titik inilah ketidakmerataan secara bertahap akan berkurang. Sedangkan Susanti et al. (1995) menyatakan bahwa perbedaan distribusi pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya, faktor produksi, dan kepemilikan barang-barang modal (capital stock). Pihak yang memiliki barang modal lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula dibandingkan dengan pihak yang memiliki sedikit barang modal. Dalam pandangan teori Neoklasik perbedaan kepemilikan faktor produksi akan dapat hilang melalui suatu proses penyesuaian otomatis sehingga proses pembangunan akan menetes (trickle down) dan menyebar sampai timbul keseimbangan baru. Pendapat lain menyatakan bahwa ketidakmerataan pembagian pendapatan terjadi akibat dari ketidaksempurnaan pasar yang diartikan sebagai adanya gangguan sehingga pasar tidak dapat bekerja secara sempurna yang dapat disebabkan oleh perbedaan kepemilikan informasi, intervensi pemerintah, dan yang paling sering terjadi di negara berkembang adalah adanya kolusi antara beberapa pelaku ekonomi dengan pemerintah.

Indikator Pengukuran Distribusi Pendapatan

Terdapat dua ukuran pokok yang digunakan dalam menganalisa distribusi pendapatan yaitu distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) dan distribusi pendapatan fungsional atau pangsa distribusi pendapatan per faktor produksi (functional or factor share distribution of income (Todaro dan Smith 2006). Size distribution of income secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga. Berdasarkan ukuran ini, cara mendapatkan penghasilan tidak dipermasalahkan, apa yang lebih diperhatikan dari ukuran ini adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima seseorang, tidak peduli dari mana sumbernya. Selain itu, lokasi sumber penghasilan (desa atau kota) maupun sektor atau bidang kegiatan yang menjadi sumber penghasilan (pertanian, manufaktur, perdagangan, jasa) juga diabaikan. Sedangkan functional or factor share distribution of income berfokus pada bagian dari pendapatan nasional total yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal). Teori distribusi pendapatan nasional ini pada

Tingkat Pendapatan per kapita

T

ingk

at

K

et

im

pa

ng

an Proporsi bagi 20%

penerima pendapatan

Proporsi bagi 40% penerima pendapatan


(35)

15 dasarnya mempersoalkan persentase penghasilan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha atau faktor produksi yang terpisah secara individual, dan membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga, dan laba (masing-masing merupakan perolehan dari tanah, modal uang, dan modal fisik). Walaupun individu-individu tertentu mungkin saja menerima seluruh hasil dari segenap sumber daya tersebut, tetapi hal itu bukan merupakan perhatian dari analisis pendekatan fungsional ini.

Guna mengukur ketimpangan pendapatan di antara penduduk, ukuran yang digunakan berdasarkan ukuran size distribution of income. Namun, karena data pendapatan sulit diperoleh, maka pengukuran ketimpangan atau distribusi pendapatan selama ini didekati dengan menggunakan data pengeluaran. Dalam hal ini analisis distribusi pendapatan dilakukan dengan menggunakan data total pengeluaran rumah tangga sebagai proksi pendapatan. Terkait dengan hal tersebut, terdapat empat ukuran yang merefleksikan ketimpangan distribusi pendapatan yaitu indeks gini, ukuran Bank Dunia, indeks Theil dan indeks-L.

a. Indeks gini

Indeks gini adalah salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Adapun rumus umum indeks gini adalah sebagai berikut

GR = 1 – ���� (���+��� −1)

=1 (2.1)

Dimana: GR merupakan koefisien gini, ��� merupakan frekuensi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-I; Fci merupakan frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke-i dan Fci-1 merupakan frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke (i-1).

Cara lain yang sering digunakan untuk mengitung indeks gini adalah dengan menggunakan kurva Lorenz. Indeks gini dirumuskan sebagai rasio antara luas bidang yang terletak antara kurva Lorenz dan garis diagonal (luas bidang A) dengan luas separuh segi empat, dimana kurva Lorenz berada (luas bidang BCD). Rumusan ini di ilustrasikan pada Gambar 8.

GR = Luas Bidang A

Luas Bidang BCD (2.2)

Sumber: Todaro dan Smith (2006)


(36)

16

Pada Gambar 8 besarnya ketimpangan digambarkan oleh daerah A, sedangkan indeks gini adalah rasio perbandingan antara luas bidang A dengan luas segitiga BCD. Dari gambaran tersebut dapat dilihat bahwa bila pendapatan didistribusikan secara merata dengan sempurna, maka semua titik akan terletak pada garis diagonal. Dengan demikian angka koefisiennya sama dengan nol. Sebaliknya, bila hanya satu pihak saja yang menerima seluruh pendapatan, maka luas daerah A akan sama dengan luas segitiga, sehingga indeks gini bernilai satu. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa suatu distribusi pendapatan dikatakan makin merata bila nilai indeks gini mendekati nol (0), sedangkan makin tidak merata suatu distribusi pendapatan maka nilai indeks gini makin mendekati satu. Kriteria ketimpangan pendapatan berdasarkan indeks gini (Arsyad 2010) adalah sebagai berikut:

1. Antara 0 – 0.39 = tingkat ketimpangan rendah. 2. Antara 0.40 – 0.49 = tingkat ketimpangan sedang. 3. Lebih dari 0.50 = tingkat ketimpangan tinggi. b. Ukuran Bank Dunia

Cara lain yang juga sering diterapkan dalam mengidentifikasi ketimpangan pendapatan adalah kriteria yang dikemukakan oleh Bank Dunia, dengan mengelompokkan penduduk ke dalam tiga kelompok sesuai dengan besarnya pendapatan, yaitu:

1. 40% penduduk dengan pendapatan terendah. 2. 40% penduduk dengan pendapatan menengah. 3. 20% penduduk dengan pendapatan tinggi.

Kemudian berdasarkan kriteria ini, ketimpangan pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan penduduk dari kelompok yang berpendapatan 40% terendah dibandingkan total pendapatan seluruh penduduk. Selain dari sisi pendapatan, pengukuran ketimpangan berdasarkan kriteria Bank Dunia tersebut juga dapat dilakukan dengan menggunakan data pengeluaran. Karena data pengeluaran lebih mudah diperoleh, maka pengukuran ketimpangan menurut kriteria Bank Dunia ini lebih sering menggunakan data pengeluaran. Namun, pengukuran ketimpangan pendapatan dengan pendekatan pengeluaran memiliki kelemahan antara lain data yang disajikan akan underestimate dibandingkan bila data yang dipergunakan adalah data berdasarkan pendapatan. Hal ini disebabkan adanya sebagian pendapatan yang tidak dibelanjakan dan disimpan sebagai tabungan (saving). Penyebab lainnya adalah adanya transfer pendapatan. Kategori ketimpangan yang ditentukan dengan menggunakan kriteria Bank Dunia adalah sebagai berikut:

1. Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40% terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk kurang dari 12% dikategorikan ketimpangan pendapatan tinggi;

2. Jika proporsi jumlah pendapatan penduduk yang masuk kategori 40% terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk antara 12%-17% dikategorikan ketimpangan pendapatan sedang atau menengah;

3. Jika proporsi jumlah pendapatan penduduk yang masuk kategori 40% terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk lebih dari 17% dikategorikan ketimpangan pendapatan rendah.


(37)

17 c. Indeks Theil dan Indeks-L

Ukuran ketimpangan pendapatan lain yang banyak digunakan adalah Indeks Theil dan Indeks-L (ukuran deviasi log rata-rata). Kedua ukuran tersebut masuk dalam famili ukuran ketimpangan “generalized enthropy”, adapun rumus “generalized enthropy” umum dapat ditulis sebagai berikutμ

GE = 1

� �−1

1

�� �

∝ − 1

�=1 (2.3)

σilai GE bervariasi antara 0 dan ∞ dengan 0 mewakili distribusi yang merata dan nilai yang lebih tinggi mewakili tingkat ketimpangan yang lebih tinggi. Parameter α dalam kelompok ukuran GE mewakili penimbang yang diberikan pada jarak antara pendapatan pada bagian yang berbeda dari distribusi pendapatan. Untuk nilai α yang lebih rendah, GE lebih sensitif terhadap perubahan pada ekor bawah dari distribusi (penduduk miskin), dan untuk nilai α yang lebih tinggi GE lebih sensitif terhadap perubahan yang berakibat pada ekor atas dari distribusi (penduduk kaya). σilai α yang paling umum digunakan adalah 0 dan 1.

Hubungan Perubahan Struktur Ekonomi dengan Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Banyak perhatian yang telah diberikan terhadap perubahan distribusi pendapatan dalam masa pembangunan. Salah satunya dikemukakan oleh Kuznetz yang terkenal dengan hipotesis Kuznetz U terbalik, dengan menggunakan data antar negara (cross section) dalam jangka waktu tertentu (time series), Kuznetz (1955) menemukan hubungan antara ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat pendapatan per kapita dalam bentuk kurva U terbalik. Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi atau perubahan dalam struktur ekonomi dari suatu ekonomi pedesaan (rural) ke suatu ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi industri. Pada awal proses pembangunan, ketimpangan dalam distribusi pendapatan akan naik sebagai akibat dari proses industrialisasi, pada akhir proses pembangunan, ketimpangan menurun, yakni saat sektor industri di daerah perkotaan sudah dapat menyerap sebagian besar tenaga kerja yang datang dari pedesaan (sektor Pertanian) atau pada saat pangsa pertanian kecil di dalam produksi dan penciptaan pendapatan.

Kuznetz (1955), juga mengemukakan ketimpangan distribusi pendapatan yang diukur dengan menggunakan indeks gini yang merupakan fungsi dari kontribusi sektor-sektor dalam perekonomian:

G = f (XA, XB) (2.4)

variabel XA dan XB mewakili output dari pertanian dan sektor non-pertanian, sedangkan G menunjukkan ketimpangan pendapatan dengan ukuran indeks gini.

Field 1980 dalam Zikro (2006) dengan menggunakan kurva Lorenz, melakukan sebuah kajian analisis tentang hubungan antara pergeseran sektor-sektor ekonomi dengan pola distribusi pendapatan kajian analisis ini didasari pada teori two sector surplus labour dari Lewis (1954) yang menyatakan bahwa proses pembangunan akan menghasilkan transfer tenaga kerja dari sektor tradisional (pertanian di pedesaan yang surplus tenaga kerja) ke sektor modern di perkotaan. Dari hasil penelitian Field berhasil memperlihatkan sebuah kajian analisis bagaimana hubungan antara pergeseran peran sektor ekonomi dengan pola distribusi pendapatan. Hubungan tersebut adalah:


(38)

18

1. Pertumbuhan dengan pengayaan sektor tradisional akan memperbaiki pemerataan distribusi pendapatan (Gambar 9)

Sumber: Field dalam Zikro (2006)

Gambar 9 Pengayaan sektor tradisional yang membuat kurva Lorenz semakin mendekati garis pemerataan

2. Pertumbuhan dengan pengayaan sektor modern akan memperburuk pemerataan distribusi pendapatan (Gambar 10)

Sumber: Field dalam Zikro (2006)

Gambar 10 Pengayaan sektor modern yang membuat kurva Lorenz semakin menjauhi garis kemerataan

3. Pertumbuhan perluasan sektor modern tidak memperbaiki dan tidak memperburuk distribusi pendapatan (Gambar 11)

Sumber: Field dalam Zikro (2006)


(39)

19 Dastidar (2004) menunjukkan hubungan antara perubahan struktur ekonomi dengan distribusi pendapatan, hal ini didasarkan pada konsep yang dikemukakan oleh Kuznetz (1955) berdasarkan kajian empirisnya tentang perubahan kontribusi sektor-sektor dalam total output dan penyerapan tenaga kerja. Konsep tersebut adalah; a) bahwa dalam proses pembangunan akan terjadi peningkatan kontribusi dari sektor-sektor non-pertanian yang diiringi dengan penurunan kontribusi dari sektor pertanian terhadap total output dan penyerapan tenaga kerja; b) bahwa pendapatan per kapita di sektor-sektor non-pertanian selalu lebih besar dari pada pendapatan per kapita di sektor pertanian; c) ketimpangan distribusi pendapatan di sektor pertanian tidak sebesar yang terjadi di sektor non-pertanian.

Seperti yang pernah dikemukan oleh Kuznetz (1955) bahwa ketimpangan merupakan fungsi dari kontribusi sektor-sektor terhadap total output, dengan bentuk persamaan:

G=f (XA, XB) (2.5)

Dimana variabel XA dan XB merupakan kontribusi dari sektor pertanian dan sektor non-pertanian, dan G menunjukkan ukuran ketimpangan pendapatan indeks gini. Dastidar (2004) mengembangkan model tersebut dengan mengelompokan sektor-sektor menjadi tiga sektor-sektor utama, yaitu sektor-sektor pertanian, sektor-sektor industri dan sektor-sektor jasa, sehingga persamaan 2.5 menjadi:

G = f (XA+XI+XS) (2.6)

Variabel XA, XI, XS masing-masing adalah kontribusi dari sektor pertanian, industri, dan jasa dalam total output dan jumlah dari ketiga sektor tersebut adalah 100% yang dapat dirumuskan dalam persamaan berikut:

XA+XI+XS = 100 (2.7)

persamaan 2.7 diatas menjadi persamaan berikut:

G = f(XA.XI.(100 - XA-XI)) (2.8)

Jika persamaan 2.8 diagregasi dalam persamaan regresi linear, maka persamaan regresinya adalah:

G = α+ 1XA + 2XI (2.9) Jika persamaan 2.9 diekspresikan dalam persamaan regresi non linear, maka persamaan regresinya adalah:

Git= α+ 1XA+ 2XI+ 3(XA)2+ 4(XI)2+ 5(XA*XI) (2.10) Koefisien 1 dan 2 menunjukkan bagaimana perubahan ketimpangan distribusi pendapatan akibat adanya perubahan struktur ekonomi dari sektor pertanian dan sektor industri ke sektor jasa. Koefisien 3 dan 4 menunjukkan pengaruh perubahan struktur ekonomi dari sektor pertanian dan sektor industri ke sektor jasa secara 2 kali lipat terhadap ketimpangan distribusi pendapatan, dan 5 adalah pengaruhperubahan struktur ekonomi dari sektor pertanian dan industri secara bersamaan ke sektor jasa terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Model kuadratik untuk melihat titik balik dari perubahan struktur ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan. Dalam model tersebut sektor jasa diperlakukan sebagai sektor sisa, dan koefisien α adalah konstanta.


(1)

78

Lampiran 14 Hasil pengujian dengan metode fixed effect model perubahan struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder.

Dependent Variable: INEQUTY

Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 08/27/13 Time: 21:58

Sample: 2002 2011 Periods included: 10 Cross-sections included: 33

Total panel (balanced) observations: 330

Linear estimation after one-step weighting matrix

Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

XY -0.194994 0.015902 -12.26222 0.0000

XY2 0.023433 0.001625 14.42300 0.0000

XY2_DC -0.016295 0.004753 -3.428246 0.0007

XY_DC 0.154144 0.048414 3.183861 0.0016

XP -0.028933 0.013431 -2.154147 0.0321

XP2 -0.000116 3.80E-05 -3.042241 0.0026

XP2_DC 3.54E-05 2.66E-05 1.328182 0.1852

XP_DC 0.003930 0.001445 2.719017 0.0070

XP_IE 0.141328 0.048904 2.889895 0.0042

XP_IE_DC -0.076062 0.033113 -2.297073 0.0224

XP_T 4.48E-06 7.48E-05 0.059954 0.9522

XP_XGR -8.13E-05 4.51E-05 -1.803241 0.0724

XP_XG_DC 8.36E-05 4.67E-05 1.788667 0.0748

XP_XT_DC -5.30E-05 6.16E-05 -0.861154 0.3899

XT 0.015604 0.008898 1.753620 0.0806

XT2 -0.000119 6.16E-05 -1.926267 0.0551

XT2_DC 9.95E-05 2.91E-05 3.418184 0.0007

XT_DC -0.024002 0.010428 -2.301597 0.0221

XT_IE -0.019196 0.028267 -0.679075 0.4977

XT_XGR 0.000114 6.35E-05 1.787763 0.0749

XT_XGR_DC -9.67E-05 7.55E-05 -1.279784 0.2017

XT_XINE_DC 0.080096 0.031229 2.564755 0.0109

C -0.218112 0.195403 -1.116217 0.2653

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.731991 Mean dependent var 0.396301

Adjusted R-squared 0.679363 S.D. dependent var 0.137677

S.E. of regression 0.029179 Sum squared resid 0.234133

F-statistic 13.90896 Durbin-Watson stat 1.946889

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.644335 Mean dependent var 0.322830


(2)

79 Lampiran 15 Hasil pengujian normalitas error dengan metode fixed effect model perubahan struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder.

Berdasarkan nilai probabilitas Jarque Bera yang lebih besar dari taraf nyata 5%, maka dapat disimpulkan bahwa error terdistribusi dengan normal.

0 5 10 15 20 25

-0.075 -0.050 -0.025 0.000 0.025 0.050 0.075

Series: Standardized Residuals Sample 2002 2011

Observations 297

Mean 2.76e-18 Median -0.000603 Maximum 0.076057 Minimum -0.078962 Std. Dev. 0.026942 Skewness 0.186041 Kurtosis 3.160916

Jarque-Bera 2.033702 Probability 0.361732


(3)

80

Lampiran 16 Hasil pengujian antara fixed effect dengan pooled least square (Uji Chow) model perubahan struktur ekonomi dari sektor sekunder ke sektor tersier, dan dari sektor primer ke sektor tersier.

Hasil pengujian antara fixed effect dengan pooled least square (Uji Chow) H0μ α1 = α2 = ... = αi (intercept sama)

H1: sekurang-kurangnya ada satu intercept yang berbeda Redundant Fixed Effects Tests

Equation: EQ01

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 5.431451 (32,241) 0.0000

Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai probabilitas Chi-Square sebesar 0.000 yang berarti keputusan tolak H0.

Kesimpulan: model fixed effect lebih baik daripada model pooled least square

Lampiran 17 Hasil pengujian antara fixed effect dengan random effect (Uji Hausman) model perubahn struktur ekonomi dari sektor sekunder kesektor tersier, dan dari sektor primer ke sektor tersier.

H0: model random effect lebih baik daripada fixed effect

H1: model fixed effect lebih baik daripada random effect

Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: NORMAL

Test cross-section random effects

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 0.000000 22 1.0000

* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero. ** WARNING: robust standard errors may not be consistent with assumptions of Hausman test variance calculation.

Hasil uji Hausman menunjukkan cross-section test varince yang tidak valid. Karena data bersifat tidak acak, hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara komponen error dengan peubah bebas sehinga tidak cukup bukti untuk menerima H0, maka model mengikuti metode Fixed Effect Model.


(4)

81 Lampiran 18 Hasil pengujian dengan metode fixed effect model perubahan struktur ekonomi dari sektor sekunder ke sektor tersier, dan dari sektor primer ke sektor tersier.

Dependent Variable: INEQUTY

Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 08/27/13 Time: 20:39

Sample (adjusted): 2003 2011 Periods included: 9

Cross-sections included: 33

Total panel (balanced) observations: 297

Iterate coefficients after one-step weighting matrix

Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Convergence achieved after 20 total coef iterations

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

XS -0.078674 0.031573 -2.491813 0.0134

XY -0.193431 0.017920 -10.79387 0.0000

XY2 0.023727 0.001742 13.61995 0.0000

XY2_DC -0.017186 0.005916 -2.905001 0.0040

XY_DC 0.202085 0.069821 2.894319 0.0041

XP -0.030124 0.015686 -1.920461 0.0560

XP2 -0.000229 4.59E-05 -4.986904 0.0000

XP2_DC 0.000164 7.00E-05 2.350834 0.0195

XP_DC -0.013240 0.008875 -1.491800 0.1371

XP_IE 0.183079 0.053162 3.443779 0.0007

XP_IE_DC -0.069765 0.064862 -1.075584 0.2832

XP_XS -0.000178 0.000102 -1.756252 0.0803

XP_XGR -3.74E-05 2.03E-05 -1.838400 0.0672

XP_XGR_DC 4.04E-05 2.26E-05 1.792891 0.0742

XP_XS_DC 0.000350 0.000152 2.298800 0.0224

XS2 -4.98E-05 8.70E-05 -0.572767 0.5673

XS2_DC -4.80E-05 3.37E-05 -1.425669 0.1553

XS_DC -0.028354 0.018425 -1.538893 0.1251

XS_IE 0.291253 0.105145 2.770024 0.0060

XS_XGR 0.000163 8.99E-05 1.817696 0.0704

XS_XGR_DC -0.000153 9.94E-05 -1.542125 0.1244

XS_XIE_DC 0.065377 0.057558 1.135845 0.2571

C -0.217636 0.122876 -1.771185 0.0778

AR(1) 0.013781 0.024553 0.561275 0.5751

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.747562 Mean dependent var 0.431032

Adjusted R-squared 0.689951 S.D. dependent var 0.159007

S.E. of regression 0.030298 Sum squared resid 0.221226

F-statistic 12.97617 Durbin-Watson stat 2.040329

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.625729 Mean dependent var 0.326951

Sum squared resid 0.235484 Durbin-Watson stat 2.210444


(5)

82

Lampiran 19 Hasil pengujian normalitas error dengan metode fixed effect model perubahan struktur ekonomi dari sektor sekunder ke sektor tersier, dan dari sektor primer ke sektor tersier.

Berdasarkan nilai probabilitas Jarque Bera yang lebih besar dari taraf nyata 5%, maka dapat disimpulkan bahwa error terdistribusi dengan normal.

0 5 10 15 20 25 30

-0.075 -0.050 -0.025 0.000 0.025 0.050 0.075

Series: Standardized Residuals Sample 2002 2011

Observations 297

Mean -3.43e-18 Median -0.002231 Maximum 0.083646 Minimum -0.081623 Std. Dev. 0.026953 Skewness 0.230190 Kurtosis 3.240933

Jarque-Bera 3.341229 Probability 0.188131


(6)

83

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kampung Baru, Kenagarian Sungai Naning, Kecamatan Bukik Barisan Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat pada tanggal 03 November 1983, sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Sofyan, S. dan Ibu Martinas. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar pada SD 08 Kampung Baru Sungai Naning Kabupaten Lima Puluh Kota pada tahun 1996, Tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Suliki Gunung Mas Kabupaten Lima Puluh Kota Sumbar. Tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SMAN 1 Suliki Gunung Mas, Kabupaten Lima Puluh Kota dan pada tahun yang sama melanjutkan studi di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang (UNP) pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Tata Niaga. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2007.

Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lingkungan Dinas Pendidikan Kota Dumai. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Master pada Program Magister Sains di Program Studi Ilmu Ekonomi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 dengan beasiswa dari Dinas Pendidikan Provinsi Riau melalui Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.