Manfaat Kampung Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga (Toga) Gunung Leutik, Desa Benteng Ciampea Bogor

MANFAAT KAMPUNG KONSERVASI TUMBUHAN OBAT
KELUARGA (TOGA) GUNUNG LEUTIK, DESA BENTENG
CIAMPEA BOGOR

RAHILA JUNIKA TANJUNGSARI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manfaat Kampung
Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) Gunung Leutik, Desa Benteng
Ciampea Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014

Rahila Junika Tanjungsari
NIM E34100076

ABSTRAK
RAHILA JUNIKA TANJUNGSARI. Manfaat Kampung Konservasi Tumbuhan
Obat Keluarga (TOGA) Gunung Leutik, Desa Benteng Ciampea Bogor.
Dibimbing oleh ERVIZAL A.M. ZUHUD dan ELLYN K. DAMAYANTI.
Revitalisasi konservasi untuk kemandirian kesehatan dapat dicapai dengan
pembentukkan kampung konservasi contohnya Kampung Konservasi TOGA
Gunung Leutik. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi manfaat Kampung
Konservasi TOGA Gunung Leutik, berupa pemanfaatan tumbuhan obat,
dampaknya terhadap kesehatan dan ekonomi masyarakat. Metode pengumpulan
data menggunakan wawancara open-ended, studi literatur, dan observasi lapang.
Hasil menunjukkan terdapat 152 jenis tumbuhan obat dari 57 famili yang
dimanfaatkan, dengan famili tumbuhan obat yang paling banyak digunakan adalah
Zingiberaceae dan Asteraceae. Hasil perhitungan Index of Cultural Significance

(ICS) menunjukkan jenis yang pemanfaatannya tertinggi, yaitu jahe merah
(Zingiber officinale), temulawak (Curcuma xantorrizha), dadap (Erythrina
lithosperma), sambiloto (Andrographis paniculata), suji (Dracaena angustifolia),
sirih (Piper betle), sembung (Blumea balsamifera), kencur (Kaempferia galanga),
lempuyang (Zingiber aromaticum), dan kunyit (Curcuma domestica).
Pencanganan Kampung Konservasi Gunung Leutik memberikan dampak positif
bagi kesehatan dan ekonomi masyarakat.
Kata kunci: kampung konservasi TOGA, pemanfaatan, tumbuhan obat.

ABSTRACT
RAHILA JUNIKA TANJUNGSARI. Benefit of Family Medicinal Plant (TOGA)
Conservation Kampoong of Gunung Leutik, Benteng Village Ciampea Bogor.
Supervised by ERVIZAL A.M. ZUHUD dan ELLYN K. DAMAYANTI.
Conservation revitalization for health endurance can be achieved by
establishing a conservation village such as Kampung Konservasi TOGA Gunung
Leutik. The purposes of this research are to identify the benefit of Kampung
Konservasi TOGA Gunung Leutik in the form medicinal plants utilization, and
the impacts of its existence to local people’s health and economy. Methods used
in this research was open-ended interview, literature study, and observation. The
result shows that there are 152 medicinal plant species from 57 families that are

utilized by the local people and most of them are from Zingiberaceae and
Asteraceae families. Index of Cultural Significance (ICS) calculation shows the
most utilized plants are ginger (Zingiber officinale), temulawak (Curcuma
xantorrizha), dadap (Erythrina lithosperma), sambiloto (Andrographis
paniculata), suji (Dracaena angustifolia), sirih (Piper betle), sembung (Blumea
balsamifera), kencur (Kaempferia galanga), lempuyang (Zingiber aromaticum),
and kunyit (Curcuma domestica). Benefits of these medicinal plants are for spices
and daily disease treatment. The existence of Kampung Konservasi Gunung
Leutik gives positive impacts for local people health and economy.
Keywords: TOGA conservation kampoong, medicinal plant, utilization

MANFAAT KAMPUNG KONSERVASI TUMBUHAN OBAT
KELUARGA (TOGA) GUNUNG LEUTIK, DESA BENTENG
CIAMPEA BOGOR

RAHILA JUNIKA TANJUNGSARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan

pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala anugerah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret - Juli
2014 ini adalah manfaat kampung konservasi, dengan judul Manfaat Kampung
Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) Gunung Leutik, Desa Benteng
Ciampea Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Ervizal A. M.
Zuhud, MS dan Ibu Ellyn K. Damayanti, SHut, MSi, PhDAgr selaku pembimbing.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Sekaryati, Bapak
Bukhari, masyarakat Kampung Gunung Leutik, petugas kelurahan Desa Benteng,

dan petugas Puskesmas Ciampea yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahahnda Bapak Yanto Pahroji,
ibunda Upit Sarimanah, adik Habib Salman Giffari dan Kania Kamaratih Cantika,
serta seluruh keluarga, dosen, staf DKSHE, sahabat Nepenthes rafflesiana 47,
Kelompok Pemerhati Flora, teman-teman Fast Track 47 atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Rahila Junika Tanjungsari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii


DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Alat dan Bahan

2

Prosedur Pengumpulan Data

2

Jenis Data yang Dikumpulkan

3


Metode Pengumpulan Data

3

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian

8
8

Karakteristik Informan

10

Pemanfaatan Tumbuhan Obat


12

Manfaat Kampung Konservasi TOGA

20

SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA


24

LAMPIRAN

27

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian
Kriteria dan nilai kepentingan penggunaan
Kriteria dan nilai intensitas penggunaaan

Kriteria dan nilai ekslusivitas penggunaan
Persentase penduduk berdasarkan etnis
Jenis famili tumbuhan obat yang banyak digunakan
Cara pengolahan tumbuhan obat
Jenis tumbuhan yang memiliki nilai ICS tertinggi
Jenis penyakit yang diderita masyarakat

3
7
7
8
9
13
16
18
23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Struktur umur informan
Jumlah tumbuhan obat berdasarkan tingkat pendidikan
Sumber pengetahuan informan
Habitus tumbuhan obat yang digunakan
Kondisi penyebaran tumbuhan obat
Jahe merah (Zingiber officinale) dan temulawak (Curcuma xantorrizha)
Dadap (Erythrina lithosperma) dan sambiloto (Andrographis paniculata)

11
11
12
14
17
19
20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Rekapitulasi tumbuhan obat beserta karakteristiknya
2 Index kepentingan budaya setiap jenis tumbuhan obat
3 Ramuan tumbuhan obat yang digunakan informan

27
36
56

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tumbuhan obat dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengobatan oleh
masyarakat, karena mahalnya dan sulitnya akses untuk mendapatkan obat-obatan
modern. Akses terhadap obat-obatan dan pengobatan modern hanya dapat diakses
oleh kalangan masyarakat yang mampu. World Health Organization (WHO)
menduga bahwa mayoritas masyarakat di kebanyakan negara non-industri masih
mengandalkan bentuk pengobatan tradisional untuk menjaga kesehatan sehari-hari.
Masyarakat diberbagai Negara sekitar 80-90% termasuk dalam kategori ini.
Tumbuhan obat dan produk obat dari hewan, merupakan bentuk dari materi
pengobatan tradisional (Bodeker 2000). Upaya pengobatan tradisional dengan
obat-obat tradisional merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dan
sekaligus merupakan teknologi tepat guna yang potensial untuk menunjang
pembangunan kesehatan.
Masyarakat perkampungan di negara berkembang, mayoritas bergantung
pada biodiversitas sebagai mata pencaharian, memenuhi kebutuhan nutrisi dan
kesehatan mereka. Perubahan lahan hutan menjadi pertanian, dalam jangka
pendek mempertinggi kondisi nutrisi atau konsumsi dari beberapa orang, namun
menyebabkan hilangnya tanaman obat penting dan dapat memunculkan penyakit
akibat ketidakseimbangan ekosistem (Bodeker 2005). Gerakan revitalisasi
digambarkan dalam pengetahuan pengobatan tradisional untuk dikembangkan
secara terintegrasi dalam proyek perawatan kesehatan modern dan tradisional.
Program konservasi dan holtikultura muncul sebagai komponen vital dalam
revitalisasi tradisi kesehatan atau pengobatan lokal. Pengetahuan tradisional dapat
menjadi poin untuk memulai yang fundamental dalam straregi konservasi
(Bodeker 2000). Gerakan revitalisasi ini dapat dilakukan dengan pembentukkan
kampung konservasi.
Salah satu contoh kampung konservasi yang telah dibentuk adalah
Kampung Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) Gunung Leutik yang
terletak di Desa Benteng Ciampea Bogor. Kampung ini berada di sekitar kampus
IPB Darmaga yang merupakan kampung percontohan pemanfatan TOGA. Adanya
TOGA memudahkan masyarakat mendapatkan sumber obat-obatan untuk
menyembuhkan penyakit dengan cepat dan tepat. Hal ini dikarenakan TOGA
dapat dengan mudah ditemukan di sekitar lingkungan tempat tinggal dan tepat
pengobatannya, karena TOGA memiliki khasiat dalam mengobati penyakit.
Potensi yang dimiliki oleh Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik yaitu,
sebanyak 216 spesies tumbuhan obat dari 70 famili (Rosmiati 2010). Jenis-jenis
tumbuhan obat tersebut beberapa sudah dimanfaatkan oleh masyarakat dalam
mengobati penyakit. Mengingat pentingnya manfaat TOGA untuk masyarakat
maka perlu adanya pengembangan Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik
sebagai strategi konservasi jenis tumbuhan obat agar dapat dilakukan pemanfaatan
secara berkelanjutan dan masyarakat dapat mandiri dalam aspek kesehatan.
Pengembangan jenis-jenis komersil tumbuhan obat yang digunakan sebagai
ramuan atau bahan baku obat juga dapat dikembangkan untuk peningkatan
ekonomi masyarakat. Penelitian mengenai pemanfaatan tumbuhan obat dan

2
dampaknya terhadap kesehatan, identifikasi manfaat pembentukan kampung
konservasi, serta karakteristik tumbuhan obat berdasarkan kepentingan budaya,
penyebaran di alam, status dan sifat pemanfaatannya perlu dilakukan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi manfaat Kampung Konservasi
TOGA Gunung Leutik, berupa pemanfaatan tumbuhan obat berdasarkan
kepentingan budaya, penyebaran di alam, status dan sifat pemanfaatan,
dampaknya terhadap kesehatan dan ekonomi masyarakat.

Manfaat Penelitian
Data, informasi, dan hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi referensi
bagi masyarakat lain mengenai jenis-jenis tumbuhan obat yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari dan jenis-jenis tumbuhan obat yang
komersial untuk dijual. Selain itu, hasil dari penelitian ini dapat menjadi acuan
bagi pemerintah untuk melakukan pemberdayaan masyarakat yang mandiri
kesehatan sekaligus masyarakat dapat secara langsung ikut mengkonservasi jenisjenis tumbuhan obat agar dapat dilakukan pemanfaatan secara berkelanjutan.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik,
Desa Benteng, Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan
Maret – April 2014. Pengolahan dan analisis data dilaksanakan selama 2 bulan
yaitu, pada Juni – Juli 2014.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis,
kamera, kalkulator, panduan wawancara, label, dan tumbuhan obat yang ada di
sekitar Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik.
Prosedur Pengumpulan Data
Peneltian ini meliputi studi literatur, wawancara dengan masyarakat untuk
mengetahui pemanfaatan tumbuhan obat dan bentuk pengolahannya, dan survei
lapangan untuk melihat kondisi di lapangan tumbuhan obat yang dimanfaatkan.

3

Jenis Data yang Dikumpulkan
Tabel 1 Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian
No

Jenis Data

1.

Kondisi umum

2.

Karakteristik
Informan

3.

Pemanfaatan
tumbuhan obat

Uraian

Sumber Data

1. Sejarah pembentukkan
kampung konservasi
TOGA
2. Manfaat pembentukkan
Kampung Konservasi
TOGA Gunung Leutik
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Pekerjaan
4. Pendidikan
5. Etnis
1. Sumber pengetahuan
2. Tumbuhan yang
dimanfaatkan
3. Bagian yang
dimanfaatkan
4. Kondisi tumbuhan yang
dimanfaatkan
5. Cara memperoleh
6. Cara pemanfaatan/
peramuan
7. Manfaat selain menjadi
tumbuhan obat
8. Sifat Pemanfaatan
tumbuhan obat
9. Pengobatan pasien

Metode

Masyarakat
Kampung
Gunung
Leutik,
Pegawai
Balai Desa
Masyarakat
Kampung
Gunung
Leutik

Wawancara, studi
literatur
(arsip
Desa Benteng).

Masyarakat
Kampung
Gunung
Leutik

Wawancara dan
observasi lapang

Wawancara

Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk
adalah:

pengumpulan data dalam penelitian ini

Studi Literatur
Metode ini digunakan untuk mencari dan mengkaji informasi tentang
pengembangan TOGA dan pemanfaatannya dari berbagai literatur, seperti skripsi,
tesis, disertasi, jurnal nasional dan internasional mengenai etnobotani dan
tumbuhan obat. Literatur digunakan sebagai referensi, acuan, dan tambahan
informasi untuk melengkapi data yang diperoleh.
Wawancara
Wawancara dilakukan kepada masyarakat dan kader yang berada di
Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik tentang pemanfaatan TOGA dan
manfaat yang dirasakan dengan dicanangkannya Kampung Konservasi TOGA
Gunung Leutik. Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara
semi terstruktur dengan metode open-ended secara mendalam. Teknik penarikan

4
contoh menggunakan metode snowball. Metode ini dilakukan dengan menentukan
informan kunci (key person) yang secara langsung memanfaatkan tumbuhan obat
keluarga (TOGA) dan menjadi kader di Kampung Konservasi TOGA Gunung
Leutik. Selanjutnya, informan kunci menyarankan orang berikutnya yang
dianggap memiliki pengetahuan dan menggunakan tumbuhan obat untuk
dijadikan informan. Informan selanjutnya berdasarkan rekomendasi dari informan
sebelumnya. Wawancara dihentikan ketika data dan informasi yang didapatkan
sudah jenuh dan tidak ada lagi penambahan informasi.
Observasi Lapang
Metode observasi lapang dilakukan untuk memverifikasi jenis-jenis
tumbuhan obat yang dimanfaatkan di Kampung Konservasi TOGA Gunung
Leutik. Observasi ini dilakukan dengan cara mengamati tumbuhan obat yang
dimanfaatkan baik dari habitat, cara budidaya dan cara pemanfaatan.

Analisis Data
Hubungan antara Lamanya Menempuh Pendidikan dengan Pengetahuan
Tumbuhan Obat
Metode korelasi Spearman Rank (rho) digunakan untuk mencari hubungan
antara lamanya menempuh pendidikan dengan pengetahuan tumbuhan obat.
Rumus korelasi Spearman Rank (rho) adalah sebagai berikut:
�� =

6��2

� �2 −

Keterangan:
�� = Nilai korelasi Spearman Rank
d2 = Selisih setiap pasangan Rank
n = Jumlah pasangan rank untuk Spearman (5 80

0
20-40

40-60

Selang Kelas Umur
Gambar 1 Struktur umur informan

100
80
60
40
20
0

90
47
16 15 10

28 27

21 21 21

32 27 27

15

35 32

49
26

13

25

18 8

Jahri
Tebe
Nur
Juariah
Yani
Hafifah
Sani
Nuraeni
Hesti
Nana
Neni
Dina
Wati
Imas
Yeti
Sekaryati
Cicih
Syamsuar
Bukhari
Dedi
Hadi
Nugrahaeni

Jumlah TO

Tingkat Pendidikan Informan dan Pengetahuan Tumbuhan Obat
Tingkat pendidikan informan yang diwawancarai cukup beragam. Sebagian
besar tingkat pendidikan informan adalah Sekolah Dasar (SD), yaitu sebanyak
45%. Tingkat pendidikan lainnya, yaitu SMA/SMK 23%, SMP 18%, Diploma 5%,
Sarjana 5%, dan tidak bersekolah 5%. Uji korelasi Spearman-rank dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara lamanya menempuh pendidikan dengan
pengetahuan mengenai tumbuhan obat. Berdasarkan perhitungan korelasi
Spearman-rank diperoleh hasil nilai r hitung = 0.054 dan r tabel = 0.428, sehingga
terima H0. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat
pendidikan yang ditunjukkan oleh lamanya menempuh pendidikan dengan
pengetahuan mengenai jenis tumbuhan obat. Nilai r atau rho menunjukkan tingkat
kereratan hubungan antar variabel. Nilai r = 0.054 menunjukkan bahwa tingkat
hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan mengenai tumbuhan
obat sangat rendah.

Tidak
Bersekolah

SD

SMP

SMA/SMK D3S1

Tingkat Pendidikan
Gambar 2 Jumlah tumbuhan obat berdasarkan tingkat pendidikan

12
Berdasarkan Gambar 2, dapat terlihat bahwa pengetahuan tumbuhan obat
yang dimiliki oleh informan dari berbagai tingkat pendidikan cukup beragam.
Tingkat pendidikan yang tinggi tidak menghasilkan pengetahuan mengenai
tumbuhan obat tinggi pula, begitu pun sebaliknya. Hal tersebut telah diperkuat
oleh hasil uji korelasi Spearman Rank di atas.
Sumber Pengetahuan
Pengetahuan masyarakat Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik
berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar
sumber pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan obat berasal dari orang tua
yang diwariskan secara turun temurun, yaitu sebanyak 55%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pewarisan pengetahuan lokal mengenai pemanfaatan
tumbuhan obat secara turun temurun masih terjaga di Kampung Konservasi
TOGA Gunung Leutik. Menurut Purwanto (tahun tidak diketahui) sistem
pengetahuan lokal demikian umumnya dipelajari secara in-situ dari generasi ke
generasi. Pengetahuan lokal diajarkan oleh orang tua sejak dini mulai dari anakanak hingga mampu mengadopsi dengan sendirinya perkembangan yang ada
disekelilingnya. Distribusi pengetahuan berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Terdapat sejumlah faktor dalam masyarakat yang mempengaruhi distribusi
pengetahuan diantara individu-individu, salah satu faktor sosial yang umum
adalah gender. Persentase sumber pengetahuan informan disajikan pada Gambar
3:
media elektronik
1%
penyuluhan
15%

media
cetak
12%
orang
17%

turun
temurun
55%
Gambar 3 Sumber pengetahuan informan

Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Karakteristik Tumbuhan Obat yang Digunakan
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, jenis tumbuhan obat yang
digunakan di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik sebanyak 152 jenis
dari 57 Famili. Penggunaan jenis tumbuhan obat sebagai alternatif pengobatan
masyarakat cenderung meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 setelah
pencanangan kampung Gunung Leutik sebagai kampung konservasi TOGA.
Penelitian yang dilakukan oleh Rosmiati (2010) mengungkapkan bahwa jenis

13

tumbuhan obat yang digunakan di Kampung Gunung Leutik adalah 47 jenis dari
23 famili. Hal tersebut menunjukkan bahwa pencanangan Kampung Gunung
Leutik sebagai kampung konservasi TOGA memberikan manfaat, berupa
peningkatan pemahaman dan pengetahuan mengenai jenis-jenis tumbuhan obat
yang dapat digunakan di sekitar Kampung Gunung Leutik yang sebelumnya tidak
pernah dimanfaatkan dan pembudidayaan jenis-jenis tumbuhan yang bermanfaat
sebagai obat lainnya. Persentase lima besar famili tumbuhan obat yang banyak
digunakan tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6 Famili tumbuhan obat yang banyak digunakan
No
1
2
3
4
5

Famili
Zingiberaceae
Asteraceae
Fabaceae
Poaceae
Euphorbiaceae

Jumlah TO
15
14
8
7
6

Persentase
9.9
9.2
5.3
4.6
3.9

Berdasarkan Tabel 6, famili tumbuhan obat yang banyak digunakan adalah
dari famili Zingiberaceae. Famili Zingiberaceae banyak digunakan informan,
karena selain berkhasiat sebagai obat, jenis-jenis dari famili Zingiberaceae banyak
digunakan sebagai bumbu masak. Laurence (1964) menyatakan bahwa akar
tumbuhan famili Zingiberaceae dapat digunakan sebagai ekstrak rasa, sebagai
bumbu, untuk minyak wangi yang digunakan dalam parfum, dan untuk
ornamental, atau tumbuhan hias. Famili Zingiberaceae umumnya memiliki khasiat
untuk mengobati demam, anorexia, permasalahan peredaran darah, perut
kembung, diabetes, rematik pembengkakan hati dan semua indikasi mengenai
permasalahan saluran pernafasan, seperti asma dan batuk (Remadevi et al. 2004).
Menurut informan, famili Zingiberaceae bermanfaat sebagai bumbu masak dan
mengobati berbagai penyakit seperti, menghangatkan tubuh, penyakit saluran
pernafasan, perawatan sehabis melahirkan, perawatan tubuh, pegal-pegal, masuk
angin, kembung, meriang, sakit kepala, penyakit saluran pencernaan, kanker,
asam urat, flu, luka memar, keseleo, jantung, tumor, cacingan, liver, dan jantung.
Famili tumbuhan obat lainnya yang digunakan oleh informan, yaitu famili
Asteraceae. Menurut Fahmi et al. (tahun tidak diketahui) famili Asteraceae
memiliki banyak manfaat, yaitu sebagai tanaman obat, tanaman hias dan sebagai
sayuran. Manfaat tumbuhan obat dari famili Asteraceae berdasarkan wawancara
informan adalah untuk mengobati batu ginjal, kencing batu, bisul, diabetes,
demam, jantung, meningkatkan stamina, maag, perawatan sehabis melahirkan,
keputihan, muntah darah, luka, pelangsing, penumbuh rambut, struk, dan kanker.
Menurut ilmu kemotaksonomi, tumbuhan dalam suku yang sama
mengandung senyawa dengan kerangka struktur kimia sama, sehingga berpotensi
memiliki aktivitas biologis yang sama (Tringali 2001 dalam Syukur et al. 2011).
Beberapa tumbuhan dari famili Fabaceae bermanfaat sebagai obat. Menurut
infoman, manfaat tumbuhan obat dari famili Fabaceae adalah mengobati ambeien,
disentri, cacingan, diabetes, pengencer darah, gatal-gatal, mata, panas dalam,
sariawan, usus buntu, pelangsing, meredakan demam, dan batuk. Syukur et al.
(2011) menyatakan bahwa sebagian besar tanaman Fabaceae mengandung

14
senyawa flavonoid yang efektif menghambat peroksidasi asam linoleat dan
mencegah pembentukan anion superoksida.
Famili Poaceae memiliki manfaat sebagai penghasil pakan ternak, bahan
kertas, makanan, bangunan, minyak atsiri, gula, dan obat tradisional (Solikin
2004). Umumnya, informan menggunakan tumbuhan dari Famili Poaceae untuk
mengobati batuk, liver, panas dalam, pegal-pegal, meningkatkan stamina, rematik,
obat luar, radang sendi, asam urat. Beberapa jenis tumbuhan dari famili Poaceae
juga memiliki manfaat sebagai bumbu masak.
Famili tumbuhan obat lainnya yang banyak digunakan informan adalah
famili Euphorbiaceae. Menurut informan, manfaat tumbuhan obat dari famili
Euphorbiaceae, yaitu untuk mengobati kembung, sakit gigi, menambah nafsu
makan, demam, maag, luka, meningkatkan daya tahan tubuh, patah tulang, pegalpegal, keseleo, dan pelancar ASI. Pemanfaatan Euporbiaceae yang telah dilakukan
antara lain, sebagai bahan biodiesel dan bahan obat tradisional (Suryawan et al.
2013). Djawarningsih (2007) diacu dalam Suryawan et al. (2013) menyatakan
terdapat 148 jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai obat tradisional dari suku
Euporbiaceae.
Karakteristik tumbuhan obat lainnya adalah habitus. Habitus tumbuhan
merupakan bentuk perawakan tumbuhan. Jenis-jenis habitus tumbuhan obat yang
ada di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik terdiri dari pohon, perdu,
herba, semak, liana, dan bambu. Berikut merupakan habitus tumbuhan obat yang
digunakan:
40.0

33.6

Persentase

30.0

23.7

20.4

20.0

18.4

10.0

2.6

1.3

Liana

Bambu

0.0
Herba

Pohon

Semak

Perdu

Gambar 4 Habitus tumbuhan obat yang digunakan
Pada Gambar 4, terlihat bahwa habitus tumbuhan yang paling banyak
digunakan di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik adalah herba (33.6%).
Jenis tumbuhan yang paling banyak digunakan yang memiliki habitus herba
adalah jahe merah (Zingiber officinale). Habitus herba tidak membutuhkan ruang
yang luas untuk ditanam, selain itu habitus herba membutuhkan perlakuan dan
perawatan yang mudah.
Habitus tumbuhan obat yang paling banyak digunakan selain herba adalah
pohon (23.7%). Pohon memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai tumbuhan obat dan
potensial untuk diambil kayunya. Pohon dengan habitus lainnya merupakan satu
kesatuan bentuk hidup tumbuhan yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan
(Damayanti 1999). Liana, tumbuhan memanjat dan tumbuhan bawah memerlukan
pohon sebagai penaungnya. Habitus pohon menjadi pemanfaatan cukup banyak,
karena banyaknya bagian dari pohon yang bisa dimanfaatkan, seperti buah, daun,
akar, batang dan biji.

15

Bagian Tumbuhan Obat yang Digunakan
Tumbuhan pada umumnya terdiri dari bagian akar, daun, batang, bunga,
buah, dan biji. Terdapat jenis-jenis tumbuhan obat yang hanya beberapa bagian
tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tetapi adapula jenis-jenis
tumbuhan obat yang keseluruhan bagian tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai
obat, yaitu akar, batang, daun. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan oleh
informan dikelompokkan ke dalam daun (46.4%), batang (14.4%), buah (12.4%),
rimpang (6.2%), bunga (3.8%), kulit batang (3.8%), akar (2.9%), herba (2.4%),
biji (2.4%), getah (1.9%), umbi (1.4%), umbi lapis (1.0%), kulit buah (0.5%), dan
rebung (0.5%).
Bagian tumbuhan obat yang paling banyak digunakan adalah daun
sebanyak 46.2%. Daun merupakan tempat pengolahan makanan yang berfungsi
sebagai obat, mudah diperoleh, mudah dibuat atau diramu sebagai obat
dibandingkan dengan bagian-bagian tumbuhan yang lainnya (Hamzari 2008).
Daun merupakan salah satu bagian penting dari suatu tumbuhan, karena proses
fotosintesis terjadi pada bagian daun sehingga unsur hara yang menjadi khasiat
obat banyak terdapat pada bagian daun. Contoh tumbuhan obat yang
dimanfaatkan daunnya sebagai obat di Kampung Konservasi TOGA Gunung
Leutik adalah sembung, dadap, saga manis, dan lain sebagainya.
Cara Pengolahan dan Pemakaian Tumbuhan Obat
Tumbuhan obat yang akan dikonsumsi atau digunakan terlebih dahulu
diolah dengan berbagai cara, agar ekstrak atau bahan aktif keluar dan efektif
digunakan. Pengolahan tumbuhan obat dikelompokkan menjadi pengolahan
dengan cara direbus, ditumbuk, diremas, tanpa pengolahan, dibuat teh (daun
dikeringkan lalu disangrai), dicampur masakan atau minuman, disayur atau
ditumis, diseduh, dan diasap.
Pengolahan dengan cara direbus artinya tumbuhan obat direbus dalam air
sampai mendidih lalu dikonsumsi air rebusannya. Sedangkan pengolahan dengan
cara disayur atau dimasak artinya tumbuhan obat dibuat sayur atau ditumis.
Pengolahan dengan cara ditumbuk artinya tumbuhan obat ditumbuk dengan
menggunakan alat agar tumbuhan obat menjadi halus dan mudah digunakan.
Sedangkan pengolahan dengan cara diremas artinya tumbuhan obat diremas
menggunakan tangan sampai hancur. Pengolahan tumbuhan obat dengan cara
dibuat teh artinya tumbuhan dikeringkan terlebih dahulu. Proses pengeringan
dapat dilakukan dengan cara dijemur atau dioven, kemudian disangrai. Setelah
kering, tumbuhan obat kemudian diseduh. Sedangkan pengolahan obat dengan
cara diseduh artinya tumbuhan obat dalam kondisi segar langsung diseduh dengan
menggunakan air hangat.
Pengolahan tumbuhan obat yang dilakukan oleh informan paling banyak
dengan menggunakan cara direbus (48.1%). Pengolahan dengan cara direbus
umum digunakan, karena pengolahan tersebut mudah dilakukan. Umumnya
tumbuhan obat langsung direbus dalam kondisi segar dan langsung dikonsumsi.
Terdapat beberapa tumbuhan obat dalam bentuk sediaan kering (simplisia) untuk
digunakan dalam jangka waktu relatif lama. Pengeringan merupakan salah satu
cara untuk menurunkan kadar air bahan sampai ketingkat yang diinginkan
(Hernani dan Marwati 2012). Proses pengeringan dapat mencegah timbulnya

16
bakteri dan jamur pada sediaan, karena kadar air pada tumbuhan telah berkurang.
Persentase cara pengolahan disajikan pada Tabel 7:

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Tabel 7 Cara pengolahan tumbuhan obat
Cara pengolahan
Direbus
Ditumbuk
Diremas
Tanpa Pengolahan
Dibuat teh
Dicampur makanan atau minuman
Dimasak
Diseduh
Diasap

Persentase
48.1
21.1
10.8
9.2
3.2
2.2
2.2
2.2
1.1

Tumbuhan obat dikonsumsi dengan berbagai cara pemakaian. Sebanyak
49.7% tumbuhan obat yang telah diolah dikonsumsi dengan cara diminum.
Umumnya tumbuhan obat yang diolah dengan cara direbus cara pemakaiannya
dengan meminum air hasil rebusan. Cara pemakaian lainnya, yaitu dengan cara
ditempelkan dan dioles, masing-masing sebanyak 18.1% dan 5.3%. Pemakaian
dengan cara ditempelkan dan dioleskan dilakukan untuk mengobati luka luar atau
penyakit kulit. Selanjutnya, cara pemakaian tumbuhan obat dengan dimakan dan
dimakan langsung, yaitu sebanyak 9.4% dan 8.2%. Tumbuhan obat yang
dikonsumsi dengan cara dimakan diolah terlebih dahulu, sedangkan dikonsumsi
dengan cara dimakan langsung sebagai lalapan tanpa ada pengolahan terlebih
dahulu. Pemakaian dengan cara diteteskan sebanyak 4.0%. Pemakaian tumbuhan
obat dengan cara diteteskan dilakukan untuk mengobati sakit mata. Cara
pemakaian lainnya, yaitu sebanyak 5.3%. Pengolahan dan pemakaian tumbuhan
obat tergantung dari bagian tumbuhan obat yang digunakan dan jenis penyakit
yang diderita. Daun merupakan bagian tumbuhan obat yang paling mudah diolah
dan dipakai.
Kondisi Penyebaran Tumbuhan Obat dan Status Tumbuhan Obat di Alam
Tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Kampung
Konservasi TOGA Gunung Leutik tersebar pada beberapa tipologi habitat yang
dapat dikelompokan menjadi pekarangan, sawah, kebun, pinggir jalan, dan hutan.
Penyebaran suatu tumbuhan tergantung dari status tumbuhan di alam.
Tumbuhan obat menyebar paling banyak di pekarangan rumah, yaitu
sebesar 47%. Di pekarangan rumah, biasanya terdapat jenis-jenis tumbuhan
berbunga, pohon peneduh, dan TOGA. Hal tersebut menunjukkan bahwa
informan Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik memanfaatkan lahan yang
berada di sekitar tempat tinggal untuk memenuhi kebutuhan terhadap tumbuhan
obat. Tumbuhan obat sebagai bahan tumbuhan yang ditanam atau tumbuh sendiri
di pekarangan mudah diperoleh sehingga menghemat biaya dan tenaga. Menurut
Zuhud (2009) umumnya tumbuhan obat yang terdapat di lahan pekarangan
ditanam, karena kesadaran pentingnya apotek hidup di pekarangan rumah.
Kondisi penyebaran tumbuhan obat disajikan pada Gambar 5:

17

kebun
16%

pinggir
jalan
9% hutan
7%

sawah
21%

pekarangan
47%
Gambar 5 Kondisi penyebaran tumbuhan obat
Status di alam adalah sifat tumbuhan yang tumbuh pada habitat tertentu,
baik itu liar, semidomestika, dan domestika. Sebagian besar tumbuhan obat yang
ada di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik merupakan tanaman obat
yang telah dibudidayakan. Sebanyak 56.6% tumbuhan obat adalah domestik,
artinya tumbuhan tersebut sudah banyak dibudidayakan masyarakat. Contoh jenis
tanaman obat yang telah dibudidayakan masyarakat adalah jenis jahe merah
(Zingiber officinale). Budidaya merupakan salah satu hal penting untuk menjaga
kelestarian dan keberlangsungan manfaat dari suatu spesies (Zuhud 2009).
Menurut Zuhud (2009), masyarakat Kampung Gunung Leutik membudidayakan
tumbuhan obat yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari hari.
Tumbuhan obat yang termasuk kategori semidomestika, yaitu sebesar
24.3%, artinya tumbuhan tersebut dapat hidup secara liar atau budidaya. Contoh
jenis tumbuhan obat yang termasuk kategori semidomestika adalah jenis
sambiloto (Andographis paniculata). Sambiloto tumbuh liar di tempat terbuka,
seperti dikebun, tepi sungai, tanah kosong yang agak lembab atau di pekarangan
(Dalimartha 1999). Sambiloto banyak dimanfaatkan informan di Kampung
Konservasi
TOGA
Gunung
Leutik,
sehingga
beberapa
warga
membudidayakannya. Disamping itu, informan juga masih menggunakan
tumbuhan obat yang termasuk kategori liar, yaitu sebesar 19.1%.
Status tumbuhan obat di alam memiliki kaitan atau hubungan dengan
kondisi penyebaran tumbuhan. Tumbuhan obat liar umumnya menyebar di manamana dan tumbuh secara alami. Penyebaran tumbuhan obat liar di Kampung
Konservasi TOGA Gunung Leutik, yaitu di kebun, pinggir jalan, hutan,
pekarangan dan sawah. Tumbuhan obat domestik umumnya menyebar pada
habitat tertentu, misalnya di pekarangan dan kebun. Tumbuhan obat
semidomestika, kondisi penyebarannya lebih luas dibanding tumbuhan obat
domestik. Tumbuhan obat semidomestika dapat menyebar di pekarangan, kebun,
sawah, hutan, dan pinggir jalan.

18
Index Kepentingan Budaya (Index of Cultural Significance)
Index of Cultural Significance (ICS) atau Index Kepentingan Budaya
merupakan suatu analisis etnobotani kuantitatif yang menunjukkan kepentingan
tiap-tiap jenis tumbuhan berguna berdasarkan pada keperluan masyarakat
(Munawaroh et al. 2011). Angka hasil perhitungan ICS menunjukkan tingkat
kepentingan setiap jenis tumbuhan berguna oleh masyarakat. Nilai ICS didasarkan
atas pemberian nilai atau skor pada kualitas, intensitas, dan ekslusifitas dari jenisjenis tumbuhan yang dimanfaatkan. Perhitungan ICS bertujuan untuk mengetahui
jenis tumbuhan yang paling penting bagi kehidupan masyarakat (Ajiningrum
2011). Hasil perhitungan 10 nilai ICS tertinggi dari jenis tumbuhan obat disajikan
pada Tabel 8 berikut:
Tabel 8 Jenis tumbuhan yang memiliki nilai ICS tertinggi
No Spesies
Nama ilmiah
Keterangan
Nilai Skor
1
2
Penting
Jahe merah Zingiber officinale
117
2
2
Penting
Temulawak Curcuma xanthorrizha
87
3
Erythrina lithosperma
2
Penting
Dadap
82.5
4
Andrographis
paniculata
2
Penting
Sambiloto
78
5
Dracaena angustifolia
2
Penting
Suji
76.5
6
Piper betle
2
Penting
Sirih
75
7
Blumea balsamifera
2
Penting
Sembung
72
8
Kaempferia
galanga
1
Kurang
Penting
Kencur
61.5
9
1
Kurang Penting
Lempuyang Zingiber aromaticum
61.5
10 Kunyit
Curcuma domestica
1
Kurang Penting
58.5
Berdasarkan hasil perhitungan ICS diperoleh jenis-jenis yang memiliki nilai
ICS tertinggi (Tabel 8). Menurut Turner (1988) semakin banyak kegunaan suatu
tumbuhan, maka semakin besar nilai kepentingan tumbuhan tersebut. Penelitian
yang dilakukan oleh Rosmiati (2010) dari 20 responden yang diwawancarai,
menyatakan bahwa spesies tumbuhan obat yang sering dimanfaatkan oleh
masyarakat Kampung Gunung Leutik adalah jahe merah, kunyit, sirih, dadap, dan
sembung.
Jenis yang memiliki nilai ICS tertinggi, yaitu jenis jahe merah (Zingiber
officinale) yang termasuk ke dalam famili Zingiberaceae dengan nilai ICS sebesar
117 (Tabel 8). Berdasarkan nilai ICS tersebut dapat dikategorikan bahwa jahe
merah memiliki peranan penting dalam budaya masyarakat khususnya informan.
Budaya disini memiliki arti pola keseharian masyarakat. Jahe merah memiliki
kualitas sebagai tumbuhan obat yang berkhasiat untuk mengobati berbagai
penyakit, seperti masuk angin, asam urat, batuk, kanker, menghangatkan badan,
meredakan pegal-pegal, migrain, vertigo, meriang, batuk, dan menambah stamina,
serta digunakan sebagai bumbu masak. Intensitas penggunaan jahe merah oleh
informan termasuk kategori sering digunakan dan tumbuhan sudah dibudidayakan.
Ekslusivitas atau tingkat kesukaan menunjukkan bahwa jenis jahe merah paling
disukai dalam mengobati berbagai penyakit daripada jenis-jenis lainnya. Jenis
lainnya yang memiliki ekslusivitas tinggi atau paling disukai untuk mengobati
sakit kepala, demam, meriang, masuk angin adalah jenis bawang merah (Allium
cepa).

19

Jenis kedua yang memiliki nilai ICS tertinggi adalah jenis temulawak
(Curcuma xantorrizha), yaitu sebesar 87. Jenis ini banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat terutama sebagai obat penyakit liver. Intensitas penggunaan
temulawak, yaitu sering digunakan dan ekslusivitas atau tingkat kesukaan
tumbuhan paling disukai. Temulawak banyak digunakan sebagai obat, baik dalam
bentuk tunggal maupun campuran, yaitu sebagai hepatoprotektor, anti-inflamasi,
antikanker, antidiabetes, antimikroba, antihiperlipid