Preservation on Utilizating Takokak Fruit (Solanum torvum Swartz) in the Village of Gunung Leutik Ciampea Bogor

(1)

BOGOR

FEBIOLA DIAH PRATIWI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(2)

BOGOR

FEBIOLA DIAH PRATIWI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(3)

(Solanum torvum Swartz) di Kampung Gunung Leutik Ciampea Bogor.

Dibimbing oleh EDHI SANDRA dan AGUS HIKMAT.

Kampung Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) Gunung Leutik telah melakukan upaya pelestarian pemanfaatan tumbuhan takokak (Solanum torvum Swartz) melalui kegiatan pembudidayaan. Namun akibat rendahnya pemanfaatan tumbuhan takokak oleh masyarakat, keberadaan tumbuhan takokak kurang diperhatikan oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan tingkat pemusnahan terhadap tumbuhan takokak menjadi tinggi sehingga apabila kondisi ini terus berlangsung maka dikhawatirkan suatu saat tumbuhan ini akan mengalami kepunahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemanfaatan buah takokak yang dilakukan masyarakat, mengetahui status dan kondisi tumbuhan takokak, mengukur produktivitas buah takokak, dan merumuskan program pengembangan tumbuhan takokak yang ada di Kampung Gunung Leutik Bogor.

Penelitian dilakukan di Kampung Gunung Leutik Ciampea Bogor mulai tanggal 08 April - 27 Mei 2012. Penelitian dilakukan terhadap tumbuhan takokak (Solanum torvum Swartz) di Kampung Gunung Leutik Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan panduan wawancara, observasi lapang, pemanenan terhadap 10 sampel tumbuhan takokak, dan studi literatur. Responden ditentukan secara purposive sampling. Jumlah responden sebanyak 20 orang yang terdiri atas 10 orang kader TOGA dan 10 orang warga bukan kader TOGA.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara pengolahan buah takokak yang dilakukan responden adalah dengan cara dimasak sebagai sayur dan tanpa mengalami pengolahan. Sedangkan cara penggunaan buah takokak dilakukan dengan cara dimakan. Responden memanfaatkan buah takokak yang bersumber dari tumbuhan takokak liar maupun budidaya yang ada di Kampung Gunung Leutik. Kelompok penyakit terbanyak yang diketahui responden dengan memanfaatkan buah takokak adalah prostat dan mata. Sebagian besar tumbuhan takokak yang ada di Kampung Gunung Leutik berada dalam kondisi tumbuh baik dan merupakan tanaman budidaya. Tumbuhan takokak mampu menghasilkan buah rata-rata sebanyak 1,14 kg/tumbuhan dalam sekali panen. Program pengembangan pemanfaatan buah takokak yang dapat dilakukan yaitu penguatan kelompok TOGA, penyuluhan pemanfaatan takokak, budidaya takokak, pembuatan simplisia, dan pemasaran takokak. Kesimpulan dari penelitian ini adalah secara umum masyarakat Kampung Gunung Leutik belum memanfaatkan buah takokak walaupun sebagian besar tumbuhan takokak tumbuh baik dan merupakan tanaman budidaya. Produktivitas buah takokak di Kampung Gunung Leutik tergolong sedang, dan program pengembangan pemanfaatan buah takokak yang dapat dilakukan yaitu penguatan kelompok TOGA, penyuluhan pemanfaatan takokak, budidaya takokak, pembuatan simplisia, dan pemasaran takokak.

Kata kunci : takokak, Solanum torvum Swartz, wawancara, responden, purposive sampling


(4)

(Solanum torvum Swartz) in the Village of Gunung Leutik Ciampea Bogor.

Under supervision of EDHI SANDRA and AGUS HIKMAT.

The village of family Medicinal plants Conservation (TOGA) Gunung Leutik has made efforts to conserve on the utilization of takokak plant (Solanum Torvum Swartz) through farming activities. However, due to the low on utilization of takokak plant by communities, the presence of plants takokak are less noticed by the people, it causes that the rate of destruction of takokak plants, so that if this condition continue to take place hence felt concerned about in a moment this plant will experience of destruction .This research aims to identify the use of fruit that has been done by villagers, to know the the condition of the takokak plants and to know the status and condition of takokak plant, to measure the productivity in takokak fruit, and to formulate development programs on takokak plants in the village of Gunung Leutik Bogor.

The research was conducted in the village of Gunung Leutik Bogor, starting from April to May 2 2012. It was conducted on takokak plants (Solanum torvum Swartz) in the village of Gunung Leutik Bogor. The data collecting was done by interview using the questionares, field observation, harvesting on 10 samples of the plants and literature studies. The respondents were chosen by the purposive sampling. The number of respondents are 20 citizens consisting of 10 from cadres and 10 from non cadres of TOGA.

The results showed that the way of processing takokak fruit conducted by the respondents was boiled as vegetables and without doing the steps of standard processing . While the way of usage on takokak is that the respondents eat directly. Respondents utilise takokak fruit from the source of plants that grow wildly or are from cultivating in the Village of Gunung Leutik Bogor. Most diseases that are known to use takokak fruit by respondents are for curing the problem of prostate and eyes. The condition of most takokak plants is growing well and growing as cultivation plants. Takokak plants can produce in the average of 1.14 kg/plant in one harvest. The development program of utilization of takokak fruits to do by strengthening of the TOGA, counseling on utilization of takokak to the general public, making simplicia and marketing on takokak. The conclusion of this research is in general community of Gunung Leutik Village have not use takokak fruit, although most of takokak plants grows well and is a cultivated plant. The productivity of takokak in the village of Gunung Leutik can be classified as medium, and the development program of utilization of takokak fruits to do by strengthening of the TOGA, counseling on utilization of takokak, making simplicia and marketing on takokak.

Key words : takokak, Solanum torvum Swartz, interviews, respondents, purposive sampling


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pelestarian Pemanfaatan Buah Takokak (Solanum torvum Swartz) di Kampung Gunung Leutik Ciampea Bogor adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012

Febiola Diah Pratiwi NIM E34080032


(6)

Judul Skripsi : Pelestarian pemanfaatan buah takokak (Solanum torvum Swartz) di Kampung Gunung Leutik Ciampea Bogor

Nama : Febiola Diah Pratiwi

NIM : E34080032

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Edhi Sandra, M.Si Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F NIP. 19661019 199303 1002 NIP. 19620918 198903 1002

Mengetahui :

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 195809151984031003


(7)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan pada kehadirat Allah SWT karena atas limpahan karunia dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pelestarian Pemanfaatan Buah Takokak (Solanum torvum Swartz)

di Kampung Gunung Leutik Ciampea Bogor”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai pemanfaatan salah satu potensi tumbuhan obat di Kampung Gunung Leutik Ciampea Bogor berupa tumbuhan takokak. Potensi tumbuhan takokak khususnya dalam bentuk buah takokak dan pemanfaatannya belum banyak diketahui masyarakat. Potensi buah takokak bukan hanya meliputi manfaat buah takokak yang diketahui untuk pengobatan, namun juga berbagai cara pemanfaatan buah takokak tersebut oleh masyarakat serta habitat tempat tumbuhan takokak tersebut tumbuh. Hal tersebut diharapkan dapat menjadi suatu acuan bagi upaya pengembangan pemanfaatan buah takokak melalui program-program, sehingga buah takokak dapat lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Kampung Gunung Leutik Bogor khususnya.

Begitu besar harapan penulis agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan data tentang pemanfaatan buah takokak. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Bogor, September 2012


(8)

Febiola Diah Pratiwi dilahirkan di Bekasi, 7 Februari 1991. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Drs. Sugijanto dan Ibu Endang Purwati. Pendidikan formal ditempuh di TK Nurul Hidayah, SD Negeri Bekasi Jaya IX, MTs Negeri 1 Bekasi, dan SMA Korpri Bekasi. Pada tahun 2008, penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama perkuliahan penulis mengikuti Oganisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Keluarga Mahasiswa Bekasi (KEMSI) dan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA). Pada tahun 2010, penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam Leuweung Sancang Barat dan Cagar Alam Kamojang. Penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Penelitian Gunung Walat (HPGW) pada tahun 2011, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Baluran, Kabupaten Situbondo.


(9)

Penulis menyadari banyak mengalami kesulitan dalam penulisan skripsi ini. Namun dengan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan walaupun mungkin penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada :

1. Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si dan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F atas bimbingannya selama penyusunan skripsi ini;

2. Bapak Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, M.Si selaku dosen penguji dan Bapak Dr. Ir. Harnios Arief, M.Sc selaku ketua siding atas kritik dan saran bagi perbaikan skripsi ini;

3. Kedua orang tua (Bapak Drs. Sugijanto dan Ibu Endang Purwati), yang merupakan motivasi terbesar dalam penyelesaian skripsi ini, serta kakak (Noviana Ika Prasetya) beserta keluarga, dan adik (Yunita Miftahanifah) atas segala dukungan yang diberikan;

4. Ibu Sekar, Ibu Imas, dan Bapak Yusuf selaku pengurus TOGA atas semua bantuan selama pengambilan data;

5. Masyarakat Kampung Gunung Leutik atas kesediaannya memberikan informasi yang dibutuhkan penulis;

6. Staf tata usaha serta pegawai perpustakaan Departemen Konservasi sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan bantuannya sehingga memudahkan penulis mendapatkan data-data yang dibutuhkan;

7. Teman-teman dan sahabat, Annieke stevani, Desty Sri Kurnia, Widya Prajawati, Siti Rayhani, Rima Febria, Dina Oktavia, Siti Munawaroh, Febbi Nurdia, Debora Fretty Marpaung, Nia Kurniasih, Kak Muhammad Yunus Ardian Saputra, Bang Ahmad Jamhari Rahmawan, Mbak Rahma Amalia, Winda Lukitasari, Aditya Alawiyah, dan Latifah Nuraini untuk kasih sayang, keceriaan, dan semangat yang diberikan;

8. Ajeng Miranti Putri dan Davidia Intan Permata Yahdi atas semua bantuan selama penyusunan skripsi;


(10)

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN………. i

DAFTAR ISI………... ii

DAFTAR TABEL………... iv

DAFTAR GAMBAR………... DAFTAR LAMPIRAN………...

v vi BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang……….

1.2Tujuan………..

1.3Manfaat………

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioekologi Takokak (Solanum torvum Swartz)…………... 2.1.1 Morfologi dan taksonomi……… 2.1.2 Ekologi dan penyebaran……….. 2.2 Budidaya……….. 2.3 Sifat Organoleptik dan Efek Farmakologi/ Manfaat

Empirik………. 2.4 Kandungan Kimia……… 2.5 Kegunaan………. 2.6 Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat………... 2.6.1 Usaha pelestarian tumbuhan obat………... 2.6.2 Pemanfaatan tumbuhan obat………... 2.6.3 Prinsip pelestarian pemanfaatan……….. 2.6.4 Garis besar program pelestarian pemanfaatan

tumbuhan obat………. 2.7 Produktivitas Tanaman……… BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Letak dan Luas Kawasan………. 3.2 Topografi, Iklim, dan Tanah………

1 2 2

3 3 4 4

4 5 5 5 5 6 8

9 10

12 13


(12)

3.3 Kondisi Demografi, Sosial, dan Ekonomi………... 3.4 Keadaan Sarana dan Prasarana untuk Kesehatan…………. BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian……….. 4.2 Objek dan Alat………. 4.3 Metode Pengambilan Data………... 4.3.1 Jenis data yang dikumpulkan……….. 4.4 Prosedur Pengambilan Data………. 4.4.1 Pemanfaatan buah takokak……….. 4.4.2 Status dan kondisi tumbuhan takokak………. 4.4.3 Produktivitas buah takokak………. 4.4.4 Program-program pengembangan tumbuhan takokak yang telah dilakukan………... 4.5 Analisis Data……… 4.5.1 Kondisi tumbuhan takokak………. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN………

5.1 Karakteristik Responden……….. 5.2 Pemanfaatan Buah Takokak………. 5.2.1 Karakteristik pemanfaatan buah takokak……… 5.2.2 Sumber pengetahuan pemanfaatan buah takokak sebagai buah yang berkhasiat obat……….. 5.3 Status dan Kondisi Tumbuhan Takokak……….. 5.4 Produktivitas Buah Takokak……… 5.5 Program Pengembangan Pemanfaatan Buah Takokak…… BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………...

6.1 Kesimpulan……….. 6.2 Saran………. DAFTAR PUSTAKA……….. LAMPIRAN……… 13 14 16 16 16 16 17 17 17 18 18 19 19 20 20 21 21 29 31 35 36 43 43 43 44 46


(13)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Pemanfaatan lahan/ penggunaan lahan di Desa Benteng……….. 13 2 Jumlah penduduk Desa Benteng……… 13 3 Jenis mata pencaharian penduduk Desa Benteng………... 14 4 Jumlah pemeluk agama di Desa Benteng………... 15 5 Cara pengolahan buah takokak oleh masyarakat Kampung

Gunung Leutik……… 22

6 Cara penggunaan buah takokak oleh masyarakat Kampung

Gunung Leutik……… 23

7 Sumber penyediaan buah takokak oleh masyarakat Kampung

Gunung Leutik Bogor………. 24

8 Distribusi buah takokak dari Kampung Gunung Leutik………… 25 9 Cara pengambilan/ pemanenan buah takokak oleh masyarakat

Kampung Gunung Leutik………... 25

10 Kelompok penyakit yang diketahui masyarakat dengan

memanfaatkan buah takokak……….. 27

11 Sumber pengetahuan mengenai buah takokak dan

pemanfaatannya oleh masyarakat Kampung Gunung Leutik…… 29 12 Status dan kondisi tumbuhan takokak di Kampung Gunung

Leutik Bogor……….. 32


(14)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 2 3

4

5

6

7

Denah Desa Benteng, Kec. Ciampea, Kab. Bogor……….

Perbandingan responden berdasarkan jenis kelamin………..

Buah takokak yang biasanya diolah masyarakat sebagai masakan……….. Tumbuhan takokak di Kampung Gunung Leutik Bogor. (a) tumbuhan takokak tumbuh liar (b) tumbuhan takokak budidaya... Tingkat pembudidayaan tumbuhan takokak oleh masyarakat Kampung Gunung Leutik Bogor………

Tingkat pemanfaatan dan pemahaman masyarakat mengenai buah takokak. (a) tingkat pemanfaatan buah takokak oleh masyarakat yang bukan merupakan kader TOGA dan (b) pengetahuan pemanfaatan buah takokak oleh masyarakat yang bukan merupakan kader TOGA……….

Program pengembangan takokak di Kampung Gunung Leutik Ciampea Bogor………...

12 20

23

33

34

34


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1

2 3 4

5

Responden yang diambil dalam pengambilan data pemanfaatan buah takokak oleh masyarakat Kampung Gunung Leutik Bogor………

Panduan Wawancara Kader TOGA………... Panduan Wawancara Masyarakat Kampung Gn. Leutik……... Status dan Kondisi Tumbuhan Takokak di Kampung Gunung Leutik Bogor……….. Hasil panen buah takokak dari sepuluh sampel tumbuhan takokak di Kampung Gunung Leutik Bogor………..

47 48 50

51


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman tumbuhan obat. Keberadaan tumbuhan obat di Indonesia sebagian besar belum diketahui manfaat dan dampak positifnya bagi masyarakat, padahal masyarakat Indonesia sudah sejak lama menggunakan tumbuhan obat untuk pengobatan berbagai macam

penyakit. Salah satu tumbuhan obat tersebut yaitu Solanum torvum Swartz yang

sering dikenal masyarakat sunda sebagai takokak.

Buah takokak (Solanum torvum Swartz.) umumnya digunakan sebagai sayur,

tetapi tumbuhan ini juga memiliki khasiat obat, yakni sebagai obat untuk melancarkan sirkulasi darah, mencairkan darah beku, menghilangkan sakit

(analgetik) dan menghilangkan batuk (antitusif) (Stevanie et al. 2007, Zuhud et al.

2003). Di wilayah Cina, takokak merupakan suatu obat herbal rakyat, yang

digunakan sebagai obat penenang, pencernaan, haemostatic dan diuretik.

Penelitian terhadap kandungan kimia buah takokak telah banyak dilakukan, dan

dilaporkan bahwa buah takokak ini bersifat hepatotoksik dan antivirus (Yuan et

al. 2011).

Selama ini tumbuhan takokak banyak tumbuh di hutan-hutan, di tepi sungai, di ladang, di kebun, kadang-kadang dibudidayakan di halaman. Tumbuh dengan baik di berbagai jenis tanah dengan karakteristik lahan yang tidak terlalu berair, ternaungi sedang atau tersinar matahari, dan pada ketinggian tempat 1-1800 mdpl

(Heyne 1987, Zuhud et al. 2003).

Tumbuhan takokak merupakan tumbuhan obat potensial. Pengetahuan mengenai khasiat obat yang terkandung pada buah takokak belum banyak diketahui oleh masyarakat, dan penggunaan buah takokak sebagai bahan makanan belum banyak dilakukan karena masyarakat cenderung menggunakan leunca (Solanum nigrum) yang lebih dikenal sebagai bahan makanan. Hal ini membuat keberadaan takokak kurang diperhatikan dan tumbuhan ini cenderung tumbuh secara liar di alam.


(17)

Kampung Gunung Leutik Ciampea Bogor telah dijadikan contoh sebagai Kampung Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) dengan melakukan upaya konservasi dan pengembangan tumbuhan obat keluarga. Salah satu tumbuhan obat keluarga yang menjadi unggulan di Kampung Gunung Leutik Bogor adalah takokak.

Upaya pelestarian pemanfaatan tumbuhan takokak dilakukan melalui pembudidayaan tumbuhan takokak oleh masyarakat di Kampung Gunung Leutik. Namun upaya pelestarian ini kurang berjalan dengan baik karena rendahnya pemanfaatan terhadap tumbuhan takokak oleh masyarakat. Selain itu akibat keberadaan tumbuhan takokak yang kurang diperhatikan oleh masyarakat menyebabkan tumbuhan takokak hanya dianggap sebagai tumbuhan pengganggu. Hal ini menyebabkan tingkat pemusnahan terhadap tumbuhan takokak menjadi tinggi, sehingga apabila kondisi ini terus berlangsung maka dikhawatirkan suatu saat tumbuhan ini akan mengalami kepunahan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai berbagai aspek pelestarian pemanfaatan buah takokak oleh masyarakat di Kampung Gunung Leutik Bogor.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi pemanfaatan buah takokak yang telah dilakukan masyarakat

Kampung Gunung Leutik Bogor

2. Mengetahui status dan kondisi tumbuhan takokak di Kampung Gunung

Leutik Bogor

3. Mengukur produktivitas buah takokak di Kampung Gunung Leutik Bogor

4. Merumuskan program pengembangan tumbuhan takokak yang ada di

Kampung Gunung Leutik Bogor.

1.3Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam pemanfaatan tumbuhan takokak secara lestari oleh masyarakat, khususnya di Kampung Gunung Leutik Bogor.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioekologi Takokak (Solanum Torvum Swartz)

2.1.1 Morfologi dan taksonomi

Takokak merupkan jenis tumbuhan obat yang memiliki nama daerah terong cepoka, terong pipit (Indonesia), takokak (sunda), terong cekoka, cemongkak, poka, terongan, cepoka, cong belut (jawa). Habitusnya berupa perdu yang seluruhnya dilapisi dengan bulu bintang yang putih kuning dengan tinggi 2-4 m. Sistem perakaran berupa akar tunggang berwarna kuning cokelat. Batang berbentuk bulat, berkayu, berwarna putih kotor atau keunguan, berduri tajam serta tegak, berbulu pada waktu muda. Cabang berbentuk bulat. Tanaman ini berdaun tunggal, tersebar, dan bertangkai. Panjang tangkai 1,5-10,5 cm, tangkai berbulu bintang rapat, sering mempunyai duri tempel. Helaian daun berbentuk bulat telur dengan ukuran 27-30 x 20-24 cm, bercangap, bersisi tidak seimbang, bagian pangkal runcing, bagian ujung runcing, bagian tepi rata, berwarna hijau pada permukaan atas. Ibu tulang daun menonjol di bagian bawah, berduri tempel, tulang daun sekunder menyirip. Perbungaan majemuk dengan bunga-bunga kantong yang putih berbentuk bintang, tangkai karangan bunga-bunga 0-0,5 cm, berbulu bintang padat, bertaju, berbintik ungu ketika kuncup. Kelopak berbulu, bertaju 5, runcing bintang, sisi luar berbulu bintang, bertaju 5, taju dihubungkan dengan selaput tipis. Benangsari berjumlah 5, bertangkai dengan panjang ± 1 cm. Kepala putik berwarna putih atau hijau. Buah bertipe buni, berbentuk bulat dengan diameter 12-15 mm, berwarna hijau ketika muda, dan jingga setelah tua. Biji berbentuk pipih, kecil, licin, dan berwarna kuning pucat (Heyne 1987, Zuhud et al. 2003).

Klasifikasi takokak berdasarkan Lawrence (1964) adalah sebagai berikut : Divisi : Embryophyta Siphonogama

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Bangsa : Solanales


(19)

Suku : Solanaceae Marga : Solanum

Jenis : Solanum torvum Swartz

2.1.2 Ekologi dan penyebaran

Tumbuhan ini banyak tumbuh di hutan-hutan, di tepi sungai, di ladang, di kebun, kadang-kadang dibudidayakan di halaman. Tumbuh dengan baik di berbagai jenis tanah dengan karakteristik lahan yang tidak terlalu berair, ternaungi sedang atau tersinar matahari, dan pada ketinggian tempat 1-1800

mdpl. Tumbuhan ini selalu tumbuh secara tersebar (Heyne 1987, Zuhud et al.

2003).

Tumbuhan ini berasal dari Amerika, kemudian tersebar luas ke wilayah Asia. Penyebaran tumbuhan ini di Indonesia meliputi Sumatera, Kalimantan, Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Ambon, Maluku, Halmahera,

Ternate, dan Irian Jaya (Zuhud et al. 2003).

2.2 Budidaya

Tumbuhan ini telah lama dibudidayakan. Tumbuhan ini mudah diperbanyak dengan biji, caranya dengan terlebih dahulu memilih benih dari buah yang segar dengan kondisi yang baik. Tanaman ini dapat disemaikan di persemaian terlebih dahulu atau langsung ditanam di lapangan. Pemeliharaan dilakukan dengan pemberian pupuk kandang atau pupuk organik yang telah masak, penyiraman secara teratur dan penyiangan gulma untuk membantu mempercepat pertumbuhan tanaman. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan atau pada akhir musim

kemarau (Zuhud et al. 2003).

2.3 Sifat Organoleptik dan Efek Farmakologi/ Manfaat Empirik

Buah takokak memiliki rasa pedas dan sejuk bila dimakan, mempunyai sifat agak beracun. Buah takokak bermanfaat untuk melancarkan sirkulasi darah, menghilangkan darah beku, menghilangkan sakit, dan menghilangkan batuk

(Zuhud et al. 2003). Selain itu buah takokak merupakan suatu obat herbal rakyat,

yang digunakan sebagai obat penenang, pencernaan, haemostatic dan diuretik.

Penelitian terhadap kandungan kimia buah tanaman Solanum torvum telah


(20)

samping kerusakan sel-sel atau jaringan hati dan sekitarnya akibat konsumsi suatu

obat) dan antivirus (Yuan et al. 2011).

2.4 Kandungan Kimia

Akar tumbuhan takokak mengandung jurubin. Daun, bunga, dan buah tanaman takokak mengandung saponin dan haronoid. Daun dan bunga tanaman takokak juga mengandung neoklorogenin, panikulogenin, dan alkeloid. Selain itu buah tanaman takokak juga mengandung solosin, klorogenin, sisalagenon,

tervogenin, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vit. A, B1, dan C (Zuhud et al.

2003). Buah takokak mengandung alkaloid dan senyawa solasodina yang dapat digunakan sebagai substrat untuk produksi steroid penting dalam farmakologi

(Amador et al. 2007).

2.5 Kegunaan

Buah takokak memiliki khasiat sebagai obat tekanan darah tinggi, katimilmul, dan penambah nafsu makan. Sedangkan daun tanaman takokak memiliki khasiat sebagai obat jantung mengipas (kondisi jantung yang seakan bergoyang-goyang),

sakit kepala, dan jantung berdebar (Zuhud et al. 2003). Hasil penelitian Bari et

al. (2010) mengungkapkan bahwa kloroform dan ekstrak metanol akar S.torvum

sangat aktif terhadap Streptococcus - β - haemolyticus, dan Vasin factum. Hasil

analisis konsentrasi hambat minimum (KHM) menunjukkan bahwa ekstrak metanol pada akar dapat menghambat pertumbuhan bakteri bahkan pada

konsentrasi rendah (64-128 μg mL-1).

2.6 Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat 2.6.1 Usaha pelestarian tumbuhan obat

Indonesia sebagai salah satu Negara yang menghasilkan tumbuhan obat tradisional telah mencoba melakukan usaha pelestarian tumbuhan obat. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi kondisi tumbuhan obat yang semakin terancam keberadaannya di alam. Di Indonesia sejalan dengan usaha pelestarian jenis tumbuhan dan hewan, usaha pelastarian tumbuhan obat pun memperoleh perhatian yang sama, terutama dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini. Seperti juga usaha pelestarian pada umumnya, pelestarian tumbuhan obat


(21)

ditempuh melalui dua cara, yaitu insitu dan eksitu (Sastrapradja & Sastrapradja 1990).

Secara insitu cara ini merupakan cara terbaik untuk mempertahankan spesies tumbuhan, sebab dengan cara ini evolusinya masih berjalan, yang memungkinkan pengadaptasian dengan perubahan-perubahan alaminya yang terjadi. Akan tetapi pengelolaan kawasan pelestarian insitu ini sulit, terutama di daerah padat penduduk. Secara eksitu, usaha pelestarian dilakukan di kebun koleksi, kebun botani, atau di kebun-kebun pribadi. Cara ini tidak dapat mengganti cara insitu, tetapi merupakan pelengkap yang terkadang perlu ditempuh (Sastrapradja & Sastrapradja 1990).

2.6.2 Pemanfaatan tumbuhan obat

Tumbuhan obat merupakan komponen penting dalam pengobatan tradisional yang telah digunakan sejak lama di Indonesia umumnya masyarakat yang bermukim di pedesaan yang telah akrab dengan tumbuhan obat. Tumbuhan obat tersebut digunakan oleh keluarga untuk penanggulangan pertama terhadap serangan penyakit sebelum mendapat pengobatan dari dukun atau puskesmas terdekat. Bahkan beberapa dukun cukup terampil dalam meramu beberapa jenis tumbuhan obat sehingga berkhasiat untuk pengobatan serta mahir pula bila diperlukan untuk menolong persalinan. Dukun ini adalah penduduk setempat, umumnya kaum ibu yang mempunyai pengalaman dalam cara pengobatan tradisional yang diperoleh dari nenek moyangnya (generasi terdahulu) yang diturunkan ke generasi sekarang serta tahu persis penggunaan tumbuhan obat itu dipakai tunggal atau langsung dikonsumsi baik dalam bentuk segar maupun

diproses terlebih dahulu (Roemantyo & Wiriadinata. 1990).

Keuntungan obat tradisional yang langsung dirasakan oleh masyarakat selain kemudahan dalam memperolehnya adalah bahan bakunya dapat ditanam di pekarangan sendiri serta murah dan dapat diramu sendiri di rumah, sehingga hampir setiap orang Indonesia pernah menggunakan tumbuhan obat untuk mengobati penyakit atau kelainan yang timbul pada tubuh selama hidupnya, baik ketika masih bayi, anak-anak, maupun setelah dewasa. Penggunaan tumbuhan obat secara besar di masyarakat dilakukan karena manfaatnya secara langsung dapat dirasakan secara turun temurun, walaupun mekanisme kerjanya


(22)

secara ilmiah masih belum banyak diketahui. Selain manfaat yang dirasakan, penggunaan tumbuhan obat pun dilatarbelakangi sulitnya jangkauan fasilitas kesehatan, terutama di daerah-daerah pedesaan yang terpencil (Zein 2005).

Menurut Roemantyo dan Riswan (1989) diacu dalam Roemantyo dan Wiriadinata (1990) cara pengobatan tradisional pengolahannya sangat sederhana yaitu tumbuhan tersebut hanya direbus atau digunakan dalam bentuk segar untuk menanggulangi dan menjaga kesehatannya. Apabila cara ini tidak berhasil mereka lalu beralih kepada cara pengobatan modern. Cara ini masih mereka tempuh karena adanya kendala ekonomi keluarga yang pas-pasan serta di beberapa tempat masih belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan yang dimonitor oleh pemerintah.

Masyarakat pemanfaat tumbuhan obat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar berdasarkan intensitas pemanfaatan tumbuhan obat (Aliandi & Roemantyo 1994), yaitu :

(1). Kelompok pertama adalah kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan pengobatan tradisional, umumnya tinggal di pedesaan atau daerah terpencil yang tidak memiliki sarana dan prasarana kesehatan. Kelompok ini berusaha mencari sendiri pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit, sesuai dengan norma dan adat yang berlaku.

(2). Kelompok kedua adalah kelompok masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional dalam skala keluarga, umumnya tinggal di pedesaan yang memiliki sarana dan prasarana terbatas. Pada daerah ini sudah tersedia puskesmas, namun tenaga medis, peralatan, dan obat-obatan ada dalam jumlah dan kondisi terbatas. Selain itu kondisi ekonomi masyarakat pun umumnya masih rendah sehingga pengobatan tradisional merupakan alternatif dalam pemenuhan kesehatan masyarakat. Pada kelompok kedua ini, pemerintah telah memasyarakatkan TOGA (Tumbuhan Obat Keluarga). Program ini sesuai untuk kelompok masyarakat yang menggunakan tumbuhan obat dalam skala keluarga dan bertujuan untuk penanggulangan penyakit rakyat, perbaikan status gizi dan melestarikan sumberdaya alam hayati.


(23)

Suku-suku bangsa di Indonesia telah banyak memanfaatkan tumbuhan obat untuk kepentingan pengobatan tradisional. Pengetahuan yang dimiliki suku-suku tersebut mengenai pengobatan tradisional berbeda-beda, termasuk pengetahuan mengenai tumbuhan obat (Aliandi & Roemantyo 1994).

2.6.3 Prinsip pelestarian pemanfaatan

Sampai saat ini spesies tumbuhan obat yang telah dimanfaatkan dalam skala ekonomis sebagian besar diambul langsung dari alam pada saat diperlukan.disamping itu diantara seluruh spesies tumbuhan obat baru sebagian kecil yang telah diteliti khasiat dan kandungan bahan aktifnya. Hal ini memberikan gambaran bahwa pengembangan pemanfaatan tumbuhan obat mempunyai prospek yang baik. Namun demikian, pengembangan pemanfaatan ini harus didasarkan atas prinsip kelestarian hasil atau berorientasi pada ketersediaannya di alam, sehingga kesinambungan pemanfaatan tersebut akan terjamin.

Menurut Zuhud dan Haryanto (1990), prinsip pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat harus mencakup :

a. Upaya konservasi genetik (dan spesies) tumbuhan obat

Salah satu alasan diperlukannya upaya konservasi sumberdaya genetik tumbuhan adalah pentingnya tumbuhan sebagai bahan baku bagi obat-obatan. Dengan adanya upaya konservasi sumberdaya genetik tersebut akan menjamin kelestarian spesies tumbuhan obat yang selanjutnya akan menjamin pelestarian pemanfaatannya (Zuhud 1991). Konservasi sumberdaya genetik meliputi tiga sasaran pokok yang saling berkaitan, yaitu (Desmukh 1986 diacu dalam Zuhud & Haryanto 1990) : (1) pengawetan kekayaan spesies; (2) memelihara kesnekaragaman genetik; dan (3) mencegah kepunahan spesies. Pendekatan-pendekatan yang dapat dilakukan dalam mencapai ketiga sasaran konservasi

sumberdaya genetik yaitu penetapan kawasan konservasi, penetapan “sanctuary

area” di Kawasan Hutan Produksi, pembangunan kebun koleksi, pembangunan

kebun raya/taman hutan raya, pembangunan bank plasma nutfah, serta integrasi pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam.


(24)

b. Pengembangan pemanfaatan berdasarkan kemampuan alam untuk melakukan regenerasi

Kegiatan pemanenan langsung di alam harus sesuai dengan kemampuan alam untuk memproduksi populasi tumbuhan obat atau dengan kata lain jumlah panenan maksimum harus sama dengan riap maksimum yang akan dicapai pada saat populasi sama dengan setengah nilai daya dukung habitatnya (Zuhud & Haryanto 1990). Oleh karena itu pemanenan harus didukung dengan pengetahuan mengenai potensi tumbuhan obat di alam, bio-ekologinya serta dinamika populasinya.

c. Mengembangbiakkan tumbuhan obat di luar habitat aslinya untuk tujuan

ekonomis dan konservasi eksitu melalui usaha penangkarannya

Penangkaran tumbuhan obat merupakan segala kegiatan yang bertujuan untuk memperbanyak populasi tumbuhan obat (yang belum dibudidayakan) dengan tetap mempertahankan kemurnian spesies maupun varietasnya, sehingga kelestarian spesies maupun varietas tersebut dapat dipertahankan (Zuhud & Haryanto 1990). Penangkaran tumbuhan obat dapat dilakukan untuk kepentingan ekonomi maupun konservasi.

Kegiatan utama penangkaran meliputi penelitian bioekologis jenis yang akan ditangkarkan, pengumpulan dan seleksi bibit, pengembangbiakan baik secara generatif maupun vegetatif, pemeliharaan dan pembesaran, pemanenan, seta

pengembalian ke alam (restocking) untuk spesies endemik atau langka. Melalui

usaha penangkaran spesies tumbuhan obat umumnya, khususnya yang langka/endemik, kegiatan pemanfaatan dapat dilakukan tanpa kekhawatiran akan ancaman kepunahan. Di samping itu usaha penangkaran merupakan langkah dari usaha pembudidayaan tumbuhan obat.

2.6.4 Garis besar program pelestarian pemanfaatan

Program pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar menurut tujuan utamanya (Zuhud & Haryanto 1991), yaitu:

(1). Peningkatan efisiensi pemanfaatan tumbuhan yang sudah diketahui berguna, dan


(25)

(2). Penapisan spesies tumbuhan yang diduga mengandung bahan aktif yang bermanfaat.

Dua kelompok program ini memerlukan pendekatan yang berbeda, tetapi keduaya dapat dilaksanakan secara paralel.

Dalam peningkatan efisiensi pemanfaatan tumbuhan obat, pengetahuan mengenai bioekologi yang mencakup penyebaran, populasi, karakteristik tempat tumbuh, persyaratan ekologis yang diperlukan untuk hidupnya, hama dan penyakit potensial, fenologi dan perkembangbiakannya merupakan data dasar yang sangat penting. Sedangkan dalam penapisan tumbuhan obat yang diduga mengandung bahan aktif yang bermanfaat diperlukan data dasar mengenai aspek fisiologi dan metabolismenya.

2.7 Produktivitas Tanaman

Produktivitas tanaman berpengaruh terhadap produksi buah yang dihasilkan. Semakin meningkatnya produktivitas tanaman produksi buah akan semakin meningkat, begitu pula sebaliknya. Rendahnya produktivitas antara lain disebabkan oleh tata cara pemanenan yang kurang baik terhadap tanaman, belum berkembangnya teknik budidaya serta yang paling penting adalah terjadinya serangan pathogen penyebab penyakit. Selain penyakit, rendahnya produktivitas buah juga dapat disebabkan oleh serangan hama (Wahyuningsih 2009). Menurut Notodimedjo (1997) diacu dalam Hidayat (2005), Faktor penyebab rendahnya produktivitas tanaman, antara lain : kesuburan tanah rendah, kurang sinar matahari, iklim tidak cocok, pertumbuhan vegetatif yang dominan dan air tanah yang berlebihan (sukulen). Kekurangan sinar matahari dapat mempengaruhi terhambatnya pembungaan. Kekurangan cahaya matahari menyebabkan pohon tumbuhnya lebat dan dahan-dahan serta ranting-ranting terlalu rapat, sehingga bunga tidak muncul.

Bioregulators telah digunakan untuk peningkatan kualitas dan produktivitas buah-buahan. Aplikasi asam giberelat (GA ) asam naftalen asetat (NAA), dan Ethephon secara terpisah atau dalam campuran telah memberikan pengaruh yang signifikan pada set buah, presentase bahan kering buah, persentase padatan

terlarut buah, pemasakan buah dan hasil pohon (Aljuburi et al. 2001 ). Hasil


(26)

campuran pengatur tumbuh akan mengurangi presentase bahan kering buah, pemasakan buah dan meningkatkan persentase daging buah, produksi buah per tandan dan per pohon.


(27)

BAB III

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Letak dan Luas Kawasan

Desa Benteng adalah salah satu desa di wilayah Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 248,5 ha terdiri dari 7 RW (Rukun Warga) dan 39 RT (Rukun Tetangga). Desa Benteng terletak 1 km dari ibukota Kecamatan Ciampea, 40 km dari ibukota Kabupaten Bogor, 133 km dari ibukota propinsi dan 25 km dari ibukota negara. Desa Benteng di sebelah utara berbatasan dengan Desa Rancabungur, sebelah timur berbatasan dengan Kampus IPB Darmaga, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bojong Rangkas dan Desa Cibanteng, dan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Ciampea. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.


(28)

3.2 Pemanfaatan Lahan/Penggunaan Tanah

Pemanfaatan lahan /penggunaan tanah di Desa Benteng meliputi pemukiman, bangunan, persawahan, perkebunan, pekarangan, dan taman. Pemanfaatan lahan/penggunaan tanah di Desa Benteng disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Pemanfaatan lahan/ penggunaan lahan di Desa Benteng

No Pemanfaatan lahan Luas (ha) 1 2 3 4 5 6 Pemukiman

a. Pemukiman KPR-BTN b. Pemukiman Umum Bangunan

a. Sekolah

b. Tempat Peribadatan c. Kuburan d. Jalan e. Perkantoran Persawahan Perkebunan Pekarangan Taman 11 90,4 2,5 3,5 42,5 4 4 82 - 48 10,5

Jumlah 248,5

Sumber: Desa Benteng (2010)

3.3 Kondisi Demografi, Sosial dan Ekonomi

Kondisi demografi, sosial dan ekonomi meliputi jumlah penduduk, mata pencaharian, tingkat pendidikan dan agama. Jumlah penduduk Kampung Gunung Leutik berdasarkan data monografi Desa Benteng tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah penduduk Desa Benteng

No Jenis Kelamin Jumlah Penduduk (Jiwa) 1 2 Laki-laki Perempuan 6.302 5.910 Total 12.212* Keterangan: * = Jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 2.929 KK

Sumber: Desa Benteng (2010)

Penduduk Desa Benteng yang berjumlah 12.212 jiwa pada umumnya adalah penduduk lokal namun ada juga penduduk sebagai pendatang dari luar Bogor. Mata pencaharian utama masyarakat Desa Benteng adalah petani, Pegawai Negeri Sipil (PNS), sedangkan lainnya swasta, pensiun, pedagang, sopir, dan lain-lain (Tabel 3). Tingkat pendidikan penduduk Desa Benteng pada umumnya


(29)

setingkat SLTA dan ada juga yang menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi.

Tabel 3. Jenis mata pencaharian pokok penduduk Desa Benteng

No Jenis Mata Pencaharian Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Petani Buruh tani

Buruh migran perempuan Buruh migran laki-laki PNS

Pengrajin industri rumah tangga Pedagang keliling Peternak Montir Dokter swasta Bidan swasta Perawat swasta

Pembantu rumah tangga TNI

POLRI

Pensiunan PNS/TNI/POLRI Pengacara

Dukun kampung terlatih Jasa pengobatan alternatif Dosen swasta

Karyawan perusahaan swasta

40 206 - 605 230 4 87 10 3 1 - 21 20 49 8 180 2 - 1 2 150 - 80 702 - 208 6 35 - - 3 2 13 68 - - 47 - 5 2 - 200 Sumber: Desa Benteng (2010)

Masyarakat di Desa Benteng mayoritas beragama Islam, namun ada pula yang beragama Kristen, Katholik, Budha, Hindu dan Konghucu. Jumlah pemeluk agama Desa Benteng disajikan dalam Tabel 4.


(30)

Tabel 4. Jumlah pemeluk agama di Desa Benteng

No Agama Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) 1

2 3 4 5 6

Islam Kristen Katholik Hindu Budha Konghucu

5456 392 355 74 132 166

4970 252 275 68 124 160 Sumber: Desa Benteng (2009) diacu dalam Rosmiati (2010)

3.4 Keadaan Sarana dan Prasarana untuk Kesehatan

Desa Benteng tergolong sudah berkembang dalam bidang kesehatannya, baik sarana dan prasarananya. Hal ini terlihat dengan adanya puskesmas dan klinik 24 jam, serta posyandu yang berjumlah 13 pos. Jumlah tenaga medis yang ada dan melaksanakan praktek di desa adalah dokter praktek swasta 4 orang, bidan desa 1 orang, bidan praktek swasta 2 orang, dukun beranak terlatih 5 orang, dan kader posyandu 35 orang.


(31)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan mulai tanggal 08 April - 27 Mei 2012.

4.2 Objek dan Alat

Objek penelitian adalah spesies tumbuhan obat takokak (Solanum torvum Swartz). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :Tape recorder, kamera, panduan wawancara, neraca, dan alat tulis menulis.

4.3 Metode Pengambilan Data 4.3.1 Jenis data yang dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang akan dikumpulkan dikelompokkan ke dalam :

a. Pemanfaatan buah takokak oleh masyarakat di Kampung Gunung Leutik Bogor, meliputi sumber penyediaan buah takokak, cara pengambilan buah takokak, distribusi buah takokak dari Kampung Gunung Leutik Bogor, kegunaan buah takokak, dan cara pemanfaatan buah takokak.

b. Status dan kondisi tumbuhan takokak di Kampung Gunung Leutik Bogor. Status tumbuhan takokak diklasifikasikan menjadi liar dan budidaya. Sedangkan kondisi tumbuhan takokak merupakan tingkat kerawanan areal tempat tumbuh tumbuhan takokak.

c. Produktivitas buah takokak di Kampung Gunung Leutik Bogor, yaitu produksi buah takokak per tahun di Kampung Gunung Leutik Bogor.

d. Program-program pengembangan tumbuhan takokak yang telah dilakukan di

Kampung Gunung Leutik Bogor.

Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan terdiri dari data kondisi umum lokasi penelitian, dan data demografi masyarakat Kampung Gunung Leutik Bogor.


(32)

4.4 Prosedur Pengambilan Data 4.4.1 Pemanfaatan buah takokak

Pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive sampling atau teknik pemilihan responden dengan kriteria atau pertimbangan tertentu. Kriteria responden berkaitan dengan pemanfaatan buah takokak, yaitu terdapat dua jenis responden dalam pengambilan data pemanfaatan buah takokak oleh masyarakat Kampung Gunung Leutik, yaitu kader TOGA dan warga Kampung Gunung Leutik Bogor yang bukan merupakan kader TOGA.

Jumlah responden yang diambil dari warga Kampung Gunung Leutik Bogor yang bukan merupakan kader TOGA sama dengan jumlah seluruh kader TOGA yang ada di Kampung Gunung Leutik Bogor, yaitu sebanyak sepuluh orang. Hal ini dilakukan supaya mendapatkan data yang lebih valid dan terwakili.

Pemilihan responden warga Kampung Gunung Leutik Bogor yang bukan merupakan kader TOGA dilakukan dengan metode simple random sampling (pengambilan contoh acak sederhana) melalui pengundian terhadap nama-nama kepala keluarga di Kampung Gunung Leutik Bogor. Dalam metode simple random sampling, sampel diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan atau peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Sedangkan responden yang merupakan kader TOGA diambil secara sensus.

Metode pengambilan data dilakukan dengan melakukan wawancara secara mendalam (depth interview). Wawancara secara mendalam dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara yang berisi daftar pertanyaan mengenai

sumber penyediaan buah takokak, cara pengambilan buah takokak, distribusi buah takokak dari Desa Gunung Leutik Bogor, kegunaan buah takokak, dan cara penggunaan buah takokak (Lampiran 2- Lampiran 3).

4.4.2 Status dan kondisi tumbuhan takokak

Data status dan kondisi tumbuhan takokak di Kampung Gunung Leutik Bogor diperoleh melalui observasi lapang di seluruh wilayah Kampung Gunung Leutik Bogor. Kegiatan observasi lapang dilakukan dengan berjalan tanpa menggunakan batasan plot dan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan. Pengamatan langsung dilakukan untuk mengetahui kondisi spesies


(33)

tumbuhan takokak yang ditanam dan tumbuh di sekitar tempat tinggal atau lingkungan masyarakat. Status tumbuhan takokak diklasifikasikan menjadi liar dan budidaya. Sedangkan kondisi tumbuhan takokak merupakan tingkat kerawanan areal tempat tumbuh tumbuhan takokak.

4.4.3 Produktivitas buah takokak

Pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive sampling atau teknik pemilihan responden dengan kriteria atau pertimbangan tertentu. Kriteria responden berkaitan dengan produktivitas buah takokak di Kampung Gunung Leutik yaitu responden merupakan seluruh kader TOGA Kampung Gunung Leutik.

Pengambilan data produktivitas buah takokak di Kampung Gunung Leutik Bogor dilakukan dengan wawancara secara mendalam (depth interview) kepada seluruh kader TOGA yang ada di Kampung Gunung Leutik Bogor dan pemanenan buah takokak terhadap sepuluh sampel tumbuhan takokak yang ada di Kampung Gunung Leutik Bogor. Wawancara secara mendalam dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara yang berisi daftar pertanyaan mengenai produksi buah takokak per tumbuhan di Kampung Gunung Leutik Bogor (Lampiran 2).

4.4.4 Program-program pengembangan tumbuhan takokak yang telah dilakukan

Pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive sampling atau teknik pemilihan responden dengan kriteria atau pertimbangan tertentu. Kriteria responden berkaitan dengan program-program pengembangan tumbuhan takokak yang telah dilakukan di Kampung Gunung Leutik yaitu responden merupakan seluruh kader TOGA Kampung Gunung Leutik.

Pengambilan data mengenai program-program pengembangan tumbuhan takokak yang telah dilakukan di Kampung Gunung Leutik Bogor dilakukan dengan wawancara secara mendalam (depth interview) kepada seluruh kader TOGA yang ada di Kampung Gunung Leutik Bogor. Wawancara secara mendalam dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara yang berisi daftar pertanyaan mengenai program/kegiatan yang dilakukan pengurus TOGA (Lampiran 2).


(34)

4.5 Analisis Data

Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif. Data yang diperoleh dikelompokkan menjadi data pemanfaatan tumbuhan takokak (sumber penyediaan buah takokak, cara pengambilan buah takokak, distribusi buah takokak dari Desa Gunung Leutik Bogor, kegunaan buah takokak, dan cara penggunaan buah takokak), status dan kondisi tumbuhan takokak, produktivitas buah takokak, dan program pengembangan pemanfaatan tumbuhan takokak. 4.5.1 Status dan kondisi tumbuhan takokak

Persentase dari status dan kondisi tumbuhan dihitung untuk melihat banyaknya status dan kondisi tumbuhan takokak yang diperoleh dari hasil penelitian dan dinyatakan dalam persen (persentase). Hasil perhitungan akan memperlihatkan jumlah status tumbuhan terbanyak dan jumlah status tumbuhan yang paling sedikit serta jumlah kondisi tumbuhan terbanyak dan jumlah kondisi tumbuhan yang paling sedikit secara keseluruhan. Status tumbuhan dikelompokkan menjadi liar dan budidaya. Sedangkan kondisi tumbuhan dikelompokkan menjadi kondisi baik (tumbuh dan berkembang dengan baik di tempat yang aman), dan kondisi yang tidak baik (tumbuh dan berkembang kurang baik ditempat yang aman maupun rawan). Analisis status dan kondisi tumbuhan dilakukan melalui perhitungan dengan rumus :

1. Persen takokak budidaya = ∑ x 100%

2. Persen takokak KTB = ∑

∑ x100%

Keterangan : KTB = kondisi tumbuh baik, dengan kriteria :

1. Tumbuh ditempat yang aman dari gangguan manusia seperti injakan kaki dan aktivitas penebangan / pemotongan.


(35)

5.1 Karak Jumla 20 orang.

buah tako TOGA da TOGA. R diambil se Bogor pemanfaat Berda lebih sedi Gambar 2 G Kisar takokak ol berumur 4 sedangkan buah tako dari kalan dan luasn umur. Int kteristik Re ah responde Terdapat okak (Solan an warga Ka Responden y ecara rando

yang buka tan buah tak asarkan dat

ikit diband .

Gambar 2 P ran umur re

leh respond 41-50 tahun n responden okak di Kam ngan separu nya pengeta

tensitas pe

HASIL

esponden en yang dia

dua jenis r num torvum

ampung Gu yang merup

m dari 424 an merup kokak oleh ta responde dingkan den

Perbanding esponden ter den juga leb n. Responde n tertua beru

mpung Gun h baya sam ahuan tenta emanfaatan 7

BAB

DAN PEM

ambil di sel

responden d m Swartz) o unung Leuti

pakan selur kepala kelu pakan kade

masyarakat en pada Lam

ngan perem

an responde rbanyak yai ih banyak d en termuda

umur 76 tah nung Leutik mpai tua. Na ang buah ta

dan luasn 75%

laki‐laki p

V

MBAHAS

luruh Kamp

dalam peng oleh masya ik Bogor ya ruh kader T uarga warg er TOGA t disajikan p

mpiran 1, J mpuan. Ha

en berdasark itu 41-50 ta diketahui da yang diwaw hun. Hal te k Bogor dim amun demik akokak tida nya penget 25% perempuan

SAN

pung Gunun gambilan da arakat, yait ang bukan m TOGA dan

a Kampung dalam pe pada Lampir

Jumlah resp al ini seper

kan jenis ke ahun dan pe an dilakukan wancarai be rsebut men manfaatkan kian intensi ak dipengar tahuan ma

ng Leutik a

ata pemanf tu seluruh merupakan responden g Gunung L engambilan ran 1. ponden lak rti terlihat elamin. emanfaatan n oleh respo erumur 35 t nunjukkan b n oleh respo

itas pemanf ruhi dari ti asyarakat s

adalah faatan kader kader yang Leutik data ki-laki pada buah onden tahun, bahwa onden faatan ngkat sangat


(36)

dipengaruhi oleh penyebaran informasi dari orang-orang yang dianggap lebih tahu khususnya mengenai khasiat buah takokak seperti penyuluh tumbuhan obat atau orang yang telah berpengalaman mengobati suatu penyakit dengan buah takokak.

Responden yang kebanyakan ibu rumah tangga berjumlah 13 orang (65% dari total responden). Hal ini dikerenakan responden tersebut lebih mudah ditemui. Responden yang memanfaatkan buah takokak umumnya untuk keperluan pribadi seperti pengobatan sendiri atau bahan sayur untuk dimasak.

Responden yang memanfaatakan buah takokak umumnya bukan responden dengan riwayat sakit. Akan tetapi responden yang memanfaatkan buah takokak umumnya mereka yang menggunakan buah takokak untuk dimasak sebagai sayur. Hal ini dikarenakan responden tersebut telah terbiasa mengkonsumsi buah takokak dengan cara diolah menjadi suatu masakan. Walaupun 65% responden mengetahui buah takokak merupakan buah berkhasiat obat, namun mereka lebih cenderung menggunakan buah takokak untuk dikonsumsi sebagai sayur.

Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar (SD), yaitu sebanyak 10 orang (50% dari total responden). Hal tersebut disebabkan adanya ketidakmampuan sebagian masyarakat untuk melanjutkan sekolah karena masih rendahnya tingkat ekonomi masyarakat. Hal ini juga dapat dilihat dari mata pencaharian utama terbanyak dari kepala keluarga responden ialah buruh tani dengan mata pencaharian sampingan berupa pekerjaan serabutan, yaitu sebanyak 11 orang dengan rata-rata penghasilan/bulan sebesar Rp 1.000.000,00.

5.2 Pemanfaatan Buah Takokak

5.2.1 Karakteristik pemanfaatan buah takokak

Tumbuhan obat umumnya digunakan oleh keluarga untuk penanggulangan pertama terhadap serangan penyakit sebelum mendapat pengobatan dari dukun atau puskesmas terdekat, seperti halnya buah takokak. Keuntungan obat tradisional yang langsung dirasakan oleh masyarakat selain kemudahan dalam memperolehnya adalah bahan bakunya dapat ditanam di pekarangan sendiri serta murah dan dapat diramu sendiri di rumah (Zein 2005). Pemanfaatan tumbuhan obat tidak terlepas dari cara pengolahan dan penggunaan beberapa atau seluruh bagian tumbuhan obat. Cara pemanfaatan terdiri dari cara pengolahan dan cara penggunaan. Cara pengolahan merupakan suatu proses untuk menjadikan suatu


(37)

spesies atau beberapa spesies tumbuhan obat siap digunakan (Rahayu 2011). Menurut Roosita et al. (2011) cara pengolahan tumbuhan obat dari bahan segar merupakan proses terpenting dalam pegobatan secara herbal. Cara pengolahan buah takokak yang dilakukan responden di Kampung Gunung Leutik adalah dengan cara dimasak sebagai sayur. Selain itu buah takokak juga digunakan tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu atau dimanfaatkan secara langsung, yaitu dengan cara dimakan langsung. Sebanyak 50% responden mengolah buah takokak dengan cara dimasak untuk dikonsumsi sebagai sayur, Sebanyak 5% responden memanfaatkan buah takokak tanpa dilakukan pengolahan, dan 30% responden memanfaatkan buah takokak dengan cara dimasak untuk dikonsumsi sebagai sayur dan tanpa dilakukan pengolahan. Sedangkan 15% responden tidak memanfaatkan buah takokak. Cara pengolahan buah takokak oleh responden disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Cara pengolahan buah takokak oleh responden di Kampung Gunung Leutik Bogor

Cara pengolahan Kader Toga (orang) Bukan kader TOGA (orang)

Presentase (%)

di sayur 3 7 50

tanpa pengolahan 1 - 5

di sayur dan tanpa pengolahan

6 - 30

tidak memanfaatkan - 3 15

Responden umumnya mengolah buah takokak dengan cara di masak sebagai sayur. Cara pengolahan yang demikian dilakukan oleh responden selain untuk dibuat masakan yang enak juga untuk memelihara kesehatan tubuh. Sedangkan sebagian kecil responden memanfaatkan buah takokak tanpa dilakukan pengolahan dengan cara dimakan mentah untuk pengobatan suatu penyakit. Menurut sebagian kecil responden tersebut, untuk pengobatan suatu penyakit lebih baik mengkonsumsi buah takokak dengan cara dimakan mentah. Hal ini disebabkan karena dalam buah takokak yang masih mentah dan baru dipetik masih terdapat getah buah yang juga sangat bermanfaat untuk mengobati suatu penyakit.

Cara penggunaan tumbuhan obat merupakan suatu upaya untuk menjadikan suatu spesies tumbuhan obat atau ramuan tumbuhan obat yang telah diolah dapat dirasakan manfaatnya untuk pengobatan. Menurut Rahayu (2011), cara


(38)

penggunaan secara oral atau dimasukan ke dalam tubuh penderita, cara penggunaan pada bagian luar tubuh penderita, cara penggunaan dengan memandikan penderita dengan air atau uap dari ramuan tumbuhan obat dan gabungan dua atau beberapa cara penggunaan tersebut. Cara penggunaan spesies tumbuhan obat atau ramuan tumbuhan obat secara oral/dimasukkan kedalam tubuh penderita, yaitu dengan cara diminum dan dimakan. Cara penggunaan pada bagian luar tubuh penderita dilakukan dengan cara dibalurkan, dioleskan dan ditempelkan/ dikompreskan. Cara penggunaan buah takokak yang dilakukan oleh responden adalah dengan cara dimakan. Cara penggunaan dengan cara dimakan dilakukan dengan cara dimakan langsung dan dimakan setelah menjadi suatu masakan. Cara penggunaan buah takokak oleh responden di Kampung Gunung Leutik disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6 Cara penggunaan buah takokak oleh responden di Kampung Gunung Leutik

Cara penggunaan Kader TOGA (orang) Bukan kader TOGA (orang)

Presentase (%)

dimakan mentah 1 - 5

di tumis 1 2 15

di sayur santan 2 5 35

dimakan mentah dan di sayur santan

6 - 30

tidak menggunakan - 3 15

Gambar 3 Buah takokak yang biasanya diolah masyarakat sebagai masakan. Cara penggunaan tumbuhan obat umumnya dipengaruhi oleh manfaat spesies tumbuhan obat tersebut untuk pengobatan dan bagian organ tubuh yang akan diobati. Sedangkan cara pengolahan cenderung dilakukan sesuai dengan kesukaan atau selera pengguna, namun tetap menunjang cara penggunan yang akan dilakukan. Cara penggunaan buah takokak dengan cara dimakan digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit pada organ dalam. Hal ini berkaitan dengan khasiat


(39)

buah takokak yang cenderung kepada pengobatan untuk mengobati penyakit-penyakit pada organ dalam.

Responden memanfaatkan buah takokak yang bersumber dari tumbuhan takokak yang ada di Kampung Gunung Leutik, baik tumbuhan takokak yang tumbuh liar di wilayah Kampung Gunung Leutik maupun tumbuhan takokak yang dibudidayakan oleh masyarakat. Sumber penyediaan buah takokak oleh responden di Kampung Gunung Leutik Bogor disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Sumber penyediaan buah takokak oleh responden di Kampung Gunung Leutik Bogor

Sumber Penyediaan Kader Toga (orang) Bukan kader TOGA (orang)

Presentase (%) tumbuhan takokak liar 9 5 70 tumbuhan takokak

budidaya

1 2 15

Berdasarkan data pada Tabel 7, umumnya responden memperoleh buah takokak dari tumbuhan takokak liar yang ada di Kampung Gunung Leutik. Sebanyak 70% responden memperoleh buah takokak dari tumbuhan takokak liar yang ada di Kampung Gunung Leutik. Sebanyak 15% responden memperoleh buah takokak dari tumbuhan takokak budidaya yang ada di Kampung Gunung Leutik. Sedangkan 15% responden tidak memanfaatkan buah takokak. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden tidak membudidayakan tumbuhan takokak sehingga apabila membutuhkan buah takokak masyarakat cenderung mengambilnya dari tumbuhan takokak liar yang ada di Kampung Gunung Leutik. Tumbuhan takokak di Kampung Gunung leutik yang masih mencukupi kebutuhan pemanfaatan oleh masyarakat membuat masyarakat tidak perlu bersusah payah dalam mencari buah takokak di luar Kampung Gunung leutik.

Buah takokak yang berasal dari Kampung Gunung Leutik didistribusikan ke tempat lain yaitu ke pasar, kepada tukang sayur keliling, dan kepada orang-orang yang sengaja memesan. Distribusi buah takokak dari Kampung Gunung Leutik disajikan pada Tabel 8.


(40)

Tabel 8 Distribusi buah takokak dari Kampung Gunung Leutik

Distribusi Kader Toga (orang) Bukan kader TOGA (orang)

Presentase (%) orang yang sengaja

memesan

- 10 50

tukang sayur keliling, dan orang yang sengaja memesan

2 - 10

pasar, dan orang yang 3 - 15 sengaja memesan

pasar, tukang sayur keliling, dan orang yang sengaja memesan

5

-

25

Berdasarkan data pada Tabel 8, sebagian besar buah takokak yang berasal dari Kampung Gunung Leutik didistribusikan kepada orang yang sengaja memesan. Akan tetapi permintaan terhadap buah takokak tidak rutin. Tukang sayur yang akan menjual buah takokak keliling kampung ataupun yang akan menjualnya ke pasar hanya akan memesan buah takokak dari Kampung Gunung Leutik jika ada pesanan dari pelanggannya. Sedangkan orang-orang yang sengaja memesan langsung ke Kampung Gunung Leutik umumnya mereka yang akan memanfaatkan buah takokak untuk keperluan pengobatan. Jumlah pesanan buah takokak dari Kampung Gunung leutik pun tidak menentu, umumnya antara 1-4 kg/ pesanan.

Cara pengambilan/ pemanenan buah takokak oleh responden dilakukan dengan dua cara yaitu digunting dan dipetik menggunakan tangan. Sebesar 55% responden memanen buah takokak dengan cara digunting. Sebesar 30% responden memanen buah takokak dengan cara dipetik menggunakan tangan. Sedangkan 15% responden tidak melakukan pemanenan buah takokak. Cara pengambilan/ pemanenan buah takokak oleh responden di kampung Gunung Leutik disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Cara pengambilan/ pemanenan buah takokak oleh responden di Kampung Gunung Leutik

Cara pemanenan Kader Toga (orang) Bukan kader TOGA (orang)

Presentase (%)

di gunting 10 1 55

di petik - 6 30

tidak melakukan pemanenan

- 3 15


(41)

Berdasarkan data pada Tabel 9, umumnya responden memanen buah takokak dengan cara digunting. Responden yang memanen buah takokak dengan cara digunting adalah responden yang merupakan kader TOGA serta responden bukan kader TOGA yang telah mendapatkan penyuluhan mengenai buah takokak dan pemanfaatanya dari kader TOGA. Sedangkan responden yang memanen buah takokak dengan cara dipetik adalah responden yang bukan merupakan kader TOGA yang belum pernah mendapatkan penyuluhan mengenai buah takokak dan pemanfaatanya. Pemanenan buah takokak dengan cara digunting merupakan pemanenan buah takokak secara lestari. Karakteristik tangkai buah takokak yang keras menyebabkan buah takokak yang dipanen dengan cara dipetik menggunakan tangan akan merusak batang tumbuhan takokak karena buah takokak yang dipetik tersebut akan mengupas kulit luar batang tumbuhan takokak. Oleh sebab itu cara pemanenan yang baik adalah dengan cara digunting. Responden yang merupakan kader TOGA mempunyai pengetahuan tentang buah takokak yang lebih luas dibandingkan responden yang bukan merupakan kader TOGA karena mereka telah mendapatkan berbagai penyuluhan dan pelatihan dari berbagai pihak, seperti dari Institut Pertanian Bogor. Sedangkan responden yang bukan merupakan kader TOGA umumnya belum mendapatkan penyuluhan terkait buah takokak dari kader TOGA sehingga intensitas pemanfaatan dan pengetahuan masyarakat yang bukan merupakan kader TOGA mengenai buah takokak masih rendah.

Sebagian kecil responden telah mengetahui bahwa buah takokak adalah buah yang memiliki khasiat obat. Terdapat 11 kelompok penyakit yang diobati responden dengan memanfaatkan buah takokak yaitu, Prostat, mata, asam urat, sakit pinggang, diabet basah, penambah stamina tubuh, benjolan-benjolan, darah tinggi, lemah sahwat, pertumbuhan sel-sel tulang, dan reumatik. Kelompok penyakit yang diketahui responden dengan memanfaatkan buah takokak disajikan pada Tabel 10.


(42)

Tabel 10 Kelompok penyakit yang diketahui responden dengan memanfaatkan buah takokak

Kelompok penyakit Kader TOGA (orang)

Bukan kader TOGA (orang)

Presentase (%) asam urat, prostat

mata, sakit pinggang.

1 - 5

prostat, mata, diabet basah.

1 - 5

prostat, mata, sakit pinggang, benjolan-benjolan.

2 - 10

prostat, mata. 3 - 15

prostat, mata, sakit pinggang.

2 - 10

prostat, mata, penambah stamina tubuh.

1 - 5

penambah stamina tubuh, Pertumbuhan sel-sel tulang, lemah sahwat, reumatik, prostat, mata.

- 1 5

darah tinggi. - 2 10

Berdasarkan data pada Tabel 10, kelompok penyakit prostat dan mata merupakan kelompok penyakit yang umumnya menjadi kelompok penyakit terbanyak yang diketahui responden dengan memanfaatkan buah takokak. Tim Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor telah melakukan penyuluhan kepada kader TOGA mengenai khasiat buah takokak yang mampu menyembuhkan penyakit prostat dan mata, sehingga khasiat buah takokak yang mampu menyembuhnkan penyakit prostat dan mata umumnya hanya diketahui oleh kader TOGA dan perwakilan warga yang mendapat penyuluhan dari kader TOGA yang berjumlah 1 orang dari total responden yang diambil. Sementara responden yang bukan merupakan kader TOGA yang belum mendapat penyuluhan hanya 2 orang yang mengetahui khasiat buah takokak sebagai obat. Mereka hanya mengetahui khasiat buah takokak tersebut melalui pengalaman dan informasi turun temurun.

Buah takokak yang dimanfaatkan responden diharapkan dapat menjadi alternatif pengobatan bagi responden selain obat kimia, khususnya untuk penyakit yang banyak diderita responden. Takokak sebagai tumbuhan obat untuk mengobati panyakit yang banyak diderita responden tersebut tidak hanya dapat


(43)

menjadi alternatif pengobatan untuk masyarakat yang biasa memanfaatkannya, tetapi juga dapat dimanfaatkan masyarakat Kampung Gunung Leutik lainnya.

Buah takokak dapat digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit sehingga buah takokak merupakan buah yang mengandung khasiat yang banyak.

Menurut Zuhud et al. (2003) buah takokak bermanfaat untuk melancarkan

sirkulasi darah, menghilangkan darah beku, menghilangkan sakit, menghilangkan batuk, sebagai obat tekanan darah tinggi, dan penambah nafsu makan. Selain itu buah takokak merupakan suatu obat herbal rakyat, yang digunakan sebagai obat

penenang, pencernaan, haemostatic dan diuretik. Penelitian terhadap kandungan

kimia buah tanaman Solanum torvum telah banyak dilakukan, dan dilaporkan

bahwa tanaman ini bersifat hepatotoksik dan antivirus (Yuan et al. 2011).

Menurut Zuhud et al. (2003), buah tanaman takokak mengandung solosin,

klorogenin, sisalagenon, tervogenin, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vit. A, B1, dan C. Buah takokak juga mengandung alkaloid dan senyawa solasodina yang dapat digunakan sebagai substrat untuk produksi steroid penting dalam

farmakologi (Amador et al. 2007). Namun rendahnya pemanfaatan buah takokak

di Kampung Gunung Leutik selain disebabkan oleh rasa dari buah takokak yang

kurang enak sehingga masyarakat cenderung menggunakan leunca (Solanum

nigrum) sebagai sayur, juga karena belum ada penyuluhan secara menyeluruh kepada masyarakat mengenai khasiat buah takokak sehingga masyarakat yang bukan merupakan kader TOGA sebagian besar belum mengerti mengenai khasiat buah takokak sebagai obat.

Jika buah takokak tersebut dimanfaatkan masyarakat secara maksimal, maka buah takokak akan menjadi alternatif pengobatan yang murah, mudah, dan relatif aman. Mudah karena tumbuhan takokak tumbuh dan dapat ditemukan di sekitar lingkungan masyarakat dan masyarakat dapat mengolahnya sendiri di rumah. Biaya pengolahan buah takokak tersebut akan jauh lebih murah dibandingkan pengobatan dengan obat kimia. Selain itu obat tradisional yang cenderung tidak memiliki efek samping relatif aman digunakan masyarakat.


(44)

5.2.2 Sumber pengetahuan pemanfaatan buah takokak sebagai buah yang berkhasiat obat

Terdapat tiga sumber pengetahuan responden dalam pemanfaatan buah takokak untuk pengobatan. Sumber-sumber pengetahuan mengenai buah takokak dan pemanfaatannya dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Sumber pengetahuan mengenai buah takokak dan pemanfaatannya sebagai obat oleh responden di Kampung Gunung Leutik

Sumber pengetahuan Kader TOGA (orang) Bukan kader TOGA (orang)

Presentase (%)

penyuluh 3 - 15

turun-temurun, dan kerabat

- 2 10

penyuluh dan turun temurun

7 1 40

tidak mengetahui - 7 35

Berdasarkan data pada Tabel 11, sumber pengetahuan melalui informasi dari penyuluh dan secara turun temurun mengenai buah takokak dan pemanfaatannya merupakan sumber pengetahuan terbanyak yang didapatkan responden. Berdasarkan hasil wawancara, sumber pengetahuan melalui informasi dari penyuluh diperoleh melalui penyuluh tumbuhan obat seperti oleh Tim Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor serta para kader TOGA yang melakukan penyuluhan kepada perwakilan warga dari tiap RT. Persentase sumber pengetahuan tersebut yaitu sebesar 40%. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir separuh pengetahuan mengenai buah takokak dan pemanfaatannya berasal dari pengetahuan melalui informasi dari penyuluh dan secara turun temurun. Zuhud dan Yuniarsih (1995) menyatakan bahwa pengetahuan dan pengalaman masyarakat mengenai pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan obat sangat berharga sekali bagi kegiatan pengembangan penelitian yang lebih lanjut, khususnya obat fitofarmatik yang telah teruji manfaat dan khasiatnya.

Responden yang memiliki pengetahuan mengenai pemanfaatan buah takokak sebagai buah yang berkhasiat obat melalui penyuluh adalah responden yang merupakan kader TOGA serta perwakilan warga yang mendapatkan penyuluhan dari kader TOGA, sehingga sebagian besar responden yang bukan merupakan kader TOGA tidak mengetahui manfaat buah takokak sebagai buah yang berkhasiat obat. Kegiatan penyuluhan mengenai pemanfaatan buah takokak


(45)

sebagai buah yang berkhasiat obat yang belum dilakukan secara menyeluruh kepada masyarakat yang bukan merupakan kader TOGA. Hal ini menyebabkan sampai saat ini responden yang bukan merupakan kader TOGA banyak yang belum mengerti mengenai khasiat obat yang terkandung di dalam buah takokak, Sehingga umumnya responden tersebut hanya mengetahui manfaat dari buah takokak adalah sebagai sayur tidak sebagai buah berkhasiat obat. Selain itu dengan rasa buah takokak yang kurang enak membuat masyarakat enggan untuk memanfaatkannya, sehingga pemanfaatan buah takokak oleh masyarakat Kampung Gunung Leutik menjadi rendah.

Responden yang mengetahui mengenai pemanfaatan buah takokak sebagai buah berkhasiat obat secara turun temurun dan melalui kerabat tidak terlalu banyak. Hal tersebut disebabkan karena rendahnya pemanfaatan buah takokak yang dilakukan oleh orang tua atau leluhur responden, sehingga mereka masih memegang dan melaksanakan pengetahuan yang diajarkan oleh orang tua atau leluhurnya dalam pemanfaatan buah takokak, meskipun intensitas

pemanfaatannya tidak sebanyak dahulu. Menurut Rahayu et al. (2006), pewarisan

pengetahuan lokal ke generasi muda tidak berlangsung baik terutama pengetahuan tumbuhan obat tradisional. Faktor peningkatan kesehatan dari pemerintah merupakan salah satu penyebab terjadinya erosi pengetahuan tumbuhan obat tradisional.

Penyebaran informasi kepada masyarakat dilakukan oleh warga yang telah mendapatkan penyuluhan dari kader TOGA. Menurut salah satu responden yaitu masyarakat yang merupakan kader TOGA, ia mendapatkan pengetahuan pemanfaatan buah takokak sebagai buah berkhasiat obat melalui penyuluhan. Namun ia juga melakukan penyebarluasan informasi tersebut melalui penyebaran dari mulut ke mulut sehingga masyarakat pun yang akhirnya mengetahui khasiat buah takokak mulai memanfaatkannya. Masyarakat mudah terpengaruh oleh perilaku, pemikiran, dan perasaan warga lain dalam lingkungan masyarakat tersebut atau oleh masyarakat lainnya terhadap suatu hal, karena seringkali interaksi dalam dan antar masyarakat bersifat persuasif. Dalam hal pemanfaatan buah takokak, warga ikut menggunakan buah takokak karena mendapat saran dari warga lainnya. Pengaruh tersebut akan semakin besar seiring dengan semakin


(46)

dekatnya hubungan warga dalam suatu masyarakat atau dengan masyarakat lainnya.

Penyebarluasan informasi pada masyarakat sekitar kawasan perlu dilakukan terus menerus dengan pendekatan yang baik dan mampu menggerakkan minat masyarakat. Oleh karenanya dibutuhkan petugas penyuluh yang menguasai

permasalahannya (Wibowo et al. 1991). Kegiatan pengembangan plasma nutfah

di Kampung Gunung Leutik merupakan kegiatan yang relatif baru sehingga masyarakat perlu mendapatkan bimbingan teknis dalam hal penanaman, pemeliharaan, pemanenan yang baik, dan bahkan mungkin sampai penanganan dan pemrosesan pasca panen. Disamping itu untuk peningkatan dan keterampilan masyarakat perlu pula adanya kursus/latihan yang berkaitan dengan masalah tersebut agar tujuan pengembangan plasma nutfah tersebut dapat berhasil

(Wibowo et al. 1991).

5.3 Status dan Kondisi Tumbuhan Takokak

Tumbuhan takokak merupakan salah satu tumbuhan obat yang masuk ke dalam program perbanyakan tumbuhan obat ketika awal berdirinya Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik. Kondisi tumbuhan takokak yang ada di Kampung Gunung Leutik saat ini sudah banyak yang dibabat dan kurang terurus. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat yang bukan merupakan kader TOGA tidak mengetahui khasiat buah takokak sebagai obat dan rendahnya pemanfaatan buah takokak oleh masyarakat Kampung Gunung Leutik sehingga keberadaan tumbuhan takokak di Kampung Gunung Leutik kurang diperhatikan. Selain itu rendahnya pemanfaatan buah takokak oleh masyarakat disebabkan karena rasa buah takokak yang kurang enak sehingga masyarakat kurang menyukai buah takokak untuk dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Masyarakat Kampung Gunung Leutik yang sudah mengetahui khasiat buah takokak sebagai obat yaitu masyarakat yang merupakan kader TOGA dan sebagian kecil masyarakat yang bukan merupakan kader TOGA. Sebagian kecil masyarakat tersebut mengetahui khasiat buah takokak sebagai obat melalui penyuluh dari kader TOGA, kerabat, dan informasi secara turun temurun.

Jumlah tumbuhan takokak yang ada di kampung Gunung leutik adalah 375 tumbuhan, baik yang merupakan tumbuhan liar maupun budidaya. Tumbuhan


(47)

takokak tersebut tersebar di tiap RT, mulai RT 01 hingga RT 06. Berdasarkan jumlah dan penyebaran tumbuhan takokak tersebut maka tumbuhan takokak di Kampung Gunung Leutik memiliki potensi yang bagus untuk dikembangkan.

Sebagian besar tumbuhan takokak yang ada di Kampung Gunung Leutik berada dalam kondisi tumbuh baik dan dengan status tanaman budidaya. Status dan kondisi tumbuhan takokak di Kampung Gunung Leutik Bogor disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Status dan kondisi tumbuhan takokak di Kampung Gunung Leutik Bogor

Status Kondisi

Aman Rawan Persentase

(%) Tumbuh baik

(tumbuhan)

Tumbuh kurang baik (tumbuhan)

Tumbuh baik (tumbuhan)

Tumbuh kurang baik (tumbuhan)

liar 3 10 131 13 41.87

budidaya 213 5 - - 58.13

Persentase(%) 57.6 4 34.93 3.47

Berdasarkan data pada Tabel 12, sebesar 57,60% tumbuhan takokak yang ada di Kampung Gunung Leutik berada dalam kondisi tumbuh baik di daerah yang aman. Artinya, lebih dari separuh tumbuhan takokak yang ada di Kampung Gunung Leutik tumbuh di daerah yang aman dari gangguan manusia seperti injakan kaki dan aktivitas manusia lainnya, serta sehat (bebas dari hama dan penyakit). Sebesar 58,13% tumbuhan takokak yang ada di Kampung Gunung Leutik merupakan tanaman hasil budidaya.

Upaya budidaya tumbuhan takokak hanya dilakukan secara pribadi oleh beberapa responden yang telah mengerti khasiat buah takokak dan mempunyai lahan yang cukup untuk melakukan kegiatan budidaya tumbuhan takokak. Tumbuhan takokak yang dibudidayakan oleh salah satu responden yang merupakan kader TOGA mencapai 200 tanaman (Gambar 4b). Responden tersebut menanam anakan tumbuhan takokak yang berada di sekitar tumbuhan takokak yang tumbuh liar di kebun miliknya. Anakan tumbuhan takokak tersebut ditanam di polybag dengan ukuran 10 cm x 15 cm. Perawatan yang diberikan ialah dengan menggunakan media dari campuran top soil, arang sekam, dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:2:3 sebagai nutrisi bagi tumbuhan takokak tersebut. Setelah tumbuhan takokak tersebut berusia sekitar 3 bulan, maka siap


(48)

dilakukan penanaman. Sebelum melakukan penanaman dilakukan persiapan media tanam. Langkah-langkah dalam persiapan media tanam yaitu:

1. Pembuatan lubang tanam dengan ukuran 30 cm x 30 cm, dengan kedalaman

yang disesuaikan.

2. Masukan campuran arang sekam dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:2

sampai setengah lubang tanam.

3. Lubang tanam didiamkan tanpa ditutup selama satu minggu.

4. Setelah satu minggu takokak yang masih dalam polybag ditanam di lubang

tanam tersebut.

5. Dilakukan penyiraman rutin.

(a) (b)

Gambar 4 Tumbuhan takokak di Kampung Gunung Leutik Bogor. (a) tumbuhan takokak tumbuh liar (b) tumbuhan takokak budidaya.

Walaupun tumbuhan takokak yang ada di Kampung Gunung Leutik sebagian besar merupakan tanaman budidaya dan berada dalam kondisi aman, akan tetapi hanya sebagian kecil responden yang melakukan upaya pembudidayaan tumbuhan takokak yaitu sebesar 25% responden (Gambar 5), sehingga tumbuhan takokak yang merupakan tanaman budidaya dan berada dalam kondisi aman hanya tumbuhan takokak milik warga yang membudidayakannya yang salah satunya adalah masyarakat yang merupakan kader TOGA. Responden yang bukan merupakan kader TOGA yang melakukan upaya budidaya tumbuhan takokak melakukan pembudidayaan dengan cara menanam bibit tumbuhan takokak di halaman rumah dan memberikan perawatan dengan menyiramnya secara rutin.


(49)

Gambar 5 Sebes memanfaa 70% masy pemanfaat Gambar 6 Gambar 6

Deng TOGA be mengenai takokak d hanya di

Tingkat pe Gunung L sar 60% m atkan dan m yarakat yan

tan buah ta .

6 Tingkat takokak bukan buah ta gan kondisi elum mema pemanfaat dinilai tidak

ianggap s 60% mema mengo tidak m mengo

embudidaya Leutik Bogo

masyarakat mengolah bu ng bukan me akokak khus

(a) t pemanfaat

k. (a) tingka merupakan akokak oleh

sebagian anfaatkan da

tan buah ta k penting d sebagai tu

membud

40 nfaatkan dan  olah memanfaatka olah aan tumbuh or. yang buk uah takokak erupakan ka susnya seba tan dan pe at pemanfaa kader TOG h responden besar respo an mengola akokak khu di mata ma umbuhan p

75% idayakan t

0% n dan 

han takokak

kan merup k sebagai m

ader TOGA agai obat. H

(b) emahaman atan buah ta

GA dan (b) yang bukan onden yang ah buah tak ususnya seb asyarakat se pengganggu

25% tidak membud

70% menge

oleh masya

pakan kade masakan sam A belum me

Hal ini sepe

responden akokak oleh ) pengetahu n merupaka

g bukan m kokak serta bagai obat

ehingga tum u oleh m

didayakan

3 %

rti belum m

arakat Kamp

er TOGA mpai saat in engerti men erti terlihat

mengenai h responden uan pemanf an kader TO merupakan k

belum men maka tumb mbuhan tak masyarakat 30% mengerti pung tidak ni dan ngenai pada buah yang faatan OGA. kader ngerti buhan kokak dan


(50)

keberadaannyapun kurang diperhatikan, akibatnya tingkat pemusnahan tumbuhan di Kampung Gunung Leutik menjadi tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka keberadaan dan pemanfaatan tumbuhan takokak memiliki keterancaman yang tinggi untuk punah. Oleh sebab itu upaya penyuluhan mengenai buah takokak dan pemanfaatannya sangat perlu dilakukan segera agar masyarakat yang bukan merupakan kader TOGA juga mengerti dan mulai melestarikan serta

memanfaatkan buah takokak. Hal ini sesuai dengan pernyataan dePadua et al.

(1999) diacu dalam Adiputra et al. (2003) yang menyatakan bahwa pengobatan

tradisional memakai tumbuhan obat adalah warisan budaya. Kalau hal itu sampai hilang sangat disayangkan dan juga akan berakibat kepunahan tumbuhan obat. 5.4 Produktivitas Buah Takokak

Tumbuhan takokak memiliki usia berbuah antara 5 sampai 8 bulan dari awal tanam. Berdasarkan hasil wawancara dengan seluruh kader TOGA, tumbuhan takokak dapat berbuah sepanjang tahun asalkan diberikan perawatan dengan baik secara rutin. Dalam sekali panen tumbuhan takokak mampu menghasilkan buah muda sebanyak 1 - 3 kg/tumbuhan. Hal ini juga sesuai dengan hasil panen buah takokak terhadap sepuluh sampel tumbuhan takokak di Kampung Gunung leutik Bogor seperti terlihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Produktivitas buah takokak di Kampung Gunung Leutik Bogor

Jenis tumbuhan

Kriteria Jumlah malai

(buah)

Berat Buah printilan

(kg)

Buah muda (kg) Buah tua (kg) takokak 1 290 0,050 1,50 0,05 takokak 2 213 0,040 1,30 0,10 takokak 3 182 0,035 1,10 0,05 takokak 4 188 0,030 1,10 0,05 takokak 5 168 0,040 1,00 0,10 takokak 6 175 0,030 1,05 0,05 takokak 7 193 0,035 1,15 0,15 takokak 8 151 0,020 0,91 0,05 takokak 9 197 0,050 1,15 0,07 takokak 10 185 0,040 1,10 0,10

Rata-rata 194 0,037 1,14 0,08

Berdasarkan data pada Tabel 13, tumbuhan takokak di Kampung Gunung Leutik mampu menghasilkan buah muda rata-rata sebanyak 1,14 kg/tumbuhan. Jumlah tumbuhan takokak di Kampung Gunung Leutik yang diperkirakan


(1)

III Program-Program Pengembangan tumbuhan takokak yang telah dilakukan

1. Apakah ada program-program pengembangan tumbuhan takokak yang telah dilakukan di Kampung Gunung Leutik ?

jika ya, sebutkan dan jelaskan

2. Apa rencana kedepan dalam upaya pengembangan tumbuhan takokak di Kampung Gunung Leutik ?


(2)

50   

Lampiran 3 Panduan Wawancara Masyarakat Kampung Gn. Leutik

PANDUAN WAWANCARA MASYARAKAT KAMPUNG GN. LEUTIK

Data responden

Nama : Usia : Jenis Kelamin : Pekerjaan : Jabatan :

Pemanfaatan Buah Takokak

1. Apakah anda memanfaatkan buah takokak di Kampung Gunung Leutik? 2. Bagaimana anda memanfaatkan buah takokak tersebut ?

3. Darimana anda mendapatkan buah takokak ? 4. Apakah anda membudidayakan takokak ?

5. Apakah pernah dilakukan penyuluhan oleh kader TOGA terkait pemanfaatan buah takokak?

6. Darimana saja sumber penyediaan buah takokak di Kampung Gunung Leutik?

7. Bagaimana cara pengambilan buah takokak tersebut ?

8. Apakah buah takokak yang berasal dari Kampung Gunung Leutik juga didistribusikan ke tempat lain ?

Jika ya, kemana saja buah takokak tersebut didistribusikan ? 9. Apa saja kegunaan dari buah takokak ?


(3)

Lampiran 4 Status dan Kondisi Tumbuhan Takokak di Kampung Gunung Leutik Bogor

Jumlah Kondisi Status Keterangan

Rawan Aman Liar Budidaya

TB TKB TB TKB

3 √ √ Terletak di tengah ladang

1 √ √ Terletak di tengah ladang

dengan lokasi di pembatas ladang

1 √ √ Terletak di tengah ladang

dengan lokasi di pembatas ladang

2 √ √ Di dalam hutan tanaman

sengon

3 √ √ Di dalam hutan tanaman

sengon

1 √ √ Di dalam kebun

3 √ √ Di depan halaman rumah

2 √ √ Di depan halaman rumah

5 √ √ Di depan halaman rumah

4 √ √ Di depan halaman rumah

4 √ √ Di kebun warga

32 √ √ Di kebun warga

10 √ √ Di kebun warga

200 √ √ Di kebun warga

3 √ √ Di kebun warga

7 √ √ Di kebun warga

3 √ √ Di kebun warga

2 √ √ Di kebun warga

4 √ √ Di kebun warga

46 √ √ Di kebun warga

1 √ √ Di kebun warga

1 √ √ Di kebun pisang

2 √ √ Di areal kuburan keluarga

2 √ √ Di pinggir jalan

1 √ √ Di pinggir jalan

1 √ √ Di halaman rumah, di


(4)

52   

2 √ √ Di halaman rumah

1 √ √ Di kebun warga

1 √ √ Di kebun warga

2 √ √ Di kebun warga

9 √ √ Di kebun warga

1 √ √ Di pinggir jalan

2 √ √ Di kebun warga

4 √ √ Di pinggir jalan

1 √ √ Di halaman rumah

1 √ √ Di kebun warga

3 √ √ Di kebun warga

2 √ √ Di kebun warga

1 √ √ Di kebun warga


(5)

(Solanum torvum Swartz) di Kampung Gunung Leutik Ciampea Bogor.

Dibimbing oleh EDHI SANDRA dan AGUS HIKMAT.

Kampung Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) Gunung Leutik

telah melakukan upaya pelestarian pemanfaatan tumbuhan takokak (Solanum

torvum Swartz) melalui kegiatan pembudidayaan. Namun akibat rendahnya pemanfaatan tumbuhan takokak oleh masyarakat, keberadaan tumbuhan takokak kurang diperhatikan oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan tingkat pemusnahan terhadap tumbuhan takokak menjadi tinggi sehingga apabila kondisi ini terus berlangsung maka dikhawatirkan suatu saat tumbuhan ini akan mengalami kepunahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemanfaatan buah takokak yang dilakukan masyarakat, mengetahui status dan kondisi tumbuhan takokak, mengukur produktivitas buah takokak, dan merumuskan program pengembangan tumbuhan takokak yang ada di Kampung Gunung Leutik Bogor.

Penelitian dilakukan di Kampung Gunung Leutik Ciampea Bogor mulai

tanggal 08 April - 27 Mei 2012. Penelitian dilakukan terhadap tumbuhan takokak

(Solanum torvum Swartz) di Kampung Gunung Leutik Bogor. Pengumpulan data

dilakukan dengan cara wawancara menggunakan panduan wawancara, observasi lapang, pemanenan terhadap 10 sampel tumbuhan takokak, dan studi literatur.

Responden ditentukan secara purposive sampling. Jumlah responden sebanyak 20

orang yang terdiri atas 10 orang kader TOGA dan 10 orang warga bukan kader TOGA.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara pengolahan buah takokak yang dilakukan responden adalah dengan cara dimasak sebagai sayur dan tanpa mengalami pengolahan. Sedangkan cara penggunaan buah takokak dilakukan dengan cara dimakan. Responden memanfaatkan buah takokak yang bersumber dari tumbuhan takokak liar maupun budidaya yang ada di Kampung Gunung Leutik. Kelompok penyakit terbanyak yang diketahui responden dengan memanfaatkan buah takokak adalah prostat dan mata. Sebagian besar tumbuhan takokak yang ada di Kampung Gunung Leutik berada dalam kondisi tumbuh baik dan merupakan tanaman budidaya. Tumbuhan takokak mampu menghasilkan buah rata-rata sebanyak 1,14 kg/tumbuhan dalam sekali panen. Program pengembangan pemanfaatan buah takokak yang dapat dilakukan yaitu penguatan kelompok TOGA, penyuluhan pemanfaatan takokak, budidaya takokak, pembuatan simplisia, dan pemasaran takokak. Kesimpulan dari penelitian ini adalah secara umum masyarakat Kampung Gunung Leutik belum memanfaatkan buah takokak walaupun sebagian besar tumbuhan takokak tumbuh baik dan merupakan tanaman budidaya. Produktivitas buah takokak di Kampung Gunung Leutik tergolong sedang, dan program pengembangan pemanfaatan buah takokak yang dapat dilakukan yaitu penguatan kelompok TOGA, penyuluhan pemanfaatan takokak, budidaya takokak, pembuatan simplisia, dan pemasaran takokak.

Kata kunci : takokak, Solanum torvum Swartz, wawancara, responden, purposive sampling


(6)

SUMMARY

FEBIOLA DIAH PRATIWI. Preservation on Utilizating Takokak Fruit (Solanum torvum Swartz) in the Village of Gunung Leutik Ciampea Bogor.

Under supervision of EDHI SANDRA and AGUS HIKMAT.

The village of family Medicinal plants Conservation (TOGA) Gunung Leutik has made efforts to conserve on the utilization of takokak plant (Solanum Torvum Swartz) through farming activities. However, due to the low on utilization of takokak plant by communities, the presence of plants takokak are less noticed by the people, it causes that the rate of destruction of takokak plants, so that if this condition continue to take place hence felt concerned about in a moment this plant will experience of destruction .This research aims to identify the use of fruit that has been done by villagers, to know the the condition of the takokak plants and to know the status and condition of takokak plant, to measure the productivity in takokak fruit, and to formulate development programs on takokak plants in the village of Gunung Leutik Bogor.

The research was conducted in the village of Gunung Leutik Bogor,

starting from April to May 2 2012. It was conducted on takokak plants

(Solanum torvum Swartz) in the village of Gunung Leutik Bogor. The data collecting was done by interview using the questionares, field observation, harvesting on 10 samples of the plants and literature studies. The respondents were chosen by the purposive sampling. The number of respondents are 20 citizens consisting of 10 from cadres and 10 from non cadres of TOGA.

The results showed that the way of processing takokak fruit conducted by the respondents was boiled as vegetables and without doing the steps of standard processing . While the way of usage on takokak is that the respondents eat directly. Respondents utilise takokak fruit from the source of plants that grow wildly or are from cultivating in the Village of Gunung Leutik Bogor. Most diseases that are known to use takokak fruit by respondents are for curing the problem of prostate and eyes. The condition of most takokak plants is growing well and growing as cultivation plants. Takokak plants can produce in the average of 1.14 kg/plant in one harvest. The development program of utilization of takokak fruits to do by strengthening of the TOGA, counseling on utilization of takokak to the general public, making simplicia and marketing on takokak. The conclusion of this research is in general community of Gunung Leutik Village have not use takokak fruit, although most of takokak plants grows well and is a cultivated plant. The productivity of takokak in the village of Gunung Leutik can be classified as medium, and the development program of utilization of takokak fruits to do by strengthening of the TOGA, counseling on utilization of takokak, making simplicia and marketing on takokak.

Key words : takokak, Solanum torvum Swartz, interviews, respondents, purposive sampling