Kombinasi Cacing Sutra Tubifex dan Pakan Buatan pada Pemeliharaan Larva Ikan Patin Pangasius sp.
KOMBINASI CACING SUTRA Tubifex DAN PAKAN BUATAN
PADA PEMELIHARAAN LARVA IKAN PATIN Pangasius sp.
RIA SEPTY ANGGRAINI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kombinasi Cacing Sutra Tubifex
dan Pakan Buatan pada Pemeliharaan Larva Ikan Patin Pangasis sp. adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Ria Septy Anggraini
NIM C14100025
ABSTRAK
RIA SEPTY ANGGRAINI. Kombinasi Cacing Sutra Tubifex dan Pakan Buatan
pada Pemeliharaan Larva Ikan Patin Pangasius sp.. Dibimbing oleh DEDI
JUSADI dan MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI.
Penelitian ini mengevaluasi pengaruh perbedaan frekuensi pemberian
pakan harian cacing sutra (C) dan pakan buatan (PB) terhadap sintasan dan
pertumbuhan larva ikan patin Pangasius sp.. Larva ikan patin yang baru menetas
(d0) berukuran 0,44±0,04 cm dipelihara dalam akuarium kaca berukuran
30x20x20 cm3 yang diisi air setinggi 15 cm selama 14 hari. Mulai d5, larva diberi
lima perlakuan pemberian pakan, yaitu 6C+0PB, 5C+2PB, 3C+3PB, 2C+5PB,
dan 0C+6PB. Pemberian pakan dilakukan secara ad libitum. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa larva yang diberi 6C+0PB dan kombinasi C+PB memiliki
tingkat kelangsungan hidup dan panjang akhir yang tidak berbeda nyata. Namun
larva yang diberi 0C+6PB, kelangsungan hidup dan panjang akhirnya rendah.
Semakin banyak porsi PB yang diberikan menunjukkan tren aktivitas lipase yang
cenderung meningkat. Tetapi pada aktivitas protease pada pemberian 6C+0PB dan
0C+6PB lebih rendah dari ketiga perlakuan kombinasi C+PB. Dengan demikian,
larva ikan patin dapat dibudidaya dengan menggunakan kombinasi cacing sutra
dan pakan buatan.
Kata kunci: Cacing sutra, pakan buatan, larva, ikan patin, Pangasius sp., aktivitas
lipase, aktivitas protease.
ABSTRACT
RIA SEPTY ANGGRAINI. Combination of Tubifex and Artificial Diet for Larval
Yellowtail Catfish Pangasius sp. Supervised by DEDI JUSADI and
MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI.
This research was conducted to evaluate the effect of different
combination of feeding frequency of Tubifex (C) and artificial diet (P) on survival
rate and growth rate of larval yellowtail catfish Pangasius sp.. Newly hatched
larvae (d0) with total length of 0.44±0.04 cm were cultured for 14 days in
30x20x20 cm3 aquarium. Water volume in each aquarium was 9 L. At d5, larvae
were fed on five different feeding frequencies either 6C+0PB, 5C+2PB, 3C+3PB,
2C+5PB, dan 0C+6PB. Feeding method used in this research was ad libitum.
Results showed that survival rate and total length of d14 old larvae fed on
0C+6PB was lower than the groups fed on either 6C+0PB or three combinations
of C+PB. Lipase activity tend to be increase in line with the increasing amount of
artificial feed. On the other hand, larvae fed on 6C+0PB and 0C+6PB had the
lowest protease activity. Therefore, larval catfish can be fed by combination of
Tubifex and artificial feed.
Keywords: Artificial diet, lipase activity, protease activity, silkworm, yellowtail
catfish larva Pangasius sp.
KOMBINASI CACING SUTRA Tubifex DAN PAKAN BUATAN
PADA PEMELIHARAAN LARVA IKAN PATIN Pangasius sp.
RIA SEPTY ANGGRAINI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Kombinasi Cacing Sutra Tubifex dan Pakan Buatan pada
Pemeliharaan Larva Ikan Patin Pangasius sp.
Nama
: Ria Septy Anggraini
NIM
: C14100025
Disetujui oleh
Dr Dedi Jusadi
Pembimbing I
Dr Muhammad Agus Suprayudi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Sukenda
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan atas rahmat Allah SWT. yang telah
melimpahkan karunia-Nya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam karya tulis yang dilaksanakan sejak Februari-April 2014 ini
berjudul “Kombinasi Cacing Sutra Tubifex dan Pakan Buatan pada
Pemeliharaan Larva Ikan Patin Pangasius sp.” Terima kasih dan penghargaan
penulis ucapkan kepada:
1. Ayahanda Syarbani, Ibunda Nur Afiah, Kakak-kakakku Ayi, Ani, Uwan,
serta Adik-adikku Cici dan Bayu atas doa, cinta, kasih sayang, dan dukungan
yang tak pernah berhenti mengalir.
2. Terima kasih kepada bapak Dr. Dedi Jusadi selaku dosen pembimbing I dan
bapak Dr. Muhammad Agus Suprayudi selaku dosen pembimbing II atas
bantuan, masukan, dan motivasi yang diberikan.
3. Terima kasih pula kepada Pak Wasjan, Mba Retno, Pak Manarwan, Pak
Hendak, dan Kang Abe yang sangat banyak membantu dalam penelitian ini.
4. Teruntuk sahabat-sahabat, Sandri, Dina, Della, Mirvat, Anna, Nyimas, Renny,
Bani, dan seluruh XII IPA A yang selalu menjadi penyemangat setia.
5. Terima kasih untuk Bang Astrid, Evi, Alit, Rere, Ina, Lira, Saki, Ella, Amal
Dita, Adri, Dede, Fira, Intan, Ijah NutriKids 47 dan BDP 47 yang telah
bersusah payah menemani bermalam di Lab. kalian luar biasa.
6. Terima kasih kepada Tarmizi, Hermin, Yurika, Dila, Farha, Taufiq, Ega,
Nindya, Kak wening, seluruh keluarga IKAMUSI, dan Wisma Arundina yang
telah memberikan warna selama 4 tahun kuliah di IPB.
7. Terima kasih keluarga kamar 348, Anand, Mona, dan Lidya, Lorong 6, A3
serta Ridha, Suci, Ulfa dan teman-teman TPB B24 atas canda tawanya selama
ini.
8. Terima kasih untuk keluarga BEM TPB kabinet Harmoni, MAD47, BEM C
kabinet Biru Bersatu, BEM C kabinet Pengarung Samudra, dan Aerobik
Poseidon dengan semua warna warni dunia kampusnya.
9. Dan terakhir terima kasih kepada beasiswa PPA/BBM 2013-2014 yang telah
banyak membantu.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis khusunya dan juga
pagi pembaca.
Bogor,
Juli 2014
Ria Septy Anggraini
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
PENDAHULUAN .............................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................................
1
Tujuan .............................................................................................................
2
METODE ...........................................................................................................
2
Pemeliharaan Larva ........................................................................................
2
Pakan dan Pemberian Pakan ...........................................................................
3
Panen ..............................................................................................................
4
Parameter Uji ..................................................................................................
4
Analisis Kimia ................................................................................................
5
Analisis Data ..................................................................................................
5
HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................
6
Hasil ................................................................................................................
6
Pembahasan ....................................................................................................
8
KESIMPULAN .................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 11
LAMPIRAN ....................................................................................................... 12
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ 18
DAFTAR TABEL
1 Kualitas air media budidaya ikan selama penelitian ................................
2 Hasil analisa proksimat (% bobot basah) pakan yang digunakan di
dalam penelitian ........................................................................................
3 Jenis pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan ...........................
4 Jadwal pemberian cacing dan pakan buatan .............................................
5 Jumlah pemberian pakan nauplii artemia, cacing sutra dan pakan buatan
selama pemeliharaan ................................................................................
2
3
3
4
4
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Kelangsungan hidup larva ikan patin di akhir penelitian (d14) ................
Panjang larvaikan patin di akhir penelitian (d14) .....................................
Aktivitas enzim lipase pada larva ikan patin d14 .....................................
Aktivitas enzim protease pada larva ikan patin d14 .................................
6
7
7
8
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Prosedur Analisa Serat Kasar ...................................................................
Prosedur Analisa Enzim ...........................................................................
Anova dan hasil uji Tukey tingkat kelangsungan hidup ...........................
Anova dan uji Tukey panjang Akhir .........................................................
Anova dan uji Tukey Aktivitas Lipase ......................................................
Anova dan uji Tukey Enzim protease .......................................................
12
15
16
16
17
17
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembenihan merupakan suatu kegiatan usaha memproduksi benih ikan
sampai ukuran siap tebar. Segmen pertama dalam usaha pembenihan ikan patin
adalah pemeliharaan telur sampai benih ukuran sekitar 1 inci, dan di tahun 2014
berubah menjadi 1,7 cm. Proses produksi benih patin sampai ukuran tersebut
sangat bergantung pada ketersediaan cacing sutra Tubifex, karena pakan yang
digunakan hanya cacing sutra. Menurut informasi, hatchery patin Stasiun
Lapangan, Departemen Budidaya Perairan, Kampus IPB Dramaga, pada tahun
2013 setiap siklusnya memproduksi 170.000 ekor benih ukuran sekitar 1 inci.
Untuk menghasilkan benih tersebut dibutuhkan cacing sutra sebanyak 59.145,6 g
dengan rata-rata waktu produksi 19 hari. Dengan demikian, kebutuhan cacing
sutra dalam setahun (7 siklus) di hatchery tersebut untuk produksi benih patin
ukuran 1 inci adalah sebanyak 414.019,2 g. Seperti dikemukakan di atas, dalam
satu tahun, produksi benih patin hanya bisa dilakukan tujuh siklus. Kekosongan
produksi terjadi biasanya pada musim penghujan dan musim kemarau. Pada
musim hujan kekosongan produksi terjadi karena pasokan cacing akibat hasil
tangkapan di alam yang menurun drastis. Sedangkan pada musim kemarau
kekosongan terjadi karena induk ikan patin sulit untuk matang gonad. Di sisi lain,
cacing sutra juga digunakan sebagai pakan larva ikan dan berbagai jenis ikan hias.
Untuk meningkatkan produktivitas hatchery, khususnya ikan patin,
ketergantungan pada cacing sutra harus dikurangi. Salah satu alternatif yang dapat
dilakukan
adalah
dengan
pemberian
pakan
buatan
dan
mempersingkat/mengurangi porsi pemberian cacing. Namun, penggunaan pakan
buatan diduga masih belum bisa maksimal, karena pencernaan larva ikan patin
yang masih belum sempurna. Tingkat kecernaan bisa dilihat dengan aktivitas
enzim endogenus dalam tubuh larva. Peningkatan aktivitas enzim berbanding
lurus dengan umur larva (FAO 1996). Berdasarkan Aliye et al. (2014), larva ikan
mas koi yang diberi pakan nauplii artemia dari umur 4 hari sampai umur 7 hari
setelah menetas menunjukkan aktivitas enzim lipase dan protease yang terus
meningkat seiring bertambahnya umur larva. Effendi et al. (2003) menyatakan
bahwa pada larva ikan patin umur satu hari sudah memiliki aktivitas enzim lipase
dan protease didalam saluran pencernaannya, namun belum terdapat aktivitas
enzim amilase. Ketika aktivitas enzim sudah tinggi dapat diindikasikan secara
fisiologi larva siap untuk memperoleh pakan dari luar (Gawlicka et al. 2000).
Dengan demikian, efisiensi penggunaan cacing sutra dapat dilakukan dengan
mengkombinasikan cacing sutra dengan pakan buatan atau dapat juga dengan
menggantikan cacing sutra dengan pakan buatan lebih awal.
2
Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi pengaruh
perbedaan frekuensi pemberian pakan harian cacing dan pakan buatan terhadap
sintasan dan pertumbuhan larva ikan patin Pangasius sp..
METODE
Pemeliharaan Larva
Larva ikan patin yang baru menetas (d0) diperoleh dari pembenih ikan di
Cibanteng, Bogor. Larva baru menetas berukuran 0,44±0,04 cm ditebar ke dalam
15 akuarium kaca ukuran 30x20x20 cm3 yang diisi air setinggi 15 cm di Stasiun
Lapangan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Penebaran larva dilakukan pada pukul 16.00 WIB
dengan kepadatan 100 ekor per akuarium. Sebelum larva ditebar, air akuarium
diberi elbaju sebanyak 5 mg/l, serta diberi garam secara bertahap hingga
salinitasnya menjadi 2 g/l. Larva dipelihara sampai berumur d14. Selama masa
budidaya, larva diberi pakan sesuai dengan perlakuannya. Selama pemeliharaan
salinitas air dalam akuarium dipertahankan 2 g/l.
Selama masa budidaya, dilakukan pergantian air secara periodik.
Pergantian air mulai dilakukan saat larva berumur d2, yakni bersamaan dengan
pemberian pakan pertama. Pergantian air dilakukan setiap hari sebanyak satu kali.
Saat larva berumur 2-8 hari pergantian air dilakukan sebanyak 30%. Sedangkan
saat larva berumur 8-14 hari pergantian air dilakukan sebanyak 50%. Pada d1
sampai d4 pagi, suhu media pemeliharaan berkisar antara 24-26 oC. Sehubungan
dengan kisaran suhu yang rendah, mulai d5 dipasang dua buah lampu pijar dengan
masing-masing dayanya 60 Watt. Lampu tersebut diletakkan diantara akuarium
agar terjadi efek peningkatan suhu dan seluruh akuarium ditutup plastik
transparan. Suhu air mulai d6 meningkat menjadi 26-28oC. Kondisi suhu dan pH
air harian diukur dua kali sehari disajikan di Tabel 1. Di Tabel tersebut juga bisa
dilihat kandungan oksigen terlarut dan amoniak, yang diukur pada awal dan akhir
penelitian.
Tabel 1. Kualitas air media budidaya ikan selama penelitian
Parameter
o
Suhu ( C)
DO (mg/L)
pH
Amoniak
(mg/L)
6C+0PB
23,5-29
5,2-8,1
6,0-7,6
5C+2PB
23,5-28
5,2-7,8
6,0-8,0
Perlakuan
3C+ 3PB
23,5-29
5,3-7,3
6,0-7,65
2C+5PB
23,5-28
5,0-7,7
6,0-7,7
0C+6PB
24-30
5,6-7,6
6,0-8,0
0-0,02
0-0,02
0-0,02
0-0,02
0-0,02
Keterangan: C = cacing sutra; PB = Pakan buatan.
Tandon
23,5-27,9
6,5-6,7
6,0-7,5
0,0
3
Pakan dan pemberian pakan
Pakan yang diberikan untuk larva ikan patin berupa artemia, cacing sutra,
dan pakan buatan merek Orange. Kandungan proksimat dari masing-masing
pakan yang digunakan dapat dilihat di Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisa proksimat (% bobot basah) pakan yang digunakan dalam
penelitian
Komposisi
Serat kasar
Kadar abu
Lemak
Protein
BETN
Kadar Air
Jenis Pakan
Cacing sutra
0,44
2,17
2,65
10,90
1,53
82,31
Artemia
0,82
1,81
3,31
11,96
0,68
81,42
Pakan Buatan
0,44
10,22
11,87
42,39
29,60
5,48
Pada saat berumur d2, larva mulai diberi makan artemia dengan frekuensi
pemberian setiap 2 jam. Mulai umur d5, larva diberi pakan berupa cacing sutra
dan pakan buatan dengan jumlah yang berbeda sesuai perlakuan (Tabel 3).
Pemberian cacing sutra dan pakan buatan dilakukan setiap periode 4 jam. Larva
dipelihara sampai umur d14, sesuai standar pemeliharaan dipembenihan ikan patin,
karena larva sudah dapat dijual pada umur tersebut.
Tabel 3. Jenis pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan
Perlakuan
6C+0PB
5C+2PB
3C+3PB
2C+5PB
0C+6PB
2
3
4
Artemia
Artemia
Artemia
Artemia
Artemia
5
6
Umur larva (d)
7
8
9
10 11 12
6 Cacing
5 Cacing, 2 Pakan Buatan
3 Cacing, 3 Pakan Buatan
2 Cacing, 5 Pakan Buatan
6 Pakan Buatan
13
14
Sesuai perlakuan, jadwal dan frekuensi pemberian pakan dapat dilihat
pada Tabel 4. Untuk perlakuan yang menggunakan cacing, cacing tersebut
diberikan mulai pagi hari, selanjutnya mulai siang hari diberi pakan buatan.
Penentuan besarnya pakan buatan yang diberikan didasarkan pada metode ad
libitum dengan jumlah pakan yang diberikan sekenyangnya.
4
Tabel 4. Jadwal pemberian cacing dan pakan buatan
Perlakuan
6C+0PB
5C+2PB
3C+3PB
2C+5PB
0C+6PB
Pakan
Cacing
Pakan buatan
Cacing
Pakan buatan
Cacing
Pakan buatan
Cacing
Pakan buatan
Cacing
Pakan buatan
09.00
░░░░
13.00
░░░░
Jam (WIB)
17.00
21.00
░░░░ ░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
01.00
░░░░
05.00
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
Berdasarkan jadwal pemberian pakan pada Tabel 4 didapatkan jumlah
pakan dari ketiga jenis pakan yang diberikan selama pemeliharaan 14 hari.
Banyaknya jumlah pakan pada masing-masing jenis pakan tersebut dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah pemberian pakan nauplii artemia, cacing sutra dan pakan buatan
selama pemeliharaan
Perlakuan
6C+0PB
5C+2PB
3C+3PB
2C+5PB
0C+6PB
Artemia (individu)
6371
6371
6371
6371
6371
Cacing (g)
224,4
174,4
97,8
63,3
0
Pakan Buatan (g)
0
4,4
12,3
13,9
19,0
Panen
Panen larva dilakukan pada d14, mulai pukul 16.00 WIB.Larva di setiap
akuarium dihitung jumlahnya untuk menentukan tingkat kelangsungan hidupnya.
Selanjutnya, larva dipisahkan berdasarkan ukurannya (grading). Ukuran larva
dibuat dalam dua kategori ukuran, yakni besar dan kecil. Larva ikan yang
dikategorikan besar bila ukurannya telah mancapai ≥1,6cm dan kecil bila
ukurannya 0,05)
Pada akhir pemeliharaan juga dilakukan pengukuran panjang akhir. Pada
keempat perlakuan pemberian pakan cacing dan kombinasi cacing dengan pakan
buatan memiliki panjang akhir yang tidak berbeda nyata (Lampiran 4), yaitu
berkisar 1,4 cm sampai 1,7 cm. Sedangkan pada perlakuan dengan pemberian
pakan hanya dengan pakan buatan memberikan panjang akhir terpendek yaitu 0,9
cm (Gambar 2).
7
Panjang Akhir (cm)
2,1
b
b
b
1,8
b
1,5
a
1,2
0,9
0,6
0,3
0
6C+0PB
5C+2PB
3C+3PB
2C+5PB
0C+6PB
Perlakuan
Gambar 2.
Panjang larva ikan patin di akhir penelitian (d14).
Keterangan: Huruf superskrip yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata (P>0,05)
Aktivitas lipase menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Lampiran 5)
antara keempat perlakuan yang diberi cacing dan kombinasi cacing dengan pakan
buatan yaitu sebesar 3,4-6,1 unit/mg protein. Namun, keempat perlakuan ini
memiliki akitivitas lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan pakan buatan.
Aktivitas lipase pada perlakuan 0C+6PB sebesar 15,2 unit/mg protein (Gambar 3).
b
18,000
Aktivitas Lipase
(unit/mg protein)
15,000
12,000
ab
9,000
6,000
a
a
ab
3,000
0,000
6C+0PB
5C+2PB
3C+3PB
2C+5PB
0C+6PB
Perlakuan
Gambar 3. Aktivitas enzim lipase pada larva ikan patin d14.
Keterangan: Huruf superskrip yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata (P>0,05).
Pada aktivitas protease terlihat hasil yang bervariasi antar setiap perlakuan
(Lampiran 6). Pada perlakuan hanya 6C+0PB, kombinasi 3C+3PB, dan 0C+6PB
memiliki nilai aktivitas protease yang hampir sama yaitu 0,007-0,012 unit/mg
protein. Sedangkan perlakuan kombinasi 5C+2PB dan kombinasi 2C+5PB hasil
aktivitas proteasenya tidak berbeda yaitu 0,021-0,023 unit/mg protein (Gambar 4).
8
0,030
Aktivitas Protease
(unit/mg protein)
c
bc
0,025
0,020
ab
ab
0,015
0,010
a
0,005
0,000
6C+0PB
5C+2PB
3C+3PB
2C+5PB
0C+6PB
Perlakuan
Gambar 4. Aktivitas enzim protease pada larva ikan patin d14.
Keterangan: Huruf superskrip yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata (P>0,05).
Pembahasan
Larva ikan patin yang diberi cacing dan kombinasi cacing dengan pakan
buatan pakan alami memiliki tingkat kelangsungan hidup dan panjang akhir yang
sama tinggi. Sedangkan larva yang diberikan hanya pakan buatan menunjukkan
kelangsungan hidup dan panjang akhir yang sangat rendah. Rendahnya
pertumbuhan dan kelangsungan hidup di perlakuan pakan buatan, diduga oleh
aktivitas enzim yang masih rendah. Pendekatan ini dapat dilakukan karena enzim
di dalam saluran pencernaan berperan dalam perombakan molekul besar pakan
menjadi yang lebih kecil, sehingga molekul tersebut dapat diserap dan diedarkan
ke sel-sel yang membutuhkan. Berdasarkan Haryati (2002), larva ikan betutu yang
diberi pakan buatan umur 10, 15, dan 20 hari menunjukkan aktivitas enzim lebih
rendah dibandingkan dengan yang diberi pakan campuran dan pakan alami berupa
Brachionus. Aktivitas enzim yang rendah inilah yang membuat asupan nutrient ke
tubuh larva minim, sehingga larva kekurangan energi yang menyebabkan
pembentukan organ terhambat. Pertumbuhan organ tubuh yang lambat
menyebabkan pertumbuhan larva kurang dan menyebabkan tingkat kematiannya
tinggi.
Kombinasi cacing dan pakan buatan yang diberikan ke larva menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata dengan larva yang hanya diberi pakan cacing, yaitu
mempunyai panjang akhir yang baik dan kelangsungan hidup yang tinggi. Hal ini
diduga karena adanya enzim eksogen yang disumbangkan oleh cacing yang
diberikan pada larva pada pagi hari. Sehingga saat diberikan pakan buatan di
malam harinya enzim tersebut membantu mencerna pakan buatan yang diberikan
pada larva. Menurut Muchlisin et al. (2003), umunya aktivitas enzim akan tinggi
jika larva diberikan pakan alami terutama Artemia salina. Tingginya aktivitas
enzim ini disebabkan oleh adanya exogenus enzyme dari pakan alami yang akan
merangsang secara langsung produksi dan aktivitas endogenus enzyme dalam
saluran pencernaan larva. Adanya aktivitas enzim eksogen inilah yang mampu
9
membantu larva untuk menceran pakan buatan, sehingga asupan nutrien yang
masuk ke tubuh larva sama banyak dengan larva yang hanya diberi cacing.
Asupan nutrien yang banyak membuat larva dengan perlakuan kombinasi cacing
dan pakan buatan memiliki energi yang cukup untuk menghasilkan pertumbuhan
panjang dan mempertahankan kelangsungan hidup tetap tinggi.
Sejalan dengan hasil penelitian ini, tingkat kelangsungan hidup larva ikan
gurame yang diberi pakan buatan pada umur 10 hari juga rendah, yaitu hanya 34%.
Sedangkan pemberian pakan buatan pada umur 25 hari memberikan tingkat
kelangsungan hidup yang lebih baik, yaitu 65,25% (Arlia 1994). Hal ini juga
terjadi pada larva ikan baung yang diberi pakan buatan pada umur 7 hari
menunjukkan kelangsungan hidup yang rendah, yaitu 10,92%. Sedangkan larva
baung yang diberi pakan buatan pada umur 16 hari menunjukkan tingkat
kelangsungan hidup yang lebih baik, yaitu 72,58% (Haryati 2002). Hasil yang
rendah terhadap pemberian pakan buatan ini dimungkinkan terjadi karena
kandungan nutrien dari pakan yang diberikan. Berdasarkan hasil analisa proksimat
(% bobot basah) pakan yang digunakan di dalam penelitian (Tabel 2), kabohidrat
pada pakan buatan cukup tinggi sehingga membuat larva semakin sulit untuk
mencerna pakan buatan. Saat pemberian pakan buatan, enzim amilase yang
terdapat pada pencernaan larva belum memenuhi sehingga karbohidrat tersebut
belum bisa tercerna dengan baik. Menurut Effendi et al. (2003), larva ikan patin
umur 1 hari setelah menetas ternyata belum mempunyai enzim amilase. Hal ini
yang memungkinkan pertumbuhan larva ikan patin pada perlakuan 0C+6PB
memiliki tingkat pertumbuhan paling rendah. Selain itu, berdasarkan Stckney &
Novell (1997) dalam Arief (2009), pakan dengan kandungan karbohidrat
sebanyak 2,5-10% dari berat pakan menghasilkan pertambahan berat, namun bila
karbohidrat ditingkatkan menjadi 15-20% dari berat pakan maka pertambahan
berat pakan akan menurun.
Varikul dan Boonson (1968) dalam Suwarsih (2010), menjelaskan bahwa
perkembangan larva patin setelah menetas dari hari ke-0 sampai hari ke-10 yaitu
pada hari ke-0: bentuk larva mulai melebar, susunan mulut dan mata belum
terbentuk, terletak di atas kumpulan kuning terlur dan memanjang ke belakang
ujung anus larva. Hari ke-1: mata tidak berpigmen, sirip dada, mulut, dubur belum
tampak dan kantong kuning telur mulai mengecil. Hari ke-2: mulut mulai terbuka
dan terlihat struktur gelembung dari kantong kuning telur dengan jelas. Hari ke-3:
mata tumbuh dengan baik dan kuning telur semakin mengecil. Hari ke-4: susunan
pencernaan lengkap dengan mata dan mulut terlihat dari selaput gelembung. Hari
ke-5: perkembangan mulut baik dan mata memanjang. Hari ke-6: mata terbuka,
gigi tumbuh dengan baik, dan perkembangan pigmentasi terbentuk. Hari ke-7:
sirip tumbuh dnegan baik, kuning telur perlahan berkambang, gigi tumbuh dengan
cepat, dan mata memanjang. Hari ke-8: pigmentasi tumbuh dengan baik dan
selaput memanjang sedikit mencekung. Hari ke-10: tumbuh kuat dan berkembang
dengan struktur tubuh yang baik, sehingga serupa dengan ikan dewasa. Penjelasan
di atas menunjukkan bahwa pada stadia larva tidak bisa langsung diberikan pakan
dari luar, sehingga diperlukan perhitungan waktu pemberian pakan yang sesuai
untuk pemeliharaan larva.
Aktivitas lipase tertinggi pada pemberian 0C+6PB, namun tidak diikuti
dengan kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang tinggi pula. Hal ini
dimungkinkan karena larva yang mempunyai sistem pencernaan yang masih
10
sederhana harus memproduksi enzim pencernaan secara cepat agar mampu
mencerna pakan dari luar. Selain itu, kebiasan larva yang dari awal menetas
memperoleh pakan dari kantong telurnya yang mengandung minyak atau lemak
membuat aktivitas lipase yang dihasilkan oleh larva ikan patin tinggi. Berdasarkan
Kuzmina (1996), aktivitas enzim dipengaruhi oleh kebiasaan makan dan
komposisi biokimia pakan. Sedangkan aktivitas protease pada perlakuan 0C+6PB
cenderung rendah dikarenakan sulitnya larva mencerna protein pakan.
Berdasarkan Bundit (2007), larva yang diberi pakan buatan aktivitas proteasenya
rendah karena rendahnya daya cerna terhadap protein pakan. Hasil peneitian
Darwis et al. (2009) juga menunjukkan hal yang sama terhadap benih ikan betutu
yang diberi pakan buatan. Aktivitas protease pada benih ikan betutu yang diberi
pakan buatan menunjukkan hasil terendah dari pada diberi pakan artemia dan ikan
rucah.
Pada perlakuan 6C+0PB juga menunjukkan aktivitas protease yang juga
rendah pada d14. Pemberian pakan alami di awal pemeliharaan larva sangat baik
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan meningkatkan aktivitas enzim
pada sistem pencernaan larva sehingga perkembangan sistem pencernaan lebih
cepat (Kamarudin et al. 2011). Aktivitas enzim yang meningkat diiringi dengan
sistem pencernaan larva yang meningkat pula, sehingga pemberian pakan alami
terus menerus tidak memberikan peningkatan aktivitas enzim. Hal ini dikarenakan,
sistem pencernaan telah baik untuk mencerna pakan dari luar sehingga tidak
memacu larva untuk menghasilkan lebih banyak enzim pencernaan. Pernyataan
ini diperkuat dengan hasil penelitian Kamarudin et al. (2011), larva ikan baung
yang diberi pakan alami memiliki kecenderungan penurunan aktivitas enzimnya
mulai dari umur 6-14 hari setelah menetas.
Perlakuan kombinasi cacing sutra dan pakan buatan menunjukkan aktivitas
lipase dan protease yang tinggi, sehingga menghasilkan kelangsungan hidup dan
pertumbuhan larva yang tinggi pula. Hal ini dikarenakan pemberian pakan alami
di awal yang membawa enzim eksogenus membantu enzim eksogenus di dalam
sistem pencernaan larva untuk mencerna pakan buatan yang diberikan pada
malam harinya. Pemberian pakan buatan malam harinya memacu larva untuk
meingkatkan aktivitas enzimnya agar pakan buatan yang diberikan bisa dicerna
dengan baik. Keadaan inilah yang membuat larva ikan patin yang diberi
kombinasi pakan alami dan pakan buatan memiliki aktivitas enzim lipase maupun
protease yang cenderung tinggi.
Pada dasarnya, aktivitas lipase dan protease pada umumnya meningkat
seiring dengan bertambahnya umur ikan. Berdasarkan Aliye et al. (2014), larva
ikan mas koi yang diberi pakan nauplii artemia yang didekapsulasi dan tidak
didekapsulasi dari d4-d7 setelah menetas menunjukkan aktivitas enzim lipase dan
protease yang terus meningkat seiring bertambahnya umur larva. Larva koi yang
diukur aktivitas enzimnya dari umur 10-34 hari setiap 3 hari. Hal ini juga terjadi
pada larva ikan bandeng yang diberi pakan alami brachionus, pakan campuran,
dan pakan buatan mulai umur 10 hari, 15 hari, dan 20 hari menunjukkan aktivitas
lipase, tripsin, dan pepsin yang terus meningkat sampai umur 30 hari (Haryati
2002).
11
KESIMPULAN
Pakan yang diberikan pada larva ikan patin selama pemeliharaan dapat
dikombinasikan antara pakan cacing dan pakan buatan. Namun, larva ikan patin
tidak bisa diberi pakan buatan sepenuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aliye MK, Suzer C, Saka S, dan Firat K. 2014. Enzymatic characteristics and
growth parameters of ornamental koi carp (Cyprinus carpio var. Koi) larvae
fed by Artemia nauplii and cysts. J Fisheries and Aquatic Sciences.
14(1):125-133. doi: 10.4194/1303-2712-v14_1_14.
Arief M, Irmaya T, dan Widya PL. 2009. Pengaruh pemberian pakan alami dan
pakan buatan terhadap pertumbuhan benih ikan betutu (Oxyeleotris
marmorata Bleeker). J Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1(1): 51-57.
Arlia L. 1994. Pengaruh kadar protein pakan buatan terhadap pertumbuhan benih
ikan gurame (Osphronemus goramy Lacepede) [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Bergmeyer and Grass. 1983. Method of Enzymatic Analysis. Ed ke-3. Germany
(DE): VCH (Verlagsgsellschaft), Meinheim. hlm 1-159.
Borlongan IG. 1990. Studies on the digestive study of milkfish, Chanos chanos. J
Aquaculture. 89(1): 315-325.
Bradford MM. 1976. A Rapid and sensitive method for the quantitation of
microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye
binding. J Analytical Biochemistry. 72(1): 248-254.
Bundit J. 2007. The nutrition and feeding of a native Thai species, the marble
goby (Oxeyeleotris marmoratus), involving on-farm and experimental
studies [tesis]. Scotland (SCT): University of Stirling.
Darwis M, Sitti R, Muhammad S, Masaru T, dan Shigeharu S. 2009. Effects of
different types of feed on growth, survival and digestive enzyme activity of
marble goby, Oxyeleotris marmoratus juveniles. J Oseanologi dan
Limnologi Indonesia. 35(1): 1-18. ISSN: 0125-9830
Effendi I, Widanarni, danAugustine D. 2003. Perkembangan enzim pencernaan
larva ikan patin, Pangasius hypophthalmus sp. J Akuakultur Indonesia. 2(1):
13-20.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1996. Manual on The Production and
Use of Live Food for Aquaculture. Belgium (BE): University of Ghent
Ghent. hlm 4.
Gawlicka A, Parent B, Horn MH, Ross N, Opstad I, and Torrissen OJ. 2000.
Activity of digestive anzyme in yolk-sac larvae of Atlantic halibut
(Hippoglossus hippoglossus): indication of readiness for first feeding. J
Aquaculture.184(1): 303-314.
12
Haryati. 2002. Respon larva ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) terhadap
pakan buatan dalam sistem pembenihan [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Kamarudin MS, Otoi S, dan Saad CR. 2011. Changes in growth, survival, and
digestive anzyme activities of Asian red tail catfish, Mystus nemurus, larvae
fed on different diets. J Biotechnology. 10(21): 4484-4493. doi:
10.5897/AJB09.1895.
Kuzmina VV. 1996. Influence of age on digestive enzyme activity in some
freshwater teleostei. J Aquaculture. 110: 287-297.
Muchlisin ZA, Ahmad D, Rina F, Muhammadar, dan Musri M. 2003. Pengaruh
beberapa jenis pakan alami terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup
larva ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). J Biologi. 3(2): 105-113. ISSN:
0853-7240
Suwarsih. 2010. Pengaruh pengaturan pencahayaan dengan perbedaan persentase
penutupan media terhadap kelulusan hidup dan pertumbuhan larva ikan
patin (Pangasius sutchi) [Penelitian dosen]. Tuban (ID): Universitas PGRI
Ronggolawe.
Takeuchi T. 1988. Laboratory Work Chemical Evaluation of Dietary Nutrition. In
Watanabe T, ed. Fish Nutrition and Mariculture, JICA Textbook the General
Aquaculture Course. Tokyo (JP): Kanagawa internat. hlm 179-229
LAMPIRAN
Lampiran1 Prosedur analisa proksimat
A. Kadar Protein
Tahap Oksidasi
1.
Sampel ditimbang sebanyak 0.5 gram dan dimasukkan ke dalam labu
Kjedahl.
2.
Katalis (K2SO4+CuSO4.5H2O) dengan rasio 9:1 ditimbang sebanyak 1.5
gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjedahl.
3.
10 ml H2SO4 pekat ditimbahkan ke dalam labu Kjedahl dan kemudian labu
tersebut dipanaskan dalam rak oksidasi/ digestion pada suhu 400ºC selama
3-4 jam sampai terjadi perubahan warna cairan dalam labu menjadi hijau
bening.
4.
Larutan didinginkan lalu ditambahkan air destilasi 100 ml. Kemudian
larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades
sampai volume larutan mencapai 100 ml. Larutan sampel siap didestilasi.
Tahap Destilasi
1.
Beberapa tetes H2SO4 dimasukkan kedalan labu, sebelumnya labu diisi
setengahnya dengan akuades untuk menghindari kontaminasi oleh amonia
lingkungan. Kemudian didihkan selama 10 menit.
2.
Erlenmeyer diisi 10 ml H2SO4 0,05 N dan ditambahkan 2 tetes indicator
methyl red diletakkan di bawah pipa pembuangan kondensor dengan cara
dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan.
13
3.
5 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi melalui corong
yang kemudian dibilas dengan akuades dan ditambahkan 10 ml NaOH 30%
lalu dimasukkan melalui corong tersebut dan ditutup.
4.
Campuran alkalin dalam labu destilasi disuling menjadi uap air selama 10
menit sejak terjadi pengembunan pada kondensor.
Tahap Titrasi
1.
Larutan hasil destilasi dititrasi dengan larutan NaOH 0.05 N
2.
Volume hasil titrasi dicatat
3.
Prosedur yang sama juga dilakukan pada blanko
Kadar Protein (%)
Keterangan : Vb
Vs
S
*
**
=
.
∗ (
) .
∗∗
x 100%
= Volume hasil titrasi blanko (ml)
= Volume hasil titrasi sampel (ml)
= Bobot Sampel (gram)
= Setiap ml 0.05 NaOH ekivalen dengan 0.0007 gram Nitrogen
= Faktor Nitrogen
B. Kadar Lemak
Metode ekstraksi Soxhlet
1.
Labu ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 110 ºC dalam waktu 1 jam.
Kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang
bobot labu tersebut (X1).
2.
Sampel ditimbang sebanyak 3-5 gram (A), dan dimasukkan ke dalam
selongsong tabung filter dan dimasukkan ke dalam soxhlet dan pemberat
diletakkan di atasnya.
3.
N-hexan 100-150 ml dimasukkan ke dalam soxhlet sampai selongsong
terendam dan sisa N-hexan dimasukkan ke dalam labu.
4.
Labu yang telah dihubungkan dengan soxhlet dipanaskan di atas water bath
sampai cairan yang merendam sampel dalam soxhlet berwarna bening.
5.
Labu dilepaskan dan tetap dipanaskan hingga N-hexan menguap
6.
Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 60 menit,
kemudian didinginkan dalam desikatot selama 30 menit dan ditimbang (X2).
Kadar Lemak (%)
=
x 100%
Metode Floch
1.
Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram (A) dan dimasukkan ke dalam gelas
homogenize dan ditambahkan larutan kloroform/methanol(20xA), sebagian
disisakan untuk membilas pada saat penyaringan.
2.
Sampel dihomogenizer selama 5 menit setelah itu disaring dengan vacuum
pump.
3.
Sampel yang telah disaring tersebut dimasukkan dalam labu pemisah yang
telah diberi larutan MgCl2 0,03 N (0.2xC), kemudian dikocok dengan kkuat
minimal selama 1 menit kemudian ditutup dengan alumunium foil dan
didiamkan selama 1 malam.
4.
Labu silinder dioven terlebih dahulu pada suhu 110 ºC selama 1 jam,
didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X1).
14
5.
6.
C
1.
2.
3.
D.
1.
2.
3.
E.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Lapisan bawah yang terdapat dalam labu pemisah disaring kedalam labu
silinder kemudian dievaporator sampai kering. Sisa kloroform / methanol
yang terdapat dalam labu ditiup dengan menggunakan vacuum.
Stelah sisa kloroform/methanol dalam labu habis, labu dimasukkan kedalam
oven selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian
di timbang (X2).
Kadar Lemak (%)
=
x 100%
Kadar Air
Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 100 ºC selama 1 jam dan
kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1)
Bahan ditimbang 2-3 gram.
Cawan dan bahan dipanaskan dalam oven pada suhu 110 ºC selama 4-6 jam
kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2)
(
)
Kadar Air (%)
=
x 100%
Kadar Abu
Cawan dan bahan dipanaskan dlama oven pada suhu 100 ºC selama 1 jam
dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang
(X1)
Bahan ditimbang 2-3 gram(A)
Cawan dan bahan dipanaskan dalam tanur pada suhu 600 ºC sampai menjadi
abu kemudian dimasukkan kedalam oven selama 15 menit, didinginkan
dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. (X2)
x 100%
Kadar Abu (%)
=
Kadar Serat Kasar
Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110 ºC setelah
itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (X1)
Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram (A) dimasukkan kedalam Erlemeter
250 ml
H2SO4 0,3 N sebanyak 50 ml ditambahakan ke dalam erlemeyer kemudian
di panaskan diatas pembakar bunsen selama 30 menit. Setelah itu NaOH
1,5 N sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam Erlemeyer dan dipanaskan
kembali 30 menit.
Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong
Buchner dan hubungkan pada vacuum pump untuk memepercepat filtrasi.
Larutan dan bahan yang ada pada corong Buchner kemudian dibilas secra
berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas,
dan 25 ml aseton.
Kertas saring dan residu bahan dimasukkan dalam cawan porselin, lalu
dipanaskan dalam oven 105 – 110 ºC selama 1 jam kemudian didinginkan
dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (x2)
Setelah itu di panaskan dalam tanur 600 ºC hingga berwarna putih atau
menjadi abu (±4 jam). Kemudian dimasukkan dalam oven 105-110 ºC
selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan
ditimbang (X3)
15
Kadar Serat Kasar
=
x 100%
Lampiran 2 Prosedur Analisa Enzim
A. Preparasi sampel
Usus, isi lambung,ikan kecil segar ditimbang,kemudian ditambahkan larutan
buffer Tris (20 mM Tris HCl, 1 mM EDTA, 10 mM CaCl2, pH 7,5) dengan
perbandingan 10%.Lalu dimasukkan kedalam tabung effendorf dan disentrifuge
selama 10 menit 12.000 rpm suhu 4˚C.Diambil supernatantnya,dan dilakukan
berbagai analisis enzim terhadap supernatant tersebut.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
C.
1.
2.
3.
4.
D.
1.
Enzim protease
Siapkan tabung reaksi untuk blanko, standar dan contoh (banyaknya tabung
tergantung pada jumlah contoh).
Masukkan buffer phosphat 0,05 M pH 7 sebanyak 1 mL kedalam semua
tabung reaksi.
Lalu masukkan larutan substrat casein 20 mg/mL pH 7 sebanyak 1 mL juga
kedalam semua tabung reaksi.
Kemudian masukkan contoh sebanyak 0,2 mL, kedalam tabung reaksi
contoh saja.
Masukkan 0,2 mL larutan standar Tirosin 5 mmol/L kedalam tabung reaksi
untuk standar.
Dan masukkan 0,2 mL aquadest kedalam tabung reaksi untuk blanko.
Inkubasi pada suhu 37ºC selama 10 menit.
Tambahkan larutan TCA 0,1 M sebanyak 2 ml kedalam semua tabung.
Tambahkan larutan CaCl2 2 mmol/L sebanyak 0,2 mL kedalam tabung
blanko dan standar, sedangkan kedalam tabung sampel/contoh ditambahkan
0,2 mL aquadest.
Diamkan pada suhu 37ºC selama 10 menit.
Sentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm.
Filtrat dari masing-masing tabung diambil 1,5 mL, ditambahkan 5 mL
Na2CO3 0,4 M kedalam setiap tabung, lalu larutan Folin Ciaocalteau (1:1)
sebanyak 1 ml.
Didiamkan selama 20 menit pada suhu 37ºC.
Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada λ 578 nm.
Enzim lipase
Dipipet 1,5 mL substrat lipase murni (minyak zaitun murni), dan
dimasukkan kedalam erlenmeyer ukuran 100-125 mL.
Kemudian ditambahkan 1 mL Tris-HCl 0,1 M pH 8.0 kedalam erlenmeyer
tersebut, dan 1 mL contoh.
Dihomogenkan lalu diinkubasi pada suhu 37ºC selama 6 jam.
Ditambahkan 3 mL etil alkohol 95% (untuk memberhentikan proses
hidrolisis), dan dititrasi segera dengan NaOH 0,01 N (dengan menggunakan
indikator Thymolphtalein 0.9%).
Protein Bradford
Digunakan sampel 0,5 g kemudian ditambahkan 5 mL Tris-HCl pH 6,5
0,05M
16
2.
3.
4.
5.
6.
Lalu disentrifuse 10.000 rpm selama 20 menit
Ambil supernatannya saja, kemudian dimasukkan ke dalam evendorf
Dimasukkan 0,5 mL supernatan tadi ke dalam tabung reaksi dan 2,5 mL
larutan bradford ke semua tabung tersebut.
Diinkubasi pada suhu 30 oC
Dispektro dengan panjang gelombang 595 nm
Lampiran 3 Anova dan hasil uji Tukey tingkat kelangsungan hidup
Jumlah
Rataan
df
F
kuadrat
kuadrat
Antar
4 2282.262 52.578
9129.048
Kelompok
SR
Dalam
9
43.407
390.667
kelompok
Total
9519.714
13
Perlakuan
Untuk alpha = 0.05
N
1
0C+6PB
3
23.0000
2C+5PB
2
6C+0PB
3
3C+3PB
3
5C+2PB
3
Sig.
1.000
Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan.
Lampiran 4 Anova dan uji Tukey panjang Akhir
Jumlah
Rataan
df
kuadrat
kuadrat
Antar
.734
4
.184
kelompok
P.Akhir
Dalam
9
.010
.092
kelompok
Total
.827
13
Perlakuan
N
1
84.0000
84.3333
85.0000
87.0000
.982
Sig.
17.883
0C+6PB
3
-.0467
2C+5PB
2
5C+2PB
3
6C+0PB
3
3C+3PB
3
Sig.
1.000
Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan.
.000
2
F
Untuk alpha = 0.05
Sig.
.000
2
.3800
.4067
.5500
.5633
.293
17
Lampiran 5 Anova dan uji Tukey Aktivitas Lipase
Rataan
Jumlah
df
kuadrat
kuadrat
Antar
4
.944
3.778
kelompok
E.Lipase
Dalam
10
.130
1.298
kelompok
Total
5.075
14
Perlakuan
N
F
7.278
Untuk alpha = 0.05
1
6C+0PB
3
1.1441
3C+3PB
3
1.5469
2C+5PB
3
1.7669
5C+2PB
3
1.7932
0C+6PB
3
Sig.
.252
Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan.
Lampiran 6 Anova dan uji TukeyEnzim protease
Jumlah
Rataan
df
kuadrat
kuadrat
Antar
4
.000
.001
kelompok
E.Protease Dalam
10
.000
.000
kelompok
Total
.001
14
Perlakuan
N
Sig.
F
.005
2
1.7669
1.7932
2.6746
.069
Sig.
14.800
Untuk alpha = 0.05
1
2
.00502
.00738
.01236
.01236
.02106
0C+6PB
3
6C+0PB
3
3C+3PB
3
5C+2PB
3
2C+5PB
3
Sig.
.167
.083
Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan.
.000
3
.02106
.02289
.968
18
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, pada tanggal 30 Agustus 1992 dari bapak
Syarbani dan ibu Nur Afiah merupakan anak keempat dari enam bersaudara.
Penulis mempunyai tiga orang kakak perempuan yaitu Retno Kumalasari, Dwi
Permata Afyani, dan Uliyah Wulandari. Penulis juga mempunyai satu adik
perempuan dan satu laki-laki yang bernama Rizky Puspa Lestari dan Muhammad
Bayu Nugroho.
Pendidikan formal yang dilalui penulis mulai dari TK Al-Amanah Kenten
Laut (1997-1998), SD Negeri 2 Kenten Laut (1998-2004), SMP Negeri 14
Palembang (2004-2007), dan SMA Negeri 3 Palembang (2007-2010). Penluis
diterima menjadi mahasiswa Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan
Budidaya, Departemen Budaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian
Bogor (USMI) pada tahun 2010.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi anggota Organisasi
Mahasiswa Daerah (OMDA) Ikatan Keluarga Mahasiswa Sumatera Selatan
(2010-sekarang), anggota Departemen Kominfo Badan Eksekutif Mahasiswa
Tingkat Persiapan Bersama IPB (2010-2011), anggota Departemen
Pengembangan Budaya dan Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Kabinet Biru Bersatu (2011-2012), Sekretaris
Departemen Pengembangan Budaya dan Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Kabinet Pengarung Samudra (2012-2013).
Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Nutrisi Ikan (2013/2014) dan mata
kuliah Teknologi Produksi Plankton, Bentos dan Alga (2013/2014). Lomba yang
pernah dimenangkan penulis antara lain mendapat pendanaan Program Kreativitas
Mahasiswa DIKTI bidang Penelitian (PKMP) tahun 2013. Penulis juga pernah
mengikuti kegiatan magang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar
Sukabumi, Jawa Barat (2012) dan kegiatan Praktik Lapangan di Balai
Pengembangan Budidaya Air Tawar Subang, Jawa Barat pada Juni-Agustus 2013
dengan judul “Pembenihan Ikan Patin (Pangasionodon hypopthalmus) Di
Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang”.
Tugas Akhir dalam pendidikan tinggi sarjana diselesaikan oleh penulis
dengan menyusun skripsi yang berjudul “Kombinasi Pakan Alami Tubifex dan
Pakan Buatan pada Pemeliharaan Larva Ikan Patin Pangasius sp.”
PADA PEMELIHARAAN LARVA IKAN PATIN Pangasius sp.
RIA SEPTY ANGGRAINI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kombinasi Cacing Sutra Tubifex
dan Pakan Buatan pada Pemeliharaan Larva Ikan Patin Pangasis sp. adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Ria Septy Anggraini
NIM C14100025
ABSTRAK
RIA SEPTY ANGGRAINI. Kombinasi Cacing Sutra Tubifex dan Pakan Buatan
pada Pemeliharaan Larva Ikan Patin Pangasius sp.. Dibimbing oleh DEDI
JUSADI dan MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI.
Penelitian ini mengevaluasi pengaruh perbedaan frekuensi pemberian
pakan harian cacing sutra (C) dan pakan buatan (PB) terhadap sintasan dan
pertumbuhan larva ikan patin Pangasius sp.. Larva ikan patin yang baru menetas
(d0) berukuran 0,44±0,04 cm dipelihara dalam akuarium kaca berukuran
30x20x20 cm3 yang diisi air setinggi 15 cm selama 14 hari. Mulai d5, larva diberi
lima perlakuan pemberian pakan, yaitu 6C+0PB, 5C+2PB, 3C+3PB, 2C+5PB,
dan 0C+6PB. Pemberian pakan dilakukan secara ad libitum. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa larva yang diberi 6C+0PB dan kombinasi C+PB memiliki
tingkat kelangsungan hidup dan panjang akhir yang tidak berbeda nyata. Namun
larva yang diberi 0C+6PB, kelangsungan hidup dan panjang akhirnya rendah.
Semakin banyak porsi PB yang diberikan menunjukkan tren aktivitas lipase yang
cenderung meningkat. Tetapi pada aktivitas protease pada pemberian 6C+0PB dan
0C+6PB lebih rendah dari ketiga perlakuan kombinasi C+PB. Dengan demikian,
larva ikan patin dapat dibudidaya dengan menggunakan kombinasi cacing sutra
dan pakan buatan.
Kata kunci: Cacing sutra, pakan buatan, larva, ikan patin, Pangasius sp., aktivitas
lipase, aktivitas protease.
ABSTRACT
RIA SEPTY ANGGRAINI. Combination of Tubifex and Artificial Diet for Larval
Yellowtail Catfish Pangasius sp. Supervised by DEDI JUSADI and
MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI.
This research was conducted to evaluate the effect of different
combination of feeding frequency of Tubifex (C) and artificial diet (P) on survival
rate and growth rate of larval yellowtail catfish Pangasius sp.. Newly hatched
larvae (d0) with total length of 0.44±0.04 cm were cultured for 14 days in
30x20x20 cm3 aquarium. Water volume in each aquarium was 9 L. At d5, larvae
were fed on five different feeding frequencies either 6C+0PB, 5C+2PB, 3C+3PB,
2C+5PB, dan 0C+6PB. Feeding method used in this research was ad libitum.
Results showed that survival rate and total length of d14 old larvae fed on
0C+6PB was lower than the groups fed on either 6C+0PB or three combinations
of C+PB. Lipase activity tend to be increase in line with the increasing amount of
artificial feed. On the other hand, larvae fed on 6C+0PB and 0C+6PB had the
lowest protease activity. Therefore, larval catfish can be fed by combination of
Tubifex and artificial feed.
Keywords: Artificial diet, lipase activity, protease activity, silkworm, yellowtail
catfish larva Pangasius sp.
KOMBINASI CACING SUTRA Tubifex DAN PAKAN BUATAN
PADA PEMELIHARAAN LARVA IKAN PATIN Pangasius sp.
RIA SEPTY ANGGRAINI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Kombinasi Cacing Sutra Tubifex dan Pakan Buatan pada
Pemeliharaan Larva Ikan Patin Pangasius sp.
Nama
: Ria Septy Anggraini
NIM
: C14100025
Disetujui oleh
Dr Dedi Jusadi
Pembimbing I
Dr Muhammad Agus Suprayudi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Sukenda
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan atas rahmat Allah SWT. yang telah
melimpahkan karunia-Nya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam karya tulis yang dilaksanakan sejak Februari-April 2014 ini
berjudul “Kombinasi Cacing Sutra Tubifex dan Pakan Buatan pada
Pemeliharaan Larva Ikan Patin Pangasius sp.” Terima kasih dan penghargaan
penulis ucapkan kepada:
1. Ayahanda Syarbani, Ibunda Nur Afiah, Kakak-kakakku Ayi, Ani, Uwan,
serta Adik-adikku Cici dan Bayu atas doa, cinta, kasih sayang, dan dukungan
yang tak pernah berhenti mengalir.
2. Terima kasih kepada bapak Dr. Dedi Jusadi selaku dosen pembimbing I dan
bapak Dr. Muhammad Agus Suprayudi selaku dosen pembimbing II atas
bantuan, masukan, dan motivasi yang diberikan.
3. Terima kasih pula kepada Pak Wasjan, Mba Retno, Pak Manarwan, Pak
Hendak, dan Kang Abe yang sangat banyak membantu dalam penelitian ini.
4. Teruntuk sahabat-sahabat, Sandri, Dina, Della, Mirvat, Anna, Nyimas, Renny,
Bani, dan seluruh XII IPA A yang selalu menjadi penyemangat setia.
5. Terima kasih untuk Bang Astrid, Evi, Alit, Rere, Ina, Lira, Saki, Ella, Amal
Dita, Adri, Dede, Fira, Intan, Ijah NutriKids 47 dan BDP 47 yang telah
bersusah payah menemani bermalam di Lab. kalian luar biasa.
6. Terima kasih kepada Tarmizi, Hermin, Yurika, Dila, Farha, Taufiq, Ega,
Nindya, Kak wening, seluruh keluarga IKAMUSI, dan Wisma Arundina yang
telah memberikan warna selama 4 tahun kuliah di IPB.
7. Terima kasih keluarga kamar 348, Anand, Mona, dan Lidya, Lorong 6, A3
serta Ridha, Suci, Ulfa dan teman-teman TPB B24 atas canda tawanya selama
ini.
8. Terima kasih untuk keluarga BEM TPB kabinet Harmoni, MAD47, BEM C
kabinet Biru Bersatu, BEM C kabinet Pengarung Samudra, dan Aerobik
Poseidon dengan semua warna warni dunia kampusnya.
9. Dan terakhir terima kasih kepada beasiswa PPA/BBM 2013-2014 yang telah
banyak membantu.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis khusunya dan juga
pagi pembaca.
Bogor,
Juli 2014
Ria Septy Anggraini
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
PENDAHULUAN .............................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................................
1
Tujuan .............................................................................................................
2
METODE ...........................................................................................................
2
Pemeliharaan Larva ........................................................................................
2
Pakan dan Pemberian Pakan ...........................................................................
3
Panen ..............................................................................................................
4
Parameter Uji ..................................................................................................
4
Analisis Kimia ................................................................................................
5
Analisis Data ..................................................................................................
5
HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................
6
Hasil ................................................................................................................
6
Pembahasan ....................................................................................................
8
KESIMPULAN .................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 11
LAMPIRAN ....................................................................................................... 12
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ 18
DAFTAR TABEL
1 Kualitas air media budidaya ikan selama penelitian ................................
2 Hasil analisa proksimat (% bobot basah) pakan yang digunakan di
dalam penelitian ........................................................................................
3 Jenis pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan ...........................
4 Jadwal pemberian cacing dan pakan buatan .............................................
5 Jumlah pemberian pakan nauplii artemia, cacing sutra dan pakan buatan
selama pemeliharaan ................................................................................
2
3
3
4
4
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Kelangsungan hidup larva ikan patin di akhir penelitian (d14) ................
Panjang larvaikan patin di akhir penelitian (d14) .....................................
Aktivitas enzim lipase pada larva ikan patin d14 .....................................
Aktivitas enzim protease pada larva ikan patin d14 .................................
6
7
7
8
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Prosedur Analisa Serat Kasar ...................................................................
Prosedur Analisa Enzim ...........................................................................
Anova dan hasil uji Tukey tingkat kelangsungan hidup ...........................
Anova dan uji Tukey panjang Akhir .........................................................
Anova dan uji Tukey Aktivitas Lipase ......................................................
Anova dan uji Tukey Enzim protease .......................................................
12
15
16
16
17
17
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembenihan merupakan suatu kegiatan usaha memproduksi benih ikan
sampai ukuran siap tebar. Segmen pertama dalam usaha pembenihan ikan patin
adalah pemeliharaan telur sampai benih ukuran sekitar 1 inci, dan di tahun 2014
berubah menjadi 1,7 cm. Proses produksi benih patin sampai ukuran tersebut
sangat bergantung pada ketersediaan cacing sutra Tubifex, karena pakan yang
digunakan hanya cacing sutra. Menurut informasi, hatchery patin Stasiun
Lapangan, Departemen Budidaya Perairan, Kampus IPB Dramaga, pada tahun
2013 setiap siklusnya memproduksi 170.000 ekor benih ukuran sekitar 1 inci.
Untuk menghasilkan benih tersebut dibutuhkan cacing sutra sebanyak 59.145,6 g
dengan rata-rata waktu produksi 19 hari. Dengan demikian, kebutuhan cacing
sutra dalam setahun (7 siklus) di hatchery tersebut untuk produksi benih patin
ukuran 1 inci adalah sebanyak 414.019,2 g. Seperti dikemukakan di atas, dalam
satu tahun, produksi benih patin hanya bisa dilakukan tujuh siklus. Kekosongan
produksi terjadi biasanya pada musim penghujan dan musim kemarau. Pada
musim hujan kekosongan produksi terjadi karena pasokan cacing akibat hasil
tangkapan di alam yang menurun drastis. Sedangkan pada musim kemarau
kekosongan terjadi karena induk ikan patin sulit untuk matang gonad. Di sisi lain,
cacing sutra juga digunakan sebagai pakan larva ikan dan berbagai jenis ikan hias.
Untuk meningkatkan produktivitas hatchery, khususnya ikan patin,
ketergantungan pada cacing sutra harus dikurangi. Salah satu alternatif yang dapat
dilakukan
adalah
dengan
pemberian
pakan
buatan
dan
mempersingkat/mengurangi porsi pemberian cacing. Namun, penggunaan pakan
buatan diduga masih belum bisa maksimal, karena pencernaan larva ikan patin
yang masih belum sempurna. Tingkat kecernaan bisa dilihat dengan aktivitas
enzim endogenus dalam tubuh larva. Peningkatan aktivitas enzim berbanding
lurus dengan umur larva (FAO 1996). Berdasarkan Aliye et al. (2014), larva ikan
mas koi yang diberi pakan nauplii artemia dari umur 4 hari sampai umur 7 hari
setelah menetas menunjukkan aktivitas enzim lipase dan protease yang terus
meningkat seiring bertambahnya umur larva. Effendi et al. (2003) menyatakan
bahwa pada larva ikan patin umur satu hari sudah memiliki aktivitas enzim lipase
dan protease didalam saluran pencernaannya, namun belum terdapat aktivitas
enzim amilase. Ketika aktivitas enzim sudah tinggi dapat diindikasikan secara
fisiologi larva siap untuk memperoleh pakan dari luar (Gawlicka et al. 2000).
Dengan demikian, efisiensi penggunaan cacing sutra dapat dilakukan dengan
mengkombinasikan cacing sutra dengan pakan buatan atau dapat juga dengan
menggantikan cacing sutra dengan pakan buatan lebih awal.
2
Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi pengaruh
perbedaan frekuensi pemberian pakan harian cacing dan pakan buatan terhadap
sintasan dan pertumbuhan larva ikan patin Pangasius sp..
METODE
Pemeliharaan Larva
Larva ikan patin yang baru menetas (d0) diperoleh dari pembenih ikan di
Cibanteng, Bogor. Larva baru menetas berukuran 0,44±0,04 cm ditebar ke dalam
15 akuarium kaca ukuran 30x20x20 cm3 yang diisi air setinggi 15 cm di Stasiun
Lapangan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Penebaran larva dilakukan pada pukul 16.00 WIB
dengan kepadatan 100 ekor per akuarium. Sebelum larva ditebar, air akuarium
diberi elbaju sebanyak 5 mg/l, serta diberi garam secara bertahap hingga
salinitasnya menjadi 2 g/l. Larva dipelihara sampai berumur d14. Selama masa
budidaya, larva diberi pakan sesuai dengan perlakuannya. Selama pemeliharaan
salinitas air dalam akuarium dipertahankan 2 g/l.
Selama masa budidaya, dilakukan pergantian air secara periodik.
Pergantian air mulai dilakukan saat larva berumur d2, yakni bersamaan dengan
pemberian pakan pertama. Pergantian air dilakukan setiap hari sebanyak satu kali.
Saat larva berumur 2-8 hari pergantian air dilakukan sebanyak 30%. Sedangkan
saat larva berumur 8-14 hari pergantian air dilakukan sebanyak 50%. Pada d1
sampai d4 pagi, suhu media pemeliharaan berkisar antara 24-26 oC. Sehubungan
dengan kisaran suhu yang rendah, mulai d5 dipasang dua buah lampu pijar dengan
masing-masing dayanya 60 Watt. Lampu tersebut diletakkan diantara akuarium
agar terjadi efek peningkatan suhu dan seluruh akuarium ditutup plastik
transparan. Suhu air mulai d6 meningkat menjadi 26-28oC. Kondisi suhu dan pH
air harian diukur dua kali sehari disajikan di Tabel 1. Di Tabel tersebut juga bisa
dilihat kandungan oksigen terlarut dan amoniak, yang diukur pada awal dan akhir
penelitian.
Tabel 1. Kualitas air media budidaya ikan selama penelitian
Parameter
o
Suhu ( C)
DO (mg/L)
pH
Amoniak
(mg/L)
6C+0PB
23,5-29
5,2-8,1
6,0-7,6
5C+2PB
23,5-28
5,2-7,8
6,0-8,0
Perlakuan
3C+ 3PB
23,5-29
5,3-7,3
6,0-7,65
2C+5PB
23,5-28
5,0-7,7
6,0-7,7
0C+6PB
24-30
5,6-7,6
6,0-8,0
0-0,02
0-0,02
0-0,02
0-0,02
0-0,02
Keterangan: C = cacing sutra; PB = Pakan buatan.
Tandon
23,5-27,9
6,5-6,7
6,0-7,5
0,0
3
Pakan dan pemberian pakan
Pakan yang diberikan untuk larva ikan patin berupa artemia, cacing sutra,
dan pakan buatan merek Orange. Kandungan proksimat dari masing-masing
pakan yang digunakan dapat dilihat di Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisa proksimat (% bobot basah) pakan yang digunakan dalam
penelitian
Komposisi
Serat kasar
Kadar abu
Lemak
Protein
BETN
Kadar Air
Jenis Pakan
Cacing sutra
0,44
2,17
2,65
10,90
1,53
82,31
Artemia
0,82
1,81
3,31
11,96
0,68
81,42
Pakan Buatan
0,44
10,22
11,87
42,39
29,60
5,48
Pada saat berumur d2, larva mulai diberi makan artemia dengan frekuensi
pemberian setiap 2 jam. Mulai umur d5, larva diberi pakan berupa cacing sutra
dan pakan buatan dengan jumlah yang berbeda sesuai perlakuan (Tabel 3).
Pemberian cacing sutra dan pakan buatan dilakukan setiap periode 4 jam. Larva
dipelihara sampai umur d14, sesuai standar pemeliharaan dipembenihan ikan patin,
karena larva sudah dapat dijual pada umur tersebut.
Tabel 3. Jenis pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan
Perlakuan
6C+0PB
5C+2PB
3C+3PB
2C+5PB
0C+6PB
2
3
4
Artemia
Artemia
Artemia
Artemia
Artemia
5
6
Umur larva (d)
7
8
9
10 11 12
6 Cacing
5 Cacing, 2 Pakan Buatan
3 Cacing, 3 Pakan Buatan
2 Cacing, 5 Pakan Buatan
6 Pakan Buatan
13
14
Sesuai perlakuan, jadwal dan frekuensi pemberian pakan dapat dilihat
pada Tabel 4. Untuk perlakuan yang menggunakan cacing, cacing tersebut
diberikan mulai pagi hari, selanjutnya mulai siang hari diberi pakan buatan.
Penentuan besarnya pakan buatan yang diberikan didasarkan pada metode ad
libitum dengan jumlah pakan yang diberikan sekenyangnya.
4
Tabel 4. Jadwal pemberian cacing dan pakan buatan
Perlakuan
6C+0PB
5C+2PB
3C+3PB
2C+5PB
0C+6PB
Pakan
Cacing
Pakan buatan
Cacing
Pakan buatan
Cacing
Pakan buatan
Cacing
Pakan buatan
Cacing
Pakan buatan
09.00
░░░░
13.00
░░░░
Jam (WIB)
17.00
21.00
░░░░ ░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
01.00
░░░░
05.00
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
░░░░
Berdasarkan jadwal pemberian pakan pada Tabel 4 didapatkan jumlah
pakan dari ketiga jenis pakan yang diberikan selama pemeliharaan 14 hari.
Banyaknya jumlah pakan pada masing-masing jenis pakan tersebut dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah pemberian pakan nauplii artemia, cacing sutra dan pakan buatan
selama pemeliharaan
Perlakuan
6C+0PB
5C+2PB
3C+3PB
2C+5PB
0C+6PB
Artemia (individu)
6371
6371
6371
6371
6371
Cacing (g)
224,4
174,4
97,8
63,3
0
Pakan Buatan (g)
0
4,4
12,3
13,9
19,0
Panen
Panen larva dilakukan pada d14, mulai pukul 16.00 WIB.Larva di setiap
akuarium dihitung jumlahnya untuk menentukan tingkat kelangsungan hidupnya.
Selanjutnya, larva dipisahkan berdasarkan ukurannya (grading). Ukuran larva
dibuat dalam dua kategori ukuran, yakni besar dan kecil. Larva ikan yang
dikategorikan besar bila ukurannya telah mancapai ≥1,6cm dan kecil bila
ukurannya 0,05)
Pada akhir pemeliharaan juga dilakukan pengukuran panjang akhir. Pada
keempat perlakuan pemberian pakan cacing dan kombinasi cacing dengan pakan
buatan memiliki panjang akhir yang tidak berbeda nyata (Lampiran 4), yaitu
berkisar 1,4 cm sampai 1,7 cm. Sedangkan pada perlakuan dengan pemberian
pakan hanya dengan pakan buatan memberikan panjang akhir terpendek yaitu 0,9
cm (Gambar 2).
7
Panjang Akhir (cm)
2,1
b
b
b
1,8
b
1,5
a
1,2
0,9
0,6
0,3
0
6C+0PB
5C+2PB
3C+3PB
2C+5PB
0C+6PB
Perlakuan
Gambar 2.
Panjang larva ikan patin di akhir penelitian (d14).
Keterangan: Huruf superskrip yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata (P>0,05)
Aktivitas lipase menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Lampiran 5)
antara keempat perlakuan yang diberi cacing dan kombinasi cacing dengan pakan
buatan yaitu sebesar 3,4-6,1 unit/mg protein. Namun, keempat perlakuan ini
memiliki akitivitas lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan pakan buatan.
Aktivitas lipase pada perlakuan 0C+6PB sebesar 15,2 unit/mg protein (Gambar 3).
b
18,000
Aktivitas Lipase
(unit/mg protein)
15,000
12,000
ab
9,000
6,000
a
a
ab
3,000
0,000
6C+0PB
5C+2PB
3C+3PB
2C+5PB
0C+6PB
Perlakuan
Gambar 3. Aktivitas enzim lipase pada larva ikan patin d14.
Keterangan: Huruf superskrip yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata (P>0,05).
Pada aktivitas protease terlihat hasil yang bervariasi antar setiap perlakuan
(Lampiran 6). Pada perlakuan hanya 6C+0PB, kombinasi 3C+3PB, dan 0C+6PB
memiliki nilai aktivitas protease yang hampir sama yaitu 0,007-0,012 unit/mg
protein. Sedangkan perlakuan kombinasi 5C+2PB dan kombinasi 2C+5PB hasil
aktivitas proteasenya tidak berbeda yaitu 0,021-0,023 unit/mg protein (Gambar 4).
8
0,030
Aktivitas Protease
(unit/mg protein)
c
bc
0,025
0,020
ab
ab
0,015
0,010
a
0,005
0,000
6C+0PB
5C+2PB
3C+3PB
2C+5PB
0C+6PB
Perlakuan
Gambar 4. Aktivitas enzim protease pada larva ikan patin d14.
Keterangan: Huruf superskrip yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata (P>0,05).
Pembahasan
Larva ikan patin yang diberi cacing dan kombinasi cacing dengan pakan
buatan pakan alami memiliki tingkat kelangsungan hidup dan panjang akhir yang
sama tinggi. Sedangkan larva yang diberikan hanya pakan buatan menunjukkan
kelangsungan hidup dan panjang akhir yang sangat rendah. Rendahnya
pertumbuhan dan kelangsungan hidup di perlakuan pakan buatan, diduga oleh
aktivitas enzim yang masih rendah. Pendekatan ini dapat dilakukan karena enzim
di dalam saluran pencernaan berperan dalam perombakan molekul besar pakan
menjadi yang lebih kecil, sehingga molekul tersebut dapat diserap dan diedarkan
ke sel-sel yang membutuhkan. Berdasarkan Haryati (2002), larva ikan betutu yang
diberi pakan buatan umur 10, 15, dan 20 hari menunjukkan aktivitas enzim lebih
rendah dibandingkan dengan yang diberi pakan campuran dan pakan alami berupa
Brachionus. Aktivitas enzim yang rendah inilah yang membuat asupan nutrient ke
tubuh larva minim, sehingga larva kekurangan energi yang menyebabkan
pembentukan organ terhambat. Pertumbuhan organ tubuh yang lambat
menyebabkan pertumbuhan larva kurang dan menyebabkan tingkat kematiannya
tinggi.
Kombinasi cacing dan pakan buatan yang diberikan ke larva menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata dengan larva yang hanya diberi pakan cacing, yaitu
mempunyai panjang akhir yang baik dan kelangsungan hidup yang tinggi. Hal ini
diduga karena adanya enzim eksogen yang disumbangkan oleh cacing yang
diberikan pada larva pada pagi hari. Sehingga saat diberikan pakan buatan di
malam harinya enzim tersebut membantu mencerna pakan buatan yang diberikan
pada larva. Menurut Muchlisin et al. (2003), umunya aktivitas enzim akan tinggi
jika larva diberikan pakan alami terutama Artemia salina. Tingginya aktivitas
enzim ini disebabkan oleh adanya exogenus enzyme dari pakan alami yang akan
merangsang secara langsung produksi dan aktivitas endogenus enzyme dalam
saluran pencernaan larva. Adanya aktivitas enzim eksogen inilah yang mampu
9
membantu larva untuk menceran pakan buatan, sehingga asupan nutrien yang
masuk ke tubuh larva sama banyak dengan larva yang hanya diberi cacing.
Asupan nutrien yang banyak membuat larva dengan perlakuan kombinasi cacing
dan pakan buatan memiliki energi yang cukup untuk menghasilkan pertumbuhan
panjang dan mempertahankan kelangsungan hidup tetap tinggi.
Sejalan dengan hasil penelitian ini, tingkat kelangsungan hidup larva ikan
gurame yang diberi pakan buatan pada umur 10 hari juga rendah, yaitu hanya 34%.
Sedangkan pemberian pakan buatan pada umur 25 hari memberikan tingkat
kelangsungan hidup yang lebih baik, yaitu 65,25% (Arlia 1994). Hal ini juga
terjadi pada larva ikan baung yang diberi pakan buatan pada umur 7 hari
menunjukkan kelangsungan hidup yang rendah, yaitu 10,92%. Sedangkan larva
baung yang diberi pakan buatan pada umur 16 hari menunjukkan tingkat
kelangsungan hidup yang lebih baik, yaitu 72,58% (Haryati 2002). Hasil yang
rendah terhadap pemberian pakan buatan ini dimungkinkan terjadi karena
kandungan nutrien dari pakan yang diberikan. Berdasarkan hasil analisa proksimat
(% bobot basah) pakan yang digunakan di dalam penelitian (Tabel 2), kabohidrat
pada pakan buatan cukup tinggi sehingga membuat larva semakin sulit untuk
mencerna pakan buatan. Saat pemberian pakan buatan, enzim amilase yang
terdapat pada pencernaan larva belum memenuhi sehingga karbohidrat tersebut
belum bisa tercerna dengan baik. Menurut Effendi et al. (2003), larva ikan patin
umur 1 hari setelah menetas ternyata belum mempunyai enzim amilase. Hal ini
yang memungkinkan pertumbuhan larva ikan patin pada perlakuan 0C+6PB
memiliki tingkat pertumbuhan paling rendah. Selain itu, berdasarkan Stckney &
Novell (1997) dalam Arief (2009), pakan dengan kandungan karbohidrat
sebanyak 2,5-10% dari berat pakan menghasilkan pertambahan berat, namun bila
karbohidrat ditingkatkan menjadi 15-20% dari berat pakan maka pertambahan
berat pakan akan menurun.
Varikul dan Boonson (1968) dalam Suwarsih (2010), menjelaskan bahwa
perkembangan larva patin setelah menetas dari hari ke-0 sampai hari ke-10 yaitu
pada hari ke-0: bentuk larva mulai melebar, susunan mulut dan mata belum
terbentuk, terletak di atas kumpulan kuning terlur dan memanjang ke belakang
ujung anus larva. Hari ke-1: mata tidak berpigmen, sirip dada, mulut, dubur belum
tampak dan kantong kuning telur mulai mengecil. Hari ke-2: mulut mulai terbuka
dan terlihat struktur gelembung dari kantong kuning telur dengan jelas. Hari ke-3:
mata tumbuh dengan baik dan kuning telur semakin mengecil. Hari ke-4: susunan
pencernaan lengkap dengan mata dan mulut terlihat dari selaput gelembung. Hari
ke-5: perkembangan mulut baik dan mata memanjang. Hari ke-6: mata terbuka,
gigi tumbuh dengan baik, dan perkembangan pigmentasi terbentuk. Hari ke-7:
sirip tumbuh dnegan baik, kuning telur perlahan berkambang, gigi tumbuh dengan
cepat, dan mata memanjang. Hari ke-8: pigmentasi tumbuh dengan baik dan
selaput memanjang sedikit mencekung. Hari ke-10: tumbuh kuat dan berkembang
dengan struktur tubuh yang baik, sehingga serupa dengan ikan dewasa. Penjelasan
di atas menunjukkan bahwa pada stadia larva tidak bisa langsung diberikan pakan
dari luar, sehingga diperlukan perhitungan waktu pemberian pakan yang sesuai
untuk pemeliharaan larva.
Aktivitas lipase tertinggi pada pemberian 0C+6PB, namun tidak diikuti
dengan kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang tinggi pula. Hal ini
dimungkinkan karena larva yang mempunyai sistem pencernaan yang masih
10
sederhana harus memproduksi enzim pencernaan secara cepat agar mampu
mencerna pakan dari luar. Selain itu, kebiasan larva yang dari awal menetas
memperoleh pakan dari kantong telurnya yang mengandung minyak atau lemak
membuat aktivitas lipase yang dihasilkan oleh larva ikan patin tinggi. Berdasarkan
Kuzmina (1996), aktivitas enzim dipengaruhi oleh kebiasaan makan dan
komposisi biokimia pakan. Sedangkan aktivitas protease pada perlakuan 0C+6PB
cenderung rendah dikarenakan sulitnya larva mencerna protein pakan.
Berdasarkan Bundit (2007), larva yang diberi pakan buatan aktivitas proteasenya
rendah karena rendahnya daya cerna terhadap protein pakan. Hasil peneitian
Darwis et al. (2009) juga menunjukkan hal yang sama terhadap benih ikan betutu
yang diberi pakan buatan. Aktivitas protease pada benih ikan betutu yang diberi
pakan buatan menunjukkan hasil terendah dari pada diberi pakan artemia dan ikan
rucah.
Pada perlakuan 6C+0PB juga menunjukkan aktivitas protease yang juga
rendah pada d14. Pemberian pakan alami di awal pemeliharaan larva sangat baik
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan meningkatkan aktivitas enzim
pada sistem pencernaan larva sehingga perkembangan sistem pencernaan lebih
cepat (Kamarudin et al. 2011). Aktivitas enzim yang meningkat diiringi dengan
sistem pencernaan larva yang meningkat pula, sehingga pemberian pakan alami
terus menerus tidak memberikan peningkatan aktivitas enzim. Hal ini dikarenakan,
sistem pencernaan telah baik untuk mencerna pakan dari luar sehingga tidak
memacu larva untuk menghasilkan lebih banyak enzim pencernaan. Pernyataan
ini diperkuat dengan hasil penelitian Kamarudin et al. (2011), larva ikan baung
yang diberi pakan alami memiliki kecenderungan penurunan aktivitas enzimnya
mulai dari umur 6-14 hari setelah menetas.
Perlakuan kombinasi cacing sutra dan pakan buatan menunjukkan aktivitas
lipase dan protease yang tinggi, sehingga menghasilkan kelangsungan hidup dan
pertumbuhan larva yang tinggi pula. Hal ini dikarenakan pemberian pakan alami
di awal yang membawa enzim eksogenus membantu enzim eksogenus di dalam
sistem pencernaan larva untuk mencerna pakan buatan yang diberikan pada
malam harinya. Pemberian pakan buatan malam harinya memacu larva untuk
meingkatkan aktivitas enzimnya agar pakan buatan yang diberikan bisa dicerna
dengan baik. Keadaan inilah yang membuat larva ikan patin yang diberi
kombinasi pakan alami dan pakan buatan memiliki aktivitas enzim lipase maupun
protease yang cenderung tinggi.
Pada dasarnya, aktivitas lipase dan protease pada umumnya meningkat
seiring dengan bertambahnya umur ikan. Berdasarkan Aliye et al. (2014), larva
ikan mas koi yang diberi pakan nauplii artemia yang didekapsulasi dan tidak
didekapsulasi dari d4-d7 setelah menetas menunjukkan aktivitas enzim lipase dan
protease yang terus meningkat seiring bertambahnya umur larva. Larva koi yang
diukur aktivitas enzimnya dari umur 10-34 hari setiap 3 hari. Hal ini juga terjadi
pada larva ikan bandeng yang diberi pakan alami brachionus, pakan campuran,
dan pakan buatan mulai umur 10 hari, 15 hari, dan 20 hari menunjukkan aktivitas
lipase, tripsin, dan pepsin yang terus meningkat sampai umur 30 hari (Haryati
2002).
11
KESIMPULAN
Pakan yang diberikan pada larva ikan patin selama pemeliharaan dapat
dikombinasikan antara pakan cacing dan pakan buatan. Namun, larva ikan patin
tidak bisa diberi pakan buatan sepenuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aliye MK, Suzer C, Saka S, dan Firat K. 2014. Enzymatic characteristics and
growth parameters of ornamental koi carp (Cyprinus carpio var. Koi) larvae
fed by Artemia nauplii and cysts. J Fisheries and Aquatic Sciences.
14(1):125-133. doi: 10.4194/1303-2712-v14_1_14.
Arief M, Irmaya T, dan Widya PL. 2009. Pengaruh pemberian pakan alami dan
pakan buatan terhadap pertumbuhan benih ikan betutu (Oxyeleotris
marmorata Bleeker). J Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1(1): 51-57.
Arlia L. 1994. Pengaruh kadar protein pakan buatan terhadap pertumbuhan benih
ikan gurame (Osphronemus goramy Lacepede) [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Bergmeyer and Grass. 1983. Method of Enzymatic Analysis. Ed ke-3. Germany
(DE): VCH (Verlagsgsellschaft), Meinheim. hlm 1-159.
Borlongan IG. 1990. Studies on the digestive study of milkfish, Chanos chanos. J
Aquaculture. 89(1): 315-325.
Bradford MM. 1976. A Rapid and sensitive method for the quantitation of
microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye
binding. J Analytical Biochemistry. 72(1): 248-254.
Bundit J. 2007. The nutrition and feeding of a native Thai species, the marble
goby (Oxeyeleotris marmoratus), involving on-farm and experimental
studies [tesis]. Scotland (SCT): University of Stirling.
Darwis M, Sitti R, Muhammad S, Masaru T, dan Shigeharu S. 2009. Effects of
different types of feed on growth, survival and digestive enzyme activity of
marble goby, Oxyeleotris marmoratus juveniles. J Oseanologi dan
Limnologi Indonesia. 35(1): 1-18. ISSN: 0125-9830
Effendi I, Widanarni, danAugustine D. 2003. Perkembangan enzim pencernaan
larva ikan patin, Pangasius hypophthalmus sp. J Akuakultur Indonesia. 2(1):
13-20.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1996. Manual on The Production and
Use of Live Food for Aquaculture. Belgium (BE): University of Ghent
Ghent. hlm 4.
Gawlicka A, Parent B, Horn MH, Ross N, Opstad I, and Torrissen OJ. 2000.
Activity of digestive anzyme in yolk-sac larvae of Atlantic halibut
(Hippoglossus hippoglossus): indication of readiness for first feeding. J
Aquaculture.184(1): 303-314.
12
Haryati. 2002. Respon larva ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) terhadap
pakan buatan dalam sistem pembenihan [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Kamarudin MS, Otoi S, dan Saad CR. 2011. Changes in growth, survival, and
digestive anzyme activities of Asian red tail catfish, Mystus nemurus, larvae
fed on different diets. J Biotechnology. 10(21): 4484-4493. doi:
10.5897/AJB09.1895.
Kuzmina VV. 1996. Influence of age on digestive enzyme activity in some
freshwater teleostei. J Aquaculture. 110: 287-297.
Muchlisin ZA, Ahmad D, Rina F, Muhammadar, dan Musri M. 2003. Pengaruh
beberapa jenis pakan alami terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup
larva ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). J Biologi. 3(2): 105-113. ISSN:
0853-7240
Suwarsih. 2010. Pengaruh pengaturan pencahayaan dengan perbedaan persentase
penutupan media terhadap kelulusan hidup dan pertumbuhan larva ikan
patin (Pangasius sutchi) [Penelitian dosen]. Tuban (ID): Universitas PGRI
Ronggolawe.
Takeuchi T. 1988. Laboratory Work Chemical Evaluation of Dietary Nutrition. In
Watanabe T, ed. Fish Nutrition and Mariculture, JICA Textbook the General
Aquaculture Course. Tokyo (JP): Kanagawa internat. hlm 179-229
LAMPIRAN
Lampiran1 Prosedur analisa proksimat
A. Kadar Protein
Tahap Oksidasi
1.
Sampel ditimbang sebanyak 0.5 gram dan dimasukkan ke dalam labu
Kjedahl.
2.
Katalis (K2SO4+CuSO4.5H2O) dengan rasio 9:1 ditimbang sebanyak 1.5
gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjedahl.
3.
10 ml H2SO4 pekat ditimbahkan ke dalam labu Kjedahl dan kemudian labu
tersebut dipanaskan dalam rak oksidasi/ digestion pada suhu 400ºC selama
3-4 jam sampai terjadi perubahan warna cairan dalam labu menjadi hijau
bening.
4.
Larutan didinginkan lalu ditambahkan air destilasi 100 ml. Kemudian
larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades
sampai volume larutan mencapai 100 ml. Larutan sampel siap didestilasi.
Tahap Destilasi
1.
Beberapa tetes H2SO4 dimasukkan kedalan labu, sebelumnya labu diisi
setengahnya dengan akuades untuk menghindari kontaminasi oleh amonia
lingkungan. Kemudian didihkan selama 10 menit.
2.
Erlenmeyer diisi 10 ml H2SO4 0,05 N dan ditambahkan 2 tetes indicator
methyl red diletakkan di bawah pipa pembuangan kondensor dengan cara
dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan.
13
3.
5 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi melalui corong
yang kemudian dibilas dengan akuades dan ditambahkan 10 ml NaOH 30%
lalu dimasukkan melalui corong tersebut dan ditutup.
4.
Campuran alkalin dalam labu destilasi disuling menjadi uap air selama 10
menit sejak terjadi pengembunan pada kondensor.
Tahap Titrasi
1.
Larutan hasil destilasi dititrasi dengan larutan NaOH 0.05 N
2.
Volume hasil titrasi dicatat
3.
Prosedur yang sama juga dilakukan pada blanko
Kadar Protein (%)
Keterangan : Vb
Vs
S
*
**
=
.
∗ (
) .
∗∗
x 100%
= Volume hasil titrasi blanko (ml)
= Volume hasil titrasi sampel (ml)
= Bobot Sampel (gram)
= Setiap ml 0.05 NaOH ekivalen dengan 0.0007 gram Nitrogen
= Faktor Nitrogen
B. Kadar Lemak
Metode ekstraksi Soxhlet
1.
Labu ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 110 ºC dalam waktu 1 jam.
Kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang
bobot labu tersebut (X1).
2.
Sampel ditimbang sebanyak 3-5 gram (A), dan dimasukkan ke dalam
selongsong tabung filter dan dimasukkan ke dalam soxhlet dan pemberat
diletakkan di atasnya.
3.
N-hexan 100-150 ml dimasukkan ke dalam soxhlet sampai selongsong
terendam dan sisa N-hexan dimasukkan ke dalam labu.
4.
Labu yang telah dihubungkan dengan soxhlet dipanaskan di atas water bath
sampai cairan yang merendam sampel dalam soxhlet berwarna bening.
5.
Labu dilepaskan dan tetap dipanaskan hingga N-hexan menguap
6.
Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 60 menit,
kemudian didinginkan dalam desikatot selama 30 menit dan ditimbang (X2).
Kadar Lemak (%)
=
x 100%
Metode Floch
1.
Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram (A) dan dimasukkan ke dalam gelas
homogenize dan ditambahkan larutan kloroform/methanol(20xA), sebagian
disisakan untuk membilas pada saat penyaringan.
2.
Sampel dihomogenizer selama 5 menit setelah itu disaring dengan vacuum
pump.
3.
Sampel yang telah disaring tersebut dimasukkan dalam labu pemisah yang
telah diberi larutan MgCl2 0,03 N (0.2xC), kemudian dikocok dengan kkuat
minimal selama 1 menit kemudian ditutup dengan alumunium foil dan
didiamkan selama 1 malam.
4.
Labu silinder dioven terlebih dahulu pada suhu 110 ºC selama 1 jam,
didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X1).
14
5.
6.
C
1.
2.
3.
D.
1.
2.
3.
E.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Lapisan bawah yang terdapat dalam labu pemisah disaring kedalam labu
silinder kemudian dievaporator sampai kering. Sisa kloroform / methanol
yang terdapat dalam labu ditiup dengan menggunakan vacuum.
Stelah sisa kloroform/methanol dalam labu habis, labu dimasukkan kedalam
oven selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian
di timbang (X2).
Kadar Lemak (%)
=
x 100%
Kadar Air
Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 100 ºC selama 1 jam dan
kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1)
Bahan ditimbang 2-3 gram.
Cawan dan bahan dipanaskan dalam oven pada suhu 110 ºC selama 4-6 jam
kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2)
(
)
Kadar Air (%)
=
x 100%
Kadar Abu
Cawan dan bahan dipanaskan dlama oven pada suhu 100 ºC selama 1 jam
dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang
(X1)
Bahan ditimbang 2-3 gram(A)
Cawan dan bahan dipanaskan dalam tanur pada suhu 600 ºC sampai menjadi
abu kemudian dimasukkan kedalam oven selama 15 menit, didinginkan
dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. (X2)
x 100%
Kadar Abu (%)
=
Kadar Serat Kasar
Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110 ºC setelah
itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (X1)
Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram (A) dimasukkan kedalam Erlemeter
250 ml
H2SO4 0,3 N sebanyak 50 ml ditambahakan ke dalam erlemeyer kemudian
di panaskan diatas pembakar bunsen selama 30 menit. Setelah itu NaOH
1,5 N sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam Erlemeyer dan dipanaskan
kembali 30 menit.
Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong
Buchner dan hubungkan pada vacuum pump untuk memepercepat filtrasi.
Larutan dan bahan yang ada pada corong Buchner kemudian dibilas secra
berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas,
dan 25 ml aseton.
Kertas saring dan residu bahan dimasukkan dalam cawan porselin, lalu
dipanaskan dalam oven 105 – 110 ºC selama 1 jam kemudian didinginkan
dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (x2)
Setelah itu di panaskan dalam tanur 600 ºC hingga berwarna putih atau
menjadi abu (±4 jam). Kemudian dimasukkan dalam oven 105-110 ºC
selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan
ditimbang (X3)
15
Kadar Serat Kasar
=
x 100%
Lampiran 2 Prosedur Analisa Enzim
A. Preparasi sampel
Usus, isi lambung,ikan kecil segar ditimbang,kemudian ditambahkan larutan
buffer Tris (20 mM Tris HCl, 1 mM EDTA, 10 mM CaCl2, pH 7,5) dengan
perbandingan 10%.Lalu dimasukkan kedalam tabung effendorf dan disentrifuge
selama 10 menit 12.000 rpm suhu 4˚C.Diambil supernatantnya,dan dilakukan
berbagai analisis enzim terhadap supernatant tersebut.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
C.
1.
2.
3.
4.
D.
1.
Enzim protease
Siapkan tabung reaksi untuk blanko, standar dan contoh (banyaknya tabung
tergantung pada jumlah contoh).
Masukkan buffer phosphat 0,05 M pH 7 sebanyak 1 mL kedalam semua
tabung reaksi.
Lalu masukkan larutan substrat casein 20 mg/mL pH 7 sebanyak 1 mL juga
kedalam semua tabung reaksi.
Kemudian masukkan contoh sebanyak 0,2 mL, kedalam tabung reaksi
contoh saja.
Masukkan 0,2 mL larutan standar Tirosin 5 mmol/L kedalam tabung reaksi
untuk standar.
Dan masukkan 0,2 mL aquadest kedalam tabung reaksi untuk blanko.
Inkubasi pada suhu 37ºC selama 10 menit.
Tambahkan larutan TCA 0,1 M sebanyak 2 ml kedalam semua tabung.
Tambahkan larutan CaCl2 2 mmol/L sebanyak 0,2 mL kedalam tabung
blanko dan standar, sedangkan kedalam tabung sampel/contoh ditambahkan
0,2 mL aquadest.
Diamkan pada suhu 37ºC selama 10 menit.
Sentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm.
Filtrat dari masing-masing tabung diambil 1,5 mL, ditambahkan 5 mL
Na2CO3 0,4 M kedalam setiap tabung, lalu larutan Folin Ciaocalteau (1:1)
sebanyak 1 ml.
Didiamkan selama 20 menit pada suhu 37ºC.
Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada λ 578 nm.
Enzim lipase
Dipipet 1,5 mL substrat lipase murni (minyak zaitun murni), dan
dimasukkan kedalam erlenmeyer ukuran 100-125 mL.
Kemudian ditambahkan 1 mL Tris-HCl 0,1 M pH 8.0 kedalam erlenmeyer
tersebut, dan 1 mL contoh.
Dihomogenkan lalu diinkubasi pada suhu 37ºC selama 6 jam.
Ditambahkan 3 mL etil alkohol 95% (untuk memberhentikan proses
hidrolisis), dan dititrasi segera dengan NaOH 0,01 N (dengan menggunakan
indikator Thymolphtalein 0.9%).
Protein Bradford
Digunakan sampel 0,5 g kemudian ditambahkan 5 mL Tris-HCl pH 6,5
0,05M
16
2.
3.
4.
5.
6.
Lalu disentrifuse 10.000 rpm selama 20 menit
Ambil supernatannya saja, kemudian dimasukkan ke dalam evendorf
Dimasukkan 0,5 mL supernatan tadi ke dalam tabung reaksi dan 2,5 mL
larutan bradford ke semua tabung tersebut.
Diinkubasi pada suhu 30 oC
Dispektro dengan panjang gelombang 595 nm
Lampiran 3 Anova dan hasil uji Tukey tingkat kelangsungan hidup
Jumlah
Rataan
df
F
kuadrat
kuadrat
Antar
4 2282.262 52.578
9129.048
Kelompok
SR
Dalam
9
43.407
390.667
kelompok
Total
9519.714
13
Perlakuan
Untuk alpha = 0.05
N
1
0C+6PB
3
23.0000
2C+5PB
2
6C+0PB
3
3C+3PB
3
5C+2PB
3
Sig.
1.000
Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan.
Lampiran 4 Anova dan uji Tukey panjang Akhir
Jumlah
Rataan
df
kuadrat
kuadrat
Antar
.734
4
.184
kelompok
P.Akhir
Dalam
9
.010
.092
kelompok
Total
.827
13
Perlakuan
N
1
84.0000
84.3333
85.0000
87.0000
.982
Sig.
17.883
0C+6PB
3
-.0467
2C+5PB
2
5C+2PB
3
6C+0PB
3
3C+3PB
3
Sig.
1.000
Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan.
.000
2
F
Untuk alpha = 0.05
Sig.
.000
2
.3800
.4067
.5500
.5633
.293
17
Lampiran 5 Anova dan uji Tukey Aktivitas Lipase
Rataan
Jumlah
df
kuadrat
kuadrat
Antar
4
.944
3.778
kelompok
E.Lipase
Dalam
10
.130
1.298
kelompok
Total
5.075
14
Perlakuan
N
F
7.278
Untuk alpha = 0.05
1
6C+0PB
3
1.1441
3C+3PB
3
1.5469
2C+5PB
3
1.7669
5C+2PB
3
1.7932
0C+6PB
3
Sig.
.252
Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan.
Lampiran 6 Anova dan uji TukeyEnzim protease
Jumlah
Rataan
df
kuadrat
kuadrat
Antar
4
.000
.001
kelompok
E.Protease Dalam
10
.000
.000
kelompok
Total
.001
14
Perlakuan
N
Sig.
F
.005
2
1.7669
1.7932
2.6746
.069
Sig.
14.800
Untuk alpha = 0.05
1
2
.00502
.00738
.01236
.01236
.02106
0C+6PB
3
6C+0PB
3
3C+3PB
3
5C+2PB
3
2C+5PB
3
Sig.
.167
.083
Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan.
.000
3
.02106
.02289
.968
18
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, pada tanggal 30 Agustus 1992 dari bapak
Syarbani dan ibu Nur Afiah merupakan anak keempat dari enam bersaudara.
Penulis mempunyai tiga orang kakak perempuan yaitu Retno Kumalasari, Dwi
Permata Afyani, dan Uliyah Wulandari. Penulis juga mempunyai satu adik
perempuan dan satu laki-laki yang bernama Rizky Puspa Lestari dan Muhammad
Bayu Nugroho.
Pendidikan formal yang dilalui penulis mulai dari TK Al-Amanah Kenten
Laut (1997-1998), SD Negeri 2 Kenten Laut (1998-2004), SMP Negeri 14
Palembang (2004-2007), dan SMA Negeri 3 Palembang (2007-2010). Penluis
diterima menjadi mahasiswa Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan
Budidaya, Departemen Budaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian
Bogor (USMI) pada tahun 2010.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi anggota Organisasi
Mahasiswa Daerah (OMDA) Ikatan Keluarga Mahasiswa Sumatera Selatan
(2010-sekarang), anggota Departemen Kominfo Badan Eksekutif Mahasiswa
Tingkat Persiapan Bersama IPB (2010-2011), anggota Departemen
Pengembangan Budaya dan Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Kabinet Biru Bersatu (2011-2012), Sekretaris
Departemen Pengembangan Budaya dan Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Kabinet Pengarung Samudra (2012-2013).
Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Nutrisi Ikan (2013/2014) dan mata
kuliah Teknologi Produksi Plankton, Bentos dan Alga (2013/2014). Lomba yang
pernah dimenangkan penulis antara lain mendapat pendanaan Program Kreativitas
Mahasiswa DIKTI bidang Penelitian (PKMP) tahun 2013. Penulis juga pernah
mengikuti kegiatan magang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar
Sukabumi, Jawa Barat (2012) dan kegiatan Praktik Lapangan di Balai
Pengembangan Budidaya Air Tawar Subang, Jawa Barat pada Juni-Agustus 2013
dengan judul “Pembenihan Ikan Patin (Pangasionodon hypopthalmus) Di
Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang”.
Tugas Akhir dalam pendidikan tinggi sarjana diselesaikan oleh penulis
dengan menyusun skripsi yang berjudul “Kombinasi Pakan Alami Tubifex dan
Pakan Buatan pada Pemeliharaan Larva Ikan Patin Pangasius sp.”