Korelasi kualitas air terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin Pangasius hypophthalmus ukuran 1 inci di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar Subang

KORELASI KUALITAS AIR TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN
BENIH IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI
DI BALAI PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR TAWAR SUBANG

RIFQAH PRATIWI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Korelasi kualitas air
terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin Pangasius hypophthalmus ukuran
1 inci di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar Subang” adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Rifqah Pratiwi
NIM. C14100037

ABSTRAK
RIFQAH PRATIWI. Korelasi kualitas air terhadap kinerja pertumbuhan benih
ikan patin Pangasius hypophthalmus ukuran 1 inci di Balai Pengembangan
Budidaya Air Tawar Subang. Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan DANIEL
DJOKOSETIYANTO.
Tujuan penelitian ini adalah menguji korelasi kualitas air dari fluktuasi
suhu, oksigen terlarut, dan pH terhadap kinerja pertumbuhan (panjang dan bobot)
benih ikan patin ukuran 1 inci pada umur 10, 20, dan 30 hari di Balai
Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah survei lapangan jenis korelasional untuk mengetahui
kondisi aktual kualitas air yang mempengaruhi kinerja pertumbuhan ikan.

Kualitas air yang berkorelasi terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin umur
10 hari adalah suhu yang berkisar 24,00-30,50°C, yaitu menghambat
pertumbuhan benih disebabkan fluktuasi suhu turun 5,25°C dalam waktu 4 jam.
Saat benih umur 20 hari, fluktuasi dan kondisi pH berkisar 7,97-8,03 mendukung
pertumbuhan benih. Saat benih umur 30 hari, fluktuasi kualitas air tidak
berpengaruh besar terhadap kinerja pertumbuhan, diduga karena ukuran tubuh
benih yang sudah relatif besar dan telah mampu beradaptasi dengan perubahan
lingkungannya.
Kata kunci: benih ikan patin Pangasius hypophthalmus, fluktuasi, kinerja
pertumbuhan, korelasi, kualitas air.

ABSTRAC
RIFQAH PRATIWI. Correlation of water quality on the growth performance of
catfish seeds Pangasius hypophthalmus size 1 inch in Freshwater Aquaculture
Development Center of Subang. Supervised by KUKUH NIRMALA and
DANIEL DJOKOSETIYANTO.
The purpose of this study was to examine the correlation of water quality
fluctuations in temperature, dissolved oxygen, and pH on the growth performance
(length and weight) of catfish seeds size 1 inch at the age of 10, 20, and 30 days in
Freshwater Aquaculture Development Center of Subang. The method used in this

study are correlational type of field surveys to determine actual water quality
conditions that affect fish growth performance. Water quality is correlated to the
growth performance of catfish seeds is 10 days old the temperature ranged from
24.00 to 30.50°C, which inhibits the growth of seeds due to temperature
fluctuations down 5.25°C within 4 hours. When seeds 20 days old, and the
fluctuations ranged from 7.97 to 8.03 pH conditions favor the growth of the seeds.
When seeds 30 days old, fluctuations in water quality not affect growth
performance, presumably because body size is already relatively large seeds and
has been able to adapt to changes in their environment.
Keywords: catfish seeds Pangasius hypophthalmus, correlations, fluctuations,
growth performance, water quality.

KORELASI KUALITAS AIR TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN
BENIH IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI
DI BALAI PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR TAWAR SUBANG

RIFQAH PRATIWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi

: Korelasi kualitas air terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan
patin Pangasius hypophthalmus ukuran 1 inci di Balai
Pengembangan Budidaya Air Tawar Subang
Nama
: Rifqah Pratiwi
NIM
: C14100037
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya


Disetujui oleh

Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc
Pembimbing I

Prof Dr Ir D. Djokosetiyanto, DEA
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sukenda, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi berjudul
“Korelasi kualitas air terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin Pangasius

hypophthalmus ukuran 1 inci di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar
Subang” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga
Juli 2013 bertempat di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT)
Subang, Jawa Barat.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ayahanda H. Abdul Hae, SH dan Ibunda Dra Hj. Nurlina, serta seluruh
keluarga atas doa, kasih sayang, dan dukungannya.
2. Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc dan Prof Dr Ir D. Djokosetiyanto, DEA selaku
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan
kepada penulis hingga penyelesaian skripsi ini.
3. Dr Sri Nuryati, SPi, MSi dan Dr Ir Mia Setiawati, MSi selaku dosen penguji
dan komisi pendididikan S1 Departemen Budidaya Perairan.
4. Ir Iis Diatin, MM selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan
arahan akademik kepada penulis.
5. Pimpinan dan staf Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT)
Subang atas kesempatan untuk melaksanakan penelitian di balai tersebut.
6. Pak Oyok (Staf Sie. Pengujian hatchery patin), Bu Indah (Staf Laboratorium),
dan Keluarga PLA Cijengkol 2013 yang telah membantu proses penelitian.
7. Keluarga besar BDP 47, para De’Malingers 47 dan “chinggue-yoeboo”
terbaik atas kenangan akan kebersamaan, keceriaan, kebahagiaan, serta

kerjasamanya.
8. Kakak senior BDP 45 & 46, adik-adik BDP 48 & 49 atas doa dan dukungan
yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat dijadikan acuan para pembaca
untuk penanganan kualitas air; suhu, oksigen terlarut, dan pH hatchery dalam
budidaya pendederan ikan patin.

Bogor, Maret 2014

Rifqah Pratiwi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix


DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

METODE

2


Persiapan Wadah dan Bahan

2

Pengelolaan Kualitas Air

3

Metode Pengambilan Sampel

3

Parameter Kualitas Air

3

Parameter Biologis Benih Ikan Patin

4


Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

5
5
5

Kinerja Pertumbuhan

5

Korelasi Kualitas Air Terhadap Kinerja Pertumbuhan

7

Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN

11

14

Kesimpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1 Manajemen pemberian pakan pendederan ikan patin selama 30 hari
pemeliharaan
2 Parameter kualitas air dan biologis yang diamati serta alat yang
digunakan dalam penelitian
3 Kinerja pertumbuhan benih ikan patin, kualitas air, sintasan serta hasil
produksi
4 Korelasi (pearson correlation) kualitas air media pemeliharaan
terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin
5 Korelasi (pearson correlation) antar variabel parameter kualitas air
hatchery pada media pemeliharaan benih ikan patin
6 Hasil pemantauan kualitas air hatchery selama 30 hari pemeliharaan
benih ikan patin

2
4
7
9
10
10

DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan panjang total dan panjang mutlak benih ikan patin dari
awal penebaran hingga 30 hari pemeliharaan
2 Pertumbuhan bobot total dan bobot mutlak benih ikan patin dari awal
penebaran hingga 30 hari pemeliharaan
3 Korelasi pertumbuhan panjang mutlak dan bobot mutlak benih ikan
patin selama 30 hari masa pemeliharaan
4 Dendrogram (cluster of variables) korelasi antar variabel pada
pemeliharaan benih ikan patin umur 10 hari. Keterangan variabel
∆ B: bobot mutlak, ∆ P: panjang mutlak, ∆ DO: fluktuasi oksigen
terlarut, ∆ pH: fluktuasi pH, dan ∆ suhu: fluktuasi suhu
5 Dendrogram (cluster of variables) korelasi antar variabel pada
pemeliharaan benih ikan patin umur 20 hari. Keterangan variabel
∆ B: bobot mutlak, ∆ P: panjang mutlak, ∆ DO: fluktuasi oksigen
terlarut, ∆ pH: fluktuasi pH, dan ∆ suhu: fluktuasi suhu
6 Dendrogram (cluster of variables) korelasi antar variabel pada
pemeliharaan benih ikan patin umur 30 hari. Keterangan variabel
∆ B: bobot mutlak, ∆ P: panjang mutlak, ∆ DO: fluktuasi oksigen
terlarut, ∆ pH: fluktuasi pH, dan ∆ suhu: fluktuasi suhu

6
6
6

8

8

9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil produksi pendederan benih ikan patin di BPBAT Subang
2 Hasil analisis diskriminasi (cluster of variables); dendrogram korelasi
antara variabel pada waktu pemeliharaan benih ikan patin
3 Hasil analisis metode korelasi (pearson correlation) fluktuasi kualitas
air dan kinerja pertumbuhan benih ikan patin
4 Peta lokasi Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT)
Subang

17
17
18
20

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan patin merupakan salah satu komoditas ikan air tawar unggulan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2014 yang memiliki nilai
ekonomis tinggi. Spesies ikan patin yang populer dibudidayakan di Indonesia
adalah ikan patin siam Pangasius hypophthalmus, yang asalnya merupakan
introduksi dari Thailand (Saparinto 2009). Ikan patin semakin diminati oleh
masyarakat Indonesia khususnya saat ini. Sebagai contoh, permintaan benih ikan
patin di Provinsi Jawa Barat diproyeksikan mencapai lebih dari 1 milyar ekor
pada tahun 2014 (Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat 2009). Dengan
demkian usaha di bidang pendederan yang menghasilkan benih patin siap tebar ini
memiliki prospek yang sangat besar kedepannya. Kualitas air dalam kegiatan
pendederan merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan kegiatan
produksi. Faktor kualitas air yang mempengaruhi kehidupan organisme budidaya
tidak lain yang utama seperti suhu, oksigen terlarut, dan pH air.
Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan
kelarutan gas dalam air (Zonneveld et al. 1991). Ikan merupakan organisme
akuatik yang bersifat poikilotermik yang sangat bergantung pada suhu
lingkungannya. Kinerja pertumbuhan ikan meliputi panjang dan bobot tubuh
ditentukan oleh respon fisiologis seperti nafsu makan, proses metabolisme, hingga
kesehatan dipengaruhi oleh suhu lingkungannya (Lermen et al. 2004). Oksigen
terlarut merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena keberadaannya
mutlak diperlukan oleh ikan untuk proses respirasi. Kandungan oksigen terlarut
yang rendah menyebabkan nafsu makan menurun dan sistem kekebalan tubuh
terhadap patogen penyebab penyakit ikut menurun (Buentello et al. 1999). Begitu
pun pada pH yang merupakan faktor pembatas, mempengaruhi dan menentukan
kecepatan reaksi metabolisme pada ikan, yang selanjutnya akan berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan dan sintasannya (Ritvo et al. 1999).
Peristiwa fluktuasi pada suhu, oksigen terlarut, dan pH dalam wadah
terkontrol secara spesifik dapat mempengaruhi kinerja pertumbuhan. Begitu pun
pada kondisi lapang, faktor suhu, oksigen terlarut, dan pH sering kali mengalami
fluktuasi. Perubahan kondisi lingkungan salah satunya akibat fluktuasi kualitas air
akan mempengaruhi kehidupan ikan, proses-proses fisiologis, tingkah laku, dan
mortalitasnya (Buentello et al. 1999). Untuk mengurangi pengaruh buruk dari
lingkungannnya maka ikan melakukan adaptasi. Adaptasi adalah suatu proses
penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap
kondisi baru. Dalam rangka menyesuaikan diri dengan lingkungan, energi yang
diperoleh dari pakan akan digunakan untuk beradaptasi dan bertahan hidup
dibanding untuk pertumbuhannya.
Fluktuasi suhu, oksigen terlarut dan pH yang berlebihan perlu dihindari
sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan dan sintasan benih ikan patin yang
optimal. Satuan pengamatan pada kinerja pertumbuhan benih digunakan rentang
umur 10, 20, dan 30 hari. Menurut BPBAT Subang (2012), kegiatan pendederan I
ikan patin yaitu pemeliharaan larva (0,10-0,20 inci) menuju ukuran 1 inci
diketahui memiliki peluang fase mortalitas yang tinggi. Namun jika pemberian

2

pakan dan kondisi lingkungan benih sesuai, maka pertumbuhan benih dapat
meningkat dan sintasan yang diperoleh tinggi mencapai 60-75% per siklus.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan monitoring kualitas air,
antara lain suhu, oksigen terlarut, dan pH selama 30 hari pendederan ikan patin
ukuran 1 inci. Selanjutnya data monitoring kualitas air dan hasil sampling
pertumbuhan benih akan dianalisis untuk mengetahui tingkat korelasinya.
Pengetahuan akan korelasi kualitas air terhadap kinerja pertumbuhan dapat
berguna sebagai gambaran untuk mengetahui faktor kualitas air mana yang dapat
mendukung atau menghambat pertumbuhan benih. Sehingga sebelum atau dalam
proses berlangsungnya pemeliharaan dapat dicegah dengan melakukan antisipasi
terhadap perubahan faktor kualitas air. Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni
hingga Juli 2013 di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji korelasi kualitas air dari fluktuasi
suhu, oksigen terlarut, dan pH terhadap kinerja pertumbuhan (panjang dan bobot)
benih ikan patin Pangasius hypopththalmus ukuran 1 inci pada umur 10, 20, dan
30 hari di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang.

METODE
Persiapan Wadah dan Bahan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei lapangan jenis
korelasional, yang akan mengamati kondisi kualitas air yang dapat mempengaruhi
kinerja pertumbuhan ikan. Hewan uji yang digunakan adalah larva ikan patin siam
Pangasius hypophthalmus dengan bobot awal 0,0005±0 g/ekor dan panjang awal
0,52±0,01 cm/ekor, berasal dari Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar
(BPBAT) Subang. Total larva yang digunakan adalah 50.000 ekor dengan padat
tebar 25-30 ekor/L. Padat tebar pendederan ikan patin yang biasa diterapkan
adalah 25-30 ekor/L (BPBAT Subang 2012). Padat tebar pendederan ikan patin
ini sesuai ketentuan Badan Standarisasi Nasional (2000), yaitu optimal berkisar
20-40 ekor/L.
Tabel 1 Manajemen pemberian pakan pada pendederan ikan patin selama 30 hari
pemeliharaan
Umur benih
0 hari
1-5 hari

Jenis
Pakan
Yolk
Artemia

Frekuensi
Pemberian
12 kali/hari

Tingkat
Pemberian
ad. Libitum

Waktu
Pemberian
18.00, 20.00,
22.00, 24.00,
02.00, 04.00,
06.00, 08.00,
10.00, 12.00,
14.00, 16.00

Jadwal
Pemberian
pagi, siang,
sore, malam

3

5-19 hari

Tubifex
dicacah

6 kali/hari

20-30 %/hari

19-30 hari

Pakan buatan
(pellet)

3 kali/hari

at satiation

17.00, 21.00,
01.00, 05.00,
09.00, 01.00
08.00,17.00,
21.00

pagi, siang,
sore, malam

Pemeliharaan benih ikan patin menggunakan 5 bak fibreglass persegi
panjang dengan ukuran 2,2 x 1,1 x 0,4 m. Bak pemeliharaan benih dibersihkan
dan diisi dengan air bersih yang berasal dari sumur bor (air tanah) dengan volume
400 L/bak atau setinggi 30 cm dari dasar bak. Selanjutnya dilakukan aklimatisasi
penebaran larva sebanyak 10.000 ekor/bak. Setiap bak pendederan ini dilengkapi
sistem aerasi dengan menggunakan Hiblow Air Pump yang dilengkapi dengan 2
titik selang aerasi. Pemeliharaan benih dilakukan di hatchery patin selama 30 hari
dengan pemberian pakan antara lain naupli artemia, cacing sutra Tubifex, pakan
buatan (pellet) dengan kandungan protein 40% (Tabel 1).

Pengelolaan Kualitas Air
Pengelolaan kualitas air harian dilakukan dengan cara penyiponan bak
pemeliharaan dan penggantian air setiap hari. Hal ini dilakukan ketika tubuh larva
sudah tampak, yang dapat terlihat saat umur larva 3 hari. Sebelum pemberian
pakan pada pagi hari dilakukan penyiponan feses, sisa pakan yang tidak termakan,
dan larva ikan yang mati. Pergantian air sebanyak 30% mulai dilakukan saat
pemeliharaan hari ke-4 hingga 10. Selanjutnya pada pemeliharaan hari ke-11
hingga 30 sebanyak 75%. Adapun perlakuan yang diberikan pada air sebelum
digunakan yaitu diendapkan terlebih dahulu selama 24 jam dengan perlakuan
filter fisik (batu zeolit dan pecahan batok kelapa) kemudian dialirkan ke tandon
air dengan pemberian aerasi kuat. Selanjutnya air dialirkan ke bak penampungan
sementara yang diaerasi kuat, kemudian dapat dialirkan ke bak-bak pemeliharaan
pendederan ikan patin.

Metode Pengambilan Sampel
Parameter Kualitas air
Pengukuran kualitas air hatchery dilakukan setiap hari selama 30 hari
masa pemeliharaan, yaitu pada pagi hari pukul 08.00 WIB, siang hari pukul 12.00
WIB, dan sore hari pukul 16.00 WIB. Sampel air yang diambil yaitu pada kolom
perairan atau kedalaman 15 cm dari permukaan. Sampel air yang diambil pada 2
titik berbeda tiap baknya sebanyak 2 botol sampel kedap udara untuk pengukuran
oksigen trlarut. Parameter kualitas air lain yang diamati yaitu suhu, dan pH.
Pengambilan sampel air dalam penelitian ini menggunakan prinsip Grab
Sample (sampel sesaat), yaitu hasil pengukuran sampel air digunakan untuk
menggambarkan karakteristik air pada suatu tempat secara umum (Effendi 2003).
Pengukuran suhu air menggunakan termometer celup secara insitu dilakukan di
hatchery, sedangkan oksigen terlarut dan pH diukur di Laboratorium BPBAT
Subang menggunakan alat DO meter dan pH meter celup/kertas lakmus (Tabel 2).

4

Parameter Biologis Benih Ikan Patin
Parameter biologis dihitung untuk mengetahui pertumbuhan benih ikan
patin selama 30 hari pemeliharaan. Sampling panjang dan bobot dilakukan pada
waktu pemeliharaan ke-1, ke-10, ke-20, dan ke-30 hari. Benih yang diambil
menjadi sampel yaitu sebanyak 10 ekor/bak. Jumlah sampel benih yang
digunakan cukup untuk mewakili tiap populasi sebab keragaman benih yang
sangat kecil. Hal ini dapat dilihat dari standar deviasi pada bobot awal benih
0,0005±0 g/ekor yaitu 0. Pertumbuhan bobot dan panjang diukur kemudian dirataratakan dari setiap baknya. Alat yang digunakan dalam sampling adalah
penggaris, dan Sartorius/timbangan digital (Tabel 2). Parameter biologis yang
dihitung kemudian dimasukkan ke dalam rumus bobot mutlak, panjang mutlak,
laju pertumbuhan harian, sintasan, dan hasil produksi.
Tabel 2 Parameter kualitas air dan biologis yang diamati serta alat yang
digunakan dalam penelitian
Parameter
Kualitas air
1. Suhu
2. DO
3. pH
Pertumbuhan ikan
1. Panjang
2. Bobot

Satuan

Alat

°C
mg/L
-

Termometer
DO meter
pH meter/kertas lakmus

cm
g

Penggaris (satuan cm)
Sartorius (ketelitian 0,00001)

Bobot Mutlak
Bobot mutlak dihitung untuk mengetahui pertambahan bobot benih ikan
patin selama masa pemeliharaan. Bobot mutlak dapat dihitung dengan persamaan
berikut (Zonneveld et al. 1991):
∆ B = Bt – Bo
Keterangan :
∆ B : Bobot mutlak (g)
Bt : Bobot rata-rata pada hari ke-t (g)
Bo : Bobot rata-rata pada hari ke-o (g)

Panjang Mutlak
Panjang mutlak dihitung untuk mengetahui pertambahan panjang benih
ikan patin selama masa pemeliharaan. Panjang mutlak dapat dihitung dengan
persamaan berikut (Effendie 1979):
∆ P = Pt – Po
Keterangan :
∆ P : Panjang mutlak (cm)
Pt : Panjang rata-rata pada hari ke-t (cm)
Po : Panjang rata-rata pada hari ke-o (cm)

5

Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian dihitung untuk mengetahui persentase
pertambahan bobot benih ikan patin setiap harinya. Laju pertumbuhan harian
dapat dihitung dengan persamaan berikut (Zonneveld et al. 1991):
LPH =

x 100 %

Keterangan :
LPH : Laju pertumbuhan harian (%/hari)
: Bobot rata-rata akhir (g)
: Bobot rata-rata awal (g)
t
: Waktu yang dibutuhkan (hari)

Hasil Produksi
Hasil produksi merupakan biomassa akhir benih ikan patin selama
pemeliharaan. Hasil produksi dihitung dengan persamaan berikut (Effendie 1979):
H= B x N
Keterangan :
H : Hasil produksi (g)
B
: Bobot rata-rata akhir (g)
N
: Jumlah populasi akhir (ekor)

Analisis Data
Data kualitas air dan pertumbuhan diolah dengan bantuan perangkat lunak
Microsoft Excel 2007. Selanjutnya data dianalisis menggunakan program
MINITAB 16. Metode statistik yang digunakan adalah analisis diskriminasi
(cluster of variables) dan korelasi (pearson correlation) untuk menilai hubungan
variabel kualitas air (suhu, oksigen terlarut, pH) terhadap kinerja pertumbuhan
(panjang dan bobot) benih ikan patin.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kinerja Pertumbuhan
Selama penelitian berlangsung dilakukan pengukuran parameter kinerja
pertumbuhan yang meliputi panjang mutlak, bobot mutlak ikan patin, laju
pertumbuhan harian, sintasan, dan hasil produksi (Tabel 3). Pertumbuhan panjang
total dan mutlak benih ikan patin dengan panjang awal 0,52±0,01 cm/ekor, selama
waktu pemeliharaan menunjukkan korelasi erat terhadap pertumbuhan panjangnya
(Gambar 1). Semakin lama waktu pemeliharaan benih ikan patin maka panjang

6

totalnya semakin bertambah. Nilai korelasi (r) antara waktu pemeliharaan
terhadap panjang total adalah 0,9729, berarti 97,29% waktu pemeliharaan
mempengaruhi panjang total benih. Sedangkan panjang mutlaknya adalah 0,8455,
berarti 84,55% waktu pemeliharaan mempengaruhi panjang mutlak benih.

Gambar 1 Pertumbuhan panjang total dan panjang mutlak benih ikan patin dari
awal penebaran hingga 30 hari pemeliharaan
Pertumbuhan bobot total dan mutlak benih ikan patin dengan bobot awal
0,0005±0 g/ekor, selama waktu pemeliharaan menunjukkan korelasi erat terhadap
pertumbuhan bobotnya (Gambar 2). Semakin lama pemeliharaan benih ikan patin
maka bobot totalnya semakin bertambah. Nilai korelasi (r) antara waktu
pemeliharaan terhadap bobot total adalah 0,9768, berarti 97,68% waktu
pemeliharaan mempengaruhi bobot total benih. Sedangkan bobot mutlaknya
adalah 0,9484, berarti 94,84% waktu pemeliharaan mempengaruhi bobot mutlak
benih.

Gambar 2 Pertumbuhan bobot total dan bobot mutlak benih ikan patin dari awal
penebaran hingga 30 hari pemeliharaan

Gambar 3 Korelasi pertumbuhan panjang mutlak dan bobot mutlak benih
ikan patin selama 30 hari masa pemeliharaan. W = a Lb ; koefisien b
digunakan untuk menduga pola pertumbuhan ikan; b = 3 (isometrik),
atau b ≠ 3 (alometrik), b < 3 (alometrik negatif), dan b > 3 (alometrik
positif).

7

Hubungan pertumbuhan panjang mutlak dan bobot mutlak benih ikan patin
selama masa pemeliharaan 30 hari memiliki nilai korelasi (r) yang erat 0,8623
(Gambar 3). Hal ini menunjukkan 86,23% pertumbuhan panjang mutlak
mempengaruhi berat bobot mutlak benih. Berarti seiring bertambahnya
pertumbuhan panjang maka pertumbuhan bobot benih juga meningkat selama
waktu pemeliharaan tersebut. Froese (2006) dalam Suwarni (2009), teori pola
pertumbuhan ikan disebut bersifat alometrik negatif, dapat terlihat dari nilai
koefisien b yang lebih kecil dari 3 (b < 3). Sesuai dengan hasil analisis, nilai
koefisien b yang diperoleh 2,24 sehingga pola pertumbuhan yang terjadi pada
benih ikan patin adalah alometrik negatif (Gambar 3). Hal ini berarti pertumbuhan
bobot benih ikan patin selama pemeliharaan cenderung lebih lambat dibandingkan
pertumbuhan panjangnya.
Tabel 3 Kinerja pertumbuhan benih ikan patin, kualitas air, sintasan, serta hasil
produksi benih ikan patin selama pemeliharaan
Variabel
Benih umur 10 hari
Bobot mutlak
Panjang mutlak
Suhu
Oksigen terlarut
pH
Benih umur 20 hari
Bobot mutlak
Panjang mutlak
Suhu
Oksigen terlarut
pH
Benih umur 30 hari
Bobot mutlak
Panjang mutlak
Suhu
Oksigen terlarut
pH

Satuan

Pengukuran
min.
maks.

Rerata ± SD

LPH (%/hari)

g/ekor
cm/ekor
°C
mg/L
-

0,0100
0,59
24,00
3,10
8,02

0,0186
0,66
30,50
5,05
9,00

0,0154±0,0033
0,62±0,03
27,61±1,01
4,08±0,42
8,67±0,23

34,40±2,32

g/ekor
cm/ekor
°C
mg/L
-

0,0070
0,25
28,25
3,80
7,97

0,0252
0,51
31,00
4,50
8,03

0,0137±0,0072
0,38±0,17
29,65±0,92
4,17±0,18
8,01±0,25

20,50±1,65

0,0327
0,2344
0,1003±0,0850
0,28
1,46
0,90±0,49
24,75
29,65
27,45±0,57
3,17
4,90
4,35±0,11
7,50
9,00
8,33±0,26
Sintasan saat panen = 70 %
Hasil produksi = 4,55 kg

18,09±1,85

g/ekor
cm/ekor
°C
mg/L
-

Korelasi Kualitas Air Terhadap Kinerja Pertumbuhan
Analisis diskriminasi (cluster of variables) ini dilakukan untuk
menggambarkan persentase tingkat kesamaan (similarity level). Tingkat kesamaan
akan menunjukkan variabel yang saling berpengaruh dominan. Representasi
bentuk dendrogram ini dibuat sistem klaster yang masing-masing sejumlah 4
klaster berdasarkan tingkat kesamaannya. Besarnya tingkat kesamaan tersebut
yang mendekati 100%, menunjukkan bahwa hubungan antar variabel bobot dan
panjang mutlak terhadap variabel fluktuasi suhu, oksigen terlarut, serta pH saling
mempengaruhi dan memiliki korelasi yang erat.
Pemeliharaan benih ikan patin umur 10 hari diperoleh klaster I
(pertumbuhan panjang mutlak dan fluktuasi oksigen terlarut) dengan tingkat
kesamaan tertinggi 87,66%. Klaster II (fluktuasi pH) memiliki tingkat kesamaan
85,39%. Klaster III (pertumbuhan bobot mutlak) memiliki tingkat kesamaan

8

73,94%. Klaster IV (fluktuasi suhu) dengan tingkat kesamaan terendah 70,63%.
Hal ini menggambarkan korelasi kualitas air terhadap kinerja pertumbuhan, antara
lain panjang mutlak dominan dipengaruhi oleh kondisi fluktuasi oksigen terlarut
dan pH, sedangkan fluktuasi suhu dominan mempengaruhi bobot mutlak benih
(Gambar 4).

Gambar 4 Dendrogram (cluster of variables) korelasi antar variabel pada
pemeliharaan benih ikan patin umur 10 hari. Keterangan variabel
∆ B: bobot mutlak, ∆ P: panjang mutlak, ∆ DO: fluktuasi oksigen
terlarut, ∆ pH: fluktuasi pH, dan ∆ suhu: fluktuasi suhu.
Pemeliharaan benih ikan patin umur 20 hari diperoleh klaster I
(pertumbuhan bobot dan panjang mutlak) dengan tingkat kesamaan tertinggi
96,60%. Klaster II (fluktuasi pH) memiliki tingkat kesamaan 91,98%. Klaster III
(fluktuasi suhu) memiliki tingkat kesamaan 84,52%. Klaster IV (fluktuasi oksigen
terlarut) dengan tingkat kesamaan terendah 79,22%. Hal ini menggambarkan
korelasi kualitas air terhadap kinerja pertumbuhan, antara lain panjang dan bobot
mutlak benih dominan dipengaruhi oleh kondisi fluktuasi pH, kemudian fluktuasi
suhu dan oksigen terlarut (Gambar 5).

Gambar 5 Dendrogram (cluster of variables) korelasi antar variabel pada waktu
pemeliharaan benih ikan patin umur 20 hari. Keterangan variabel
∆ B: bobot mutlak, ∆ P: panjang mutlak, ∆ pH: fluktuasi pH,
∆ suhu: fluktuasi suhu, dan ∆ DO: fluktuasi oksigen terlarut.

9

Pemeliharaan benih ikan patin umur 30 hari diperoleh klaster I (fluktuasi
suhu dan oksigen terlarut) dengan tingkat kesamaan tertinggi 96,81%. Klaster II
(pertumbuhan bobot dan panjang mutlak) memiliki tingkat kesamaan 95,28%.
Klaster III (fluktuasi pH) memiliki tingkat kesamaan 75,76%. Sedangkan klaster
IV (mewakili variabel pertumbuhan dan fluktuasi kualitas air) dengan tingkat
kesamaan terendah 67,42%. Hal ini menggambarkan korelasi kualitas air terhadap
kinerja pertumbuhan, antara lain panjang dan bobot mutlak benih dominan
dipengaruhi oleh kondisi fluktuasi pH, kemudian fluktuasi suhu dan oksigen
terlarut (Gambar 6). Namun tingkat kesamaan yang diperoleh relatif kecil yaitu
67,42%, sehingga korelasi yang ditunjukkan kurang erat antar variabel
pertumbuhan dan kualitas air.

Gambar 6 Dendrogram (cluster of variables) korelasi antar variabel pada waktu
pemeliharaan benih ikan patin umur 30 hari. Keterangan variabel
∆ B: bobot mutlak, ∆ P: panjang mutlak, ∆ suhu: fluktuasi suhu,
∆ DO: fluktuasi oksigen terlarut, dan ∆ pH: fluktuasi pH.
Korelasi variabel (r) yang dianalisis mendekati nilai 1 adalah menyatakan
korelasi antar kedua variabel tersebut sangat erat (Ritvo et al. 1999). Besarnya
korelasi yang mendekati nilai 1 pada Tabel 4 dan 5, menunjukkan bahwa
hubungan antar variabel yaitu panjang dan bobot mutlak benih ikan patin terhadap
fluktuasi kualitas air sangat erat. Kondisi kualitas air yang mendukung
pertumbuhan optimal benih ikan patin, ditunjukkan dari nilai korelasi yang positif.
Sebaliknya, kondisi kualitas air yang berpotensi menghambat pertumbuhan
optimal benih ikan patin terdapat pada korelasi negatif yang diperoleh dari hasil
analisis korelasi (pearson correlation).
Tabel 4 Korelasi (pearson correlation) kualitas air media pemeliharaan terhadap
kinerja pertumbuhan benih ikan patin
Variabel
∆ P dengan ∆ suhu
∆ P dengan ∆ DO
∆ P dengan ∆ pH

Korelasi variabel (r) pada pemeliharaan benih ikan patin
10 hari
20 hari
30 hari
( 10-0 hari ke-I )
( 20-10 hari ke-I ) ( 30-20 hari ke-I )
- 0,03
+0,46
+0,35
+0,52
+0,11
+0,75a
+0,78a
- 0,40bb
+0,71a

10

a

∆ B dengan ∆ suhu
∆ B dengan ∆ DO
∆ B dengan ∆ pH

- 0,75b
- 0,29
+0,48

+0,39
+0,29
+0,84a

b

korelasi positif yang erat antar variabel, korelasi negatif yang erat antar variabel,

+0,02
- 0,17
- 0,28
bb

mewakili korelasi antar variabel

Keterangan ∆ P: pertumbuhan panjang mutlak, ∆ B: pertumbuhan bobot mutlak, ∆ suhu: fluktuasi
suhu, ∆ DO: fluktuasi oksigen terlarut, ∆ pH: fluktuasi pH

Pemeliharaan benih ikan patin saat umur 10 hari diperoleh korelasi positif,
antara lain panjang mutlak dengan fluktuasi oksigen terlarut (75%) dan panjang
mutlak dengan fluktuasi pH (71%). Benih umur 20 hari, antara lain panjang
mutlak dengan fluktuasi pH (78%) dan bobot mutlak dengan fluktuasi pH (84%).
Benih umur 30 hari, tidak terdapat korelasi yang cukup erat antar variabel.
Sedangkan korelasi negatif yang diperoleh saat pemeliharaan benih umur 10 hari,
antara bobot mutlak dengan fluktuasi suhu (75%). Benih umur 20 hari, tidak
terdapat korelasi negatif, sedangkan benih umur 30 hari tidak terdapat korelasi
yang cukup erat antar variabel. Namun diwakili oleh variabel panjang mutlak
dengan fluktuasi pH (40%) (Tabel 4).
Tabel 5 Korelasi (pearson correlation) antar variabel kualitas air hatchery
pada media pemeliharaan benih ikan patin
Variabel

a

∆ suhu dengan ∆ DO
∆ suhu dengan ∆ pH
∆ DO dengan ∆ pH

Korelasi variabel (r) pada pemeliharaan benih ikan patin
10 hari
20 hari
30 hari
( 10-0 hari ke-I )
( 20-10 hari ke-I )
( 30-20 hari ke-I )
+0,41
+0,58
+0,94a
a
-0,14
+0,29
+0,69
+0,17
+0,52
-0,70b
b

korelasi positif yang erat antar variabel, korelasi negatif yang erat antar variabel

Keterangan ∆ suhu: fluktuasi suhu, ∆ DO: fluktuasi oksigen terlarut, ∆ pH: fluktuasi pH

Terlihat pula korelasi dari interaksi variabel kualitas air (suhu, oksigen
terlarut, dan pH) yang saling mempengaruhi kondisi media pemeliharaan benih
(Tabel 5). Pemeliharaan saat benih umur 10 hari terdapat korelasi negatif, yaitu
efek negatif dari fluktuasi oksigen terlarut terhadap pH (70%). Pemeliharaan saat
benih umur 20 hari terdapat korelasi positif, yaitu efek positif dari fluktuasi suhu
terhadap pH (69%). Pemeliharaan saat benih umur 30 hari terdapat korelasi
positif, yaitu efek positif dari fluktuasi suhu terhadap oksigen terlarut (94%). Efek
negatif yang dimaksud tersebut adalah mempengaruhi variabel lain sehingga
kondisi kualitas air menurun atau menjadi buruk. Begitu pun sebaliknya, efek
positif yang dimaksud adalah mempengaruhi variabel lain sehingga kondisi
kualitas air meningkat atau menjadi baik.
Tabel 6 Hasil pemantauan kualitas air hatchery selama 30 hari pemeliharaan
benih ikan patin
Parameter
Satuan
Min. Maks. Rerata ± SD
Kisaran
Kualitas Air
Aktual
Suhu
°C
24,00
31,00 27,50 ± 0,93
24,00-31,00
Oksigen terlarut
mg/L
3,17
5,05
4,11 ± 0,37
3,17-5,05
pH
7,50
9,00
8,25 ± 0,29
7,50-9,00
*)
Sumber kisaran optimal kualitas air: Badan Standarisasi Nasional (2000)

Kisaran
Optimal *)
27,00-31,00
3,00-8,00
6,50-8,50

11

Pembahasan
Pertumbuhan adalah perubahan bentuk dalam hal panjang, bobot maupun
isi sesuai dengan perubahan waktu. Kualitas air yang optimal merupakan salah
satu syarat dalam kegiatan pendederan, khususnya benih ikan patin siam. Kualitas
air dalam wadah pemeliharaan harus tetap terkontrol agar dapat menghasilkan
pertumbuhan benih ikan patin yang optimal. Namun peristiwa fluktuasi kualitas
air yang ekstrim dalam wadah terkontrol pun dapat mempengaruhi kinerja
pertumbuhan. Parameter kualitas air aktual yang teramati pada penelitian ini
antara lain suhu, oksigen terlarut, dan pH air yang merupakan dasar parameter
yang sering diaplikasikan pembudidaya pada umumnya. Adapun parameter
lainnya yang dapat digunakan dalam monitoring kualitas air pendederan ikan
patin antara lain, seperti total amoniak terlarut (TAN), kesadahan, dan alkalinitas.
Suhu selama waktu pemeliharan berkisar 24-31°C. Menurut Badan
Standarisasi Nasional (2000), suhu optimal untuk pendederan ikan patin yaitu 2731°C sehingga kisaran suhu diduga cukup optimal untuk pertumbuhan. Namun
pada penelitian ini terjadi kisaran suhu minimum diluar batas optimal untuk
pertumbuhan benih ikan patin. Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju
metabolisme dan kelarutan gas dalam air (Zonneveld et al. 1991). Kebutuhan
suhu ini berpengaruh terhadap kinerja fisiologis dari hormon dan enzim yang
disekresikan ikan (Halver et al. 2002). Suhu yang semakin tinggi akan
meningkatkan laju metabolisme ikan, namun respirasi yang terjadi semakin cepat
sehingga mengurangi konsentrasi oksigen di air yang dapat menyebabkan stres
bahkan kematian pada ikan.
Kandungan oksigen terlarut selama waktu pemeliharan berkisar 3,17-5,05
mg/L. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2000), oksigen terlarut optimal
untuk pendederan ikan patin yaitu 3-8 mg/L sehingga oksigen terlarut diduga
cukup optimal untuk pertumbuhan benih ikan patin. Berkurangnya kandungan
oksigen terlarut ini terjadi akibat pemanfaatan oleh ikan untuk proses respirasi dan
metabolisme. Oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang sangat
penting karena keberadaannya mutlak diperlukan oleh organisme budidaya untuk
proses respirasi. Kandungan oksigen terlarut yang rendah menyebabkan nafsu
makan menurun, selanjutnya akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ikan.
pH media selama waktu pemeliharaan berkisar 7,5-9,0. Menurut Badan
Standarisasi Nasional (2000), kisaran pH optimal untuk pendederan ikan patin
yaitu 6,5-8,5. pH merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi dan
menentukan kecepatan reaksi metabolisme pada ikan, selanjutnya akan
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan sintasannya (Ritvo et al. 1999).
Swingle (1969) dalam Boyd (1990) menjelaskan pengaruh pH terhadap
pertumbuhan ikan, pada pH 4,0-6,5 dan pH 9,0-11,0 pertumbuhan ikan lambat,
pH 6,5-9,0 pertumbuhan ikan optimum, sedangkan pH < 4,0 dan pH > 11,0
menyebabkan kematian pada ikan.
Permasalahan yang terjadi selama pemeliharaan adalah terjadinya
fluktuasi kualitas air yang terbukti mempengaruhi kinerja pertumbuhan bobot dan
panjang benih. Laju pertumbuhan harian yang dihasilkan benih umur 10 hari yaitu
34,40±2,32% per hari. Kualitas air yang berkorelasi positif ditemukan pada
oksigen terlarut berkisar 3,10-5,05 mg/L dan pH 8,02-9,00 mempengaruhi
panjang mutlak 0,62±0,03 cm/ekor. Korelasi negatif terdapat pada kisaran suhu

12

24,00-30,50°C yang mempengaruhi bobot, sehingga bobot mutlak yang dihasilkan
0,0154±0,0033 g/ekor. Berdasarkan tingkat kesamaannya, memperkuat bahwa
pengaruh fluktuasi oksigen terlarut dan pH terhadap panjang mutlak 87,66% dan
85,39% per hari, sedangkan suhu terhadap bobot mutlak 70,63% (Gambar 4). Hal
ini menunjukkan sesuai hasil analisis korelasi, bahwa kualitas air yang
berpengaruh terhadap kinerja pertumbuhan adalah kandungan oksigen terlarut dan
pH cukup baik dan perlu dipertahankan agar tetap optimal. Sedangkan fluktuasi
suhu belum sesuai untuk mendukung pertumbuhan optimal sehingga perlu
dikelola agar dapat mendukung pertumbuhan benih.
Suhu media pemeliharaan saat benih umur 10 hari merupakan faktor yang
menghambat pertumbuhan, khususnya pada bobot benih. Masalah pada kisaran
suhu ini adalah terjadi fluktuasi yang cukup berbahaya untuk kelangsungan hidup
benih. Sebagai contoh saat pemeliharaan, suhu pagi hari diketahui 24,00°C, siang
hari 30,50°C, dan pada sore hari 25,25°C, kondisi fluktuasi yang naik 6,50°C dan
turun 5,25°C ini terjadi dalam jarak waktu 4 jam. Kondisi ini menyebabkan benih
ikan patin stres dan menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan Silverstein et al. (2000), menurunkan suhu media
pemeliharaan dari 26,00°C menjadi 21,70°C menyebabkan metabolisme tubuh
ikan tidak berjalan normal, enzim-enzim yang bekerja dalam tubuh ikan membeku
dan akhirnya ikan mati. Kondisi lingkungan perairan yang baik jika perbedaan
suhu tidak berbeda 5,00°C pada siang dan malamnya (Buentello et al. 1999).
Laju pertumbuhan harian yang dihasilkan saat benih umur 20 hari yaitu
20,500±1,65% per hari. Kualitas air yang berkorelasi positif ditemukan pada
oksigen terlarut berkisar 3,10-5,05 mg/L dan pH 8,02-9,00 mempengaruhi bobot
mutlak 0,0137±0,0072 g/ekor dan panjang mutlak 0,38±0,17 cm/ekor. Kondisi
fluktuasi suhu, oksigen terlarut, dan pH diketahui tidak menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan benih, sehingga tidak diperoleh korelasi negatif. Hal
ini diduga karena benih sudah cukup beradaptasi dengan fluktuasi lingkungannya
dan sistem kekebalan tubuh sudah mulai meningkat. Fluktuasi pH terjadi
disebabkan oleh fotosintesis, respirasi organisme dan keberadaan ion dalam
perairan (Welch 1952). Berdasarkan tingkat kesamaannya, memperkuat bahwa
pengaruh fluktuasi pH terhadap pertumbuhan benih 91,98%. Fluktuasi suhu dan
oksigen terlarut berturut-turut sebesar 84,52% dan 79,22% (Gambar 5). Hal ini
menunjukkan sesuai hasil analisis korelasi bahwa kualitas air yang berpengaruh
terhadap kinerja pertumbuhan adalah fluktuasi pH air. Kondisi fluktuasi dan
kisaran pH telah sesuai, sehingga perlu dipertahankan agar tetap optimal
mendukung pertumbuhan benih.
Kisaran pH yang diperoleh selama waktu pemeliharaan 7,5-9,0 ini dapat
menunjukkan kondisi media pemeliharaan memiliki nilai alkalinitas relatif tinggi.
Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau kuantitas
anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Menurut Effendi
(2003), alkalinitas perairan berkaitan dengan gambaran kandungan karbonat dari
batuan dan tanah yang dilewati oleh air serta sedimen dasar perairan. Perairan
dengan nilai alkalinitas tinggi lebih produktif daripada perairan dengan nilai
alkalinitas rendah. Kualitas air khususnya pH saat pemeliharaan merupakan salah
satu faktor yang cukup tinggi, berperan mendukung pertumbuhan benih (Tabel 3).
Sumber air yang digunakan dalam pemeliharaan yaitu air tanah diduga terdapat

13

kandungan mineral kalsium dalam kisaran optimal, sehingga ikut serta
mendukung pertumbuhan benih ikan patin.
Kondisi aktual saat benih berumur 30 hari tidak ditemukan korelasi cukup
erat pada kualitas air yang mempengaruhi kinerja pertumbuhan. Namun diwakili
pada kisaran pH 7,50-9,00 berkorelasi negatif yaitu 40% mempengaruhi
pertumbuhan panjang benih. Panjang mutlak benih bertambah menjadi 0,90±0,49
cm/ekor, dengan laju pertumbuhan harian 18,09±1,85% per hari. Berdasarkan
tingkat kesamaannya, diperoleh pengaruh fluktuasi suhu dan oksigen terlarut serta
pH terhadap pertumbuhan relatif kecil 67,42% (Gambar 6). Namun sesuai dengan
hasil analisis korelasi yang menyatakan tidak terdapat korelasi erat pada kualitas
air, yang mendukung kinerja pertumbuhan benih. Hal ini diduga benih umur 30
hari cenderung memiliki ukuran tubuh relatif besar telah mampu beradaptasi
dengan perubahan lingkungan. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2000),
pemeliharaan benih ikan patin dengan kepadatan 20-40 ekor/L pada umur benih
berkisar 12-15 hari, arboresen terbentuk dan organ tubuh benih ikan patin
lengkap. Sehingga korelasi yang mendukung kinerja pertumbuhannya bukan dari
faktor kualitas air, melainkan diduga faktor lain yang tidak terukur salah satunya
seperti efisiensi pakan yang diberikan. Penggunaan pakan secara efisien berarti
jumlah pakan, jadwal pemberian dan cara pemberian pakan sesuai dengan
kebutuhan dan kebiasaan makan ikan (Utomo et al. 2005).
Pemeliharaan pada media terkontrol hingga benih berumur 30 hari tidak
menghasilkan pertumbuhan bobot dan panjang yang sama pada semua benih. Hal
ini diduga bahwa suhu, oksigen terlarut, dan pH mengalami fluktuasi yang secara
spesifik berpengaruh erat terhadap kinerja pertumbuhan ikan. Namun fluktuasi
kualitas air ini masih dalam kisaran cukup baik untuk pertumbuhan benih,
khususnya ikan patin siam. Pendederan ikan patin siam yang dilakukan selama
penelitian ini menghasilkan sintasan 70%, dengan total hasil produksi 4,55 kg
benih ikan patin (Tabel 3). Pertumbuhan panjang total benih terhadap waktu
pemeliharaan memiliki korelasi 97,29% (Gambar 1) dan bobot total benih 97,68%
(Gambar 2). Kinerja pertumbuhan panjang dan bobot total benih tersebut salah
satunya dipengaruhi oleh kualitas air sebagai parameter yang terukur dalam
penelitian ini. Sedangkan sisanya 2,71% dan 2,32% merupakan pengaruh dari
faktor lain yang tidak terukur, diduga seperti efisiensi pakan, iklim, cuaca, dan
lain lain.
Hubungan pertumbuhan panjang dan bobot mutlak benih diperoleh
korelasi 86,23% (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang
mutlak dapat mempengaruhi bobot mutlak benih ikan patin. Saat pemeliharaan
seiring bertambahnya panjang tubuh benih maka bobot benih juga meningkat. Hal
ini sesuai dengan pendapat Effendie (1979), yang menyatakan pertumbuhan
panjang ikan sebanding dengan pertumbuhan bobot, sehingga bobot ikan dapat
dianggap sebagai fungsi dari panjang ikan. Froese (2006) dalam Suwarni (2009),
teori pola pertumbuhan ikan bersifat alometrik negatif, dapat terlihat dari nilai
koefisien b yang lebih kecil dari 3 (b < 3). Hal ini sesuai dengan hasil analisis,
nilai koefisen b yang diperoleh sebesar 2,24 sehingga pola pertumbuhan dapat
dinyatakan bersifat alometrik negatif. Alometrik negatif berarti pertumbuhan
bobot benih ikan patin selama pemeliharaan cenderung lebih lambat dibandingkan
pertumbuhan panjangnya (Gambar 3). Perbedaan ini diduga dipengaruhi oleh
ukuran awal individu larva saat tetas dan kondisi kualitas air yang berfluktuasi

14

dari awal hingga akhir pemeliharaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Syahrir
(2012), telur ikan yang menetas menghasilkan larva dengan ukuran tubuh yang
berbeda disebabkan oleh kondisi lingkungan dan kualitas induknya.
Pengaruh meningkatnya suhu air terhadap kesehatan benih patin adalah
dapat meningkatkan toksisitas kontaminan terlarut, mendukung perkembangan
dan tingkat serangan patogen, menurunnya konsentrasi oksigen terlarut,
meningkatnya konsumsi oksigen benih disebabkan suhu tubuh meningkat, serta
meningkatkan respon kekebalan tubuh benih. Sedangkan pengaruh menurunnya
suhu air menyebabkan suhu tubuh benih menurun, aktivitas renang, nafsu makan,
dan laju pertumbuhan menurun, serta menekan respon kekebalan tubuh benih.
Masalah fluktuasi kualitas air bukan menjadi hambatan untuk menghasilkan benih
ikan patin yang memiliki pertumbuhan baik. Fluktuasi suhu dapat dicegah ketika
suhu rendah dapat dengan meningkatkan suhu ruangan menggunakan pemanas
(kompor), penambahan penggunaan lampu neon pada bagian atas bak
pemeliharaan, atau dapat menggunakan thermostat (alat mengatur kondisi suhu
pada air agar tidak berubah).
Pengaruh menurunnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air dapat
menyebabkan stress respirasi, anoreksia, hipoksia jaringan, pingsan bahkan
kematian massal (Sa’diyah 2006). Fluktuasi oksigen terlarut yaitu dengan turun
naiknya konsentrasi oksigen terlarut dalam air dapat diatasi dengan penambahan
titik aerasi. Pengaruh kemasaman pH air terhadap benih ikan patin dapat
menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit infeksius, mengganggu
transportasi ion pada insang, serta dapat mengarah ke kegagalan osmoregulasi dan
kematian pada benih. Fluktuasi pH air ini dapat dicegah dengan cara penyiponan
feses ikan dan sisa pakan yang tidak termakan pada media pemeliharaan serta
melakukan penggantian air bertahap 30-75% setiap hari. Adapun penerapan pada
air yang belum terdapat ikan di dalamnya yaitu jika pH air asam dengan
penambahan CaCO3 dan pada pH air basa dengan penambahan asam asetat.
Penambahan konsentrasi CaCO3 sebesar 50 ppm terbukti meningkatkan sintasan
ikan patin siam hingga 94,16% (Djokosetiyanto et al. 2005).

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kualitas air yang berkorelasi terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan
patin umur 10 hari adalah suhu yang berkisar 24,00-30,50°C. Saat benih umur 20
hari, fluktuasi dan kondisi pH yang berkisar 7,97-8,03 mendukung pertumbuhan
benih. Saat benih umur 30 hari, fluktuasi kualitas air tidak berpengaruh terhadap
kinerja pertumbuhan.

Saran
Perlunya penelitian lebih lanjut tentang korelasi kualitas air pada segmen
pendederan ukuran 2 inci ikan patin. Penambahan parameter kualitas air lain,

15

seperti alkalinitas, kesadahan, dan total amoniak terlarut (TAN) pada media
pemeliharaan untuk melihat pengaruh kinerja pertumbuhan benih ikan patin.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 2000. Produksi Benih Ikan Patin Siam (Pangasius
hypophthalmus) Kelas Benih Sebar (SNI: 01-6483.4-2000). Jakarta (ID).
Boyd CE. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama, USA (US):
Birmingham Publishing Co.
BPBAT [Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar] Subang. 2012. Profil Balai
Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang. Teknik
Pendederan Ikan Patin Siam. SOP Hatchery Patin. Subang (ID).
Buentello JA, Gatlin DM, Neill WH. 1999. Effects of Water Temperature and
Dissolved Oxygen on Daily Feed Consumption, Feed Utilization and
Growth of Channel Catfish Ictalurus punctatus. Journal of Aquaculture.
182(2000): 339-352.
Diskanlut [Dinas Perikanan dan Kelautan]. 2009. Statistik Perikanan Budidaya
[internet].
[diacu
2013
Desember
20].
Tersedia
dari:
http://diskanlut.jabarprov.go.id/index.php?mod=manageMenu&idMenuKiri
=435&idMenu=448.
Djokosetiyanto D, Dongoran RK, Supriyono E. 2005. Pengaruh Alkalinitas
Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Patin Siam
(Pangasius sp.). Jurnal Akuakultur Indonesia: 4(2): 53-56.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri.
Halver JE, Hardi RW. 2002. Fish Nutrition. Third Edition. California, USA (US):
Academy Press Inc.
Lermen CL, Lappe R, Crestani M, Vieira VP, Gioda CR, Schetinger MRC,
Baldisserotto B, Moraes G, Morsch VM. 2004. Effect of Different
Temperature Regimes on Metabolic and Blood Parameters of Silver Catfish
Rhamdia quelen. Journal of Aquaculture. 239(2004): 497-507.
Ritvo G, Speed FM, Neill WH, Dixon JB, Lawrence AL, Samocha TM. 1999.
Regression Analysis of Soil Chemical Composition for Two Shrimp Farms
in Texax. Journal of The World Aquaculture Society. 30(1): 26-35.
Sa’diyah. 2006. Pemanfaatan buah mahkota dewa Phaleria macrocarpa untuk
pencegahan infeksi penyakit MAS Motile Aeromonad Septicaemia ditinjau
dari gambaran darah ikan patin Pangasionodon hypophthalmus [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Saparinto C. 2009. Budidaya Ikan di Kolam Terpal. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Silverstein JT, Wolters WR, Shimizu M, Dickhoff WW. 2000. Bovine Growth
Hormone Treatment of Channel Catfish: Strain and Temperature Effects
on Growth, Plasma IGF-I Levels, Feed Intake and Efficiency and Body
Composition. Journal of Aquaculture. 190(2000): 77-88.
Suwarni. 2009. Hubungan Panjang-Bobot dan Faktor Kondisi Ikan Butana
Acanthurus mata (Cuvier, 1829) yang Tertangkap di Sekitar Perairan

16

Pantai Desa Mattiro Deceng, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi
Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 19(3): 160-165.
Syahrir M. 2012. Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan di Perairan Pedalaman
Kabupaten Kutai Timur. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 18(2): 8-13.
Utomo NBP, Kumalasari F, Mokoginta I. 2005. Pengaruh Cara Pemberian Pakan
yang Berbeda Terhadap Konversi Pakan dan Pertumbuhan Ikan Mas
Cyprinus carpio di Karamba Jaring Apung Waduk Jatiluhur. Jurnal
Akuakultur Indonesia. 4(1): 63-67.
Welch PS. 1952. Limnology. New York (US): Mc Graw Hill Company Inc.
Zooneveld NE, Huisman A, Boon JH. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Imas
T, Tjitrosomo SS, penerjemah. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka
Utama. Terjemahan dari: Prinsiple of Fish Culture.

17

LAMPIRAN
Lampiran 1

Hasil produksi pendederan benih ikan patin selama waktu
pemeliharaan di BPBAT Subang
Kinerja Produksi

Hasil

Volume (L)

2.000

Jumlah benih tebar awal (ekor)

50.000

Padat tebar (ekor/L)

25-30

Lama pemeliharaan (hari)

30

Jumlah panen (ekor)

35.000

Kepadatan panen (ekor/L)

18-22

Sintasan (%)

70

Panjang total awal (cm/ekor)

0,52±0,01

Panjang total akhir (cm/ekor)

2,31±0,41

Pertumbuhan Panjang (cm)

1,79±0,40

Bobot awal (g/ekor)

0,0154±0,00

Bobot akhir (g/ekor)

0,1003±0,09

Biomasa awal (g/ekor)

0,0005±0,00

Biomasa akhir (g/ekor)

0,1299±0,08

LPH (%)

Lampiran 2

24,23±0,35

Hasil analisis diskriminasi (cluster of variables); dendrogram
korelasi antara variabel pada waktu pemeliharaan benih ikan patin

Analisis Klaster dari variabel: ∆ B10, ∆ P10, ∆ suhu10, ∆ DO10, ∆ pH10
Jarak Koefisien Korelasi, Hubungan Tunggal
Tingkat hubungan

Tingkat
1
2
3
4

Urutan
klaster
4
3
2
1

Tingkat
kesamaan
87,6620
85,3921
73,9376
70,6334

Hasil Pengelompokkan
Klaster 1 ∆P10 ∆DO10
Klaster 2 ∆pH10
Klaster 3 ∆B10
Klaster 4 ∆suhu10

Tingkat
jarak
0,246760
0,292158
0,521247
0,587332

Hubungan
klaster
2
4
2
5
1
2
1
3

Klaster
baru
2
2
1
1

Urutan
observasi
dalam klaster
baru
2
3
4
5

18

Analisis Klaster dari variabel: ∆ B20, ∆ P20, ∆ suhu20, ∆ DO20, ∆ pH20
Jarak Koefisien Korelasi, Hubungan Tunggal
Tingkat hubungan

Tingkat
1
2
3
4

Urutan
klaster
4
3
2
1

Tingkat
kesamaan
96,5983
91,9823
84,5195
79,2234

Tingkat
jarak
0,068035
0,160354
0,309609
0,415531

Hubungan
klaster
1
2
1
5
1
3
1
4

Klaster
baru
1
1
1
1

Urutan
observasi
dalam klaster
baru
2
3
4
5

Hasil Pengelompokkan
Klaster 1 ∆B20 ∆P20
Klaster 2 ∆pH20
Klaster 3 ∆suhu20
Klaster 4 ∆DO20

Analisis Klaster dari variabel: ∆ B30, ∆ P30, ∆ suhu30, ∆ DO30, ∆ pH30
Jarak Koefisien Korelasi, Hubungan Tunggal
Tingkat hubungan

Tingkat
1
2
3
4

Urutan
klaster
4
3
2
1

Tingkat
kesamaan
96,8137
95,2812
75,7641
67,4165

Tingkat
jarak
0,063726
0,094375
0,484719
0,651671

Hubungan
klaster
3
4
1
2
3
5
1
3

Klaster
baru
3
1
3
1

Urutan
observasi
dalam klaster
baru
2