Optimisasi produksi xilanase dari bakteri laut

OPTIMISASI PRODUKSI XILANASE DARI BAKTERI LAUT

NADIA ULFA JABBAR ROBBANI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Optimisasi Produksi Xilanase
dari Bakteri Laut adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014
Nadia Ulfa Jabbar Robbani
NIM G44100009

v

ABSTRAK
NADIA ULFA JABBAR ROBBANI. Optimisasi Produksi Xilanase dari Bakteri
Laut. Dibimbing oleh IRMA HERAWATI SUPARTO dan NANIK RAHMANI.
Xilanase dapat digunakan dalam aplikasi teknologi enzim pada industri
seperti makanan, pakan, farmasi, pulp dan kertas, maupun dalam pembuatan
bioetanol. Enzim ini dapat dihasilkan dari tanaman, hewan, maupun mikrob.
Xilanase dari bakteri laut masih sedikit diteliti, oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian terkait dengan xilanase yang berasal dari bakteri laut. Ampas tebu
merupakan salah satu limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan untuk produksi
xilanase. Tujuan penelitian ini untuk menentukan kondisi optimum produksi
xilanase dari isolat bakteri laut P20 dari pesisir Pulau Pari. Berdasarkan hasil

penelitian, isolat bakteri laut P20 dapat menghasilkan xilanase ekstraseluler pada
kondisi optimum dengan konsentrasi substrat ampas tebu 1.5%, pH media 7, suhu
fermentasi 20 °C, tambahan sumber karbon laktosa, dan sumber nitrogen urea.
Setelah dioptimisasi, diperoleh nilai aktivitas enzim tertinggi sebesar 4.06 U/mL
pada jam ke-96.
Kata kunci: aktivitas enzim, ampas tebu, bakteri laut, optimisasi, xilanase

ABSTRACT
NADIA ULFA JABBAR ROBBANI. Optimization of Xylanase Production from
Marine Bacteria. Supervised by IRMA HERAWATI SUPARTO and NANIK
RAHMANI.
Xylanase are applied in manufacturing food, feed, pharmaceutical, pulp and
paper, and bioethanol. Xylanase can be produced by some plants, animals, or
microbes. Exploration to produce xylanase from marine bacteria is still limited.
Therefore, the objective of this study was to determine the optimum growth
condition that produces optimum extracellular xylanase activities of marine
bacterial isolate P20 from the coast of Pari Island. As substrate, sugarcane
bagasse, an inexpensive agro-industrial waste rich in lignocellulosic materials
showed the maximum production of xylanase. The result showed that marine
bacteria isolate P20 gave extracellular xylanase in optimum conditions with

substrate bagasse concentration of 1.5%, medium pH 7, fermentation temperature
20 °C, and addition of carbon sources of lactose, and nitrogen sources of urea.
Folowing the optimization, the maximum enzyme activities was 4.06 U/mL at 96
hours.
Keywords: bagasse, enzyme activity, marine bacteria, optimization, xylanase

vii

OPTIMISASI PRODUKSI XILANASE DARI BAKTERI LAUT

NADIA ULFA JABBAR ROBBANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ix

Judul Penelitian
Nama
NIM

: Optimisasi Produksi Xilanase dari Bakteri Laut
: Nadia Ulfa Jabbar Robbani
: G44100009

Disetujui oleh

Dr dr Irma Herawati Suparto, MS
Pembimbing I

Nanik Rahmani, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

xi

PRAKATA

Bismillahirrahmaannirrahim
Puji syukur kehadirat Allah SWT penguasa segenap alam dan isinya. Sujud
syukur kepada-Nya yang telah memberikan rahmat dan ridho-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian dengan judul “Optimisasi
Produksi Xilanase dari Bakteri Laut”. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari
hingga Mei di Laboratorium Biokatalis dan Fermentasi, Bidang Bioproses, Pusat
Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong.

Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Ibu Dr dr Irma Herawati Suparto, MS dan Ibu Nanik Rahmani,
MSi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan
pengarahan dan bimbingan selama penelitian dan penyusunan laporan ini. Ucapan
terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak Iskandar AB
dan Ibu Emilda selaku kedua orang tua atas segala kasih sayang dan doa yang tak
henti untuk selalu memberikan motivasi baik moral maupun materiil sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Dalam kesempatan ini juga
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yopi dan Awan
Purnawan, Apridah Camelia, Alifah, dan Dicky Gustiawanto atas bantuan dan
bimbingannya di laboratorium. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga
kepada Fariz Adrian Riwanto dan teman-teman selaboratorium khususnya Fatia
Izzaty, Mona Yuniarsa, Diajeng Pangestu, Nikmatia Herfena, Yuli Caprianti, Irfan
Pebi, dan Rony Masari yang telah mendukung selama penelitian berlangsung.
Akhir kata, penulis mengucapkan banyak syukur dan terima kasih. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu segala
bentuk kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan sehingga laporan ini
dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya terutama penulis sendiri.

Bogor, Agustus 2014


Nadia Ulfa Jabbar Robbani

xiii

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
METODOLOGI


1
2

Alat dan Bahan

2

Metode Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Pemilihan Isolat Bakteri Laut

5

Produksi Xilanase Ekstrak Kasar dari Isolat Bakteri P20


7

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN


20

DAFTAR GAMBAR
1 Kurva pertumbuhan sel bakteri P20 optimisasi konsentrasi substrat
2 Reaksi asam dinitrosalisilat (DNS) dengan gula D-xilosa
3 Kurva aktivitas xilanase hasil optimisasi konsentrasi substrat
4 Kurva pertumbuhan sel bakteri P20 optimisasi pH media
5 Kurva aktivitas xilanase hasil optimisasi pH media
6 Kurva pertumbuhan sel bakteri P20 optimisasi suhu fermentasi
7 Kurva aktivitas xilanase hasil optimisasi suhu fermentasi
8 Kurva pertumbuhan sel bakteri P20 pengaruh tambahan sumber karbon
9 Kurva aktivitas xilanase pengaruh penambahan sumber karbon
10 Kurva pertumbuhan sel bakteri P20 pengaruh tambahan sumber nitrogen
11 Kurva aktivitas xilanase pengaruh penambahan sumber nitrogen

8
9
9
10

11
12
13
14
15
16
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir penelitian
2 Data optimisasi konsentrasi substrat
3 Data optimisasi pH media
4 Data optimisasi suhu fermentasi
5 Data optimisasi penambahan sumber karbon
6 Data optimisasi penambahan sumber nitrogen

20
21
22
23
24
25

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan bioenergi seperti bioetanol dari biomassa sebagai sumber
bahan baku yang dapat diperbarui merupakan satu alternatif yang memiliki nilai
positif dari aspek sosial dan lingkungan (Lynd et al. 1991). Etanol yang
mempunyai rumus kimia C2H5OH adalah zat organik dalam kelompok alkohol
dan banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Pada umumnya etanol
diproduksi dengan cara fermentasi dengan bantuan mikroorganisme oleh
karenanya sering disebut sebagai bioetanol. Teknologi proses produksi etanol
dalam proses hidrolisis biasanya dilakukan dengan metode konvensional, yaitu
dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) atau asam klorida (HCl). Namun
metode ini kurang ramah lingkungan karena penggunaan asam dalam proses
tersebut, biaya bahan kimia yang relatif mahal, dan asam juga dapat menimbulkan
korosi. Oleh karena itu, pengembangan teknologi bioproses dengan menggunakan
enzim pada proses hidrolisisnya diyakini sebagai suatu proses yang lebih ramah
lingkungan (Pandey et al. 2000).
Enzim telah banyak dikembangkan menjadi komoditas yang diproduksi dan
diperdagangkan. Enzim dapat dimanfaatkan dalam pengolahan pada berbagai
bidang industri, diagnosis, analisis, biologi molekuler, transformasi senyawa
kimia, sebagai bahan aditif dalam detergen, dan digunakan sebagai obat (Kumala
dan Fitri 2008). Perkembangan industri enzim pada saat ini semakin pesat dan
menempati posisi penting di bidang industri. Hal ini disebabkan enzim memiliki
sifat yang efisien, selektif, mengkatalis reaksi tanpa produk samping, dan ramah
lingkungan (Fuad et al. 2004). Kebutuhan domestik atas enzim cukup besar
namun ketersediannya masih tergantung impor, karena itu perlu dicari terobosan
dengan memanfaatkan bahan alam dan organisme hidup seperti tanaman, hewan,
dan mikroba untuk memproduksi enzim. Salah satu enzim yang dapat diproduksi
adalah xilanase.
Xilanase adalah enzim ekstraseluler yang dapat menghidrolisis xilan
menjadi xilosa dan xilooligosakarida (Ruiz-Arribas et al. 1995). Xilanase
merupakan salah satu enzim yang berperan penting dalam proses pembuatan
bioetanol dan juga dalam biokonversi hemiselulosa menjadi gula konstituennya.
Dalam dekade terakhir, produksi xilanase telah menarik perhatian banyak peneliti
karena enzim ini sangat penting untuk proses degradasi bahan berlignoselulosa
dalam tanaman biomassa (Aksoz dan Seyis 2005). Xilanase merupakan produk
bioteknologi yang memiliki kegunaan cukup beragam, tetapi produksinya masih
menghadapi kendala, yaitu masih kurangnya ketersediaan mikroba unggul dan
rendahnya pengetahuan tentang teknologi produksi enzim (Richana et al. 2000).
Salah satu mikroorganisme yang dapat menghasilkan xilanase adalah
mikroba. Penggunaan mikroba sebagai penghasil enzim memiliki beberapa
keuntungan, diantaranya biaya produksi relatif murah, dapat diproduksi dalam
waktu singkat, mempunyai kecepatan tumbuh yang tinggi, dan mudah dikontrol
(Pangesti et al. 2012). Mikroba yang telah umum diketahui sebagai penghasil
xilanase adalah jamur dan bakteri. Mikroba penghasil xilanase ditemukan dari
beberapa genus, yaitu Aspergillus, Penicillium, Streptomyces, Thermoactinomyce,

2

Bacillus, dan Clostridium (Tork et al. 2013). Bakteri yang dapat digunakan
sebagai penghasil xilanase salah satunya adalah bakteri yang berasal dari laut.
Lingkungan laut sendiri memiliki beberapa karakter diantaranya tekanan dan
salinitasnya tinggi, suhu rendah, serta kedap cahaya. Oleh karena itu, diharapkan
bakteri laut lebih dapat beradaptasi dan bertahan meski dilingkungan yang ekstrim
(Prasad dan Sethi 2013). Berbeda dengan bakteri yang berasal dari darat lebih
mudah mengalami gangguan seperti perubahan iklim dan suhu, oleh karena itu
pada penelitian ini digunakan bakteri laut sebagai mikroba penghasil xilanase.
Xilanase mampu menghidrolisis xilan menjadi gula xilosa. Untuk
menghasilkan xilanase, maka substrat yang digunakan harus mengandung xilan.
Penggunaan xilan murni dalam produksi enzim tidak ekonomis karena harganya
yang mahal. Upaya untuk menekan biaya produksi enzim diperlukan dengan
pemilihan substrat pengganti yang lebih murah dengan memanfaatkan limbah
biomassa. Xilan banyak terdapat pada biomassa limbah pertanian dan industri
makanan (Beg et al. 2001). Beberapa limbah pertanian dan perkebunan yang
dapat dimanfaatkan sebagai substrat penghasil xilanase di antaranya, yaitu sekam
padi, jerami padi, ampas tebu, batang dan tongkol jagung, bungkil kelapa sawit,
tandan kosong kelapa sawit dan lain sebagainya. Untuk mengoptimalkan produksi
enzim perlu adanya pengoptimalan faktor-faktor yang berperan dalam produksi
enzim tersebut antara lain jumlah substrat, suhu fermentasi, pH media fermentasi,
serta melihat pengaruh tambahan sumber karbon dan sumber nitrogen (Trismilah
et al. 2003)
Penelitian ini bertujuan mengetahui isolat bakteri terbaik penghasil xilanase
dan kondisi optimum dalam memproduksi xilanase sehingga didapatkan enzim
dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Informasi yang diperoleh dari hasil
penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui biomassa pengganti substrat xilan
yang memanfaatkan limbah-limbah pertanian dan perkebunan. Selain itu, dapat
menghasilkan enzim yang berguna dalam pembuatan bioetanol.

METODOLOGI
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, cawan petri steril, ose
steril, sumbat kapas, pipet mikro, tips steril, tabung mikro eppendorf,
ultrasentrifugasi (Hitachi CS 150NX), autoklaf, inkubator kocok, laminar,
spektrofotometer UV-vis (Hitachi U-3900H), oven, stopwatch, penangas air, dan
kuvet.
Bahan-bahan yang digunakan adalah tandan buah kosong kelapa sawit
(TBKKS), ampas tebu, bungkil kelapa sawit (BKS), xilan, bakteri isolat Xilan-4
dan P20, akuades, pepton, ekstrak kamir, artificial sea water (ASW), agar, buffer
fosfat pH 7 (50 mM), standar xilosa, congo red, NaCl 2%, dan pereaksi
dinitrosalisilat (DNS) yang terdiri dari DNS, NaOH, serta KNa Tartat.

3

Metode Penelitian
Peremajaan Isolat Bakteri Laut
Dua isolat bakteri laut Xilan-4 dan P20 ditumbuhkan pada media padat
dengan komposisi media mineral yang digunakan ASW 3.8%, ekstrak kamir
0.1%, pepton 0.5%, agar 1.5%, dan substrat 0.5% dalam 200 mL akuades.
Komposisi media diaduk menggunakan pengaduk magnet sampai homogen,
selanjutnya disterilisasi pada suhu 121 °C. Media yang telah siap dituangkan ke
dalam cawan petri di dalam laminar. Peremajaan isolat bakteri dilakukan dengan
menggoreskan isolat bakteri menggunakan jarum ose steril pada media padat yang
telah disiapkan. Sebelum melakukan penanaman, laminar tempat kerja dan media
padat disinari ultraviolet terlebih dahulu selama 15 menit untuk membunuh
mikroorganisme yang tidak diinginkan sehingga dapat menurunkan risiko
kontaminasi sebelum penanaman. Media yang telah ditanami isolat diinkubasi
pada suhu 27 °C selama kurang lebih dua hari. Selanjutnya akan dilakukan
pemilihan isolat terbaik penghasil xilanase dari kedua isolat yang telah
diremajakan.

Pemilihan Isolat Terbaik Penghasil Xilanase
Kedua isolat bakteri ditumbuhkan pada media mineral cair. Komposisi
media mineral yang digunakan ASW 3.8%, ekstrak kamir 0.1%, pepton 0.5%,
dalam 400 mL akuades. Substrat yang digunakan adalah substrat xilan, ampas
tebu, BKS, dan TBKKS. Komposisi media diaduk menggunakan pengaduk
magnet sampai homogen, selanjutnya media yang telah siap dituangkan sebanyak
10 mL ke dalam erlenmeyer 100 mL yang telah diisi substrat 0.5%, kemudian
disterilisasi pada suhu 121 °C. Setelah media sudah disterilisasi, sebanyak 1 ose
koloni tunggal bakteri dari media padat dipindahkan ke dalam media cair.
Selanjutnya diinkubasi dalam inkubator kocok berkecepatan 150 rpm, suhu 30 °C
selama satu malam. Dua isolat bakteri laut yang telah ditumbuhkan ke dalam
media mineral cair selanjutnya diteteskan sebanyak 2 μL ke dalam media padat
yang mengandung substrat, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 1 hari.
Setelah bakteri tumbuh dilakukan pewarnaan congo red 2% selama 30 menit dan
pencucian dilakukan dengan menggunakan NaCl 2% selama 15 menit. Bakteri
yang memproduksi xilanase akan membentuk zona bening di sekitar koloni.
Pemilihan isolat pada tahap ini berdasarkan nilai indeks xilanolitik yang didapat
dari perbandingan antara pengurangan diameter zona bening yang terbentuk dan
diameter isolat dengan diameter isolat. Diameter isolat merupakan diameter satu
koloni yang terbentuk pada media padat yang mengandung substrat. Tahap ini
akan menghasilkan isolat bakteri terbaik serta substrat terbaik yang akan
digunakan untuk optimisasi produksi xilanase.

4

Produksi Enzim

Optimisasi produksi xilanase dari isolat bakteri laut dan substrat biomassa
terpilih
Proses produksi dilakukan melalui dua tahap, yaitu prekultur dan kultur
dengan isolat bakteri terpilih. Prekultur dilakukan dengan memindahkan 1 ose
koloni tunggal bakteri dari media padat ke dalam erlenmeyer 100 mL yang telah
diisi 10 mL media cair. Prekultur diinkubasi dalam inkubator kocok berkecepatan
150 rpm, suhu 30 °C selama satu malam. Selanjutnya dilakukan proses kultur
dengan cara memindahkan sejumlah prekultur ke dalam media kultur (30 mL
media dalam erlenmeyer 300 mL) dengan pipet mikro. Media kultur kemudian
diinkubasi dalam inkubator kocok berkecepatan 150 rpm, 30 °C selama 6 hari
untuk dilakukan proses sampling atau pemanenan pada jam ke-0, 24, 48, 72, 96,
120 dan 144. Optimisasi produksi enzim xilanase dilakukan dengan mengukur
aktvitas enzim berdasarkan lima parameter penting, yaitu konsentrasi substrat
terpilih (0.5%, 1.0%, 1.5%, 2.0%), pH media produksi (5, 6, 7, 8), suhu
fermentasi (20 °C, 30 °C, 40 °C, dan 50 °C) (Ninawe et al. 2008), pengaruh
penambahan sumber karbon (maltosa, laktosa, glukosa, sukrosa, dan xilosa) (Haqul et al. 2002), dan pengaruh penambahan sumber nitrogen (amonium klorida,
amonium nitrat, amonium sulfat, kasein, dan urea) (Kumar et al. 2010). Tahap
optimisasi dilakukan berurutan sesuai urutan parameter, artinya optimisasi pH
dilakukan setelah konsentrasi optimumnya diketahui, begitupun dengan parameter
lainnya.
Pembuatan kurva pertumbuhan sel isolat bakteri
Kurva pertumbuhan sel dibuat dengan cara melakukan pengukuran optical
density (OD) sel sampel dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660
nm. Sampel yang diukur OD-nya yaitu sampel pada jam ke-0, 24, 48, 72, 96, 120,
dan 144.
Preparasi xilanase ekstrak kasar
Xilanase ekstrak kasar didapatkan dari ekstraksi kultur sel dengan cara
sentrifugasi pada kecepatan 116 g, selama 10 menit pada suhu 4 °C, kemudian
supernatan dipindahkan pada tabung mikro eppendorf baru dan disentrifugasi lagi
pada kecepatan, suhu, dan waktu yang sama. Ekstrak xilanase dipertahankan pada
suhu dingin, yaitu 4 °C untuk menjaga aktivitas enzim. Hasil ekstraksi enzim
(supernatan) yang diperoleh merupakan xilanase ekstrak kasar yang siap
digunakan untuk proses pengujian.
Analisis aktivitas xilanase ekstrak kasar (Miller 1959)
Aktivitas xilanase ditentukan dengan menggunakan metode DNS, yaitu
mereaksikan 0.25 mL enzim yang telah diencerkan dengan faktor pengenceran
tertentu dengan 0.25 mL substrat xilan 0.5% (b/v) dalam buffer fosfat pH 7 (0.05
M) selama 15 menit, kemudian ditambahkan reagen DNS sebanyak 0.75 mL
dalam tabung reaksi, lalu diinkubasi pada suhu 100 °C selama 10 menit. Setelah

5

inkubasi selesai, tabung reaksi berisi sampel direndam dalam es batu selama 10
menit. Warna yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 540 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh dikonversi menjadi
konsentrasi gula pereduksi (ppm) menggunakan persamaan yang didapat dari
kurva standar xilosa. Kurva standar xilosa dibuat dengan cara melarutkan 0.01 g
D-xilosa ke dalam 10 mL buffer fosfat 0.05 M (1000 ppm), kemudian diencerkan
pada konsentrasi 10 ppm sampai 100 ppm. Sebanyak 0.5 mL dari hasil
pengenceran kemudian direaksikan dengan 0.75 mL reagen DNS, dipanaskan 10
menit dalam penangas air 100 °C, kemudian diukur nilai absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Nilai aktivitas enzim
ditentukan menggunakan rumus yang tertera pada Lampiran 6.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilihan Isolat Bakteri Laut
Dua isolat bakteri laut yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu isolat
bakteri Xilan-4 yang berasal dari Pulau Bali dan P20 yang berasal dari Pulau Pari.
Dalam penelitian ini, peremajaan isolat dilakukan untuk mempersiapkan isolat
segar dengan tujuan mendapatkan isolat yang aktif, memiliki sistem metabolisme
yang segar dan lebih baik karena sebelumnya isolat tersebut berada dalam kondisi
inaktif di dalam lemari pendingin. Peremajaan biakan adalah upaya yang
dilakukan untuk mempertahankan sifat alami isolat bakteri laut. Selain itu,
peremajaan biakan dapat mencegah terjadinya kerusakan isolat seperti penurunan
viabilitas dan stabilitas sel suatu isolat yang dapat menurunkan potensi sel isolat
tersebut (Hernandez et al. 2009).
Isolat bakteri laut yang telah diremajakan selanjutnya dilakukan pemilihan
isolat bakteri terbaik penghasil xilanase menggunakan pewarnaan congo red.
Pewarnaan congo red pada kultur merupakan analisis awal untuk mengetahui
aktivitas enzim yang dihasilkan suatu bakteri secara kualitatif dari kedua isolat.
Masing-masing isolat bakteri tersebut ditumbuhkan pada substrat yang
mengandung xilan diantaranya TBKKS, BKS, ampas tebu, dan xilan komersial.
Bakteri yang mampu membentuk daerah zona bening disekitar koloninya setelah
pewarnaan mengindikasikan adanya aktivitas xilanase. Diameter zona bening
yang dihasilkan menunjukkan besarnya aktivitas enzim. Untuk membandingkan
besarnya aktivitas enzim maka dihitung indeks xilanolitiknya dengan
membandingkan diameter isolat dan diameter zona bening yang terbentuk (Yopi
et al. 2006). Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa isolat bakteri P20
menunjukkan nilai indeks xilanolitk lebih besar dibandingkan isolat bakteri Xilan4, nilai indeks disajikan dalam Tabel 1.

6

Tabel 1 Pemilihan isolat bakteri P20 dan Xilan-4 sebagai penghasil xilanase
pada berbagai substrat dengan metode congo red

Biomassa

Diameter isolat
(cm)

Diameter zona bening
(cm)

Indeks xilanolitik

X-4
X-4
P20
X-4
P20
TBKKS
0.55
0.50
2.80
2.90
4.09
b
BKS
0.70
0.45
1.15
1.05
0.64
Ampas tebu
0.62
0.50
2.95
3.00
3.76
Xilan
0.70
0.60
2.85
3.90
3.07
a
b
TBKKS:tandan buah kosong kelapa sawit; BKS: bungkil kelapa sawit
a

P20
4.80
1.33
5.00
5.50

Pemilihan bakteri menggunakan metode ini bersifat semi kuantitatif karena
pengukurannya berdasarkan penglihatan secara langsung atau kualitatif. Metode
ini menggunakan 2 jenis pewarna, yaitu pewarna basa congo red dan pewarna
asam NaCl 2%. Congo red akan berikatan dengan substrat, semakin banyak
jumlah substrat dalam bentuk polisakarida maka akan semakin kuat ikatan yang
terjadi. Hal ini disebabkan karena substrat dalam bentuk polisakarida strukturnya
panjang dan tersusun dengan rapat sehingga pewarna congo red yang masuk ke
dalamnya akan terikat semakin kuat dibandingkan dengan substrat yang memiliki
ukuran lebih pendek. Larutan NaCl 2% berfungsi untuk mencuci congo red yang
menempel pada media, karena NaCl bersifat higroskopis sehingga dapat
menyerap pewarna congo red. Semakin kuat ikatan antara congo red dengan
substrat maka larutan NaCl semakin sulit untuk mencuci pewarna tersebut.
Perbedaan kekuatan ikatan antara congo red dengan substrat dapat dibedakan
berdasarkan struktur substratnya, yaitu monosakarida, polisakarida, dan
oligosakarida. Berdasarkan perbedaan struktur ini maka setelah pencucian dengan
NaCl substrat yang berbentuk monosakarida dan oligosakarida akan berwarna
lebih pudar dibandingkan dengan substrat yang masih berbentuk polisakarida.
Oleh karena itu dapat terlihat zona bening yang menunjukkan bahwa substrat
tersebut mengalami degradasi oleh enzim yang dihasilkan bakteri (Yopi et al.
2006).
Berdasarkan hasil yang didapatkan terlihat bahwa kedua isolat bakteri
membentuk zona bening, namun zona bening yang terbentuk pada isolat bakteri
P20 lebih besar dibandingkan Xilan-4 pada berbagai substrat. Zona bening
menunjukkan kemampuan bakteri dalam mendegradasi substrat yang terdapat di
dalam media. Semakin luas area zona bening menunjukkan semakin banyaknya
substrat yang terdegradasi sehingga diharapkan aktivitas enzim yang dihasilkan
juga semakin besar. Isolat yang terpilih adalah isolat bakteri laut P20, karena
memiliki zona bening terluas dan memiliki indeks xilanolitik sebesar 5.50 pada
substrat xilan, 5.00 pada ampas tebu, 4.80 pada TBKKS, dan 1.33 pada BKS. Hal
ini mengindikasikan bahwa isolat P20 mampu memproduksi xilanase yang dapat
menghidrolisis substrat dengan baik dibandingkan dengan isolat bakteri laut
Xilan-4. Substrat yang menunjukkan substrat terbaik, yaitu substrat xilan, namun
karena penggunaan substrat xilan sangat mahal, oleh karena itu pada penelitian ini
digunakan substrat pengganti xilan, yaitu substrat ampas tebu.

7

Produksi Xilanase Ekstrak Kasar dari Isolat Bakteri P20
Produksi xilanase dilakukan dengan menggunakan isolat bakteri terpilih,
yaitu isolat P20. Beberapa optimisasi kondisi produksi enzim dilakukan dengan
variasi perlakuan, yaitu konsentrasi substrat 0.5%, 1.0%, 1.5%, dan 2.0%; pH
media 5, 6, 7, dan 8; suhu fermentasi 20 °C, 30 °C, 40 °C, dan 50 °C; tambahan
sumber karbon berupa maltosa, laktosa, glukosa, sukrosa, dan xilosa; dan sumber
nitrogen berupa amonium klorida, amonium nitrat, amonium sulfat, kasein, dan
urea. Produksi xilanase dilakukan sampai hari ke-6 menggunakan inkubator kocok
pada kecepatan 150 rpm melalui dua tahapan, yaitu prekultur dan kultur untuk
mengetahui kurva pertumbuhan sel bakteri dan aktivitas enzim.
Optimisasi konsentrasi substrat untuk produksi xilanase
Optimisasi konsentrasi substrat ini dilakukan menggunakan substrat terpilih.
Substrat terbaik yang digunakan untuk produksi xilanase adalah substrat xilan,
namun penggunaan substrat xilan sangat mahal sehingga pada penelitian ini
digunakan substrat pengganti xilan, yaitu ampas tebu. Ampas tebu memiliki
komposisi hemiselulosa dengan komponen utama berupa xilan yang berikatan
dengan selulosa, lignin dan polisakarida yang lain untuk menyusun dinding sel
tanaman. Dibandingkan dengan bahan lignoselulosa yang lain, ampas tebu
memiliki kandungan hemiselulosa yang tertinggi, yaitu 25-40%. Komponen
hemiselulosa dapat didegradasi oleh enzim xilanase menjadi produk xilobiosa,
xilotriosa, dan xilosa (Moreira et al. 2012).
Tahapan untuk semua optimisasi kondisi dimulai dari tahap prekultur
selama 1 hari, kemudian hasil prekultur dipindahkan ke dalam kultur yang berisi
media dengan komposisi yang sama seperti pada prekultur tetapi volumenya
ditingkatkan. Tujuan prekultur adalah agar bakteri bisa beradaptasi pada media
cair sebelum ditumbuhkan pada lingkungan yang baru, sebagai stimulasi atau
rangsangan isolat untuk mengeluarkan enzim (Wahyuningsih 2011). Media kultur
bakteri berubah dari kuning bening menjadi kuning keruh. Hal tersebut
merupakan salah satu ciri adanya pertumbuhan dan sistem metabolisme bakteri.
Bakteri memiliki 4 fase kurva pertumbuhan, yaitu fase lag, log, stasioner, dan
kematian. Fase lag merupakan fase saat bakteri dipindahkan dalam suatu medium,
bakteri tersebut harus beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya. Fase log
merupakan fase bakteri membelah dengan cepat dan konstan mengikuti kurva
logaritmik. Fase ini kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh medium tempat
tumbuhnya. Fase stasioner merupakan fase dimana jumlah sel tetap karena jumlah
sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Fase kematian, pada fase ini
sebagian populasi bakteri mulai mengalami kematian yang disebabkan nutrisi
dalam medium dan energi cadangan dalam sel sudah habis (Yuwono 2005).
Kurva pertumbuhan sel dari isolat bakteri P20 menggunakan substrat ampas
tebu dengan variasi konsentrasi 0.5%, 1.0%, 1.5%, dan 2.0% dapat dilihat pada
Gambar 1. Berdasarkan kurva pertumbuhan yang diperoleh untuk konsentrasi
substrat 0.5%, 1.0%, dan 1.5% pertumbuhan sel isolat bakteri P20 mengalami
peningkatan dari jam ke-0 sampai ke-72 kemudian mengalami penurunan pada
jam ke-96 sampai jam ke-144 meskipun ada peningkatan tetapi tidak terlalu
signifikan. Sedangkan pada konsentrasi 2.0% kurva pertumbuhan menunjukkan

8

OD 660 nm

peningkatan terus menerus sampai jam ke-144. Berdasarkan hasil yang didapatkan
semakin tinggi konsentrasi maka pertumbuhan sel semakin banyak. Hal ini
disebabkan semakin banyak substrat, bakteri dapat tumbuh dengan baik karena
kebutuhan akan nutrisinya terpenuhi.
10,0
8,0
6,0
4,0
2,0
0,0
0

24

0.50%

48

72
96
Waktu (jam)

1.00%

1.50%

120

144

2.00%

Gambar 1 Kurva pertumbuhan sel bakteri P20 optimisasi konsentrasi substrat

Selanjutnya dilakukan pengukuran aktivitas enzim untuk optimisasi
konsentrasi pada isolat bakteri P20. Xilanase termasuk ke dalam enzim
ekstraseluler (eksoenzim), yang berarti enzim tersebut disekresikan ke luar sel dan
berdifusi ke dalam media. Sebagian besar eksoenzim ini bersifat hidrolitik, yaitu
dapat menguraikan molekul kompleks menjadi molekul-molekul yang lebih
sederhana (Waluyo 2007). Untuk mendapatkan xilanase ekstrak kasar, sama
seperti enzim ekstraseluler lainnya, yaitu dengan cara sentrifugasi. Cara ini
bertujuan memisahkan enzim yang terdapat pada supernatan dari biomassanya.
Supernatan yang didapatkan merupakaan sampel enzim kasar untuk analisis
aktivitas enzim selanjutnya.
Pengujian aktivitas xilanase ekstrak kasar menggunakan metode DNS yang
direaksikan selama 15 menit. Reaksi dengan DNS merupakan jenis reaksi redoks
pada gugus aldehid gula yang teroksidasi menjadi gugus karboksil. Sementara itu
DNS sebagai oksidator akan tereduksi membentuk asam 3-amino-5-nitrosalisilat
(Gambar 2). Reaksi ini berjalan dalam suasana basa. Bila terdapat gula reduksi
pada sampel, maka larutan DNS yang awalnya berwarna kuning akan bereaksi
dengan gula reduksi sehingga menimbulkan warna jingga kemerahan. Dalam
pembuatan reagen DNS, kita perlu menambahkan NaOH ke dalam larutan yang
bertujuan untuk memberikan suasana basa. Karena nantinya reaksi dari reagen
DNS ini bekerja pada suasana basa. Selain menambahkan NaOH, juga
ditambahkan KNa tartat, fungsi dari penambahan ini adalah untuk menstabilkan
warna yang terbentuk pada saat reaksi terjadi yaitu merah bata. Di samping itu,
juga diperlukan pemanasan untuk membantu mempercepat jalannya reaksi.
Semakin pekat warna kuning yang dihasilkan, gula pereduksi yang dihasilkan
semakin banyak akibat aktivitas enzim (Sastrohamidjojo 2005). Bila terdapat gula
reduksi pada sampel, maka larutan DNS yang awalnya berwarna kuning bereaksi
dengan gula reduksi sehingga menimbulkan warna jingga kemerahan. Warna yang
dihasilkan senyawa kompleks memberikan warna yang dapat dibaca secara

9

optimal dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm (Reissig et al.
1955).

Gambar 2 Reaksi asam dinitrosalisilat (DNS) dengan gula D-xilosa

Aktivitas enzim (U/mL)

Kurva aktivitas xilanase disajikan pada Gambar 3. Perhitungan aktivitas
enzim didapatkan dari konversi absorbansi gula pereduksi dengan kurva standar
xilosa. Berdasarkan kurva aktivitas enzim konsentrasi substrat 0.5% dan 1.5%
mengalami peningkatan dari jam ke-0 sampai ke-96 kemudian turun pada jam ke120 sampai ke-144, sedangkan konsentrasi substrat 1.5% dan 2.0% aktivitasnya
terus meningkat sampai jam ke-120 dan turun pada jam ke-144. Hal ini
menjelaskan pada konsentrasi 0.5% dan 1.0% aktivitas optimum terjadi pada jam
ke-96 sedangkan konsentrasi 1.5% dan 2.0% pada jam ke-120. Nilai aktivitas
xilanase tertinggi dapat dilihat pada konsentrasi substrat 1.5% dibandingkan
konsentrasi lainnya, yaitu sebesar 3.93 U/mL, sedangkan untuk konsentrasi 2.0%
aktivitas xilanase justru menurun. Pangesti et al. (2012) menyatakan bahwa
substrat yang berada pada medium dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
pertumbuhan mikroorganisme tetapi jika berada dalam jumlah yang banyak
mempunyai efek negatif terhadap produksi enzim. Konsentrasi substrat yang
tinggi pada medium berperan sebagai represor katabolit sehingga terjadi
penurunan aktivitas enzim. Oleh karena itu selanjutnya dipilih konsentrasi substrat
1.5% sebagai kondisi optimum untuk produksi xilanase.
4,5
4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0

24

0.50%

48
72
96
Waktu inkubasi (jam)
1.00%

1.50%

120

2.00%

Gambar 3 Kurva aktivitas xilanase hasil optimisasi konsentrasi substrat

144

10

Optimisasi pH media untuk produksi xilanase

OD660 nm

Reaksi enzimatis dipengaruhi beberapa hal salah satunya, yaitu pH media.
Keadaan pH media memberikan pengaruh terhadap perubahan morfologi suatu
mikroba dan sekresi enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Pengaruh pH terhadap
pertumbuhan bakteri ini berkaitan dengan aktivitas enzim (Gupta et al. 2003).
Menurut Richana dan Lestiana (2006) menyatakan bahwa aktivitas optimum
enzim berkisar pada pH pertumbuhan mikroorganisme penghasil enzim tersebut,
sehingga pH optimum aktivitas enzim ini berbeda-beda tergantung
mikroorganisme penghasil enzimnya. Apabila pH dalam suatu medium atau
lingkungan tidak optimal maka akan mengganggu kerja enzim-enzim tersebut dan
akhirnya mengganggu pertumbuhan bakteri itu sendiri.
Gambar 4 menunjukkan kurva pertumbuhan sel dari isolat bakteri P20. Dari
hasil penelitian pertumbuhan sel P20 pada variasi pH 5, 6, 7, dan 8 besarnya
pertumbuhan sel tidak terlalu terlihat artinya pertumbuhan sel pada selang pH 5-8
memiliki besar yang sama. Fase log terjadi pada jam ke-48 hingga mencapai
puncaknya pada jam ke-72. Memasuki jam ke-96 pertumbuhan sel mulai menurun
dan mengalami fase stasioner sampai jam ke-144. Hal ini juga mengindikasikan
bahwa bakteri yang digunakan dapat hidup dalam rentang pH yang sedikit asam
mendekati netral.
14,0
12,0
10,0
8,0
6,0
4,0
2,0
0,0
0

24

48
5

72
96
Waktu (jam)
6

7

120

144

8

Gambar 4 Kurva pertumbuhan sel bakteri P20 optimisasi pH media
Gambar 5 menunjukkan kurva aktivitas xilanase dengan variasi pH 5, 6, 7,
dan 8 dari hasil tersebut dapat dilihat nilai aktivitas enzim pada pH media 8 lebih
rendah dibandingkan pH lainnya walaupun perbedaan nilai aktivitas yang
dihasilkan tidak terlalu signifikan. pH 5 dan 6 memberikan puncak aktivitas
xilanase pada jam ke-48 dan menurun pada jam ke-72 sampai ke-144, sedangkan
pada pH 7 dan 8 puncak aktivitas xilanase sudah terlihat pada jam ke-24 dan
selanjutnya menurun. Besarnya aktivitas xilanase yang didapatkan pada puncak
tertinggi variasi pH 5, 6, 7, dan 8 berturut-turut adalah 1.89 U/mL, 1.85 U/mL,
1.90 U/mL, dan 1.87 U/mL. Berdasarkan hasil yang didapatkan pH media
optimum yang digunakan untuk produksi xilanase yaitu pada pH media 7. Kuhad

11

Aktivitas enzim (U/mL)

et al. (2006) dalam penelitiannya memproduksi enzim xilanase maksimum pada
pH 7 dari Bacillus sp.
Nilai aktivitas xilanase pada optimisasi pH ini menurun jika dibandingkan
dengan optimisasi pada konsentrasi substrat. Menurunnya aktivitas xilanase
karena perubahan pH media yang tidak terlalu besar (sedikit dibawah atau diatas
pH optimalnya) disebabkan oleh berubahnya keadaan ion enzim dan seringkali
juga keadaan ion substrat. Perubahan kondisi ion enzim dapat terjadi pada residu
asam amino yang berfungsi katalitik mengikat substrat maupun pada residu asam
amino yang berfungsi untuk mempertahankan struktur tersier dan kuartener enzim
yang aktif. Disamping itu, perubahan struktur tersier menyebabkan kelompok
hidrofobik kontak dengan air sehingga solubilitas enzim menjadi berkurang.
Berkurangnya solubilitas enzim dapat mengakibatkan turunnya aktivitas enzim
secara bertahap. Aktivitas enzim yang mengalami penurunan tersebut dapat
dipulihkan kembali dengan merubah kondisi reaksi enzimatis pada pH optimalnya
(Meriyandini et al. 2008)

2,0
1,9
1,8
1,7
1,6
1,5
1,4
0

24

48
72
96
Waktu inkubasi (jam)
5

6

7

120

144

8

Gambar 5 Kurva aktivitas xilanase hasil optimisasi pH media

Optimisasi suhu fermentasi untuk produksi xilanase
Suhu berpengaruh langsung terhadap kecepatan pertumbuhan mikroba,
kecepatan sintesis enzim, dan kecepatan inaktivasi enzim. Suhu yang terlalu tinggi
dapat mengakibatkan proses pengeringan protein sehingga dapat mengakibatkan
kematian sel. Sedangkan pada suhu yang terlalu rendah dapat mengakibatkan
aktivitas enzim berkurang dan pertumbuhan mikroba terganggu (Richana 2002).
Hasil pertumbuhan sel dengan variasi suhu fermentasi 20 °C, 30 °C. 40 °C, dan
50 °C dapat dilihat pada Gambar 6. Pada suhu 50 °C dapat dilihat kurva
pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan suhu lainnya, sedangkan untuk suhu
20 °C, 30 °C, dan 40 °C memiliki puncak pertumbuhan sel pada jam ke-48 dan
mengalami fase stasioner dari jam ke-72 sampai jam ke-144. Berdasarkan hasil
yang didapatkan semakin meningkatnya suhu pertumbuhan sel akan semakin

12

banyak, namun saat suhu terlalu tinggi terjadi kematian sel yang mengakibatkan
konsentrasi pertumbuhan sel pada suhu 50 °C menurun.

OD 660 nm

11,5
9,5
7,5
5,5
3,5
1,5
0

24

20 °C

48

72
96
Waktu (jam)

30 °C

40 °C

120

144

50 °C

Gambar 6 Kurva pertumbuhan sel bakteri P20 optimisasi suhu fermentasi

Kenaikan suhu akan diikuti dengan kenaikan aktivitas enzim sebelum
mencapai suhu optimum, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi dari suhu
optimum aktivitas enzim akan turun dengan cepat. Enzim juga akan terdenaturasi
pada suhu yang lebih tinggi sehingga mengakibatkan hilangnya aktivitas dari
enzim (Septiningrum dan Moeis 2009). Aktivitas xilanase yang dihasilkan pada
optimisasi suhu dapat dilihat pada Gambar 7 menunjukkan bahwa pada suhu
produksi 20 °C aktivitas xilanase mencapai maksimum pada jam ke-96 sebesar
3.70 U/mL. Pada suhu 30 °C, 40 °C, dan 50 °C aktivitas enzim xilanase telah
mencapai puncaknya pada jam ke-24 yaitu berturut-turut sebesar 2.13 U/mL, 2.23
U/mL, dan 1.94 U/mL. Kemampuan aktivitas enzim pada suhu rendah disebabkan
karena terjadi pelipatan asam amino sistein pada sisi aktif enzim akibat denaturasi
protein pada suhu tinggi (Kulkarni et al. 1999).
Proses kimia yang menjelaskan peranan suhu pada sebuah reaksi enzimatis
adalah bertambahnya suhu sampai dengan suhu optimum disebabkan
meningkatnya energi kinetika yang mempercepat gerak vibrasi, translasi dan
rotasi dari molekul-molekul yang bereaksi (enzim dan substrat) sehingga
memperbesar frekuensi tumbukan yang merupakan peluang keduanya untuk
bereaksi. Sedangkan diatas suhu optimal aktivitas enzim menurun disebabkan
terjadinya perubuhan konformasi pada struktur protein enzim atau substrat
sehingga gugus reaktifnya mengalami hambatan dalam memasuki sisi aktif enzim
(Meriyandini et al. 2008). Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa aktivitas
xilanase berada pada suhu optimal mendekati suhu ruang. Hal ini dilaporkan juga
oleh Azin et al. (2007) dengan suhu optimum untuk produksi xilanase pada suhu
25 °C dari Trichoderma longibrachitum, sedangkan Sathiyavati dan Parvatham
(2013) melaporkan hasil produksi xilanase optimum pada suhu 27 °C. Ahmad et
al. (2009) melaporkan bahwa suhu 30 °C merupakan suhu optimum untuk
produksi xilanase dari Aspergillus niger. Penelitian ini menghasilkan suhu
optimum untuk produksi xilanase pada suhu rendah, yaitu 20 °C. Hal ini diperkuat

13

Akvitas enzim (U/mL)

oleh penelitian Heck et al. (2005) yang menghasilkan aktivitas enzim tertinggi
pada suhu rendah dari B. subtilis. Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu optimum
dalam memproduksi enzim berpengaruh terhadap habitat tinggal suatu
mikroorganisme yang digunakan.
4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0

0

24

20 °C

48
72
96
Waktu inkubasi (jam)
30 °C

40 °C

120

144

50 °C

Gambar 7 Kurva aktivitas xilanase hasil optimisasi suhu fermentasi
Pengaruh penambahan sumber karbon untuk produksi xilanase
Untuk mengoptimalkan produksi xilanase diperlukan penambahan sumber
karbon pada media fermentasi untuk membantu insiasi pertumbuhan bakteri.
Setelah pertumbuhan bakteri meningkat, diharapkan produksi xilanase juga
meningkat. Beberapa sumber karbon yang dilaporkan untuk produksi xilanase
dari golongan gula sederhana yaitu xilosa, sukrosa, glukosa, pati, laktosa, maltosa,
dan dekstrosa (Haq-ul et al. 2002). Beberapa penelitan menggunakan sumber
karbon sebagai pengganti substrat, namun pada penelitian ini sumber karbon
digunakan sebagai tambahan sumber dalam media fermentasi yang juga
mengandung substrat untuk meningkatkan energi biosintesis mikroorganisme
Penelitian ini menggunakan lima sumber karbon untuk produksi xilanase,
yaitu maltosa, laktosa, glukosa, sukrosa, dan xilosa dengan konsentrasi 0.5%.
Berdasarkan kurva pertumbuhan yang didapatkan puncak pertumbuhan sel dengan
tambahan sumber karbon maltosa terjadi pada jam ke-120, sedangkan laktosa,
glukosa, dan sukrosa terjadi pada jam ke-96, serta xilosa memiliki pertumbuhan
sel lebih rendah dibandingkan sumber karbon lain (Gambar 8). Berdasarkan kurva
pertumbuhan sel dengan adanya penambahan sumber karbon dapat dilihat bakteri
P20 pertumbuhan selnya tumbuh baik pada sumber maltosa, sukrosa, dan laktosa,
sedangkan pada sumber glukosa dan xilosa pertumbuhan sel lebih rendah.
Menurut Singh et al. (2013) monosakarida dan disakarida merupakan sumber
karbon terbaik untuk produksi enzim bergantung pada spesifikasi enzim itu
bekerja. Hasil ini menunjukkan bakteri P20 tumbuh baik pada sumber karbon
yang termasuk dalam golongan gula disakarida dibandingkan gula monosakarida.
Diduga hal ini berpengaruh karena substrat yang digunakan, yaitu ampas tebu
yang memiliki struktur lebih kompleks dibandingkan disakarida. Bakteri akan

14

OD 660 nm

mengkonsumsi nutrisi yang lebih sederhana seperti gula disakarida dibandingkan
substrat biomassanya.
9,6
8,8
8,0
7,2
6,4
5,6
4,8
4,0
0

Maltosa

24

48

Laktosa

72
96
Waktu (jam)
Glukosa

120

Sukrosa

144

Xilosa

Gambar 8 Kurva pertumbuhan sel bakteri P20 pengaruh tambahan sumber karbon
Aktivitas xilanase yang dihasilkan dengan penambahan sumber karbon
laktosa memiliki nilai aktivitas yang lebih besar dibandingkan sumber karbon
lainnya, yaitu 2.65 U/mL pada jam ke-48 selanjutnya aktivitas enzim menurun,
begitu juga dengan sumber karbon glukosa tetapi nilai aktivitasnya lebih rendah,
yaitu sebesar 2.57 U/mL. Sedangkan sumber karbon maltosa memiliki aktivitas
puncak pada jam ke-24 sebesar 2.56 U/mL dan untuk sumber sukrosa serta xilosa
aktivitasnya jauh lebih rendah, yaitu berturut-turut 2.06 U/mL pada jam ke-96 dan
2.48 U/mL pada jam ke-0 (Gambar 9). Menurut hasil yang telah didapatkan
penambahan sumber karbon laktosa merupakan sumber karbon yang baik
digunakan untuk produksi xilanase dibandingkan sumber karbon lainnya. Hal ini
disebabkan karena pemecahan molekul laktosa menjadi gula sederhananya, yaitu
glukosa dan galaktosa dalam sel bakteri menghasilkan energi yang besar untuk
menghasilkan xilanase sehingga menghasilkan aktivitas yang lebih besar. Selain
itu diduga pada sel bakteri P20 terjadi represi katabolit, yaitu sel bakteri mampu
menghasilkan enzim untuk metabolisme gula selain xilosa sehingga sel sedikit
menghasilkan xilanase jika terdapat xilosa. Oleh sebab itu pada penelitian ini
xilosa memiliki aktivitas lebih rendah. Begitu juga dengan penambahan sumber
karbon sukrosa, karena sukrosa bukan termasuk golongan gula pereduksi maka
saat pengujian aktivitas xilanase dengan DNS nilai serapan yang dihasilkan jauh
lebih rendah sehingga aktivitas xilanasenya juga menurun.

15

Aktivitas enzim (U/mL)

2,9
2,7
2,5
2,3
2,1
1,9

1,7
1,5
0
Maltosa

24

48
72
96
Waktu inkubasi (jam)
Laktosa

Glukosa

120
Sukrosa

144
Xilosa

Gambar 9 Kurva aktivitas xilanase pengaruh penambahan sumber karbon
Pengaruh penambahan sumber nitrogen untuk produksi xilanase
Senyawa yang mengandung nitrogen merupakan senyawaan penting lain
untuk produksi enzim. Senyawa ini terkandung dalam banyak senyawa organik,
yaitu kelompok amina, asam amino, dan bagian dari nukleotida dasar. Berat
kering sel mikroba mengandung senyawaan nitrogen sebanyak 14%. Adanya
nitrogen dapat meningkatkan pertumbuhan gizi untuk banyak organisme karena
dengan nitrogen yang cukup organisme dapat membangun protein dan nukleotida
(Chin 2006). Beberapa sumber nitrogen yang digunakan untuk produksi xilanase
seperti KNO3 (kalium nitrat), NaNO3 (natrium nitrat), NH4NO3 (amonium nitrat),
(NH4)2SO4 (amonium sulfat), NH4H2PO4 (amonium fosfat), pepton, urea, kasein,
dan ekstrak khamir (Kumar et al. 2010). Sumber nitrogen yang digunakan pada
penelitian ini adalah NH4Cl, NH4NO3, (NH4)2SO4, kasein, dan urea dengan
konsentrasi masing-masing 0.5%.
Hasil penelitian menunjukkan kurva pertumbuhan sel isolat bakteri P20
penghasil xilanase (Gambar 10), dari kurva pertumbuhan terlihat koloni bakteri
yang mendapatkan tambahan sumber nitrogen kasein memiliki pertumbuhan sel
yang lebih besar dibandingkan sumber nitrogen lainnya. Pertumbuhan sel isolat
bakteri P20 dengan penambahan sumber nitrogen memiliki pertumbuhan sel yang
optimum pada jam ke-96 selanjutnya pertumbuhan sel mengalami penurunan
sampai jam ke-144. Pola pertumbuhan koloni bakteri tersebut mengindikasikan
pada jam ke-120 dan ke-144 mulai mengalami fase kematiannya.

16

OD660 nm

12,0
10,0
8,0
6,0
4,0
2,0
0

24

48

72

96

Amonium Klorida

Waktu (jam)
Amonium Nitrat

Kasein

Urea

120

144

Amonium Sulfat

Gambar 10 Kurva pertumbuhan sel bakteri P20 pengaruh tambahan sumber
nitrogen

Aktivitas enzim (U/mL)

Berbeda dengan pertumbuhan sel, aktivitas xilanase yang dihasilkan
memiliki puncak tertinggi pada koloni yang diberi tambahan sumber nitrogen
urea, yaitu sebesar 4.06 U/mL dibandingkan sumber nitrogen lainnya (Gambar
11). Pertumbuhan sel dan aktivitas enzim memiliki waktu optimum pada jam ke96 dan setelah itu aktivitas enzim menurun. Hasil yang didapatkan dari
penambahan sumber nitrogen mengindikasikan dengan adanya tambahan sumber
nitrogen dalam media dapat meningkatkan aktivitas enzim walaupun
peningkatannya tidak terlalu signifikan. Menurut Kuhad et al. (2006) sumber
nitrogen organik dilaporkan sebagai sumber yang jauh lebih baik untuk
pertumbuhan sel dan aktivitas enzim dibandingkan dengan sumber nitrogen
anorganik. Oleh karena itu, urea memiliki aktivitas enzim tertinggi dibandingkan
dengan sumber nitrogen anorganik. Selain itu urea sangat mudah terurai dan
melepaskan amonia dan CO2, dimana amonia yang dilepaskan akan diserap
menjadi sumber nitrogen yang digunakan bakteri untuk mempercepat
pertumbuhan sel dalam proses fermentasi.
4,5
4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
0

24

Amonium Klorida
Kasein

48

72

96

Waktu (jam)
Amonium Nitrat

120

144
Amonium Sulfat

Urea

Gambar 11 Kurva aktivitas xilanase pengaruh penambahan sumber nitrogen

17

Berdasarkan hasil yang diperoleh untuk setiap proses optimisasi kondisi
dalam produksi xilanase cenderung meningkatkan aktivitas enzimnya walaupun
pada optimisasi pH media dan sumber karbon aktivitas enzim justru menurun. Hal
ini mengindikasikan dugaan dengan menggunakan ampas tebu sebagai substrat
pengganti dapat menghasilkan aktivitas xilanase dari bakteri P20 dan tidak
membutuhkan nutrisi tambahan berupa sumber karbon.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Kondisi optimum dari produksi enzim dapat diketahui dengan mengukur
aktivitas suatu enzim yang dihasilkan dari mikroorganisme. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan substrat pengganti xilan untuk produksi xilanase terbaik
adalah substrat ampas tebu. Kondisi optimum untuk produksi xilanase, yaitu
dengan konsenstrasi substrat ampas tebu 1.5%, pH media 7, suhu fermentasi 20
°C, laktosa 0.5% sebagai tambahan sumber karbon, dan urea 0.5% sebagai
tambahan sumber nitrogen. Aktivitas enzim tertinggi didapatkan dengan nilai
aktivitas sebesar 4.06 U/mL pada jam 96. Aktivitas meningkat dua kali lipat
dibandingkan kondisi yang belum optimum.

Saran
Pengoptimalan kondisi dalam produksi enzim yang dilakukan pada
penelitian ini masih menggunakan rancangan sederhana, sehingga disarankan
untuk mendapatkan kondisi optimum yang lebih baik digunakan rancangan
percobaan seperti rancangan acak lengkap ataupun kelompok.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Z, Butt MS, Anjum FM, Asgher M. 2009. Effect of wheat bran
concentration on xylanase biosynthesis by Aspergillus niger. Int J Agri
Biol. 11:571-576.
Aksoz N, Seyis I. 2005. Xylanase production from Trichoderma harzianum 1073
D3 with alternative carbon and nitrogen sources. Biotechnol. 43(1): 3740.

18

Azin M, Moraavej R, Zareh D. 2007. Production of xylanase by Trichoderma
longibrachiatum on a mixture of wheat bran and wheat straw:
optimization of culture condition by Taguchi method. Enzyme Microb
Tech. 40:801-805.
Beg KQ, Kapoor M, Mahajan L, Hoondal GS. 2001. Microbial xylanase and their
industrial application: a review. J Appl Microbiol Biotechnol. 56: 326338.
Fuad AM, Rahmawati R, Mubarik NR. 2004. Produksi dan karakterisasi parsial
protease alkali termostabil Bacillus thermoglusidasius AF-01. J Mikrob
Indones. 9(1): 29-35.
Gupta R, Gigras P, Mohapatra H, Goswami VK, Chauhan B. 2003. Microbialamylases: a biotechnological perspective. J Proces Biochem. 38: 15991616.
Haq-ul I, Khan A, Butt WA, Ali S, Qadeer MA. 2002. Effect of carbon and
nitrogen sources on xylanase production by mutant strain of Aspergillus
niger GCBMX-45. J Bio Sci. 2(2): 143-144.
Heck JX, Soares LH, Ayub MAZ. 2005. Optimization of xylanase and mannanase
production by Bacillus circulans strain BL53 on solid-state cultivation.
Enzyme Microb Technol. 37(4): 417-423.
Hernandez CC, Carrillo EP, Saldivar SO. 2009. Production of bioethanol from
steam-flaked sorghum and maize. J Cereal Sci. 50: 131–137.
Chin LT. 2006. Screening of xylanase producer from soil [tesis]. Malaysia:
University College of Engineering & Technology.
Kuhad RC, Chopra P, Battan B, Kapoor M, Kuhad S. 2006. Production, partial
purification and characterization of athermo-alkali stable xylanase from
Bacillus sp.RPP-1. Ind J Microb. 46: 13-23.
Kulkarni N, Abhay S, Mala R. 1999. Molecular and biotechnological aspects of
xylanase. FEMS Microbiological Reviews. 23: 411-456.
Kumala S, Fitri NA. 2008. Penapisan kapang endofit ranting kayu meranti merah
(Shorea balangeran Korth.) sebagai penghasil enzim xilanase. J Ilmu
Kefarmasian Indones. (6)1:1-6.
Kumar D, Verma R, Sharma P, Rana A, Sharma R, Prakash C, Bhalla TC. 2010.
Production and partial purification of xylanase from a new thermophilic
isolate. An Int J. 2(2): 83-87.
Lynd LR, Bothast RJ, Wyman DE. 1991. Fuel etanol from cellulosic biomass.
Science. 251: 1318-1323.
Meriyandini A, Widyastuti N, Lestari Y. 2008. Pemurnian dan karakterisasi
xilanase Streptomyces sp. SKK1-8. Makara Sains. 2(12):55-60.
Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of
reducing sugar. J Anal Chem. 31:426-428.
Moreira LR, Ferreira GV, Santos SS, Ribeiro A, Siquira F, Filho EX. 2012.The
hydrolysis of agroindustrial residues by holocellulose degrading enzyme.
Braz
J Microbiol. 43(2):
498-505.
doi
10.1590/S151783822012000200010.
Ninawe S, Kapoor M, Kuhad RC. 2008. Purification and characterization of
extracellular xylanase from Streptomyces cyaneus SN32. Bioresour
Technol. 99: 1252-1258.

19

Pandey A, Soccol CR, Nigam P, Soccol VT. 2000. Biotechnological potential of
agroindustrial residues: sugarcane bagasse. Bioresour Technol. 74: 6980.
Pangesti NWI, Pangastuti A, Retnaningtyas E. 2012. Pengaruh penambahan
molase pada produksi enzim xilanas