Optimasi Kondisi Produksi Enzim Amilase dari Bakteri Laut Bacillus sp.

OPTIMASI KONDISI PRODUKSI ENZIM AMILASE DARI
BAKTERI LAUT Bacillus sp.

YULI CAPRIYANTI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Kondisi
Produksi Enzim Amilase dari Bakteri Laut Bacillus sp. adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014
Yuli Capriyanti
NIM G84100066

ABSTRAK
YULI CAPRIYANTI. Optimasi Kondisi Produksi Enzim Amilase dari
Bakteri Laut Bacillus sp. Dibimbing oleh POPI ASRI KURNIATIN dan
AWAN PURNAWAN.
Keanekaragaman hayati sumber daya laut yang tinggi berpotensi
sebagai sumber baru dari enzim amilase. Komunitas mikroba merupakan
biomasa laut terbesar yang memungkinkan banyaknya sumber baru penghasil
enzim. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keadaan optimum kondisi
lingkungan serta nutrien media produksi bakteri laut Bacillus sp. Berbagai
parameter seperti konsentrasi substrat, pH produksi, suhu fermentasi, kosubstrat, dan sumber nitrogen telah ditentukan kondisi optimalnya. Metode
yang digunakan adalah metode spektrofotometri. Produksi enzim amilase
maksimum didapatkan pada konsentrasi substrat pati 1%, pH 7, suhu 30oC,
maltosa sebagai ko-substrat produksi, dan kasein sebagai sumber nitrogen
produksi dengan nilai aktivitas enzim amilase paling optimum berturut-turut
sebesar 2.547 U/mL, 2.109 U/mL, 2.414 U/mL, 2.675 U/mL, dan terakhir
2.335 U/mL.

Kata kunci: aktivitas amilase, Bacillus sp., ko-substrat, optimasi, pH,
substrat, suhu, sumber nitrogen

ABSTRACT
YULI CAPRIYANTI. Optimization of Production Conditions of Amylase
Enzyme From Marine Bacteria Bacillus sp. Supervised by POPI ASRI
KURNIATIN dan AWAN PURNAWAN.
Marine biodiversity resources have high potential as a new source of
the enzyme amylase. Microbial community is the largest marine biomass that
enables many new sources producing enzyme. This study aimed to determine
the optimum state of environmental conditions and nutrient media production
of marine bacterium Bacillus sp. Various parameters such as substrate
concentration, pH production, fermentation temperature, co-substrate, and
nitrogen sources have been determined the optimal conditions. The method
used is the spectrophotometric method. The maximum production of amylase
enzyme obtained at a concentration of 1% starch substrate, pH 7, 30°C,
maltose as co-substrate production, and casein as a nitrogen source with a
value most optimum amylase enzyme activity, respectively for 2.547 U/mL,
2.109 U/mL, 2.414 U/mL, 2.675 U/mL, and the last 2.335 U/mL.
Keywords : amylase activity, Bacillus sp., co-substrate, nitrogen source,

optimization, pH, substrate, temperature.

OPTIMASI KONDISI PRODUKSI ENZIM AMILASE DARI
BAKTERI LAUT Bacillus sp.

YULI CAPRIYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iv


i

Judul Skripsi : Optimasi Kondisi Produksi Enzim Amilase dari Bakteri Laut
Bacillus sp.
Nama
: Yuli Capriyanti
NIM
: G84100066

Disetujui oleh

Popi Asri Kurniatin, SSiApt MSi
Pembimbing I

Awan Purnawan, SSi MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

ii

PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini adalah Optimasi Kondisi Produksi
Enzim Amilase dari Bakteri Laut Bacillus sp. Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Biokatalis dan Fermentasi LIPI Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat. Penelitian ini didanai oleh DIPA BIOREFENARY PUSLIT
BIOTEKNOLOGI tahun anggaran 2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Popi Asri Kurniatin, SSiApt MSi
dan Bapak Awan Purnawan, SSi MSi atas bimbingan, arahan, kritik, dan sarannya.
Ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada Bapak Dr. Yopi, Ibu Nanik,
SPt MSi, para peneliti, staf, serta sesama mahasiswa penelitian di Laboratorium

Biokatalis dan Fermentasi, Bidang Bioproses Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, kakak,
adik, dan seluruh keluarga atas dukungan yang selalu diberikan. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan seluruh teman sesama bimbingan, satu penelitian, serta
teman-teman Biokimia 47 untuk segala doa, kasih sayang, dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Yuli Capriyanti

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

iv

PENDAHULUAN


1

METODE

2

Bahan dan alat

2

Metode Penelitian

2

HASIL

5

Isolat Bakteri Bacillus sp. Hasil Peremajaan


5

Konsentrasi Pati Optimum

5

pH Optimum Produksi

6

Suhu Fermentasi Optimum

7

Ko-substrat Optimum

8

Sumber Nitrogen Optimum


9

PEMBAHASAN

10

Pertumbuhan Sel Bakteri

10

Konsentrasi Pati Optimum

11

pH Optimum Produksi

12

Suhu Fermentasi Optimum


13

Ko-substrat Optimum

14

Sumber Nitrogen Optimum

14

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran


15

DAFTAR PUSTAKA

15

iv

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Hasil peremajaan bakteri laut Bacillus sp. dalam media padat pati 0.5%
Pertumbuhan sel bakteri laut Bacillus sp. pada berbagai konsentrasi
substrat
Aktivitas enzim amilase dari bakteri laut Bacillus sp. pada berbagai
konsentrasi substrat
Pertumbuhan sel bakteri laut Bacillus sp. dengan berbagai kondisi pH
Aktivitas enzim amilase dari bakteri laut Bacillus sp. pada berbagai
kondisi pH
Pertumbuhan sel bakteri laut Bacillus sp. pada berbagai suhu fermentasi
Aktivitas enzim amilase dari bakteri laut Bacillus sp. pada berbagai suhu
fermentasi
Pertumbuhan sel bakteri laut Bacillus sp. pada berbagai ko-substrat
Aktivitas enzim amilase dari bakteri laut Bacillus sp. pada berbagai kosubstrat
Pertumbuhan sel bakteri laut Bacillus sp. pada berbagai sumber nitrogen
Aktivitas enzim amilase dari bakteri laut Bacillus sp. pada berbagai
sumber nitrogen

5
5
6
6
7
7
8
8
9
9
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Diagram alir penelitian
Hasil pengukuran pertumbuhan sel pada optimasi konsentrasi substrat
Kurva standar D-glukosa pada optimasi konsentrasi substrat
Hasil pengukuran aktivitas enzim amilase pada optimasi konsentrasi
substrat media produksi
Hasil pengukuran pertumbuhan sel pada optimasi pH media produksi
Kurva standar D-glukosa pada optimasi pH media produksi
Hasil pengukuran aktivitas enzim amilase pada optimasi pH media
Hasil pengukuran pertumbuhan sel pada optimasi suhu fermentasi
Kurva standar D-glukosa pada optimasi suhu fermentasi
Hasil pengukuran aktivitas enzim amilase pada optimasi suhu fermentasi
Hasil pengukuran pertumbuhan sel pada optimasi ko-substrat media
produksi
Kurva standar D-glukosa pada optimasi ko-substrat media produksi
Hasil pengukuran aktivitas enzim amilase pada optimasi ko-substrat
media produksi
Hasil pengukuran pertumbuhan sel pada optimasi sumber nitrogen media
produksi
Kurva standar D-glukosa pada optimasi sumber nitrogen media produksi
Hasil pengukuran aktivitas enzim amilase pada optimasi sumber nitrogen
media produksi

19
20
20
21
22
22
23
24
24
25
26
26
27
28
28
29

1

PENDAHULUAN
Amilase merupakan kelompok enzim yang mempunyai kemampuan untuk
memutuskan ikatan glikosida yang terdapat pada amilum (Sutiamiharja 2008). Enzim
ini memiliki aplikasi dengan skala yang luas. Kebutuhan amilase di dunia sangat
tinggi. Pada tahun 2004 saja mencapai penjualan sekitar US $2 milyar dan
diperkirakan akan terjadi peningkatan jumlah per tahun dengan laju 3.3%
(Sivaramkrishnan et al. 2006). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor
enzim di Indonesia tahun 2008 dan tahun 2009 mencapai US$ 20,2 juta dan US$ 20,3
juta. Pemanfaatan enzim amilase untuk sektor makanan dan minuman adalah sekitar
90% dari karbohidrase yang dihasilkan. Produksi amilase sendiri oleh Bacillus sp.
lichineformis dan Aspergillus sp sekitar 300 ton enzim murni pertahun
(Sivaramkrishnan et al. 2006). Amilase merupakan enzim industri yang penting yang
dapat menyumbang sekitar 30% dari produksi enzim dunia (Maarel Van Der et al.
2002). Oleh karena itu, meskipun enzim amilase telah banyak diisolasi dan
dikristalisasi, eksplorasi sumber amilase yang lebih efisien masih dibutuhkan
(Ahmadi et al. 2010).
Saat ini mikroba yang banyak digunakan untuk produksi enzim amilase berasal
dari tanah, mikroba yang berasal dari laut belum banyak dimanfaatkan. Mikroba yang
hidup di laut mempunyai karakter yang spesifik, yaitu dapat bertahan pada salinitas
tinggi, suhu, cahaya, dan lingkungan ekstrim lainnya. Komunitas mikroba dari jenis
bakteri, arkea, protista dan fungi bersel tunggal merupakan biomasa laut terbesar.
Jumlah total sel bakteri di laut diperkirakan sebanyak 3,6x1029 dengan total
kandungan karbon selulernya sebesar 3x1017g (Whitman et al. 1998).
Keanekaragaman yang sangat tinggi ini mendorong banyaknya penelitian yang
menggunakan mikroba laut, termasuk pencarian sumber enzim amilase yang baru.
Bacillus sp. mempunyai banyak potensi sebagai sumber daya hayati laut yang
dapat menunjang bioteknologi bakteri laut. Marga Bacillus merupakan salah satu
bakteri yang mempunyai berbagai macam kemampuan yang dapat dikembangkan
dalam industri bioteknologi karena mempunyai sifat-sifat seperti, memiliki kisaran
suhu pertumbuhan yang luas, pembentuk spora, bersifat aerob atau fakultatif
anaerob, memiliki kemampuan enzimatik yang beragam, dan tidak membutuhkan
faktor tumbuh yang relatif mahal (Ariani 2000). Penelitian mengenai bakteri laut ini
telah banyak dilakukan, seperti karakterisasi α-amilase dari bakteri laut Vibrio sp.
B10.2.8 (Margareth 2007), lalu optimasi enzim amilase dari bakteri laut Bacillus sp.
VITRKHB menggunakan metode RSM (Response Surface Methodology) (Rao et al.
2013), dan juga penelitian mengenai optimasi, produksi, dan pemurnian parsial dari
enzim ekstraselular α-amilase Bacillus sp. marini (Ashwini et al. 2011). Selain itu
bakteri laut juga digunakan untuk menghasilkan enzim lainnya, seperti enzim
kitinase (Rostinawati 2008).
Penelitian ini diharapkan dapat mengoptimalkan kerja enzim amilase dari
bakteri laut Bacillus sp. setelah dilakukan penelitian terkait kondisi optimum enzim
tersebut, sehingga dapat dimanfaatkan dalam skala aplikasi lebih lanjut seperti dalam
bidang industri maupun bidang penelitian. Hal ini juga akan meningkatkan produksi
enzim amilase lebih mudah apabila kondisi lingkungan pertumbuhannya diketahui,
membuka kajian tentang potensi isolat laut lokal sebagai galur penghasil enzim
amilase yang baik, dan menginisiasi pengembangan industri enzim di Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalah menentukan kondisi optimum konsentrasi substrat

2

media, pH produksi, suhu fermentasi, ko-substrat, dan sumber nitrogen sehingga
didapatkan optimalisasi produksi enzim amilase dari mikroba laut Bacillus sp.

METODE
Bahan dan alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Bacillus sp.,
Artificial Sea Water (ASW) dari Jepang, ekstrak khamir, pepton, pati komersial,
larutan buffer fosfat pH 7 0.02 M, larutan NaOH 2%, larutan HCl 10%, larutan DNS,
larutan buffer standar pH 4, larutan buffer standar pH 7, larutan buffer standar pH
10, akuades, es, alkohol 96%, D-glukosa, maltosa, sukrosa, galaktosa, urea, amonium
sulfat, kasein, tripton, agar, dan alumunium foil.
Peralatan yang digunakan adalah spektrofotometer UV-VIS double beam
Hitachi U-3900H, oven Memmert, water bath Julabo TW20, autoklaf Tomy high
pressure steam sterillizer ES-315, shaker BioShaker BR-43FL, inkubator, sentrifus
Hitchi Micro Ultracentrifuge CS 150NX, laminar air flow Sanyo Bio Clean Bench
MCV-B13, pH meter, ice maker, neraca analitik percisa 303A, ice box, pengaduk
magnetik (stirer), vortex IKA MS 3 basic, tabung reaksi, mikropipet 10–1000 L,
tabung Eppendorf 1,5 mL, tips 10-1000 L, labu Erlenmeyer 100, 250, dan 300 mL,
gelas piala, gelas ukur, labu takar 10 mL, botol scott, pipet tetes, sudip, cawan petri,
ose, botol semprot, termometer, bunsen, dan kuvet.
Metode Penelitian
Optimasi produksi enzim amilase dari bakteri laut Bacillus sp. dalam penelitian
ini terdiri atas lima tahap penting, yaitu optimasi konsentrasi substrat media produksi,
optimasi pH media produksi, optimasi suhu fermentasi, optimasi ko-substrat C media
produksi, dan optimasi sumber nitrogen media produksi.
Peremajaan Bakteri Bacillus sp. (Rahmani et al. 2011).
Pembuatan Media Peremajaaan. Pembuatan media diawali dengan
penyiapan bahan penyusun yang terdiri atas 3.8 gram Artificial Sea Water (ASW),
0.5 gram pati komersial, 0.5 gram agar, 0.1 gram yeast extract dan 0.5 gram pepton.
Semua bahan dilarutkan di dalam 100 mL akuades kemudian disterilisasi dalam
autoklaf pada tekanan 1 atm dan suhu 121ºC selama 15 menit. Lalu, media yang telah
disterilisasi dituang ke dalam cawan petri.
Peremajaan Isolat Bakteri. Peremajaan bakteri dilakukan dengan
menggoreskan isolat bakteri dari stok kultur awal menggunakan jarum ose steril pada
media padat yang telah disiapkan. Media tersebut mengandung komponen nutrisi dan
sumber karbon bagi pertumbuhan isolat bakteri. Sebelum melakukan penanaman,
laminar tempat kerja disinari sinar UV terlebih dahulu selama 15 menit untuk
membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan sehingga dapat menurunkan
risiko kontaminasi sebelum penanaman. Media yang telah ditanami isolat diinkubasi
pada suhu 30°C selama 3 hari.

3

Optimasi Media Produksi (Rahmani et al. 2011).
Terdapat beberapa parameter yang dioptimasi pada media produksi enzim
amilase dari bakteri laut Bacillus sp. yang terdiri dari optimasi konsentrasi substrat,
pH, suhu, ko-substrat C, dan sumber nitrogen.
Pembuatan Media Produksi. Pembuatan media diawali dengan disiapkan
bahan penyusun terlebih dahulu yang terdiri atas 3.8% Artificial Sea Water (ASW),
0.1% yeast extract dan 0.5% pepton, dan pati komersial dengan analytical grade
sebagai substrat media produksi. Media produksi terdiri dari media prekultur dan
media kultur. Media prekultur dibuat sebanyak 10 mL, sedangkan untuk media kultur
dibuat sebanyak 30 mL. Setelah itu, media disterilisasi pada 121°C selama 15 menit.
Optimasi Konsentrasi Substrat. Optimasi konsentrasi substrat dilakukan
pada media prekultur dan media kultur. Variasi konsentrasi substrat yang digunakan
adalah konsentrasi 1%, 2.5%, dan 5%. Selanjutnya isolat yang sudah diremajakan
diinokulasi ke dalam media prekultur sebanyak 1 ose secara aseptik dan diinkubasi
dengan kecepatan 150 rpm selama 24 jam pada suhu 30oC. Kemudian media
prekultur dimasukkan ke dalam media kultur secara aseptik dan diinkubasi kembali
selama 120 jam. Setiap 24 jam dilakukan pengambilan sampel kultur sebanyak 2 mL
untuk pengujian pertumbuhan sel bakteri dan aktivitas enzimnya untuk mengetahui
konsentrasi optimum dalam media produksi.
Optimasi pH Produksi. Optimasi pH dilakukan dalam media produksi dengan
konsentrasi substrat optimum yang telah diperoleh dari pengujian sebelumnya
sebesar 1%. Variasi pH media yang digunakan adalah pH 5, pH 6, pH 7, pH 8, dan
pH 9 yang sebelumnya telah diatur dengan cara menambahkan HCl atau NaOH.
Selanjutnya isolat yang sudah diremajakan diinokulasi ke dalam media prekultur
sebanyak 1 ose secara aseptik dan diinkubasi dengan kecepatan 150 rpm selama 24
jam pada suhu 30oC. Kemudian prekultur dimasukkan ke dalam media kultur secara
aseptik dan diinkubasi kembali selama 120 jam. Setiap 24 jam dilakukan
pengambilan sampel kultur sebanyak 2 mL untuk pengujian pertumbuhan sel bakteri
dan aktivitas enzimnya.
Optimasi Suhu Fermentasi. Optimasi suhu fermentasi menggunakan media
produksi dengan konsentrasi substrat dan pH optimum yang telah diperoleh dari
pengujian sebelumnya sebesar 1% dan kondisi pH 7. Suhu fermentasi yang akan
dioptimasi yaitu suhu 20oC, 30oC, 40oC, dan terakhir 50oC. Selanjutnya isolat yang
sudah diremajakan diinokulasi ke dalam media prekultur sebanyak 1 ose secara
aseptik dan diinkubasi dengan kecepatan 150 rpm selama 24 jam pada suhu masingmasing perlakuan. Kemudian prekultur dimasukkan ke dalam media kultur secara
aseptik dan diinkubasi kembali selama 120 jam. Setiap 24 jam dilakukan
pengambilan sampel kultur sebanyak 2 mL untuk pengujian pertumbuhan sel bakteri
dan aktivitas enzimnya.
Optimasi Ko-substrat. Optimasi ko-substrat dilakukan dalam media produksi
dengan menggunakan konsentrasi substrat, pH, suhu fermentasi optimum yang telah
diperoleh dari pengujian sebelumnya yaitu konsentrasi sebesar 1%, kondisi pH 7, dan
suhu 30oC. Masing-masing media ditambahkan variasi ko-substrat yaitu maltosa,
sukrosa, glukosa, dan galaktosa dengan konsentrasi masing-masing 0.5%.
Selanjutnya isolat yang sudah diremajakan diinokulasi ke dalam media prekultur
sebanyak 1 ose secara aseptik dan diinkubasi dengan kecepatan 150 rpm selama 24
jam pada suhu masing-masing perlakuan. Kemudian prekultur dimasukkan ke dalam
media kultur secara aseptik dan diinkubasi kembali selama 120 jam. Setiap 24 jam

4

dilakukan pengambilan sampel kultur sebanyak 2 mL untuk pengujian pertumbuhan
sel bakteri dan aktivitas enzimnya.
Optimasi Sumber Nitrogen. Optimasi sumber nitrogen menggunakan media
produksi dengan konsentrasi substrat, pH, suhu fermentasi, ko-substrat optimum
yang telah diperoleh dari pengujian sebelumnya yaitu konsentrasi sebesar 1%,
kondisi pH 7, suhu 30oC, dan 0.5% maltosa. Masing-masing media ditambahkan
variasi sumber nitrogen yaitu ammonium sulfat, urea, kasein, dan tripton dengan
konsentrasi masing-masing 0.5%. Selanjutnya isolat yang sudah diremajakan
diinokulasi ke dalam media prekultur sebanyak 1 ose secara aseptik dan diinkubasi
dengan kecepatan 150 rpm selama 24 jam pada suhu masing-masing perlakuan.
Kemudian prekultur dimasukkan ke dalam media kultur secara aseptik dan
diinkubasi kembali selama 120 jam. Setiap 24 jam dilakukan pengambilan sampel
kultur sebanyak 2 mL untuk pengujian pertumbuhan sel bakteri dan aktivitas
enzimnya.
Analisis Aktivitas Amilase Ekstrak Kasar (Bernfeld 1995).
Aktivitas enzim amilase ditentukan dengan menggunakan metode DNS yang
telah dimodifikasi dengan mereaksikan 0.25 mL larutan pati 0.5% (b/v) dalam buffer
fosfat pH 7 (0.02 M) dan 0.25 mL enzim yang diperoleh dalam bentuk supernatan
dari 1 mL sampel yang sebelumnya disentrifus dengan kecepatan 13000 rpm selama
15 menit pada suhu 4oC yang telah diencerkan dengan faktor pengenceran 100x, lalu
diinkubasi 30°C selama 30 menit, ekstrasi enzim amilase dipertahankan pada suhu
dingin yaitu minimal 4°C (Liu et al. 2011) untuk menjaga aktivitas enzim. Kemudian
ditambahkan 0.75 mL DNS untuk menghentikan reaksi, lalu dihentikan kembali
dengan merendam tabung reaksi berisi sampel dalam air mendidih 100°C selama 15
menit. Selanjutnya direndam dalam air es selama 10 menit. Gula pereduksi yang
dibebaskan ditentukan dengan menggunakan metode DNS (Miller 1959). Warna
yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm.
Nilai absorbansi yang diperoleh dikonversi menjadi konsentrasi gula pereduksi
(ppm) menggunakan persamaan yang didapat dari kurva standar glukosa. Satu unit
aktivitas enzim (U) merupakan jumlah enzim yang mampu mengkatalis perubahan 1
µmol substrat per menit pada keadaan pengukuran optimal (Lehninger 2008).
Rumus: Aktivitas enzim =

a

Wa

a

i

g

x Px

i x BM g

a

Pengukuran Pertumbuhan Sel Bakteri (Kosim dan Putra 2010).
Uji pertumbuhan sel bakteri dilakukan untuk mengetahui sifat pertumbuhan
bakteri melalui kurva pertumbuhan. Sampel hasil kultur sebanyak 1 mL diukur
pertumbuhan sel bakterinya. Pertumbuhan sel bakteri diamati dengan cara mengukur
densitas optik (Optical Density, OD) dengan metode turbiditas menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm.

5

HASIL
Isolat Bakteri Bacillus sp. Hasil Peremajaan
Isolat bakteri laut Bacillus sp. dapat tumbuh dalam media padat pati 0.5% pada
hari ke-3. Isolat bakteri laut Bacillus sp. yang tumbuh dapat dilihat dari terbentuknya
pelikel putih pada media. Isolat bakteri yang tumbuh lebih banyak membentuk koloni
dan permukaan tepinya tidak rata (Gambar 1).

Gambar 1 Hasil peremajaan bakteri laut Bacillus sp. dalam media padat pati 0.5%
Konsentrasi Pati Optimum
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa fase log kurva pertumbuhan
bakteri terjadi pada jam ke-48. Hal ini ditandai dengan meningkatnya nilai OD secara
drastis. Fase stasioner terlihat hingga jam ke-72 dan mulai mengalami fase kematian
dari jam ke-72 hingga jam ke-120 (Gambar 2). Hasil analisis aktivitas enzim amilase
yang dilakukan menunjukkan puncak tertinggi terjadi pada jam ke-72 pada masingmasing konsentrasi pati yang diuji dengan aktivitas enzim sebesar 2.547 U/mL untuk
konsentrasi 1%, diikuti dengan konsentrasi 2.5% sebesar 2.308 U/mL, dan 2.205
U/mL pada konsentrasi 5% (Gambar 3).

Gambar 2 Pertumbuhan sel bakteri laut Bacillus sp. pada berbagai konsentrasi pati.
konsentrasi 1%,
konsentrasi 2.5%,
konsentrasi 5%.

6

Gambar 3 Aktivitas enzim amilase dari bakteri laut Bacillus sp. pada berbagai
konsentrasi pati.
konsentrasi 1%,
konsentrasi 2.5%,
konsentrasi 5%.
pH Optimum Produksi
Titik optimum kurva pertumbuhan sel bakteri ditunjukkan pada jam ke-24
dimana pertumbuhan sel bakteri sedang berada pada fase log. Fase stasioner terlihat
pada jam ke-48 hingga jam ke-72, lalu setelah jam ke-72 bakteri menuju fase
kematian (Gambar 4). Hasil analisis aktivitas enzim amilase pada media produksi
dengan pH 7 menunjukkan hasil paling tinggi dengan nilai sebesar 2.109 U/mL,
diikuti pH 9 sebesar 1.932 U/mL, pH 6 sebesar 1.545 U/mL, lalu pH 8 sebesar 1.461
U/mL, dan terakhir pH 5 dengan nilai aktivitas enzim sebesar 1.430 U/mL. Titik
optimum dicapai pada jam ke-72 pada semua kondisi pH (Gambar 5).

Gambar 4 Pertumbuhan sel bakteri laut Bacillus sp. dengan berbagai kondisi pH.
pH 5,
pH 6,
pH 7,
pH 8,
pH 9.

7

Gambar 5 Aktivitas enzim amilase dari bakteri laut Bacillus sp. dengan berbagai
kondisi pH.
pH 5,
pH 6,
pH 7,
pH 8,
pH 9.
Suhu Fermentasi Optimum
Nilai absorbansi paling tinggi pada kurva pertumbuhan sel bakteri untuk
masing-masing kondisi suhu ditunjukkan pada jam ke-24, dimana pertumbuhan sel
bakteri sedang dalam fase log. Titik paling optimum ditunjukkan pada kondisi suhu
30oC. Fase stasioner terjadi pada jam ke-48 hingga jam ke-72, lalu terjadi penurunan
pertumbuhan sel bakteri hingga jam ke-120. Fase lag tidak terlihat pada kurva
pertumbuhan (Gambar 6). Nilai aktivitas enzim amilase pada suhu 20oC, 30oC, 40oC,
dan 50oC berturut-turut yaitu 1.729 U/mL, 2.414 U/mL, 1.875 U/mL, dan terakhir
0.866 U/mL. Aktivitas enzim amilase menunjukkan jam ke-72 sebagai titik paling
optimum untuk semua kondisi suhu, namun aktivitas enzim amilase paling tinggi
ditunjukkan oleh suhu 30oC (Gambar 7).

Gambar 6 Pertumbuhan sel bakteri laut Bacillus sp. pada berbagai suhu fermentasi.
suhu 20oC,
suhu 30oC,
suhu 40oC,
suhu 50oC.

8

Gambar 7 Aktivitas enzim amilase dari bakteri laut Bacillus sp. pada berbagai suhu
fermentasi.
suhu 20oC,
suhu 30oC,
suhu 40oC,
suhu
o
50 C.
Ko-substrat Optimum
Hasil analisis pertumbuhan sel bakteri menunjukkan terjadinya fase log pada
jam ke-24. Fase stasioner pada jam ke-48 dan ke-72. Setelah itu terjadi penurunan
pertumbuhan sel bakteri. Titik optimum terjadi pada jam ke-24 dengan glukosa dan
maltosa sebagai ko-substrat paling tinggi (Gambar 8). Aktivitas enzim amilase
menunjukkan hasil paling optimum pada maltosa dengan nilai sebesar 2.675 U/mL,
lalu galaktosa sebesar 2.259 U/mL, sukrosa sebesar 2.239 U/mL, dan terakhir
sukrosa sebesar 2.001 U/mL. Titik optimum terjadi pada jam ke-72 dengan maltosa
sebagai ko-substrat paling optimum (Gambar 9).

Gambar 8 Pertumbuhan sel bakteri laut Bacillus sp. dengan berbagai ko-substrat.
galaktosa,
glukosa,
maltosa,
sukrosa.

9

Gambar 9 Aktivitas enzim amilase dari bakteri laut Bacillus sp. dengan berbagai kosubstrat.
galaktosa,
glukosa,
maltosa,
sukrosa.
Sumber Nitrogen Optimum
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kasein merupakan sumber
nitrogen terbaik untuk bakteri laut Bacillus sp. dengan titik optimum pertumbuhan
sel bakteri pada jam ke-24 dan aktivitas enzim amilase pada jam ke-72. Fase log
terjadi pada jam ke-24, lalu fase stasioner terjadi pada jam ke-48 hingga jam ke-72,
dan terjadi penurunan pertumbuhan sel bakteri mulai dari jam ke-72 (Gambar 10).
Aktivitas enzim amilase sumber nitrogen kasein mempunyai nilai sebesar 2.335
U/mL, lalu tripton sebesar 2.143 U/mL, urea sebesar 2.106 U/mL, dan terakhir
dengan ammonium sulfat dengan aktivitas enzim sebesar 1.683 U/mL (Gambar 11).

Gambar 10 Pertumbuhan sel bakteri laut Bacillus sp. pada berbagai sumber nitrogen.
ammonium sulfat,
kasein,
tripton,
urea.

10

Gambar 11 Aktivitas enzim amilase dari bakteri laut Bacillus sp. pada berbagai
sumber nitrogen.
ammonium sulfat,
kasein,
tripton,
urea.

PEMBAHASAN
Pertumbuhan Sel Bakteri
Pertumbuhan bakteri mengacu pada perubahan di dalam hasil panen sel
(pertambahan total massa sel) dan bukan perubahan individu organisme. Umumnya,
pertambahan massa bakteri berbanding lurus (proporsional) dengan pertambahan
komponen selular yang lain (Pelczar dan Chan 2008). Pertumbuhan sel mempunyai
beberapa tahapan atau fase yaitu fase lag, fase eksponensial, fase stasioner, dan
terakhir yaitu fase kematian dimana adanya penurunan populasi sel-sel hidup. Fasefase tersebut mencerminkan keadaan bakteri dalam kultur pada waktu tertentu.
Pertumbuhan mikroorganisme akan berlangsung setelah fase lag jika populasi
mikroorganisme tersebut diinokulasikan pada media pertumbuhan segar (Tedja Imas
2009). Peremajaan bakteri laut penghasil enzim amilase dilakukan dalam media pati
0.5% karena umumnya tingkat pertumbuhan maksimal telah dicapai pada kondisi
tersebut. Bakteri laut Bacillus sp. tumbuh dalam media pati 0.5% saat hari ke-3 sejak
ditanam.
Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan oleh Gambar 2, terlihat adanya
penurunan jumlah pertumbuhan sel bakteri mulai dari jam ke-72 hingga jam ke-120,
dimana bakteri mulai mengalami fase kematian. Habisnya nutrisi dan akumulasi
produk inhibitor seperti asam adalah beberapa faktor yang mempengaruhi kematian
sel (Nurhajati et al. 2009). Fase pertumbuhan paling optimum untuk bakteri laut
Bacillus sp. ditunjukkan oleh konsentrasi substrat pati 1%, diikuti oleh konsentrasi
pati 2.5%, dan konsentrasi pati 5% berturut-turut. Berbeda halnya dengan kondisi
optimasi konsentrasi substrat, untuk kurva pertumbuhan sel bakteri kondisi pH
(Gambar 4), suhu fermentasi (Gambar 6), ko-substrat (Gambar 8), dan sumber
nitrogen (Gambar 10) yang mempunyai pola cenderung sama yaitu, terjadinya titik

11

paling tinggi atau paling optimum ketika jam ke-24 (fase log), lalu terjadi fase
stasioner dikisaran jam ke-48 hingga jam ke-72. Selanjutnya terjadi fase kematian.
Pada kurva pertumbuhan sel bakteri tidak terlihat adanya fase lag, hal ini dikarenakan
pengukuran dilakukan 24 jam sekali, sehingga perubahan yang terjadi dalam kurun
waktu kurang dari 24 jam tidak diketahui. Pertumbuhan sel bakteri mencapai titik
optimum pada jam ke-24, terjadi pertumbuhan yang sangat cepat, setelah jam ke-24
semua bakteri dalam media produksi mengalami penurunan jumlah pertumbuhan sel
bakteri. Suhu pertumbuhan optimum memungkinkan pertumbuhan tercepat terjadi
dalam waktu yang singkat yaitu 12-24 jam (Pelczar dan Chan 2008).
Bakteri laut Bacillus sp. menunjukkan titik optimum yang berbeda pada
perlakuan optimasi konsentrasi substrat dibandingkan dengan perlakuan optimasi
lainnya, dimana titik optimum bakteri lebih lama terjadi. Hal ini disebabkan karena
konstanta laju pertumbuhan dari bakteri memiliki nilai yang berbeda, yang
tergantung pada kemampuan metabolisme bakteri tersebut (Dwipayana dan Herto
2011). Awal fase adaptasi yang dilakukan pada awal analisis juga mempengaruhi
perbedaan titik optimum, dimana fase adaptasi ini dipengaruhi langsung oleh
medium, lingkungan pertumbuhan, serta jumlah inokulum (Wahyu dan Ikhsan 2010).
Ketidakstabilan lingkungan pada masa awal pengujian serta jumlah inokulum dari
media prekultur yang berbeda yang menyebabkan adanya perbedaan titik optimum
pada penelitian ini. Analisis kurva pertumbuhan bakteri dibuat untuk melihat fasefase pertumbuhan dari bakteri (Dwipayana dan Herto 2011). Selain itu, untuk
mengetahui waktu dan umur kultur mikroba yang akan dipanen (Prima Nanda 2013).
Konsentrasi Pati Optimum
Enzim α-amilase merupakan enzim yang dapat diinduksi dan umumnya
diinduksi dengan adanya pati atau produk hidrolitiknya. Pati merupakan sumber
karbon yang baik untuk menginduksi produksi enzim amilase (Kumar et al. 2012).
Penggunaan pati paling menjanjikan dan telah digunakan dimana-mana (Gupta et al
2003). Menurut Vishnu et al. (2014), pati diterima secara umum sebagai komponen
nutrisi untuk induksi enzim amilolitik. Begitu pula menurut Hagihara et al. (2001)
yang menyatakan bahwa pati merupakan sumber karbon yang baik untuk sintesis
amilase oleh Bacillus sp. Konsentrasi pati yang akan digunakan dalam media kultur
menjadi hal yang penting karena konsentrasi nutrien dapat mempengaruhi laju
pertumbuhan dan juga produk kultur. Konsentrasi dalam penelitian yaitu konsentrasi
pati 1%, 2.5%, dan 5% dipilih berdasarkan penelitian sebelumnya dengan sedikit
modifikasi (Rahmani et al. 2011).
Berdasarkan hasil analisis aktivitas enzim amilase yang dilakukan,
konsentrasi substrat pati 1% menunjukkan hasil paling optimum dibandingkan
dengan konsentrasi substrat 2.5%, maupun konsentrasi substrat 5%. Dalam grafik
aktivitas enzim Gambar 3 dapat terlihat puncak tertinggi terjadi pada jam ke-72 pada
berbagai konsentrasi pati yang diuji. Kondisi lebih baik ditunjukkan oleh konsentrasi
substrat pati 1% yang merupakan konsentrasi nutrien yang cocok untuk laju
pertumbuhan bakteri laut Bacillus sp. dalam memenuhi kegiatan metabolisme bakteri
tersebut. Kegiatan metabolisme bakteri yang berjalan dengan baik membuat
terjadinya peningkatan hasil pertumbuhan sel bakteri maupun aktivitas enzim
amilasenya. Hidrolisis pati menjadi molekul yang lebih sederhana membuat
konsentrasi substrat 2.5% dan 5% memiliki laju pertumbuhan yang rendah dan juga

12

aktivitas enzim amilase yang lebih kecil dibanding dengan konsentrasi substrat 1%
karena substrat pati saat dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana jumlahnya
menjadi tinggi dan menjadi penghambat. Hal tersebut dikarenakan secara kinetik
konsentrasi rendah akan menjadi substrat pembatas, sedangkan konsentrasi yang
tinggi akan menjadi substrat penghambat (Arnata 2009). Konsentrasi substrat yang
tinggi dapat menjadi penghambat yang memperlambat proses hidrolisis.
Aktivitas enzim amilase mengalami peningkatan dari jam ke-0 hingga jam
ke-72 dan menurun dari jam ke-72 hingga jam ke-120 (Gambar 2). Aktivitas enzim
amilase paling tinggi dihasilkan pada saat pertumbuhan sel bakteri berada dalam fase
stasioner, yaitu pada jam ke-72. Peningkatan aktivitas enzim amilase terjadi ketika
jumlah substrat yang tersedia masih cukup banyak, sehingga molekul yang
dihasilkan juga meningkat. Namun, pada waktu tertentu mengalami penurunan yaitu
pada jam ke-72 dan seterusnya karena jumlah substrat semakin berkurang. Hal ini
disebabkan telah banyak substrat yang terhidrolisis sehingga molekul yang
dihasilkan cenderung menurun atau konstan (Kodri 2013).
pH Optimum Produksi
Nilai pH media pertumbuhan bakteri mempunyai peranan yang sangat
penting dengan menginduksi perubahan morfologi bakteri dan sekresi enzim (Gupta
et al. 2003). Nilai pH juga mempengaruhi penyerapan nutrisi dan aktivitas fisiologi
mikroba sehingga mempengaruhi pertumbuhan biomassa dan pembentukan
produknya. pH optimum pertumbuhan mengacu pada pH ekstraselular lingkungan
sementara pH intraselular harus relatif netral untuk mencegah rusaknya
makromolekul yang labil asam atau alkalin dalam sel (Tedja Imas 2009).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pH optimum untuk bakteri laut
Bacillus sp. yaitu pH 7 (Gambar 4). Ketika pH media produksi semakin dinaikkan,
yaitu pH 8 dan pH 9 terlihat adanya penurunan jumlah aktivitas enzim amilase yang
dihasilkan. Hal ini sama ketika pH media produksi berada di bawah pH 7, yaitu pH
5 dan pH 6 dimana terjadinya penurunan hasil. Hal ini sesuai dengan literatur yang
ada, karena pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6.5
dan 7.5 (Pelczar dan Chan 2008).
Hasil analisis aktivitas enzim amilase menunjukkan terjadinya kenaikan
aktivitas enzim amilase hingga jam ke-72 yaitu pada saat pertumbuhan sel berada
pada fase stasioner. Media produksi dengan pH 7 mencapai titik optimum (Gambar
5). Aktivitas enzim berkaitan erat dengan strukturnya, perubahan struktur dapat
menyebabkan perubahan aktivitas enzim. Suasana yang terlalu asam atau basa
menyebabkan konformasinya berubah sehingga aktivitas enzim akan terganggu
(Agustini 2009). Enzim memiliki struktur native tersier yang sensitif terhadap pH
dan secara umum denaturasi enzim terjadi pada nilai pH sangat rendah atau tinggi
(Copeland 2000). Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang sejalan dengan
beberapa penelitian sebelumnya, dimana pH optimum yang didapat yaitu pH 7,
seperti Bacillus spp. (Vidyalakshmi et al. 2009), Bacillus Licheniformis
(Sankaralingam et al. 2012), Bacillus subtilis strain XK-86 (Kolusheva dan A.
Marinova 2007), dan Bacillus sp. marini (Ashwini et al. 2011).

13

Suhu Fermentasi Optimum
Suhu merupakan faktor lingkungan utama yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan sintasan mikroorganisme. Suhu dapat mempengaruhi pola
pertumbuhan bakteri, juga dapat mempengaruhi laju pertumbuhan, dan jumlah total
pertumbuhan organisme (Pelczar dan Chan 2008). Sel-sel mikroba tidak dapat
mengontrol suhu mereka dan karena itu menganggap suhu lingkungan sebagai
habitat alami mereka. Kelangsungan hidup mikroba tergantung pada kemampuan
beradaptasi pada berbagai variasi suhu yang ditemui di habitatnya (Kathleen 2005).
Setiap spesies bakteri tumbuh pada suatu kisaran suhu tertentu, seperti Bacillus spp.
mempunyai suhu optimum 35oC (Vidyalakshmi et al. 2009), Bacillus sp. pada suhu
40oC (Vishnu et al. 2014), Bacillus sp. VITRKHB dengan suhu optimum 45oC
(Bhaskara Rao et al. 2013), dan Bacillus Subtilis pada suhu 37oC (Amutha dan Jaya
Priya 2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu optimum untuk bakteri laut
Bacillus sp. yaitu sebesar 30oC (Gambar 6). Pertumbuhan sel bakteri terlihat
meningkat dimulai dari 20oC hingga mencapai suhu optimum pada suhu 30oC, lalu
sedikit menurun pada suhu 40oC, dan terakhir turun drastis pertumbuhannya bahkan
cenderung tidak tumbuh bakteri yang ditanam pada suhu 50oC (Gambar 6). Hal
tersebut dikarenakan suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi tidak
memungkinkan mikroorganisme untuk tumbuh. Reaksi kimia dan enzimatik
mikroorganisme meningkat jika suhu meningkat, begitu pula dengan laju
pertumbuhannya. Namun, diatas suhu tertentu protein tertentu dapat mengalami
denaturasi (Tedja Imas 2009). Suhu pertumbuhan optimum memungkinkan
pertumbuhan tercepat terjadi dalam waktu yang singkat yaitu 12-24 jam (Pelczar dan
Chan 2008). Hal ini sesuai dengan hasil yang diperlihatkan pada Gambar 6, dimana
pertumbuhan sel bakteri mencapai titik puncak pada jam ke-24. Pola pertumbuhan
bakteri terlihat sangat dipengaruhi suhu, karena kenaikan 10oC membuat kecepatan
reaksipun naik berlipat ganda (Prescott et al. 2008).
Aktivitas enzim amilase dari bakteri laut Bacillus sp. juga mempunyai
hubungan linier dengan pertumbuhan sel bakteri, yaitu mempunyai nilai optimum
pada suhu 30oC (Gambar 7). Sebelum mencapai suhu 30oC terlihat bahwa aktivitas
enzim amilase lebih rendah, hal ini terjadi karena pada suhu tersebut energi aktivasi
yang diperlukan untuk menghidrolisis substrat belum maksimal. Lain halnya dengan
suhu 50oC yang merupakan temperatur yang tinggi untuk bakteri laut Bacillus sp. ini,
dimana terjadinya penurunan yang drastis yang disebabkan karena rusaknya atau
matinya bakteri tersebut sehingga tidak bisa menghasilkan enzim amilase. Hasil yang
sama ditunjukkan oleh bakteri Bacillus licheniformis yang mempunyai suhu
optimum sebesar 30oC untuk memproduksi enzim amilase (Sankaralingam et al.
2012). Suhu 30oC memperlihatkan nilai aktivitas enzim amilase yang paling tinggi
dibandingkan yang lain karena reaksi metabolisme mikroorganisme dikatalisasi
dengan baik oleh enzim (Rofi’i 2009). Nilai aktivitas enzim paling optimum pada
masing-masing suhu yang diuji terlihat pada jam ke-72 seperti yang ditunjukkan oleh
Gambar 7.

14

Ko-substrat Optimum
Sumber karbon memiliki efek untuk mengubah strain produksi ataupun
kondisi lainnya (Ashwini et al. 2011). Karbon meliputi 50% dari berat kering sel dan
karbon merupakan unsur utama dalam makromolekul. Sifat dan konsentrasi sumber
karbon bergantung pada mikroorganisme yang akan dikulturkan (Tedja Imas 2009).
Penambahan sumber karbon dalam bentuk karbohidrat berpengaruh baik untuk
produksi enzim. Beberapa jenis karbohidrat seperti maltosa, sukrosa, glukosa, dan
galaktosa masing-masing diuji dalam penelitian ini agar didapatkan sumber karbon
lain yang dapat membantu bakteri laut Bacillus sp. untuk menghasilkan produksi
optimum enzim amilase. Penambahan ko-substrat dilakukan sebagai substrat awal
selama bakteri beradaptasi dengan substrat utamanya (Dwipayana dan Herto 2011)
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan sel bakteri
paling optimal terjadi pada jam ke-24 dengan maltosa dan glukosa sebagai kosubstrat yang menunjukkan titik optimum paling tinggi (Gambar 8). Lalu diikuti
dengan galaktosa dan sukrosa. Aktivitas enzim amilase mulai terlihat ketika
pertumbuhan sel bakteri mencapai jumlah sel bakteri optimum dan aktivitas enzim
amilase mencapai titik optimum ketika pertumbuhan sel bakteri ada dalam fase
stasioner yaitu pada jam ke-72. Hasil penelitian pada Gambar 9 menunjukkan bahwa
aktivitas enzim amilase paling optimum dicapai oleh ko-substrat maltosa. Glukosa
menunjukkan hasil yang berbanding terbalik, dimana media glukosa baik untuk
pertumbuhan sel bakteri, namun tidak untuk aktivitas enzim amilase. Beberapa
penelitian sebelumnya juga menunjukkan maltosa sebagai sumber karbon paling baik
pada media pertumbuhan, diantaranya pada Bacillus sp. (Thippeswamy et al. 2006)
dan Bacillus spp. (Grata et al. 2008). Juga, hal yang sama dilaporkan oleh Santos dan
Martin (2003), dimana produksi maksimum α-amilase dari bakteri Bacillus sp. pada
-1
fase eksponensial (350 U mL ) dengan medium yang mengandung 1% pati terlarut
dan 1% maltosa.
Sumber Nitrogen Optimum
Bakteri membutuhkan nitrogen untuk pertumbuhannya. Bakteri sangat
beragam dalam hal nitrogen yang dibutuhkan. Umumnya, media pertumbuhan
mengandung substansi-substansi rumit tertentu seperti pepton, ekstrak daging, dan
kadang-kadang ekstrak khamir yang dilarutkan dalam sejumlah air sehingga
dihasilkan media yang menunjang pertumbuhan berbagai ragam bakteri dan
mikroorganisme lain (Pelczar dan Chan 2008). Nitrogen juga dibutuhkan oleh sel
sebagai senyawa nutrisi kunci pada pertumbuhan sel dan membantu penghancuran
bahan-bahan organik (Nugraha 2006). Selain itu nitrogen mempunyai peranan
penting dalam perkembangan bakteri (Kumar et al. 2012).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kasein merupakan sumber
nitrogen terbaik untuk bakteri laut Bacillus sp. dalam penelitian ini, baik untuk
pertumbuhan sel bakteri maupun untuk aktivitas enzim amilase (Gambar 10).
Aktivitas enzim amilase meningkat nilainya pada saat pertumbuhan sel bakteri
mengalami fase stasioner dan mencapai titik optimum ketika fase stasioner berakhir
yaitu pada jam ke-72 (Gambar 11). Bakteri yang tumbuh dan menghasilkan enzim
amilase menunjukkan bahwa terpenuhinya kebutuhan nitrogen didalam media kultur,
karena jika dalam substrat hanya terdapat sedikit nitrogen, bakteri tidak akan dapat

15

memproduksi enzim yang dibutuhkan untuk mensintesis senyawa (substrat) yang
mengandung karbon. Keberadaan nitrogen penting untuk protein, asam nukleat, dan
penyusun sel (Tedja Imas 2009). Hasil yang ditunjukkan pada optimasi sumber
nitrogen ini tidak berbeda jauh nilainya dengan media kultur yang tidak ditambahkan
sumber nitrogen lainnya dengan kondisi yang sama (Gambar 3). Kasein menjadi
sumber nitrogen terbaik untuk bakteri dalam beberapa penelitian sebelumnya seperti
Bacillus sp. megaterium BPTK5 (Kumar et al. 2012) dan Bacillus subtilis IP 5832
(Bozic et al. 2011).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Produksi optimum enzim amilase ditemukan pada konsentrasi substrat pati
1%, pH 7, suhu 30oC, maltosa sebagai ko-substrat, dan kasein sebagai sumber
nitrogen produksi dengan nilai aktivitas enzim amilase paling optimum berturut-turut
sebesar 2.547 U/mL, 2.109 U/mL, 2.414 U/mL, 2.675 U/mL, dan terakhir 2.335
U/mL. Produksi enzim amilase optimum terjadi saat pertumbuhan sel bakteri pada
fase stasioner yaitu jam ke-72.
Saran
Optimasi produksi enzim amilase dari bakteri laut Bacillus sp. ini sebaiknya
dilanjutkan dengan optimasi pada kondisi lingkungan dan nutrien media produksi
lainnya, seperti kondisi agitasi, aerasi, dan kadar garam sehingga didapatkan kondisi
yang lebih optimum. Kemudian dapat dilanjutkan dengan pemurnian pada enzim
amilase yang dihasilkan, analisis kinetika enzim amilase tersebut, dan pengujian
lebih lanjut produksi oligasakarida yang dihasilkan agar bisa diaplikasikan lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA
Agustini NWS dan Kusmiati. 2009. Identifikasi dan uji aktivitas antibakteri senyawa
aktif secara maserasi dan digesti dalam berbagai pelarut dari mikroalga
Dunaliella salina. Seminar Nasional IX Pendidikan Tinggi FKIP UNS 544551.
Amutha K dan Jaya Priya. 2011. Effect of pH, temperature, and metal ions on
amylase activity from Bacillus subtilis KCX 006. International Journal of
Pharma and Bio Sciences 2(2).
Ariani Hatmanti. 2000. Pengenalan Bacillus spp. Oseana 25(1): 31-41.
Arnata I Wayan. 2009. Pengembangan alternatif teknologi bioproses pembuatan
bioetanol dari ubi kayu menggunakan Trichoderma viride, Aspergillus niger,

16

dan Saccharomyces cerevisiae [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Ashwini K, Gaurav K, Karthik L, dan Bhaskara Rao KV. 2013. Optimization,
production and partial purification of extracellular α-amylase from Bacillus
sp. marini. Archives of Applied Science Research 3(1): 33-42.
Bernfeld P. 1955. Amylase α- and β-methodes. J Enzymol: 149-158.
Bhaskara Rao KV, Bose H, Richa K, Singh K, Karthik L, dan Kumar G. 2013. RSM
mediated optimization of amylase production from marine Bacillus sp.
VITRKHB. Research Journal of Pharmaceutical, Biological, and Chemical
Sciences 4(4): 523-536.
Bozic N, Ruiz J, Lopez-Santin J, dan Vujcic Z. 2011. Optimization of the growth and
α-amylase production of Bacillus subtilis IP 5832 in shake flask and
laboratory fermenter batch cultures. J Serb Chem Soc 76(7):965–972.
Copeland RA. 2000. Methods for Protein Analysis: A Practical Guide to Laboratory
Protocols. New York: Chapman and Hall.
Dwipayana dan Herto Dwi. 2011. Identifikasi keberagaman bakteri pada lumpur
hasil pengolahan limbah cat dengan teknik konvensional. Program Studi
Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
Grata K, Nabrdalik M, dan Latala A. 2008. Effect of different carbon sources on
amylolytic activity of Bacillus spp. isolated from natural environment.
Proceedings of ECOpole 2(2).
Gupta R, P Gigras, H Mohapatra, VK Goswami, dan B Chauhan. 2003. Microbial αamylases: A biotechnological perspective. Proc. Biochem. 38:1599-1616.
Hagihara H, Igarashi K, dan Hayashi Y. 2001. Novel alpha amylase that is highly
resistant to chelating reagents and chemical oxidants from the alkaliphilic
Bacillus isolate KSM-K38. Applied and Environmental Microbiology
67:1744-1750.
Kathleen. 2005. Foundation in Microbiology 5rd. New York: Mc Graw Hill.
Kodri, Bambang DA, dan Rini Y. 2003. Pemanfaatan enzim selulase dari
Trichoderma reseei dan Aspergillus niger sebagai katalisator hidrolisis
enzimatik jerami padi dengan pretreatment microwave. Jurnal Bioproses
Komoditas Tropis 1 (1):36-43.
Kolusheva T dan Marinova A. 2007. A Study of the optimal conditions for starch
hydrolysis through thermostable α-amylase. Journal of the University of
Chemical Technology and Metallurgy. 42(1):93-96.
Kosim M dan Putra S. 2010. Pengaruh suhu pada protease dari Bacillus subtilis
[Skripsi]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh November.
Kumar M, Silambarasan T, Renuga R, Ravi KM, Karthigai D, Ramamurthy D, dan
Kalaichelvan PT. 2012. Production, optimization, and characterization of αamylase and glucose isomerase producing Bacillus sp. megaterium BPTK5

17

from cassava waste. European Journal of Experimental Biology 2(3):590595.
Lehninger AL. 2008. Dasar-dasar Biokimia, Jilid 1. Thenawidjaja M, penerjemah.
Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Liu J, Zhang Z, Zhu H, Dang H, Lu J, dan Cui Z. 2011. Isolation and characterization
of α-amilase from marine Pseudomonas sp. K6-28-040. J Biotechnol 10 (14):
2733 -2740.
Margareth Pratiwi. 2007. Karakterisasi α-amilase dari bakteri laut Vibrio sp. B10.2.8
[Disertasi]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.
Miller GL. 1959. Use of dinitrosalisylic acid reagent for determination of reducing
sugar. Anal Chem 31(3):426–428.
Nugraha Roni. 2006. Produksi enzim selulase oleh Penicillium nalgiovense SS240
pada substrat tandan sawit [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pelczar MJ dan Chan ECS. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.
Prescott, Harley LM, dan Klein. 2008. Microbiology 7th edition. USA: McGraw-Hill
Book Company.
Prima NF, Jetty N, dan Chrysanti. 2013. Pengaruh laju pertumbuhan dan waktu
generasi terhadap penghambatan pertumbuhan koloni strain Klebsiella
pneumoniae ATCC 700603, CT1538 dan S941 Oleh Lactobacillus bulgaricus
KS1 dalam soyghurt. Universitas Padjajaran, Bandung.
Rahmani N, Yopi, Andriani A, dan Awan P. 2011. Karakteristik dan pengembangan
karbohidrat dari umbi kentang hitam (Coleus tuberosus Benth), ubi kayu
(Manihot esculenta) [Laporan Teknis]. Bogor: Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
Rahmani N, Yopi, Andriani A, dan Alex Prima. 2011. Production and
characterization of amylase enzyme from marine bacteria. Proceeding of the
2nd International Seminar on Chemistry: 255-259.
Rofi’i Fatkhan. 2009. Hubungan antara jumlah total bakteri dan angka katalase
terhadap daya tahan susu [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rostinawati Tina. 2008. Skrining dan identifikasi bakteri penghasil enzim kitinase
dari air laut di perairan pantai pondok Bali. Bandung (ID): Universitas
Padjajaran.
Sankaralingam S, Shankar T, Ramasubburayan R, Prakash S, dan Kumar C. 2012.
Optimization of culture condition for the production of amylase from Bacillus
sp. licheniformis on submerged fermentation. American-Eurasian J. Agric &
environ. Sci. 12 (11):1507-1513.
Santos EO dan Martinus ML. 2003. Effect product of the medium composition on
formation of amylase by Bacillus sp. Brazilian Arch Biol Technol (46).
Sivaramakrishnan S, Gangadharan D, Nampoothiri KD, Sossol CR, dan Pandey A.
2006. α-Amylase from microbial sources: an overview on recent
developments. Food. Technol. Biotechnol. 44: 173-184.

18

Sutiamiharja N. 2008. Isolasi Bakteri dan Uji Aktivitas Amilase kasar Termofilik
dari Sumber Air Panas Gurukinayan Karo Sumatera Utara. USU Repository.
Sumatera Utara.
Tedja Imas Sunatmo. 2009. Mikrobiologi Esensial 1. Jakarta: Ardy Agency.
Thippeswamy S, Girigowda K, dan Mulimani VH. 2006. Isolation and identification
of α–amylase producing Bacillus sp. from dhal industry waste. Indian
Journal of Biochemistry & Biophysics 43:295-298.
Todar K. 2008. The Growth of Bacterial Population. Text Book Of Bacteriology.
Van Der Maarel, Van Der Veen, Uitdehaaq, Leemhuis, dan Dijkhuizen. 2002.
Properties and application of starch-converting enzymes of the α-amylase
family. Journal of Biotechnology 94: 137–155.
Vidyalakshmi R, Paranthaman R, dan Indhumathi J. 2009. Amylase production on
submerged and fermentation by Bacillus spp. World J. Chemistry 43(4): 8991.
Vishnu TS, Soniyamby AR, Praveesh BV, dan Hema AT. 2014. Production and
optimization of extracellular amylase from soil receiving kitchen waste
isolate Bacillus sp. VS 04. World Applied Sciences Journal 29 (7): 961-967.
Wahyu Pamungkas dan Ikhsan Khasani. 2010. Uji pendahuluan: efektivitas Bacillus
sp. dalam peningkatan nilai nutrisi bungkil inti sawit melalui fermentasi.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur: 769-774.
Whitman WB, Coleman DC, dan Wiebe WJ. 1998. Prokaryotes: the unseen majority.
Proc Natl Acad Sci 95: 6578-6583.

19

Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Peremajaan bakteri laut Bacillus sp.

Pembuatan media cair

Prekultur bakteri laut Bacillus sp.

Optimasi konsentrasi substrat pati media produksi

Uji pertumbuhan sel
dan uji aktivitas
enzim

Optimasi pH media produksi

Uji pertumbuhan sel
dan uji aktivitas
enzim

Optimasi suhu fermentasi

Uji pertumbuhan sel
dan uji aktivitas
enzim

Optimasi sumber karbon media produksi

Uji pertumbuhan sel
dan uji aktivitas
enzim

Optimasi sumber nitrogen media produksi

Uji pertumbuhan sel
dan uji aktivitas
enzim

Pengolahan data

20

Lampiran 2 Hasil pengukuran pertumbuhan sel pada optimasi konsentrasi substrat
media produksi
Konsentrasi
Substrat

1.00 %

2.50 %

5.00 %

Waktu
Inkubasi
(Jam)

Absorbansi
1

FP 10x
2

Rata-rata

1

2

0

0.122

0.131

1.220

1.310

1.265

24

0.545

0.432

5.450

4.320

4.885

48

0.802

0.547

8.020

5.470

6.745

72

0.773

0.499

7.730

4.990

6.360

96

0.434

0.397

4.340

3.970

4.155

120

0.280

0.360

2.800

3.600

3.200

0

0.226

0.247

2.260

2.470

2.365

24

0.308