Taksonomi dan Hubungan Kekerabatan Kepiting Marga Perisesarma De Man, 1895

TAKSONOMI DAN HUBUNGAN KEKERABATAN KEPITING
MARGA PERISESARMA DE MAN, 1895

DHARMA ARIF NUGROHO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Taksonomi dan
Hubungan Kekerabatan Kepiting Marga Perisesarma De Man, 1895 adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Januari 2015
Dharma Arif Nugroho
NIM C551110194

RINGKASAN
DHARMA ARIF NUGROHO. Taksonomi dan Hubungan Kekerabatan Kepiting
Marga Perisesarma De Man, 1895. Dibimbing oleh MUJIZAT KAWAROE dan
DWI LISTYO RAHAYU.
Suku Grapsidae Macleay, 1838 pada mulanya terbagi menjadi tiga subsuku,
yaitu Plagusiinae Dana, 1851; Grapsinae Macleay, 1838; dan Sesarminae Dana,
1851. Subsuku Sesarminae memiliki lima marga yaitu Sesarma Say, 1818,
Sarmatium Dana, 1851, Cyclograpsus H. Milne Edward, 1857, Chasmagnathus
De Haan, 1833, dan Helice De Haan, 1833. Tahun 1853, H. Milne Edwards
menambahkan subsuku Varuninae kedalam suku Grapsidae. Sistem klasifikasi
taksonomi ini sejak tahun 1900-an tidak mengalami modifikasi hingga tahun 2000.
Berdasarkan analisa molekuler, empat subsuku mengalami kenaikan taksa
menjadi suku sehingga subsuku Sesarminae berubah menjadi suku Sesarmidae.
Suku Sesarmidae memiliki 30 marga dan salah satu yang terbesar adalah
Perisesarma De Man, 1895. Kepiting dari marga Perisesarma De Man, 1895

merupakan salah satu penghuni ekosistem mangrove yang umum dijumpai dan
memiliki 23 jenis di Indo-West Pacific. Marga Perisesarma memiliki ciri yaitu
adanya pectinated crest yang menyerupai sisir dan epibranchial tooth di bagian
sudut depan karapas dekat mata. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji status
taksonomi jenis kepiting dari marga Perisesarma De Man, 1895 dan mengkaji
hubungan kekerabatan antar jenis kepiting dari marga Perisesarma De Man, 1895
yang ditemukan di perairan Indonesia.
Penelitian dilakukan di ekosistem mangrove di Segara Anakan (Cilacap),
Teluk Weda (Halmahera), dan Passo (Ambon) pada bulan Februari-April 2013,
dengan metode Purposive Sampling. Analisis kladistik digunakan untuk
mendapatkan pohon filogeni, dengan bantuan perangkat lunak Phylogenetic
Analysis Using Parsimony (PAUP*) Versi 4.0b10. Optimasi Deltran digunakan
untuk mendapatkan pohon yang paling parsimoni.
Hasil penelitian ini diperoleh sembilan jenis kepiting, dua jenis adalah
catatan baru dari perairan Indonesia yaitu Perisesarma brevicristatum (Campbell,
1967) dan P. darwinense (Campbell, 1967). Satu jenis baru yaitu P. ovatum n. sp.
dan satu jenis diperkirakan sebagai jenis baru yaitu P. aff. holthuisi n. sp. Jenis
lainnya yang ditemukan adalah P. cricotum Rahayu & Davie, 2002, P. foresti
Rahayu & Davie, 2002, P. indiarum (Tweedie, 1936), P. lividum (A. MilneEdwards, 1869), dan P. semperi (Bürger, 1894). Setiap jenis kepiting dari marga
Perisesarma dapat dipisahkan berdasarkan karakter pada alat kelamin pertama

jantan (first gonopod), serta capit kepiting jantan yang meliputi bentuk, jumlah,
dan ornamen dari bonggol kecil pada capit bagian atas.
Hasil analisis kladistik diperoleh nilai bootstrap 50% Majority-rule dengan
1000 replikasi menghasilkan pohon filogeni dengan panjang pohon = 197,
Consistency Index (CI) = 0,8426, Homoplasy Index (HI) = 0,1574, Retention
index (RI) = 0,7817, dan Rescaled Consistency Index (RC) = 0,6587. Analisis
filogeni berdasarkan karakter morfologi menunjukkan bahwa empat jenis
Perisesarma membentuk kelompok monofiletik.
Kata kunci: kepiting, taksonomi, hubungan kekerabatan, Perisesarma

SUMMARY
DHARMA ARIF NUGROHO. Taxonomy and Phylogeny of Crabs Genus
Perisesarma De Man, 1895. Supervised by MUJIZAT KAWAROE and DWI
LISTYO RAHAYU.
Family Grapsidae Macleay, 1838 is divided into three subfamily, namely
Plagusiinae Dana, 1851, Grapsinae Macleay, 1838, and Sesarminae Dana, 1851.
The subfamily Sesarminae has five genera, there are Sesarma Say, 1818,
Sarmatium Dana, 1851, Cyclograpsus H. Milne Edward, 1857, Chasmagnathus
De Haan, 1833, and Helice De Haan, 1833. In 1853, H. Milne Edwards added
subfamily Varuninae into the Family Grapsidae. Since the 1900s this taxonomic

classification system has not been modified until 2000. Based on molecular
analysis, these four subfamily have gained higher position into family. The
subfamily Sesarminae is now family Sesarmidae.
The family Sesarmidae has 30 genera and one of the biggest genus is
Perisesarma De Man, 1895. Perisesarma De Man, 1895 is one of the common
inhabitants in mangrove environment. This genus, occurs only in the Indo-West
Pacific, at present 23 species are recognized. The genus Perisesarma is
characterized by the presence of pectinated crest that resembles a comb and their
epibranchial tooth at the front corner of the carapace near the eyes. The aim of this
study are to obtain the taxonomic status of each species of genus Perisesarma De
Man, 1895 and to examine the phylogeny relationship of each species from the
genus Perisesarma De Man, 1895 that was found in Indonesian waters.
This study was conducted in mangrove environment in Segara Anakan
(Cilacap), Weda Bay (Halmahera), dan Passo (Ambon) using Purposive Sampling
method from February to April 2013. Cladistic analysis was used to obtain a
phylogenetic tree by software Phylogenetic Analysis Using Parsimony (PAUP *)
Version 4.0b10. Deltran optimization was used to obtain maximum parsimony.
The result showed that nine species were collected, two species are newly
recorded from Indonesian waters, they are Perisesarma brevicristatum (Campbell,
1967), and P. darwinense (Campbell, 1967). One new species P. ovatum n. sp.

and one species is suspected as a new species P. aff. holthuisi n. sp. Others five
species are P. cricotum Rahayu & Davie, 2002, P. foresti Rahayu & Davie, 2002,
P. indiarum (Tweedie, 1936), P. lividum (A. Milne-Edwards, 1869), and P.
semperi (Bürger, 1894). The species of this genus can be separated by the shape
of male first gonopod (G1), and the shape, number, and ornamentation of the male
cheliped dactylar tubercles.
Cladistic analysis results provide bootstrap value of 50% Majority-rule by
1000 replication resulting phylogeny tree with tree length = 197, Consistency
Index (CI) = 0,8426, Homoplasy Index (HI) = 0,1574, Retention index (RI) =
0,7817, and Rescaled Consistency index (RC) = 0,6587. Phylogeny analysis based
on morphological characters indicated that four species of Perisesarma form a
monophyletic group.
Keywords: crabs, taxonomy, phylogeny, Perisesarma

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

TAKSONOMI DAN HUBUNGAN KEKERABATAN KEPITING
MARGA PERISESARMA DE MAN, 1895

DHARMA ARIF NUGROHO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Mulyadi, M.Sc.

Judul Tesis : Taksonomi dan Hubungan Kekerabatan Kepiting Marga
Perisesarma De Man, 1895
Nama
: Dharma Arif Nugroho
NIM
: C551110194

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Mujizat Kawaroe, MSi
Ketua

Prof Dr Ir Dwi Listyo Rahayu
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Neviaty Putri Zamani, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
25 November 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah
taksonomi kepiting, dengan judul Taksonomi dan Hubungan Kekerabatan
Kepiting Marga Perisesarma De Man, 1895.

Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Mujizat
Kawaroe, M.Si. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Ibu Prof. Dr. Ir. Dwi Listyo
Rahayu selaku Anggota Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Zainal Arifin selaku
Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI yang telah memberikan kesempatan
untuk melanjutkan studi S2, Conservation International Indonesia (CI) yang telah
memberikan beasiswa studi S2, Ibu Dr. Daisy Wowor dari Laboratorium
Krustasea, Museum Zoologi Bogor, Pusat Penelitian Biologi LIPI atas izin
penggunaan spesimen Holotype dan Paratype, Bapak Dr. Augy Syahailatua selaku
Kepala Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI atas izin dan fasilitas yang diberikan
selama studi dan penelitian, Kapten beserta kru Kapal Riset Baruna Jaya VII atas
bantuan dan fasilitas yang disediakan dalam pengambilan sampel di Teluk Weda
(Halmahera), Bapak Daniel J. Tala yang telah membantu dalam pengambilan
sampel di Passo (Ambon), Rekan Peneliti dan Teknisi Pusat Penelitian Laut
Dalam LIPI atas kerjasama yang baik dalam pengambilan sampel di Teluk Weda
(Halmahera), Bupati dan Bappeda Kabupaten Cilacap yang telah memberikan izin
pengambilan sampel di Kawasan Segara Anakan (Cilacap), Dinas Kelautan
Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA)
Kabupaten Cilacap atas bantuan perizinan masuk kawasan Segara Anakan
(Cilacap), Kepala Dusun Lempung Pucung (Kampung Laut) atas bantuan
akomodasi selama pengambilan sampel di Kawasan Segara Anakan (Cilacap).

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri, anak-anaku,
serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015
Dharma Arif Nugroho

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

viii
1
1
5
5
5
6

2 METODE
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Data

6
11
11
12

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Jenis
Filogeni
Status Marga dan Jenis

17
17
47
49

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

50
50
50

DAFTAR PUSTAKA

51

LAMPIRAN

54

DAFTAR ISTILAH

58

RIWAYAT HIDUP

59

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.

Sebaran kepiting marga Perisesarma De Man, 1895
Istilah yang dipergunakan dalam pengkodean, identifikasi, dan deskripsi
Karakter morfologi kepiting yang digunakan dalam pengkodean
Matriks data karakter morfologi kepiting marga Perisesarma
Nama, sebaran, dan jumlah kepiting Perisesarma yang diperoleh selama
penelitian.

3
12
15
16
17

DAFTAR GAMBAR
1. Peta lokasi pengambilan contoh kepiting Perisesarma De Man, 1895.
Lokasi A: Segara Anakan, Cilacap. B: Pesisir Teluk Weda, Halmahera.
C: Passo, Ambon
2. Lokasi pengambilan contoh kepiting di Klaces, Cilacap (A. Klaces 1, B.
Klaces 2, C. Klaces 3).
3. Lokasi pengambilan contoh kepiting di Segara Anakan, Cilacap.
4. Lokasi pengambilan contoh kepiting di Kali Candi, Cilacap.
5. Lokasi pengambilan contoh kepiting di Lempung Pucung, Cilacap.
6. Lokasi pengambilan contoh kepiting di Pulau Yefi, Halmahera.
7. Lokasi pengambilan contoh kepiting di Pulau Imam, Halmahera.
8. Lokasi pengambilan contoh kepiting di Botlol, Halmahera (A. Botlol 1,
B. Botlol 2).
9. Lokasi pengambilan contoh kepiting di Way Obus, Halmahera.
10. Lokasi pengambilan contoh kepiting di Matuting Tanjung, Halmahera
11. Lokasi pengambilan contoh kepiting di Passo, Ambon
12. Morfologi kepiting marga Perisesarma A. Tubuh bagian dorsal, B.
Tubuh bagian ventral, C. Capit kanan, D. Maxilliped ketiga, E. Gonopod
G1.
13. Perisesarma brevicristatum, jantan (16,69× 20,58 mm). A. Karapas,
kaki pertama yang bercapit (sebelah kanan hilang/terlepas) dan kaki
jalan 2-5 (kaki ke 3 kiri dan kanan hilang/terlepas), B. tampak atas,
Dactylar tubercles dari capit kiri, C. tampak samping, Capit kiri.
14. Perisesarma brevicristatum, jantan (16,69×20,58 mm). A. Karapas, B.
Gonopod 1, C. Telson, D. Tampak atas Capit kiri, E. Tampak samping
Capit kiri.
15. Perisesarma cricotum, jantan (14,32×17,73 mm). A. Karapas, kaki
pertama yang bercapit dan kaki jalan 2-5. B. Tampak atas, Dactylar
tubercles dari capit kanan, C. Tampak samping, Capit kanan.
16. Perisesarma cricotum, jantan (14,32× 17,73 mm). A. Karapas, B.
Gonopod 1, C. Telson, D. Tampak atas Capit kanan, E. Tampak
samping Capit kanan.
17. Perisesarma darwinense, jantan (7,69× 9,78 mm). A. Karapas, kaki
pertama yang bercapit dan kaki jalan2-5 (kaki jalan ke 3 sebelah kanan
dan kaki jalan ke 5 sebelah kiri hilang/terlepas). B. Tampak atas,
Dactylar tubercles dari capit kanan, C. Tampak samping, Capit kanan.

6
7
8
8
8
9
9
10
10
11
11

14

20

21

23

24

26

18. Perisesarma darwinense, jantan (7,69× 9,78 mm). A. Karapas, B.
Gonopod 1, C. Telson, D. Tampak atas Capit kanan, E. Tampak
samping Capit kanan.
19. Perisesarma foresti, jantan (14,77×17,90 mm). A. Karapas, kaki
pertama yang bercapit dan kaki jalan 2-5 (kaki ke 3 dan 5 sebelah kiri
hilang/terlepas. B. tampak atas, Dactylar tubercles dari capit kanan, C.
Tampak samping, Capit kanan.
20. Perisesarma foresti, jantan (14,77× 17,90 mm). A. Karapas, B.
Gonopod 1, C. Telson, D. Tampak atas Capit kanan, E. Tampak
samping Capit kanan.
21. Perisesarma aff. holthuisi n. sp., jantan (17,40 x 21,08 mm). A. Karapas,
kaki pertama yang bercapit dan kaki jalan 2-5 (kaki jalan ke 2 sebelah
kiri dan ke 3 sebelah kanan hilang/terlepas). B. Tampak atas, Dactylar
tubercles dari capit kanan, C. Tampak samping, Capit kanan.
22. Perisesarma aff. holthuisi n. sp., jantan (17,40 x 21,08 mm). A. Karapas,
B. Gonopod 1, C. Telson, D. Tampak atas Capit kanan, E. Tampak
samping Capit kanan.
23. Perisesarma indiarum, jantan (14,25 x 17,18 mm). A. Karapas, kaki
pertama yang bercapit dan kaki jalan 2-5, B. Tampak atas, Dactylar
tubercles dari capit kanan, C. Tampak samping, Capit kanan.
24. Perisesarma indiarum, jantan (14,25 x 17,18 mm). A. Karapas, B.
Gonopod 1, C. Telson, D. Tampak atas Capit kanan, E. Tampak
samping Capit kanan.
25. Perisesarma lividum, jantan (10,87 x 13,45 mm). A. Karapas, kaki
pertama yang bercapit dan kaki jalan 2-5 (kaki jalan ketiga sebelah
kanan hilang/terlepas), B. Tampak atas, Dactylar tubercles dari capit
kanan, C. Tampak samping, Capit kanan.
26. Perisesarma lividum, jantan (10,87× 13,45 mm). A. Karapas, B.
Gonopod 1, C. Telson, D. Tampak atas Capit kanan, E. Tampak
samping Capit kanan.
27. Perisesarma ovatum n. sp., jantan, holotype (15,23 x 18,61 mm). A.
Karapas, kaki pertama yang bercapit dan kaki jalan 2-5, B. Tampak atas,
Dactylar tubercles dari capit kanan, C. Tampak samping, Capit kanan.
28. Perisesarma ovatum n. sp., jantan, holotype (15,23 x 18,61 mm). A.
Karapas, B. Gonopod 1, C. Telson, D. Tampak atas Capit kanan, E.
Tampak samping Capit kanan.
29. Perisesarma semperi, jantan (11,57 x 14,12 mm). A. Karapas, kaki
pertama yang bercapit dan kaki jalan 2-5. B. Tampak atas, Dactylar
tubercles dari capit kanan, C. Tampak samping, Capit kanan.
30. Perisesarma semperi, jantan (11,57 x 14,12 mm). A. Karapas, B.
Gonopod 1, C. Telson, D. Tampak atas Capit kanan, E. Tampak
samping Capit kanan.
31. Pohon filogeni kepiting marga Perisesarma berdasarkan karakter
morfologi. Strict Consensus dari 3 pohon yang paling parsimoni
(panjang pohon = 197, CI = 0,8426, HI = 0,1574, RI = 0,7817, RC =
0,6587). Angka diatas percabangan adalah nilai bootstrap 50% Majorityrule dengan 1000 replikasi.

27

29

30

32

33

36

37

39

40

43

44

46

47

48

DAFTAR LAMPIRAN
1. Format Nexus yang digunakan dalam analisis kladistik menggunakan
perangkat lunak PAUP.
2. Foto kepiting marga Perisesarma sebelum diawetkan dengan alkohol
70%.
3. Foto kepiting marga Perisesarma setelah diawetkan dalam alkohol 70%.
4. Foto Gonopod 1 (alat kelamin jantan) dari kepiting Perisesarma yang
ditemukan.

54
55
56
57

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kepiting termasuk dalam subfilum krustasea.Tubuhnya dilindungi oleh
karapas yang terbuat dari kitin dan memiliki sepuluh kaki dengan sepasang kaki
depannya berfungsi sebagai capit.
Jumlah krustasea di seluruh dunia diperkirakan mencapai 66.914 jenis
(Ahyong et al. 2011), termasuk didalamnya 6.793 jenis kepiting (Brachyura) dari
93 suku (Ng et al. 2008, De Grave et al. 2009). Serène (1968) memperkirakan
jumlah jenis kepiting di Asia Tenggara sekitar 2.500 jenis dan yang hidup di
perairan Indo-Malaysia sebanyak lebih dari 1.000 jenis.
Dengan bertambahnya jenis baru kepiting dari perairan Indo Pasifik (Richer
de Forges et al. 2013), maka jumlah jenis yang ditemukan di perairan Asia
Tenggara dan Indo-Malaysia kemungkinan juga bertambah besar. Beberapa suku
kepiting hidup berasosiasi dengan ekosistem mangrove, diantaranya suku
Sesarmidae Dana, 1851 yang memiliki peranan ekologis cukup penting, salah
satunya dengan cara memakan daun mangrove (Lee 1998, Ashton 2002).
Suku Sesarmidae Dana, 1851pada awalnya merupakan subsuku dari suku
Grapsidae Macleay, 1838, yaitu Sesarminae Dana, 1851. Dana (1851, 1852)
membagi Suku Grapsidae menjadi tiga subsuku, yaitu Plagusiinae, Grapsinae, dan
Sesarminae. Subsuku Sesarminae menurut Dana (1851, 1852) memiliki lima
marga yaitu Sesarma Say, 1818, Sarmatium Dana, 1851, Cyclograpsus H. Milne
Edward, 1857, Chasmagnathus De Haan, 1833, dan Helice De Haan, 1833. H.
Milne Edwards (1853) menambahkan subsuku Varuninae kedalam suku
Grapsidae tersebut.
Sistem klasifikasi taksonomi ini sejak tahun 1900-an tidak mengalami
modifikasi sampai pada tahun 2000 ketika Schubart et al. (2000), berdasarkan
analisa molekuler, menempatkan empat subsuku dari suku Grapsidae pada tingkat
taksonomi yang sama. Kenaikan tingkat dari keempat subsuku ke tingkat suku ini
dapat diterima, karenanya pada sistem klasifikasi Krustasea terkini, Martin dan
Davis (2001) menjadikan subsuku Sesarminae sebagai Suku Sesarmidae.
Menurut Campbell dan Griffin (1966) suku Sesarmidae (semula subsuku
Sesarminae) mudah dikenali karena adanya ridge yang melintang dan berbulu
pada maxilliped ketiga. Ridge ini biasanya muncul bersamaan dengan deretan bulu
pendek dan butiran/tonjolan-tonjolan kecil pada pterygostome yang tersusun
berjajar, berfungsi sebagai alat reoksigenasi (mengumpulkan oksigen) pada ruang
insang. Ng (1998) menyatakan bahwa suku Sesarmidae memiliki bentuk tubuh
persegi (squarish), serta merus dan ischium pada maxilliped ke tiga memiliki
ridge, bagian pterygostomial memiliki pola seperti jaring yang sangat pendek dan
bulu yang kaku.
Suku Sesarmidae memiliki 30 marga (Ng et al. 2008) dan salah satu marga
terbesar adalah Perisesarma De Man, 1895 dengan 23 jenis valid (Davie 2010).
Marga Perisesarma memiliki sebaran geografis yang luas meliputi Afrika,
Australia, Sri Lanka, Thailand, Singapura, Macau, Hongkong, Vietnam, New
Caledonia, dan Indonesia (Rahayu dan Davie 2002; Davie 2003; Gillikin dan
Schubart 2004; Davie 2010; Ng et al. 2010).

2
Sejarah marga Perisesarma dimulai ketika De Man (1888) membagi marga
Sesarma menjadi 4 kelompok submarga yaitu Sesarma sensu stricto, Episesarma,
Parasesarma, dan Perisesarma. Baru pada tahun 1895, De Man mendiskripsikan
masing masing submarga tersebut dan untuk submarga Perisesarma cirinya
adalah adanya pectinated crest yang menyerupai sisir dan adanya epibranchial
tooth di bagian sudut depan karapas dekat mata.
Pembagian yang dilakukan De Man tersebut diubah oleh Rathbun (1897),
tetap 4 submarga tetapi Episesarma berubah menjadi Holometopus. Pada tahun
1909, Rathbun menjadikan Perisesarma De Man, 1895 sebagai yunior sinonim
dari Chiromantes Gistel, 1848. Sehingga sejak dilakukannya perubahan oleh
Rathbun, terjadi permasalahan dalam sistem klasifikasi dan posisi taksa
Perisesarma.
Campbell (1967), mengikuti Rathbun (1909) dan Tesch (1917),
mendeskripsikan empat jenis dari subsuku Sesarminae dan memasukkannya
kedalam submarga Chiromantes yaitu Sesarma (Chiromantes) darwinensis,
Sesarma (Chiromantes) messa, Sesarma (Chiromantes) brevicristatum, dan
Sesarma (Chiromantes) semperi longicristatum. Selain itu juga memberikan kunci
identifikasi untuk jenis-jenis yang telah disebutkan De Man (1888, 1895) yaitu
Sesarma lividum A. Milne Edwards, 1869, Sesarma onychophora De Man, 1895;
Sesarma haswelli De Man, 1887, Sesarma eumolpe De Man, 1895, Sesarma
dussumieri H. Milne Edwards, 1853, Sesarma guttatum A. Milne Edwards, 1869;
Sesarma bidens De Haan, 1833, dan memasukkan juga Sesarma semperi semperi
Burger, 1894, serta Sesarma indiarum Tweedie, 1940 kedalam submarga
Chiromantes.
Holthuis (1977) menyatakan bahwa nama Chiromantes yang digunakan
untuk submarga Perisesarma adalah tidak tepat, mengingat nama Chiromantes
Gistel, 1848 merupakan pengganti dari Pachysoma De Haan, 1833. Hal ini
dikarenakan Pachysoma memiliki homonimi dengan Coleoptera yaitu Pachysoma
Macleay, 1821 dan Mamalia Pachysoma Geoffroy, 1828. Disebutkan pula oleh
Holthuis (1977) bahwa Chiromantes Gistel, 1848 merupakan senior sinonim dari
marga Holometopus H. Milne Edwards, 1853, sehingga submarga Perisesarma
yang selama ini dianggap sebagai sinonim dari Chiromantes harus dipergunakan
lagi. Oleh karena itu nama marga Perisesarma menjadi valid dan dipakai hingga
saat ini.
Setelah penambahan empat jenis oleh Campbell (1967), anggota marga
Perisesarma kembali bertambah dengan adanya penemuan jenis baru yaitu
Perisesarma maipoensis Soh, 1978, P. foresti Rahayu & Davie, 2002, P. cricotum
Rahayu & Davie, 2002, P. bengalense Davie, 2003, P. samawati Gillikin &
Schubart, 2004, dan P. holthuisi Davie, 2010.
Ng et al. (2008) memberikan daftar nama jenis dari marga Perisesarma
sebanyak 23 jenis dengan memasukkan Perisesarma lanchesteri (Tweedie, 1936)
yang seharusnya merupakan jenis dari marga Parasesarma De Man, 1985 (Davie
2010). Hal lain yang perlu dicermati menurut Davie (2010) adalah Perisesarma
alberti Rathbun, 1921, Perisesarma huzardi (Desmarest, 1825), dan Perisesarma
kamermani (De Man, 1883) yang berasal dari Afrika Barat, memiliki ciri
morfologi berbeda sehingga perlu ditempatkan pada marga yang berbeda. Selain
hal tersebut terdapat Perisesarma fasciatum (Lanchester, 1900) yang tidak
dimasukkan kedalam Perisesarma oleh Campbell (1967), serta adanya dugaan

3
bahwa Perisesarma indiarum (Tweedie, 1940) dan Perisesarma foresti Rahayu &
Davie, 2002 merupakan satu jenis karena memiliki ciri morfologi yang sama.
Tahun 2004, Gillikin & Schubart melakukan uji filogenetik pada beberapa
jenis Perisesarma dari Indo-Pasifik dengan menggunakan 575 pasang basa DNA
mitokondria yang berasal dari empat jenis Perisesarma (Perisesarma bidens,
Perisesarma guttatum, Perisesarma samawati, dan Perisesarma eumolpe).
Hasilnya adalah keempat jenis Perisesarma yang di uji berasal dari satu garis
keturunan (lineage).
Selanjutnya Schubart et al. (2006) melakukan uji filogenetik terhadap
kepiting kelompok Grapsoidea menggunakan dua gen mitokondria (12S dan 16S
rRNA). Hasilnya adalah suku Sesarmidae merupakan kelompok yang monofiletik
kecuali untuk marga Chiromantes dan Parasesarma. Selain itu ditemukan adanya
anggota marga Perisesarma yang masuk kedalam marga Parasesarma.
Anggota marga Perisesarma mempunyai sebaran sangat luas di Indo Pasifik,
namun jenis dari Afrika mempunyai penyebaran terbatas. Jenis-jenis tersebut
adalah Perisesarma guttatum (A. Milne-Edwards, 1869) dan P. samawati Gillikin
& Schubart, 2004 dari Afrika Timur, dan P. alberti Rathbun, 1921, P. kamermani
(De Man, 1883), dan P. huzardi (Desmarest, 1825) dari Afrika Barat dan belum
pernah ditemukan di daerah lain. Penyebaran tiap jenis marga Perisesarma
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Sebaran kepiting marga Perisesarma De Man, 1895
Jenis
Lokasi ditemukan
Perisesarma alberti Rathbun, 1921
Afrika Barat
Perisesarma bengalense Davie, 2003
Teluk Bengal (Sri
Lanka), Pantai
Andaman
(Thailand)
Perisesarma bidens (De Haan, 1835)
China, Jepang, dan
Ambon (Indonesia)
Perisesarma brevicristatum (Campbell, Australia
1967)
Perisesarma cricotum Rahayu &
Papua (Indonesia)
Davie, 2002
Perisesarma darwinense (Campbell,
Barat laut Australia
1967)
Perisesarma dussumieri (H. Milne
Pulau Pawai, Pulau
Edwards, 1853)
Bukom, Pulau
Senang
(Singapura),
Penang (Malaysia)
Perisesarma eumolpe (De Man, 1895) Singapura, Penang
(Malaysia)
Perisesarma fasciatum (Lanchester,
Singapura
1900)

Sumber
Rathbun (1921)
Davie (2003)

De Man (1888)
Campbell
(1967)
Rahayu &
Davie (2002)
Campbell
(1967)
Tweedie (1936)

Tweedie (1936)
Tweedie
(1936),

4

Perisesarma foresti Rahayu & Davie,
2002
Perisesarma guttatum (A. MilneEdwards, 1869)

Papua dan Ambon
(Indonesia)
Endemikdi Afrika
Timur

Perisesarma haswelli (De Man, 1887)

Pulau Sullivan
(South CarolineUSA), Ceylon (Sri
Lanka)
Australia Barat
Afrika Barat

Perisesarma holthuisi Davie, 2010
Perisesarma huzardi (Desmarest,
1825)
Perisesarma indiarum (Tweedie, 1940) Ambon, Ternate,
dan Sumatera Barat
(Indonesia),
Malaysia
Perisesarma kamermani (De Man,
Mussera, Kongo
1883)
(Afrika Barat)
Perisesarma lanchesteri (Tweedie,
Singapura
1936)
Perisesarma lividum (A. MilneKaledonia Baru,
Edwards, 1869)
Teluk Bengal
(India), Ambon dan
Jawa (Indonesia),
Teluk Thailand,
Australia
Perisesarma longicristatum (Campbell, Australia
1967)
Perisesarma maipoense (Soh, 1978)
Vietnam, Hong
Kong, Macau
Perisesarma messa (Campbell, 1967)
Australia
Perisesarma onychophorum (De Man,
1895)

Perisesarma samawati Gillikin &
Schubart, 2004
Perisesarma semperi (Bürger, 1893)

Selangor
(Malaysia),
Pontianak dan
Aceh (Indonesia)
Kenya (Afrika
Timur)
Singapura,
Australia, Papua
(Indonesia)

Rathbun (1909)
Rahayu &
Davie (2002)
Gillikin
&Schubart
(2004)
De Man (1888)

Davie (2010)
Davie (2010)
Tweedie (1940)

Rathbun (1900)
Tweedie (1936)
De Man (1888)

Campbell
(1967)
Ng et al. (2010)
Campbell
(1967)
De Man (1895),
Tweedie (1936)

Gillikin &
Schubart (2004)
Rahayu &
Davie (2002)

5
Perumusan Masalah
Perubahan yang terjadi dalam sistem klasifikasi pada marga Perisesarma De
Man, 1895 berdampak pada sistem klasifikasi taksa ini menjadi tidak stabil,
sehingga mengakibatkan terjadi kekacauan dalam sistem kasifikasinya. Beberapa
permasalahan pada marga Perisesarma De Man, 1895 yang belum terselesaikan
adalah masih adanya jenis dari marga Perisesarma yang masuk kedalam marga
Parasesarma (Schubart et al. 2006). Disamping itu, Davie (2010) menyatakan
bahwa Perisesarma indiarum (Tweedie, 1940) dan Perisesarma foresti Rahayu &
Davie, 2002 memiliki ciri morfologi yang sama, sehingga perlu dilakukan kajian
lebih lanjut.
Studi mengenai hubungan kekerabatan kepiting marga Perisesarma yang
telah dilakukan oleh Gillikin dan Schubart (2004) hanya mengkaji Perisesarma
dari Afrika Timur, sehingga belum dapat menjawab permasalahan dalam sistem
klasifikasi marga Perisesarma.
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan kajian terhadap beberapa
permasalahan pada marga Perisesarma De Man, 1895 yaitu:
1. a. Bagaimanakah status marga Perisesarma terhadap marga Parasesarma?
b. Apakah Perisesarma indiarum (Tweedie, 1940) dan Perisesarma foresti
Rahayu dan Davie, 2002 adalah jenis yang berbeda?
c. Bagaimana status Perisesarma alberti Rathbun, 1921 dan Perisesarma
huzardi (Desmarest, 1825)?
d. Adakah kemungkinan ditemukannya jenis lain (selain yang telah
dipublikasikan di perairan Indonesia)?
2. Bagaimana hubungan kekerabatan jenis pada marga Perisesarma?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji status taksonomi marga Perisesarma De Man, 1895.
2. Mengkaji hubungan kekerabatan antar jenis dari marga Perisesarma De Man,
1895 yang ditemukan di perairan Indonesia.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian taksonomi dan hubungan kekerabatan dapat digunakan
sebagai informasi dasar posisi taksa marga Perisesarma De Man, 1895 dalam
sistem klasifikasi sebagai bahan penelitian selanjutnya. Materi hasil penelitian
yang telah diawetkan dapat dijadikan sebagai bahan koleksi rujukan bagi
mahasiswa, dosen, dan peneliti yang ingin melaksanakan berbagai penelitian
mengenai kepiting marga Perisesarma.

6
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup pembahasan taksonomi dengan
memberikan deskripsi dari masing-masing jenis yang diperoleh dan mengkaji
hubungan kekerabatan pada kepiting marga Perisesarma De Man, 1895 yang
berasal dari Indonesia.

2 METODE
Penelitian yang dilakukan bersifat eksploratif dan studi taksonomi
didasarkan pada metode deskriptif dengan memberikan diagnosis pada masingmasing jenis dari marga Perisesarma. Penelitian mengenai hubungan kekerabatan
(filogeni) menggunakan metode kladistik. Pengambilan contoh kepiting dengan
cara survei lapangan menggunakan metode Purposive Sampling. Titik stasiun
pengambilan contoh didasarkan pada kondisi ekosistem mangrove.
Penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan Februari–April 2013 pada
ekosistem mangrove di Kawasan Segara Anakan (Cilacap), pesisir Teluk Weda
(Halmahera), dan Passo (Ambon) (Gambar1). Pengamatan dan identifikasi
dilakukan di Laboratorium Krustasea, Museum Zoologi Bogor, Pusat Penelitian
Biologi LIPI dan Laboratorium Koleksi Rujukan, Pusat Penelitian Oseanografi
LIPI.

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan contoh kepiting Perisesarma De Man, 1895.
Lokasi A: Segara Anakan, Cilacap. B: Pesisir Teluk Weda, Halmahera.
C: Passo, Ambon

7
Kawasan Segara Anakan dipilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki
jumlah jenis mangrove cukup banyak yaitu 11 jenis (Pribadi 2007), walaupun
kondisi mangrove yang ada kurang baik dikarenakan banyak yang ditebang,
pohonnya tidak terlalu tinggi, dan diameter batang pohon masih kecil.
Titik lokasi pengambilan contoh kepiting di Kawasan Segara Anakan
terbagi menjadi empat yaitu Klaces, Segara Anakan, Kali Candi dan Lempung
Pucung. Pada lokasi Klaces (Gambar 2), terdapat mangrove jenis Rhizophora spp.,
Sonneratia spp., Avicennia spp., dan Acanthus spp. dengan susbstrat lumpur
berpasir. Lokasi Klaces 1, 7°40'33,31'' LS 108°49'08,98'' BT dan Klaces 2,
7°40'32,63'' LS 108°49'06,28'' BT memiliki pesisir yang pendek dan landai,
sedangkan Klaces 3, 7°40'38,89'' LS 108°49'10,27'' BT memiliki pesisir yang
panjang dengan substrat lumpur yang sangat lunak. Tumbuhan mangrove yang
terdapat di ketiga lokasi merupakan tumbuhan muda dan tidak terlalu tinggi.
Beberapa tumbuhan mangrove sudah ditebang, sehingga hanya ditumbuhi
mangrove asosiasi yaitu Acanthus spp. seperti pada lokasi Klaces 1 dan 2.

Gambar 2 Lokasi pengambilan contoh kepiting di Klaces, Cilacap (A. Klaces 1, B.
Klaces 2, C. Klaces 3).
Lokasi pengambilan contoh selanjutnya adalah Segara Anakan, 7°42'42,73''
LS 108°55'45,37'' BT (Gambar 3), berada di dua alur muara (masyarakat di sekitar
Kawasan Segara Anakan menyebutnya “Kali” yang artinya sungai), memiliki
substrat lumpur berpasir dan mengandung tanah jika digali lebih dalam. Substrat
tidak terlalu lunak, dengan ketebalan lumpur ±10 cm. Lokasi ini di dominasi oleh
Rhizophora spp, terdapatpula Sonneratia spp., dan Nypa fruticans. Tumbuhan
mangrove yang terdapat di lokasi ini masih tergolong muda dan rata-rata
tingginya 2-4 m.

8

Gambar 3 Lokasi pengambilan contoh kepiting di Segara Anakan, Cilacap.
Lokasi yang paling timur adalah Kali Candi, 7°43'07,14'' LS 108°56'52,47''
BT (Gambar 4), yang banyak ditumbuhi Rhizophora spp, Nypa fructicans, dan
Aegiceras spp. Kondisi mangrove yang berada di lokasi ini kurang baik, banyak
ranting kering bekas ditebang. Substrat di bagian tengah cukup padat dan lumpur
tidak terlalu tebal. Pada lokasi dekat aliran air berlumpur yang sangat tebal dan
sangat lunak.

Gambar 4 Lokasi pengambilan contoh kepiting di Kali Candi, Cilacap.
Lokasi Lempung Pucung, 7°43'01,02'' LS 108°52'40,62'' BT (Gambar 5)
berada di tengah pemukiman penduduk, disekitar lokasi pengambilan contoh juga
terdapat tambak ikan bandeng dan sungai payau. Substrat di lokasi ini cukup
lunak dan memiliki lumpur yang tidak terlalu tebal. Mangrove yang tumbuh
kebanyakan adalah jenis Rhizophora spp. dan Nypa fructicans.

Gambar 5 Lokasi pengambilan contoh kepiting di Lempung Pucung, Cilacap.

9
Pesisir Teluk Weda dipilih sebagai lokasi penelitian karena kondisi
mangrove masih sangat baik jika dilihat dari pohon yang tingginya mencapai 5-30
meter, jarak antar pohon cukup rapat, dan pohon memiliki diameter yang besar.
Pengambilan contoh kepiting Perisesarma di wilayah ini terbagi menjadi lima
titik lokasi.
Lokasi pertama adalah Pulau Yefi, 0°20'15,25'' LU 127°53'50,28'' BT
(Gambar 6) yang berada di sebelah selatan kota Weda dan merupakan gugusan
pulau bersama dengan Pulau Imam (Pulau Kuleyevo) dan Pulau Dua. Kondisi
mangrove di pulau ini sangat baik, terlihat dari sisi pesisir sangat rapat dengan
perakaran Rhizophora spp. Jika dilihat dari tingginya perakaran yang muncul,
perairan di sekitar lokasi memiliki fluktuasi pasang surut yang tinggi. Substrat
berlumpur tebal, lunak dan berpasir.

Gambar 6 Lokasi pengambilan contoh kepiting di Pulau Yefi, Halmahera.
Pulau Imam, 0°19'57,86'' LU 127°53'07,26'' BT (Pulau Kuleyevo) memiliki
substrat berpasir dengan lumpur yang tidak terlalu tebal (Gambar 7).Terdapat
mangrove Bruguiera spp., Rhizophora spp., dan Avicennia spp.

Gambar 7 Lokasi pengambilan contoh kepiting di Pulau Imam, Halmahera.
Lokasi pengambilan contoh yang berada di Botlol (Gambar 8) terbagi
menjadi 2, Botlol 1, 0°24'08,96'' LU 128°27'34,24'' BTdan Botlol 2, 0°24'04,72''
LU 128°27'34,96'' BT, yang dipisahkan oleh aliran muara sungai yang cukup lebar.
Kondisi mangrove di lokasi ini terlihat sangat baik, pohonnya sangat tinggi ± 1015 m.
Mangrove yang hadir di lokasi ini adalah Bruguiera spp., Rhizophora spp.,
dan Avicennia spp., selain itu juga terdapat Pandanus sp. Substrat yang terdapat di
lokasi ini adalah lumpur berpasir pada bagian pesisir hingga tengah, sedangkan
bagian yang dekat dengan wilayah daratan substrat bercampur dengan tanah dan

10
berbatu-batu. Pada lokasi Botlol 2 terdapat bukit berbatu-batu yang tidak terlalu
tinggi, walaupun terletak dekat dengan pesisir laut.

Gambar 8 Lokasi pengambilan contoh kepiting di Botlol, Halmahera (A. Botlol 1,
B. Botlol 2).
Way Obus, 0°16'08,15'' LU 128°47'50,21'' BT (Gambar 9) memiliki area
mangrove yang sangat panjang, dari tepi pesisir hingga daratan berjarak sekitar
±300 m. Didominasi oleh Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. Substrat pada
lokasi ini adalah lumpur berpasir hingga duapertiga panjang area, kemudian
substrat padat yang kering dan bercampur tanah.

Gambar 9 Lokasi pengambilan contoh kepiting di Way Obus, Halmahera.
Bagian selatan pesisir Teluk Weda, terdapat desa Matuting Tanjung,
0°18'23,83'' LS 128°00'10,15'' BT. Area mangrove di desa ini terletak di sisi
muara sungai (Gambar 10). Cakupan areanya sangat sempit, dengan substrat
lumpur berpasir dan ditumbuhi Bruguiera spp. serta Rhizophora spp.

11

Gambar 10 Lokasi pengambilan contoh kepiting di Matuting Tanjung, Halmahera
Desa Passo dipilih sebagai lokasi pengambilan contoh kepiting untuk
mendapatkan jenis P. indiarum (Tweedie, 1936) yang diketahui sebagai lokasi
tipe (Type Locality) dari jenis tersebut (De Man 1888, Tweedie 1940).
Lokasi Passo, 3°38'11,65'' LS 128°14'38,04'' BT (Gambar 11) merupakan
area konservasi mangrove yang terletak di pesisir Teluk Ambon bagian dalam.
Memiliki substrat lumpur berpasir yang sangat lunak di bagian pesisir dan
semakin padat di bagian dalam area mangrove. Pada lokasi ini ditemukan
Rhizophora spp. yang sangat dominan, serta dijumpai pula Sonneratia spp. dan
Bruguiera spp.

Gambar 11 Lokasi pengambilan contoh kepiting di Passo, Ambon
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah organisme kepiting
marga Perisesarma De Man, 1895 yang diperoleh dari ekosistem mangrove
Segara Anakan (Cilacap), pesisir Teluk Weda (Halmahera), dan Passo (Ambon).
Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol berkadar 70% yang
digunakan untuk preservasi spesimen.

Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop stereo,
kamera digital, kaliper digital dengan ketelitian 0.01 mm, pinset berbagai ukuran,
cawan petridish diameter 10 cm dan 20 cm.

12
Prosedur Analisis Data
Pengambilan Contoh Kepiting
Kepiting segar (fresh specimen) dikoleksi dari ekosistem mangrove. Hasil
koleksi kepiting selanjutnya disortir berdasarkan kesamaan morfologi. Contoh
kepiting yang telah disortir selanjutnya diawetkan menggunakan etanol berkadar
70%.Tahap selanjutnya spesimen dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.
Kepiting yang belum diketahui namanya dipisahkan untuk diidentifikasi lebih
lanjut. Contoh kepiting yang digunakan untuk pembanding (holotype dan
paratype) berasal dari koleksi yang telah diawetkan yang disimpan di Museum
Zoologi Bogor, Pusat Penelitian Biologi LIPI.
Identifikasi Spesimen Kepiting
Identifikasi contoh kepiting dilakukan hingga tingkat jenis dengan acuan
pustaka De Man (1888, 1895), Tweedie (1940), Campbell (1967), Rahayu dan
Davie (2002), Rahayu dan Setyadi (2009), dan Davie (2003, 2010). Selain itu juga
digunakan spesimen koleksi (holotype dan paratype) dari Museum Zoologi Bogor,
Pusat Penelitian Biologi LIPI.
Contoh kepiting diamati dengan mikroskop stereo yang dilengkapi dengan
tabung gambar (camera lucida). Besarnya kepiting diukur mempergunakan
kaliper digital.Ukuran yang diberikan adalah panjang × lebar karapas dalam
milimeter. Panjang merupakan jarak antara bagian tengah front dengan sisi
posterior karapas, sedangkan lebar karapas merupakan jarak antara sudut terluar
kedua rongga mata. Untuk mengamati pola bercak pada karapas serta struktur
dactylar tubercles, lumpur dan kotoran lain dibersihkan terlebih dahulu dengan
mempergunakan kuas atau sikat halus. Karakter kepiting serta istilah yang
dipergunakan dalam identifikasi dan diskripsi disajikan dalam Tabel 2 dan
Gambar 12.
Tabel 2 Istilah yang dipergunakan dalam pengkodean, identifikasi, dan deskripsi
Istilah/Kata
Arti istilah/kata
Abdomen
Bagian perut, memiliki 6ruas dan satu
telson.
Anterolateral
Bagian tepi karapas
Brachial region
Bagian sisi karapas yang dekat dengan
insang
Carpus
Segmen ke tiga pada kaki atau capit atau
maxilliped yang dihitung dari dactylus
Cheliped
Pasangan kaki jalan pertama yang berfungsi
untuk memegang makanan, segmen
terakhirnya berupa capit
Cutting edge
Sisi bagian dalam dari jari bebas dan jari
tetap, biasanya terdapat gigi berbentuk
segitiga
Dactylar tubercle
Tonjolan atau bonggol yang terdapat di
bagian atas jari bebas
Dactylus
Segmen terakhir kaki jalan atau maxilliped
Dorsal
Bagian punggung, tubuh yang berada di sisi
luar sebelah atas, bagian belakang tubuh

13
Front
Gastric region

Gigi Epibranchial
Gonopod
G1
Homonimi
Maxilliped
Karapas
Merus
Palm
Pectinated crest
Propodus

Pterygostome/ Pterygostomial
Ridge
Sensu stricto
Setae
Sinonim
Senior sinonim
Yunior sinonim
Sudut anterolateral
Telson
Tubercle

Bagian depan karapas diantara mata bagian
dalam
Bagian yang berada di tengah karapas
bagian depan, karapas bagian anterior
sebelum front
Gigi yang terdapat di bagian depan sisi luar
dari area branchial dari karapas
Alat kelamin jantan
Gonopod pertama dari individu jantan
Nama yang sama dalam penulisannya
Bagian dari mulut yang terdiri dari empat
hingga enam pasang
Rangka luar yang menutupi bagian dorsal
tubuh
Segmen ke empat dari kaki jalan atau
maxilliped, dihitung dari sisi badan
Bagian propodus dari cheliped, tanpa jari
tetap
Struktur berkitin yang berbentuk
menyerupai sisir
Segmen ke dua dari kaki jalan atau capit
atau maxilliped yang berada sebelum
dactylus
Bagian karapas yang terdapat pada bagian
ventral, berada di samping mulut
Area yang menonjol menyerupai garis atau
berupa tonjolan-tonjolan yang berderet
Nama atau tingkatan atau kelompok taksa
yang sudah pasti dan jelas
Bulu-bulu pada bagian organ tubuh
Nama lain dari jenis yang dipertelakan
Nama lain dari jenis yang dipertelakan lebih
dahulu
Nama lain dari jenis yang dipertelakan
paling akhir
Sudut yang berada di ujung rongga mata
bagian luar
Bagian ujung dari segmen perut, ruas
ketujuh (terakhir) dari perut
Tonjolan kecil yang terdapat pada
permukaan capit atau karapas

Pengkodean dan Matriks Karakter Morfologi
Karakter morfologi yang digunakan adalah karakter homolog pada tiap jenis.
Organ yang digunakan untuk memberikan pengkodean karakter morfologi pada
kepiting mengacu pada Gillikin & Schubart (2004) dan Davie (2010) (Tabel 3).
Karakter morfologi yang dihasilkan selanjutnya diubah menjadi matriks data
(Tabel 4).

14

Gambar 12 Morfologi kepiting marga Perisesarma A. Tubuh bagian dorsal, B.
Tubuh bagian ventral, C. Capit kanan, D. Maxilliped ketiga, E.
Gonopod G1.
Analisis Hubungan Kekerabatan
Analisis yang digunakan dalam mengkaji hubungan kekerabatan adalah
analisis kladistik. Analisis dilakukan dengan menggunakan matriks data karakter
yang telah diubah kedalam format Nexus (Lampiran 1). Pohon filogeni diperoleh
dengan menggunakan perangkat lunak Phylogenetic Analysis Using Parsimony
(PAUP) Version 4.0b10 Demo (Swofford 1998) dengan mencari pohon filogeni
yang paling parsimoni (Most Parsimonious Relationship).

15
Uji statistik pada percabangan yang terbentuk menggunakan uji Bootstrap
Majority – rule dan dicari nilai Consistency Index (CI), Retention Index (RI), dan
Rescaled Consistency Index (RC). Maksimum Parsimoni diperoleh dengan
pembobotan pada karakter yang memiliki nilai RC tertinggi serta digunakan
optimasi Deltran.
Tabel 3 Karakter morfologi kepiting yang digunakan dalam pengkodean
No
Karakter Morfologi
Kode Karakter
1 Pola bercak pada karapas
(0): tidak ada (1): ada
2 Gigi epibranchial
(0): tidak ada (1): ada
3 Sudut anterolateral
(0): tumpul (1): tajam
4 Arah gigi epibranchial
(0): samping (1): depan
5 Celah antara orbit mata dan gigi
(0): sempit
epibranchial
(1): lebar seperti huruf U
(2): lebar seperti huruf V
6 Bentuk tubercle bagian luar carpus pada (0): membentuk titik-titik
kaki jalan pertama
(1): membentuk garis
vertikal
7 Tonjolan-tonjolan seperti pasir di
(0): kecil tidak terlalu
permukaan bagian dalam palm pada kaki menonjol
jalan pertama
(1): besar dan sangat
menonjol
8 Tonjolan-tonjolan seperti pasir di
(0): kecil (1): besar
permukaan bagian luar palm pada kaki
jalan pertama
9 Gigi bagian belakang pada jari tetap
(0): kecil (1): besar
10 Tubercle pada palm dekat pangkal jari
(0): tidak ada (1): ada
bebas
11 Jumlah gigi besar dan runcing pada jari
(0): 2 (1): 3
bebas
12 Bentuk dactylar tubercles
(0): membulat (1): oval
13 Penonjolan dactylar tubercles
(0): sangat menonjol
(1): kurang menonjol
14 Simetri dactylar tubercles
(0): tidak simetris
(1): simetris
15 Ornamen berupa garis melintang pada
(0): tidak ada (1): ada
dactylar tubercles
16 Ornamen berupa garis-garis yang
(0): tidak ada (1): ada
melingkar pada dactylar tubercles
17 Ornamen berupa garis membujur yang
(0): tidak ada (1): ada
dipisahkan garis memanjang pada
dactylar tubercles
18 Jumlah dactylar tubercles
(0): 7-9 (1): 10-14
(2):15-19
19 Ornamen pada permukaan dactylar
(0): tidak ada (1): ada
tubercles
20 Ukuran dactylar tubercles
(0): kecil (1): besar
21 Dactylar tubercles bagian dekat ujung
(0): tidak nyata (1): nyata

16

22
23
24
25
26
27
28

jari bebas
Kedudukan dactylar tubercles
Jumlah pectinated crest pertama
(kualitatif)
Jumlah pectinated crest kedua
(kualitatif)
Ukuran pectinated crest
Rasio panjang kaki jalan keempat
terhadap lebar karapas
Rasio panjang terhadap lebar pada
bagian merus kaki jalan keempat
Rasio panjang terhadap lebar pada
segmen keenam abdomen jantan

29

Perbandingan panjang dan lebar telson

30

Bagian atas gonopod membentuk sudut

31
32

Ujung berkitin pada gonopod
Batang gonopod bagian tengah

33
34

Bentuk batang gonopod
Pangkal ujung berkitin pada gonopod

35

Setae panjang terdapat pada propodus
kaki jalan
Setae panjang pada dactylus kaki jalan
Setae pada bagian dorsal merus kaki
jalan
Lebar merus kaki jalan terpanjang

36
37
38

(0): tunggal (1): berpasangan
(0) - (9)
(0) - (9)
(0): pendek (1): panjang
(0): 1.0-1.5 (1): 1.6-2.0
(0): 2.12-2.20 (1): 2.21-2.61
(0): panjang dua kali
lebarnya
(1): panjang lebih dari dua
kali lebarnya
(0): 1.00-1.10
(1): 0.90-0.99
(2): 0.80-0.89
(0): < 45° (1): = 45°
(2): > 45°
(0): membulat (1): rata
(0): tidak membentuk kurva
(1): membentuk kurva
(0): ramping (1): gemuk
(0): tidak memiliki tonjolan
(1): memiliki tonjolan
(0): tidak ada (1): ada
(0): sedikit (1): banyak
(0): sedikit/hampir tidak ada
(1): ada/tersebar merata
(0): sempit (1): lebar

Tabel 4 Matriks data karakter morfologi kepiting marga Perisesarma
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Parasesarma plicatum *
1 0 0 0 ? 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1
Perisesarma brevicristatum 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1
P. cricotum
0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1
P. darwinense
0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 2 1
P. foresti
1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1
P. ovatum n. sp.
1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1
P. aff. holthuisi n. sp.
1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1
P. indiarum
1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0
P. lividum
0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0
P. semperi
1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0

17
Lanjutan Tabel 4
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Parasesarma plicatum *
1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0
Perisesarma brevicristatum 1 1 0 6 9 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1
P. cricotum
1 1 0 5 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1
P. darwinense
0 0 0 6 7 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1
P. foresti
1 0 0 4 3 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1
P. ovatum n. sp.
1 1 0 5 5 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1
P. aff. holthuisi n. sp.
1 0 0 5 5 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1
P. indiarum
0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0
P. lividum
0 0 1 3 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0
P. semperi
1 1 0 9 3 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0
)
* = Outgroup
? = tidak terkode
)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Jenis
Kepiting Perisesarma yang berhasil dikoleksi selama penelitian sebanyak
143 individu, dan setelah di identifikasi diperoleh sembilan jenis. Jenis, sebaran
serta jumlah individu kepiting Perisesarma yang dikoleksi disajikan pada Tabel 6.
Deskripsi dari sembilan jenis kepiting Perisesarma didasarkan pada morfologi
tubuh. Deskripsi tiap jenis disajikan berdasarkan urutan alfabet.
Tabel 5 Nama, sebaran, dan jumlah kepiting Perisesarma yang diperoleh selama
penelitian.
Sebaran
Jumlah
Jenis
Lokasi Penelitian
Global
Individu
Perisesarma brevicristatum
Australia
Segara Anakan,
1
(Campbell, 1967)
Cilacap
Perisesarma cricotum
Papua
Teluk Weda,
6
Rahayu & Davie, 2002
Halmahera
Perisesarma darwinense
Barat Laut
Segara Anakan,
1
(Campbell, 1967)
Australia
Cilacap
Perisesarma foresti Rahayu
Papua, Ambon Segara Anakan,
2
& Davie, 2002
Cilacap
Perisesarma aff. holthuisi n. Teluk Weda,
1
sp.
Halmahera
Perisesarma indiarum
Ambon,
Segara Anakan,
80
(Tweedie, 1940)
Ternate,
Cilacap; Ambon,
Sumatera
Maluku; Teluk
Barat,
Weda, Halmahera
Malaysia

18
Perisesarma lividum (A.
Milne-Edwards, 1869)

Perisesarma ovatum n. sp
Perisesarma semperi
(Bürger, 1893)

Kaledonia
Baru, Teluk
Bengal,
Ambon, Jawa,
Teluk
Thailand,
Australia
Singapura,
Australia,
Papua

Teluk Weda,
Halmahera

4

Segara Anakan,
Cilacap
Segara Anakan,
Cilacap; Ambon,
Maluku

22
26

Taksonomi
Suku SESARMIDAE DANA, 1851
Marga Perisesarma De Man, 1895
Diagnosis:
Karapas berbentuk persegi sedikit lebih lebar dari panjang, front berlekuk
dua dengan bagian tengah cekung. Permukaan karapas memiliki pembagian area
yang jelas, halus, terdapat setae pendek yang tersebar di seluruh permukaan,
gastric region nampak jelas, brachial region memiliki garis menonjol yang sangat
jelas.
Bagian anterolateral memiliki sudut luar rongga mata yang tajam, terdapat
satu gigi epibranchial di belakang orbit mata bagian luar, terdapat setae pendek di
sepanjang bagian tepi karapas. Cheliped simetris antara kiri dan kanan, terdapat
dua pectinated crest pada bagian atas palm dengan letak melintang. Dactylus
bagian atas memiliki deretan dactylar tubercles. Perut terdiri dari 6 segmen yang
dapat digerakkan dan telson.
Catatan:
Campbell (1967) mengambil Sesarma dussumieri A. Milne Edwards, 1853
sebagai tipe bagi marga Perisesarma menggantikan Sesarma bidens (De Haan)
yang diajukan oleh Rathbun (1918) karena ketika De Man (1895) mendeskripsi
marga Perisesarma, S. bidens tidak dimasukkannya dalam daftar jenis anggota
marga Perisesarma tersebut. Holthuis (1977) mengajukan Sesarma (Perisesarma)
eumolpe De Man, 1895, namun penunjukan S. dussumieri oleh Campbell (1967)
mendapat prioritas.
Marga Perisesarma dan Parasesarma memiliki dactyar tubercles dan
pectinated crest pada cheliped nya. Perbedaan keduanya terletak pada adanya gigi
epibranchial di belakang mata bagian luar dari Perisesarma yang tidak ada pada
Parasesarma .

19
Perisesarma brevicristatum (Campbell,1967)
(Gambar 13, 14)
Sesarma (Chiromantes) brevicristatum Campbell, 1967: 12, Gambar 1D, 2D, pl. 4.
(type locality Queensland, Australia)
Perisesarma brevicristatum – Ng, Guinot & Davie, 2008: 222 (list).
Spesimen yang diamati:
1 jantan (16,69 × 20,58 mm), Segara Anakan, Cilacap, 7°42'42.73'' LS
108°55'45.37'' BT, 10 Februari 2013.
Deskripsi:
Karapas berbentuk persegi, jarak terlebar antara sudut mata 1,20 kali lebih
lebar dari pada panjang karapas. Permukaan karapas halus, mengkilap, berbelangbelang, terdapat setae pendek yang tersebar dalam bentuk baris yang melintang.
Front berlekuk dua dengan bagian tengah sedikit tertekan, lebar font 0,58 kali
lebar karapas. Cuping bagian belakang front menonjol, memiliki setae panjang,
Cuping bagian tengah lebih lebar dari bagian tepi yang dipisahkan oleh alur
cekungan. Permukaan karapas memiliki pembagian area yang jelas, gastric region
nampak jelas, brachial region memiliki garis menonjol yang sangat jelas. Batas
rongga mata bagian atas halus, bagian bawah terdapat deretan tonjolan halus
seperti butiran pasir. Sudut luar rongga mata tajam, terdapat satu gigi epibranchia