Kajian Perubahan Kondisi Lahan, Air, Sosial Dan Ekonomi Akibat Penambangan Pasir Di Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya

KAJIAN PERUBAHAN KONDISI LAHAN, AIR, SOSIAL
DAN EKONOMI AKIBAT PENAMBANGAN PASIR
DI KECAMATAN SUKARATU, KABUPATEN TASIKMALAYA

DINI WIDYASMARANI SUHERMAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Perubahan
Kondisi Lahan, Air, Sosial dan Ekonomi Akibat Penambangan Pasir di
Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015
Dini Widyasmarani Suherman
NIM P052120311

RINGKASAN
DINI WIDYASMARANI SUHERMAN. Kajian Perubahan Kondisi Lahan, Air,
Sosial dan Ekonomi Akibat Penambangan Pasir di Kecamatan Sukaratu,
Kabupaten Tasikmalaya. Dibimbing oleh DYAH TJAHYANDARI dan SRI
MULATSIH.
Pasir merupakan salah satu barang tambang di Kabupaten Tasikmalaya
yang telah lama dieksploitasi. Usaha penambangan pasir dilakukan sejak tahun
1984, setelah terjadinya letusan Gunung Galunggung. Penambangan pasir terbesar
dilakukan di Kecamatan Sukaratu. Penambangan pasir dapat menciptakan
lapangan kerja dan memberikan kontribusi bagi daerah. Namun, apabila
penambangan pasir tidak dikelola dengan baik maka akan mengganggu
keseimbangan dan fungsi lingkungan, mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perubahan kondisi lahan dan
air akibat penambangan pasir, mengkaji persepsi masyarakat terhadap perubahan
kondisi sosial serta menghitung nilai ekonomi akibat penambangan pasir.

Penelitian dilakukan di Desa Linggajati, Tawangbanteng dan Gunungsari,
Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya. Sampel yang diambil pada
penelitian ini terdiri dari sampel lubang galian, tanah, air dan responden. Metode
analisis data yang digunakan adalah analisis laju erosi, analisis kerusakan
lingkungan, analisis parameter Total Suspended Solid (TSS), analisis persepsi
masyarakat, analisis biaya dan manfaat (NPV/BCR) serta analisis Willingness to
Pay (WTP).
Laju erosi sebelum penambangan berkisar 1.43-1.99 ton/ha/tahun naik
menjadi berkisar 1.99-2.49 ton/ha/tahun setelah penambangan dan nilai kriteria
kerusakan lingkungan penambangan rata-rata sebesar 0.57-0.71 termasuk pada
kategori sedang sampai dengan tinggi. Air Sungai Cibanjaran dan Cikunir
mengalami penurunan kualitas dengan nilai Total Suspended Solid (TSS) berkisar
26-186 mg/liter. Nilai TSS setelah penmbangan mengalami peningkatan beberapa
kali lipat dari sebelum penambangan. Meskipun nilai TSS ini masih dibawah baku
mutu, akan tetapi berpengaruh kurang baik untuk perikanan. Masyarakat memiliki
persepsi bahwa penambangan pasir menimbulkan konflik antara masyarakat
dengan pihak perusahaan yang dilatarbelakangi oleh masalah lahan dan air. Hasil
analisis biaya dan manfaat diperoleh nilai NPV sebesar Rp 652,140,004.00 dan
BCR sebesar 1.4. Nilai total WTP yang akan terkumpul sebesar Rp 1,068,750.00
per bulan atau Rp 12,825,000.00 per tahun yang besarnya dipengaruhi oleh hasil

tambang kategori >1 m3/hari dan banyaknya tanggungan keluarga.

Kata kunci: penambangan pasir, laju erosi, kerusakan lingkungan, TSS, persepsi
masyarakat, nilai ekonomi

SUMMARY
DINI WIDYASMARANI SUHERMAN. The Study of Changes in the Conditions
of Land, Water, Social and Economic due to Sand Mining at the Sukaratu District,
Tasikmalaya Regency. Supervised by DYAH TJAHYANDARI and SRI
MULATSIH.
Sand is one of the mining commodity that has been long time exploited in
Tasikmalaya Regency. Sand mining business has been run since 1984, after the
eruption of Galunggung Mountain. The largest sand mining in Tasikmalaya
Regency is carried out at Sukaratu District. Sand mining could create jobs and
give contribution to the area. However, improper management of sand mining
highly to disturb the balance and the function of environment as well as socialeconomic of the people. The objectives of this research are to study changes in the
conditions of land and water due to sand mining, to study public perception of the
changes in social conditions and also to calculate the economic value of sand
mining.
The research was carried out at Linggajati, Tawangbanteng and Gunungsari

Village, Sukaratu District, Tasikmalaya Regency. Samples were consists of
digging pit, soil, water and respondents. The data analysis was analysis erosion
rate, analysis of environmental damage, analysis of Total Suspended Solid (TSS),
analysis of public perception, analysis of cost and benefit (NPV/BCR) and
analysis of Willingness to Pay (WTP).
The result showed that the erosion rate before sand mining was ranged from
1.43 to 1.99 ton ha-1 year-1 and after sand mining the erosion rate was increase
with the range from 1.99 to 2.49 ton ha-1 year-1. The environmental damage
value due to mining on the average were range from 0.57 to 0.71 which
categorized as moderate to high. The quality of water in Cibanjaran River and
Cikunir River were decreasing with the Total Suspended Soil (TSS) value was
ranged from 26 to 186 mg liter-1. TSS value after mining was showed rapid
increase compare with before mining. Although TSS value was under the
threshold, it gave influence on fisheries. Public perception showed that sand
mining resulted in conflict between society and mining company due to water and
land issues. The cost and benefit analysis showed NPV value was IDR
652.140.004 and BCR was 1.4. Total WTP value is IDR 1.068.750 month-1 or
IDR 12.825.000 year-1. The amount of WTP is affected by the total of sand
mining production (category > 1 m3 day-1) and the number of family dependents.


Keywords: sand mining, erosion rate, environmental damage, TSS, public
perception, economic value

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN PERUBAHAN KONDISI LAHAN, AIR, SOSIAL
DAN EKONOMI AKIBAT PENAMBANGAN PASIR
DI KECAMATAN SUKARATU, KABUPATEN TASIKMALAYA

DINI WIDYASMARANI SUHERMAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc.Agr

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian ini
berjudul Kajian Perubahan Kondisi Lahan, Air, Sosial dan Ekonomi Akibat
Penambangan Pasir di Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. R.A. Dyah
Tjahyandari S, M.Appl.Sc dan Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan

karya ilmiah ini serta Bapak Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc.Agr dan Bapak
Dr. Ir. Hariyadi, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak
masukan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada:
1. Suami, anak dan kedua orang tua serta seluruh keluarga yang telah
memberikan limpahan kasih sayang, doa dan dukungannya.
2. Menteri Pertanian cq. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan
Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP) dan Direktur Jenderal Prasarana
dan Sarana Pertanian (PSP) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk memperoleh fasilitas beasiswa dalam menempuh pendidikan ini.
3. Masyarakat beserta aparatur pemerintahan Desa Linggajati, Tawangbanteng
dan Gunungsari, Kecamatan Sukaratu, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kecamatan Sukaratu dan Petugas Pos
Pengamatan Gunung Api Galunggung-Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi-Badan Geologi (Kementerian ESDM RI) yang telah
membantu penulis selama pengumpulan data di lapangan.
4. Aparatur Dinas Pertambangan dan Energi, Kantor Lingkungan Hidup, Badan
Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Tasikmalaya yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data.
5. Segenap tenaga pengajar dan staf Sekretariat Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) yang telah memberikan fasilitas

selama proses belajar mengajar.
6. Teman-teman seperjuangan Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan (PSL) Angkatan 2012 atas kebersamaan, bantuan dan
kerjasamanya selama ini.
7. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pihak lain.

Bogor, November 2015
Dini Widyasmarani Suherman

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Penambangan Pasir
Erosi
Penurunan Kualitas Air
Total Suspended Solid (TSS)
Persepsi Masyarakat
Willingness to Pay (WTP)
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat Penelitian
Pengumpulan Data
Analisis Data
4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Keadaan Geografis
Keadaan Geologi dan Morfologi
Penggunaan Lahan
Keadaan Penduduk
Gambaran Umum Kegiatan Penambangan Pasir
5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden
Perubahan Kondisi Lahan
Perubahan Kondisi Air
Persepsi Masyarakat
Nilai Ekonomi Penambangan Pasir
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiii
xiii
xiii
1
1
2
2
3
3

3
4
5
6
6
7
8
8
8
8
9
12
12
13
13
14
15
16
16
19
26
28
29
38
38
38
39
43

xiii

DAFTAR TABEL
1 Penggunaan lahan di Kecamatan Sukaratu tahun 2013
2 Luas wilayah dan jumlah penduduk Kecamatan Sukaratu tahun 2013
3 Jumlah penduduk Kecamatan Sukaratu berdasarkan mata pencaharian
tahun 2013
4 Perusahaan penambangan pasir di Kecamatan Sukaratu
5 Curah hujan rata-rata dan erosivitas hujan bulanan (RM)
6 Nilai erodibilitas tanah (K)
7 Laju erosi pada kondisi sebelum penambangan dan setelah
penambangan
8 Hasil penilaian kriteria kerusakan lingkungan penambangan
9 Persepsi responden terhadap perubahan kondisi sosial
10 Sumberdaya pertanian yang hilang
11 Total kerugian/biaya akibat penambangan pasir
12 Total manfaat penambangan pasir
13 Hasil tambang responden yang mau membayar
14 Nilai WTP responden
15 Analisis regresi logistik kesediaan membayar

14
14
15
16
20
21
23
24
28
32
33
34
35
36
37

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Kerangka pemikiran penelitian
Curah hujan dari tahun 2004-2013
Jenis kelamin responden penambang dan masyarakat
Tingkat umur responden penambang dan masyarakat
Status kependudukan responden penambang dan masyarakat
Tingkat pendidikan responden penambang dan masyarakat
Banyaknya tanggungan keluarga responden penambang dan
masyarakat
8 Hasil Pengujian Total Suspended Solid (TSS)

2
13
17
17
18
18
19
27

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta lokasi penelitian
2 Kriteria kerusakan lingkungan bagi usaha atau kegiatan
penambangan bahan galian golongan C jenis lepas di daratan
3 Curah hujan bulanan dari tahun 2004-2013
4 Rekapitulasi karakteristik responden
5 Hasil pengujian sampel tanah
6 Rumus untuk perhitungan nilai erosivitas hujan bulanan (RM) dan
erodibilitas tanah serta kode (nilai) struktur dan permeabilitas tanah
7 Hasil pengukuran dan penilaian kriteria kerusakan lingkungan
8 Hasil pengujian kualitas air (parameter TSS)

43
44
45
46
49
50
51
52

xiv
9 Hasil perhitungan penurunan produktivitas sumberdaya pertanian
10 Hasil perhitungan penurunan produktivitas sumberdaya perikanan
(kolam dan sungai)
11 Hasil perhitungan biaya pengerukan kolam
12 Perincian pendapatan penambang dan masyarakat
13 Output SPSS
14 Dokumentasi
3

54
55
58
59
61
66

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam. Sumberdaya
alam tersebut terdiri dari sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dan
sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. Salah satu sumberdaya alam yang
tidak dapat diperbaharui adalah barang tambang. Masyarakat masih memerlukan
hasil sumberdaya pertambangan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya,
sehingga pertambangan merupakan sektor yang penting dalam mendukung
perekonomian.
Kabupaten Tasikmalaya adalah salah satu daerah yang memiliki potensi
sumberdaya pertambangan bijih besi, emas, mangan, tembaga, pasir besi, batu
bara, batu gamping, gipsum, zeolit, pasir, andesit dan sebagainya. Pasir merupakan
barang tambang yang telah lama dieksploitasi. Usaha penambangan pasir sudah
dilakukan sejak tahun 1984, setelah terjadinya letusan Gunung Galunggung.
Penambangan pasir terbesar dilakukan di Kecamatan Sukaratu. Penambangan pasir
dilakukan baik oleh masyarakat secara manual maupun oleh perusahaan
penambangan skala besar. Pasir yang dihasilkan dari letusan Gunung Galunggung
ini memiliki daya rekat yang baik.
Pada saat ini, kebutuhan terhadap pasir meningkat seiring dengan
perkembangan teknologi dan pengembangan wilayah. Pasir digunakan sebagai
bahan bangunan untuk pembangunan infrastruktur jalan, perumahan, gedung
perkantoran di kota-kota besar dan bahan baku dalam industri pembuatan genteng,
tegel, batu bata dan gorong-gorong. Penambangan pasir dapat menyerap tenaga
kerja (Yudhistira 2008), peningkatan pendapatan dan tumbuhnya kesempatan
berusaha masyarakat sekitar (Dyahwanti 2007). Selain itu, penambangan pasir
memberikan kontribusi bagi daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar
harga berlaku tahun 2013 dari sektor pertambangan dan penggalian sebesar Rp
33,253.21 juta (BPS Kab. Tasikmalaya 2014).
Apabila penambangan pasir tidak dikelola dengan baik maka akan berakibat
negatif pada berbagai aspek. Penambangan pasir dapat menganggu keseimbangan
dan fungsi lingkungan seperti menyebabkan terjadinya pengikisan terhadap humus
tanah, terbentuknya lubang-lubang besar dan mengakibatkan erosi (Hasibuan
2006), menyebabkan penurunan kualitas tanah dan produktivitas lahan sehingga
lahan pasca tambang hanya dapat ditumbuhi oleh rumput-rumputan dan
leguminosae (Rani 2004) serta menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan
perairan (Yunus 2005; Sonak et al. 2006). Selain mengakibatkan perubahan
kondisi lingkungan fisik, kegiatan penambangan pasir mengakibatkan perubahan
kondisi sosial dan ekonomi seperti konflik sosial, perubahan kondisi ekonomi tidak
hanya terjadi pada penambang tetapi juga pada masyarakat sekitar lokasi.
Berdasarkan hal itu, maka penelitian mengenai kegiatan penambangan pasir
di Kecamatan Sukaratu perlu dilakukan untuk mengetahui perubahan kondisi
lahan, air, sosial dan ekonomi sebagai akibat yang ditimbulkan dari kegiatan
penambangan pasir tersebut.

2
Kerangka Pemikiran
Pemanfaatan sumberdaya alam salah satunya dilakukan dengan kegiatan
pertambangan. Dalam pelaksanaannya semua kegiatan pertambangan termasuk
penambangan pasir dapat berakibat positif maupun negatif. Penambangan pasir
dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan Negara, perusahaan maupun
pekerja serta terciptanya lapangan kerja. Namun, penambangan pasir menyebabkan
perubahan kondisi lahan dan air seperti terjadinya erosi dan kerusakan lingkungan
penambangan dan penurunan kualitas air. Dari segi sosial dan ekonomi, adanya
penambangan pasir dapat berakibat positif maupun negatif yang dilihat dari
persepsi masyarakat, produktivitas sumberdaya pertanian dan perikanan serta
kesediaan membayar (WTP) sebagai upaya perbaikan lingkungan. Kerangka
pemikiran dalam penelitian ini seperti ditunjukan pada Gambar 1.
Stakeholder

Sumberdaya
Pasir

Penambangan
Pasir

Akibat Penambangan
Pasir

Lahan:
- Erosi
- Kerusakan
Lingkungan
(topografi,
tanah, vegetasi)

Sosial:
- Persepsi
Masyarakat

Air:
- Penurunan
Kualitas Air
Positif

Negatif
Sosial:
- Persepsi
Masyarakat

Ekonomi:
- PAD
- Lap. Kerja
- WTP

Kebijakan
Penambangan Pasir

Kajian Perubahan Kondisi Lahan,
Air, Sosial dan Ekonomi

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.

Mengkaji perubahan kondisi lahan akibat penambangan pasir
Mengkaji perubahan kondisi air akibat penambangan pasir
Mengkaji persepsi masyarakat terhadap perubahan kondisi sosial
Menghitung nilai ekonomi penambangan pasir

Ekonomi:
- Kehilangan dan
Penurunan SD
Pertanian dan
Perikanan
- Biaya
Pengerukan

3
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
perubahan kondisi lahan, air, sosial dan ekonomi yang terjadi akibat adanya
penambangan pasir serta sumbangan pemikiran yang dapat menjadi masukan bagi
para pembuat kebijakan dalam mengarahkan pembangunan pada sektor
pertambangan khususnya penambangan pasir di Kecamatan Sukaratu, Kabupaten
Tasikmalaya.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Penambangan Pasir
Penambangan pasir pada umumnya dilakukan dengan menggunakan sistem
penambangan terbuka dimana proses kegiatan penambangan atau penggalian
langsung berhubungan dengan udara terbuka. Penambangan pasir dapat dilakukan
dengan cara konvensional dan cara mekanis. Menurut Handoyo et al. (1999) dalam
Rani (2004), penambangan pasir dengan alat mekanis menggunakan peralatan
Back Hoe, Excavator, Loader dan Bulldozer. Penambangan pasir secara mekanis
meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. Pengupasan yaitu kegiatan memindahkan lapisan tanah penutup (over burden)
yang tebalnya sekitar 0.5-5 meter dengan menggunakan alat berat Back Hoe dan
Excavator.
b. Penggalian dan pemuatan yaitu kegiatan penggalian pasir dari sumber lapisan
dan sekaligus memuatnya ke dalam truk. Alat yang digunakan adalah Back Hoe,
Excavator dan Wheel Loader.
c. Pengangkutan yaitu kegiatan mengangkut/memindahkan bahan galian pasir dari
tempat penggalian ke tempat penimbunan atau langsung kepada konsumen
dengan menggunakan truk berkapasitas ± 6 m3.
Penambangan konvensional dilakukan dengan menggunakan alat-alat
sederhana seperti linggis, cangkul dan sekop. Penambangan dilakukan dengan cara
berkelompok terdiri atas 4-5 orang.
Menurut Salim (2007), setiap kegiatan pembangunan di bidang
pertambangan pasti menimbulkan akibat positif maupun negatif. Permasalahan
yang sering muncul dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral
adalah terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup seperti pencemaran pada
tanah, udara dan hidrologi air. Lubang-lubang bekas penambangan dan pembukaan
lapisan tanah yang subur pada saat penambangan dapat mengakibatkan daerah
yang semula subur menjadi daerah yang tandus. Diperlukan waktu yang sangat
lama untuk kembali ke dalam kondisi semula. Polusi dan degradasi lingkungan
akan terjadi pada semua tahap dalam aktivitas pertambangan. Tahap tersebut
dimulai pada tahap prosesing mineral dan semua aktivitas yang menyertainya
seperti penggunaan peralatan survei, bahan peledak, alat-alat berat dan limbah
mineral padat yang tidak dibutuhkan (Noor 2006).
Penambangan bahan galian golongan C seperti pasir berakibat terhadap
kondisi lereng tebing, vegetasi penutup, tekstur tanah dan penyangga erosi di

4
sepanjang pinggir Sungai Batang Suliti di Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten
Solok Selatan. Vegetasi penutup mengalami perubahan dari sawah menjadi kebun
campuran dan semak belukar, tekstur tanah menjadi rusak dan terjadinya erosi
tebing sungai dan perubahan arah alur aliran serta menyempitnya lahan di pinggir
Sungai Batang Suliti (Sefiani et al. 2014).
Menurut Wardoyo et al. (1999) dalam Rani (2004), akibat penambangan
pasir secara fisik adalah sebagai berikut:
a. Perubahan bentang alam
Perubahan bentang alam merupakan dampak yang terlihat jelas, yakni adanya
lubang-lubang bekas galian.
b. Perubahan iklim mikro
Kegiatan penambangan pasir akan mengakibatkan perubahan arah angin,
kecepatan angin dan suhu.
c. Terganggunya habitat biologi
Perubahan lahan dan hilangnya vegetasi akan mengakibatkan terganggu dan
hilangnya habitat flora dan fauna.
d. Terganggunya jalur akuifer air tanah
Pemotongan bukit akan mengganggu jalur akuifer air tanah. Akuifer air tanah
merupakan sumber air tanah bagi masyarakat.
e. Berkurangnya produktivitas tanah
Penurunan kualitas tanah akibat hilangnya lapisan top soil akan mengakibatkan
kesuburan tanah berkurang.
Hasil penelitian Rani (2004) menunjukan bahwa kegiatan penambangan
pasir menurunkan kualitas tanah, hal ini terlihat dari peningkatan kadar pasir dan
penurunan kadar C-organik, N-total, Ca, Mg dan KTK pada lahan pasca tambang.
Kadar pasir di lahan pasca tambang tinggi yaitu sebesar 93%. Kadar C-organik dan
N-total di lahan pasca tambang tergolong rendah yaitu sebesar 0.35% dan 0.09%,
sedangkan kadar Ca, Mg dan nilai KTK di lahan pasca tambang secara nyata lebih
rendah dibandingkan dengan tanah asli yaitu sebesar 1.50 me/100 gr; 1.50 me/100
gr dan 2.38 me/100 gr. Produktivitas lahan berdasarkan produksi hijauan makanan
ternak per hektar pada lahan pasca tambang tergolong rendah yaitu sebesar 0.69
ton/ha. Hasil pengamatan analisis vegetasi menunjukan tidak ditemukan vegetasi
semai, tiang, pancang dan pohon di lahan pasca tambang, hanya terdapat tumbuhan
bawah yang sebagian besar terdiri dari jenis rumput-rumputan dan leguminosae.
Aktivitas penambangan galian golongan C berakibat pada kondisi air tanah
di daerah sepanjang aliran sungai yaitu warna air terlihat keruh, air terasa asam dan
bau amis, padahal air tanah di daerah Sungai Batang Suliti dimanfaatkan sebagai
sumber MCK oleh masyarakat (Sefiani et al. 2014). Tingkat pencemaran air di
kedua aliran sungai yang berhulu di kaki Gunung Galunggung yaitu Sungai
Cikunir dan Cibanjaran tidak layak untuk dipergunakan kegiatan mandi apalagi
untuk air minum. Pencemaran paling tinggi diakibatkan oleh limbah galian pasir
(Anonim 2014).
Erosi
Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian
tanah dari suatu tempat ke tempat lain (Arsyad 2006) akibat adanya erosive
transport agent seperti air dan angin (Nursa’ban 2006). Erosi merupakan gabungan

5
proses fisik dan kimia (Notohadiprawiro 1999) dimana tanah dihancurkan dan
kemudian dipindahkan ke tempat lain (Hardjowigeno 2010).
Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali. Namun,
kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna lahan yang buruk,
penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan,
kegiatan konstruksi/pembangunan yang tidak tertata dengan baik. Kerusakan yang
timbul akibat adanya erosi tanah yaitu penurunan kesuburan tanah dan
pendangkalan akibat proses sedimentasi, sehingga kedua akibat tersebut pada
akhirnya menjadi penyebab penurunan kualitas lahan di tempat berlangsungnya
erosi (Nursa’ban 2006).
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa penambangan
merupakan salah satu aktivitas manusia yang dapat menyebabkan erosi. Laju erosi
yang ditimbulkan penambangan pasir dapat dihitung berdasarkan rumus Universal
Soil Loss Equation (USLE). Beberapa penelitian untuk menduga besarnya laju
erosi karena penambangan pasir telah dilakukan. Ansahar (2005) menyatakan
bahwa laju erosi akibat penambangan pasir darat di Kota Tarakan sebesar 10.4
ton/ha/tahun. Hasil penelitian Dyahwanti (2007) di Gunung Sumbing, Kabupaten
Temanggung menunjukan bahwa dugaan besarnya erosi sekitar 87.553-202.828
ton/ha/tahun. Hasil penelitian Yudhistira (2008) di Gunung Merapi, Kabupaten
Magelang menyatakan bahwa dugaan besarnya erosi sekitar 259,909.471,118,628.8 ton/ha/tahun.
Penurunan Kualitas Air
Air merupakan sumberdaya alam yang diperlukan bagi hajat hidup orang
banyak. Pemanfaatan air untuk berbagai keperluan harus dilakukan secara
bijaksana. Berbagai kegiatan manusia seperti kegiatan pertanian, pertambangan,
penebangan hutan, industri, domestik dan lainnya menyebabkan semakin
menurunnya kualitas air. Kualitas air dapat menurun apabila ada komponen lain
yang masuk ke dalam air dan merubah komposisinya sehingga tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, baku mutu air
adalah ukuran batas atau kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar
terdapat di dalam air, tetapi air tersebut tetap dapat digunakan sesuai dengan
kriterianya. Klasifikasi dan kriteria mutu air dibedakan menjadi 4 (empat) kelas,
yaitu: 1). Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut, 2). Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut, 3). Kelas III, air yang peruntukannya dapat
digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut, 4). Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk mengairi pertanaman dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.

6
Total Suspended Solid (TSS)
Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak
terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari
partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil daripada sedimen
misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme dan
sebagainya. Padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar/cahaya ke dalam
air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis (Fardiaz 2003).
Zat padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia
yang heterogen dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal
dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan.
Penetrasi cahaya matahari ke permukaan dan bagian yang lebih dalam tidak
berlangsung efektif akibat terhalang oleh zat padat tersuspensi, sehingga
fotosintesis tidak berlangsung sempurna (Tarigan dan Edward 2003).
Menurut Bent et al. (2001), padatan tersuspensi total juga merupakan salah
satu unsur material dalam sedimen selain batuan, material biologi, endapan zat
kimia, kumpulan debu dan partikel sampah, tumbuhan, material daun, logam berat
dan unsur jejak. Beberapa sumber dan komposisi beberapa partikulat pencemar
yang umum berada di suatu perairan antara lain erosi tanah, lumpur merah dari
pabrik aluminium oksida, padatan dari pencucian batubara, lubang tanah liat,
kegiatan penimbunan sisa pengerukan, penyulingan pasir-pasir mineral dan pabrik
pencucian kerikil serta kegiatan-kegiatan lainnya (Koestoer 1995).
Partikel yang tersuspensi menyebabkan pendangkalan dan kekeruhan dalam
air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan organisme air lainnya memperoleh
makanan, mengurangi tanaman air melakukan fotosintesis, pakan ikan menjadi
tertutup lumpur, insang ikan dan kerang tertutup oleh sedimen dan akan
mengakumulasi bahan beracun seperti pestisida dan senyawa logam. Bagian bawah
sedimen akan merusak produksi pakan ikan (plankton), merusak telur ikan dan
membendung aliran sungai, danau, selat dan pelabuhan.
Persepsi Masyarakat
Persepsi adalah pengalaman seseorang tentang obyek, peristiwa atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan, dengan kata lain persepsi adalah memberikan makna pada
stimuli inderawi (Rakhmat 2001). Definisi lain dijelaskan oleh Thoha (2004),
persepsi memiliki makna sebagai suatu proses kognitif yang dialami dan dimiliki
oleh setiap orang dalam kaitannya dengan memahami informasi tentang
lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan
penciuman. Persepsi seringkali diartikan sebagai tanggapan dari suatu respon.
Menurut Hariyadi dan Setiawan (1995), persepsi tentang lingkungan adalah
interpretasi tentang suatu setting (lingkungan) oleh seseorang yang didasarkan
pada latar belakang budaya, nalar dan pengalamannya. Tiap individu mempunyai
persepsi lingkungan yang berbeda, namun dimungkinkan pula beberapa kelompok
individu mempunyai kecenderungan di dalam mempersepsikan makna sesuatu.
Berdasarkan uraian di atas, persepsi adalah tanggapan atau gambaran yang
ada dalam pikiran seseorang mengenai suatu obyek atau informasi yang
diterimanya. Secara khusus dalam penelitian ini, persepsi masyarakat dibatasi

7
sebagai tanggapan masyarakat mengenai perubahan kondisi sosial sebagai akibat
dari adanya kegiatan penambangan pasir. Hasil penelitian Ansahar (2005) terlihat
bahwa persepsi responden terhadap aktivitas penambangan pasir sebanyak 89.9%
tergolong persepsi rendah. Kondisi tersebut menggambarkan masih perlu
peningkatan persepsi masyarakat terhadap nilai lingkungan dari aktivitas
penambangan tersebut. Menurut Yudhistira (2008) persepsi responden tinggi
terhadap manfaat penambangan pasir sebanyak 46.3%.
Willingness to Pay (WTP)
Metode Contingent Valuation Method (CVM) didasarkan pada hak
kepemilikan. Jika individu yang ditanya tidak memiliki hak atas barang dan jasa
yang dihasilkan dari sumberdaya alam, maka pengukuran yang relevan adalah
Willingness to Pay (WTP). Konsep WTP atau kesediaan membayar menghasilkan
nilai ekonomi yang didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang
ingin mengorbankan barang atau jasa untuk memperoleh barang atau jasa lainnya.
Pengukuran dengan menggunakan konsep WTP ini dapat menerjemahkan
misalnya nilai ekologis ekosistem ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur
nilai moneter suatu barang dan jasa. WTP juga dapat diartikan sebagai maksimal
seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap
sesuatu (Fauzi 2006). Menurut Hanley dan Spash (1993), Willingness to Pay
adalah kesediaan individu untuk membayar terhadap suatu kondisi lingkungan atau
penilaian terhadap sumberdaya alam dan jasa alami dalam rangka memperbaiki
kualitas lingkungan. Metode ini banyak digunakan untuk mengestimasi nilai
sesuatu yang tidak diperjualbelikan di pasar. Hal yang dinilai dalam lingkungan
terdiri dari dua kategori yang berbeda, yaitu:
- Nilai preferensi masyarakat terhadap perubahan lingkungan, sehingga
masyarakat memiliki preferensinya dalam tingkat resiko yang dihadapi dalam
hidupnya, sehingga memunculkan keinginan untuk membayar (WTP) agar
lingkungan tidak terus memburuk.
- Sumberdaya alam dan lingkungan sebagai aset kehidupan memiliki nilai
instrinsik. Hal ini merupakan bentuk dari nilai ekonomi secara instrinsik
(intrinsic values) dari eksistensi SDA dan lingkungan.
Kelemahan dari metode ini adalah timbulnya bias yang dapat terjadi jika
muncul nilai overstate atau understate secara sistematis dari nilai sebenarnya
(Yunus 2005). Metode ini dikatakan mengalami bias bila nilai WTP yang
dihasilkan lebih rendah atau lebih tinggi dari nilai sebenarnya. Kelemahan lainnya
adalah masyarakat tidak membayar secara langsung dan sangat ditentukan oleh
variabel-variabel sosial ekonomi masyarakat (Ansahar 2005). Namun, metode ini
juga mempunyai kelebihan yaitu kapasitas CVM untuk menduga nilai bukan
manfaat (non-use value). Berkenaan dengan option price, setiap responden dapat
diberikan kisaran kemungkinan penawaran dan menanyakan nilai tawaran mereka
secara individu (Kardina 2005).
Ansahar (2005) meneliti WTP penambang pasir untuk mengganti kerusakan
lingkungan yang terjadi di Kota Tarakan, Propinsi Kalimantan Timur. Nilai WTP
rata-rata responden adalah Rp 1,695.65/ m3. Responden sebagian besar (29%)
bersedia membayar sebesar Rp 2,000.00/m3 tiap bulan.

8

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2014 di Desa
Linggajati, Tawangbanteng dan Gunungsari, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten
Tasikmalaya. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan penelitian terdiri dari peta (peta administrasi, peta tutupan lahan dan
peta kelas lereng), data primer (data fisik tanah, lubang galian, parameter air,
karakteristik responden, persepsi masyarakat, produktivitas pertanian dan
perikanan serta WTP) dan data sekunder (data perusahaan penambangan, curah
hujan, demografi, statistik dan profil wilayah) serta kuesioner. Alat yang
digunakan dalam penelitian terdiri dari kamera digital, alat rekam, pita ukur (50
meter), patok, cangkul, parang, kantong plastik, kertas label, soil ring sample,
GPS, jerigen, thermometer, hygrometer, software Arc Views 3.3 dan SPSS versi
22.
Pengumpulan Data
Data Primer
Data primer diperoleh melalui observasi dengan melakukan pengukuran dan
pengamatan langsung ke lapangan baik untuk lahan maupun air serta melalui
wawancara terhadap responden dengan menggunakan kuesioner dan wawancara
mendalam terhadap key person dimana sampel terdiri dari:
- Sampel Lahan
Sampel lahan berupa lubang galian sebanyak 3 buah pada kemiringan
lereng 8-15%, yaitu: A1, A2 dan A3; 3 buah pada kemiringan lereng 0-8%,
yaitu: B1, B2 dan B3 untuk analisis kerusakan lingkungan. Pada lubang galian
A1, A2 dan B1 diambil sampel tanahnya untuk analisis laju erosi yang mewakili
kondisi setelah penambangan sedangkan kondisi sebelum penambangan
diwakili sampel tanah Z yang diambil di luar lubang galian. Pengujian sampel
tanah meliputi tekstur, struktur, permeabilitas dan kandungan C-organik
dilakukan di Laboratorium Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman, Universitas
Padjadjaran.
- Sampel Air
Sampel air adalah air sungai Cibanjaran dan Cikunir. Sampel diambil pada
4 titik, 3 titik pada masing-masing sungai, yaitu: sebelum penambangan, dekat
lokasi penambangan dan setelah penambangan serta 1 titik di kolam milik
masyarakat yang menggunakan air sungai tersebut.
- Sampel Responden
Responden diambil secara purposive sampling. Sampel responden untuk
analisis kondisi sosial dan ekonomi sebanyak 100 orang yang terdiri dari 50 orang

9
penambang dan 50 orang bukan penambang serta 10 orang key person (aparatur
pemerintah, pemangku kepentingan dan tokoh masyarakat).
Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari studi literatur penelitian sebelumnya dan
referensi lain serta dari instansi yang terkait dengan penelitian antara lain Pos
Pengamatan Gunung Api Galunggung-Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi-Badan Geologi (Kementerian ESDM RI), Dinas Pertambangan dan
Energi, Kantor Lingkungan Hidup, Badan Pusat Statistik (BPS), Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tasikmalaya, Kantor Kecamatan
Sukaratu dan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
(BP4K) Kecamatan Sukaratu.
Analisis Data
Analisis Laju Erosi
Analisis laju erosi dilakukan pada lokasi Z1 dan Z2 yang mewakili kondisi
sebelum penambangan dan A1, A2 dan B1 yang mewakili kondisi setelah
penambangan. Penentuan laju erosi dihitung dengan menggunakan rumus
Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan
Smith (1978) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007). Rumus USLE adalah
sebagai berikut:

A = R × K × LS × C × P
keterangan:
A = banyaknya tanah tererosi (ton/ha/tahun)
R = faktor erosivitas hujan dan aliran permukaan (MJ mm/ha/jam/tahun)
K = faktor erodibilitas tanah (ton ha jam/MJ/mm/ha)
LS = faktor panjang dan kemiringan lereng
C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman
P = faktor tindakan konservasi tanah
Analisis Kerusakan Lingkungan
Kerusakan lingkungan penambangan dianalisis berdasarkan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 43 Tahun 1996 tentang Kriteria Kerusakan
Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C
Jenis Lepas di Daratan sebagaimana Lampiran 2. Kriteria kerusakan lingkungan
yang diindikasikan dengan kerusakan lahan bekas penambangan dilihat dari aspek
fisik dan hayati lingkungan yang terdiri dari:
a. Topografi yang diukur adalah lubang galian (kedalaman dan jarak dari batas
SIPD), dasar galian (perbedaan relief) dan dinding galian (tebing dan dasar
teras).
b. Tanah yang diukur adalah ketinggian tanah yang dikembalikan sebagai
penutup.
c. Vegetasi yang diukur adalah presentase tutupan tanaman (tanaman budidaya,
tahunan, lahan basah, lahan kering/rumput).

10
Scoring atau pemberian nilai dilakukan pada setiap indikator (Hasan 2006),
terdiri dari nilai 1 untuk yang sesuai kriteria dan nilai 0 untuk yang tidak sesuai
kriteria, kemudian rata-rata nilainya dikategorikan sebagai berikut: 0-0.33
(rendah), 0.34-0.67 (sedang) dan 0.68-1.00 (tinggi).
Analisis Paramater Total Suspended Solid (TSS)
Sampel air dianalisis di Laboratorium Badan Pengendalian Lingkungan
Hidup (BPLH) Kabupaten Ciamis. Hasil analisis tersebut kemudian dibandingkan
dengan baku mutu perairan sesuai peruntukannya berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Analisis Persepsi Masyarakat terhadap Perubahan Kondisi Sosial
Persepsi masyarakat dilihat dari pandangan, pemahaman dan pendapat
responden terhadap akibat penambangan pasir. Penambangan pasir menyebabkan
terjadinya perubahan kondisi sosial seperti status sosial (tingkat kesejahteraan),
pola hidup dan budaya serta konflik sosial. Persepsi masyarakat terhadap
perubahan kondisi sosial tersebut bisa positif maupun negatif.
Metode untuk menganalisis persepsi masyarakat adalah dengan
menggunakan skala likert. Menurut Sugiyono (2011), skala likert merupakan
metode pengukuran yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Jawaban dari setiap
pertanyaan dengan menggunakan skala likert adalah pilihan Sangat Tidak Setuju
(STS)/Tidak Setuju (TS)/Ragu-ragu (R)/Setuju (S)/Sangat Setuju (SS) dengan
dengan skor 1, 2, 3, 4 dan 5. Rata-rata skor diinterpretasikan dengan kategori: 11.7 (Sangat Tidak Setuju), 1.8-2.5 (Tidak Setuju), 2.6-3.3 (Ragu-ragu), 3.4-4.1
(Setuju) dan 4.2-5 (Sangat Setuju) dengan rumus sebagai berikut:
Skor rata − rata =

n
j=1 wij

n

keterangan:
wij = skor jawaban responden j
j
= responden ke j
n = jumlah responden (50 orang penambang dan 50 orang masyarakat)

Analisis Biaya Manfaat Penambangan Pasir
Perhitungan nilai ekonomi akibat penambangan pasir dilakukan dengan
analisis biaya dan manfaat. Biaya dan manfaat yang dilihat adalah biaya dan
manfaat sosialnya karena menyangkut kepentingan masyarakat banyak. Rumus
dasar dalam analisis biaya dan manfaat adalah sebagai berikut:

11
t

NPV =
t=0

(Bt − Ct)
(1 + r)t

t=n
t=0

BCR =
t=n
t=0

Bt
1+r
Ct
1+r

t
t

keterangan :
Bt = seluruh manfaat yang diperoleh dengan adanya penambangan (rupiah)
Ct = seluruh
biaya
yang
timbul
akibat
adanya
penambangan
(kerugian/hilangnya manfaat) (rupiah)
r
= tingkat suku bunga bank (%)
n
= interval waktu (tahun)
Analisis Kesediaan Membayar atau Willingness to Pay (WTP)
Kesediaan membayar atau Willingness to Pay (WTP) merupakan salah satu
indikator yang dapat digunakan untuk menilai preferensi penambang manual
sebagai bentuk kompensasi terhadap perbaikan lingkungan. Data WTP diambil
melalui survey langsung untuk mengetahui seberapa besar kemauannya untuk
membayar yang dinyatakan dalam nilai uang.
Setiap responden diberikan kebebasan untuk menyatakan nilai yang
sanggup dibayarkan. Kemudian jawaban semua responden dirata-ratakan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

keterangan:
EWTP = nilai rata-rata WTP
Wt
= nilai batas atas-batas bawah kelas WTP
Pft
= frekuensi relatif kelas yang bersangkutan
n
= jumlah kelas
i
= kelas ke-i
Setelah itu, dilakukan perhitungan WTP total. WTP total digunakan untuk
mengetahui besarnya WTP penambang secara keseluruhan. WTP total dilakukan
dengan mengalikan nilai rata-rata WTP dengan jumlah penambang manual.
Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP dapat diketahui dengan melakukan
analisis regresi logistik. Regresi logistik merupakan suatu analisis regresi yang
didasarkan pada pilihan responden, dalam hal ini adalah bersedia atau tidaknya
untuk membayar, sehingga hasil akhirnya adalah probabilitas untuk berpartisipasi
dalam pengelolaan lingkungan ke depan. Analisis regresi logistik dilakukan
dengan menggunakan software SPSS versi 22. Rumus regresi logistik adalah
sebagai berikut:

12

Pi (y = ⃓ Xi) =

eβ +β X1+β X2+β X3+β X4
1 + eβ +β X1+β X2+β X3+β X4

keterangan:
Pi
= peluang responden dengan y = 1 (jawaban ya bersedia membayar)
ß0 = konstanta
ß1, ß2, ß3, ß4, ß5 = koefisien regresi
X1 = umur (tahun)
X2 = tingkat pendidikan, terdiri dari 2 (dua) kategori, yaitu:
(1) tamat SD, (2) tamat SLTP
X3 = hasil tambang (m3/hari), terdiri dari 3 (tiga) kategori, yaitu:
(1) ≤0.5 m3/hari, (2) >0,5-1 m3/hari dan (3) >1 m3/hari
X4 = banyaknya tanggungan keluarga (orang)
e
= eksponensial

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Keadaan Geografis
Kecamatan Sukaratu merupakan salah satu kecamatan yang berada di
wilayah administrasi Kabupaten Tasikmalaya. Batas-batas administratif kecamatan
ini adalah sebagai berikut:
- Sebelah Utara
: Kecamatan Cisayong
- Sebelah Timur
: Kecamatan Cisayong dan Kota Tasikmalaya
- Sebelah Selatan : Kecamatan Padakembang, Singaparna dan Leuwisari
- Sebelah Barat
: Kecamatan Cigalontang
Kecamatan ini memiliki luas wilayah 3,348.66 Km2 dan terdiri dari 8
(delapan) desa, yaitu: Linggajati, Sinagar, Sukaratu, Indrajaya, Sukagalih,
Sukamahi, Gunungsari dan Tawangbanteng. Desa yang mempunyai wilayah
terluas adalah Desa Linggajati dan desa dengan wilayah terkecil adalah Desa
Sukagalih.
Pada tahun 1982, Gunung Galunggung yang berada di Kecamatan
Sukaratu meletus. Letusan Gunung Galunggung ini yang menyebabkan lahan
menjadi subur karena mengandung abu vulkanik, selain itu menyebabkan
Kecamatan Sukaratu mempunyai potensi sumberdaya pasir yang bernilai ekonomi.
Topografi Kecamatan Sukaratu mulai dari dataran rendah sampai lereng
gunung dengan kemiringan antara 5% sampai dengan 45%, semakin ke arah barat
topografi wilayah semakin curam. Ketinggian rata-rata wilayah adalah 596 meter
di atas permukaan laut.
Curah hujan selama kurun waktu 10 tahun terakhir di Kecamatan Sukaratu
termasuk tinggi yaitu di atas 2,500 mm/tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada
tahun 2010 sebesar 6,388.50 mm dan terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar
2,663.00 mm. Curah hujan rata-rata selama 10 (sepuluh) tahun terakhir sebesar
3,616.75 mm. Data curah hujan dari tahun 2004 sampai dengan 2013 disajikan
pada Gambar 2 dan Lampiran 3.

13

Gambar 2 Curah hujan dari tahun 2004-2013
Keadaan suhu di suatu tempat tergantung pada tinggi rendahnya tempat
tersebut dari permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Suhu di Kecamatan
Sukaratu antara 18oC sampai dengan 32oC. Kelembaban udara berkisar antara 60%
sampai dengan 70%.
Keadaan Geologi dan Morfologi
Kecamatan Sukaratu mempunyai satu gunung api aktif yang terkenal yaitu
Gunung Galunggung dengan ketinggian 2,368 meter di atas permukaan laut.
Gunung Galunggung merupakan salah satu gunung berapi tipe strato (gunung api
mirip kerucut) di Pulau Jawa yang masih aktif.
Di dalam pembagian fisiografi Jawa Barat, Gunung Galunggung termasuk
di dalam zona gunung api kuarter yang terbentuk di bagian tengah daerah Jawa
Barat. Gunung Galunggung dibagi dalam tiga satuan morfologi, yaitu: Kerucut
Gunung Api, Kaldera dan Perbukitan Sepuluh Ribu. Formasi geologi Kecamatan
Sukaratu disusun oleh batuan gunung api muda dan breksi Gunung Api
Galunggung (BNPB 2009).
Penggunaan Lahan
Sebagian besar jenis tanah di Kecamatan Sukaratu termasuk pasir
berlempung dan hampir keseluruhan lahan cukup subur, hal ini dikarenakan
seluruh wilayah kecamatan ini terkena letusan Gunung Galunggung pada tahun
1982. Lahan yang subur tersebut sangat sesuai untuk pertanian. Lahan yang
digunakan untuk pertanian baik sawah maupun bukan sawah sebesar 45.28% dan
lahan bukan pertanian sebesar 54.72%. Penggunaan lahan di Kecamatan Sukaratu
tahun 2013 sebagaimana Tabel 1.

14
Tabel 1 Penggunaan lahan di Kecamatan Sukaratu tahun 2013
Jenis penggunaan lahan
Lahan sawah
Irigasi Teknis
Irigasi ½ teknis
Irigasi sederhana
Irigasi non PU
Tadah hujan
Lahan bukan sawah
Tegal/kebun
Ladang/huma
Hutan rakyat
Kolam/empang
Padang penggembalaan
Lainnya
Lahan bukan pertanian
Permukiman
Hutan negara
Lainnya
Jumlah

Luas lahan (ha)

Presentase (%)

1,840
62
1,243
58
410
67
747
123
26
96
242
10
250
3,126
48
2,986
92

32.21
1.09
21.76
1.02
7.18
1.17
13.08
2.15
0.46
1.68
4.24
0.18
4.38
54.72
0.84
52.27
1.61

11,426

100.00

Sumber: BP4K Kecamatan Sukaratu (2013)

Keadaan Penduduk
Pada tahun 2013, jumlah penduduk Kecamatan Sukaratu sebanyak 48,439
orang. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan hampir seimbang yaitu 24,139
orang laki-laki atau sebanyak 49.83% dan 24,300 orang perempuan atau sebanyak
50.17%. Penyebaran penduduk tidak merata antara satu desa dengan desa lainnya.
Penduduk paling banyak tinggal di Desa Gunungsari yaitu sebanyak 10,074 orang,
sedangkan desa yang jumlah penduduk paling sedikit adalah Desa Linggajati
dengan penduduk berjumlah 4,478 orang. Kepadatan penduduk tertinggi di Desa
Sukagalih dengan kepadatan sekitar 24 orang/Km 2. Desa Linggajati mempunyai
wilayah terluas, namun jumlah penduduknya paling sedikit sehingga kepadatan
penduduknya paling kecil sekitar 6 orang/Km 2. Luas wilayah dan jumlah
penduduk masing-masing desa sebagaimana Tabel 2.
Tabel 2 Luas wilayah dan jumlah penduduk Kecamatan Sukaratu tahun 2013
Desa
Linggajati
Tawangbanteng
Sinagar
Gunungsari
Sukamahi
Sukagalih
Sukaratu
Indrajaya

Luas Wilayah
(Km2)

Jumlah Penduduk
(Orang)

781
320
467
492
263
199
499
327

4,478
6,848
5,802
10,074
4,921
4,774
6,393
5,149

Sumber: Kantor Kecamatan Sukaratu (2014)

Kepadatan Penduduk
(Orang/Km2)
6
21
12
20
19
24
13
16

15
Sektor pertanian menjadi sektor yang utama, sebagian besar penduduk
bermatapencaharian sebagai petani dan buruh tani. Penduduk yang
bermatapencaharian sebagai petani sebanyak 8,541 orang atau 31.13% dan yang
bermatapencaharian sebagai buruh tani sebanyak 10,944 orang atau 39.89%. Hal
ini didukung dengan kondisi lahan yang subur sehingga sesuai untuk bidang
pertanian. Data jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah penduduk Kecamatan Sukaratu berdasarkan mata pencaharian
tahun 2013
Desa
Linggajati
Tawangbanteng
Sinagar
Gunungsari
Sukamahi
Sukagalih
Sukaratu
Indrajaya

PNS

Petani

Buruh Peg,
Jasa
Pedagang Pengrajin Peternak
Tani Swasta
Angkt.

18
29
23
30
22
53
45
10

476
449
1,255
3,085
1,858
305
613
500

824
738
1,641
602
1,638
1,470
2,151
1,880

976
236
692
1,210
59
1,254
125
71

314
284
223
168
0
200
359
355

22
19
2
66
0
64
132
110

27
38
90
120
08
50
163
122

16
24
03
20
25
26
15
30

Sumber: Kantor Kecamatan Sukaratu (2014)

Gambaran Umum Kegiatan Penambangan Pasir
Setelah letusan Gunung Galunggung pada tahun 1982, kawasan ini
termasuk diantaranya Kecamatan Sukaratu memiliki potensi material pasir.
Sebelum masuknya pengusaha penambangan skala besar, kegiatan penambangan
pasir dilakukan oleh masyarakat secara manual. Pasir yang menutupi lahan-lahan
masyarakat dikeruk, kemudian digunakan untuk membangun rumah dan fasilitas
umum yang hancur akibat letusan Gunung Galunggung. Namun, lambat laun
masyarakat mulai melakukan penambangan pasir untuk kepentingan komersil. Ada
sebagian masyarakat yang membentuk kelompok-kelompok untuk melakukan
penambangan pasir dengan menggunakan peralatan sederhana. Kelompok
masyarakat melakukan penambangan pasir pada lahan yang disewa dan di
sepanjang aliran Sungai Cibanjaran dan Cikunir.
Seiring berjalannya waktu, mulai masuk beberapa investor yang
mendirikan perusahaan untuk menambang pasir. Eksploitasi terus dilakukan dan
semakin berkembang, bahkan sekitar tahun 1984-1985 dibangun jaringan jalan
kereta api dari dekat Stasiun Kereta Api Indihiang (Kampung CibungkulParakanhonje) ke check dam Sinagar sebagai jalur khusus untuk mengangkut pasir
dari Galunggung ke Jakarta. Pasir Galunggung mempunyai kualitas yang baik
sehingga dipergunakan sebagai bahan material bangunan dan jalan raya di kotakota besar seperti Jakarta dan Bandung.
Sebelum tahun 2000, perusahaan penambangan pasir masih melakukan
penambangan secara manual dengan sistem padat karya yang melibatkan
masyarakat sebagai karyawan. Namun setelah tahun 2000, perusahaan mulai
menggunakan alat-alat berat seperti back hoe untuk menambang pasir, sehingga
tidak banyak masyarakat yang dilibatkan sebagai karyawan. Perusahaan

16
penambangan pasir baik milik perseorangan maupun kelompok yang beroperasi di
Kecamatan Sukaratu disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Perusahaan penambangan pasir di Kecamatan Sukaratu
Nama Pemilik/Perusahan
H, Endang Abdul Malik
CV. Putra Mandiri
CV. Galunggung Mandiri
H. Dede Tatang S
Abud Sucipta

Lokasi
Blok Sayangkak (Desa Sinagar)
Blok Silung Gunung (Desa Linggajati)
Blok Gerewong (Desa Linggajati)
Blok Sibaju (Desa Linggajati)
Blok Lampingsari (Desa Linggajati)
Blok Ciponyo (Desa Linggajati)
Blok Gunung Malang (Desa Gunungsari)

Luas (ha)
4
3
3
5
5
1
1

Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tasikmalaya (2014)

Penambangan pasir yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat atau biasa
dinamakan juga dengan penambang manual masih tetap berjalan. Biasanya setiap
kelompok beranggotakan 8-10 orang. Mereka melakukan penambangan pasir di
Sungai Cibanjaran dan Cikunir dengan menggunakan peralatan sederhana seperti
ember, cangkul, sekop, linggis dan serokan. Pasir yang terdapat di tepi sungai
dapat diambil dengan cangkul dan sekop, akan tetapi pasir yang terdapat ditengah
sungai harus diambil dengan ember dan serokan, dimana penambang harus
merendamkan sebagian badannya untuk mengambil pasir tersebut. Pasir yang
diperoleh kemudian diangkat ke daratan dan dikumpulkan. Mereka bekerja selama
8 jam, dimulai dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. Pasir hasil
tambang tersebut kemudian dijual kepada pembeli yang datang langsung ke lokasi
dan hasilnya dibagi rata. Penambang manual memperoleh uang setiap hariny