Potensi Deposisi Asam di Wilayah Industri Kabupaten Tangerang dan Sekitarnya Menggunakan Chimere Model

POTENSI DEPOSISI ASAM DI WILAYAH INDUSTRI
KABUPATEN TANGERANG DAN SEKITARNYA
MENGGUNAKAN CHIMERE MODEL

DUWI KAERUNI ASIH

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Deposisi Asam
di Wilayah Industri Kabupaten Tangerang dan Sekitarnya Menggunakan Chimere
Model adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Duwi Kaeruni Asih
NIM G24100061

ABSTRAK
DUWI KAERUNI ASIH.Potensi Deposisi Asam di Wilayah Industri Kabupaten
Tangerang dan Sekitarnya Menggunakan Chimere Model. Dibimbing oleh ANA
TURYANTI danMAHALLY KUDSY.
Peningkatan aktivitas industri dan transportasi menjadi sumber polutan
dan berpotensi menurunkan kualitas udara. Salah satu dampak penurunan kualitas
udara adalah fenomena hujan asam.Salah satu indikator dari hal tersebut adalah
nilai konsentrasi gas pencemar SO 2 dan NO 2 yang dapat mendorong terjadinya
deposisi asam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi zat
pencemar udara (SO 2 dan NO 2 ) serta potensi keasaman air hujan di wilayah
Kabupaten Tangerang dan sekitarnya. Wilayah Tangerang adalah salah satu kota
yang berpotensi mengalami penurunan kualitas udara akibat banyaknya kawasan
industri serta padatnya kendaraan bermotor. Deposisi asam di wilayah ini
dianalisis menggunakan program Chimere Model. Hasil analisis menunjukkan

konsentrasi gas SO 2 dan NO 2 maksimum berturut-turut sebesar 27.50 μgm-3 dan
60 μgm-3. Nilai tersebut masih jauh di bawah nilai Baku Mutu yang diberlakukan
oleh pemerintah sebesar 60 μg m-3 untuk SO 2 dan 100 μg m-3 untuk NO 2 dalam 1
tahun pengukuran. Rata-rata fluks deposisi kering selama lima hari pengamatan
NO 2 sebesar 5.3525x1015 molekul cm-2 s-1dan SO 2 sebesar 3.7573 x1015 molekul
cm-2 s-1. Nilai rata-rata fluks deposisi basah NO 2 sebesar 0 molekul cm-2 s-1 dan
SO 2 sebesar 4.8553 x1010molekul cm-2 s-1. Hasil pendugaan pH hujan rata-rata di
wilayah kajian sebesar 4.6 yang menunjukkan potensi terjadinya hujan asam.
Kata kunci :Chimere Model, Deposisi Asam, SO 2 , NO 2, pH, Hujan Asam

ABSTRACT
DUWI KAERUNI ASIH .Potentialof Acid Deposition in Industrial Area
Tangerang and Surrounding Counties with Chimere Model. Supervised by ANA
TURYANTI and MAHALLY KUDSY.
Increased industrial activity and transportation become the sources of
pollutanand potentially degrade ambient air quality. One of the effect of air
quality degradation is acid rain phenomenon. Purpose of this study is to
determine the concentration of air pollutants (SO 2 and NO 2 )and its potential for
acid deposition. Tangerang is one of the cities that has the potential to decrease air
quality due to the many industrial areas as well as the density of the motor

vehicle. Potential acid deposition in this region were analyzed using Chimere
program model. The results showed concentrations of SO 2 maximum is27.50
ugm-3and NO 2 gases maximum is 60ugm-3. This value is far below the Indonesian
National Air Quality Standard of 60 ugm-3for SO2 and 100 ugm-3for NO 2 in
365ugm-3. The average of NO 2 dry deposition fluxes in the five observation days
is 5.3525x1015 molecule cm-2 s-1 and SO 2 is 3.7573 x1015 molecule cm-2 s-1. While

the average value of NO 2 wet deposition fluxes is 0 molecule cm-2 s-1 and SO 2 is
4.8553x1010moleculecm-2 s-1. Estimated pH of rain on average in the study area
is4.6, that indicate acid rain.
Keyword : Chimere Model , Acid Deposition, SO 2 , NO 2, pH, Acid rain

POTENSI DEPOSISI ASAM DI WILAYAH INDUSTRI
KABUPATEN TANGERANG DAN SEKITARNYA
MENGGUNAKAN CHIMERE MODEL

DUWI KAERUNI ASIH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Potensi Deposisi Asam di Wilayah Industri Kabupaten Tangerang
dan Sekitarnya Menggunakan Chimere Model
Nama
: Duwi Kaeruni Asih
NIM
: G24100061

Disetujui oleh

Ana Turyanti, SSi MT

Pembimbing I

Dr IrMahally Kudsy, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Tania June, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam dihaturkan atas tauladan umat, Nabi Muhammad
SAW. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai September
2014 ini berjudul Potensi Deposisi Asam di Wilayah Kawasan Industri
Kabupaten Tangerang dan Sekitarnya Menggunakan Chimere Model.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Ana Turyanti, SSi MT dan Bapak Dr Ir Mahally Kudsy, MSc sebagai
dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, mengarahkan
dan memberikan saran serta kritik sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
2. Ibu Dr Tania June, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan kritik dalam perbaikan skripsi ini.
3. Dosen- dosen GFM yang memberikan banyak pembelajaran kepada
penulis.
4. Bapak Rudi Setiawan yang selalu memberikan waktunya untuk membantu
dalam pengumpulan data penelitian yang diperlukan.
5. Ibu Puji Lestari pihak Stasiun Meteorologi Curug Budiarto Tangerang atas
bantuan data yang telah diberikan guna dalam penyelesaian tugas.
6. Sentot Kaerun (Bapak) , Sri Murtasih (Mama), Mbak Eka Kaeruni Asih
(Kakak), Mas Rifqi Ridlo Phahlevy, berserta seluruh keluarga besar atas
kasih sayang, perhatian, bimbingan, bantuan doa, dan dorongan semangat
untuk terus berjuang menyelesaikan tugas ini.
7. Khariza Dwi Sepriani dan Rony Hutapea satu tim bimbingan yang samasama berjuang dari awal sampai kita sarjana.
8. Ismail Hasbi Ash Shiddiqy atas doa, semangat, dan nasihatnya.
9. Uni, Pipit, Deti, Shailla, Anggi, Em, Lira, Ilmina, Dewi Sul, Aji, Givo,
Haikal, Ryan atas bantuan serta doanya dalam penyelesaian penelitian

ini.
10. GFM 47, 48, dan kakak-kakak 46 atas kenangan manis selama belajar di
GFM.
11. Pak Udin, Pak Pono, Pak Azis, Pak Nandang, Bu Wanti, Bu Uti dan staf
di GFM lainnya atas bantuan dan doanya.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah membalas semua
kebaikan yang telah diberikan. Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.
Bogor, Januari 2015
Duwi Kaeruni Asih

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2


Pencemaran Udara

2

Deposisi Asam

5

METODE

10

Bahan

10

Alat

10


Prosedur Analisis Data

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

13

Kondisi Iklim Wilayah Kajian

13

Sebaran Konsentrasi SO 2 dan NO 2 Hasil Chimere Model

14

Sebaran Deposisi Asam dan Hasil Dugaan pH Air Hujan

20


SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

35

DAFTAR TABEL
1 Konstanta dan konstanta equilibrium persamaan Henry dalam 288 K
(15oC)
2 Rata-rata fluks deposisi NO 2 dan SO 2 (molekul cm-2 s-1) wilayah
kajian hasil Chimere model
3 Nilai konsentrasi (C) SO 2 dan pH di lima hari pengukuran

11
22
23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Sumber serta proses terjadinya deposisi asam (basah dan kering)
Peta Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang
Diagram tahap penelitian
Curah hujan bulanan rata-rata wilayah kajian tahun 2009-2013
Kecepatan dan arah angin wilayah kajian menggunakan WindRose
(WRPlot) (a). musim kemarau; (b). musim hujan
Kondisi tertinggi sebaran konsentrasi emisi SO 2 dan pola angin
Fluktuasi konsentrasi maksimum SO 2 selama periode pengamatan
Kondisi tertinggi sebaran konsentrasi emisi NO 2 dan pola angin
Fluktuasi konsentrasi maksimum NO 2 selama periode pengamatan
Kondisi hari kelima sebaran konsentrasi SO 2 (μg m-3) di wilayah kajian
Kondisi hari kelima sebaran konsentrasi NO 2 (μg m-3) di wilayah
kajian
Pola sebaran konsentrasi SO 2 dan NO 2 di lima hari pengamatan di
Kabupaten Tangerang dan sekitarnya
Sebaran deposisi kering oleh NO 2 di Kabupaten Tangerang dan
sekitarnya
Sebaran deposisi kering oleh SO 2 di Kabupaten Tangerang dan
sekitarnya
Sebaran deposisi basah oleh SO 2 di Kabupaten Tangerang dan
sekitarnya
Tingkat keasaman (pH) air hujan di wilayah kajian pada setiap
perulangan dalam lima hari pengukuran

7
9
12
13
14
14
15
16
17
19
19
19
20
21
21
23

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Sebaran konsentrasi emisi gas SO 2 (μg m-3) hasil output Chimere
Sebaran konsentrasi emisi gas NO 2 (μg m-3) hasil output Chimere
Contoh perhitungan menentukan pH air hujan
Hasil perhitungan pH

27
30
33
34

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan fisik kotamendorong peningkatan kandungan pencemar
udara. Contohnya adalah emisiasap kendaraan bermotor serta asap cerobong dari
berbagai kegiatan industri. Konsekuensi dari hal tersebut adalah besarnya zat
pencemar yang tersebar di udara yang akan berpengaruh terhadap proses-proses
fisik dan kimia diudara, salah satunya adalah deposisi asam.
Deposisi asam adalah turunnya atau mengendapnya asam dari atmosfer ke
bumi. Proses ini terdiri dari dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah .
Deposisi basah biasa disebut juga dengan hujan asam. Hujan dikatakan bersifat
asam apabila memiliki pH di bawah 5.6 (Manahan 2005). Deposisi membuat
udara di atmosfer mengandung senyawa asam yang biasanya berupa asam sulfat
(H 2 SO 4 ) dan asam nitrat (NHO 3 ). Asam sulfat berasal dari gas SO 2 dan asam
nitrat berasal dari gas NOx.
SO 2 merupakan senyawa sulfur yang banyak diemisikan oleh aktivitas
industri terutama yang menggunakan bahan bakar fosil. NOx merupakan senyawa
nitrogen yang menjadi indikator tingkat kepadatan lalu lintas (sumber
transportasi). Sumber-sumber tersebut menjadi sumber pencemar utama di
wilayah industri seperti Kabupaten Tangerang dan sekitarnya yang memiliki
banyak industri dan kepadatan transportasi yang tinggi. Oleh karena itu perlu
pengkajian lebih mendalam terhadap permasalahan pencemaran udara, terutama di
wilayah-wilayah yang berpotensi seperti wilayah industri dan perkotaan.
Berdasar data BMKG bulan September 2014 keasaman hujan di
Tangerang berkisar 4. Angka tersebut sudah menunjukkan hujan asam. Maka
perlu dilakukan monitoring kualitas udara di sekitar wilayah industri tersebut
untuk melihat potensi deposisi asam. Salah satu metodenya adalah dengan
menggunakan softwareChimere Modelyang merupakan salah satu model untuk
mengetahui kondisi atmosfer secara global terutama kondisi kimia atmosfer.
Besar konsentrasi yang menyebar di wilayah kajian dapat digunakan dalam
pendugaan pH air hujan untuk melihat potensi terjadinya hujan asam yang dapat
dilakukan melalui pendekatan Hukum Henry.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mempelajari konsentrasi NO 2 dan SO 2 di udara ambienkawasan
Kabupaten Tangerang dan sekitarnya menggunakan Chimere Model.
2. Menganalisis potensi deposisi asam yang terjadi di kawasan Kabupaten
Tangerang dan sekitarnya.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran Udara
Pengertian Pencemaran Udara
Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang
mengelilingi bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan
(Fardiaz 1992).Kondisi yang tidak konstan tergantung pada keadaan suhu udara,
tekanan udara, dan lingkungan sekitarnya. Perubahan konsentrasi gas-gas dalam
udara ini terjadi karena penggunaanya oleh makhluk hidup atau karena perubahan
kondisi alam. Hal ini dikenal dengan pencemaran udara. Menurut Peraturan
Pemerintah RI No.41 tahun 1999, pencemaran udara adalah masuknya atau
dimasukannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh
kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.

Sumber dan Jenis Pencemaran Udara
Pencemaran udara disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor alami
yaitu dari abu letusan gunung berapi, pembusukan bahan organik, dan sebagainya,
serta faktor aktivitas manusia, salah satunya akibatnya makin bertambahnya
jumlah penduduk serta aktivitas industri dan penggunaan kendaraan bermotor
yang semakin meningkat. Sesuai dengan Sutamihardja (1983) bahwa secara
umum sumber pencemar dikelompokkan dalam dua jenis yaitu sumber bergerak
misalnya transportasi dan sumber tidak bergerak (stasioner) seperti industri dan
pemukiman. Hal ini berpotensi menambah jumlah konsentrasi zat pencemar udara
di atmosfer. Sedangkan Nababan (1989), sumber polusi dapat dikelompokkan
dalam tiga golongan, yaitu: gesekan permukaan seperti menggergaji, menggali,
gesekan (gosokan) dari beberapa material seperti aspal, tanah, besi, dan kayu yang
membuang partikel padat ke udara. Penguapan bahan yang mudah menguap,
misalnya: bensin, minyak cat, dan uap yang dihasilkan oleh industri logam kimia
dan ban. Pembakaran, seperti pembakaran bahan bakar fosil, batubara, dan
pembakaran hutan. Selain sumber yang menjadi faktor terjadinya pencemaran
udara, terdapat juga faktor meteorologis yang mempengaruhi polusi udara yaitu
angin, turbulensi, stabilitas atmosfer, inversi, hujan, kabut, dan radiasi surya
(Vesilindet al. 1994).
Menurut Pandiaet al. (1995) bahan pencemar udara dapat dikelompokkan
berdasarkan jenisnya sebagai berikut:
1. Senyawa kimia, semua yang merupakan senyawa kimia baik organik maupun
anorganik yang berupa gas-gas baik dalam jumlah besar maupun kecil.
2. Partikel, semua yang berupa debu padat maupun titik air dengan ukuran yang
kecil sehingga dapat melayang di udara seperti aerosol (asap dan kabut), debu,
dan fume.
Bahan pencemar dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam antara
lain adalah sulfur oksida (SO 2 dan SO 3 ), nitrogen oksigen (N 2 O, NO, NO 2 ),

3
senyawa inorganik lain (H 2 S, NH 3 , asam sulfat, asam nitrat) (Miller 1992). Dari
beberapa bahan pencemar udara terdapat jenis bahan pencemar yang memiliki
tingkat bahaya paling tinggi yaitu CO, SO 2 , dan NOx.

Senyawa Sulfur dioksida (SO 2 )
Sulfur di atmosfer sebagian besar terdiri dari H 2 S, SO 2 , dan SO 3 . Sumber
alami sulfur di atmosfer adalah evaporasi percikan air laut, erosi debu dari tanah
kering yang mengandung sulfur, uap letusan gunung berapi, emisi H 2 S secara
biogenik, dan persenyawaan organik yang mengandung sulfur. Sedangkan dari
antropogenik, sulfur dibentuk dari pembakaran bahan bakar fosil (Tolgyessy
1993). Gas SO 2 berbau tajam tetapi tidak berwarna yang menetap di udara
kemudian bereaksi dan membentuk partikel-partikel halus dan zat asam.
Penambahan gas SO 2 di atmosfer dapat menambah keasaman air hujan, karena
walaupun konsentrasinya di udara lebih kecil daripada CO 2 , namun kelarutan dan
konstanta kesetimbangan SO 2 lebih besar daripada CO 2 . Selain itu
H 2 SO 3 merupakan asam yang lebih kuat daripada H 2 CO 3 sehingga dalam
konsentrasi yang kecil sekalipun SO 2 mempengaruhi keasaman air hujan
(Brimblecombe 1986).
Sulfurdioksida sebagai bahan pembentuk asam sulfat yang diperoleh dari
proses pembakaran bahan bakar fosil dan melalui reaksi H 2 S dengan oksigen.
Emisi komponen sulfur ke atmosfer dapat diimbangi pemanfaatannya oleh
tanaman maupun mekanisme pembersihan atmosfer seperti hujan (Strahler 1975).
Konsentrasi sulfur di atmosfer enam kali lebih banyak larut dalam air hujan
sebagai mekanisme pembersihan dibanding pemanfaatan oleh tanaman.
Secara umum, proses pembentukan gas sulfur oksida hasil pembakaran
bahanbakar fosil mengikuti mekanisme reaksi sebagai berikut :
S + O 2  SO 2 ………….. (1)
2 SO 2 + O 2 2 SO 3 ………...

(2)

Hasil dari pembakaran ini jumlah SO 2 selalu akan lebih besar dari jumlah
SO 2 , karena pembentukan SO 2 sangat dipengaruhi oleh kondisi reaksi seperti
suhu dan jumlah O 2 , dan biasanya tidak lebih dari 10% jumlah pembentukan gas
Sulfur oksida. Meskipun pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia merupakan
salah satu sumber emisi SO 2 ke udara, namun diperkirakan jumlah emisi ini
hanya sepertiga dari total emisi SO 2 yang ada. Penyumbang terbesar dari
polutan ini adalah berasal dari aktivitas alam seperti dari letusan gunung berapi
yang menghasilkan gas H 2 S. Melalui proses oksidasi di udara, selanjutnya gas
H 2 S ini berubah menjadi gas SO 2 .
SO 2 terdapat di alam secara normal pada konsentrasi 0.3 – 1 ppm,
sedangkan keberadaannya cepat hilang karena sangat reaktif. Kandungan SO 3
selalu di bawah 1/80 -1/40 dari kandungan SO 2 . SO 3 di atmosfer segera bereaksi
dengan H 2 O membentuk H 2 SO 4 . SO 2 di atmosfer bereaksi dengan oksigen untuk
membentuk SO 3 (yang merupakan polutan sekunder) mengikuti reaksi berikut:
SO 2 + O + M  SO 3 + M ……….. (3)

4
M berperan sebagai katalis. Reaksi ini berjalan lambat, tetapi dapat dipercepat
dengan adanya uap air. Konversi SO 2 menjadi SO 3 dapat juga dikatalis oleh
logam dari abu yang bertebaran dan tersuspensi di dalam asap. Reaksi yang terjadi
dengan ferrioksida sebagai katalis:
SO 2 + ½ O 2  SO 3 …………….

(4)

Ketika malam hari dan dalam kondisi kelembaban tinggi, SO 2 diserap dalam air
yang jatuh dan oksidasi terjadi dalam fase cair. Sedangkan pada siang hari,
dimana kelembaban rendah, oksidasi SO 2 terjadi dengan kehadiran nitrogen
oksida atau hidrokarbon (Nurmalan dalam Nababan 1989).

Senyawa Nitrogen dioksida (NO 2 )
NOx juga merupakan salah satu gas pencemar yang dijumpai pada
lingkungan udara perkotaan terutama dihasilkan dari proses pembakaran pada
suhu sangat tinggi. NOx adalah gambaran jumlah konsentrasi zat oksidan yaitu
nitrogen oksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO 2 ). NO 2 dapat dijumpai di
atmosfer dan hujan asam. Senyawa ini menghasilkan asam nitrat ketika bereaksi
dengan air.NOx termasuk polutan kiteria yang diemisikan dari berbagai sumber di
suatu kawasan terutama sektor transportasi yang menyumbang sebesar 69% di
perkotaan, diikuti industri dan rumah tangga (Soedomo 1991).Ada tujuh
kemungkinan hasil reaksi bila nitrogen bereaksi dengan oksigen, antara lain
adalah NO, NO 2 , N 2 O, N 2 O 3 , N 2 O 4 , N 2 O 5 , dan NO 3 . N 2 O, NO, dan NO 2
merupakan zat hasil reaksi dengan jumlah yang cukup banyak dan menjadi
perhatian dalam pencemaran udara hanyalah NO dan NO 2 . Kadar NO 2 di dalam
NOx sekitar 10% (Pitts 1986).
Sifat gas NO 2 adalah berwarna merah kecoklatan dan berbau tajam
menyengat hidung. Sedangkan gas NO tidak berwarna dan tidak berbau dapat
mencemari udara tetapi secara visual sulit diamati. Udara yang mengandung gas
NO dalam batas normal relatif aman dan tidak berbahaya, kecuali jika gas NO
berada dalam konsentrasi tinggi. Sifat toksik gas NO 2 empat kali lebih kuat dari
pada NO. Nitrogen oksida (NO x ) yang terjadi ketika panas pembakaran yang
menyebabkan bersatunya oksigen dan nitrogen yang terdapat di udara. Setelah
bereaksi di atmosfer, zat ini akan membentuk partikel-partikel nitrat halus dan
ketika bergabung dengan air di awan akan membentuk asam.
Konsentrasi NO dan NO 2 di udara bersih sebesar 0.2 – 2 ppb dan 0.5 – 4
ppb (Nurmalan 1998). NO x dapat dibentuk secara bersamaan dari pembakaran
pada suhu tinggi dengan reaksi:
N 2 + x O 2  2 NO x ......................
(5)
Seperti terlihat dalam reaksi yang dapat dibalikan tersebut, spesifikasi oksida
tergantung pada oksigen yang tersedia dan temperatur (Sellers 1984). Proses
pembakaran merupakan sumber utama kehadiran NO di atmosfer, baik emisi dari
pusat tenaga industri, perumahan, dan transportasi. NO di atmosfer akan
dioksidasi menjadi NO 2 pada kondisi normal dengan kehadiran oksigen. Selain itu
dengan menggunakan katalis dan kehadiran ozon maka reaksi NO menjadi NO 2
juga dapat terjadi.

5
NO + O 3  NO 2 + O 2 ..................... (6)
NO + O + X  NO 2 + X ...................... (7)
Adanya unsur oksigen hasil dissosiasi dari ozon akan beraksi dengan gas
N 2 dengan bantuan katalis dan menghasilkan gas NO 3 . Kemudian nitrogen
trioksida ini akan bereaksi dengan gas NO 2 dan menghasilkan gas N 2 O 5 .
O 3  O 2 + O ............................
NO 2 + O + X  NO 3 + X .......
NO 2 + NO 3  N 2 O 5 ................

(8)
(9)
(10)

Dengan kehadiran udara yang lembab, maka terbentuk asam nitrat :
N 2 O 5 + H 2 O  2HNO 3 ............

(11)

Menurut Kennedy (1982) asam nitrit selanjutnya bereaksi dalam atmosfer yang
terpolusi membentuk nitrat.

Deposisi Asam
Pengertian Deposisi Asam
Bentuk presipitasi yang mengandung polutan SO 2 , NO 2 , dan HNO 3 , dapat
mendorong pembentukan asam sulfat (H 2 SO 4 ) dan asam nitrat (NHO 3 ) yang
membuat pH air hujan kurang dari (≤) 5.60 terutama karena pengaruh gas SO 2
dan NOx (Nababan 1989). Sumber zat SO 2 dan NOx itu sendiri dapat berasal dari
alam dan dapat juga karena aktifitas manusia. Menurut Aly dan Faust (1981)
keasaman air hujan ditentukan oleh 60- 70% H 2 SO 4 dan 30- 40% HNO 3 .
Deposisi asam terdiri dari 2 jenis yaitu deposisi kering dan basah. Deposisi
kering adalah peristiwa terkenanya benda dan molekul hidup oleh asam yang ada
dalam udara atau transfer langsung dari gas-gas dan partikel-partikel asam yang
ada di atmosfer. Daerah yang mengalami deposisi kering biasanya mempunyai ciri
lalu lintas yang padat serta udara yang tercemar dari pabrik. Jenis gas sulfur yang
diendapkan adalah SO 2 , dari nitrogen adalah NO 2 , HNO 3 , dan peroksiasetil nitrat
(PAN). NOx lebih cepat dioksidasi menjadi nitrat daripada SO 2 menjadi sulfat,
maka SO 2 lebih penting sebagai komponen deposit kering yang diendapkan dalam
jumlah besar (Graham and Trotman 1983).
Depoisi basah terjadi apabila asam di dalam udara larut ke dalam butirbutir air di awan, jika kemudian turun hujan dari awan itu, air hujannya akan
bersifat asam. Jenis senyawa yang diendapkan dalam jumlah besar adalah asam
sulfat (H 2 SO 4 ) dan asam nitrat (HNO 3 ) yang dilarutkan melalui medium air dan
dibawa menuju permukaan bumi melalui presipitasi (Naibaho dan Kumalawati
1998). Pengendapan proses deposit basa ini terjadi atas dua proses yaitu rain out
dan wash out.

6
Proses Pembentukan Hujan Asam
Hujan asam adalah suatu kondisi dimana tingkat keasaman air hujan
memiliki pH dari batas tertentu. Negara industri seperti Amerika, Eropa, dan
Kanada menggunakan nilai pH 5.6 sebagai batas kondisi hujan asam, artinya bila
air hujan memiliki pH kurang dari 5.6 maka air hujan tersebut dikatakan sebagai
hujan asam (Haines 1982). Keasaman suatu zat cair seperti air hujan ditentukan
olej adanya kandungan ion hidrogen (H+). Siklus yang terjadi di atmosfer ini
dimulai dengan pembentukan unsur atau emisi gas-gas polutan yang berasal dari
sumber pencemar ke atmosfer. Kemudian di atmosfer akan terjadi proses kimiawi
dan selanjutkan akan jatuh ke permukaan bumi bersama air hujan.
Reaksi yang terjadi membentuk asam-asam yang mengakibatkan deposisi
asam sebagaimana terlihat pada persamaan reaksi (12) dan (13).
SO 2 + ½ O 2 + H 2 O  2 H+ + SO 4 2- (aq) …………..
2 NO 2 + 1/2 O 2 + H 2 O  2 (H+ + NO 2 ) (aq)
………

(12)
(13)

Reaksi atmosfer dengan SO 2 tergantung ada atau tidaknya photochemical
smog seperti uap, kabut, atau gas yang terbentuk akibat proses fotokimia. Jika
tidak ada smog reaksi kimia SO 2 tergantung pada kelembaban udara. Pada udara
kering tidak akan terjadi kehilangan SO 2 akibat reaksi baik tanpa maupun dengan
adanya energi matahari (Hasketh 1974). Saat kelembaban udara lebih dari 30%
SO 2 akan mengalami oksidasi menjadi SO 3 :
SO 2 + ½ O 2 SO 3 ………………………
SO 3 + H 2 O  H 2 SO 4 ……………………..

(14)
(15)

Uap asam sulfat (H 2 SO 4 ) di atmosfer dianggap lebih toksik dibanding SO 2 . Laju
produktivitas dari asam sulfat meningkat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi SO 2 di udara dan kelembaban.
Kabut menimbulkan terjadinya fotokimia SO 2 bereaksi dengan NO 2 atau
ozon dan uap air membentuk asam sulfat melalui reaksi sebagai berikut:
SO 2 + NO 2  SO 3 + NO …………………...
SO 2 + O 3  SO 3 + O 2 ………………………
SO 3 + H 2 O  H 2 SO 4 ……………………….

(16)
(17)
(18)

Sinar matahari sebagai unsur katalis meningkatkan laju reaksi kimia atmosfer dan
dikenal sebagai reaksi fotokimia. Dalam reaksi tersebut ozon sebagai unsur
oksidan memegang peran penting. Reaksi ozon dengan NO menghasilkan NO 2
dan O 2 mengikuti proses reaksi :
NO + O 3  NO 2 + O 2 ……………………….
Dalam keadaan stabil,
NO + O 2  2NO 2 ……………………………

(19)
(20)

Proses di atas terjadi baik siang maupun malam hari. Kondisi siang hari dengan
adanya sinar matahari NO 2 dipecah lagi menjadi:

7
NO 2  NO + O ……………………………

(21)

Reaksi NO 2 dengan uap air menghasilkan asam nitrat melalui persamaan :
NO 2 + H 2 O  HNO 3 ………………………
(22)
H 2 SO 4 dan HNO 3 dikenal sebagai asam kuat yang dapat meningkatkan keasaman
suatu zatdan sangat mudah larut dalam air hujan. Sehingga bertambahnya kadar
sulfat dan nitrat dalam air hujan dapat memperburuk kualitas air hujan yang
sampai ke permukaan bumi.

Gambar 1 Proses terjadinya deposisi asam (basah dan kering)
(Sumber: en.wikipedia.org)
Sebagian besar SO 2 yang diemisikan ke atmosfer jatuh kembali ke bawah
berupa deposit kering. Secara langsung deposit kering tersebut diabsorpsi oleh
permukaan tanaman, tanah, dan benda lain dan akan diubah menjadi asam sulfat
bila bercampur dengan air. Partikel sulfat seperti partikel H 2 SO 4 memiliki lifetime atau residence-time lebih lama dibanding SO 2 selama partikel tersebut
memliki laju deposit kering lebih lambat dibandingkan dari segi substansinya.
Bahan tersebut dapat bertahan di atmosfer selama 2- 4 hari dan bergerak sejauh
1000- 2000 km dengan kecepatan angin rata-rata 20 km/jam. Sedangkan jika
dibandingkan dengan NO 2 , life-time NO 2 lebih lama dibandingkan SO 2 karena
gas NO dan NO 2 memiliki sifat sukar menjadi deposit kering, tidak mudah larut
dalam air dan pengaruhnya terhadap air hujan sangat terbatas. Setelah melalui
proses oksidasi NO 2 selanjutnya diubah menjadi HNO 3 yang umumnya
tergantung pada proses fotokimia dengan mengikat ozon. Hasil utama proses
tersebut adalah asam nitrit (HNO 2 ) yang berupa deposit kering dan NO 3
berbentuk aerosol yang dipindahkan melalui air hujan.
Menurut Kurniawan (2011) SO 2 terdapat dalam kadar kecil di atmosfer,
tetapi memiliki konstanta dissosiasi dan kelarutan dalam air yang besar.
Pengaruh absorpsi gas SO 2 di atmosfer terhadap pH air hujan secara kimia:
SO 2(g) + H 2 O (l)
H 2 SO 3(aq) ………………….
Konstanta Henry = K H = [H 2 SO 3 ]/pSO 2 ……………………

(23)
(24)

H+ (aq) + HSO 3 - (aq) ………………….

(25)

H 2 SO 3(aq)

8
Konstanta Disosiasi K 1 = [H+] x [HSO 3 -]/[H 2 SO 3 - (aq) ……….

(26)

HSO 3 - (aq)
H+ (aq) + SO 3 2- (aq) …………………..
Konstanta Disosiasi K 2 = [H+] x [SO 3 2-]/[HSO 3 -] ……………

(27)
(28)

Disamping itu air sendiri mengalami reaksi disossiasi
H 2 O (l)

H+ (aq) + OH- (aq) ………………………..

(29)

Konstanta Disosiasi Air K H2O = [H+] x [OH-]/[H 2 O] ………...
(30)
Dimana
[]
= Simbol untuk konsentrasi
+
= Simbol untuk muatan positif
= Simbol untuk muatan negatif
pSO 2 = Tekanan parsial SO 2
KH
= Konstanta Henry = Konstanta pelarutan gas
K1
= Konstanta disosiasi H 2 SO 3
K2
= Konstanta disosiasi HSO 3
Dengan menggunakan analogi yang sama pada pelarutan gas CO 2 dalam air hujan
maka pelarutan gas SO 2 dalam air hujan didapatkan konsentrasi H+ sebesar
[H+]= (K 1 x K H x pSO 2 )0.5 …………………………….

(31)

Besarnya konsentrasi H+ akibat absorpsi gas SO 2 dalam air hujan menjadi H 2 SO 3
adalah (K 1 x K H x pSO 2 )0.5. Bila kondisi lingkungan memungkinkan, akan terjadi
oksidasi secara sempurna maka seluruh H 2 SO 3 akan berubah menjadi H 2 SO 4
sesuai dengan reaksi
SO 2(g) + H 2 O (l)

H 2 SO 3(aq)  H 2 SO 4(aq) ………..

(32)

Asam sulfat H 2 SO 4 tergolong asam kuat dan di dalam air akanterdisossiasi
membentuk dua proton H+, seduai dengan reaksi
H 2 SO 4(aq)  2H+ (aq) + SO 4 2- (aq) ……………………….
(33)
Sehingga konsentrasi proton sama dengan dua kali konsentrasi asam sulfat
[H+] = 2 x H+ dari [H 2 SO 4 ] …………………………… (34)
Pada reaksi oksidasi sempurna seluruh H 2 SO 3 akan berubah menjadi H 2 SO 4 ,
maka secara konsep mol kimia, 1 mol H 2 SO 4 setara atau ekuivalen dengan 1 mol
H 2 SO 3 . Sehingga persamaan akan dapat dimodifikasi menjadi
[H+] = 2 x H+ dari [H 2 SO 3 ] …………………………….. (35)
Oleh karena itu besarnya konsentrasi H+ dapat dicari dengan cara melakukan
substitusi persamaan 26 ke persamaan 30 menjadi:
[H+] = 2 x (K 1 x K H x pSO 2 )0.5 ………………………… (36)
Besarnya konsentrasi H+ akobat absorpsi gas SO 2 dalam air hujan menjadi H 2 SO 4
adalah 2 x (K 1 x K H x pSO 2 )0.5

9
Kondisi Geografis Wilayah Kajian
Wilayah Tangerang meliputi Kota dan Kabupaten Tangerang. Kota
Tangerang memiliki luas wilayah 184.24 km². Secara geografis, wilayah Kota
Tangerang terletak antara 6°6' sampai 6°13' Lintang Selatan dan 106°36' sampai
106°42' Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Teluk Naga
dan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang, sebelah Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Curug, Kecamatan Serpong dan DKI Jakarta, sedangkan sebelah Barat
berbatasan dengan Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.Letak Kota
Tangerang tersebut sangat strategis karena berada di antara Ibukota Negara DKI
Jakarta dan Kabupaten Tangerang menjadikan kota tersebut berkembang pesat.
Luas wilayah Kabupaten Tangerang 1011.038 ha. Letak geografis
Kabupaten Tangerang berada di bagian Timur Propinsi Banten pada koordinat
106020'- 106043' Bujur Timur dan 6000'- 6020' Lintang Selatan. Curah hujan
setahun rata-rata 1457 mm dan temperatur udara berkisar antara 230C- 330C. Di
sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur dengan Jakarta dan
Kota Tangerang, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor.
Sedangkan di bagian Barat berbatasan langsung dengan Kabupaten Serang. Iklim
ini dipengaruhi oleh wilayah di bagian Utara yang merupakan daerah pesisir
pantai sepanjang kurang lebih 50 km (Pemerintah Kota Tangerang 2007). Gambar
2 menunjukkan peta wilayah kajian Tangerang dan sekitarnya.

Gambar 2 Peta Wilayah Kabupaten Tangerang dan sekitarnya
Wilayah Tangerang juga dibagi ke dalam empat wilayah pusat
pertumbuhan, yaitu Serpong, Balaraja, dan Tigaraksa dan Teluknaga. Pusat
pertumbuhan Balaraja dan Tigaraksa terdapat berupa kawasan industri,
pemukiman dan pusat pemerintahan. Meliputi delapan kecamatan, yaitu Balaraja,

10
Rajeg, Pasar Kemis, Tigaraksa, Kresek, Cisaka, Cikupa, Kronjo, Jayanti, Jambe,
dan Panongan (Pemerintah Kota Tangerang 2007).

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - November 2014 di
laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer, Departemen Geofisika dan
Meteorologi, FMIPA-IPB dan BPPT UPT Hujan Buatan, Jakarta.
Bahan
Data yang digunakan adalah:
1. Data masukan untuk program Chimere Model berupa data meteorologi
global (http://rda.ucar.edu/datasets/ds083.2) dan data chemistry global
(lmd.polytechnique.fr/chimere/download.php).
2. Wilayah domain Kabupaten Tangerang Jawa Barat.
3. Data observasi kawasan industri berupa data kualitas udara ambien dan
emisi cerobong berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup Daerah
(BLHD) Kabupaten Tangerang periode 2012-2013.
4. Data meteorologi berupa arah dan kecepatan angin harian dari Stasiun
Curug Budiarto Tangerang.
5. Data keluaran hasil Chimere Model berupa data konsentrasi gas SO 2 dan
NO 2 perjam selama 28 Juli 2013- 2 Agustus 2013 serta data deposisi asam
per 12 jam selama 28 Juli 2013- 2 Agustus 2013 di wilayah Tangerang dan
sekitarnya.
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat computer yang
dilengkapi dengan software (perangkat lunak) Chimere, WR Plot, GrADS,
ArcGIS 10, Microsoft Office 2007, dan Microsoft Excel 2007.
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu pengolahan data
Chimere model, visualisasi data, dan pendugaan tingkat keasaman (pH) air hujan.
Pengolahan dalamChimere Model
Chimere Model merupakan suatu program pemodelan dispersi yang
dikembangkan oleh institusi seperti IPSL/LISA/INERIS. Model ini memerlukan
masukan berupa data meteorologi dan konsentrasi emisi gas secara global. Data
meteorologi didapatkan dari hasil keluaran program Mesoscale Model (MM5)
sedangkan
untuk
data
chemistry
dapat
diunduh
dalam
web lmd.polytechnique.fr/chimere/download.phpdalam bentuk data EMEP
tanggal 28 Juli 2013 (pukul 00.00) – 2 Agustus 2013 (pukul 00.00). Domain

11
wilayah kajian ditentukan dengan memasukkan koordinat. Pengukuran dilakukan
dari t (time)=1 sampai dengan t=121 atau selama 5 hari. Runningchimeredomain.shp untuk membuat data landuse masuk dalam grid domain yang telah
dibuat dan hasil dari nilai emisi maupun deposisi akan dapat terhitung dalam
program sebagai output. Keluaran output dalam bentuk ctl.
VisualisasiOutputChimere Model
Format data hasil keluaran model ini adalah file net cdf dengan
ekstensi .nc yang berisi nilai konsentrasi udara ambien gas antropogenik dan nilai
deposisi. Tools yang digunakan untuk menampilkan hasil model ini adalah
GrADS. GrADS dapat menunjukkan hasil data berupa gambar yang disertai warna
dan skala bar.
Persamaan yang digunakan dalam analisa tingkat keasaman (pH)
Tingkat keasaman air hujan dalam hal ini diduga berdasar data deposisi
yang didapatkan dari program Chimere, yang berupa fluks deposisi. Maka untuk
menghitung pH diperlukan konversi dari fluks menjadi konsentrasi. Tahapan
pendugaan pH adalah sebagai berikut:
1. Menentukan nilai konsentrasi terlarut (C) (Erisman 1943)
V d (z) = F/ C(z)
C z = F/V d (z)
Keterangan:
V d (z) = kecepatan deposisi (cm s-1)
F = Fluks (gr cm-2 s-1 ) dalam rata-rata per12 jam
C(z) = Konsentrasi gas terlarut (μg cm-2)
Satuan konsentrasi gas dalam ppm dikalikan dengan tekanan atmosfer
sebesar 1 atm sehingga mendapatkan nilai tekanan sebesar pSO 2 . Selanjutnya
ditentukan nilai konsentrasi gas SO 2 yang telah mengalami oksidasi sempurna
menjadi asam (H 2 SO 4 ) berdasar persamaan 36:
[H 2 SO4] = 2 x (K H K 1 pSO 2 )0.5
Keterangan:
K H = konstanta (mol l-1 atm-1)
K 1 K 2 = Konstanta equilibrium (mol l-1)
pSO 2 = tekanan SO 2 (atm)
Tabel 1 Konstanta dan konstanta equilibrium persamaan Henry dalam 288 K
(15oC)
Gas
K H (mol l-1 atm-1)
K 1 (mol l-1)
K 2 (mol l-1)
-5
Ammonia
90
1.6 x 10
Sulphur dioxide
5.4
2.7 x 10-2
10-7
-7
Carbon dioxide
0.045
3.8 x 10
3.7 x 10-11
(sumber: Brimblecombe 1949)

12
2. Menentukan pH
pH = -log [HSO3-]
pH = -log [H+]
Secara keseluruhan tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3
Mulai

Data emisi
global

Chimere Model

Konsentrasi
ambien gas
SO2dan NO2

Fluks
deposisi gas
SO2dan NO2

Visualisasi
sebaran dengan
GRADS

Penentuan pH
dengan Rumus
Henry

Selesai

Gambar 3 Diagram tahapan penelitian

Data
meteorologi
output MM5
Model

13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Iklim Wilayah Kajian
Curah Hujan

CH (mm)

Berdasarkan data Stasiun Meteorologi Curug Budiarto tahun 2009 - 2013
CH yang terjadi di Kabupaten Tangerang dan sekitarnya tinggi dengan rata-rata
CH tahunan sebesar 2294 mm, dengan CH maksimum pada bulan Januari sebesar
302.4 mm dan CH minimum pada bulan September sebesar 122.8 mm (Gambar 4).
CH pada tanggal pengamatan cukup rendah, yaitu untuk lima hari tercatat CH
tertinggi ada di hari ketiga pengamatan sebesar 62.4 mm dan minimum CH yang
terukur di hari ke lima sebesar 1.3 mm (BMKG 2013).
350
300
250
200
150
100
50
0

Bulan

Gambar 4 Curah hujan bulanan rata-rata wilayah kajian tahun 2009-2013
Periode musim hujan yang terjadi di kabupaten Tangerang dimulai dari
bulan Oktober sampai dengan Maret yang ditandai dengan meningkatnya jumlah
kejadian hujan dalam satu bulan. Sedangkan memasuki musim kemarau dimulai
masa transisi pada bulan April lalu Mei hingga September yang ditandai dengan
mulai menurunnya CH .Musim kemarau mencapai puncak di bulan Agustus
dengan nilai rata-rata CH sebesar 103.62 mm dan periode penelitian diambil pada
bulan tersebut.
Arah dan Kecepatan Angin
Berdasar analisis data angin harian menggunakan WR Plot kecepatan paling
tinggi sebesar 15 m s-1. Secara keseluruhan arah dominan di wilayah Tangerang
adalah angin Barat yaitu bergerak dari arah Barat ke Timur sebesar 20%, sisanya
arah angin menyebar ke 7 penjuru lain (Gambar 5). Dominasi angin Barat sangat
jelas pada musim hujan. Kecepatan angin pada musim kemarau (Gambar 5a)
paling tinggi sebesar 9.7 m s-1. Sedangkan pada musim hujan (Gambar 5b)
kecepatan tertinggi sebesar 11.5 m s-1 hampir mencapai 50% kejadian.

14

Gambar 5 Kecepatan dan arah angin wilayah kajian menggunakan WindRose
(WRPlot) ; (a). musim kemarau dan (b). musim hujan

Sebaran Konsentrasi SO2 dan NO2 Hasil Chimere Model
Sebaran Konsentrasi SO2
Berdasar keseluruhan hasil analisa, konsentrasi gas SO 2 di hari ke lima
(Kamis 1 Agustus 2013) merupakan konsentrasi gas SO 2 tertinggi jika
dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya yaitu mencapai 27.5 μgm-3 di kondisi
sore hari (t109) di wilayah Kota Tangerang (Gambar 6)

Gambar 6 Kondisi tertinggi sebaran konsentrasi emisi SO 2 dan pola angin
Secara spasial tampak adanya pola sebaran konsentrasi yang meningkat ke
arah Kota Tangerang.Tingginya konsentrasi SO 2 di Kota Tangerang dipengaruhi
oleh jumlah sumber emisi berupa industri dan transportasi di wilayah Kota
Tangerang itu sendiri dan ditambah oleh pencemar yang berasal dari tempat lain
salah satunya adalah Kabupaten Tangerang. Sebagian wilayah Kabupaten
Tangerang memiliki konsentrasi gas SO 2 dengan nilai terendah, yaitu sebesar 2.5

15

konsentrasi maksimum SO2 (ugm-3)

μgm-3 pada semua hari pengamatan. Walaupun pada kenyataannya jumlah sumber
emisi di Kabupaten Tangerang lebih banyak dibandingkan dengan Kota
Tangerang. Sehubungan dengan kecepatan dan arah dominan ke arah Timur,
maka pencemar dari wilayah kabupaten turut terbawa ke wilayah kotamadya
(Gambar 6), sehingga menyebabkan potensi penumpukan pencemar di sekitar
Kota Tangerang.
Suhu udara juga mempengaruhi, suhu yang tinggi menyebabkan udara
makin renggang sehingga konsentrasi pencemar menjadi semakin rendah.
Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara mampat sehingga konsentrasi
pencemar di udara akan semakin tinggi.Dengan demikian maka potensi
penumpukan pencemar cukup besar di Kota Tangerang. Hasil seluruh keluaran
Chimere dapat dilihat dalam Lampiran 1.
Secara temporal, fluktuasi konsentrasi udara ambien gas SO 2 selama lima
hari pengamatan ditunjukkan pada Gambar 7, tampak adanya pola peningkatan di
sore hari, dan penurunan di malam hari. Rata-rata konsentrasi maksimum di sore
hari sebesar 16.5 μg m-3. Sedangkan ketika memasuki malam hari, rata-rata
konsentrasi maksimum emisi gas SO 2 kembali menurun menjadi 13.5 μg m-3
30
25
20
pagi

15

siang

10

sore
malam

5
0
hari 1

hari2

hari 3
waktu

hari 4

hari 5

Gambar 7 Fluktuasi konsentrasi maksimum SO 2 selama periode pengamatan
Berdasarkan Gambar 7, terlihat nilai konsentrasi gas SO 2 yang berfluktuasi
setiap hari, rendah di pagi dan siang hari kemudian mengalami kenaikan ketika
masuk sore hari dan menurun kembali ketika malam hari walau jumlah penurunan
tidak begitu besar dibanding kenaikan yang terjadi dari waktu siang ke sore hari.
Terdapat dua hari yang tidak sesuai dengan pola yang telah dijelaskan, yaitu pada
hari ke-1 dan hari ke-3. Kondisi hari ke-1 untuk pagi menuju siang hari
konsentrasi maksimum SO 2 mengalami penaikan sebesar 2.5 μg m-3. Sedangkan
di hari ke-3 konsentrasi maksimum SO 2 di pagi menuju siang hari mengalami
penurunan sebesar 2.5 μg m-3. Tetapi pada sore menuju malam hari nilai
konsentrasi stabil, sebesar 15 μg m-3 di hari ke-1 dan sebesar 7.5 μg m-3 di hari
ke-3. Jika dilihat nilai konsentrasi maksimum di setiap harinya secara berturutturut dari hari ke-1 sampai hari ke-5 adalah sebesar 15 μg m-3 di sore dan malam
hari, 17.5 μg m-3 di sore hari, 7.5μg m-3 di siang sampai malam hari, 15 μg m-3 di
sore hari, dan 27.5 μg m-3 di sore hari.

16
Nilai tertinggi dari konsentrasi maksimum SO 2 adalah sebesar 27.5 μg m-3,
nilai ini menjelaskan kondisi di wilayah kajian pun masih dalam keadaan cukup
aman. Nilai konsentrasi ini masih jauh di bawah nilai Baku Mutu SO 2 di udara
yang sebesar 60 μg m-3dalam 1 tahun pengukuran. Sebesar 365 μg m-3 SO 2 dalam
24 jam pengukuran dan sebesar 900 μg m-3 SO 2 dalam 1 jam pengukuran (PP No
41 tahun 1999). Namun demikian apabila terjadi akumulasi tetap dapat
mengancam kesehatan.

Sebaran Konsentrasi NO 2
Sebaran konsentrasi NO 2 di wilayah kajian secara tidak langsung
dipengaruhi oleh banyaknya jumlah kendaraan transportasi yang melintas di
sepanjang Kabupaten Tangerang sampai dengan Kota Tangerang. Secara spasial
sebaran konsentrasi NO 2 juga tertinggi di sekitar Kota Tangerang, namun lebih
melebar dari arah Kabupaten Tangerang (Pasar Kemis), Kota Tangerang, bahkan
mencapai Kota Tangerang Selatan. Sebaran ini sesuai dengan pola angin pada saat
itu yang bergerak menuju arah Selatan Kabupaten Tangerang. (Gambar 8).

Gambar 8 Kondisi tertinggi sebaran konsentrasi emisi NO 2 dan pola angin
Nilai konsentrasi maksimum sebesar 60 μgm-3 menyebar di sekitar wilayah
Pasar Kemis dan Kota Tangerang Selatan. Nilai maksimum ini terukur pada t97
atau pada waktu pagi hari. Sedangkan untuk nilai konsentrasi di sebagian
Kabupaten Tangerang lainnya lebih rendah. Konsentrasi tinggi ada di bagian
Timur dan Tenggara Kabupaten Tangerang, Selain dipengaruhi oleh arah dan
kecepatan angin, sebaran konsnetrasi gas NO 2 juga dipengaruhi oleh kendaraan
yang melintas di daerah tersebut. Perubahan kondisi nilai konsentrasi maksimum
di wilayah kajian untuk beberapa kondisi dapat dilihat pada Lampiran 2.
Secara temporal fluktuasi konsentrasi NO 2 dapatdilihat pada Gambar 9.
Gambar ini menunjukkan bahwa pada pagi hari konsentrasi cenderung tinggi,
menurun di siang hari dan ada kecenderungan naik lagi pada malam dan
menjelang pagi. NO 2 berkaitan dengan sumber transportasi, sehingga fluktuasi

17
tersebut berhubungan dengan jumlah sumber pencemar berupa kepadatan
transportasi.

konsentrasi maksimum NO2 (ug m-3)

70
60
50
40

pagi

30

siang
sore

20

malam

10
0
hari 1

hari2

hari 3

hari 4

hari 5

waktu

Gambar 9 Fluktuasi konsentrasi maksimum NO 2 selama periode pengamatan
Tingginya konsentrasi maksimum NO 2 ada di hari ke-5 yaitu di waktu
pagi hari sebesar 60 μg m-3. Sedangkan konsentrasi maksimum yang paling
rendah ada di hari ke-4 pada waktu sore hari sebesar 10 μg m-3. Jika dilihat pada
pola fluktuasi di atas, tingginya konsentrasi di malam hari pada hari 1
mempengaruhi tingginya konsentrasi pagi hari di hari 2, begitu pula dengan
pengaruh konsentrasi malam hari di hari-hari selanjutnya. Nilai konsentrasi
tertinggi di setiap hari secara berturut-turut dari hari ke-1 sampai dengan hari ke-5
adalah sebesar 30 μg m-3 di malam hari, 30 μg m-3 di pagi hari, 25μg m-3 di malam
hari, 40 μg m-3 di pagi hari, dan 60 μg m-3 di pagi hari.
Konsentrasi maksimum tertinggi di wilayah kajian masih dalam keadaan
cukup aman, karena nilai konsentrasi gas ini masih jauh dari nilai Baku Mutu
udara ambien yang diberlakukan oleh pemerintah dalam PP No 41 tahun 1999,
baku mutu untuk konsentrasi NO 2 di udara adalah 100 μg m-3 dalam 1 tahun
pengukuran. Sebesar 150 μg m-3NO 2 dalam 24 jam pengukuran dan sebesar 400
μg m-3 NO 2 dalam 1 jam pengukuran.
Perbandingan Sebaran Konsentrasi SO 2 dan NO 2
Sebaran konsentrasi SO 2 dan NO 2 secara spasial memiliki perbedaan.
Penyebaran kedua gas ini dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin serta jumlah
sumber emisi di wilayah kajian. Namun yang membedakan adalah jenis sumber
emisi SO 2 berasal mayoritas dari industri sedangkan NO 2 berasal dari transportasi.
Hal ini dapat dilihat dari pola konsentrasi NO 2 lebih menyebar horizontal yang
dapat dipengaruhi oleh mobilitas transportasi sedangkan SO 2 lebih terpusat di
titik-titik tempat kumpulan sumber emisi industri yang relatif tetap. Sebagai
contoh pola sebaran SO 2 dan NO 2 pada hari kelima dapat dilihat pada Gambar 10
dan 11.
Berdasar Gambar 10 dan 11 tampak bahwa pusat konsentrasi tertinggi
untuk SO 2 berada di daerah Kota Tangerang. Sedangkan untuk NO 2 konsentrasi

18
maksimum memanjang dari sekitar Pasar Kemis hingga Kota Tangerang Selatan.
Wilayah ini merupakan wilayah yang padat dengan transportasi.
Gambar 10 dan 11 juga menunjukkan perbedaan konsentrasi maksimum
secara temporal. Fluktuasi nilai konsentrasi kedua pencemar dapat dilihat pada
Gambar 12. Berdasarkan gambar tersebut nilai konsentrasi NO 2 cenderung
meningkat saat perubahan waktu dari malam ke pagi hari dan mencapai
konsentrasi maksimum saat pagi hari. Sedangkan pada saat yang bersamaan
konsentrasi SO 2 cenderung menurun. Sebaliknya konsentrasi NO 2 cenderung
menurun saat perubahan waktu dari siang ke sore hari dan mencapai konsentrasi
minimum saat sore hari. Sedangkan SO 2 akan cenderung meningkat pada periode
waktu tersebut.
Konsentrasi SO 2 yang rendah di pagi hari disebabkan karena keadaan
atmosfer yang masih stabil serta aktivitas industri yang cukup rendah. Sedangkan
konsentrasi NO 2 tinggi akibat aktivitas transportasi yang tinggi bertepatan dengan
dimulainya aktivitas masyarakat. Hal ini pun diperburuk dengan kondisi atmosfer
di pagi hari yang masih cenderung stabil. Kestabilan ini menyebabkan penyebaran
polutan tidak terjadi dengan baik padahal jumlah emisi terus bertambah, sehingga
menghasilkan kondisi atmosfer yang kurang baik. seperti halnya pada kondisi pagi
hari yang menjadi kondisi masksimum di hari itu. Berkurangnya konsentrasi NO 2
pada siang hari lebih banyak disebabkan oleh faktor penyinaran matahari, dimana
terjadi gerakan konvektif yang menyebabkan konsentrasi NO 2 mulai tersebar
secara vertikal. Pada sore hari menjelang malam, konsentrasi SO 2 meningkat di
dorong oleh akumulasi emisi siang hari dan bertambahnya sumber SO 2 dari
kendaraan berat seperti truk-truk besar yang mengangkut barang. Pada saat yang
bersamaan konsentrasi NO 2 cenderung turun karena aktivitas transportasi
(terutama kendaraan pribadi dan angkutan umum) juga menurun. Kondisi
stabilitas atmosfer yang cenderung tidak stabil pada siang hari mengakibatkan
pengenceran pencemar sehingga konsentrasi SO 2 menurun. Sedangkan untuk
NO 2 peningkatan suhu udara mempengaruhi tingginya konsentrasi pada siang hari.
Hal ini sesuai dengan Gotoh (1993), yang menyebutkan suhu atmosfer yang tinggi
berkorelasi kuat dengan konsentrasi NO 2 yang tinggi.
Fluktuasi konsentrasi pencemar selama pengamatan juga dipengaruhi oleh
besarnya curah hujan. Berdasar data BMKG tahun 2013 curah hujan pada tanggal
28 Juli - 1 Agustus 2013 tercatat maksimum di hari ketiga sebesar 62.4 mm. hal
ini berpengaruh pada menurunnya konsentrasi di hari ketiga (t49 - t67 pada
Gambar 12). Secara langsung curah hujan dapat membersihkan udara, tetapi
timbul potensi bahaya lain yaitu hujan asam. Gas SO 2 dan NO 2 yang terlarut
dalam air hujan dapat meningkatkan keasaman hujan (pH). Sebagai gambaran,
keasaman air hujan di Tangerang bulan September 2014 sudah mencapai kisaran 4
(BMKG 2014).

19

Gambar 10 Kondisi hari kelima sebaran konsentrasi SO 2 (μg m-3) di wilayah
kajian

Gambar 11 Kondisi hari kelima sebaran konsentrasi NO 2 (μg m-3) di wilayah
kajian
konsentrasi (μg/m3)

80
60

60

40

55

40
30 30

25
20 20
20 17.5
20
15 15
15
15 15
15 15
10 7.5
7.5 10
5 7.5 7.5 5
2.5 5

20
0
1

30
5

15 15
10 12.57.5 7.5

27.5
2022.5
20

7 13 18 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103 109 115
NO2

t

SO2

Gambar 12 Fluktuasi konsentrasi SO 2 dan NO 2 di lima hari pengamatan di
Kabupaten Tangerang dan sekitarnya

20
Sebaran Deposisi Asam dan Potensi Keasaman Air Hujan
Sebaran Deposisi Asam
Hasil yang dikeluarkan oleh model Chimere ini berupa nilai fluks dalam
satuan molekul cm-2 s-1. Gambar 13, 14, dan 15 menunjukkan akumulasi fluks
deposisi asam baik oleh NO 2 maupun SO 2 selama lima hari di wilayah Kabupaten
Tangerang dan sekitarnya. Besarnya deposisi asam yang terjadi di wilayah kajian
menunjukkan kontribusi deposisi kering NO 2 yang paling tinggi, yaitu mencapai
2.3 x 1015 molekul cm-2 s-1.
Nilai maksimum deposisi kering NO 2 dan deposisi kering maupun basah
SO 2 terlihat berada di beberapa wilayah Kabupaten Tangerang dan Kota
Tangerang. Terlihat di Gambar 3, penyebaran deposisi kering NO 2 lebih
menyebar luas jika dibandingkan dengan kondisi deposisi kering atau deposisi
basah SO 2 . NO 2 berkaitan erat dengan sumber transportasi atau sumber bergerak
yang keberadaannya sangat menyebar sehingga mobilitasnya mempengaruhi
sebaran deposisinya. Sedangkan SO 2 mayoritas berasal dari sumber industri atau
sumber yang bersifat diam, sehingga pola deposisinya cenderung lokal.
Nilai maksimum deposisi kering NO 2 terpantau di daerah Rajeg, Sindang
Jaya, Sepatan, Pasar Kemis, hingga Kota Tangerang dengan nilai maksimum
konsentrasi sebesar 2.3 x 1015 molekul cm-2 s-1. Sedangkan nilai deposisi kering
NO 2 minimum beberapa di beberapa daerah Kabupaten Tangerang seperti di
Mekar Baru dan Gunung Kaler dan sebgaian besar di luar wilayah Kabupaten
Tangerang.

Gambar 13 Sebaran deposisi kering NO 2 di Kabupaten Tangerang dan sekitarnya

21

Gambar 14 Sebaran deposisi kering SO 2 di Kabupaten Tangerang dan sekitarnya

Gambar 15 Sebaran deposisi basah SO 2 di Kabupaten Tangerang dan sekitarnya
Nilai maksimum deposisi kering SO 2 berada di daerah Kresek, Cikupa,
sebagian daerah Curug dan Pasar Kemis Kabupaten Tangerang juga Kota
Tangerang dengan nilai sebesar 8.5 x 1014. Berbeda dengan kondisi deposisi
kEring SO 2 yang terlihat lebih menyebar, deposisi basah SO 2 lebih terpusat di
perbatasan Kabupaten Tangerang seperti Pasar Kemis dan Cik