Pola Distribusi Spasial dan Temporal Polutan SO2 di Wilayah Kabupaten Bogor dan Sekitarnya Menggunakan Data Ozone Monitoring Instrument.

POLA DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL POLUTAN SO2 DI
WILAYAH KABUPATEN BOGOR DAN SEKITARNYA
MENGGUNAKAN DATA OMI (OZONE MONITORING INSTRUMENT)

ANGGI GHAZALI NUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pola Distribusi Spasial
dan Temporal Polutan SO2 di Wilayah Kabupaten Bogor dan Sekitarnya
Menggunakan Data Ozone Monitoring Instrument” adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Anggi Ghazali Nur
NIM F44080068

ABSTRAK
ANGGI GHAZALI NUR. Pola Distribusi Spasial dan Temporal Polutan SO2 di
Wilayah Kabupaten Bogor dan Sekitarnya Menggunakan Data Ozone Monitoring
Instrument. Dibimbing oleh SUTOYO.
Kota dan Kabupaten Bogor saat ini memasuki masa pembangunan yang cukup
pesat. Namun, proses pembangunan tersebut juga dapat memberikan dampak buruk
bagi lingkungan di daerah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
dan mendeskripsikan tingkat serta pola distribusi polutan SO2 di Kabupaten Bogor
dan sekitarnya menggunakan data hasil remote sensing OMI pada satelit AURA yang
diproses dengan software Giovanni. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data
selama 5 tahun (2006–2010) dan didapatkan bahwa tingkat kandungan SO2 tertinggi

di lapisan PBL (Planetary Boundary Layer) Kabupaten Bogor terjadi pada bulan
November 2010 sebesar 14.82 DU, sedangkan terendah terjadi pada bulan Maret
2007 sebesar –5.63 DU. Pembagian musim berdasarkan perubahan musim di
Indonesia terdiri dari 4 bagian, yaitu musim DJF (Desember–Januari–Februari);
MAM (Maret–April–Mei); JJA (Juni–Juli–Agustus); dan SON (September–Oktober–
November). Pola sebaran SO2 pada bulan DJF (musim hujan) dan MAM (musim
peralihan) menghasilkan nilai total kolom SO2 yang lebih kecil dibandingkan dengan
nilai yang didapat pada musim kemarau JJA dan SON.
Kata kunci: Kabupaten Bogor, OMI, remote sensing, SO2.

ABSTRACT
ANGGI GHAZALI NUR. Spatial and Temporal Distribution Patterns of
Pollutants SO2 in Bogor and Surrounding Areas Using Ozone Monitoring
Instrument’s Data. Supervised by SUTOYO.
Bogor and surrounding areas currently entering a period of fairly rapid
development. However, the development process can also give a bad impact on the
environment in the area. The purpose of this research was to determine and describe
the level and pattern of distribution of SO2 pollutants in Bogor and surrounding areas
using data from OMI in the AURA satellite’s remote sensing process with Giovanni
software. The study was conducted using data for 5 years (2006–2010), and found

that the highest levels of SO2 in the PBL (Planetary Boundary Layer) section of
Bogor surroundings occurred in November 2010 was 14.82 DU, while the lowest
occurred on March 2007 was -5.63 DU. The season was classified based on by the
changing seasons in Indonesia, which consists of 4 seasons, there was DJF season
(December-January-February), MAM (March April-May), JJA (June-July-August),
and SON (September-October-November). The distribution pattern of SO2 in DJF
(rainy season) and MAM (transitional season) resulted the smallest value of the total
column SO2 compared with the obtained values during JJA and SON (dry season).
Keywords: Bogor, OMI , remote sensing, SO2.

POLA DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL POLUTAN SO2 DI
WILAYAH KABUPATEN BOGOR DAN SEKITARNYA

ANGGI GHAZALI NUR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pola Distribusi Spasial dan Temporal Polutan SO2 di Wilayah
Kabupaten Bogor dan Sekitarnya Menggunakan Data Ozone
Monitoring Instrument.
Nama
: Anggi Ghazali Nur
NIM
: F44080068

Disetujui oleh

Sutoyo, STP, MSi
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr. Yudi Chadirin, S.TP., M.Agr
Plh. Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Pola Distribusi Spasial dan Temporal Polutan S02 di Wilayah
Kabupaten Bogor dan Sekitamya Menggunakan Data Ozone
Monitoring Instrument.
. Nama
: Anggi Ghazali Nur
: F44080068
NIM

Disetujui oleh

Sutoyo, STP, MSi
Pembimbing


Tanggal Lulus: 1

7 FEB 20t4

PRAKATA
Alhamdulilahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan kenikmatan iman sehingga bisa mengoptimalkan potensi-potensi
yang telah Allah berikan. Skripsi yang berjudul Pola Distribusi Spasial dan
Temporal Polutan SO2 di Wilayah Kabupaten Bogor dan Sekitarnya
Menggunakan Data Ozone Monitoring Instrument dapat diselesaikan karena
nikmat Allah berupa akal untuk berpikir, ilmu yang bermanfaat, serta hati yang
tergerak untuk melakukan hal yang bermanfaat. Sholawat serta salam saya tujukan
kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, hingga
umatnya hingga akhir zaman, dan semoga kita bisa mengikuti sunah beliau
sehingga selamat dunia akhirat.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini dapat terselesaikan karena
dukungan dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Sutoyo S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas
kesabaran serta ilmu yang diberikan, semoga Allah mencatatnya sebagai

amalan kebaikan.
2. Andik Pribadi S.TP, M.Sc dan Muhammad Fauzan S.T, M.T selaku dosen
penguji, atas bimbingan dan arahan yang diberikan pada penulis dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
3. Orang tua tercinta, Bapak Edy Kusmadi dan Ibu Nunung Nurhanah, serta
kakak dan adikku yang selalu memberi doa, dukungan moril maupun materil
dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Teman-teman satu bimbingan Akbar Lubis, Fadjar Djuniardi, dan Immanuel D.
Y. Himdom, terimakasih atas dukungan dan semangat yang diberikan selama
ini.
5. Sahabat-sahabat SIL’45. Semoga kita tetap istiqomah menggapai ridho Ilahi.
Tetap berjuang dan terus berkarya. SIL WOW
6. Seluruh staf Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB yang telah banyak
membantu baik selama perkuliahan maupun selama penelitian.
Penulis meminta maaf karena menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir
ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan dalam berbagai hal, karena
keterbatasan penulis. Penulis berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat. Amin.

Bogor, Maret 2014


Anggi Ghazali Nur

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

v

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian

1
1
1
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran Udara
Sulfur Dioksida (SO2)
Teknik Pemantauan Kualitas Udara
Penginderaan Jauh (Remote Sensing)
Satelit AURA
OMI (Ozone Monitoring Instrument)
GIOVANNI

3
3

3
7
9
12
13
13

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan yang Digunakan
Metode Penelitian

14
14
14
14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Wilayah Penelitian
Pencemaran SO2 di Kabupaten Bogor dan Sekitarnya

Pola Distribusi Total Kolom SO2 di Bogor

15
15
17
19

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

32
32
32

DAFTAR PUSTAKA

33

LAMPIRAN

37

RIWAYAT HIDUP

42

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Kandungan sulfur dalam bahan bakar minyak
Pengaruh gas SO2 terhadap manusia.
Baku mutu SO2 pada udara ambien.
Spefikasi parameter dari instrumen OMI

6
6
7
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Struktur SO2
Proses umum siklus sulfur
Klasifikasi sampling kualitas udara
Botol penjerap midget impinger
Rangkaian peralatan pengambil contoh uji SO2 selama 1 jam
Rangkaian peralatan pengambil contoh uji SO2 selama 24 jam.
Konsep pengumpulan data/informasi dengan sensor jauh dari
objek/target permukaan bumi
Satelit AURA
Lokasi wilayah penelitian
Wilayah Planetary Boundary Layer
Grafik besaran pencemar SO2 pada tahun 2010
Grafik besaran pencemar SO2 pada tahun 2007
Grafik curah hujan rata-rata di Kabupaten Bogor pada tahun 2006–
2010
Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim DJF (atas) dan MAM
(bawah) tahun 2006
Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim JJA (atas) dan SON
(bawah) tahun 2006
Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim DJF (atas) dan MAM
(bawah) tahun 2007
Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim JJA (atas) dan SON
(bawah) tahun 2007
Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim DJF (atas) dan MAM
(bawah) tahun 2008
Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim JJA (atas) dan SON
(bawah) tahun 2008
Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim DJF (atas) dan MAM
(bawah) tahun 2009
Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim JJA (atas) dan SON
(bawah) tahun 2009

4
5
7
8
9
9
12
12
15
17
18
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

22 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim DJF (atas) dan MAM
(bawah) tahun 2010
23 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim JJA (atas) dan SON
(bawah) tahun 2010

28
29

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Data curah hujan tahun 2006–2010 di 7 stasiun curah hujan di
Kabupaten Bogor dalam satuan mm
Tampilan aplikasi Giovanni
Data jumlah unit usaha di Kabupaten Bogor tahun 2006–2010

37
40
41

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota dan Kabupaten Bogor saat ini sudah mulai memasuki masa
pembangunan yang cukup pesat. Perubahan pola pembangunan di wilayah ini
membuat Kota dan Kabupaten Bogor menjadi wilayah satelit DKI Jakarta yang
berkembang cukup pesat dan perlahan dapat menjadi wilayah metropolitan seperti
halnya Kota Jakarta. Perkembangan ini memberi dampak peningkatan tingkat
kepadatan penduduk di wilayah Bogor. Proses perkembangan pembangunan yang
baik dan lokasi yang relatif dekat dengan wilayah Ibukota Jakarta ini membuat
perkembangan di banyak sektor, antara lain sektor industri, transportasi dan lainlain.
Industri merupakan salah satu sektor penting terciptanya kemajuan
kehidupan manusia. Kegiatan industri telah menghasilkan banyak produk yang
bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia, namun di sisi lain, kegiatan
industri ini memberi dampak negatif berupa pencemaran lingkungan di sekitarnya,
baik itu berbentuk padat, cair, ataupun gas buang yang keluar dari pabrik.
Sedangkan transportasi merupakan salah satu kegiatan yang mendukung
aktivitas di beberapa sektor. Transportasi dapat digolongkan menjadi transportasi
darat, laut, dan udara. Transportasi darat merupakan transportasi yang paling
sering digunakan. Alat transportasi darat yang sering digunakan di berbagai kota
di Indonesia adalah kendaraan bermotor seperti mobil (baik pribadi maupun
umum) dan sepeda motor. Penggunaan kendaraan bermotor ini erat kaitannya
dengan fasilitas jalan, dan dengan demikian jumlah penggunaan kendaraan
bermotor di jalan tersebut juga mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Salah satu
hal yang mempengaruhi kondisi lingkungan adalah pencemaran udara yang
dihasilkan akibat kegiatan transportasi tersebut.
Kedua sektor tersebut merupakan beberapa faktor yang mengakibatkan
penurunan kualitas lingkungan khususnya kualitas udara. Salah satu polutan yang
terdapat pada udara atau atmosfer adalah SO2 (sulfur dioksida).
Pola sebaran distribusi polutan SO2 yang ada di Kota Bogor dan sekitarnya
dapat diketahui dengan menggunakan bantuan software web based remote sensing
analysize tool yang bernama Giovanni. Data tingkat kandungan SO2 di atmosfer
tersebut merupakan hasil dari pencitraan satelit.

Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah
bagaimana cara menemukan pola distribusi penyebaran SO2 yang terjadi di daerah
Kabupaten Bogor dan sekitarnya berdasarkan data dari proses penginderaan jauh
yang dilakukan oleh Ozone Monitoring Instrument pada satelit Aura dalam
rentang waktu mulai dari Tahun 2006 hingga 2010.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan tingkat
polutan SO2 serta menganalisis pola distribusi polutan SO2 di Kabupaten Bogor
dan sekitarnya melalui pengolahan data hasil observasi penginderaan jauh satelit
AURA menggunakan software GIOVANNI.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah terbentuknya suatu pola
distribusi polutan SO2 sehingga didapatkannya nilai/tingkat besaran polutan SO2
pada lapisan troposfer Kabupaten Bogor.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini antara lain pengumpulan data sekunder yaitu
data besaran total kolom SO2 dari hasil observasi satelit AURA dan data curah
hujan di wilayah Kabupaten Bogor dalam selang waktu tahun 2006–2010. Setelah
itu dilakukan pengolahan data untuk mendapatkan visualisasi sebaran total kolom
SO2 yang ada pada lapisan troposfer di wilayah penelitian.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran Udara
Definisi pencemaran udara menurut peraturan Pemerintah No. 41 Tahun
1999 adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia
atau oleh proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukkannya.
Dengan adanya peraturan pemerintah tersebut maka pada pelaksanaannya
sudah dibuat ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan hal tersebut seperti
misalnya, ketentuan umum untuk baku mutu udara ambien adalah batas yang
diperbolehkan oleh zat atau bahan pencemar terdapat di udara namun tidak
menimbulkan gangguan terhadap mahluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan atau harta
benda. Sedangkan baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan
bagi zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemar ke udara,
sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien (Achmad,
2004).
Baku mutu udara ambien menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
1999, ada 13 parameter pencemaran udara yang dibagi menjadi dua kategori
berdasarkan letak kawasan. Parameter untuk umum (9 parameter): SO2, COx,
NO2, O3, HC, PM10/PM2,5, Debu, Pb, Dustfall, dan 4 parameter khusus untuk
daerah/kawasan industri kimia dasar Total Flouride, Flour indeks, Khlorine dan
Khlorine Dioksida, serta Sulphat indeks. Sumber pencemaran udara dapat berasal
dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan
perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontribusi terbesar dari
pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga
dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung
meletus, gas alam beracun, dan lain-lain. Dampak dari pencemaran udara tersebut
adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap
kesehatan manusia.
Sulfur Dioksida (SO2)
Sulfur dioksida adalah senyawa gas yang tidak berwarna dan memiliki bau
yang cukup menyengat. Gas sulfur dioksida dapat berubah menjadi cair apabila
berada dibawah tekanan dan dapat dengan mudah larut di dalam air. Sumber gas
SO2 biasanya berasal dari aktivitas manusia seperti proses pembakaran batu bara
dan minyak bumi pada pembangkit listrik atau peleburan tembaga. Di alam, sulfur
dioksida juga dapat dihasilkan dari proses erupsi gunung berapi. (ATSDR, 1999)
Menurut Depkes RI (2004), pencemaran oleh sulfur dioksida terutama
disebabkan oleh dua komponen sulfur bentuk gas yang tidak berwarna, yaitu
sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3), dan keduanya disebut sulfur
oksida (SOx). Sulfur dioksida memiliki karakteristik bau yang tajam dan tidak
mudah terbakar diudara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang
tidak reaktif.

4

Mekanisme pembentukan SOx dapat ditulis dalam dua tahap sebagai
berikut:
S + O2

SO2

2SO2 + O2

2SO3

SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin ada jika konsentrasi uap air
sangat rendah. Jika uap air terdapat dalam jumlah cukup, SO3 dan uap air akan
segera bergabung membentuk droplet asam sulfat (H2SO4) dengan reaksi sebagai
berikut:
SO2 + H2O2

H2SO4

Setelah berada di atmosfir, SO2 akan diubah menjadi SO3 (kemudian
menjadi H2SO4) oleh proses-proses fotolitik dan katalitik. Jumlah SO2 yang
teroksidasi menjadi SO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk jumlah air
yang tersedia, intensitas, waktu dan distribusi spektrum sinar matahari, jumlah
bahan katalik, bahan sorptif dan alkalin yang tersedia.
Menurut Tjasyono (2004), sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3)
merupakan bentuk oksida sulfur yang banyak dijumpai. SO2 merupakan pencemar
primer yang di atmosfer bereaksi dengan pencemar lain membentuk senyawa
sulfur yang menyebabkan hujan asam.

Gambar 1 Struktur SO2
Sutamihardja (1981) dalam Anwar (2005) mengatakan dengan bantuan
energi surya gas SO2 di atmosfer akan cepat teroksidasi membentuk gas SO3. Pada
kelembaban yang tinggi gas SO3 ini dapat membentuk asam sulfat (H2SO4). Ali
dan Faust (1981) dalam Anwar (2005) menyatakan gas SO2 akan bereaksi dengan
uap air atau butir-butir hujan dan menghasilkan asam sulfit (H2SO3) yang
kemudian teroksidasi menjadi asam sulfat.
Katalis
2SO2 + O2

2SO3

SO3 + H2O

H2SO4

SO2 + H2O

H2SO3
Katalis

2H2SO3 + O2

2H2SO4

5

Selanjutnya asam nitrat dan SO2 bersama-sama dengan NO2 akan
menghasilkan asam sulfat.
2HNO3 + H2O + 2SO2
SO2 + H2O + NO2

H2SO4 + NO + NO2
H2SO4 + NO

Sulfur merupakan unsur utama dari zat bioorganik yang merupakan suatu
siklus oksidasi dari siklus sulfur. Oksidasi sulfur dari minyak bumi selama proses
pembakaran dapat menyebabkan terjadinya hujan asam (lihat Gambar 2).

Gambar 2 Proses umum siklus sulfur
Sumber: Encyclopedia Britannica Inc (2008).

Tahapan dari siklus sulfur ini adalah:
1. Siklus autotropik
2. Oksidasi heterotropik menghasilkan sulfat
3. Absorbsi oleh tanaman dan mikroorganisme
4. Penguapan hidrogen sulfida dari bahan organik
5. Sulfur dari letusan gunung berapi (Kennedy, 1986 dalam Anwar, 2005)
Nababan, B. (1989) dalam Anwar (2005) mengatakan perbedaan musim
memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kandungan sulfat air hujan pada
musim kemarau yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan musim penghujan.
Hal ini disebabkan pada musim kemarau frekuensi kejadian hujan relatif kecil
sehingga udara relatif lebih kotor dibandingkan dengan musim penghujan dan
sifat dari polutan SO2 dan SO3 yang cepat bereaksi dengan uap air.
Menurut Santosa (2005) dalam Anwar (2005), gas SO2 yang dihasilkan dari
pembakaran BBM, tergantung pada kandungan sulfur dalam tiap jenis BBM.
Kandungan sulfur umum dalam tiap jenis BBM yang disajikan dalam Tabel 1.
Solar lebih tinggi kandungan sulfurnya dibandingkan premium, sehingga pada
kendaraan berbahan bakar solar lebih tinggi mengemisikan SO2 dibandingkan
kendaraan berbahan bakar premium.

6

No.
1
2
3
4
5
6

Tabel 1 Kandungan sulfur dalam bahan bakar minyak
Jenis Bahan Bakar
Kandungan Sulfur (%)
Avtur
0.11
Premium
0.01
Minyak Tanah
0.03
Solar
0.14
Industrial Diesel Fuel (IDF)
0.07
Industrial Fuel Oil (IFO)
1.65

Sumber: Anwar (2005).

Pengaruh utama polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi sistem
pernapasan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa iritasi tenggorokan terjadi
pada konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau lebih. Bahkan pada beberapa individu
yang sensitif, iritasi sudah terjadi pada paparan 1-2 ppm saja. Untuk penderita
yang mempunyai penyakit kronis pada sistem pernapasan dan kardiovaskular serta
lanjut usia, gas ini merupakan polutan yang berbahaya karena hanya dengan
paparan 0,2 ppm sudah dapat menyebabkan iritasi tenggorokan. (Wiharja, 2002)
Lebih lengkap, pada Tabel 2 ditunjukkan pengaruh SO2 dalam berbagai
kadar (ppm) terhadap kesehatan manusia.
Tabel 2 Pengaruh gas SO2 terhadap manusia.
Kadar (ppm)
Dampaknya terhadap manusia
3–5
- Jumlah minimum yang dapat dideteksi baunya
8 – 12
- Jumlah minimum yang segera mengakibatkan iritasi
tenggorokan
20
- Jumlah minimum yang dapat mengakibatkan iritasi mata
- Dapat menyebabkan batuk
- Jumlah maksimum yang diperbolehkan untuk paparan lama
50 – 100
- Jumlah maksimum yang diperbolehkan untuk paparan
singkat
400 – 500
- Sudah berbahaya walaupun dalam paparan yang singkat
Sumber: Wiharja (2002).

Sulfur dioksida juga berbahaya bagi tanaman. Adanya gas ini pada
konsentrasi tinggi dapat membunuh jaringan pada daun. Pinggiran daun dan
daerah di antara tulang-tulang daun rusak. Secara kronis SO2 menyebabkan
terjadinya khlorosis. Kerusakan tanaman ini akan diperparah dengan kenaikan
kelembaban udara. Kerusakan lebih lanjut dialami oleh bangunan yang bahanbahannya seperti batu kapur, batu pualam, dan dolomit akan rusak oleh SO2 di
udara. Efek dari kerusakan ini akan tampak pada penampilannya, integritas
struktur, dan umur dari gedung tersebut. (Achmad, 2004)
Untuk upaya pengendalian pencemaran udara, pemerintah melalui PP No.
41 Tahun 1999 membuat standar baku mutu udara ambien nasional. Baku mutu
SO2 pada udara ambien nasional dapat dilihat pada Tabel 3.

7

Tabel 3 Baku mutu SO2 pada udara ambien.
Parameter
SO2

Waktu Pengukuran

Baku Mutu

1 Jam

900 µg/m3

24 Jam

365 µg/m3

1 Tahun

60 µg/m3

Sumber: Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1999.

Teknik Pemantauan Kualitas Udara
Program pemantauan kualitas udara merupakan suatu upaya yang dilakukan
dalam pengendalian pencemaran udara. Menurut BPLHD Jawa Barat (2009),
teknik sampling kualitas udara dilihat lokasi pemantauannya terbagi dalam dua
kategori yaitu teknik sampling udara emisi dan teknik sampling udara ambien.
Sampling udara emisi adalah teknik sampling udara pada sumbernya seperti
cerobong pabrik dan saluran knalpot kendaraan bermotor. Teknik sampling
kualitas udara ambien adalah sampling kualitas udara pada media penerima
polutan udara/emisi udara.
Untuk sampling kualitas udara ambien, teknik pengambilan sampel kualitas
udara ambien saat ini terbagi dalam dua kelompok besar yaitu pemantauan
kualitas udara secara aktif (konvensional) dan secara pasif. Dari sisi parameter
yang akan diukur, pemantauan kualitas udara terdiri dari pemantauan gas dan
partikulat.

Gambar 3 Klasifikasi sampling kualitas udara
Sumber: BPLHD Jawa Barat (2009).

Pemantauan pada parameter gas SO2 biasanya dilakukan cara uji kadar SO2
dengan metode pararosanilin menggunakan spektrofotometer (SNI 19-7119.72005) yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
Standar ini digunakan untuk penentuan kadar sulfur dioksida (SO2) di udara
ambien menggunakan spektrofotometer dengan metode pararosanilin.
Lingkup pengujian meliputi:

8

a) Cara pengambilan contoh uji gas sulfur dioksida dengan menggunakan
larutan penjerap.
b) Cara perhitungan volume contoh uji gas yang dijerap.
c) Cara penentuan gas sulfur dioksida di udara ambien dengan metode
pararosanilin menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550
nm dengan kisaran konsentrasi 0.01 ppm sampai 0.4 ppm udara atau 25
µg/m3 sampai 1000 µg/m3.
Prinsip dari cara uji ini adalah gas sulfur dioksida (SO2) diserap dalam larutan
penjerap tetrakloromerkurat membentuk senyawa kompleks diklorosulfonato
merkurat. Dengan menambahkan larutan pararosanilin dan formaldehida, kedalam
senyawa diklorosulfonatomerkurat maka terbentuk senyawa pararosanilin metal
sulfonat yang berwarna ungu. Konsentrasi larutan diukur pada panjang gelombang
550 nm.
Peralatan yang digunakan antara lain:
a) Peralatan pengambilan contoh uji SO2 sesuai gambar 5 dan 6 (setiap unit
peralatan disambung dengan selang silikon dan tidak mengalami kebocoran)
b) Labu ukur 50 mL; 100 mL; 250 mL; 500 mL dan 1000 mL.
c) Pipet volumetric 1 mL; 2 mL; 5 mL dan 50 mL.
d) Gelas ukur 100 mL.
e) Gelas piala 100 mL; 250 mL; 500 mL dan 100 mL.
f) Tabung uji 25 mL.
g) Spektrofotometer UV-Vis dilengkapi kuvet.
h) Timbangan analitik dengan ketelitian 0.1 mg.
i) Buret 50 mL.
j) Labu Erlenmeyer asah bertutup 250 mL.
k) Oven.
l) Kaca arloji.
m) Termoter, barometer, pengaduk dan botol reaksi.

Gambar 4. Botol penjerap midget impinger
Sumber : SNI 19-7119.7-2005

9

Gambar 5. Rangkaian peralatan pengambil contoh uji SO2 selama 1 jam
Sumber : SNI 19-7119.7-2005

Gambar 6. Rangkaian peralatan pengambil contoh uji SO2 selama 24 jam.
Sumber : SNI 19-7119.7-2005

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi, maka teknik
pemantauan kualitas udara saat ini juga dapat dilakukan melalui metode
penginderaan jauh (remote sensing) menggunakan citra satelit yang berada di luar
angkasa untuk memantau kualitas atmosfer.
Penginderaan Jauh (Remote Sensing)
Penginderaan jauh atau disingkat INDERAJA secara umum didefinisikan
sebagai ilmu-teknik-seni untuk memperoleh informasi atau data mengenai kondisi
fisik suatu benda atau objek, target, sasaran, maupun daerah dan fenomena tanpa
menyentuh atau kontak langsung dengan benda atau target tersebut. Sensor yang
digunakan adalah sensor jauh, yaitu sensor yang secara fisik berada jauh dari
benda atau objek tersebut. Untuk itu digunakan sistem pemancar (transmitter) dan
penerima (receiver). Ilmu disini menggambarkan ilmu atau sains yang diperlukan
baik dalam konsep, perolehan data maupun pengolahan dan analisis, untuk
mendapatkan teknik pelaksanaan pengambilan data yang tepat dan baik serta
sesuai dengan tujuan perolehan data. Sedangkan teknik, menunjukkan bahwa

10

teknologi INDERAJA memerlukan kemampuan merancang bangun untuk semua
peralatan yang menyaring baik wahana, sensor, sistem sensor, stasiun di bumi
maupun sistem penerimaan data dan pengolahannya. Data yang diperoleh pada
umumnya berbentuk keruangan atau spasial sehingga dalam pengolahannya
memerlukan seni tampilan yang serasi, menarik, dan mudah dimengerti.
(Soenarmo, 2009).
Dalam kehidupan kita sering memanfaatkan penginderaan jauh untuk
memperoleh berbagai macam kondisi fisik benda atau objek dengan sensor jauh,
antara lain:
 Fotografi: memanfaatkan luminasi cahaya tampak.
 Rontgen (sinar X), NMR (Nuclear Magnetic Resonance), USG
(ultrasonography), CT (Computer Tomography scanning) untuk
memperoleh data bagian dalam tubuh manusia tanpa pembedahan, dan citra
yang dihasilkan dari teknik radiologi lain yang diperlukan untuk
pemeriksaan kesehatan dan pemantauan penyakit.
 Radiografi/Kamera Video: memanfaatkan interaksi sinar gamma untuk
kontrol kualitas produksi, mencari kerusakan/kebocoran pipa (gas, air, dan
sebagainya) tanpa menggali atau merusak.
 Mesin pengenal angka/huruf, peluru kendali.
 Sistem pengenal jenis kromosom dan sidik jari.
 Foto udara, untuk pemetaan permukaan bumi.
 Robot, untuk otomatisasi industri.
 Radar (Radio Detection and Ranging), untuk mengamati awan dan hujan,
pesawat musuh, dan sebagainya.
 Georadar, untuk mengukur karakteristik lapisan tanah menggunakan
gelombang sonar.
 Lidar (Laser Imaging Radar), untuk memperoleh data atmosfer vertikal atau
profil atmosfer.
 Satelit (wahana di luar angkasa, mengelilingi bumi pada orbit yang
ditentukan), untuk memperoleh data karakteristik bumi padat, cair, dan gas.
Secara garis besar, perbedaan perolehan data penginderaan jauh foto udara,
radar, lidar, satelit atau pemanfaatan panjang gelombang elektromagnetik pada
setiap wahana adalah sebagai berikut:
 Foto udara: biasanya dilakukan dengan wahana pesawat udara atau
helikopter. Pengambilan data dari jarak ribuan meter di atas permukaan.
Sensor jauh yang digunakan adalah sistem sensor pasif dengan kamera foto,
yang menerima panjang gelombang elektromagnetik cahaya tampak yang
dipantulkan oleh target/objek/sasaran.
 Radar atau Radio Detection and Ranging: wahana yang diletakkan di
permukaan bumi. Pengambilan data dengan memancarkan gelombang
elektromagnetik mikro, sekaligus menerima gelombang elektromagnetik
mikro yang dipantulkan oleh sasaran. Sensor jauh yang digunakan dikenal
dengan sistem sensor aktif.
 Lidar atau Laser Imaging Radar: wahana yang diletakkan di permukaan,
menghadap ke atas, untuk mengambil data profil kondisi fisis dari lapisanlapisan atmosfer. Menggunakan sensor gelombang elektromagnetik cahaya

11

laser, yang dipantulkan, oleh partikel-partikel dalam lapisan-lapisan
atmosfer.
 Satelit: wahana yang berada di luar atmosfer bumi, berevolusi mengelilingi
bumi untuk memperoleh data kondisi fisis sistem bumi atmosfer. Sensor
jauh yang digunakan dengan sistem sensor pasif yang menerima panjang
gelombang pantul dari cahaya ultra ungu, cahaya tampak, cahaya merah
infra pantul, dan cahaya merah infra termal.
 Satelit radar: Dilengkapi dengan sistem sensor aktif. Sistem sensor aktif
disertakan dalam wahana satelit, dilakukan penapisan gelombang mikro
yang sesuai dengan tujuan. Dalam satelit radar, penapisan gelombang mikro
yang mempunyai panjang gelombang yang mampu menembus awan
sehingga dapat diperoleh data fisis permukaan tanpa penutupan oleh
bayang-bayang awan.
 Perbedaan antara sistem radar dan sistem satelit radar sangat besar karena
berbeda dalam penggunaan panjang gelombang mikro. Radar berada di
permukaan, pada umumnya memanfaatkan panjang gelombang
elektromagnetik yang dapat dipantul oleh objek/target yang ada di atmosfer,
sementara radar dalam satelit memanfaatkan panjang gelombang
elektromagnetik yang mampu menembus partikel atau benda yang ada
dalam atmosfer.
Menurut Soenarmo (2009), konsep dasar penginderaan jauh menggunakan
sensor jauh didasarkan pada 5 (lima) unsur utama, yaitu: sumber energi
(transmitter), gelombang elektomagnetik datang, objek atau target, gelombang
elektomagnetik pantul (emisi), serta sensor (receiver).
 Sumber energi utama berasal dari energi radiasi matahari, yang dipancarkan
sesuai hukum radiasi benda hitam dengan temperatur 6000 °K dan panjang
gelombang berbeda-beda (spektrum elektromagnetik).
 Sumber energi radiasi matahari ada yang dapat ditangkap langsung secara
alami, dan ada yang melalui penapisan untuk memperoleh panjang
gelombang yang sesuai dengan sifat dan karakteristik objek.
 Gelombang elektromagnetik datang, merambat menembus atmosfer,
merupakan perantara yang menyampaikan energi ke objek, dengan panjang
gelombang untuk setiap objek/target.
 Objek atau target adalah benda, fenomena atau permukaan yang akan
diindera dengan sensor jauh.
 Gelombang elektromagnetik pantul dan hambur terjadi setelah gelombang
elektromagnetik datang mengenai objek/target, sebagian diserap dan
ditransmisikan, sebagian lagi dipantulkan dan dihamburkan. Gelombang
elektomagnetik pantul dan hambur inilah yang diindera (di-cover) oleh
sensor. Data atau informasi yang diperoleh sesuai dengan sifat fisik atau
karakteristik objek/target dan unik.
 Sensor adalah materi yang sesuai dengan sifat fisik atau karakteristik
objek/target yang diindera. Oleh karena itu, tipe sensor sesuai dengan tipe
gelombang elektromagnetik dan unik. Keunikan sensor jauh ini adalah
adanya transformasi objek atau target melalui atau dengan perantara panjang
gelombang elektromagnetik tertentu sehingga yang ditangkap oleh sensor
adalah respon spektral atau signature spektral.

12

Gambar 7 Konsep pengumpulan data/informasi dengan sensor jauh dari
objek/target permukaan bumi
Sumber: Soenarmo (2009).

Satelit AURA
Satelit AURA diluncurkan pada tanggal 15 Juli 2004. Satelit AURA
merupakan salah satu bagian dari proyek Divisi Ilmu Kebumian NASA yang
memiliki program untuk memonitor interaksi-interaksi kompleks di atmosfer yang
dapat memberikan efek global dengan menggunakan satelit dan sistem data dari
NASA (http://www.nasa.gov/).

Gambar 8 Satelit AURA
Sumber: http://www.nasa.gov/.

Aura memiliki massa sekitar 1765 kg, panjang 6.9 m, dan jika panel surya
dibentangkan panjangnya mencapai 15 m. Aura membawa empat instrumen untuk
mempelajari komposisi kimia atmosfer bumi yaitu:
 HIRDLS, yaitu High Resolution Dynamics Limb Sounder, digunakan untuk
mengukur radiasi infra merah dari ozon, uap air, CFC, metana dan nitrogen.
Instrumen ini dikembangkan bersama dengan United Kingdom Natural
Environment Research Council. Alat HIRDLS dimatikan sejak 17 Maret
2008 dan tidak lagi mengirimkan data sejak itu.
 MLS, yaitu Microwave Limb Sounder, digunakan untuk mengukur emisi
dari ozon, khlorin dan gas lainnya serta mengklarifikasi peran uap air dalam
pemanasan global.
 OMI, yaitu Ozone Monitoring Instrument, menggunakan radiasi ultra vilolet
dan radiasi tampak untuk menghasilkan peta beresolusi tinggi. Instrumen ini
dikembangkan oleh Finnish Meteorological Institute dan Netherlands
Agency for Aerospace Programmes.

13

 TES, yaitu Tropospheric Emmision Spectrometer, digunakan untuk
mengukur kandungan ozon troposfer dengan panjang gelombang infra
merah. Selain itu, instrumen ini juga mengukur kandungan karbon
monoksida, metana dan nitrogen oksida.
OMI (Ozone Monitoring Instrument)
OMI merupakan salah satu program hasil kerjasama antara Netherlands’s
Agency for Aerospace Programs (NIVR) dan Finnish Meteorogical Institute
(FMI) yang ditempatkan pada misi EOS Aura. Program ini akan meneruskan
program TOMS untuk merekam berbagai parameter pada ozon dan atmosfer yang
berhubungan dengan sifat kimia ozon dan iklim. Pengukuran pada instrumen OMI
ini juga akan bersinergi dengan instrumen lain yang ada pada satelit Aura
(National Aeronautics and Space Administartion, 2012).
Instrumen OMI dapat membedakan berbagai tipe aerosol yang ada di
atmosfer seperti asap, debu, sulfat dan pengukuran tekanan serta proses penutupan
awan, sehingga dapat menyediakan data pada lapisan ozon troposfer. Instrumen
OMI memiliki kelebihan dibanding dua instrumen sebelumnya, yaitu TOMS dari
NASA dan GOME dari ESA. OMI dapat mengukur lebih banyak parameter di
atmosfir dibandingkan TOMS dan memiliki tingkat resolusi yang lebih baik
dibanding instrumen GOME. Spesifikasi parameter dari instrumen ini dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Spefikasi parameter dari instrumen OMI
Item
Parameter
Visible
: 350–500 nm
UV
: UV–1, 270 to 314 nm, UV–2 306 to 380 nm
Spectral resolution
: 1.0–0.45 nmFWHM
Spectral sampling
: 2–3 for FWHM
TelescopeFOV
: 114 (2600 kmon ground)
IFOV
: 3 km, binned to 13 × 24 km
Detector
: CCD: 780 × 576 (spectral×spatial) pixels
Mass
: 65 kg
Duty cycle
: 60 minutes on daylight side
Power
: 66 watts
Data rate
: 0.8 Mbps (average)
Pointing requirements (arcseconds) (Platform + instrument, pitch:roll: yaw, 3s):
Accuracy
: 866:866:866
Knowledge
: 87:87:87
Stability (6 sec.)
: 87:87:87
Physical size
: 50 × 40 × 35 cm
GIOVANNI
Giovanni adalah aplikasi perangkat lunak (software) berbasis web yang
dibuat dan dikembangkan oleh GES-DISC (Goddard Earth Sciences Data and
Information Services Center) Interactive Online Visualization and Analysis
Infrastructure. GES-DISC ini merupakan bagian dari badan antariksa Amerika

14

Serikat atau biasa disebut NASA. Software ini dikembangkan untuk memudahkan
masyarakat luas, khususnya untuk para peniliti, dalam memvisualisasi,
menganalisis, dan mengakses data penginderaan jauh yang ada di bumi dengan
cara yang mudah tanpa harus mengunduh keseluruhan data tersebut.
Software GIOVANNI ini telah dikembangkan oleh tim yang beranggotakan
para peneliti dari berbagai bidang ilmu yang sudah cukup berpengalaman. Hal ini
bertujuan untuk membantu komunitas pendidikan di dunia. GIOVANNI ini dapat
dan sudah digunakan oleh berbagai macam kalangan seperti para ahli dan peneliti
ilmu kebumian, pemodel ilmu klimatologi, pengajar, dan pelajar. Beberapa
kemudahan yang didapatkan dari software ini adalah kita hanya memerlukan Web
Browser, tidak perlu mempelajari format dan pemrograman data, tidak perlu
mengunduh data dalam jumlah yang besar, dan data serta analisisnya yang kita
inginkan akan didapatkan dengan cara yang mudah. (http://disc.sci.gsfc.nasa.gov/giovanni/)

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Komputer Departemen
Teknik Sipil dan Lingkungan. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari–April 2013.

Alat dan Bahan yang Digunakan
a. Software GIOVANNI
Software digunakan dalam penelitian ini adalah GIOVANNI yang dapat
diakses pada situs NASA (National Aeronautics and Administration).
b. Personal Computer (PC)
Personal Computer (PC) digunakan untuk mengakses program
GIOVANNI dan Google Earth.
c. Software Google Earth
Software ini digunakan untuk melihat visualisasi hasil data yang
diperoleh dari Giovanni dan digunakan saat proses analisis spasial sebaran
polutan.
d. Data curah hujan bulanan dari 7 stasiun curah hujan di wilayah Kabupaten
Bogor dalam jangka waktu tahun 2006 s.d. 2010.
Metode Penelitian
1. Pengambilan data sebaran polutan SO2 dengan software GIOVANNI
Proses pengambilan data ini melalui pengunduhan data yang dapat
dilakukan dengan software berbasis web Giovanni. Software ini dapat diakses
melalui situs NASA.
2. Visualisasi hasil data dengan aplikasi Google Earth
Setelah data diunduh akan didapatkan data yang berformat file (.kmz),
data tersebut lalu akan dapat di-overlay oleh Google Earth sehingga didapatkan

15

hasil visualisasi sebaran polutan di daerah penelitian beserta besarnya satuan
polutan yang diteliti pada atmosfer.
3. Analisis pola distribusi polutan SO2
Pada penelitian ini diadakan 2 proses analisis terhadap polutan, yaitu:
a) Analisis spasial
Pada tahap ini menghasilkan visualisasi sebaran polutan yang telah
dilakukan di tahap sebelumnya dengan memperhatikan tempat-tempat
tertentu yang memiliki tingkat sebaran polusi SO2 yang tinggi selama
rentang waktu 2006–2010.
b) Analisis temporal
Pada tahap ini, data besaran polutan yang diunduh dalam proses
sebelumnya dibandingkan dengan data curah hujan di daerah penelitian dan
dilihat hasil perbandingan antara besarnya jumlah polutan dengan curah
hujan di daerah tersebut.
4. Pemaparan hasil analisis
Hasil dari proses analisis sebelumnya dipaparkan dan dapat ditarik
kesimpulan mengenai pola distribusi polutan tersebut di wilayah daerah
penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Wilayah Penelitian

Gambar 9 Lokasi wilayah penelitian
Wilayah studi dari penelitian ini mencakup daerah Kabupaten Bogor dan
sekitarnya, dengan spesifikasi wilayah berada pada rentang 6°23’42”–6°44’20.4”
LS dan 106°26’34.8”–107°12’54” BT. Kabupaten Bogor adalah salah satu
kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia, dengan Cibinong sebagai pusat

16

pemerintahan. Kabupaten Bogor berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Kota
Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi di utara, Kabupaten Karawang di
timur, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi di selatan, serta Kabupaten
Lebak di barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor sebesar 2.071,21 km2. Luas
wilayah tersebut terbagi menjadi 40 kecamatan dengan total populasi pada tahun
2007 sebesar 4.316.236 jiwa dan kepadatan penduduk sebesar 2.083,92 jiwa/km2.
(BPS, 2008). Kota Bogor merupakan salah satu kota di provinsi Jawa Barat yang
memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha dan secara geografis berada di sekitar
106°48’ BT dan 6°26’ LS. Kota Bogor terdiri dari 6 kecamatan dan secara
administratif dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor yaitu sebagai berikut:
 Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Kemang, Bojong Gede, dan Kec.
Sukaraja Kabupaten Bogor.
 Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi, Kabupaten
Bogor.
 Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Darmaga dan Kec. Ciomas,
Kabupaten Bogor.
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec. Caringin,
Kabupaten Bogor.
Penelitian ini berada pada bagian/wilayah troposfer, khususnya wilayah
Planetary Boundary Layer (PBL). Planetary Boundary Layer (PBL) atau biasa
disebut pula Atmospheric Boundary layer (ABL) merupakan bagian terendah dari
atmosfer dan karakteristikya secara langsung dipengaruhi oleh kontak dengan
permukaan bumi. Sehingga tingkat kekasaran dan aktivitas yang berlangsung di
permukaan bumi sangat mempengaruhi tinggi PBL. Ketinggian yang rendah
terjadi saat pagi dan malam hari sedangkan menjelang siang ketinggian PBL
mengalami kenaikan. Ketinggian PBL yang rendah saat pagi dan malam hari
dikarena tingkat turbulensi yang terjadi dan berpengaruh terhadap ketinggian PBL
sangat rendah jika dibanding dengan turbulensi yang terjadi saat siang hari,
kondisi siang hari dengan tingkat penyinaran yang kuat. Perubahan yang terjadi
pada lapisan ini terjadi dalam rentang waktu kurang dari satu jam. Menurut Susilo
(1996), PBL atau biasa juga disebut lapisan batas atmosfer berada di bawah
ketinggian 1.5 km dari permukaan laut. Semakin ke bawah, semakin besar
permukaan bumi. Gaya dominan yang bekerja dalam lapisan terakhir ini adalah
gaya geser yang berasal dari kekasaran permukaan, pertukaran energi dan
pertukaran massa, misalnya uap air, terutama yang berlangsung dengan cara
konduksi. Di atas PBL adalah atmosfer bebas dengan kondisi angin merupakan
angin geostropik (angin yang sejajar dengan isobars) sementara dalam PBL angin
yang terjadi dipengaruhi kekasaran permukaan dan melintasi isobars. Lapisan
atmosfer bebas ini biasanya bebas turbulensi dan hanya terjadi golakan yang
bersifat insidental.

17

Gambar 10 Wilayah Planetary Boundary Layer
Pada daerah penelitian yang mencakup wilayah Kabupaten dan Kota Bogor
dapat dilihat beberapa titik/tempat yang berpotensi menjadi sumber pencemaran
SO2. Pada daerah Kabupaten Bogor terdapat 2 kawasan industri yang cukup besar,
yaitu wilayah kawasan industri Sentul dan kawasan industri Cibinong, selain itu
dari segi transportasi terdapat jalan yang dapat dikategorikan sebagai jalan
provinsi yaitu diantaranya jalan tol Jagorawi. Pada wilayah penelitian juga
terdapat banyak kawasan industri menengah maupun kecil yang tersebar di
berbagai daerah, antar lain daerah Citeureup, Jasinga, Ciampea, Cisarua, Ciawi,
dan berbagai daerah lain. Dari sektor transportasi, potensi sumber pencemar
terdapat pada banyaknya kendaraan umum sejenis angkot yang ada di daerah
penelitian khususnya daerah Kota Bogor.

Pencemaran SO2 di Kabupaten Bogor dan Sekitarnya
Pada penelitian ini didapatkan hasil yang berupa besarnya tingkatan kolom
pencemaran SO2 di daerah lapisan traposfer, tepatnya pada daerah Planetary
Boundary Layer (PBL), yang ada di atas wilayah penelitian serta visualisasinya.
Besaran tingkat pencemaran disajikan dalam satuan Dobson Unit (DU). Dobson
Unit (DU) adalah skala pengukuran kerapatan ozon pada suatu kolom udara di
atmosfer. Satu Dobson setara dengan 2.69 × 1020 ozon molekul per meter persegi
atau 0.442 milimol ozon per meter persegi. Dobson unit juga bisa diartikan
sebagai kerapatan suatu molekul pada suatu kolom udara yang dimampatkan
menjadi sebuah lempengan dengan tebal tertentu, satu Dobson memiliki tebal
lempengan 0.01 mm yang berisi 0.0285 gram molekul per meter persegi pada
temperatur dan tekanan standar (273 °Kelvin dan 1 atm). (http://ozonewatch.gsfc.
nasa.gov/facts/dobson.html)
Hasil visualisasi dapat dilihat dalam bentuk peta yang memperlihatkan
sebaran tingkat pencemaran SO2 di atmosfer dalam rentang daerah penelitian.
Pengambilan data penelitian yang dilakukan dalam rentang waktu 5 tahun (2006–
2010) dan didapatkan bahwa tingkat kandungan SO2 di PBL troposfer Kota dan
Kabupaten Bogor paling tinggi terjadi pada tanggal 11 November 2010 sebesar

18

14.82 DU, sedangkan paling rendah terjadi pada tanggal 30 Maret 2007 sebesar
-5.63 DU. Hal itu dapat dilihat dari grafik pada Gambar 11 dan 12.
Data DU yang bernilai negatif sebenarnya tidak berlaku. Nilai negatif yang
terdapat pada hasil penelitian ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain adanya
kesalahan pada pola algoritma pengolahan data OMI, nilai negatif ini umumnya
terjadi pada daerah yang lebih berawan sehingga dapat terjadi efek koreksi “Ring”
yang tidak sempurna atau pergeseran panjang gelombang pada cahaya yang
terukur pada daerah yang lebih berawan tersebut. Tekanan medan yang tidak tepat
ataupun nilai radiasi tekanan awan yang tidak tepat juga dapat menghasilkan nilai
data input yang salah. (http://so2.gsfc.nasa.gov/Documentation/OMSO2ReleaseDetails_v111_ 0303.htm)

Gambar 11 Grafik besaran pencemar SO2 pada tahun 2010

Gambar 12 Grafik besaran pencemar SO2 pada tahun 2007

19

Pola Distribusi Total Kolom SO2 di Bogor

Curah Hujan (mm)

Berdasarkan data curah hujan rata-rata bulanan dari 7 stasiun curah hujan,
yaitu stasiun curah hujan Cibinong, Cianten, Dramaga, Gunung Mas, Jasinga,
Jonggol dan Katulampa yang dapat dilihat pada Gambar 13 serta menurut
Tjasyono (2004), pembagian musim berdasarkan perubahan musim di Indonesia
terdiri dari musim hujan terjadi pada bulan-bulan DJF (Desember-JanuariFebruari), kemarau pada bulan-bulan JJA (Juni-Juli-Agustus) dan dua musim
peralihan yaitu bulan-bulan MAM (Maret-April-Mei) dan SON (SeptemberOktober-November).
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
Des

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Agu

Sep

Okt

Nov

Bulan

Gambar 13 Grafik curah hujan rata-rata di Kabupaten Bogor pada tahun 2006–
2010

20

Gambar 14 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim DJF (atas) dan MAM
(bawah) tahun 2006
Pada tahun 2006, sebaran total kolom SO2 di wilayah Kabupaten Bogor dan
sekitarnya saat bulan DJF ,yang merupakan musim hujan, terlihat sangat merata.
Seluruh wilayahnya mempunyai nilai 0 DU, kecuali di sebagian wilayah
kecamatan Gunung Putri dan Cileungsi yang mempunyai nilai mencapai 0.15 DU.
Hal ini disebabkan oleh adanya kawasan industri yang cukup besar di wilayah
tersebut. Pada bulan MAM, yang merupakan musim peralihan dari musim hujan
ke kemarau, nilai sebaran total kolom SO2 sangat merata di seluruh wilayah
Kabupaten Bogor dan sekitarnya, dengan nilai 0 DU.

21

Gambar 15 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim JJA (atas) dan SON
(bawah) tahun 2006
Pada musim kemarau yang terjadi di bulan JJA, nilai total kolom SO2 di
beberapa wilayah Kabupaten Bogor cukup tinggi. Di wilayah Kecamatan Jasinga
dan Sukajaya nilai total kolom SO2 berada di kisaran nilai 0.15–0.45 DU, pada
wilayah Kota Bogor, sebagian wilayah Bojong Gede, Tanjung Sari, Babakan
Madang, Citeureup dan Cijeruk memiliki nilai 0.15 DU, di sebagian wilayah
Dramaga, Cibinong, Sukaraja, Cijeruk dan Caringin memiliki nilai 0.3 DU.
Wilayah Taman Sari dan Pamijahan memiliki nilai tinggi sekitar 0.15–0.6 DU,
pada wilayah Ciawi, Megamendung dan Cisarua memiliki nilai 0.15–0.75 DU
serta pada sebagian wilayah Cisarua nilainya merupakan nilai tertinggi yaitu
sebesar 0.8 DU. Hal ini dapat dikarenakan wilayah tersebut merupakan jalur
utama transportasi menuju kawasan wisata Puncak, sehingga memiliki kepadatan
volume kendaraan yang sangat berdampak pada besaran nilai pencemar SO2 di
wilayah tersebut. Pada bulan SON, nilai sebaran total kolom SO2 cukup tinggi
yaitu berkisar antara 0.3 sampai 1.2 DU di sebagian wilayah Kabupaten Bogor
seperti Kecamatan Sukajaya, Nanggung, Jasinga, Pamijahan dan Cileungsi.

22

Gambar 16 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim DJF (atas) dan MAM
(bawah) tahun 2007
Pada musim hujan yang terjadi di bulan DJF, nilai total kolom SO2 terbilang
cukup merata di wilayah Bogor, namun pada wilayah Parung dan Gunung Sindur
nilainya cukup tinggi, yaitu sekitar 0.15–0.75 DU. Hal ini dapat disebabkan
karena wilayah tersebut merupakan wilayah perbatasan dengan Kabupaten Depok
yang memiliki jalur transportasi cukup besar sehingga membuat volume
kendaraan bermotor di wilayah tersebut cukup tinggi. Pada bulan MAM, sebagian
wilayah Kota Bogor memiliki nilai total kolom SO2 mencapai 0.15–0.3 DU. Di
wilayah Tenjo, yang merupakan wilayah perbatasan dengan Provinsi Banten,
memiliki nilai tinggi yaitu sekitar 0.15–0.8 DU. Pada wilayah Jonggol,
Sukamakmur, Cariu dan Tanjung Sari nilai total kolom SO2 mencapai nilai
tertinggi di bulan MAM, yaitu sekitar 0.15–1.2 DU.

23

Gambar 17 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim JJA (atas) dan SON
(bawah) tahun 2007
Pada bulan JJA dan SON nilai total kolom SO2 di wilayah Bogor memiliki
nilai 0 DU di sebagian besar wilayahnya, namun ada beberapa daerah pula yang
memiliki nilai yang tinggi. Di bulan JJA, wilayah Cigudeg, Leuwisadeng,
Nanggung, Babakan Madang, Sukamakmur dan Ciawi memiliki nilai 0.15 DU. Di
wilayah Jasinga dan Sukajaya memiliki nilai 0.3 DU, bahkan di sebagian wilayah
Sukajaya nilai total kolom SO2 mencapai 0.45 DU. Di kawasan wisata Puncak
yang meliputi wilayah Megamendung dan Cisarua serta sebagian wilayah
Sukamakmur memiliki nilai total kolom SO2 yang cukup tinggi yaitu sekitar
0.3–0.8 DU. Nilai tertinggi sebesar 0.8 DU terjadi di wilayah Cisarua yang
merupakan daerah wisata padat kendaraan. Di bulan SON, sebagian wilayah
Bogor memiliki nilai total kolom SO2 yang rendah, namun di beberapa wilayah
seperti Cigudeg, Jasinga, Tanjung Sari, dan Sukajaya memiliki nilai 0.15 DU,
bahkan di sebagian wilayah Sukajaya memiliki nilai total kolom SO2 yang cukup
tinggi sekitar 0.3 DU.

24

Gambar 18 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim DJF (atas) dan MAM
(bawah) tahun 2008
Pada bulan DJF tahun 2008 nilai total kolom SO2 di sebagian besar wilayah
Bogor relatif sama bernilai 0 DU, hanya ada beberapa daerah yang nilainya agak
berbeda. Pada sebagian wilayah Jasinga, Sukajaya, Caringin, Megamendung dan
Cisarua memiliki nilai 0.15 sampai dengan 0.3 DU. Di bulan MAM, nilainya
relatif sama di sebagian besar wilayah Bogor, namun pada sebagian wilayah Kota
Bogor dan Cibinong memiliki nilai 0.15–0.3 DU. Sedangkan di daerah Cigudeg,
Rumpin, Leuwisadeng, Leuwiliang, Nanggung dan Sukajaya memiliki nilai yang
tinggi, yaitu mulai 0.15–0.6 DU. Hal ini dapat terjadi dikarenakan cukup
banyaknya industri pengolahan dan pertambangan di daerah Cigudeg,
Leuwisadeng dan Rumpin yang cukup berkonstribusi dalam pencemaran polutan
SO2 di wilayah tersebut.

25

Gambar 19 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim JJA (atas) dan SON
(bawah) tahun 2008
Pada bulan JJA dan SON yang memiliki curah hujan yang lebih kecil
dibandingkan bulan DJF dan MAM, nilai total kolom SO2 di periode ini bernilai
cukup tinggi. Pada bulan JJA yang merupakan musim kemarau, banyak wilayah
yang memiliki nilai sebesar 0.15–0.3 DU seperti daerah Cileungsi, Sukaraja,
Cisarua, Ciawi, Sukamakmur, Ciseeng, Tajurhalang, Rumpin, Cigudeg, Sukaraja,
Rancabungur, Leuwiliang dan Leuwisadeng. Sedangkan di wilayah Citeureup,
Jonggol, Sukamakmur, Klap