Produksi Biodiesel Menggunakan Lipase Amobil Pada Kitin Dalam Reaktor Unggun Diam (Fixed Bed Reactor).

PRODUKSI BIODIESEL MENGGUNAKAN LIPASE AMOBIL
PADA KITIN DALAM REAKTOR UNGGUN DIAM
(FIXED BED REACTOR)

SULFITRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Produksi Biodiesel Menggunakan
Lipase Amobil pada Kitin dalam Reaktor Unggun Diam (Fixed Bed Reactor)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Sulfitri
NIM P051130101

RINGKASAN
SULFITRI. Produksi Biodiesel Menggunakan Lipase Amobil pada Kitin
dalam Reaktor Unggun Diam (Fixed Bed Reactor). Dibimbing oleh ANI
SURYANI dan DADANG SUHENDAR.
Produksi biodiesel menggunakan katalis biologis tidak memerlukan proses
pemurnian produk dan kebutuhan energi yang lebih rendah dibandingkan
penggunaan katalis kimiawi. Meski demikian, biokatalis tidak banyak digunakan
dalam industri karena harganya yang mahal. Oleh karena itu, metode imobilisasi
enzim menjadi alternatif solusinya. Kitin dapat digunakan sebagai support dalam
proses imobilisasi enzim karena mengandung gugus amino yang menyediakan
tempat ikatan untuk protein. Produksi biodiesel pada skala laboratorium banyak
dilakukan secara batch. Untuk implementasi enzim amobil dalam dunia industri,
reaktor batch kurang efisien. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif proses yaitu
menggunakan reaktor kontinyu, salah satunya dengan menggunakan fixed bed
reactor. Berdasar pada hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

lipase yang terimobilisasi pada kitin dengan nilai derajat imobilisasi terbaik dari
variasi waktu aktivasi kitin, konsentrasi lipase dan waktu inkubasi selama
imobilisasi; memperoleh hasil terbaik dari konversi minyak menjadi metil ester
dari variasi konsentrasi substrat dan suhu reaksi; dan memperoleh konversi metil
ester yang berlangsung secara kontinyu pada fixed bed reactor.
Pada penelitian ini kitin diaktivasi dengan glutaraldehid sebelum digunakan
sebagai support. Waktu aktivasi kitin bervariasi antara 1 jam hingga 3 jam.
Setelah itu kitin diinkubasi dalam larutan lipase berbagai konsentrasi mulai dari
0.044 mg mL-1 hingga 0.264 mg mL-1 dan didiamkan dalam cold room dengan
variasi waktu yang berbeda-beda pula yaitu 14 jam hingga 24 jam. Perlakuan yang
menghasilkan persentase tertinggi dari lipase yang terikat pada kitin adalah
aktivasi kitin dengan glurataraldehid selama 1 jam 30 menit. Konsentrasi lipase
yang menghasilkan derajat imobilisasi tertinggi adalah 0.22 mg mL-1. Sedangkan
waktu inkubasi kitin dalam larutan lipase yang menghasilkan derajat imobilisasi
tertinggi adalah inkubasi selama 18 jam pada cold room. Lipase amobil kemudian
digunakan dalam proses transesterifikasi minyak sawit untuk memperoleh
konversi metil ester. Suhu transesterifikasi yang digunakan bervariasi antara 40 oC
hingga 55 oC dan rasio mol minyak dan metanol sebesar 1:3 hingga 1:6. Konversi
metil ester tertinggi setelah 8 jam reaksi diperoleh pada kondisi suhu reaksi 45 oC
dan rasio mol minyak dan metanol sebesar 1:4. Kestabilan lipase amobil dipelajari

melalui reaksi transesterifikasi yang berlangsung dalam reaktor kontinyu fixed bed
reactor selama 50 jam tanpa henti. Lipase amobil menghasilkan konversi metil
ester sebesar 67.95% dan aktivitasnya terus mengalami penurunan seiring
bertambahnya waktu produksi.
Kata kunci: biodiesel, fixed bed reactor, lipase amobil, transesterifikasi

SUMMARY
SULFITRI. Biodiesel Production Using Lipase Immobilized Onto Chitin In Fixed
Bed Reactor. Supervised by ANI SURYANI and DADANG SUHENDAR.
Biodiesel production using biological catalyst does not require products
purification process and lower energy requirements compared to the chemical
catalysts. However, one of the main obstacles for industrial application of lipase is
the high cost of biocatalysts. Therefore immobilization of lipase is an alternative
solution. Chitin can be used as a support in the enzyme immobilization process
because it contains amino groups that provide binding sites for proteins.
Biodiesel production on a laboratory scale most commonly used batch reactors
system but it is not efficient for implementation of immobilized lipase in biodiesel
industrial. Therefore, it needs an alternative process using fixed bed reactor as a
reactor with continuous system. Based on this problem, this study aims to obtain
lipase immobilized on chitin with a high value of immobilization degree with the

variation of chitin activation period, the concentration of lipase and incubation
period of immobilization; obtain the best results from the conversion of oil into
methyl ester with the variation of substrate concentration and reaction
temperature; and obtain methyl ester conversion takes place continuously on a
fixed bed reactor.
In this study, chitin was activated using glutaraldehyde before used as a
support. Chitin activation time ranging from 1 hour to 3 hours. After that, chitin
was incubated in a various concentrations of lipase solution ranging from 0.044
mg mL-1 to 0264 mg mL-1 and stored in a cold room with a variety storage time
between 14 hours to 24 hours. The highest percentage of lipase bound to chitin
was obtained by the treatment of chitin activation with glurataraldehid for 1 hour
30 minutes, incubation chitin in a lipase solution with concentrations 0,22 mg
mL-1 and stored for 18 hours in a cold room. The immobilized lipase was used in
the transesterification process to obtained the conversion of palm oil to methyl
ester. Transesterification temperatur that was used varying between 40 oC to 55 oC
and oil to methanol molar ratio was 1: 3 to 1: 6. High methyl ester conversion
after 8 hours of reaction was obtained on condition at 45 oC of reaction
temperature and at 1: 4 of oil to methanol molar ratio. The stability of the
immobilized lipase was learned through a transesterification reaction which takes
place in a fixed bed reactor for 50 hours without stopping. Immobilized lipase

was produced conversion of methyl ester with yield of 67.95% and its activities
decreased with increasing time of production.
Keywords : biodiesel, fixed bed reactor, immobilized lipase, transesterification

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PRODUKSI BIODIESEL MENGGUNAKAN LIPASE
AMOBIL PADA KITIN DALAM REAKTOR UNGGUN DIAM
(FIXED BED REACTOR)

SULFITRI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Hj Mulyorini Rahayuningsih, MS

Judul Tesis : Produksi Biodiesel Menggunakan Lipase Amobil Pada Kitin Dalam
Reaktor Unggun Diam (Fixed Bed Reactor)
Nama
: Sulfitri
NIM
: P051130101


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA
Ketua

Dr Dadang Suhendar, M Eng
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Bioteknologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Suharsono, DEA

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr


Tanggal Ujian:
7 Januari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang
telah memberikan limpahan nikmat dan kemudahan sehingga tesis ini dapat
diselesaikan. Tak lupa shalawat penulis panjatkan kepada junjungan Rasulullah
Muhammad SAW penuntun langkah menuju cahaya di surga. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 ini ialah Poduksi
Biodiesel Menggunakan Lipase Amobil Pada Kitin Dalam Reaktor Unggun Diam
(Fixed Bed Reactor).
Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada Prof Dr Ir Ani
Suryani, DEA sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr Dadang Suhendar, M
Eng sebagai anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga,
dan pikiran dalam memberikan bimbingan bagi penulis. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Dr Ir Hj Mulyorini Rahayuningsih, MS yang telah
memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini,
kepada pihak BPPT dan Program Beasiswa Pascasarjana BPPDN 2013 yang telah

membiayai penelitian yang dlakukan oleh penulis serta kepada Nuur Faridatun
Hasanah ST dan seluruh staf Laboratorium Teknologi Bioindustri, Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang telah membantu baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada papa Safaruddin, mama Nurhaniah, Sri Rahyuni,
Junaedi S Si, seluruh keluarga dan teman-teman atas doa restu, motivasi, cinta dan
kasih sayangnya. Semoga Allah SWT memberikan perlindungan, kesehatan dan
pahala yang berlipat ganda atas segala kebaikan yang telah dicurahkan kepada
penulis.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan bahwa tak
ada manusia yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Oleh karena itu penulis
senantiasa mengharapkan saran dan kritikan yang membangun. Semoga karya ini
dapat memberikan manfaat bagi semua yang membutuhkannya. Amin Ya Rabbal
‘Alamin.

Bogor, Januari 2016
Sulfitri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2

3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Biodiesel
Minyak Sawit Sebagai Bahan Baku Biodiesel
Transesterifikasi Secara Enzimatik
Imobilisasi Lipase
Kitin Sebagai Support
Reaktor Unggun Diam (Fixed Bed Reactor)

4
4
5
6
8
9
10

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian

11
11
11
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
13
Aktivasi Kitin Menggunakan Glutaraldehid
13
Pengaruh Konsentrasi Lipase
16
Pengaruh Waktu Inkubasi
17
Aktivitas Lipase Amobil
18
Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap Konversi Metil Ester
19
Pengaruh Rasio Mol Minyak dan Metanol Terhadap Konversi Metil Ester 20
Uji Stabilitas Enzim Amobil pada Proses Transesterfikasi dalam reaktor
Unggun Diam (Fixed Bed Reactor)
21
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

24
24
24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Komposisi asam lemak pada minyak sawit
Pengaruh waktu aktivasi terhadap derajat imobilisasi
Pengaruh konsentrasi lipase terhadap derajat imobilisasi
Pengaruh waktu inkubasi terhadap derajat imobilisasi

5
15
16
17

DAFTAR GAMBAR
1 Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol
2 Diagram alir proses produksi biodiesel dengan menggunakan lipase
sebagai katalis
3 Klasifikasi metode imobilisasi enzim
4 Struktur kimiawi kitin
5 Reaksi glutaraldehid dengan protein
6 Imobilisasi protein pada support teraminasi menggunakan glutaraldehid
7 Pengaruh suhu reaksi terhadap konversi metil ester
8 Pengaruh rasio mol minyak dan metanol terhadap konversi metil ester
9 Skema representasi dari reaktor unggun diam
10 Konversi metil ester secara kontinyu selama 50 jam

6
7
8
9
14
15
19
20
22
23

DAFTAR LAMPIRAN
11 Kurva standar protein dengan metode Bradford
12 Rumus perhitungan derajat imobilisasi
13 Uji aktivitas enzim amobil dan enzim free dengan metode titrasi

29
29
30

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ketergantungan secara terus menerus terhadap energi bahan bakar fosil,
tidak berkelanjutan dalam jangka panjang karena menghabiskan sumber daya.
Menurut World Energy Forum cadangan minyak berbasis fosil, batubara dan gas
akan habis dalam 10 dekade (Narwal dan Gupta 2012). Selain itu bahan bakar
fosil telah berkonstribusi sangat besar terhadap masalah lingkungan. Oleh karena
itu, upaya untuk mengembangkan bahan bakar yang sifatnya renewable dan
biodegradable menjadi solusi yang menjanjikan untuk mengurangi
ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
Biodiesel merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk menggantikan
bahan bakar fosil. Biodiesel merupakan monoalkil ester dari asam lemak rantai
panjang yang terkandung dalam minyak nabati maupun lemak hewan yang
dihasilkan melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi. Biodiesel memiliki
kelebihan dibandingkan dengan bahan bakar petroleum diesel. Biodiesel bersifat
renewable dan biodegradable. Biodiesel tidak beracun, hasil pembakarannya
hampir tidak mengandung partikel, sulfur dioksida, karbon dioksida, nitrogen
dioksida sehingga ramah lingkungan. Energi yang dihasilkan oleh biodiesel
relatif tidak berbeda dengan petroleum diesel sehingga dapat digunakan sebagai
pengganti 100% petroleum diesel maupun sebagai campuran dengan berbagai
perbandingan tanpa modifikasi mesin. Biodiesel juga tidak menghasilkan uap
yang membahayakan pada suhu kamar, maka biodiesel lebih aman daripada
petroleum diesel dalam penyimpanan dan penggunaannya (Lukovi et al. 2011).
Sumber minyak nabati sebagai bahan dasar produksi biodiesel diantaranya
minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak kelapa sawit, minyak dedak padi,
minyak jarak, minyak zaitun, dll. Minyak nabati ini tersusun dari berbagai macam
trigliserida yang bervariasi tergantung pada panjang dan tingkat kejenuhan
ikatannya (Dizge dan Keskinler 2008). Produksi biodiesel dapat menggunakatan
katalis kimiawi ataupun katalis biologis. Produksi biodiesel menggunakan katalis
kimiawi memiliki beberapa kelemahan diantaranya memerlukan pemurnian
produk, konsumsi energi yang tinggi, tidak dapat digunakan kembali, dan
berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, produksi
biodiesel menggunakan biokatalis menjadi alternatif pilihan untuk mengatasi
masalah penggunaan katalis kimiawi (You et al. 2013).
Penggunaan lipase sebagai katalis tidak banyak dipilih oleh industri karena
biaya yang tinggi dan stabilitas lipase yang rendah. Oleh karena itu, metode
imobilisasi enzim pada suatu matriks atau support menjadi alternatif solusinya.
Melalui proses imobilisasi, enzim dapat digunakan berkali-kali, aktivitasnya lebih
stabil dan proses pemurnian produk lebih mudah sehingga dapat menurunkan
biaya produksi. Imobilisasi enzim dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah
satunya adalah metode carrier binding atau pengikatan enzim pada bahan
penyangga melalui ikatan kovalen. Metode ikatan kovalen menyebabkan ikatan
antara enzim dan bahan penyangga lebih stabil sehingga enzim tidak mudah lepas
ke dalam larutan dan substrat dapat dengan mudah berinteraksi karena enzim
berada pada permukaan bahan penyangga (Brena dan Batista-Viera 2006). Salah

2
satu bahan penyangga yang dapat digunakan untuk imobilisasi enzim adalah kitin.
Kitin merupakan homopolimer dari N-acetilglukosamin yang jumlahnya
melimpah di alam. Kitin mengandung gugus amino yang menyediakan tempat
ikatan untuk protein sehingga dapat berguna sebagai penyangga untuk imobilisasi
beberapa jenis enzim (Gomes et al. 2004). Pada penelitian ini, akan dilakukan
proses imobilisasi enzim lipase pada kitin sebagai penyangga. Kitin diaktivasi
dengan menggunakan glutaraldehid. Glutaraldehid berfungsi sebagai agen crosslink dan menstabilkan enzim pada suhu tinggi dari pengaruh denaturasi
(Charuchinda et al. 2013). Oleh karena itu, dilakukan beberapa variasi masa
aktivasi kitin menggunakan glutaraldehid. Selain itu, konsentrasi enzim dan masa
inkubasi dalam proses imobilisasi turut diperhitungkan untuk mendapatkan
banyak enzim yang terikat pada kitin.
Melihat potensi biodiesel sebagai salah satu energi alternatif, penelitian
tentang sintesis biodiesel telah banyak dilakukan. Gomes et al. (2004) dan
Setyahadi et al. (2011), melakukan imobilisasi lipase pada kitin menggunakan
metode ikatan kovalen teraminasi dalam sintesis biodiesel. Proses sintesis
dilakukan secara batch. Namun, reaktor batch mempunyai beberapa kelemahan.
Diantaranya adalah produktivitas yang rendah dan biaya operasi yang lebih tinggi.
Selain itu, untuk kepentingan peningkatan skala produksi, informasi dengan
reaktor bacth tidak cukup mendukung (Lukovi et al. 2011). Oleh karena itu
dibutuhkan alternatif proses yaitu menggunakan reaktor kontinyu. Keuntungan
proses kontinyu adalah kemudahan dalam mengontrol terjadinya reaksi serta
produktivitas dan kualitas produk yang tinggi (Hama & Kondo 2013). Reaktor
unggun diam (fixed bed reactor) merupakan jenis reaktor kontinyu yang paling
banyak digunakan dalam sintesis biodiesel. Fixed bed reactor
sering
dimanfaatkan dalam produksi skala besar karena tingginya efisiensi, ekonomis
dalam pengoperasiannya dan mudah dalam konstruksinya (Watanabe et al. 2001).
Reaktor unggun isian memungkinkan terjadinya kontak substrat dan biokatalis
tanpa perlu tekanan yang tinggi dan tidak membutuhkan proses separasi antara
produk dan katalis. Selain itu, reaktor unggun isian sangat cocok untuk produksi
jangka panjang dan lebih hemat bila dibandingkan dengan bioreaktor tipe batch
(Ongjanovic et al. 2009). Secara stoikiometri, reaksi transesterifikasi
membutuhkan 1 mol trigliserida dan 3 mol metanol untuk menghasilkan 3 mol
metil ester dan 1 mol gliserol. Menurut Fukuda et al. (2001), untuk menghasilkan
metil ester yang lebih banyak dalam waktu singkat, perlu penggunaan jumlah mol
alkohol yang lebih tinggi. Di sisi lain, suhu reaksi juga mempengaruhi banyak
sedikitnya konversi metil ester yang dihasilkan. Hal ini berkaitan dengan aktivitas
enzim yang dipengaruhi oleh suhu lingkungan.

Perumusan Masalah
Biodiesel dapat dibuat dengan proses transesterifikasi dari minyak nabati
yang mengandung trigliserida yang tinggi menggunakan katalis kimia. Namun
permasalahan yang dihadapi adalah tingginya konsumsi energi dari katalis kimia
dan masih tertinggalnya senyawa-senyawa pengotor, sehingga dapat
menimbulkan limbah cair dan untuk memurnikannya perlu energi dan material
tambahan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka digunakan lipase sebagai

3
katalis. Tetapi penggunaan lipase untuk produksi biodiesel sulit diterapkan karena
biayanya yang relatif mahal. Oleh karena itu diperlukan proses imobilisasi enzim
dimana pergerakan molekul enzim dalam ruang tempat reaksi akan ditahan
sehingga terbentuk sistem enzim yang aktif, tidak larut dalam air dan dapat
digunakan berulang-ulang. Dalam imobilisasi enzim diperlukan support untuk
terjadinya pengikatan enzim. Kitin merupakan support yang potensial digunakan
untuk imobilisasi lipase. Faktor yang mempengaruhi banyak sedikitnya enzim
yang terikat pada support akan dipelajari dalam penelitian ini meliputi masa
aktivasi support, konsentrasi enzim dan waktu inkubasi dalam proses imobilisasi.
Pada penelitian ini, biodiesel disintesis dari minyak sawit yang diperoleh melalui
proses transesterifikasi dengan menggunakan lipase amobil. Proses sintesis
biodiesel umumnya dilakukan secara batch. Namun, pada reaktor batch
produktivitas rendah dan biaya operasi lebih tinggi pada produksi skala besar.
Oleh karena itu, proses sintesis biodiesel akan dilakukan secara kontinyu
menggunakan reaktor unggun diam (fixed bed reactor). Suhu reaksi dan rasio
substrat (minyak dan metanol) akan dipelajari untuk mendapatkan konversi metil
ester yang tinggi.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memperoleh lipase yang terimobilisasi pada kitin dengan nilai derajat
imobilisasi terbaik dari variasi waktu aktivasi kitin, konsentrasi lipase dan
waktu inkubasi selama imobilisasi
2. Memperoleh hasil terbaik dari konversi minyak menjadi metil ester dari
variasi konsentrasi substrat dan suhu reaksi
3. Memperoleh konversi metil ester yang berlangsung secara kontinyu pada
reaktor unggun diam (Fixed Bed Reactor)

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi mengenai salah
satu metode imobilisasi lipase dan penggunaanya pada proses sintesis biodiesel
dalam bioreaktor yang berlangsung secara kontinyu.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Biodiesel
Biodiesel secara sederhana dapat diartikan sebagai bahan bakar terbarukan
yang diproduksi dari metanol dan minyak nabati, lemak hewan, maupun minyak
goreng bekas. Secara teknis biodiesel diartikan sebagai monoalkil ester asam
lemak rantai panjang yang berasal dari bahan baku berupa lipid yang dapat
diperbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan untuk digunakan sebagai
bahan bakar mesin diesel (Conley 2009). Reaksi sintesis biodiesel dapat
menggunakan katalis kimiawi ataupun katalis biologis. Produksi biodiesel secara
industri menggunakan katalis basa homogen. Katalis basa seperti NaOH bereaksi
dengan metanol menghasilkan natrium metoksida yang kemudian bereaksi dengan
trigliserida menghasilkan ester (Salis et al. 2007). Penggunaan katalis basa
menghasilkan rendemen yang tinggi dalam waktu singkat, namun memerlukan
energi yang intensif dan separasi antara produk dan katalis. Sebaliknya,
penggunaan katalis biologis tidak memerlukan separasi. Produk samping berupa
gliserol dapat dengan mudah diperoleh kembali tanpa proses yang kompleks.
Selain itu asam lemak yang terkandung dalam minyak dapat diubah seluruhnya
menjadi metil ester dengan sempurna (Fukuda et al. 2001).
Biodiesel memiliki potensi besar sebagai bahan bakar diesel alternatif.
Menurut Lukovi et al. (2011), beberapa keunggulan biodiesel dibandingkan
dengan bahan bakar diesel konvesional diantaranya:
1. Bahan baku biodiesel berasal dari sumber-sumber yang dapat diperbaharui
sehingga hasil pembakarannya tidak menyebabkan emisi karbondioksida
2. Tingkat biodegradabilitinya sama dengan glukosa sehingga sangat cocok
digunakan pada kegiatan di perairan sebagai bahan bakar
3. Produk pembakaran biodiesel memiliki emisi partikulat, sulfur, karbon
monoksida, dan nitrogen oksida yang rendah
4. Biodiesel tidak menghasilkan uap yang membahayakan pada suhu kamar
sehingga lebih aman dalam penyimpanan dan penggunaannya
5. Viskositas biodiesel lebih tinggi, mempunyai daya pelumasan yang lebih baik,
dan menurunkan keausan piston sehingga mesin menjadi lebih awet.
Dibandingkan dengan biofuel lain, biodiesel lebih menguntungkan karena
dapat dipompa, disimpan dan ditangani dengan menggunakan infrastruktur
yang sama untuk bahan bakar diesel konvensional (Robles-Medine et al. 2009).
Biodiesel mempunyai rantai karbon antara 12 sampai 20 serta mengandung
oksigen. Adanya oksigen pada biodiesel membedakannya dengan bahan bakar
diesel konvensional yang komponen utamanya hanya terdiri dari hidrokarbon.
Namun, biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang serupa dengan bahan
bakar diesel konvensional dan energi yang dihasilkan oleh biodiesel relatif sama
sehingga dapat digunakan sebagai pengganti 100% petroleum diesel maupun
sebagai campuran dengan berbagai perbandingan tanpa modifikasi mesin.
Pencampuran 20% biodiesel ke dalam petroleum diesel menghasilkan produk
bahan bakar tanpa mengubah sifat fisik secara nyata. Kelebihan lain dari segi
lingkungan adalah tingkat toksisitasnya yang 10 kali lebih rendah dibandingkan
dengan garam dapur (Lukovi et al. 2011).

5
Minyak Sawit sebagai Bahan Baku Biodiesel
Buah kelapa sawit merupakan buah yang kaya dengan minyak. Kelapa sawit
memiliki karakteristik unik dan unggul dibandingkan jenis tanaman penghasil
minyak lainnya karena kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak dari buah
yang sama. Dalam proses pengepresan, daging buah sawit akan menghasilkan
minyak sawit kasar (crude palm oil,CPO) dan inti sawit akan menghasilkan
minyak inti sawit kasar (crude palm kernel oil,CPKO). CPO dan CPOK
mempunyai karakteristik kimia, fisik dan gizi unik yang berbeda. CPO kaya
dengan asam palmitat sedangkan CPOK kaya dengan asam laurat dan asam
miristat. Pada prakteknya, dibandingkan CPKO, CPO lebih banyak diproses lanjut
menjadi minyak goreng yang sering disebut sebagai minyak sawit. Minyak sawit
banyak digunakan dalam berbagai aplikasi, baik pangan misalnya sebagai minyak
goreng, margarin, cocoa butter subtitutes dan produk pangan lainnya, maupun
non-pangan misalnya biodiesel, oleokimia maupun farmasi (O’Brien 1998).
Minyak kelapa sawit merupakan senyawa tidak larut dalam air dimana komponen
penyusunnya yang utama adalah trigliserida dalam jumlah yang besar dan
nontrigliserida (motibgliserida, digliserida, fosfatida, karbohidrat, protein, zat
warna, bahan-bahan berlendir atau getah) dalam jumlah yang sedikit (Pasaribu
2004).
Trigliserida sebagai senyawa utama penyusun minyak sawit merupakan
bahan baku pada pembuatan biodiesel. Trigliserida merupakan ester dari satu
senyawa gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Sekitar 98% minyak kelapa
sawit terdiri dari asam lemak seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi asam lemak pada minyak sawit
Asam lemak
Saturated
Palmitat (C16)
Stearat(C18)
Unsaturated
Oleat (C18:1)
Linoleat (C18:2)
um er: Lukovi et al. (2011)

Komposisi (%)
42.6
4.4
40.5
10.1

Biodiesel yang dihasilkan dari minyak yang memiliki kandungan asam
lemak tak jenuh yang lebih tinggi menunjukkan pour point dan cloud point yang
rendah sehingga sesuai untuk cuaca dingin maupun cuaca panas. Namun kualitas
biodiesel lebih rendah karena memiliki angka setana dan suhu pembakaran yang
rendah (Ghaly et al 2010). Selain itu, biodiesel yang dihasilkan dari minyak
dengan asam lemak rantai panjang (lebih dari 18 karbon) memiliki angka setana
dan suhu pembakaran yang tinggi, namun pour point dan cloud point tinggi dan
viskositasnya lebih besar (Robles-Medina et al, 2009). Minyak sawit memiliki
komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan proporsi yang seimbang
sehingga minyak sawit tidak menempati posisi khusus dalam pengkategorian
sebagai minyak jenuh ataupun minyak tak jenuh.
Pemanfaatan minyak sawit sebagai sumber trigliserida dalam proses
produksi biodiesel telah banyak diteliti. Moreira et al. (2007) meneliti reaksi
transesterifikasi minyak sawit dengan etanol menggunakan lipase imobil sebagai
katalisator. Konversi metil ester yang dihasilkan sebesar 98%. Moreno-Piraja`n

6
dan Giraldo (2011), meneliti reaksi transesterifikasi minyak sawit dengan metanol
dan etanol menggunakan lipase imobil sebagai katalisator. Reaksi transesterifikasi
antara minyak sawit dengan metanol menghasilkan metil ester sebesar 70%
sedangkan dengan etanol menghasilkan metil ester sebesar 80%. Charuchinda et
al. (2013), melakukan penelitian tentang hidrolisis-esterifikasi minyak sawit
dalam proses sintesis biodiesel memanfaatkan enzim amobil menghasilkan fatty
acid ethyl ester (FAEE) sebesar 49.6%.

Transesterifikasi secara Enzimatik
Transesterifikasi mereaksikan trigliserida dari minyak nabati atau lemak
hewani dengan alkohol rantai pendek seperti metanol menghasilkan metil ester
asam lemak (Fatty Acids Methyl Esters/FAME) dan gliserol (gliserin) sebagai
produk samping (Gambar 1). Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi pertukaran
bagian alkohol dari suatu ester yang berlangsung dalam sistem kesetimbangan
(reversible). Reaksi reversibel harus dijaga agar kesetimbangan reaksi bergeser ke
arah produk sehingga perolehan biodiesel tinggi. Untuk mencapai hal tersebut,
digunakan metanol sebagai pereaksi dalam jumlah yang melebihi kebutuhan
stoikiometri. Reaksi yang tidak sempurna dapat menyebabkan rendahnya kualitas
biodiesel (Fessenden R dan Fessenden J 1986).
H

3CH3-OCOR

+

H

Gambar 1 Reaksi Transesterifikasi Trigliserida dengan Metanol (Nagi et al. 2008)
Reaksi transesterifikasi pada dasarnya merupakan reaksi bolak-balik
(reversible). Reaksi transesterifikasi dikatalisis secara kimiawi ataupun enzimatik.
Katalis kimia yang digunakan adalah senyawa asam atau basa kuat. Katalis basa
memiliki kelemahan yaitu memerlukan proses pemurnian produk samping berupa
gliserol, asam lemak bebas, sisa katalis dan air agar menghasilkan biodiesel murni.
Sedangkan katalis asam membutuhkan suhu dan tekanan yang tinggi (energi lebih
besar) serta waktu reaksi yang lebih lama. Selain itu katalis kimiawi memerlukan
reaktor yang resisten terhadap agen agresif dan standar keselamatan yang tinggi
(Vasudevan dan Briggs 2008). Disisi lain, penggunaan katalis kimiawi juga tidak
ramah lingkungan. Oleh karena itu, penggunaan enzim sebagai katalis menjadi
pilihan utama dalam produksi biodiesel.

7
Transesterifikasi enzimatik dapat mengatasi masalah-masalah yang terjadi
jika menggunakan katalis basa. Terutama produk samping gliserol dapat dengan
mudah diperoleh kembali tanpa proses yang komlpeks. Selain itu asam lemak
bebas yang terkandung dalam minyak dapat diubah seluruhnya menjadi metil
ester dengan sempurna. Proses lanjut dengan katalis lipase jauh lebih sederhana
karena tidak dibutuhkan recovery metanol dan perlakuan terhadap limbah basa.
Gliserol yang terbentuk dengan mudah dapat dipisahkan dari produk utama karena
perbedaan kepolaran dan keduanya tidak saling bercampur (Fukuda et al. 2001).
Diagram alir proses produksi biodiesel dengan menggunakan katalis lipase dapat
dilihat pada Gambar 2.
Fase
atas

Minyak
Metanol
Enzim

Transesterifikasi

Biodiesel

Pemisahan
Fase
bawah

Gliserol

Gambar 2 Diagram Alir Proses Produksi Biodiesel dengan Menggunakan
Katalis Lipase (Lukovi et al. 2011)
Beberapa tahun belakangan ini, telah banyak diteliti sintesis ester yang
dikatalisasi oleh lipase. Lipase (triasilgliserol hidrolase) merupakan enzim yang
menghidrolisis trigliserida menjadi asam-asam lemak dan gliserol. Lipase
ekstraselular dan intraselular dapat mengkatalisis reaksi transesterifikasi secara
efektif pada sistem aqueus atau nonaqueus (Setyahadi 2011). Wrinkler et al.
(1990) mengemukakan bahwa sisi aktif lipase diselubungi oleh suatu struktur aktif
yang dinamakan Lid. Lid distabilkan oleh interaksi dengan permukaan air atau
substrat. Pada konformasi tertutup, lid menyelubungi sisi aktif lipase yang
menyebabkan tidak terbentuknya ikatan enzim-substrat karena sisi hidrofilik
menghadap pelarut dan sisi hidrofobik menghadap ke inti protein. Sedangkan
pada struktur terbuka, sisi hidrofobik menjadi terbuka dan memperbesar
pembentukan permukaan hidrofobik dan tempat terikatnya substrat.
Asam amino penyusun utama yang membangun sifat lipase disebut triad
katalis yaitu serin, histidin, dan asam aspartat atau asam glutamat. Sifat dari asam
amino tersebut akan mempengaruhi reaktivitas dan selektivitas lipase. Dalam
reaksi hidrolisis, terdapat penggolongan selektivitas lipase berdasarkan
kemampuannya dalam memutuskan rantai trigliserida, yaitu: lipase yang
menghidrolisis trigliserida secara acak terhadap posisi asam lemak pada trigliserol
menjadi asam lemak, dimana enzim ini dapat menghidrolisis ikatan ester secara
sempurna menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol; lipase yang
menghidrolisis secara spesifik pada posisi 1 dan 3 dari trigliserol, dimana produk
yang dihasilkan adalah asam lemak bebas, 1,2-digliserol, dan 2-monogliserol; dan
lipase yang menghidrolisis secara spesifik asam lemak tertentu dari trigliserol
(Redjoso 2007). Supaya lipase dapat digunakan secara berulang, maka lipase
bebas disimpan aktivitas katalitiknya dengan proses imobilisasi.

8
Imobilisasi Lipase
Teknologi imobilisasi enzim berkembang sejak disadarinya beberapa
kelemahan enzim antara lain ketidaksatabilan enzim, biaya isolasi dan pemurnian
yang tinggi, serta tingginya biaya penggunaan enzim karena enzim yang
telah digunakan tidak dapat dipisahkan atau dipergunakan lagi. Padahal
selama struktur enzim belum rusak, maka enzim masih bisa digunakan secara
berulang-ulang (Suhartono 1989). Imobilisasi enzim merupakan suatu proses
dimana pergerakan molekul enzim dalam ruang tempat reaksi ditahan sedemikian
rupa sehingga terbentuk sistem enzim yang aktif dan tidak larut dalam air.
Dalam Imobilisasi enzim, pengikatan enzim pada suatu karier harus terjadi tanpa
adanya perusakan pada struktur ruang tiga dimensi dari sisi aktif enzim tersebut,
sehingga spesifitas substrat maupun gugus fungsi aktif tidak terganggu oleh
proses ini (Cao 2005).
Menurut Lukovi et al. (2011), ada beberapa keuntungan dari imobilisasi
enzim yaitu: 1) enzim dapat digunakan berulang kali, 2) enzim dapat digunakan
pada proses yang kontinyu, 3) meningkatkan kestabilan enzim, 4) produk yang
dihasilkan memiliki kemurnian yang lebih tinggi, dan 5) kontrol yang lebih
mudah terhadap reaksi enzimatis. Berdasarkan jenis interaksi enzim dengan
support, metode imobilisasi dapat diklasifikasikan seperti pada Gambar 3.
Metode imobilisasi enzim

Binding (ikatan)

Entrapment

Gel
Entrapment

Fiber
Entrapment

Ikatan
kovalen

Micro
encapsulatin
g

Chelation
(Ikatan logam)

Carrier
Binding

Adsorpsi
fisik

Gambar 3 Klasifikasi Metode Imobilisasi Enzim (Redjoso 2007)

Crosslinking

Ikatan
ion

9
Imobilisasi lipase secara luas digunakan untuk aplikasi industri terutama
untuk sintesis biodiesel. Banyak studi tentang metode imobilisasi lipase yang
telah dilakukan, diantaranya yaitu adsorpsi dalam support padat dan entrapment
dalam matriks polimer support (Noureddini 2005). Tetapi metode adsorpsi dan
entrapment memiliki beberapa kekurangan, diantaranya yaitu enzim amobil
mudah dipengaruhi oleh kondisi lingkungan karena interaksi antara enzim dengan
support sangat lemah sehingga enzim mudah lepas (Cao 2005). Metode ikatan
kovalen memiliki beberapa keuntungan yaitu ikatan antara enzim dan support
stabil sehingga enzim tidak mudah lepas ke dalam larutan dan substrat dapat
dengan mudah berinteraksi karena enzim berada pada permukaan support (Brena
dan Batista-Viera 2006). Akan tetapi menurut Aehle (2004), metode ikatan
kovalen juga memiliki beberapa kerugian yaitu situs aktif enzim bisa saja rusak
karena modifikasi kimiawi, aktivitas enzim bisa berkurang dan support tidak
dapat diperbaharui. Meski demikian, metode ikatan kovalen lebih menguntungkan,
hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Mokodongan (2009) yang
membandingkan imobilisasi enzim lipase pada kitin sebagai matriks dengan
menggunakan metode ikatan kovalen dan metode adsorpsi. Enzyme loading yang
diperoleh dengan metode ikatan kovalen jauh lebih tinggi yaitu 60 mg g-1 support
sedangkan metode adsorpsi hanya 29.17 mg g-1 support.

Kitin Sebagai Support
Kitin yang merupakan polimer dari β-(1-4)-N-asetil-D-glukosamin, adalah
polisakarida yang jumlahnya paling melimpah. Struktur kimiawi kitin dapat
dilihat pada Gambar 4. Sumber kitin sebagaian besar terdapat pada cangkang
hewan kelas Crustacea, Mollusca, serta kutikula pada serangga. Kitin pada
cangkang dan kutikula berperan sebagai pelindung dan penguat. Pada Crustacea
dan Mollusca, kitin ditemukan sebagai konstituen jaringan kompleks dengan
protein. Dalam dunia industri, kitin diekstrak dari cangkang Crustacea dengan
dilarutkan di dalam kalsium karbonat kemudian diekstraksi dengan basa untuk
melarutkan proteinnya. Setelah itu dilakukan decolorization untuk menghilangkan
pigmennya (Rinaudo 2006).

Gambar 4 Struktur Kiamiawi Kitin (Rinaudo 2006)

10
Hidrolisis kitin akan menghasilkan 2-amino-2-deoksi-D-glukosa (gugus
asetat lepas). Adanya gugus amino menyediakan tempat ikatan untuk protein yang
berguna sebagai support dalam proses imobilisasi dari beberapa macam enzim.
Kitin telah secara luas digunakan sebagai support dalam proses imobilisasi
beberapa jenis enzim. Gomes et al. (2004), mengaktivasi kitin dengan
heksametilendiamin dan glutaraldehid untuk digunakan sebagai support dalam
imobilisasi lipase. Lipase imobil kemudian digunakan sebagai katalisator dalam
proses transesterifikasi trigliserida. Aktivitas esterifikasi enzim lipase imobil
sebesar 187 µmol mg-1 Min-1. Dalam industri makanan, kitin digunakan sebagai
support imo ilisasi enzim α- dan β-amilase. Hal ini tidak terlepas dari sifat kitin
yang tidak beracun, biodegradable, bersifat antibakterial, memiliki afinitas yang
tinggi terhadap protein, dan dapat digunakan dalam berbagai bentuk misalnya
bubuk, gel, serat maupun membran (Rinaudo 2006).

Reaktor Unggun Diam (Fixed Bed Reactor)
Reaktor merupakan sebuah peralatan atau sistem yang mampu menyediakan
sebuah lingkungan biologis yang dapat menunjang terjadinya reaksi biokimia.
Dalam reaksi kimiawi yang memanfaatkan katalis terimobilisasi, terdapat
beberapa jenis reaktor yang bisa digunakan yaitu reaktor unggun, reaktor tangki
berpengaduk ataupun reaktor membran (Mangunwidjaja dan Suryani 1994).
Reaktor unggun diam biasanya merupakan reaktor pipa berisi katalis yang
ditempatkan pada posisi tertentu. Tujuan penempatan katalis adalah untuk
mendapatkan luas permukaan kontak umpan untuk melangsungkan reaksi dan
menghindari katalis yang terbawa oleh aliran. Selain itu, pada reaktor unggun
diam, katalis tidak dikonsumsi pada reaksi sehingga dapat digunakan berulangulang sebagai aliran kontinyu dari reaktan yang dilewatkan pada unggun tanpa
mengharuskan proses pemisahan dan recycling katalis. Reaktor unggun diam
banyak digunakan untuk reaksi-reaksi gas maupun cair dengan katalis berupa
padatan. Kontak katalis-umpan dalam reaktor unggun diam lebih efisien
dibandingkan dengan penggunaan unggun terfluidisasi (fluidized bed reactor)
untuk sejumlah katalis yang sama (Finlayson 1971). Reaktor unggun diam
digunakan secara luas untuk proses skala besar pada industri petroleum dan
industri bahan-bahan kimia.
Reaktor unggun diam umumnya menggunakan ukuran partikel seragam,
yang secara acak dipasang pada kondisi tetap dalam sebuah vessel atau tube.
Reaktan disuplai ke dalam reaktor dengan bulk dari fluida mengalir sepanjang
kolom dan mengontakkan dengan partikel aktif berkatalis. Reaktan kemudian
mengalami transformasi kimia yang biasanya bersamaan dengan pelepasan panas
atau konsumsi panas (Arita 2009). Karakteristik yang paling penting dari reaktor
unggun diam adalah material mengalir melalui reaktor pada kecepatan yang sama,
sejajar dengan sumbu reaktor tanpa pencampuran balik. Semua substrat yang
mengalir memiliki waktu tinggal (residence time) yang sama. Posisi kolom
reaktor unggun diam yang memanjang sebanding dengan waktu yang diperlukan
dala reaktor dimana semua substrat memiliki waktu tinggal (residence time) yang
sama dan memiliki kesempatan yang sama untuk bereaksi (Buasri et al. 2012).

11
Terdapat dua hal yang harus dipertimbangkan ketika mengoperasikan
reaktor unggun diam yaitu batasan difusi partikel dalam laju reaksi dan tingginya
pressure drop sepanjang reaktor. Perpindahan eksternal dapat dikurangi pada
penggunaan reaktor unggun diam dengan meningkatkan laju alir dari substrat dan
menggunakan rasio tinggi kolom dan diameter reaktor. Partikel-partikel kecil dari
katalis yang digunakan juga dapat mengurangi masalah tingginya pressure drop
dalam reaktor (Napitupulu 2012).

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2014 sampai Juni 2015 di
Laboratorium Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT), Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: spektrofotometer
Ultra Violet-Visible (U-2001, Hitachi, Jepang), shaker incubator (Kuhner, Swiss),
magnetic stirrer (MR-3002, Heidolph, Jerman), vortex (Sargent-Welch, USA),
neraca analitis, GC-MS, erlenmeyer, becker glass, pipet mikro, microtube
(Eppendorf, Jerman), corong Buchner, vacum, spatula, labu ukur, reaktor fixed
bed, waterbath.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: lipase
komersil cair (Habio Lipase, by Mianyang Habio Engineering Co., Ltd), minyak
sawit, kitin, glutaraldehid 3%, heksametilendiamin 2%, buffer fosfat 0.05 M pH 7,
Bovine Serum Albumin, reagen Bradford, olive oil, PVA (polivinylalkohol),
metanol, n-heksana, air Reverse Osmosis, Comassie Brilliant Blue G-250, asam
fosfat 85%, etanol 95%, kertas saring, standar GC-MS.

Prosedur Penelitian
Imobilisasi Lipase Pada Kitin
Metode imobilisasi lipase dalam penelitian mengacu pada metode yang
dilakukan Gomes et al. (2004). Sebanyak 1 g kitin dimasukkan ke dalam 10 mL
larutan heksametilendiamin (HEMDA) 2%, diaduk pada kecepatan 200 rpm
selama 30 menit. Campuran diinkubasi pada suhu 40 oC selama 2 jam kemudian
disaring dan dibilas dengan air RO. Kitin dibilas kembali dengan buffer fosfat
0.05 M pH 7 lalu dikeringkan dengan vacum. Kitin kering dimasukkan ke dalam
10 mL larutan glutaraldehid 3%, diaduk pada kecepatan 200 rpm dengan variasi
waktu aktivasi 30 menit, 1 jam, 1 jam 30 menit, 2 jam, 2 jam 30 menit dan 3 jam.
Kitin disaring, kemudian dibilas dengan air RO dan dibilas kembali dengan buffer
fosfat 0.05 M pH 7. 1 g kitin yang telah diaktivasi dimasukkan ke dalam larutan

12
lipase dengan variasi konsentrasi 0.044 mg mL-1, 0.088 mg mL-1,0.132 mg mL-1,
0.176 mg mL-1, 0.22 mg mL-1 dan 0.264 mg mL-1 kemudian diaduk pada
kecepatan 150 rpm selama 3 jam. Setelah itu, campuran disimpan pada cold room
dengan variasi waktu penyimpanan 14 jam, 16 jam, 18 jam, 20 jam, 22 jam dan
24 jam. Campuran kemudian disaring dan menghasilkan residu lipase amobil dan
filtrat A. Residu lipase amobil dibilas dengan 25 mL n-heksana sebanyak 2 kali
sehingga menghasilkan filtrat B dan C. Lipase amobil kemudian dikeringkan
dengan vacum dan disimpan di dalam cold room. Filtrat A, B, dan C kemudian
diuji kadar proteinnya menggunakan metode Bradford.
Membuat Reagen Bradford dan Kurva Standar BSA
Pembuatan larutan pereaksi bradford dilakukan dengan cara menambahkan
0.1 g Commassie Brilliant Blue G-250 ke dalam 50 mL Etanol 95% (v/v)
kemudian diaduk dan ditambahkan 100 mL asam fosfor 85% lalu dihomogenkan.
Kemudian ditambahkan H2O steril sampai volume 1000 mL. Campuran
dihomogenkan lalu disaring dengan kertas saring dan disimpan dalam botol yang
berwarna gelap dengan suhu 4oC. Sebelum digunakan, reagen Bradford
diencerkan 5 kali.
Larutan standar BSA dibuat dengan melarutkan 0.1 gram BSA di dalam 10
mL air mili-Q. Kemudian dilakukan pengenceran untuk mendapatkan konsentrasi
BSA bertingkat. Setelah itu, sebanyak 1 mL reagen Bradford dimasukkan ke
dalam microtube lalu ditambahkan 20 µL sampel. Sebagai blanko adalah air
mili-Q. Kemudian sampel divortex dan diinkubasi selama 20 menit. Selanjutnya
dilakukan pengukuran pada spektrofotometer UV-VIS U-2001 pada panjang
gelombang 595 nm (Lampiran 1).
Analisa Derajat Imobilisasi
Masing-masing larutan lipase, filtrat A, filtrat B, dan filtrat C dianalisa
kadar proteinnya menggunakan metode Bradford. Sebanyak 1 mL Bradford
dimasukkan ke dalam microtube kemudian ditambahkan 20 µL sampel. Sebagai
blanko adalah buffer fosfat 0.05 M pH 7. Kemudian sampel divortex dan
diinkubasi selama 20 menit. Selanjutnya dilakukan pengukuran pada
spektrofotometer UV-VIS U-2001 pada panjang gelombang 595 nm. Derajat
imobilisasi merupakan perbandingan konsentrasi lipase sebelum dan setelah
imobilisasi sehingga diperoleh persentase lipase yang terikat pada kitin.
Perhitungan derajat imobilisasi mengikuti persamaan Mokodongan (2009), dapat
dilihat pada Lampiran 2.
Uji Aktivitas Lipase
Uji aktivitas lipase dilakukan dengan metode titrasi. Substrat terdiri dari 2.5
mL olive oil, 0.15 gram PVA dan 7.5 mL RO dimasukkan ke dalam erlenmeyer
kemudian dihomogenkan. Sebanyak 5 mL substrat ditambah dengan 4 mL buffer
fosfat 0.05 M pH 7 dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan
enzim sebanyak 1 mL untuk enzim free (pengenceran 500 kali) dan 1 gram enzim
amobil kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 20 menit. Setelah itu
ditambahkan 5 mL metana untuk menghentikan reaksi. Kemudian ditambahkan 2
tetes indikator PP lalu dititrasi dengan NaOH 0.05 M (Lampiran 3).

13
Transesterifikasi Enzimatik Minyak Sawit Secara Batch
Substrat berupa minyak sawit dan metanol dengan variasi perbandingan mol
minyak dan metanol 1:3, 1:4, 1:5, dan 1:6 dimasukkan ke dalam erlenmeyer
kemudian ditambahkan 1 gram kitin yang mengandung lipase amobil. Setelah itu
diinkubasi pada suhu reaksi yang bervariasi yaitu 40 oC, 45 oC, 50 oC dan 55 oC.
Reaksi berlangsung selama 8 jam. Campuran didekantasi sehingga menghasilkan
residu lipase amobil dan filtrat produk. Filtrat produk dipanaskan pada suhu 80 oC
untuk menginaktivasi enzim yang mungkin terlepas dari kitin.
Uji Stabilitas Enzim Amobil pada Proses Transesterifikasi dalam Reaktor
Unggun Diam (Fixed Bed Reactor)
Diameter dari reaktor yang digunakan adalah 1.1 cm dengan panjang 15 cm.
Jumlah katalis yang dibutuhkan sebanyak 3 gram diisikan ke dalam tabung reaktor
sepanjang 10 cm. Reaksi transesterfikasi dilakukan secara kontinyu didalam
reaktor tersebut. Substrat berupa minyak sawit dan metanol dengan rasio mol
minyak dan metanol 1:4 dipompa menuju kolom reaktor dengan laju alir 0.2 mL
menit-1. Suhu reaksi 45 oC dijaga konstan dengan cara mengalirkan air dalam jaket
reaktor. Produksi dilakukan selama 50 jam tanpa henti, dengan pengambilan
sampel dilakukan pada jam ke-0, jam ke-1 jam ke-5, jam ke-12, jam ke-24, jam
ke-36, dan jam ke-50.
Analisis Konversi Trigliserida
Analisis konversi metil ester dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik
Mabes Polri, Jakarta Selatan. Konversi metil ester dianalisis menggunakan Gas
Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) (Hewlett-Packard 5890) dengan
detektor MS dan kolom kapiler 15-m (DB-1 Angilent Technologies Inc, Palo Alto,
CA) menggunakan metil palmitat sebagai standar analisis. Perhitungan %
konversi metil ester (metil palmitat) yang diperoleh adalah:
Konsentrasi sampel x Luas area sampel
% konversi =

x 100%
Konsentrasi standar x Luas area standar

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivasi Kitin Menggunakan Glutaraldehid
Imobilisasi enzim dimaksudkan untuk memperoleh enzim yang dapat
digunakan terus menerus dan berulang-ulang dalam mengkatalisis suatu reaksi.
Lipase diimobilisasi menggunakan kitin sebagai support-nya. Kitin merupakan
support yang ideal digunakan untuk mengimobilisasi lipase. Selain karena kitin
memiliki gugus amino sebagai tempat ikatan dengan protein, kitin mudah didapat
dan murah harganya, mudah didegradasi di lingkungan, tidak beracun, kitin tahan
terhadap tekanan, bersifat hidrofilik, tidak bereaksi dengan enzim, tahan terhadap

16
agen reaktif. Semakin lama waktu reaksi yang digunakan, semakin banyak lipase
yang terikat pada support (Lee et al. 2006).
Waktu aktivasi 2 jam 30 menit dan 3 jam menunjukkan penurunan angka
derajat imobilisasi. Aktivasi lebih dari dua jam menyebabkan ikatan yang
terbentuk antara enzim dan kitin mudah terlepas. Hal ini terlihat dari tingginya
kadar protein yang terkandung dalam hasil pembilasan kitin setelah proses
imobilisasi. Migneault et al. (2004), menyatakan bahwa kekuatan ikatan crosslinking dipengaruhi oleh struktur konjugat yang terbentuk. Kitin yang diaktivasi
lebih dari dua jam menunjukkan struktur yang keras dan kaku dibandingkan
dengan kitin sebelum aktivasi maupun kitin yang diaktivasi kurang dari dua jam.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa waktu aktivasi yang
menghasilkan derajat imobilisasi tertinggi adalah 1 jam 30 menit hingga 2 jam.
Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang diperoleh Migneault et al. (2004) yang
dalam penelitiannya melakukan ikatan silang antara glutaraldehid dengan tripsin.
Ikatan silang bisa tercapai maksimal dengan waktu aktivasi sekitar 0.5 menit
sampai 120 menit dalam larutan buffer fosfat 0.5 M pH 6.8. selain itu, Carneiro et
al. (2014) mengaktivasi kitosan dengan glutaraldehid 2.5% selama 1 jam
menghasilkan efesiensi imobilisasi sebesar 68.2%. Waktu aktivasi 1 jam 30 menit
digunakan untuk proses imobilisasi selanjutnya dalam penelitian ini.

Pengaruh Konsentrasi Lipase
Konsentrasi lipase merupakan variabel yang digunakan dalam penelitian ini
untuk mendapatkan banyak lipase yang terikat pada kitin. Konsentrasi enzim
harus dipertimbangkan untuk mendapatkan banyak ikatan cross-linking terhadap
enzim dan support. Dalam penelitian ini digunakan lipase Habio komersial cair.
Pemilihan konsentrasi lipase yang digunakan didasarkan pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Mokodongan (2009) yang menggunakan lipase
Habio komersial bubuk. Konsentrasi lipase Habio bubuk yang digunakan adalah
0.05 g mL-1 hingga 0.125 g mL-1. Konsentrasi murni dalam 0.05 g mL-1 lipase
Habio padat adalah sebesar 0.044 mg mL-1. Oleh karena itu, variasi konsentrasi
lipase yang digunakan pada penelitian ini adalah 0.044 mg mL-1, 0.088 mg mL-1,
0.132 mg mL-1, 0.176 mg mL-1, 0.22 mg mL-1 dan 0.264 mg mL-1 yang
diencerkan dari stok lipase Habio cair dengan konsentrasi 88 mg mL-1.
Tabel 3 Pengaruh konsentrasi lipase terhadap derajat imobilisasi
Konsentrasi lipase (mg mL-1)
Derajat imobilisasi (%)
0.044
65.26±2.272
0.088
65.96±5.889
0.132
63.47±5.806
0.176
66.75±2.819
0.22
71.19±0.767
0.264
63.17±1.446
Berdasarkan Tabel 3, konsentrasi lipase 0.22 mg mL-1 menghasilkan nilai
derajat imobilisasi tertinggi yaitu 71.19%. Sementara itu, konsentrasi 0.044 mg
mL-1 hingga 0.176 mg mL-1 menghasilkan derajat imobilisasi yang lebih rendah.

17
Untuk konsentrasi enzim yang lebih besar yakni 0.264 mg mL-1, juga
menghasilkan derajat imobilisasi yang lebih rendah dibandingkan konsentrasi
0.22 mg mL-1, yaitu sebesar 63.17%. Menurut Migneault et al. (2004),
konsentrasi enzim yang rendah cenderung mengakibatkan gugus fungsional
glutaraldehid berikatan dengan enzim yang sama sedangkan konsentrasi enzim
yang terlalu tinggi menyebabkan ikatan cross-linking yang terbentuk sedikit
akibat adanya pengendapan enzim. Artinya, dalam konsentrasi yang rendah, kitin
akan berikatan dengan enzim yang sama karena jumlah enzim yang kurang
sehingga menghasilkan derajat imobilisasi yang rendah. Dalam konsentrasi enzim
yang terlalu tinggi, maka kitin juga akan mengikat enzim dalam jumlah yang
sedikit akibat terjadinya pengendapan enzim. Oleh karena itu, konsentrasi enzim
yang digunakan dalam proses imobilisasi dalam kondisi penelitian ini adalah 0.22
mg mL-1. Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mokodongan (2009),
menggunakan lipase Habio bubuk yang diimobilisasi pada kitin. Untuk 1 g kitin
yang digunakan sebagai support dibutuhkan 0.075 g mL-1 lipase bubuk dan
menghasilkan derajat imobilisasi sebesar 49.