Komparasi Pendapatan Usahatani Jagung Hibrida Wilayah Ex Program Pidra Dan Non Pidra Kabupaten Blitar Provinsi Jawa Timur
KOMPARASI PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA
WILAYAH EX PROGRAM PIDRA DAN NON
PIDRA DI KABUPATEN BLITAR, PROVINSI
JAWA TIMUR
STEVI MARCO THOMAS
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komparasi pendapatan
usahatani jagung hibrida wilayah ex program PIDRA dan Non PIDRA, di
Kabupaten Blitar Provinsi Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Stevi Marco Thomas
H34124068
1
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didisarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
iii
ABSTRAK
STEVI MARCO THOMAS. Komparasi Pendapatan Usahatani Jagung Hibrida
Wilayah Ex Program PIDRA dan Non PIDRA Kabupaten Blitar Provinsi Jawa
Timur. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI.
PIDRA (Participatory Integrated Development in Rainfed Area)
merupakan program Pemerintah Indonesia yang bekerjasama dengan IFAD
(International Fund for Agricultural Development) untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat perdesaan secara berkelanjutan pada wilayah lahan kering di
Propinsi Jawa Timur, NTT dan NTB. Jagung merupakan salah satu tanaman
pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk selain beras.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaan usahatani jagung hibrida dan
menganalisis perbedaan pendapatan usahatani jagung hibrida petani ex program
PIDRA dan Non PIDRA dengan memperhitungkan analisis biaya, penerimaan
dan pendapatan, analisis R/C ratio, return to capital, return to labor, uji beda ratarata. Berdasarkan nilai R/C dari biaya tunai dan biaya total, Penelitian ini
menyimpulkan bahwa usahatani jagung hibrida layak dengan Nilai R/C biaya
tunai ex program PIDRA sebesar 4.15 pada dan Non PIDRA pragram 2.74
sedangkan nilai R/C atas biaya total sebesar 2.63 pada ex program PIDRA dan
Non PIDRA 1.85. Dimana Ex Program PIDRA hasilnya lebih tinggi dari Non
PIDRA.
Kata kunci : lahan kering, pipilan kering, usahatani jagung.
ABSTRACT
STEVI MARCO THOMAS. The income comparison of hybrid corn farming ex
PIDRA and Non PIDRA programs in Blitar, East Java. Supervised by ANNA
FARIYANTI.
PIDRA (Participatory Integrated Development in Rain-fed Area) is a
government’s program which collaborated with IFAD (International Fund for
Agricultural Development) to increase the living standard of village society
continuously, especially in dry land areas such as province East Java, NTT and
NTB start from 2001. Corn is one of the main crops which people are consumed
except rice. This research aims to analyze the kind of hybrid corn farming and to
distimguish income of ex PIDRA and Non PIDRA farming program with consider
the data of cost, revenue, income , R/C ratio, return to capital, return to labor, t
test. Based on R/C value of cash and total cost, this research conclude that hybrid
corn farmings are reasonable with R/C value of cash cost ex PIDRA program
(4.15) and Non PIDRA program (2.74) and R/C value on total cost ex PIDRA
program (2.63) and Non PIDRA program (1.85). Where Ex PIDRA has value
higher than non PIDRA program.
Keywords: dry seed, dry land, maize farming.
v
KOMPARASI PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG
HIBRIDA WILAYAH EX PROGRAM PIDRA DAN NON
PIDRA DI KABUPATEN BLITAR, PROVINSI
JAWA TIMUR
STEVI MARCO THOMAS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul SkJipsi
: Komparasi Pendapatan Usahatani Jagung Hibrida Wilayah Ex
Program PIDRA dan Non P1DRA di Kabupaten Blitar Provinsi
Jawa Timur
Nama
: Stevi Marco Thomas
NIM
: H34124068
Disetujui oleh
Dr Ir Anna Fariyanti, MSi
Pembimbing
Tanggal Lulus
:
2 1 JA J 2016
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi yang berjudul “Komparasi Pendapatan Usahatani Jagung
Hibrida Wilayah Ex Program PIDRA dan Non PIDRA di Kabupaten Blitar
Provinsi Jawa Timur” selesai tepat pada waktunya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku
dosen pembimbing, Prof Dr Muhammad Firdaus, SP MSi selaku ketua tim
penelitian industri benih Indonesia bekerja sama FEM IPB dan Pusat Kerja Sama
Luar Negeri Kementerian Pertanian bersama tim, Dr Ir Netti Tinaprilla, MM
selaku dosen evaluator, Sdri Nuranty Wulandari selaku pembahas seminar, Prof
Dr Rita Nurmalina, Msi selaku dosen penguji utama dan Yanti Nuraeni Muflikh,
SP Magribuss selaku dosen penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Dinas Pertanian Blitar
dengan pendampingan Bapak Mat Safii’i dan Ibu Nevi. Om Heri sekeluarga yang
memberikan fasilitas. Penulis mengucapkan kepada papa mama dan kakak atas
segala dukungan doa, moril dan materil. Penulis ucapkan kepada sahabat
pelayanan Nazareth dan kepada seluruh sahabat kontrakan Edward, Maulana,
Dwi, Rijal, Rian, Ariani, Senja, Anzaluddin, Adi, Gerry dan rekan-rekan Alih
Jenis Agribisnis Angkatan 3.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana
Ekonomi (SE) di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.
Penyusunan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua
pihak untuk selalu mengembangkan ilmu pengetahuan yang ada. Namun
demikian, penulis masih terdapat banyak kekurangan dalam menyusun skrispsi
ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Januari 2016
Stevi Marco Thomas
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
VIII
IX
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan
5
Manfaat Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
5
Keragaan usahatani jagung hibrida
5
Pendapatan usahatani jagung
6
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
7
7
Pengertian Penelitian Komparatif
7
Konsep Usahatani
7
Penerimaan Usahatani
8
Pengeluaran Usahatani
8
Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)
10
Konsep Return to Labour dan Return to Capital
10
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
11
14
Lokasi Penelitian
14
Jenis dan Sumber Data
14
Metode Analisis Data
14
Analisis Keragaan Usahatani
14
Analisis Pendapatan Usahatani
14
Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)
15
Return to Labour dan Return to Capital
16
GAMBARAN UMUM
17
Keadaan Umum Daerah Penelitian
17
Karakteristik Petani Responden
18
Karakteristik Petani Berdasarkan Umur
18
Karakteristik Petani Tingkat Pendidikan
19
Karakteristik Petani Berdasarkan Pengalaman Bertani
19
Karakteristik Petani Berdasarkan Status Usahatani
20
Karakteristik Petani Berdasarkan Luas Lahan
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
21
Keragaan Usahatani Jagung Hibrida
21
Kegiatan Usahatani Jagung
21
Penggunaan Input Produksi
24
Analisis Pendapatan Usahatani Jagung Hibrida Ex program PIDRA dan Non
PIDRA
25
Penerimaan Usahatani Jagung Hibrida Ex program PIDRA
dan Non PIDRA
25
Analisis Biaya Usahatani Jagung Hibidra Ex program
PIDRA dan Non PIDRA
26
Balas Jasa dalam Usahatani Jagung Hibrida Ex program
PIDRA dan Non PIDRA
29
Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C)
29
Uji Beda
30
SIMPULAN DAN SARAN
30
Simpulan
30
Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
32
DAFTAR TABEL
1
2
Produksi jagung di seluruh provinsi di Indonesia tahun 2011-2013
Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung
di Jawa Timur, Jawa dan Nasional, Tahun 2012-2014
3 Lokasi Program PIDRA menurut Propinsi dan Kabupaten serta
Target Jumlah Desa
4 Metode Perhitungan Pendapatan Usahatani
5 Karakteristik Petani Berdasarkan Umur
6 Karakteristik Petani Tingkat Pendidikan
7 Karakteristik Petani Berdasarkan Pengalaman Bertani
8 Karakteristik Petani Berdasarkan Status Usahatani
9 Karakteristk Petani Berdasarkan Luas Lahan
10 Rata-Rata Kebutuhan Fisik Input Produksi dan Output Produksi
Usahatani Jagung Hibrida Ex program PIDRA dan Non PIDRA
11 Rata-rata penerimaan usahatani jagung hibrida ex program PIDRA dan
Non PIDRA
1
2
3
15
19
19
20
20
21
25
25
ix
12
13
Analisis biaya tunai dan non tunai petani Program PIDRA dan Non
PIDRA
Pendapatan petani PIDRA dan Non PIDRA
27
28
DAFTAR GAMBAR
1
Kerangka pemikiran operasional
13
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Produksi jagung di seluruh Provinsi di Indonesia tahun 2011-2013
Hasil uji beda pendapatan atas biaya total
Hasil uji beda pendapatan atas biaya tunai
Hasil uji beda R/C atas biaya total
Hasil uji beda R/C atas biaya tunai
35
36
36
37
37
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung merupakan salah satu komoditi tanaman pangan berperan penting
dalam pembangunan sektor pertanian. Prospek usahatani tanaman jagung cukup
potensial bila dikelola secara intensif dan komersial berpola dasar sistem
agribisnis (Rukmana, 1997). Jagung diharapkan dapat menjadi salah satu
alternatif yang tepat untuk mengurangi konsumsi beras yang semakin meningkat,
sehingga akan berdampak besar pada ketahanan pangan nasional (Deptan,
2009).
Daerah penghasil utama jagung di Indonesia adalah Pulau Jawa, yaitu
sekitar 65 persen dari produksi nasional (Purwanto dan Hartono, 2005).
Daerah penghasil jagung terbesar di Pulau Jawa adalah Jawa Timur, dengan
jumlah produksi sebesar 6 295 301 ton pada tahun 2012. Beberapa daerah sentra
produksi jagung di Indonesia pada tahun 2012 cenderung mengalami
peningkatan dalam jumlah produksi, seperti yang terjadi di Provinsi Jawa
Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Jawa Barat
(Tabel 1).
Salah satu upaya peningkatan produksi jagung adalah menggunakan benih
jagung hibrida yang berdaya hasil tinggi (Anonymous, 2005). Jagung hibrida
memiliki keunggulan dalam segi produksi karena umur tanamnya pendek, daya
tumbuhnya tinggi dan perawatannya mudah. Selain itu jagung hibrida juga
memiliki ketahanan terhadap penyakit yang sering menyerang. Keunggulan yang
dimiliki oleh jagung hibrida ini dapat memberikan keuntungan lebih tinggi kepada
petani (Aak, 2003).
Tabel 1 Produksi jagung di seluruh provinsi di Indonesia tahun 2011-2013
Tahun
Provinsi
Lampung
Sulawesi Selatan
Jawa Timur
Jawa Barat
Jawa Tengah
Sumatera Utara
Indonesia
2011
(Ton)
1 817 906
1 420 154
5 443 705
945 104
2 772 575
1 294 645
17 643 250
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)
2012
(Ton)
1 760 275
1 515 329
6 295 301
1 028 653
3 041 630
1 347 124
19 387 022
2013
(Ton)
1 760 278
139 266
5 760 959
1 101 998
2 930 911
1 183 011
18 511 853
Jawa Timur memiliki peran besar dalam produksi padi dimana
mendominasi sekitar 33 persen Indonesia dan sekitar 50 persen produksi jagung di
pulau Jawa. Oleh karena itu, Jawa Timur memiliki potensi yang baik untuk
dilakukan pengembangan usaha pertanian dibidang pangan demi mewujudkan
pemenuhan kebutuhan pangan saat ini ( Tabel 2).
2
Tabel 2 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung di Jawa
Timur, Jawa dan Nasional, Tahun 2012-2014
Perkembangan
Uraian
2012
2013
2014
(ARAMII)
2012-2013
absolut
%
2013-2014
Absolut
%
Luas panen
(ha)
Jawa Timur
1 232 523
1 199 544
1 202 207
-32 979
-2.68
2 663
0.22
Jawa
2 011 339
1 958 883
1 955 654
-52 456
-2.61
-3 229
-0.16
Indonesia
3 957 595
3 821 504
3 880 221
-136 091
-3.44
58 717
1.54
Produktivitas
(kg/ha)
Jawa Timur
51.08
48.03
48.15
-3.05
-5.97
0.12
0.25
Jawa
53.26
51.54
51.91
-1.72
-3.23
0.37
0.72
Indonesia
48.99
48.44
48.29
-0.55
-1.12
0.85
1.75
6 295 301
5 760 959
5 789 214
-534 342
-8.49
28 255
0.49
10 712 017
10 095 486
10 151 890
-616 531
-5.76
56 404
0.56
19 387 022
18 511 853
Sumber:Badan Pusat Statistik (2014)
19 127 409
-875 169
-4.51
615 556
3.33
Produksi
(Ton)
Jawa Timur
Jawa
Indonesia
Produksi jagung di Jawa Timur pada tahun 2012 sampai 2014 cenderung
mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan oleh luas panen dan produktivitas jagung
di Jawa Timur yang mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Peningkatan
produksi tersebut terjadi seiring dengan adanya program pemerintah mengenai
perluasan areal penanaman jagung yang ada di Jawa Timur. Selain itu, isu
strategis dalam kebijakan pembangunan pertanian lima tahun kedepan.
Kecukupan produksi komoditas strategis (padi, jagung, kedelai, tebu, sapi, cabai
dan bawang merah) serta pengurangan ketergantungan impor, peningkatan daya
saing produk di dalam negeri, pemantapan dan peningkatan daya saing produk
pertanian di dunia internasional, diversifikasi pangan untuk mengurangi
konsumsi beras dan tepung terigu, peningkatan pendapatan dan peningkatan
kesejahteraan petani (Kementerian Pertanian 2014)
Upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi jagung di Indonesia
khuusnya di Jawa Timur, pada tahun 2011 yaitu melalui penciptaan dan
penelitian varietas benih unggul, penyelenggaraan
Sekolah Lapangan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), Bantuan Langsung Benih Unggul
(BLBU), pemberian bantuan benih dari Cadangan Benih Nasional (CBN),
Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K), perluasan
areal, dan pelatihan (Kementrian Pertanian 2012).
Dalam setiap program-progam yang dirancang IFAD dengan Indonesia
bekerja sama dengan Departemen Petanian dan Dinas Pertanian telah menerima
bantuan dari tahun 1978 sebanyak 13 program. Salah satunya kegiatan PIDRA
(Participatory Integrated Development in rain-fed Areas ) mulai tahun 2001 yang
lahir sebagai akibat dampak kekeringan yang terjadi pada akhir 1990-an yang
kemudian diikuti oleh krisis ekonomi. PIDRA melibatkan partisipasi masyarakat
3
dengan prioritas pada masyarakat penduduk miskin, daerah tadah hujan dan
kurang mendapat kesempatan dalam proses pembangunan, masyarakatnya yang
berusahatani secara tradisional, dukungan fasilitas sarana dan prasarana belum
memadai, serta kemampuan ekonomi dalam hal modal usaha lemah akibat
kemiskinan. Lokasi program PIDRA terdapat di tiga provinsi yaitu Jawa Timur,
NTB dan NTT, mencakup 14 kabupaten dan 500 desa yang dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Lokasi Program PIDRA menurut Propinsi dan Kabupaten serta Target
Jumlah Desa
Propinsi
Kabupaten
Target Desa
Jawa Timur
Pacitan,Ponorogo,Trenggalek,
225
Tulungagung, Blitar, Lumajang
NTT (Nusa Tenggara Timor Tengah Utara, Timor Tengah
200
Timur)
Selatan, Sumba Barat, Sumba Timur,
Alor
NTB ( Nusa Tenggara Sumbawa, Bima, dan Dompu
75
Barat)
Sumber: BKP Deptan (2005)
Tujuan PIDRA adalah meningkatkan pendapatan petani dan keluarganya,
meningkatkan kegiatan konservasi dan kelestarian sumberdaya alam serta
lingkungan, terwujudnya sistem pertanian yang berkelanjutan dalam usahatani
kelompok dan partisipasi wanita, dan terwujudnya ketahanan pangan di pedesaan.
Dengan upaya ini, diharapkan dapat mendorong inisiatip masyarakat
miskin yang berada di kawasan lahan kering/tadah hujan untuk mampu
memperbaiki taraf hidupnya.Melalui pembinaan selama 6-9 bulan, kelompok
diharapkan sudah dapat mandiri, tumbuh, dan mampu berorganisasi, melakukan
pemupukan modal sendiri, serta menjalin akses usaha individu dan kelompok
secara terencana dan berkesinambungan.
Perumusan Masalah
Program PIDRA Jawa Timur diterapkan pada 6 Kabupaten yang terdapat
di Lumajang, Blitar, Tulungangung, Trenggalek, Ponorogo dan Pacitan (Dinas
Pertanian, 2007). Khusus untuk daerah Kabupaten Blitar umumnya dibagian
selatan didominasi oleh lahan kering sebesar 87 persen dan 23 persen lainnya
berupa lahan sawah yang terdiri dari sawah teknis, nonteknis dan sawah tadah
hujan (Badan Pusat Statistik, 2001). Hal ini yang membuat daerah Blitar menjadi
salah satu sentra produksi jagung hibrida yang terdapat di provinsi Jawa Timur
berdasarkan data lahan kering yang dimiliki.
Kegiatan PIDRA yang sumber pendanaannya dari lembaga International
Fund for Agricultural Development (IFAD) memberikan pinjaman selama delapan
tahun yang dilaksanakan dalam dua fase yakni fase I (2001-2004) dan fase II
(2005-2008). Pada fase II ada penambahan jumlah dalam penanganan kawasan
lahan kering menjadi 14 Kabupaten (Badan Ketahanan Pangan, 2006).
Tidak semua petani di Kabupaten Blitar mengikuti program PIDRA. Salah
satu penerima bantuan PIDRA adalah Kecamatan Bakung, serta kecamatan
Srengat sebagai Non PIDRA. Petani yang terdapat di daerah Kecamatan Bakung
4
memiliki perbedaan dengan Kecamatan Srengat. Perbedaan yang cukup mendasar
adalah perbedaan produtivitas budidaya jagung hibrida dikedua daerah tersebut.
Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya fluktuasi produktivitas jagung hibrida
yang dibudidayakan oleh petani ex program PIDRA dan Non PIDRA yang
menjadi sampel. Produktivitas terendah petani mencapai 1.4 ton per hektar
sedangkan produktivitas tertingginya mencapai 8 ton per hektar. Sedangkan, ratarata produktivitas jagung hibrida yang dapat diperoleh petani yaitu sebesar 5-6 ton
per hektar. Selain berfluktuasi, rata-rata produktivitas jagung hibrida yang dicapai
petani tersebut masih dibawah rata-rata produktivitas potensial. Menurut
Szymanek et al. (2006), rata-rata hasil panen jagung hibrida bisa mencapai 40
000-60 000 tongkol segar atau sekitar 12-14 ton per hektar. Hal tersebut
menunjukkan bahwa dalam kegiatan produksi jagung yang dilakukan oleh petani
yang dapat mengakibatkan produktivitas yang dihasilkan masih rendah dibawah
produktivitas potensial dan juga produktivitasnya berfluktuasi.
Produksi jagung hibrida yang dihasilkan pada suatu usahatani dipengaruhi
beberapa faktor, terutama pada faktor penggunaan input produksi dan pengaruh
kondisi lingkungan. Penggunaan input produksi seperti benih, pupuk, pestisida
dan luas lahan akan berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan.
Perbedaan penggunaan input antar petani akan mengakibatkan perbedaan hasil
yang diperoleh. Jumlah produksi jagung yang dihasilkan pada suatu usahatani
juga bergantung pada pemahaman petani dalam menggunakan input produksi
tersebut, penggunaan input yang tidak sesuai dengan standar yang dianjurkan juga
dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Hal tersebut menunjukkan bahwa
penggunaan faktor input yang tidak tepat dapat menyebabkan adanya risiko dalam
kegiatan produksi jagung. Berdasarkan hasil penelitian pada petani jagung
tersebut, dalam melakukan budidaya, mereka tidak memiliki acuan yang tepat
penggunaan input produksi. Petani-petani tersebut lebih mengandalkan dari
pengetahuan turun temurun dari orang tua mereka dan berdasarkan pengalaman
petani. Alokasi penggunaan input produksi juga dibatasi oleh ketersediaan modal
yang dimiliki oleh petani.
Modal merupakan salah satu variabel penting dari kegiatan usahatani,
dimana ketersediaan modal berupa lahan, tenaga kerja, pupuk dan benih belum
seluruhnya digunakan petani secara optimal. Peningkatan produktivitas jagung
juga tidak terlepas dari kebijakan terkait input, output dan kelembagaan usahatani
jagung. Kebijakan yang terkait input usahatani antara lain adalah dalam hal
subsidi pupuk dan benih, bantuan benih gratis, bantuan alsintan, akelerasi
penerapan teknologi budidaya (Ditjen tanaman pangan, 2009). Serangan penyakit
bulai juga mempengaruhi produktivitas jagung hibrida maka akan mengalami
penurunan produktivitas, sehingga dibutuhkan obatan-obatan pertanian dalam
meminimalisir terjangkit penyakit bulai.
Pada umumnya, pendapatan petani berubah dengan seiringnya perubahan
yang terjadi terhadap produktivitas hasil pertanian. Jadi, apabila produktivitas
turun dapat menyebabkan penurunan tingkat pendapatan dengan asumsi bahwa
satuan harga hasil produksi tetap. Oleh karena itu, untuk melihat bagaimana
tingkat produktivitas jagung dapat mempengaruhi pendapatan petani dari
usahatani jagung, diperlukan analisis pendapatan usahatani jagung. Di daerah
penelitian terdapat perbedaan antara petani responden dalam ex program PIDRA
dengan non program, hal ini mengindikasikan adanya keragaan usahatani jagung
5
hibrida. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dengan alat analisis
pendapatan usahatani untuk melihat produktivitas jagung antara ex program
PIDRA dengan non program.
Berdasarkan uraian diatas, sehingga dapat dirumuskan masalah :
1. Bagaimanakah keragaan usahatani jagung hibrida pada peserta ex program
PIDRA dan Non PIDRA ?
2. Bagaimanakah perbandingan pendapatan usahatani antara petani jagung ex
program PIDRA dengan petani jagung Non PIDRA?
Tujuan
Penelitian ini memiliki dua tujuan yang ingin dicapai, yaitu :
1. Menganalisis keragaan usahatani jagung hibrida pada peserta ex program
PIDRA dan Non PIDRA
2. Menganalisis dan membandingkan pendapatan usahatani jagung hibrida
pada ex program PIDRA dan Non PIDRA
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat :
1. Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang diperoleh pada bangku
pendidikan perguruan tinggi untuk menganalisis keadaan nyata di lapang.
2. Salah satu pertimbangan dalam membuat kebijakan berkaitan
pengembangan jagung hibrida di Indonesia.
3. Sebagai sumber referensi, informasi dan wawasan serta dapat dijadikan
bahan kajian dan pertimbangan dalam melakukan penelitian.
TINJAUAN PUSTAKA
Keragaan usahatani jagung hibrida
Di Indonesia jagung dapat tumbuh di semua provinsi, namun yang
memiliki produktivitas yang tinggi hanya terdapat dibeberapa daerah saja, salah
satu faktor tingginya produktivitas yaitu luas lahan. Jagung di budidayakan pada
lingkungan yang beragam. Daerah penghasil utama jagung di Indonesia adalah
Jawa timur, Jawa tengah, Lampung, Sulawesi Selatan dan Sumatra Utara (Suryana
et al 2005)
Petani telah berusahatani jagung di lahan kering secara turun-temurun untuk
memenuhi kebutuhan hidup, namun pola usaha yang dikembangkan masih
berlangsung sesuai yang diketahuinya meskipun sering pemerintah memberikan
pembinaan dan pelatihan tentang paket teknologi tanaman jagung hibrida guna
meningkatkan produksi usahanya secara berkelanjutan.
Menurut Djulin, et al (2005) bahwa hingga kini jagung masih dominan
ditanam di lahan kering pada musim hujan, walaupun di sisi lain juga terjadi
perluasan jagung di lahan sawah pada musim kemarau.
Rata-rata produktivitas tanaman pangan nasional masih rendah. Rata-rata
produktivitas padi adalah 4.4 ton per ha (Purba dan Las 2002) jagung 3.2 ton per
6
ha dan kedelai 1.19 ton per ha. Sementara itu, produktivitas jagung nasional relatif
lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas jagung negara produsen
utama seperti Amerika Serikat yang telah mencapai 9.77 ton per hektar dan China
5.50 ton per hektar ( FAO 2011).
Faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman pangan adalah
(a) Penerapan teknologi budidaya di lapangan yang masih rendah; (b)Tingkat
kesuburan lahan yang terus menurun (Adiningsih et al 1994), (c) Eksplorasi
potensi genetik tanaman yang masih belum optimal (Guedev 2002).
Pendapatan usahatani jagung
Pendapatan usahatani merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam
melakukan kegiatan usahatani. Tingkat pendapatan usahatani yang diperoleh
petani berbeda-beda tergantung pada jenis dan hasil produksi komoditas yang
dihasilkan, penggunaan input produksi, harga input dan harga output. Kegiatan
usahatani yang dilakukan oleh petani diharapkan mampu menghasilkan
pendapatan bagi petani sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani
Komponen yang harus diperhatikan dalam melakukan perhitungan
pendapatan usahatani yaitu penerimaan dan pengeluaran usahatani. Penerimaan
usahatani merupakan nilai produk usahatani dikali dengan harga jualnya.
Penerimaan yang diperhitungkan merupakan nilai produk yang tidak dijual oleh
petani seperti nilai produk yang disimpan atau dikonsumsi sendiri. Penelitian
Putra (2011) dan Aldila (2013) hanya menghitung penerimaan tunai usahatani
saja, tanpa memperhitungkan penerimaan yang diperhitungkan, karena hasil
produksi petani dijual seluruhnya. Pendapatan tunai jagung hibrida diperoleh dari
jumlah produksi jagung hibrida pipilan kering dikali dengan harga jualnya.
Pengeluaran usahatani merupakan biaya yang dikeluarkan petani untuk
melakukan kegiatan usahatani yang terdiri dari pengeluaran tunai dan pengeluaran
yang diperhitungkan. Pengeluaran tunai terdiri dari biaya input produksi yang
benar-benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan biaya yang diperhitungkan
meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan, dan sewa lahan yang
diperhitungkan (Putra 2011, Setiyanto 2008, dan Aldila 2013).
Setelah mengetahui nilai penerimaan dan pengeluaran usahatani, maka
nilai pendapatan usahatani dapat diketahui. Pendapatan usahatani diperoleh dari
selisih antara total penerimaan usahatani dengan total pengeluaran usahatani.
Perangin–Angin (1999) dalam penelitiannya tentang analisis pendapatan
usahatani dan pemasaran jagung menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan
usahatani jagung di daerah penelitian sebesar Rp. 3 420 500 dengan tingkat
produksi 4,2 ton per hektar dan harga rata-rata sebesar Rp. 1 040 per kilogram.
Nilai R/C atas biaya total diperoleh sebesar 2.88 dan R/C atas biaya tunai sebesar
4.61. Hal ini membuktikan bahwa usahatani jagung layak diusahakan di daerah
penelitian.
Hasil penelitian Suroso (2006) menyajikan bahwa penelitian ini bertujuan
untuk melihat pendapatan usahatani berlahan sempit dan usahatani berlahan luas.
Hasil penelitian menunjukkan nilai R/C rasio atas biaya total usahatani berlahan
luas lebih besar dibandingkan usahatani berlahan sempit. Nilai R/C rasio atas
biaya tunai usahatani berlahan luas adalah sebesar 3.08, sedangkan R/C rasio atas
biaya tunai usahatani berlahan sempit adalah sebesar 2.57. Nilai R/C rasio atas
biaya total usahatani berlahan luas adalah sebesar 2.24, sedangkan Nilai R/C rasio
7
atas biaya total usahatani berlahan sempit adalah sebesar 1.58. Hal ini berarti
bahwa usahatani jagung di daerah penelitian pada lahan luas lebih efisien
dibandingkan pada lahan sempit. Hasil estimasi model fungsi menggunakan OLS
dan analisis komponen utama menunjukkan bahwa lahan, benih, pupuk urea,
pupuk ponska, pupuk kandang, pestisida dan tenaga kerja berpengaruh terhadap
produksi jagung.
Djulin, et al. (2005), dalam penelitian perkembangan sistem usahatani
jagung menjelaskan hingga kini jagung masih dominan ditanam di lahan kering
pada musim hujan, walupun di sisi lain juga terjadi perluasan jagung di lahan
sawah pada musim kemarau. Masih dominannya pertanaman jagung di lahan
kering pada musim hujan menyebabkan timbulnya masalah mutu hasil dan
fluktuasi harga yang cukup besar. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab
lambannya adopsi teknologi jagung.
Pada tingkat penerapan teknologi saat ini, tiap hektar usahatani jagung
unggul di lahan sawah dan lahan kering memberi hasil per hektar masing-masing
6.14 ton dan 4.62 ton dengan keuntungan Rp 2.9 juta dan Rp 2.1 juta. Biaya
produksi per unit pada tingkat hasil tersebut adalah Rp 542 per kilogram untuk
lahan sawah dan Rp 608 per kilogram untuk lahan kering. Usahatani jagung
unggul di lahan sawah maupun di lahan kering berorientasi pasar atau pendapatan
tunai, sedangkan jagung lokal untuk konsumsi atau pengamanan pangan rumah
tangga.
Komoditi pesaing utama jagung unggul di lahan sawah adalah padi. Di
lahan kering, pesaing jagung adalah kedelai, kacang tanah, dan ubi kayu.
Keuntungan kedelai dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari jagung, dengan biaya
produksi kedelai yang lebih rendah. Untuk kacang tanah baik keuntungan maupun
biaya produksi lebih tinggi dari jagung. Untuk umbi kayu keuntungan lebih tinggi
dan biaya produksi jauh lebih rendah dari jagung, namun masa panen lebih lama
dari jagung.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Pengertian Penelitian Komparatif
Menurut Nazir (2005), penelitian komparatif adalah sejenis penelitian
deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat,
dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu
fenomena tertentu. Penelitian komparatif merupakan penelitian yang bersifat
membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan
dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti
berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Pada penelitian ini variabelnya masih
mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari satu atau dalam waktu yang berbeda.
Jadi, penelitian komparatif adalah jenis penelitian yang digunakan untuk
membandingkan antara dua kelompok atau lebih dari suatu variabel tertentu.
Konsep Usahatani
Usahatani merupakan salah satu ilmu yang mempelajari bagaimana
seseorang mengusahakan dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi berupa
8
lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang
sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang
mempelajari
cara-cara
petani
menentukan,
mengorganisasikan
dan
mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi se efektif dan se efisien
mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan se maksimal mungkin.
Suatu usahatani dikatakan efektif jika petani dapat mengalokasikan sumberdaya
yang mereka miliki secara baik, sedangkan dikatakan efisien jika pemanfaatan
sumberdaya dapat menghasilkan keluaran yang melebihi masukan (Soekartawi
2006). Pada dasarnya usahatani berkembang terus dari awalnya hanya bertujuan
menghasilkan bahan pangan untuk kebutuhan sendiri atau keluarga sehingga
hanya merupakan usahatani swasembada atau subsistence.
Kegiatan usahatani berdasarkan coraknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu
usahatani subsistem dan usahatani komersial. Usahatani subsistem bertujuan
memenuhi konsumsi keluarga, sedangkan usahatani komersial adalah usahatani
dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Soekartawi (1995), menyatakan
bahwa ciri petani komersial adalah; (1) cepat dalam mengadopsi inovasi
pertanian, (2) cepat dan tanggap dalam mencari informasi, (3) lebih berani dalam
mengambil resiko dalam berusaha, (4) memiliki sumberdaya yang cukup.
Berdasarkan tingkat keberhasilan usahatani dilihat dari produksi serta
produktifitas usahatani itu sendiri. Keberhasilan produksi dititikberatkan kepada
pola budidaya dan perkembangan teknologi pertanian yang diterapkan dalam
suatu usahatani.
Adapun beberapa aspek budidaya yang perlu diperhatikan adalah:
1. Penggunaan benih/bibit unggul (sesuai dengan standar mutu benih bermutu).
2. Penerapan sistem pola tanam yang sesuai dengan kondisi lahan (sistem
tunggal komoditi atau tumpang sari).
3. Pemeliharaan tanaman harus diperhatikan dari pemberian pupuk, pengairan,
penyulaman, penyiangan serta pengendalian hama dan penyakit.
4. Penanganan panen dan pasca panen termasuk penyimpanan, sehingga
menghasilkan kondisi produk yang baik dan berkualitas.
Penerimaan Usahatani
Penerimaan tunai usaha tani dapat didefinisikan sebagai nilai uang yang
diterima dari penjualan produk usaha tani (Soekartawi, 2006). Pinjaman dalam
usahatani tidak termasuk kedalam biaya tunai begitu pula dengan bunga pinjaman
dan jumlah pinjaman pokok tidak termasuk kedalam pengeluaran tunai usahatani.
Penerimaan usahatani secara teknis merupakan hasil perkalian antara
produksi yang diperolah dengan harga jual (Soekartawi, 2006). Penerimaan
ushatani yang didapat akan mendorong petani untuk dapat mengalokasikannya
dalam berbagai kegunaan atau keperluan petani itu sendiri seperti untuk biaya
produksi periode berikutnya, tabungan dan pengeluaran lain untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya
Pengeluaran Usahatani
Biaya atau pengeluaran usahatani adalah biaya yang digunakan untuk
melakukan kegiatan usahatani. Pengeluaran usahatani secara umum meliputi
pengeluaran tunai dan tidak tunai atau biaya yang diperhitungkan. Terdapat pula
pengeluaran usahatani total yang terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya
9
tidak tetap (variable cost). Perhitungan kedua biaya tersebut harus dipisahkan
dalam perhitungannya hal ini akan berkaitan dengan kegiatan produksi pada
waktu saat sekarang dan produksi yang akan datang.
Pengeluaran tunai atau biaya tunai usahatani merupakan sejumlah biaya
yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi kegiatan usahatani baik
secara tunai maupun kredit, sedangkan pengeluaran tidak tunai atau biaya
diperhitungkan ialah pengeluaran berupa nilai barang dan jasa untuk keperluan
usahatani yang dibayar dengan benda, seperti halnya jika usahatani menggunakan
mesin-mesin maka nilai penyusutan dari mesin tersebut harus dimasukkan
kedalam biaya pengeluaran tidak tunai dan digunakan untuk menghitung
pendapatan kerja petani jika bunga modal dan nilai tenaga kerja keluarga
diperhitungkan.
Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani yang
jumlahnya relatif tetap tidak bergantung kepada besar kecilnya produksi. Contoh
biaya tetap adalah biaya pajak. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang
nilainya bergantung pada nilai produksi yang diperoleh. Contoh biaya variabel
adalah biaya untuk tenaga kerja (Soekartawi, 2006). Sedangkan pengeluaran total
usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai
atau dikeluarkan dalam produksi kecuali biaya tenaga kerja keluarga.
Pendapatan Usahatani
Kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai dapat diukur oleh
adanya pendapatan tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih
antara penerimaan tunai uasahatni dengan pengeluaran usahatani atau pendapatan
usahatani meliputi pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor
usahatani merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan
dalam usahatani sedangkan pendapatan bersih merupakan selisih antara
pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani (Soekartawi,
2006).
Pendapatan usahatani dapat juga disebut dengan pendapatan bersih
usahatani. Hal ini dikarenakan pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara
total penerimaan usahatani (pendapatan kotor) dengan total pengeluaran tunai
usahatani (Net farm income). Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan
yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja,
pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke
dalam usahatani. Oleh karena itu ia merupakan ukuran keuntungan usahatani yang
dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani (Soekartawi
et al. 1986).
Π = TR –TC
Dimana : π = Keuntungan
TR = Total penerimaan
TC = Total biaya
Dari Formulasi yang telah dijelaskan diatas menunjukkan bahwa
pendapatan akan menguntungkan (bernilai positif) jika penerimaan total lebih
besar daripada biaya usahatani. Sedangkan jika penerimaan total lebih kecil
daripada biaya total usahatani, maka pendapatan usahatani akan bernilai negatif
10
atau dengan kata lain usahatani mengalami kerugian. Peningkatan dan penurunan
penerimaan total dipengaruhi oleh peningkatan dan penurunan jumlah output yang
dijual dan harga satuannya, sedangkan peningkatan dan penurunan biaya total
dipengaruhi oleh peningkatan dan penurunan jumlah penggunaan input variabel
dan harga satuannya.
Pada perhitungan pendapatan usahatani nantinya dapat diperoleh
penghasilan bersih usahatani. Penghasilan bersih usahatani didapat dengan cara
mengurangkan pendapatan bersih usahatani dengan pengeluaran non tunai
usahatani. Penghasilan bersih usahatani dapat juga disebut dengan keuntungan
yang diperoleh petani atas usahataninya. Semakin besar penghasilan bersih
usahatani berarti semakin baik pelaksanaan teknis usahatani tersebut sehingga
secara tidak langsung menghasilkan keuntungan yang besar bagi petani.
Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)
Analisis efisiensi pendapatan usahatani dapat diukur dengan menggunakan
análisis penerimaan dan biaya. Pendapatan usahatani yang besar belum dapat
dikatakan bahwa usahatani yang telah dijalankan tersebut sudah efisien. Soeharjo
dan Patong Ridwan (2008) menyatakan suatu usahatani dapat dikatakan layak
apabila memiliki tingkat efisiensi penerimaan yang diperoleh atas biaya yang
dikeluarkan hingga mencapai perbandingan tertentu. Kriteria kelayakan usahatani
dapat diukur dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C
Rasio) yang didasari pada perhitungan secara finansial.
R/C rasio (Return Cost Ratio) merupakan rasio imbangan antara
penerimaan dengan biaya. Penerimaan merupakan hasil perkalian antara kuantitas
hasil panen dengan harga hasil panen. Sedangkan biaya usahatani merupakan nilai
dari barang dan jasa yang dialokasikan untuk usahatani. Nilai R/C rasio dapat
digunakan sebagai ukuran dalam menilai efisiensi suatu usahatani. Semakin besar
R/C yang dihasilkan oleh suatu usahatani maka tingkat efisiensi usahatani tersebut
juga semakin besar.
Soekartawi (1995) menjelaskan bahwa jika diperoleh R/C lebih dari satu
maka usahatani dikatakan menguntungkan. Sedangkan jika usahatani mempunyai
R/C kurang dari satu maka usahatani tersebut tidak menguntungkan untuk
diusahakan. Adapun ketika R/C sama dengan nol, usahatani tidak untung atau
rugi. Maksudnya adalah Semakin besar nilai R/C Rasio maka semakin besar pula
penerimaan usahatani yang akan diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang
dikeluarkan. Kegiatan usahatani dikatakan efisien jika R/C rasio > 1, yang artinya
setiap tambahan biaya yang akan dikeluarkan akan menghasilkan tambahan
penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau disebut
menguntungkan. Sebaliknya dikatakan tidak efisien jika R/C rasio lebih kecil dari
satu atau dengan kata lain setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan
menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya
atau kegiatan usaha disebut merugikan. Jika kegiatan usahatani yang memiliki
R/C = 1, berarti kegiatan usahatani berada pada laba normal.
Konsep Return to Labour dan Return to Capital
Soekartawi et al. (1984) imbalan kepada tenaga kerja dan imbalan kepada
modal merupakan patokan yang baik untuk mengukur penampilan usahatani.
Keuntungan merupakan keberhasilan pengelolaan usahatani secara menyeluruh,
11
maka untuk mengukur keberhasilan pengelolaan usahatani secara parsial (per
bagian) perlu dihitung imbalan bagi faktor-faktor produksi yaitu imbalan bagi
tenaga kerja (return to labour) dan imbalan bagi modal (return to capital).
Pemilik tenaga kerja yang telah dicurahkan dalam usahatani, petani
seharusnya menerima upah sekurang-kurangnya sama besarnya dengan upah
seandainya petani tadi bekerja pada usahatani milik petani lain. Begitu pula bila
sebagai pemilik modal, seharusnya petani menerima sejumlah jasa atau bunga
yang sekurang-kurangnya sama besarnya dengan kalau dana modal tersebut
disimpannya di bank. Jika imbalan bagi tenaga kerja dan modal lebih tinggi
daripada biaya imbangannya, berarti usahatani secara ekonomis menguntungkan
karena mampu memberikan imbalan yang wajar bagi faktor-faktor produksi yang
telah dipergunakan dalam menyelenggarakan usahatani. (Kamiliah W, 2009)
Kerangka Pemikiran Operasional
Berdasarkan data usaha budidaya jagung mempunyai prospek yang baik
untuk dikembangkan, menurut Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur (2010)
bahwa sentra produksi jagung di Jawa Timur meliputi Kabupaten-Kabupaten:
Kediri, Malang, Sumenep, Bangkalan, Probolinggo, Situbondo, Blitar, Tuban,
Lamongan dan Madiun. Sebagian besar lahan kering di Kabupaten Blitar terdapat
di kawasan selatan dari Kabupaten Blitar
Dalam upaya peningkatan produksi tanam pangan sekunder khususnya
komoditi jagung guna memenuhi kebutuhan pangan, salah satu penerapan elemen
inovasi teknologi penting dalam peningkatan produksi yaitu dengan menggunakan
benih unggul. Kebijakan dan rekomendasi pemerintah dalam penerapan unsur
teknologi benih unggul salah satunya adalah penggunaan benih jagung hibrida.
Jagung hibrida memiliki kualitas serta kuantitas produksi yang lebih baik.
Oleh karena itu perlunya peningkatan produksi jagung hibrida yang dapat
mendukung kuantitas hasil tanaman jagung.Keunggulan tanaman jagung yang
berasal dari benih hibrida antara lain tahan serangan hama dan penyakit, lebih
cepat panen, produksi tinggi, sangat toleran dengan berbagai jenis dan ketinggian
lahan, serta memiliki kualitas serta kuantitas hasil produksi yang baik.
Perbaikan dalam kegiatan usahatani perlu dilakukan agar produktivitas
jagung di Kabupaten Blitar dapat meningkat. Usaha peningkatan kegiatan
usahatani sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya yang dilakukan oleh petani dan
produksi yang digunakan dalam kegiatan usahatani seperti lahan, tenaga kerja,
pupuk, obat-obatan, dan benih berkualitas. Terdapat beberapa kendala utama
dalam budidaya jagung hibrida yang dihadapi oleh petani di Kabupaten Blitar,
antara lain keterbatasan modal dan lahan, adanya ancaman penyakit bulai,
mahalnya harga benih, kurangnya pengetahuan petani mengenai anjuran dalam
pemakaian pupuk dan obat pertanian, serta adanya pengaruh iklim yang dapat
mengurangi produksi jagung. Kendala-kendala yang dihadapi oleh petani dalam
melakukan kegiatan usahatani jagung akan berpengaruh terhadap produksi yang
dihasilkan dan akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani.
Perputaran modal dari kegiatan usahatani jagung digunakan petani untuk
melakukan kegiatan usahatani berikutnya dan untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Biaya yang cukup tinggi dalam hal pengadaan sarana produksi untuk
budidaya jagung dapat membatasi petani dalam melakukan pembelian sarana
12
produksi. Hal tersebut dapat menyebabkan usahatani jagung Kabupaten Blitar
menjadi kurang menguntungkan. Selain mengukur biaya, penerimaan, dan
pendapatan usahatani, dilakukan pula analisis keragaan usahatani dan penggunaan
input produksi jagung Kabupaten Blitar. Analisis keragaan usahatani dan
penggunaan input produksi dilakukan untuk melihat teknis budidaya yang
dilakukan oleh petani responden.
Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) juga dilakukan untuk
melihat apakah usahatani jagung hibrida program dan Non PIDRA yang
dilakukan oleh petani responden menguntungkan atau tidak menguntungkan.
Analis tersebut menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan
memperoleh penerimaan penerimaan sebesar nilai R/C-nya. Usahatani jagung
hibridamenguntungkan dan layak untuk diusahakan oleh petani apabila nilai R/C
lebih besar dari satu dan apabila nilai R/C lebih kecil dari satu, maka dapat
dikatakan bahwa kegiatan usahatani jagung hibrida memberikan kerugian bagi
petani responden, sehingga tidak layak untuk diusahakan.
13
Usahatani
Jagung Hibrida
Harga
output
Ex Program
PIDRA (BISI 2)
Non PIDRA
(DK 85)
Penggunaan
input produksi
1. Benih
2. Pupuk
3. Pestisida
4. Tenaga
kerja
Penggunaan
input produksi
1. Benih
2. Pupuk
3. Pestisida
4. Tenaga
kerja
Harga
Input
Harga
Input
Harga
output
Output
Penerimaan
Usahatani
Pengeluaran
Usahatani
Pengeluaran
Usahatani
Pendapatan usahatani jagung hibrida
Rekomendasi
Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional
Output
Penerimaan
usahatani
14
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitian yaitu provinsi Jawa
Timur. Pemilihan lokasi Jawa Timur diambil satu kabupaten secara sengaja
(purposive) yaitu Blitar. Kabupaten Blitar dipilih untuk pendalaman kajian
industri usahatani jagung, karena pernah menjadi lokasi program PIDRA dari
IFAD dan juga sebagai salah satu sentra produksi jagung di Jawa Timur.
Penelitian yang dilakukan membahas mengenai usahatani jagung.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji keragaan usahatani jagung yang
dilakukan oleh petani jagung hibrida serta menganalisis pendapatan usahatani
petani jagung hibrida di kabupaten Blitar, Jawa Timur. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini dilakukan dengan sengaja (purpossive). Petani yang akan menjadi
responden itu berdasarkan petani yang ada di daerah tersebut.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Peneliti
sebagai enumerator dengan total responden sebanyak 30 orang petani.
Data sekunder yang diperoleh dari penelitian industri benih Indonesia
kerja sama FEM IPB dan Pusat Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pertanian
pada bulan Oktober 2014 merupakan data pelengkap serta pendukung berupa data
yang diperoleh melalui literatur maupun studi pustaka dari instansi terkait yang
relevan dengan penelitian, selain itu bersumber dari laporan penelitian, jurnal,
Badan Pusat Statistik (BPS), Balai penyuluhan pertanian, Perpustakaan Fakultas
Ekonomi dan Manajemen IPB, Perpustakaan Lembaga Sumberdaya Informasi
IPB, internet, dan sumber data lain yang mendukung penelitian.
Metode Analisis Data
Data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara
kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengukur kegiatan
produksi pada usahatani jagung di lokasi penelitian. Beberapa hal lain yang terkait
dengan penelitian ini akan diuraikan secara deskriptif dan bila perlu dengan
bantuan gambar untuk memperjelas uraian tersebut. Sedangkan analisis kuantitatif
disajikan dalam bentuk tabulasi. Analisis ini bertujuan untuk menyederhanakan
data ke dalam bentuk tabel yang mudah dibaca.
Analisis Keragaan Usahatani
Analisis data ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan menggambarkan
keragaan usahatani jagung hibrida program dan Non PIDRA yang dilakukan oleh
petani jagung di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Adapun keragaan yang dapat
digambarkan meliputi, proses budidaya, penggunaan input dan output usahatani.
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis pendapatan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2, yaitu
pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas
biaya tunai adalah pendapatan yang didasarkan kepada biaya yang dikeluarkan
oleh petani dalam bentuk uang, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah
15
pendapatan yang didasarkan atas semua biaya yang dikeluarkan, baik tunai
maupun tidak tunai. Adapun hal lain yang mendasari pembagian analisis ini
adalah karena pada umumnya petani hanya memperhitungkan biaya yang
dikeluarkannya dalam bentuk uang tunai. Metode perhitungan pendapatan
usahatani jagung disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Metode Perhitungan Pendapatan Usahatani
Komponen
A. Penerimaan Tunai
B. Penerimaan yang diperhitungkan
C. Total Penerimaan
D. Pengeluaran Tunai
E. Pengeluaran Diperhitungkan
F. Total Pengeluaran
G. Pendapatan atas Biaya Total
H. Pendapatan atas Biaya Tunai
I. Pendapatan Bersih
Perhitungan
Harga x Hasil panen yang dijual (Kg)
Harga x Hasil panen yang dikonsumsi
(Kg)
A+B
a. Biaya Sarana Produksi
- Pembelian Benih
- Pembelian Pupuk
- Pembelian Pestisida
b. Upah Tenaga Kerja
c. Sewa alat bajak
d. Pajak
a. Upah Tenaga Kerja Dalam Keluarga
b. Nilai Penyusutan Alat
c. Benih
d. Sewa Lahan
D+E
C–F
C–D
H - Bunga pinjaman (jika ada pinjaman)
Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)
Analisis pendapatan pada usahatani selalu diikuti dengan pengukuran
efisiensi karena pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang
tinggi. Ukuran efisiensi yang biasanya digunakan adalah R/C dimana analisis ini
mampu menggambarkan penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan dalam
kegiatan usahatani. Pengukuran efisiensi usahatani terhadap setiap penggunaan
satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio antara jumlah penerimaan
dengan jumlah biaya (R/C). R/C rasio yang dihitung dalam analisis ini terbagi
menjadi R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total yang dapat dirumuskan :
R/C tunai =
R/C total =
Secara teoritis, nilai R/C menunjukkan bahwa setiap satu rupiah
biaya/pengeluaran akan memperoleh penerimaan, dengan ketentuan yaitu jika :
1. R/C > 1 : Kegiatan usahatani efisien untuk dijalankan
2. R/C < 1 : Kegiatan usahatani tidak efisien untuk dijalankan
16
Return to Labour dan Return to Capital
Menurut Soekartawi et al. (1984), perhitungan return to labour dan return
to capital merupakan patokan yang baik untuk menilai penampilan usahatani. Jika
hasil return to labour lebih tinggi daripada upah rata-rata maka keputusan petani
responden sudah tepat untuk mengusahakan usahatani jagung hibrida daripada
menjadi buruh tani. Perhitungan return to labour pada penelitian ini adalah fokus
pada tenaga kerja keluarga (family labour) dan dijabarkan dalam rumus :
Return to Labour =
x 100%
Selain itu, jika return to capital lebih tinggi daripada suku bunga kredit
yang berlaku maka pilihan petani responden untuk menginvestasikan modalnya di
sektor pertanian sudah tepat dibandingkan menginvestasikan modalnya di bank.
Perhitungan return to capital ini dijabarkan dalam rumus :
Return to Capital =
x 100%
Keterangan : TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga
Uji Beda
Analisis perbandingan rata-rata digunakan untuk mengukur adakah
perbedaan rata-rata. Dalam hal ini, yang akan dilihat adalah perbedaan rata-rata
pendapatan yang diterima oleh petani ex program PIDRA dan petani Non
PIDRA , dengan rumus sebagai berikut :
x1
x2
s1 2
r
Keterangan :
= rata-rata sampel 1
= rata-rata sampel 2
= varians sampel 1
= Korelasi
(
√
s1
s2
s2 2
)(
√
)
= Simpangan baku sampel 1
= Simpangan baku sampel 2
= Varian sampel 2
Hipotesis :
H0 : tidak terdapat perbedaan rata-rata variabel (pendapatan) antara kelompok
petani ex program PIDRA dan Non PIDRA
H1 : terdapat perbedaan rata-rata variabel antara kelompok petani ex program
PIDRA dan Non PIDRA.
17
Hasil analisis uji-t dapat digunakan untuk mengetahui hipotesis nol (H0)
diterima atau ditolak, maka dibandingkan t hitung dengan t tabel. Jika –t tabel ≤ t
hitung ≤ t tabel maka H0 diterima atau pendapatan usahatani petani ex program
PIDRA sama dengan pendapatan usahatani petani Non PIDRA, jika sebaliknya
maka H0 ditolak atau pendapatan usahatani petani ex program PIDRA lebih besar
dibandingkan dengan pendapatan usahatani petani Non PIDRA. Begitu juga
dengan nilai signifikansi apabila lebih kecil dari 0,05 maka Tolak H0. Artinya
terdapat perbedaan rata-rata pendapatan antara kelompok petani ex program
PIDRA dan Non PIDRA, pada taraf nyata 5 persen, jika sebaliknya maka H0
diterima.
GAMBARAN UMUM
Keadaan Umum Daerah Penelitian
Kabupaten Blitar merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Timur
yang secara geografis Kabup
WILAYAH EX PROGRAM PIDRA DAN NON
PIDRA DI KABUPATEN BLITAR, PROVINSI
JAWA TIMUR
STEVI MARCO THOMAS
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komparasi pendapatan
usahatani jagung hibrida wilayah ex program PIDRA dan Non PIDRA, di
Kabupaten Blitar Provinsi Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Stevi Marco Thomas
H34124068
1
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didisarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
iii
ABSTRAK
STEVI MARCO THOMAS. Komparasi Pendapatan Usahatani Jagung Hibrida
Wilayah Ex Program PIDRA dan Non PIDRA Kabupaten Blitar Provinsi Jawa
Timur. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI.
PIDRA (Participatory Integrated Development in Rainfed Area)
merupakan program Pemerintah Indonesia yang bekerjasama dengan IFAD
(International Fund for Agricultural Development) untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat perdesaan secara berkelanjutan pada wilayah lahan kering di
Propinsi Jawa Timur, NTT dan NTB. Jagung merupakan salah satu tanaman
pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk selain beras.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaan usahatani jagung hibrida dan
menganalisis perbedaan pendapatan usahatani jagung hibrida petani ex program
PIDRA dan Non PIDRA dengan memperhitungkan analisis biaya, penerimaan
dan pendapatan, analisis R/C ratio, return to capital, return to labor, uji beda ratarata. Berdasarkan nilai R/C dari biaya tunai dan biaya total, Penelitian ini
menyimpulkan bahwa usahatani jagung hibrida layak dengan Nilai R/C biaya
tunai ex program PIDRA sebesar 4.15 pada dan Non PIDRA pragram 2.74
sedangkan nilai R/C atas biaya total sebesar 2.63 pada ex program PIDRA dan
Non PIDRA 1.85. Dimana Ex Program PIDRA hasilnya lebih tinggi dari Non
PIDRA.
Kata kunci : lahan kering, pipilan kering, usahatani jagung.
ABSTRACT
STEVI MARCO THOMAS. The income comparison of hybrid corn farming ex
PIDRA and Non PIDRA programs in Blitar, East Java. Supervised by ANNA
FARIYANTI.
PIDRA (Participatory Integrated Development in Rain-fed Area) is a
government’s program which collaborated with IFAD (International Fund for
Agricultural Development) to increase the living standard of village society
continuously, especially in dry land areas such as province East Java, NTT and
NTB start from 2001. Corn is one of the main crops which people are consumed
except rice. This research aims to analyze the kind of hybrid corn farming and to
distimguish income of ex PIDRA and Non PIDRA farming program with consider
the data of cost, revenue, income , R/C ratio, return to capital, return to labor, t
test. Based on R/C value of cash and total cost, this research conclude that hybrid
corn farmings are reasonable with R/C value of cash cost ex PIDRA program
(4.15) and Non PIDRA program (2.74) and R/C value on total cost ex PIDRA
program (2.63) and Non PIDRA program (1.85). Where Ex PIDRA has value
higher than non PIDRA program.
Keywords: dry seed, dry land, maize farming.
v
KOMPARASI PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG
HIBRIDA WILAYAH EX PROGRAM PIDRA DAN NON
PIDRA DI KABUPATEN BLITAR, PROVINSI
JAWA TIMUR
STEVI MARCO THOMAS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul SkJipsi
: Komparasi Pendapatan Usahatani Jagung Hibrida Wilayah Ex
Program PIDRA dan Non P1DRA di Kabupaten Blitar Provinsi
Jawa Timur
Nama
: Stevi Marco Thomas
NIM
: H34124068
Disetujui oleh
Dr Ir Anna Fariyanti, MSi
Pembimbing
Tanggal Lulus
:
2 1 JA J 2016
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi yang berjudul “Komparasi Pendapatan Usahatani Jagung
Hibrida Wilayah Ex Program PIDRA dan Non PIDRA di Kabupaten Blitar
Provinsi Jawa Timur” selesai tepat pada waktunya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku
dosen pembimbing, Prof Dr Muhammad Firdaus, SP MSi selaku ketua tim
penelitian industri benih Indonesia bekerja sama FEM IPB dan Pusat Kerja Sama
Luar Negeri Kementerian Pertanian bersama tim, Dr Ir Netti Tinaprilla, MM
selaku dosen evaluator, Sdri Nuranty Wulandari selaku pembahas seminar, Prof
Dr Rita Nurmalina, Msi selaku dosen penguji utama dan Yanti Nuraeni Muflikh,
SP Magribuss selaku dosen penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Dinas Pertanian Blitar
dengan pendampingan Bapak Mat Safii’i dan Ibu Nevi. Om Heri sekeluarga yang
memberikan fasilitas. Penulis mengucapkan kepada papa mama dan kakak atas
segala dukungan doa, moril dan materil. Penulis ucapkan kepada sahabat
pelayanan Nazareth dan kepada seluruh sahabat kontrakan Edward, Maulana,
Dwi, Rijal, Rian, Ariani, Senja, Anzaluddin, Adi, Gerry dan rekan-rekan Alih
Jenis Agribisnis Angkatan 3.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana
Ekonomi (SE) di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.
Penyusunan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua
pihak untuk selalu mengembangkan ilmu pengetahuan yang ada. Namun
demikian, penulis masih terdapat banyak kekurangan dalam menyusun skrispsi
ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Januari 2016
Stevi Marco Thomas
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
VIII
IX
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan
5
Manfaat Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
5
Keragaan usahatani jagung hibrida
5
Pendapatan usahatani jagung
6
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
7
7
Pengertian Penelitian Komparatif
7
Konsep Usahatani
7
Penerimaan Usahatani
8
Pengeluaran Usahatani
8
Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)
10
Konsep Return to Labour dan Return to Capital
10
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
11
14
Lokasi Penelitian
14
Jenis dan Sumber Data
14
Metode Analisis Data
14
Analisis Keragaan Usahatani
14
Analisis Pendapatan Usahatani
14
Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)
15
Return to Labour dan Return to Capital
16
GAMBARAN UMUM
17
Keadaan Umum Daerah Penelitian
17
Karakteristik Petani Responden
18
Karakteristik Petani Berdasarkan Umur
18
Karakteristik Petani Tingkat Pendidikan
19
Karakteristik Petani Berdasarkan Pengalaman Bertani
19
Karakteristik Petani Berdasarkan Status Usahatani
20
Karakteristik Petani Berdasarkan Luas Lahan
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
21
Keragaan Usahatani Jagung Hibrida
21
Kegiatan Usahatani Jagung
21
Penggunaan Input Produksi
24
Analisis Pendapatan Usahatani Jagung Hibrida Ex program PIDRA dan Non
PIDRA
25
Penerimaan Usahatani Jagung Hibrida Ex program PIDRA
dan Non PIDRA
25
Analisis Biaya Usahatani Jagung Hibidra Ex program
PIDRA dan Non PIDRA
26
Balas Jasa dalam Usahatani Jagung Hibrida Ex program
PIDRA dan Non PIDRA
29
Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C)
29
Uji Beda
30
SIMPULAN DAN SARAN
30
Simpulan
30
Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
32
DAFTAR TABEL
1
2
Produksi jagung di seluruh provinsi di Indonesia tahun 2011-2013
Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung
di Jawa Timur, Jawa dan Nasional, Tahun 2012-2014
3 Lokasi Program PIDRA menurut Propinsi dan Kabupaten serta
Target Jumlah Desa
4 Metode Perhitungan Pendapatan Usahatani
5 Karakteristik Petani Berdasarkan Umur
6 Karakteristik Petani Tingkat Pendidikan
7 Karakteristik Petani Berdasarkan Pengalaman Bertani
8 Karakteristik Petani Berdasarkan Status Usahatani
9 Karakteristk Petani Berdasarkan Luas Lahan
10 Rata-Rata Kebutuhan Fisik Input Produksi dan Output Produksi
Usahatani Jagung Hibrida Ex program PIDRA dan Non PIDRA
11 Rata-rata penerimaan usahatani jagung hibrida ex program PIDRA dan
Non PIDRA
1
2
3
15
19
19
20
20
21
25
25
ix
12
13
Analisis biaya tunai dan non tunai petani Program PIDRA dan Non
PIDRA
Pendapatan petani PIDRA dan Non PIDRA
27
28
DAFTAR GAMBAR
1
Kerangka pemikiran operasional
13
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Produksi jagung di seluruh Provinsi di Indonesia tahun 2011-2013
Hasil uji beda pendapatan atas biaya total
Hasil uji beda pendapatan atas biaya tunai
Hasil uji beda R/C atas biaya total
Hasil uji beda R/C atas biaya tunai
35
36
36
37
37
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung merupakan salah satu komoditi tanaman pangan berperan penting
dalam pembangunan sektor pertanian. Prospek usahatani tanaman jagung cukup
potensial bila dikelola secara intensif dan komersial berpola dasar sistem
agribisnis (Rukmana, 1997). Jagung diharapkan dapat menjadi salah satu
alternatif yang tepat untuk mengurangi konsumsi beras yang semakin meningkat,
sehingga akan berdampak besar pada ketahanan pangan nasional (Deptan,
2009).
Daerah penghasil utama jagung di Indonesia adalah Pulau Jawa, yaitu
sekitar 65 persen dari produksi nasional (Purwanto dan Hartono, 2005).
Daerah penghasil jagung terbesar di Pulau Jawa adalah Jawa Timur, dengan
jumlah produksi sebesar 6 295 301 ton pada tahun 2012. Beberapa daerah sentra
produksi jagung di Indonesia pada tahun 2012 cenderung mengalami
peningkatan dalam jumlah produksi, seperti yang terjadi di Provinsi Jawa
Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Jawa Barat
(Tabel 1).
Salah satu upaya peningkatan produksi jagung adalah menggunakan benih
jagung hibrida yang berdaya hasil tinggi (Anonymous, 2005). Jagung hibrida
memiliki keunggulan dalam segi produksi karena umur tanamnya pendek, daya
tumbuhnya tinggi dan perawatannya mudah. Selain itu jagung hibrida juga
memiliki ketahanan terhadap penyakit yang sering menyerang. Keunggulan yang
dimiliki oleh jagung hibrida ini dapat memberikan keuntungan lebih tinggi kepada
petani (Aak, 2003).
Tabel 1 Produksi jagung di seluruh provinsi di Indonesia tahun 2011-2013
Tahun
Provinsi
Lampung
Sulawesi Selatan
Jawa Timur
Jawa Barat
Jawa Tengah
Sumatera Utara
Indonesia
2011
(Ton)
1 817 906
1 420 154
5 443 705
945 104
2 772 575
1 294 645
17 643 250
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)
2012
(Ton)
1 760 275
1 515 329
6 295 301
1 028 653
3 041 630
1 347 124
19 387 022
2013
(Ton)
1 760 278
139 266
5 760 959
1 101 998
2 930 911
1 183 011
18 511 853
Jawa Timur memiliki peran besar dalam produksi padi dimana
mendominasi sekitar 33 persen Indonesia dan sekitar 50 persen produksi jagung di
pulau Jawa. Oleh karena itu, Jawa Timur memiliki potensi yang baik untuk
dilakukan pengembangan usaha pertanian dibidang pangan demi mewujudkan
pemenuhan kebutuhan pangan saat ini ( Tabel 2).
2
Tabel 2 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung di Jawa
Timur, Jawa dan Nasional, Tahun 2012-2014
Perkembangan
Uraian
2012
2013
2014
(ARAMII)
2012-2013
absolut
%
2013-2014
Absolut
%
Luas panen
(ha)
Jawa Timur
1 232 523
1 199 544
1 202 207
-32 979
-2.68
2 663
0.22
Jawa
2 011 339
1 958 883
1 955 654
-52 456
-2.61
-3 229
-0.16
Indonesia
3 957 595
3 821 504
3 880 221
-136 091
-3.44
58 717
1.54
Produktivitas
(kg/ha)
Jawa Timur
51.08
48.03
48.15
-3.05
-5.97
0.12
0.25
Jawa
53.26
51.54
51.91
-1.72
-3.23
0.37
0.72
Indonesia
48.99
48.44
48.29
-0.55
-1.12
0.85
1.75
6 295 301
5 760 959
5 789 214
-534 342
-8.49
28 255
0.49
10 712 017
10 095 486
10 151 890
-616 531
-5.76
56 404
0.56
19 387 022
18 511 853
Sumber:Badan Pusat Statistik (2014)
19 127 409
-875 169
-4.51
615 556
3.33
Produksi
(Ton)
Jawa Timur
Jawa
Indonesia
Produksi jagung di Jawa Timur pada tahun 2012 sampai 2014 cenderung
mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan oleh luas panen dan produktivitas jagung
di Jawa Timur yang mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Peningkatan
produksi tersebut terjadi seiring dengan adanya program pemerintah mengenai
perluasan areal penanaman jagung yang ada di Jawa Timur. Selain itu, isu
strategis dalam kebijakan pembangunan pertanian lima tahun kedepan.
Kecukupan produksi komoditas strategis (padi, jagung, kedelai, tebu, sapi, cabai
dan bawang merah) serta pengurangan ketergantungan impor, peningkatan daya
saing produk di dalam negeri, pemantapan dan peningkatan daya saing produk
pertanian di dunia internasional, diversifikasi pangan untuk mengurangi
konsumsi beras dan tepung terigu, peningkatan pendapatan dan peningkatan
kesejahteraan petani (Kementerian Pertanian 2014)
Upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi jagung di Indonesia
khuusnya di Jawa Timur, pada tahun 2011 yaitu melalui penciptaan dan
penelitian varietas benih unggul, penyelenggaraan
Sekolah Lapangan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), Bantuan Langsung Benih Unggul
(BLBU), pemberian bantuan benih dari Cadangan Benih Nasional (CBN),
Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K), perluasan
areal, dan pelatihan (Kementrian Pertanian 2012).
Dalam setiap program-progam yang dirancang IFAD dengan Indonesia
bekerja sama dengan Departemen Petanian dan Dinas Pertanian telah menerima
bantuan dari tahun 1978 sebanyak 13 program. Salah satunya kegiatan PIDRA
(Participatory Integrated Development in rain-fed Areas ) mulai tahun 2001 yang
lahir sebagai akibat dampak kekeringan yang terjadi pada akhir 1990-an yang
kemudian diikuti oleh krisis ekonomi. PIDRA melibatkan partisipasi masyarakat
3
dengan prioritas pada masyarakat penduduk miskin, daerah tadah hujan dan
kurang mendapat kesempatan dalam proses pembangunan, masyarakatnya yang
berusahatani secara tradisional, dukungan fasilitas sarana dan prasarana belum
memadai, serta kemampuan ekonomi dalam hal modal usaha lemah akibat
kemiskinan. Lokasi program PIDRA terdapat di tiga provinsi yaitu Jawa Timur,
NTB dan NTT, mencakup 14 kabupaten dan 500 desa yang dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Lokasi Program PIDRA menurut Propinsi dan Kabupaten serta Target
Jumlah Desa
Propinsi
Kabupaten
Target Desa
Jawa Timur
Pacitan,Ponorogo,Trenggalek,
225
Tulungagung, Blitar, Lumajang
NTT (Nusa Tenggara Timor Tengah Utara, Timor Tengah
200
Timur)
Selatan, Sumba Barat, Sumba Timur,
Alor
NTB ( Nusa Tenggara Sumbawa, Bima, dan Dompu
75
Barat)
Sumber: BKP Deptan (2005)
Tujuan PIDRA adalah meningkatkan pendapatan petani dan keluarganya,
meningkatkan kegiatan konservasi dan kelestarian sumberdaya alam serta
lingkungan, terwujudnya sistem pertanian yang berkelanjutan dalam usahatani
kelompok dan partisipasi wanita, dan terwujudnya ketahanan pangan di pedesaan.
Dengan upaya ini, diharapkan dapat mendorong inisiatip masyarakat
miskin yang berada di kawasan lahan kering/tadah hujan untuk mampu
memperbaiki taraf hidupnya.Melalui pembinaan selama 6-9 bulan, kelompok
diharapkan sudah dapat mandiri, tumbuh, dan mampu berorganisasi, melakukan
pemupukan modal sendiri, serta menjalin akses usaha individu dan kelompok
secara terencana dan berkesinambungan.
Perumusan Masalah
Program PIDRA Jawa Timur diterapkan pada 6 Kabupaten yang terdapat
di Lumajang, Blitar, Tulungangung, Trenggalek, Ponorogo dan Pacitan (Dinas
Pertanian, 2007). Khusus untuk daerah Kabupaten Blitar umumnya dibagian
selatan didominasi oleh lahan kering sebesar 87 persen dan 23 persen lainnya
berupa lahan sawah yang terdiri dari sawah teknis, nonteknis dan sawah tadah
hujan (Badan Pusat Statistik, 2001). Hal ini yang membuat daerah Blitar menjadi
salah satu sentra produksi jagung hibrida yang terdapat di provinsi Jawa Timur
berdasarkan data lahan kering yang dimiliki.
Kegiatan PIDRA yang sumber pendanaannya dari lembaga International
Fund for Agricultural Development (IFAD) memberikan pinjaman selama delapan
tahun yang dilaksanakan dalam dua fase yakni fase I (2001-2004) dan fase II
(2005-2008). Pada fase II ada penambahan jumlah dalam penanganan kawasan
lahan kering menjadi 14 Kabupaten (Badan Ketahanan Pangan, 2006).
Tidak semua petani di Kabupaten Blitar mengikuti program PIDRA. Salah
satu penerima bantuan PIDRA adalah Kecamatan Bakung, serta kecamatan
Srengat sebagai Non PIDRA. Petani yang terdapat di daerah Kecamatan Bakung
4
memiliki perbedaan dengan Kecamatan Srengat. Perbedaan yang cukup mendasar
adalah perbedaan produtivitas budidaya jagung hibrida dikedua daerah tersebut.
Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya fluktuasi produktivitas jagung hibrida
yang dibudidayakan oleh petani ex program PIDRA dan Non PIDRA yang
menjadi sampel. Produktivitas terendah petani mencapai 1.4 ton per hektar
sedangkan produktivitas tertingginya mencapai 8 ton per hektar. Sedangkan, ratarata produktivitas jagung hibrida yang dapat diperoleh petani yaitu sebesar 5-6 ton
per hektar. Selain berfluktuasi, rata-rata produktivitas jagung hibrida yang dicapai
petani tersebut masih dibawah rata-rata produktivitas potensial. Menurut
Szymanek et al. (2006), rata-rata hasil panen jagung hibrida bisa mencapai 40
000-60 000 tongkol segar atau sekitar 12-14 ton per hektar. Hal tersebut
menunjukkan bahwa dalam kegiatan produksi jagung yang dilakukan oleh petani
yang dapat mengakibatkan produktivitas yang dihasilkan masih rendah dibawah
produktivitas potensial dan juga produktivitasnya berfluktuasi.
Produksi jagung hibrida yang dihasilkan pada suatu usahatani dipengaruhi
beberapa faktor, terutama pada faktor penggunaan input produksi dan pengaruh
kondisi lingkungan. Penggunaan input produksi seperti benih, pupuk, pestisida
dan luas lahan akan berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan.
Perbedaan penggunaan input antar petani akan mengakibatkan perbedaan hasil
yang diperoleh. Jumlah produksi jagung yang dihasilkan pada suatu usahatani
juga bergantung pada pemahaman petani dalam menggunakan input produksi
tersebut, penggunaan input yang tidak sesuai dengan standar yang dianjurkan juga
dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Hal tersebut menunjukkan bahwa
penggunaan faktor input yang tidak tepat dapat menyebabkan adanya risiko dalam
kegiatan produksi jagung. Berdasarkan hasil penelitian pada petani jagung
tersebut, dalam melakukan budidaya, mereka tidak memiliki acuan yang tepat
penggunaan input produksi. Petani-petani tersebut lebih mengandalkan dari
pengetahuan turun temurun dari orang tua mereka dan berdasarkan pengalaman
petani. Alokasi penggunaan input produksi juga dibatasi oleh ketersediaan modal
yang dimiliki oleh petani.
Modal merupakan salah satu variabel penting dari kegiatan usahatani,
dimana ketersediaan modal berupa lahan, tenaga kerja, pupuk dan benih belum
seluruhnya digunakan petani secara optimal. Peningkatan produktivitas jagung
juga tidak terlepas dari kebijakan terkait input, output dan kelembagaan usahatani
jagung. Kebijakan yang terkait input usahatani antara lain adalah dalam hal
subsidi pupuk dan benih, bantuan benih gratis, bantuan alsintan, akelerasi
penerapan teknologi budidaya (Ditjen tanaman pangan, 2009). Serangan penyakit
bulai juga mempengaruhi produktivitas jagung hibrida maka akan mengalami
penurunan produktivitas, sehingga dibutuhkan obatan-obatan pertanian dalam
meminimalisir terjangkit penyakit bulai.
Pada umumnya, pendapatan petani berubah dengan seiringnya perubahan
yang terjadi terhadap produktivitas hasil pertanian. Jadi, apabila produktivitas
turun dapat menyebabkan penurunan tingkat pendapatan dengan asumsi bahwa
satuan harga hasil produksi tetap. Oleh karena itu, untuk melihat bagaimana
tingkat produktivitas jagung dapat mempengaruhi pendapatan petani dari
usahatani jagung, diperlukan analisis pendapatan usahatani jagung. Di daerah
penelitian terdapat perbedaan antara petani responden dalam ex program PIDRA
dengan non program, hal ini mengindikasikan adanya keragaan usahatani jagung
5
hibrida. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dengan alat analisis
pendapatan usahatani untuk melihat produktivitas jagung antara ex program
PIDRA dengan non program.
Berdasarkan uraian diatas, sehingga dapat dirumuskan masalah :
1. Bagaimanakah keragaan usahatani jagung hibrida pada peserta ex program
PIDRA dan Non PIDRA ?
2. Bagaimanakah perbandingan pendapatan usahatani antara petani jagung ex
program PIDRA dengan petani jagung Non PIDRA?
Tujuan
Penelitian ini memiliki dua tujuan yang ingin dicapai, yaitu :
1. Menganalisis keragaan usahatani jagung hibrida pada peserta ex program
PIDRA dan Non PIDRA
2. Menganalisis dan membandingkan pendapatan usahatani jagung hibrida
pada ex program PIDRA dan Non PIDRA
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat :
1. Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang diperoleh pada bangku
pendidikan perguruan tinggi untuk menganalisis keadaan nyata di lapang.
2. Salah satu pertimbangan dalam membuat kebijakan berkaitan
pengembangan jagung hibrida di Indonesia.
3. Sebagai sumber referensi, informasi dan wawasan serta dapat dijadikan
bahan kajian dan pertimbangan dalam melakukan penelitian.
TINJAUAN PUSTAKA
Keragaan usahatani jagung hibrida
Di Indonesia jagung dapat tumbuh di semua provinsi, namun yang
memiliki produktivitas yang tinggi hanya terdapat dibeberapa daerah saja, salah
satu faktor tingginya produktivitas yaitu luas lahan. Jagung di budidayakan pada
lingkungan yang beragam. Daerah penghasil utama jagung di Indonesia adalah
Jawa timur, Jawa tengah, Lampung, Sulawesi Selatan dan Sumatra Utara (Suryana
et al 2005)
Petani telah berusahatani jagung di lahan kering secara turun-temurun untuk
memenuhi kebutuhan hidup, namun pola usaha yang dikembangkan masih
berlangsung sesuai yang diketahuinya meskipun sering pemerintah memberikan
pembinaan dan pelatihan tentang paket teknologi tanaman jagung hibrida guna
meningkatkan produksi usahanya secara berkelanjutan.
Menurut Djulin, et al (2005) bahwa hingga kini jagung masih dominan
ditanam di lahan kering pada musim hujan, walaupun di sisi lain juga terjadi
perluasan jagung di lahan sawah pada musim kemarau.
Rata-rata produktivitas tanaman pangan nasional masih rendah. Rata-rata
produktivitas padi adalah 4.4 ton per ha (Purba dan Las 2002) jagung 3.2 ton per
6
ha dan kedelai 1.19 ton per ha. Sementara itu, produktivitas jagung nasional relatif
lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas jagung negara produsen
utama seperti Amerika Serikat yang telah mencapai 9.77 ton per hektar dan China
5.50 ton per hektar ( FAO 2011).
Faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman pangan adalah
(a) Penerapan teknologi budidaya di lapangan yang masih rendah; (b)Tingkat
kesuburan lahan yang terus menurun (Adiningsih et al 1994), (c) Eksplorasi
potensi genetik tanaman yang masih belum optimal (Guedev 2002).
Pendapatan usahatani jagung
Pendapatan usahatani merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam
melakukan kegiatan usahatani. Tingkat pendapatan usahatani yang diperoleh
petani berbeda-beda tergantung pada jenis dan hasil produksi komoditas yang
dihasilkan, penggunaan input produksi, harga input dan harga output. Kegiatan
usahatani yang dilakukan oleh petani diharapkan mampu menghasilkan
pendapatan bagi petani sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani
Komponen yang harus diperhatikan dalam melakukan perhitungan
pendapatan usahatani yaitu penerimaan dan pengeluaran usahatani. Penerimaan
usahatani merupakan nilai produk usahatani dikali dengan harga jualnya.
Penerimaan yang diperhitungkan merupakan nilai produk yang tidak dijual oleh
petani seperti nilai produk yang disimpan atau dikonsumsi sendiri. Penelitian
Putra (2011) dan Aldila (2013) hanya menghitung penerimaan tunai usahatani
saja, tanpa memperhitungkan penerimaan yang diperhitungkan, karena hasil
produksi petani dijual seluruhnya. Pendapatan tunai jagung hibrida diperoleh dari
jumlah produksi jagung hibrida pipilan kering dikali dengan harga jualnya.
Pengeluaran usahatani merupakan biaya yang dikeluarkan petani untuk
melakukan kegiatan usahatani yang terdiri dari pengeluaran tunai dan pengeluaran
yang diperhitungkan. Pengeluaran tunai terdiri dari biaya input produksi yang
benar-benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan biaya yang diperhitungkan
meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan, dan sewa lahan yang
diperhitungkan (Putra 2011, Setiyanto 2008, dan Aldila 2013).
Setelah mengetahui nilai penerimaan dan pengeluaran usahatani, maka
nilai pendapatan usahatani dapat diketahui. Pendapatan usahatani diperoleh dari
selisih antara total penerimaan usahatani dengan total pengeluaran usahatani.
Perangin–Angin (1999) dalam penelitiannya tentang analisis pendapatan
usahatani dan pemasaran jagung menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan
usahatani jagung di daerah penelitian sebesar Rp. 3 420 500 dengan tingkat
produksi 4,2 ton per hektar dan harga rata-rata sebesar Rp. 1 040 per kilogram.
Nilai R/C atas biaya total diperoleh sebesar 2.88 dan R/C atas biaya tunai sebesar
4.61. Hal ini membuktikan bahwa usahatani jagung layak diusahakan di daerah
penelitian.
Hasil penelitian Suroso (2006) menyajikan bahwa penelitian ini bertujuan
untuk melihat pendapatan usahatani berlahan sempit dan usahatani berlahan luas.
Hasil penelitian menunjukkan nilai R/C rasio atas biaya total usahatani berlahan
luas lebih besar dibandingkan usahatani berlahan sempit. Nilai R/C rasio atas
biaya tunai usahatani berlahan luas adalah sebesar 3.08, sedangkan R/C rasio atas
biaya tunai usahatani berlahan sempit adalah sebesar 2.57. Nilai R/C rasio atas
biaya total usahatani berlahan luas adalah sebesar 2.24, sedangkan Nilai R/C rasio
7
atas biaya total usahatani berlahan sempit adalah sebesar 1.58. Hal ini berarti
bahwa usahatani jagung di daerah penelitian pada lahan luas lebih efisien
dibandingkan pada lahan sempit. Hasil estimasi model fungsi menggunakan OLS
dan analisis komponen utama menunjukkan bahwa lahan, benih, pupuk urea,
pupuk ponska, pupuk kandang, pestisida dan tenaga kerja berpengaruh terhadap
produksi jagung.
Djulin, et al. (2005), dalam penelitian perkembangan sistem usahatani
jagung menjelaskan hingga kini jagung masih dominan ditanam di lahan kering
pada musim hujan, walupun di sisi lain juga terjadi perluasan jagung di lahan
sawah pada musim kemarau. Masih dominannya pertanaman jagung di lahan
kering pada musim hujan menyebabkan timbulnya masalah mutu hasil dan
fluktuasi harga yang cukup besar. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab
lambannya adopsi teknologi jagung.
Pada tingkat penerapan teknologi saat ini, tiap hektar usahatani jagung
unggul di lahan sawah dan lahan kering memberi hasil per hektar masing-masing
6.14 ton dan 4.62 ton dengan keuntungan Rp 2.9 juta dan Rp 2.1 juta. Biaya
produksi per unit pada tingkat hasil tersebut adalah Rp 542 per kilogram untuk
lahan sawah dan Rp 608 per kilogram untuk lahan kering. Usahatani jagung
unggul di lahan sawah maupun di lahan kering berorientasi pasar atau pendapatan
tunai, sedangkan jagung lokal untuk konsumsi atau pengamanan pangan rumah
tangga.
Komoditi pesaing utama jagung unggul di lahan sawah adalah padi. Di
lahan kering, pesaing jagung adalah kedelai, kacang tanah, dan ubi kayu.
Keuntungan kedelai dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari jagung, dengan biaya
produksi kedelai yang lebih rendah. Untuk kacang tanah baik keuntungan maupun
biaya produksi lebih tinggi dari jagung. Untuk umbi kayu keuntungan lebih tinggi
dan biaya produksi jauh lebih rendah dari jagung, namun masa panen lebih lama
dari jagung.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Pengertian Penelitian Komparatif
Menurut Nazir (2005), penelitian komparatif adalah sejenis penelitian
deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat,
dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu
fenomena tertentu. Penelitian komparatif merupakan penelitian yang bersifat
membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan
dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti
berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Pada penelitian ini variabelnya masih
mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari satu atau dalam waktu yang berbeda.
Jadi, penelitian komparatif adalah jenis penelitian yang digunakan untuk
membandingkan antara dua kelompok atau lebih dari suatu variabel tertentu.
Konsep Usahatani
Usahatani merupakan salah satu ilmu yang mempelajari bagaimana
seseorang mengusahakan dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi berupa
8
lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang
sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang
mempelajari
cara-cara
petani
menentukan,
mengorganisasikan
dan
mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi se efektif dan se efisien
mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan se maksimal mungkin.
Suatu usahatani dikatakan efektif jika petani dapat mengalokasikan sumberdaya
yang mereka miliki secara baik, sedangkan dikatakan efisien jika pemanfaatan
sumberdaya dapat menghasilkan keluaran yang melebihi masukan (Soekartawi
2006). Pada dasarnya usahatani berkembang terus dari awalnya hanya bertujuan
menghasilkan bahan pangan untuk kebutuhan sendiri atau keluarga sehingga
hanya merupakan usahatani swasembada atau subsistence.
Kegiatan usahatani berdasarkan coraknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu
usahatani subsistem dan usahatani komersial. Usahatani subsistem bertujuan
memenuhi konsumsi keluarga, sedangkan usahatani komersial adalah usahatani
dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Soekartawi (1995), menyatakan
bahwa ciri petani komersial adalah; (1) cepat dalam mengadopsi inovasi
pertanian, (2) cepat dan tanggap dalam mencari informasi, (3) lebih berani dalam
mengambil resiko dalam berusaha, (4) memiliki sumberdaya yang cukup.
Berdasarkan tingkat keberhasilan usahatani dilihat dari produksi serta
produktifitas usahatani itu sendiri. Keberhasilan produksi dititikberatkan kepada
pola budidaya dan perkembangan teknologi pertanian yang diterapkan dalam
suatu usahatani.
Adapun beberapa aspek budidaya yang perlu diperhatikan adalah:
1. Penggunaan benih/bibit unggul (sesuai dengan standar mutu benih bermutu).
2. Penerapan sistem pola tanam yang sesuai dengan kondisi lahan (sistem
tunggal komoditi atau tumpang sari).
3. Pemeliharaan tanaman harus diperhatikan dari pemberian pupuk, pengairan,
penyulaman, penyiangan serta pengendalian hama dan penyakit.
4. Penanganan panen dan pasca panen termasuk penyimpanan, sehingga
menghasilkan kondisi produk yang baik dan berkualitas.
Penerimaan Usahatani
Penerimaan tunai usaha tani dapat didefinisikan sebagai nilai uang yang
diterima dari penjualan produk usaha tani (Soekartawi, 2006). Pinjaman dalam
usahatani tidak termasuk kedalam biaya tunai begitu pula dengan bunga pinjaman
dan jumlah pinjaman pokok tidak termasuk kedalam pengeluaran tunai usahatani.
Penerimaan usahatani secara teknis merupakan hasil perkalian antara
produksi yang diperolah dengan harga jual (Soekartawi, 2006). Penerimaan
ushatani yang didapat akan mendorong petani untuk dapat mengalokasikannya
dalam berbagai kegunaan atau keperluan petani itu sendiri seperti untuk biaya
produksi periode berikutnya, tabungan dan pengeluaran lain untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya
Pengeluaran Usahatani
Biaya atau pengeluaran usahatani adalah biaya yang digunakan untuk
melakukan kegiatan usahatani. Pengeluaran usahatani secara umum meliputi
pengeluaran tunai dan tidak tunai atau biaya yang diperhitungkan. Terdapat pula
pengeluaran usahatani total yang terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya
9
tidak tetap (variable cost). Perhitungan kedua biaya tersebut harus dipisahkan
dalam perhitungannya hal ini akan berkaitan dengan kegiatan produksi pada
waktu saat sekarang dan produksi yang akan datang.
Pengeluaran tunai atau biaya tunai usahatani merupakan sejumlah biaya
yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi kegiatan usahatani baik
secara tunai maupun kredit, sedangkan pengeluaran tidak tunai atau biaya
diperhitungkan ialah pengeluaran berupa nilai barang dan jasa untuk keperluan
usahatani yang dibayar dengan benda, seperti halnya jika usahatani menggunakan
mesin-mesin maka nilai penyusutan dari mesin tersebut harus dimasukkan
kedalam biaya pengeluaran tidak tunai dan digunakan untuk menghitung
pendapatan kerja petani jika bunga modal dan nilai tenaga kerja keluarga
diperhitungkan.
Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani yang
jumlahnya relatif tetap tidak bergantung kepada besar kecilnya produksi. Contoh
biaya tetap adalah biaya pajak. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang
nilainya bergantung pada nilai produksi yang diperoleh. Contoh biaya variabel
adalah biaya untuk tenaga kerja (Soekartawi, 2006). Sedangkan pengeluaran total
usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai
atau dikeluarkan dalam produksi kecuali biaya tenaga kerja keluarga.
Pendapatan Usahatani
Kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai dapat diukur oleh
adanya pendapatan tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih
antara penerimaan tunai uasahatni dengan pengeluaran usahatani atau pendapatan
usahatani meliputi pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor
usahatani merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan
dalam usahatani sedangkan pendapatan bersih merupakan selisih antara
pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani (Soekartawi,
2006).
Pendapatan usahatani dapat juga disebut dengan pendapatan bersih
usahatani. Hal ini dikarenakan pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara
total penerimaan usahatani (pendapatan kotor) dengan total pengeluaran tunai
usahatani (Net farm income). Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan
yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja,
pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke
dalam usahatani. Oleh karena itu ia merupakan ukuran keuntungan usahatani yang
dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani (Soekartawi
et al. 1986).
Π = TR –TC
Dimana : π = Keuntungan
TR = Total penerimaan
TC = Total biaya
Dari Formulasi yang telah dijelaskan diatas menunjukkan bahwa
pendapatan akan menguntungkan (bernilai positif) jika penerimaan total lebih
besar daripada biaya usahatani. Sedangkan jika penerimaan total lebih kecil
daripada biaya total usahatani, maka pendapatan usahatani akan bernilai negatif
10
atau dengan kata lain usahatani mengalami kerugian. Peningkatan dan penurunan
penerimaan total dipengaruhi oleh peningkatan dan penurunan jumlah output yang
dijual dan harga satuannya, sedangkan peningkatan dan penurunan biaya total
dipengaruhi oleh peningkatan dan penurunan jumlah penggunaan input variabel
dan harga satuannya.
Pada perhitungan pendapatan usahatani nantinya dapat diperoleh
penghasilan bersih usahatani. Penghasilan bersih usahatani didapat dengan cara
mengurangkan pendapatan bersih usahatani dengan pengeluaran non tunai
usahatani. Penghasilan bersih usahatani dapat juga disebut dengan keuntungan
yang diperoleh petani atas usahataninya. Semakin besar penghasilan bersih
usahatani berarti semakin baik pelaksanaan teknis usahatani tersebut sehingga
secara tidak langsung menghasilkan keuntungan yang besar bagi petani.
Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)
Analisis efisiensi pendapatan usahatani dapat diukur dengan menggunakan
análisis penerimaan dan biaya. Pendapatan usahatani yang besar belum dapat
dikatakan bahwa usahatani yang telah dijalankan tersebut sudah efisien. Soeharjo
dan Patong Ridwan (2008) menyatakan suatu usahatani dapat dikatakan layak
apabila memiliki tingkat efisiensi penerimaan yang diperoleh atas biaya yang
dikeluarkan hingga mencapai perbandingan tertentu. Kriteria kelayakan usahatani
dapat diukur dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C
Rasio) yang didasari pada perhitungan secara finansial.
R/C rasio (Return Cost Ratio) merupakan rasio imbangan antara
penerimaan dengan biaya. Penerimaan merupakan hasil perkalian antara kuantitas
hasil panen dengan harga hasil panen. Sedangkan biaya usahatani merupakan nilai
dari barang dan jasa yang dialokasikan untuk usahatani. Nilai R/C rasio dapat
digunakan sebagai ukuran dalam menilai efisiensi suatu usahatani. Semakin besar
R/C yang dihasilkan oleh suatu usahatani maka tingkat efisiensi usahatani tersebut
juga semakin besar.
Soekartawi (1995) menjelaskan bahwa jika diperoleh R/C lebih dari satu
maka usahatani dikatakan menguntungkan. Sedangkan jika usahatani mempunyai
R/C kurang dari satu maka usahatani tersebut tidak menguntungkan untuk
diusahakan. Adapun ketika R/C sama dengan nol, usahatani tidak untung atau
rugi. Maksudnya adalah Semakin besar nilai R/C Rasio maka semakin besar pula
penerimaan usahatani yang akan diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang
dikeluarkan. Kegiatan usahatani dikatakan efisien jika R/C rasio > 1, yang artinya
setiap tambahan biaya yang akan dikeluarkan akan menghasilkan tambahan
penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau disebut
menguntungkan. Sebaliknya dikatakan tidak efisien jika R/C rasio lebih kecil dari
satu atau dengan kata lain setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan
menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya
atau kegiatan usaha disebut merugikan. Jika kegiatan usahatani yang memiliki
R/C = 1, berarti kegiatan usahatani berada pada laba normal.
Konsep Return to Labour dan Return to Capital
Soekartawi et al. (1984) imbalan kepada tenaga kerja dan imbalan kepada
modal merupakan patokan yang baik untuk mengukur penampilan usahatani.
Keuntungan merupakan keberhasilan pengelolaan usahatani secara menyeluruh,
11
maka untuk mengukur keberhasilan pengelolaan usahatani secara parsial (per
bagian) perlu dihitung imbalan bagi faktor-faktor produksi yaitu imbalan bagi
tenaga kerja (return to labour) dan imbalan bagi modal (return to capital).
Pemilik tenaga kerja yang telah dicurahkan dalam usahatani, petani
seharusnya menerima upah sekurang-kurangnya sama besarnya dengan upah
seandainya petani tadi bekerja pada usahatani milik petani lain. Begitu pula bila
sebagai pemilik modal, seharusnya petani menerima sejumlah jasa atau bunga
yang sekurang-kurangnya sama besarnya dengan kalau dana modal tersebut
disimpannya di bank. Jika imbalan bagi tenaga kerja dan modal lebih tinggi
daripada biaya imbangannya, berarti usahatani secara ekonomis menguntungkan
karena mampu memberikan imbalan yang wajar bagi faktor-faktor produksi yang
telah dipergunakan dalam menyelenggarakan usahatani. (Kamiliah W, 2009)
Kerangka Pemikiran Operasional
Berdasarkan data usaha budidaya jagung mempunyai prospek yang baik
untuk dikembangkan, menurut Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur (2010)
bahwa sentra produksi jagung di Jawa Timur meliputi Kabupaten-Kabupaten:
Kediri, Malang, Sumenep, Bangkalan, Probolinggo, Situbondo, Blitar, Tuban,
Lamongan dan Madiun. Sebagian besar lahan kering di Kabupaten Blitar terdapat
di kawasan selatan dari Kabupaten Blitar
Dalam upaya peningkatan produksi tanam pangan sekunder khususnya
komoditi jagung guna memenuhi kebutuhan pangan, salah satu penerapan elemen
inovasi teknologi penting dalam peningkatan produksi yaitu dengan menggunakan
benih unggul. Kebijakan dan rekomendasi pemerintah dalam penerapan unsur
teknologi benih unggul salah satunya adalah penggunaan benih jagung hibrida.
Jagung hibrida memiliki kualitas serta kuantitas produksi yang lebih baik.
Oleh karena itu perlunya peningkatan produksi jagung hibrida yang dapat
mendukung kuantitas hasil tanaman jagung.Keunggulan tanaman jagung yang
berasal dari benih hibrida antara lain tahan serangan hama dan penyakit, lebih
cepat panen, produksi tinggi, sangat toleran dengan berbagai jenis dan ketinggian
lahan, serta memiliki kualitas serta kuantitas hasil produksi yang baik.
Perbaikan dalam kegiatan usahatani perlu dilakukan agar produktivitas
jagung di Kabupaten Blitar dapat meningkat. Usaha peningkatan kegiatan
usahatani sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya yang dilakukan oleh petani dan
produksi yang digunakan dalam kegiatan usahatani seperti lahan, tenaga kerja,
pupuk, obat-obatan, dan benih berkualitas. Terdapat beberapa kendala utama
dalam budidaya jagung hibrida yang dihadapi oleh petani di Kabupaten Blitar,
antara lain keterbatasan modal dan lahan, adanya ancaman penyakit bulai,
mahalnya harga benih, kurangnya pengetahuan petani mengenai anjuran dalam
pemakaian pupuk dan obat pertanian, serta adanya pengaruh iklim yang dapat
mengurangi produksi jagung. Kendala-kendala yang dihadapi oleh petani dalam
melakukan kegiatan usahatani jagung akan berpengaruh terhadap produksi yang
dihasilkan dan akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani.
Perputaran modal dari kegiatan usahatani jagung digunakan petani untuk
melakukan kegiatan usahatani berikutnya dan untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Biaya yang cukup tinggi dalam hal pengadaan sarana produksi untuk
budidaya jagung dapat membatasi petani dalam melakukan pembelian sarana
12
produksi. Hal tersebut dapat menyebabkan usahatani jagung Kabupaten Blitar
menjadi kurang menguntungkan. Selain mengukur biaya, penerimaan, dan
pendapatan usahatani, dilakukan pula analisis keragaan usahatani dan penggunaan
input produksi jagung Kabupaten Blitar. Analisis keragaan usahatani dan
penggunaan input produksi dilakukan untuk melihat teknis budidaya yang
dilakukan oleh petani responden.
Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) juga dilakukan untuk
melihat apakah usahatani jagung hibrida program dan Non PIDRA yang
dilakukan oleh petani responden menguntungkan atau tidak menguntungkan.
Analis tersebut menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan
memperoleh penerimaan penerimaan sebesar nilai R/C-nya. Usahatani jagung
hibridamenguntungkan dan layak untuk diusahakan oleh petani apabila nilai R/C
lebih besar dari satu dan apabila nilai R/C lebih kecil dari satu, maka dapat
dikatakan bahwa kegiatan usahatani jagung hibrida memberikan kerugian bagi
petani responden, sehingga tidak layak untuk diusahakan.
13
Usahatani
Jagung Hibrida
Harga
output
Ex Program
PIDRA (BISI 2)
Non PIDRA
(DK 85)
Penggunaan
input produksi
1. Benih
2. Pupuk
3. Pestisida
4. Tenaga
kerja
Penggunaan
input produksi
1. Benih
2. Pupuk
3. Pestisida
4. Tenaga
kerja
Harga
Input
Harga
Input
Harga
output
Output
Penerimaan
Usahatani
Pengeluaran
Usahatani
Pengeluaran
Usahatani
Pendapatan usahatani jagung hibrida
Rekomendasi
Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional
Output
Penerimaan
usahatani
14
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitian yaitu provinsi Jawa
Timur. Pemilihan lokasi Jawa Timur diambil satu kabupaten secara sengaja
(purposive) yaitu Blitar. Kabupaten Blitar dipilih untuk pendalaman kajian
industri usahatani jagung, karena pernah menjadi lokasi program PIDRA dari
IFAD dan juga sebagai salah satu sentra produksi jagung di Jawa Timur.
Penelitian yang dilakukan membahas mengenai usahatani jagung.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji keragaan usahatani jagung yang
dilakukan oleh petani jagung hibrida serta menganalisis pendapatan usahatani
petani jagung hibrida di kabupaten Blitar, Jawa Timur. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini dilakukan dengan sengaja (purpossive). Petani yang akan menjadi
responden itu berdasarkan petani yang ada di daerah tersebut.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Peneliti
sebagai enumerator dengan total responden sebanyak 30 orang petani.
Data sekunder yang diperoleh dari penelitian industri benih Indonesia
kerja sama FEM IPB dan Pusat Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pertanian
pada bulan Oktober 2014 merupakan data pelengkap serta pendukung berupa data
yang diperoleh melalui literatur maupun studi pustaka dari instansi terkait yang
relevan dengan penelitian, selain itu bersumber dari laporan penelitian, jurnal,
Badan Pusat Statistik (BPS), Balai penyuluhan pertanian, Perpustakaan Fakultas
Ekonomi dan Manajemen IPB, Perpustakaan Lembaga Sumberdaya Informasi
IPB, internet, dan sumber data lain yang mendukung penelitian.
Metode Analisis Data
Data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara
kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengukur kegiatan
produksi pada usahatani jagung di lokasi penelitian. Beberapa hal lain yang terkait
dengan penelitian ini akan diuraikan secara deskriptif dan bila perlu dengan
bantuan gambar untuk memperjelas uraian tersebut. Sedangkan analisis kuantitatif
disajikan dalam bentuk tabulasi. Analisis ini bertujuan untuk menyederhanakan
data ke dalam bentuk tabel yang mudah dibaca.
Analisis Keragaan Usahatani
Analisis data ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan menggambarkan
keragaan usahatani jagung hibrida program dan Non PIDRA yang dilakukan oleh
petani jagung di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Adapun keragaan yang dapat
digambarkan meliputi, proses budidaya, penggunaan input dan output usahatani.
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis pendapatan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2, yaitu
pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas
biaya tunai adalah pendapatan yang didasarkan kepada biaya yang dikeluarkan
oleh petani dalam bentuk uang, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah
15
pendapatan yang didasarkan atas semua biaya yang dikeluarkan, baik tunai
maupun tidak tunai. Adapun hal lain yang mendasari pembagian analisis ini
adalah karena pada umumnya petani hanya memperhitungkan biaya yang
dikeluarkannya dalam bentuk uang tunai. Metode perhitungan pendapatan
usahatani jagung disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Metode Perhitungan Pendapatan Usahatani
Komponen
A. Penerimaan Tunai
B. Penerimaan yang diperhitungkan
C. Total Penerimaan
D. Pengeluaran Tunai
E. Pengeluaran Diperhitungkan
F. Total Pengeluaran
G. Pendapatan atas Biaya Total
H. Pendapatan atas Biaya Tunai
I. Pendapatan Bersih
Perhitungan
Harga x Hasil panen yang dijual (Kg)
Harga x Hasil panen yang dikonsumsi
(Kg)
A+B
a. Biaya Sarana Produksi
- Pembelian Benih
- Pembelian Pupuk
- Pembelian Pestisida
b. Upah Tenaga Kerja
c. Sewa alat bajak
d. Pajak
a. Upah Tenaga Kerja Dalam Keluarga
b. Nilai Penyusutan Alat
c. Benih
d. Sewa Lahan
D+E
C–F
C–D
H - Bunga pinjaman (jika ada pinjaman)
Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)
Analisis pendapatan pada usahatani selalu diikuti dengan pengukuran
efisiensi karena pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang
tinggi. Ukuran efisiensi yang biasanya digunakan adalah R/C dimana analisis ini
mampu menggambarkan penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan dalam
kegiatan usahatani. Pengukuran efisiensi usahatani terhadap setiap penggunaan
satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio antara jumlah penerimaan
dengan jumlah biaya (R/C). R/C rasio yang dihitung dalam analisis ini terbagi
menjadi R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total yang dapat dirumuskan :
R/C tunai =
R/C total =
Secara teoritis, nilai R/C menunjukkan bahwa setiap satu rupiah
biaya/pengeluaran akan memperoleh penerimaan, dengan ketentuan yaitu jika :
1. R/C > 1 : Kegiatan usahatani efisien untuk dijalankan
2. R/C < 1 : Kegiatan usahatani tidak efisien untuk dijalankan
16
Return to Labour dan Return to Capital
Menurut Soekartawi et al. (1984), perhitungan return to labour dan return
to capital merupakan patokan yang baik untuk menilai penampilan usahatani. Jika
hasil return to labour lebih tinggi daripada upah rata-rata maka keputusan petani
responden sudah tepat untuk mengusahakan usahatani jagung hibrida daripada
menjadi buruh tani. Perhitungan return to labour pada penelitian ini adalah fokus
pada tenaga kerja keluarga (family labour) dan dijabarkan dalam rumus :
Return to Labour =
x 100%
Selain itu, jika return to capital lebih tinggi daripada suku bunga kredit
yang berlaku maka pilihan petani responden untuk menginvestasikan modalnya di
sektor pertanian sudah tepat dibandingkan menginvestasikan modalnya di bank.
Perhitungan return to capital ini dijabarkan dalam rumus :
Return to Capital =
x 100%
Keterangan : TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga
Uji Beda
Analisis perbandingan rata-rata digunakan untuk mengukur adakah
perbedaan rata-rata. Dalam hal ini, yang akan dilihat adalah perbedaan rata-rata
pendapatan yang diterima oleh petani ex program PIDRA dan petani Non
PIDRA , dengan rumus sebagai berikut :
x1
x2
s1 2
r
Keterangan :
= rata-rata sampel 1
= rata-rata sampel 2
= varians sampel 1
= Korelasi
(
√
s1
s2
s2 2
)(
√
)
= Simpangan baku sampel 1
= Simpangan baku sampel 2
= Varian sampel 2
Hipotesis :
H0 : tidak terdapat perbedaan rata-rata variabel (pendapatan) antara kelompok
petani ex program PIDRA dan Non PIDRA
H1 : terdapat perbedaan rata-rata variabel antara kelompok petani ex program
PIDRA dan Non PIDRA.
17
Hasil analisis uji-t dapat digunakan untuk mengetahui hipotesis nol (H0)
diterima atau ditolak, maka dibandingkan t hitung dengan t tabel. Jika –t tabel ≤ t
hitung ≤ t tabel maka H0 diterima atau pendapatan usahatani petani ex program
PIDRA sama dengan pendapatan usahatani petani Non PIDRA, jika sebaliknya
maka H0 ditolak atau pendapatan usahatani petani ex program PIDRA lebih besar
dibandingkan dengan pendapatan usahatani petani Non PIDRA. Begitu juga
dengan nilai signifikansi apabila lebih kecil dari 0,05 maka Tolak H0. Artinya
terdapat perbedaan rata-rata pendapatan antara kelompok petani ex program
PIDRA dan Non PIDRA, pada taraf nyata 5 persen, jika sebaliknya maka H0
diterima.
GAMBARAN UMUM
Keadaan Umum Daerah Penelitian
Kabupaten Blitar merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Timur
yang secara geografis Kabup