Variasi Ukuran Dan Tipe Kelompok Muncak (Muntiacus Muntjak Zimmermann, 1780) Berdasarkan Tipe Vegetasi Di Taman Nasional Ujung Kulon.
VARIASI UKURAN DAN TIPE KELOMPOK MUNCAK
(Muntiacus muntjak Zimmermann, 1780) BERDASARKAN
TIPE VEGETASI DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON
INTANNIA EKANASTY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Variasi Ukuran dan Tipe
Kelompok Muncak (Muntiacus muntjak Zimmermann, 1780) Berdasarkan Tipe
Vegetasi di Taman Nasional Ujung Kulon adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Intannia Ekanasty
NIM E351130246
RINGKASAN
INTANNIA EKANASTY. Variasi Ukuran dan Tipe Kelompok Muncak
(Muntiacus muntjak Zimmermann, 1780) Berdasarkan Tipe Vegetasi di Taman
Nasional Ujung Kulon. Dibimbing oleh YANTO SANTOSA dan U MAMAT
RAHMAT.
Ukuran dan tipe kelompok satwa dipengaruhi oleh berbagai faktor ekologi,
antara lain vegetasi dan perubahan musim. Pemahaman mengenai faktor
lingkungan yang mempengaruhi variasi tipe dan ukuran kelompok penting untuk
mengelola spesies sesuai dengan perilakunya. Tujuan penelitian ini yaitu: (1)
mengetahui keragaman ukuran kelompok muncak dan tipe kelompok muncak; (2)
menganalisis hubungan antara variasi kelompok muncak dengan waktu perekaman
muncak; dan (3) menganalisis hubungan antara variasi kelompok muncak dengan
tipe vegetasi di Taman Nasional Ujung Kulon.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan video trap yang dipasang
di grid-grid yang membagi wilayah Semenanjung Ujung Kulon dengan luas tiap
grid 1 km2 dan IS sebesar 31.75%. Perekaman muncak dilakukan sebanyak tiga
periode, yaitu pada bulan Februari-Maret, Maret-April, dan April-Mei. Ukuran
kelompok muncak diklasifikasikan berdasarkan jumlah individu yang terdapat
dalam suatu kelompok pada tiap klip video. Tipe kelompok muncak
diklasifikasikan berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin individu dalam
kelompok yang terekam pada tiap klip video.
Ukuran kelompok muncak di Taman Nasional Ujung Kulon terdapat dua tipe,
yaitu soliter (97%) dan unit keluarga (3%). Variasi temporal menunjukkan bahwa
muncak soliter sering terekam di hutan primer dan semak pada bulan Maret-April,
di hutan sekunder pada bulan April-Mei, dan di belukar rawa pada bulan FebruariMaret. Unit keluarga sering teramati di hutan primer dan semak pada bulan
Februari-Maret, di hutan sekunder pada bulan Maret-April, dan di belukar rawa
pada bulan April-Mei. Berdasarkan variasi spasial, muncak soliter banyak dijumpai
pada bulan Februari-Maret dan April-Mei di hutan sekunder, serta pada bulan
Maret-April di semak. Unit keluarga lebih sering terekam pada bulan FebruariMaret di hutan primer dan semak, pada bulan Maret-April di hutan sekunder, serta
pada bulan April-Mei di semak dan hutan sekunder. Ukuran kelompok
berhubungan dengan bulan perekaman muncak di vegetasi semak dan variasi
ukuran kelompok berhubungan dengan tipe vegetasi pada bulan Februari-Maret dan
bulan April-Mei.
Enam tipe kelompok muncak teridentifikasi selama penelitian, yaitu: 46%
kelompok jantan (tipe A); 32% kelompok betina (tipe F); 19% kelompok remaja
(tipe E); 3% kelompok dewasa campuran (tipe B); 0.003% kelompok dewasa dan
remaja (tipe C); dan 0.001% kelompok keluarga (tipe H). Apabila dilihat dari
variasi temporal, kelompok tipe A banyak dijumpai di hutan primer dan belukar
rawa pada bulan Februari-Maret, di vegetasi semak pada bulan Maret-April, dan di
hutan sekunder pada bulan April-Mei. Kelompok tipe B paling banyak dijumpai di
hutan primer dan semak pada bulan Februari-Maret, di hutan sekunder pada bulan
Maret-April, dan hanya terekam di belukar rawa pada bulan April-Mei. Kelompok
tipe C hanya terekam di semak pada bulan Februari-April. Kelompok E sering
teramati di hutan primer pada bulan April-Mei, di hutan sekunder pada bulan
Februari-Maret, di semak pada bulan Maret-April, dan di belukar rawa hanya
terekam pada bulan Maret-April. Kelompok F banyak terekam di hutan primer dan
semak pada bulan Maret-April, di hutan sekunder pada bulan April-Mei, dan di
belukar rawa pada bulan Februari Maret. Kelompok tipe H hanya terekam di
vegetasi semak pada bulan April-Mei. Berdasarkan variasi spasial, kelompok tipe
A, tipe E, dan tipe F lebih sering teramati pada bulan Februari-Maret dan April-Mei
di hutan sekunder, serta pada bulan Maret-April di vegetasi semak. Kelompok tipe
B paling sering teramati pada bulan Februari-Maret di hutan primer dan pada bulan
Maret-Mei di hutan sekunder. Kelompok tipe C hanya teramati pada bulan
Februari-April di vegetasi semak dan kelompok tipe H hanya terekam pada bulan
April-Mei di vegetasi semak. Variasi tipe kelompok berhubungan dengan bulan
perekaman pada vegetasi hutan primer, hutan sekunder, dan semak. Variasi tipe
kelompok berhubungan dengan tipe vegetasi pada bulan Februari-Maret.
Kata kunci: muncak, Taman Nasional Ujung Kulon, tipe kelompok, tipe vegetasi,
ukuran kelompok
SUMMARY
INTANNIA EKANASTY. Variation in Group Size and Group Type of Barking
Deer (Muntiacus muntjak Zimmermann, 1780) Based on Vegetation Types in
Ujung Kulon National Park. Supervised by YANTO SANTOSA and U MAMAT
RAHMAT.
The size and type of animal groups is affected by various ecological factors,
such as vegetation and seasonal changes. Understanding of the environmental
factors that influence the variation of size and type of the group is important to
manage the species according to its behaviour. This study has three objectives that
include the following: (1) to determine the variation of group size and group type
of barking deer; (2) to analyze the relations between group variation with month
when video trapping barking deer; and (3) to analyze the relations between group
variation and vegetation types in Ujung Kulon National Park.
This study was conducted using video trap that is placed on grids that divide
the area of Ujung Kulon Peninsula with an area of 1 km2 each grid and IS 31.75%.
Video trapping of barking deer conducted in three periods, in February to March,
March to April, and April to May. Group size of barking deer classified by the
number of individuals in a group of each video clip. Group type of barking deer
classified by age classes and sex of individuals in a group that captured in each
video clip.
There were two types of barking deer group size, solitary (97%) and family
unit (3%). Temporal variation indicates that solitary barking deer often recorded in
primary forest and shrub in March-April, in the secondary forest in April-May, and
in shrub swamp in February-March. The family unit most frequently observed in
primary forest and shrub in February-March, in secondary forest in March-April,
and in shrub swamp in April-May. Based on the spatial variation, solitary barking
deer encountered in February-March and April-May in secondary forest, and in
March-April in shrub. The family unit most recorded in February-April in primary
forest and shrub, in March-April in secondary forest, and in April-May in shrub and
secondary forest. Chi-square test showed that the size of the group significantly
related to vegetation types in February-March and April-May. The size of the group
also related to month when video trapping barking deer in shrub.
Six types of group were identified: 46% male groups (type A); 32% female
groups (type F); 19% subadult groups (type E); 3% mixed adult groups (type B);
0.003% adult and subadult groups (type C); and 0.001% family group (type H).
According to its temporal variation, male groups most frequently recorded in
primary forest and shrub swamp in February-March, in shrub vegetation in MarchApril, and in secondary forest in April-May. Mixed adult groups were most often
found in primary forest and shrub in February-March, in secondary forest in MarchApril, and only recorded in shrub swamp in April-May. Adult and subadult groups
only recorded in shrub in February-April. Subadult groups were often observed in
primary forest in April-May, in secondary forest in February-March, in shrub in
March-April, and in shrub swamp is only recorded in March-April. Female groups
most recorded in primary forest and shrub in March-April, in secondary forest in
April-May, and in shrub swamp in February-March. Family group only recorded in
shrub vegetation in April-May. Based on the spatial variation, male groups, female
groups, and subadult groups were mostly observed in February-March and AprilMay in secondary forests, and in March-April in shrub vegetation. Mixed adult
groups most frequently observed in February-March in primary forests and in
March-May in secondary forest. Adult and subadult groups were only observed in
February-April in shrub vegetation and the family group only recorded in AprilMay in shrub vegetation. Chi-square test indicated that types of groups correlated
to vegetation types in February-March and significantly related to month when
video trapping barking deer in primary forest, secondary forest, and shrub.
Keywords: barking deer, group size, group type, Ujung Kulon National Park,
vegetation types
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
VARIASI UKURAN DAN TIPE KELOMPOK MUNCAK
(Muntiacus muntjak Zimmermann, 1780) BERDASARKAN
TIPE VEGETASI DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON
INTANNIA EKANASTY
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji luar komisi pembimbing :
Dr Ir Novianto Bambang Wawandono, MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah variasi
kelompok satwa, dengan judul Variasi Ukuran dan Tipe Kelompok Muncak
(Muntiacus muntjak Zimmermann, 1780) Berdasarkan Tipe Vegetasi di Taman
Nasional Ujung Kulon.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Yanto Santosa, DEA
dan Bapak Dr U Mamat Rahmat, S Hut, MP selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan dan saran selama penelitian berlangsung dan dalam penulisan
tesis. Terima kasih kepada Bapak Dr Ir Novianto Bambang Wawandono, MSi
selaku penguji luar komisi pembimbing atas saran yang telah diberikan untuk
perbaikan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh
staf Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan tim Rhino Monitoring Unit yang telah
mendukung pelaksanaan penelitian dan membantu selama proses pengumpulan
data. Di samping itu, terima kasih penulis sampaikan kepada Kak Dede Aulia
Rahman, S Hut, MSi yang telah memberikan dukungan dan arahan selama
penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua dan adikadik, rekan-rekan Anggrek Hitam 46, Fast Track 2012, serta teman-teman
penelitian di Taman Nasional Ujung Kulon atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Intannia Ekanasty
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
3
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Bio-ekologi Muncak (Muntiacus muntjak)
Organisasi Sosial
4
4
5
3 METODE
Lokasi dan Waktu
Alat dan Bahan
Jenis Data
Metode Pengumpulan Data
Analisis Data
7
7
7
8
8
10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Perekaman Muncak di TNUK
Variasi Temporal Ukuran Kelompok Muncak
Variasi Spasial Ukuran Kelompok Muncak
Variasi Temporal Tipe Kelompok Muncak
Variasi Spasial Tipe Kelompok Muncak
Struktur Umur
Sex Ratio
11
11
13
15
17
19
21
23
23
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
24
24
25
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
39
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Perekaman muncak berdasarkan tipe vegetasi
Perekaman muncak berdasarkan waktu
Data video muncak di TNUK (klip)
Data klip video individu muncak terekam
Hasil uji chi-square antara ukuran kelompok dengan bulan perekaman
Hasil uji chi-square antara ukuran kelompok dengan tipe vegetasi
Hasil uji chi-square antara tipe kelompok dengan bulan perekaman
Hasil uji chi-square antara tipe kelompok dengan tipe vegetasi
Struktur populasi muncak yang terekam berdasarkan jumlah klip
Sex ratio muncak yang terekam berdasarkan jumlah klip
13
14
14
15
17
18
21
22
23
23
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kerangka pemikiran penelitian
Muncak jantan (kiri) dan muncak betina (kanan)
Lokasi penelitian dan pemasangan video trap
Pemasangan video trap di TNUK
Variasi ukuran kelompok muncak berdasarkan bulan perekaman
Curah hujan pada tiap bulan di TNUK
Variasi ukuran kelompok muncak berdasarkan tipe vegetasi
Variasi tipe kelompok muncak
Variasi tipe kelompok muncak berdasarkan waktu
Variasi tipe kelompok muncak berdasarkan tipe vegetasi
3
5
7
8
15
16
17
19
20
21
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis chi-square
2 Hasil perekaman muncak dengan video trap di TNUK
3 Tipe vegetasi di lokasi pemasangan video trap
29
36
38
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Muncak (Muntiacus muntjak muntjak Zimmermann, 1780) merupakan satwa
dilindungi yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Pelestarian satwa ini perlu dilakukan
karena muncak adalah satwa mangsa utama dari karnivor besar (Ekwal et al. 2012)
dan berperan sebagai penyebar biji dalam ekosistem (Brodie 2007). Perencanaan
konservasi dan pengelolaan populasi yang efektif memerlukan informasi mengenai
populasi satwa yang dikelola dan interaksi dengan habitatnya (Alikodra 2002;
Bagchi et al. 2008). Organisasi sosial dari suatu spesies adalah kunci untuk
memahami hubungan antara individu dengan faktor ekologi yang dihadapi dalam
suatu lingkungan (Fernández-Llario et al. 1996). Pemahaman mengenai faktor
lingkungan yang mempengaruhi variasi tipe dan ukuran kelompok penting untuk
mengarahkan pengelolaan spesies sesuai dengan perilakunya (Putman dan Flueck
2011). Kelompok satwa tidak selalu memiliki komposisi yang sama tetapi
bervariasi dari waktu ke waktu (Poole 1985) dan informasi mengenai variasi tipe
kelompok dapat menjadi indikator siklus biologis satwa yang dapat menunjukkan
keberhasilan populasi.
Karakteristik habitat adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi
organisasi sosial satwa (Cibien et al. 1989). Kondisi vegetasi, berkaitan dengan
ketersediaan pakan satwa dan predasi, merupakan salah satu faktor yang
mendukung pemilihan strategi berkelompok satwa (Bagchi et al. 2008). Perubahan
ukuran dan tipe kelompok satwa ditunjukkan oleh adanya perbedaan tipe vegetasi
(Sugiyama 2004), kondisi keterbukaan habitat (Putman dan Flueck 2011), sebaran
vegetasi hutan (Cibien et al. 1989), pola sebaran tutupan vegetasi (San José et al.
1997), kepadatan populasi (Gerard et al. 1995), dan musim (Sorensen dan Taylor
1995).
Perbedaan kondisi vegetasi dan musim diduga berpengaruh terhadap variasi
ukuran serta tipe kelompok muncak seperti Cervidae lain di daerah tropis (Aung et
al. 2001). Pengamatan terhadap satwa ini sulit dilakukan karena muncak
merupakan satwa yang pemalu (Maryanto et al. 2008), sangat waspada dan
bergerak sangat cepat apabila merasa terancam (Pokharel dan Chalise 2010)
sehingga informasi mengenai muncak belum cukup tersedia. Di Indonesia,
penelitian mengenai organisasi sosial muncak pernah dilaksanakan oleh Oka (1998)
di Taman Nasional Bali Barat. Data mengenai variasi kelompok muncak belum
tersedia di Taman Nasional Ujung Kulon yang merupakan salah satu tempat hidup
alami muncak yang menyediakan beragam tipe vegetasi sebagai habitatnya. Selain
itu, data terbaru mengenai organisasi sosial muncak pun belum tersedia.
Berdasarkan hal tersebut, variasi ukuran serta tipe kelompok muncak di beberapa
tipe vegetasi di Taman Nasional Ujung Kulon perlu dikaji untuk kepentingan
pengelolaan populasi dan pelestarian muncak di Taman Nasional Ujung Kulon.
2
Perumusan Masalah
Pada suatu populasi, satwa menunjukkan perilaku sosial dengan hidup secara
soliter, membentuk suatu kelompok atau koloni (Poole 1985). Kelompok yang
dibentuk oleh satwa bervariasi, baik ukuran maupun komposisi umur dan jenis
kelamin individu-individu yang terdapat di dalam kelompok. Ukuran dan
komposisi kelompok pun bervariasi secara spasial dan temporal sesuai dengan
kondisi lingkungan. Variasi kelompok satwa telah banyak dikaji pada berbagai jenis
ungulata, seperti rusa roe (Cibien et al. 1989; Gerard et al. 1995; San José et al.
1997; Bongi et al. 2008), babi hutan (Fernández-Llario et al. 1996; Rosell et al.
2004), rusa ekor putih (Schwede et al. 1993; Sorensen dan Taylor 1995; Mandujano
dan Galina 1996; Lingle 2001), rusa fallow (Ekvall 1998), rusa brocket cokelat
(Black-Décima 2000), dan rusa mule (Lingle 2001). Penelitian mengenai variasi
kelompok satwa pada umumnya dilaksanakan pada daerah beriklim sedang. Studi
mengenai variasi kelompok beberapa jenis ungulata yang hidup di wilayah tropis
masih sangat terbatas (Bagchi et al. 2008). Muncak adalah salah satu satwa pemalu
yang penelitiannya belum banyak dilakukan di daerah tropis. Keterbatasan
informasi mengenai suatu spesies merupakan kendala bagi pengelola dalam upaya
pelestarian spesies tersebut. Ketersediaan data mengenai perilaku satwa dapat
menjadikan pengelolaan terlaksana lebih optimal sesuai dengan perilaku satwa
tersebut sehingga dapat meningkatkan keberhasilan upaya pelestarian satwa.
Pengamatan muncak pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan video trap
untuk mengetahui perilaku muncak yang sulit diamati apabila diamati secara
langsung oleh manusia. Variasi kelompok muncak dikaji secara spasial berdasarkan
tipe habitat dan secara temporal berdasarkan waktu perekaman muncak.
Permasalahan yang perlu dijawab dalam penelitian, yaitu:
1. Bagaimana keragaman ukuran kelompok dan tipe kelompok muncak?
2. Apakah variasi ukuran dan tipe kelompok muncak berhubungan dengan bulan
perekaman?
3. Apakah variasi ukuran dan tipe kelompok muncak berhubungan dengan tipe
vegetasi?
Kerangka Pemikiran
Perencanaan pengelolaan populasi satwa perlu dilakukan untuk mencapai
kelestarian satwa tersebut. Informasi dibutuhkan agar pengelolaan dapat dilakukan
sesuai dengan kondisi populasi, perilaku, dan habitat satwa. Perilaku berkelompok
pada mamalia fleksibel dan berhubungan erat dengan variabel lingkungan (Lot
1991 diacu dalam Thirgood 1996). Habitat satwa memiliki kondisi yang berbedabeda tergantung lokasi dan berubah-ubah karena dipengaruhi musim. Penggunaan
habitat oleh satwa, baik secara spasial dan temporal, menunjukkan bahwa satwa
memiliki adaptasi ekologi yang berbeda-beda (Ramesh et al. 2012). Perilaku
berkelompok cenderung menjadi refleksi sensitif terhadap efek langsung dari
parameter ekologi yang penting seperti struktur habitat, sebaran pakan secara
spasio-temporal, dan tekanan predasi (Raman 1997 diacu dalam Ramesh et al.
2012). Setelah informasi mengenai bio-ekologi satwa diperoleh, maka pengelolaan
dapat dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan kondisi populasi dan perilaku
3
muncak sehingga dapat terwujud populasi muncak yang lestari. Secara skematis,
kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.
Perencanaan
Informasi bio-ekologi
muncak
Perilaku
Habitat
Vegetasi
Musim
Populasi
Kepadatan
Perilaku sosial
Sex ratio
Tempat
berlindung
Pakan
Struktur umur
Ukuran
kelompok
Tipe
kelompok
Natalitas
Mortalitas
Sex
ratio
Struktur
umur
Pengelolaan
muncak
Kelestarian
muncak
Keterangan :
= Ruang lingkup penelitian
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui keragaman ukuran kelompok dan tipe kelompok muncak
2. Menganalisis hubungan antara variasi kelompok muncak dengan waktu
perekaman muncak
3. Menganalisis hubungan antara variasi kelompok muncak dengan tipe vegetasi
di Taman Nasional Ujung Kulon
4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi
pengelola berupa waktu dan lokasi inventarisasi muncak yang sesuai dengan
penggunaan ruang dan waktu muncak berdasarkan variasi kelompoknya serta dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya pelestarian muncak di Taman
Nasional Ujung Kulon. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
kontribusi dalam ilmu pengetahuan berupa ketersediaan data dan informasi
mengenai variasi ukuran dan tipe kelompok muncak berdasarkan tipe vegetasi dan
waktu perekaman di Taman Nasional Ujung Kulon.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Bio-ekologi Muncak (Muntiacus muntjak)
Muncak atau kijang yang berada di Indonesia terdapat enam sub-spesies.
Muntiacus muntjak muntjak adalah salah satu sub-spesies muncak yang tersebar di
Pulau Jawa dan bagian selatan Pulau Sumatera (Maryanto et al. 2008). Klasifikasi
ilmiah muncak yang berada di daerah Jawa adalah (Oka 1998; Timmins et al. 2008):
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub-filum
: Vertebrata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Artiodactyla
Sub-ordo
: Ruminantia
Famili
: Cervidae
Sub-famili
: Muntiacinae
Genus
: Muntiacus
Spesies
: Muntiacus muntjak
Sub-spesies : Muntiacus muntjak muntjak (Zimmermann, 1780)
Muncak memiliki rambut pendek berwarna kuning tua kecoklatan atau coklat
kemerahan dengan warna rambut pada tubuh betina dan anak lebih muda
dibandingkan jantan. Pada tubuh bagian atas dan sepanjang garis punggung, rambut
berwarna lebih gelap. Tubuh bagian bawah, dagu, kerongkongan, perut, dan sisi
dalam paha berwarna putih. Ekor berwarna coklat tua di bagian atas dan putih di
bagian bawah (Hoogerwerf 1970; Suyanto 2002; Junaidi et al. 2012). Anak muncak
pada umumnya memiliki rambut berwarna coklat berbintik-bintik putih (Junaidi et
al. 2012). Jantan memiliki dua ranggah pendek yang kuat, tidak bercabang dan
melengkung tajam di dekat ujung (Hoogerwerf 1970; Jackson 2002; Junaidi et al.
2012). Ranggah tumbuh dari pedikel yang muncul di dahi, berbentuk lurus, tertutup
rambut, dan memiliki panjang 10-12 cm (Hoogerwerf 1970). Muncak yang berasal
dari Jawa memiliki ukuran yang lebih besar dari muncak yang berasal dari daratan
Asia, yaitu panjang badan dari jantan dewasa 120-130 cm, panjang ekor 15-17 cm,
tinggi bahu 70-90 cm, dan berat tubuh 30-35 kg (Hoogerwerf 1970). Gambar 2
menunjukkan morfologi muncak jantan dan betina dewasa.
5
Gambar 2 Muncak jantan (kiri) dan muncak betina (kanan).
Muncak dewasa dan remaja hidup soliter sedangkan anak muncak masih
bergantung dengan keberadaan induk (Pokharel dan Chalise 2010). Muncak
berkelompok pada saat bereproduksi dan masa penyapihan anak. Kelompok yang
terbentuk pada umumnya terdiri dari 2 individu (Hameed et al. 2009; Junaidi et al.
2012). Muncak dapat bereproduksi sepanjang tahun dengan kecenderungan
perilaku kawin meningkat pada bulan Agustus-Oktober (Hoogerwerf 1970) dan
menghasilkan 1 anak pada tiap kelahiran. Betina mencapai usia produktif pada
umur 7 bulan dan dapat melahirkan anak setiap 7-8 bulan dalam usia produktif
(Wilson 2003). Spesies ini merupakan satwa yang lambat menghasilkan keturunan
(Hameed et al. 2009).
Pergerakan harian jantan lebih jauh daripada pergerakan harian betina.
Wilayah jelajah jantan sekitar 77 ha dan betina sekitar 40 ha (Wegge dan Mosand
2015). Muncak hidup di habitat yang rapat dan relatif stabil dengan sumber pakan
dan tempat berlindung yang menyebar serta mudah diakses (Wegge dan Mosand
2015). Muncak menyukai area dengan tutupan kanopi yang rapat, sumber air yang
baik, sedikit gangguan manusia (Pokharel dan Chalise 2010), area datar, area di
ketinggian rendah dengan kerapatan dan keragaman rerumputan yang lebih tinggi
(Kushwaha et al. 2004), dan daerah semak yang rapat di tepi hutan (Farida et al.
2003).
Muncak tergolong satwa browser atau peranggas yang memakan berbagai
jenis pakan (mixed feeder) (Nagarkoti dan Thapa 2007a). Jenis pakan muncak
meliputi terna, dedaunan muda, semak, tumbuhan herba, rumput-rumputan, bijibijian, dan buah-buahan yang jatuh (Farida et al. 2003; Junaidi et al. 2012). Selain
itu, muncak juga memakan kayu dan ranting yang lembut serta lumut (Nagarkoti
dan Thapa 2007b).
Organisasi Sosial
Organisasi sosial merupakan interaksi antara individu-individu dalam suatu
kelompok satwa yang memiliki peran berbeda dan terdiri dari beberapa kelas umur
dan jenis kelamin yang berbeda (Slater & Alexander 1986). Poole (1985)
menyatakan bahwa interaksi sosial pada suatu populasi satwa ditunjukkan dengan
6
hidup secara soliter atau berkelompok. Satwa memilih untuk hidup secara
berkelompok atau soliter dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan
dari kedua strategi hidup tersebut. Menurut Alcock (2009), kelebihan dari hidup
secara berkelompok, yaitu: pertahanan terhadap predator meningkat, peluang untuk
menerima pertolongan lebih tinggi dari individu lain, peningkatan informasi
mengenai lokasi mencari makan, satwa dengan struktur sosial lebih rendah dapat
tinggal dalam kelompok dengan aman, kesempatan jantan untuk kawin dengan
beberapa betina, kesempatan untuk mengganggu dan menyingkirkan saingan serta
meletakkan telur di sarang individu lain. Kekurangan dari hidup berkelompok,
yaitu: lebih mudah ditemukan oleh predator, lebih mudah terserang penyakit antar
individu dalam grup, satwa dengan struktur sosial rendah perlu mengeluarkan
waktu dan energi untuk berhadapan dengan satwa dominan, jantan lebih rawan
untuk direbut pasangannya, betina lebih rentan terhadap gangguan & peristiwa
pembuangan telur oleh individu lain (Alcock 2009).
Organisasi sosial pada populasi mamalia dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan. Variasi penggunaan tipe vegetasi berkaitan dengan ketersediaan
sumberdaya makanan dan kondisi tempat berlindung (Zheng et al. 2006). Struktur
habitat merupakan salah satu hal yang mempengaruhi organisasi sosial pada
ungulata. Ungulata cenderung hidup berkelompok pada habitat terbuka. Ukuran
kelompok yang terbentuk menjadi lebih besar seiring dengan keterbukaan habitat.
Komposisi individu dalam kelompok pun berubah sesuai dengan kondisi
lingkungan (Cibien et al. 1989).
Bentuk organisasi sosial dipengaruhi oleh jenis pakan, strategi mencari
makan, dan iklim. Strategi hidup soliter diadopsi oleh mamalia yang pakannya
menyebar acak dan tersedia dalam jumlah kecil yang kaya nutrisi. Cara hidup
seperti ini merupakan karakter dari mamalia kecil primitif yang memakan
invertebrata, vertebrata kecil, biji, buah, and bangkai. Apabila pakan tersebar
mengelompok dan terkonsentrasi di suatu wilayah dengan area sebaran tidak
menentu dalam ruang dan waktu, lebih menguntungkan bagi individu satwa hidup
dalam kelompok untuk mencari makan (Poole 1985).
Menurut Poole (1985), faktor yang menentukan organisasi sosial dari
mamalia yaitu strategi berkembang biak; kecenderungan hidup berkelompok;
toleransi terhadap individu sejenis; ikatan non-seksual; kompleksitas hubungan;
mekanisme pencegahan inbreeding; mobilitas kelompok; fekunditas dan lama
hidup; serta faktor ekologi seperti pakan, iklim, dan keterbatasan ruang. Hal lain
yang mempengaruhi organisasi sosial adalah kepadatan populasi (Gerard et al.
1995), tingkat predasi (Bagchi et al. 2008; Ruckstuhl dan Neuhaus 2002), tipe
vegetasi (Sugiyama 2004), pola sebaran tutupan vegetasi (Cibien et al. 1989; San
José et al. 1997), musim kawin, ketersediaan tempat berlindung (Rosell et al. 2004;
Ramesh et al. 2012), dan activity budget (Ruckstuhl dan Neuhaus 2002).
Mayoritas mamalia hidup soliter (Poole 1985) dan muncak merupakan salah
satu mamalia yang hidup soliter (Hoogerwerf 1970; Farida et al. 2003).
Berdasarkan Poole (1985), soliter merupakan bagian dari tipe kelompok satwa dan
merupakan salah satu tipe organisasi sosial pada mamalia. Hal ini berkaitan dengan
perilaku sosial satwa yang mengikuti siklus tahunan (Johnson 1984) dan soliter
merupakan tahap dari siklus organisasi sosial satwa seperti pada kebanyakan
spesies ungulata dimana jantan dan betina hidup pada kelompok yang terpisah di
luar musim kawin (Ruckstuhl & Neuhaus 2001). Muncak yang termasuk browser
7
cenderung mencari pakan dengan kualitas nutrisi lebih tinggi dibandingkan
rerumputan, tetapi tanaman berkualitas nutrisi lebih tinggi berlokasi menyebar.
Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi dalam mencari makan,
satwa browser hidup secara soliter atau membentuk kelompok yang sangat kecil.
(Leuthold 1977, Fritz and de Garine-Wichatitsky 1996 diacu dalam Bagchi et al.
2008).
3 METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Semenanjung
Ujung Kulon, Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II Pulau
Handeuleum, Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) (Gambar 3).
Gambar 3 Lokasi penelitian dan pemasangan video trap.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian, yaitu: Global Positioning System
(GPS), video trap, kamera, software ArcGIS 9.3, Camera Base 1.6, dan SPSS 20.
Bahan yang digunakan dalam penelitian, yaitu: klip video muncak hasil monitoring
dengan video trap, peta sebaran muncak di TNUK, peta lokasi pemasangan video
trap, peta kawasan TNUK, dan peta tutupan lahan TNUK.
8
Jenis Data
Jenis data yang diambil terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer mencakup data mengenai:
1. Ukuran kelompok: jumlah individu tiap kelompok; dan tipe kelompok:
komposisi individu dalam kelompok berdasarkan jenis kelamin dan kelas umur
2. Tipe vegetasi di TNUK, yaitu hutan lahan kering sekunder, hutan lahan kering
primer, hutan mangrove sekunder, semak, savana, belukar rawa, dan hutan
rawa sekunder
3. Waktu perekaman muncak, yaitu periode pertama pada bulan Februari-Maret
2015, periode kedua pada bulan Maret-April 2015, dan periode ketiga pada
bulan April-Mei 2015
Data sekunder yang dikumpulkan yaitu data mengenai bio-ekologi muncak
dan kondisi umum lokasi penelitian yang diperoleh dengan studi literatur dan
berasal dari publikasi ilmiah mengenai muncak dan TNUK.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan 87 unit video trap yang
dipasang pada grid-grid yang membagi wilayah Semenanjung Ujung Kulon dengan
luas tiap grid 1 km2 dan intensitas sampling sebesar 31.75%. Tipe video trap yang
digunakan adalah Bushnell Trophy Cam 119467 dan Bushnell Trophy Cam 119405.
Pemasangan video trap di TNUK pada dasarnya bertujuan untuk memantau
populasi badak jawa dan lokasi pemasangan video trap ditentukan dengan metode
stratified random sampling berdasarkan tingkat preferensi habitat badak jawa.
Penelitian ini menganalisis data-data yang terekam bersamaan dengan pemantauan
populasi badak jawa yang dilakukan dengan menggunakan video trap. Berdasarkan
video yang dihasilkan dari pemasangan video trap pada beberapa tahun sebelumnya,
muncak merupakan salah satu satwa yang sering terekam (TNUK 2013). Hal ini
cukup dapat mewakili pemasangan video trap untuk perekaman muncak. Skema
pemasangan video trap dapat dilihat pada Gambar 4.
1.7 m
5m
Gambar 4 Pemasangan video trap di TNUK.
Perekaman muncak dilakukan selama 3 periode, yaitu pada bulan FebruariMaret, bulan Maret-April, dan bulan April-Mei. Video trap dipasang pada lokasi
yang terdapat tanda-tanda keberadaan satwa seperti area yang ditemukan jejak kaki
satwa dan jalur yang biasa dilalui satwa. Video trap dipasang pada pohon atau tiang
9
dengan tinggi 170 cm di atas permukaan tanah dan pada jarak ±5 m dari jalur satwa
(Gambar 4). Ketentuan tinggi pemasangan tersebut disesuaikan dengan ukuran
tubuh badak jawa. Video trap dipasang pada jarak ±5 m dari jalur satwa dan
dipasang miring menghadap ke bawah agar dapat merekam seluruh anggota tubuh
satwa. Pemasangan secara miring juga memungkinkan video trap untuk merekam
satwa yang berukuran tubuh kecil atau satwa yang memiliki tinggi badan kurang
dari 1.7 m.
Ukuran kelompok
Kelompok didefinisikan sebagai individu atau sekumpulan satwa yang saling
menunjukkan gerakan terkoordinasi dan saling berinteraksi (Frid 1994; Bagchi et
al. 2008). Pengumpulan data mengenai ukuran kelompok dilakukan dengan
menghitung jumlah individu yang terdapat dalam suatu kelompok pada tiap video.
Kelompok muncak diklasifikasikan ke dalam 5 kategori berdasarkan ukurannya,
yaitu (Karanth & Sunquist 1992 diacu dalam Bagchi et al. 2008):
1. Soliter (individu tunggal)
2. Unit keluarga (2-3 individu)
3. Kelompok kecil (4-6 individu)
4. Kelompok sedang (7-10 individu)
5. Kelompok besar (lebih dari 10 individu)
Tipe kelompok
Tipe kelompok muncak diklasifikasikan menjadi beberapa kategori
berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin individu yang terdapat dalam suatu
kelompok, yaitu (Fernández-Llario et al. 1996):
1. Tipe A: kelompok jantan, terdiri atas satu atau beberapa jantan dewasa
2. Tipe B: kelompok dewasa campuran, terdiri atas jantan dewasa dan betina
dewasa
3. Tipe C: kelompok individu dewasa dan remaja
4. Tipe D: kelompok individu dewasa, remaja, dan anak
5. Tipe E: kelompok remaja, terdiri atas satu atau beberapa remaja
6. Tipe F: kelompok betina, terdiri atas satu atau beberapa betina dewasa
7. Tipe G: kelompok betina dengan remaja
8. Tipe H: kelompok keluarga, terdiri atas betina dan anak
9. Tipe I: kelompok betina dengan remaja dan anak
10. Tipe J: kelompok dewasa campuran dengan anak
Klasifikasi jenis kelamin dilakukan pada individu dewasa yang secara umum
terdapat perbedaan morfologi yang jelas antara jantan dan betina. Apabila
memungkinkan, klasifikasi jenis kelamin juga dilakukan pada individu remaja.
Perbedaan antara muncak jantan dan betina, yaitu:
a. Jantan dewasa memiliki 2 buah ranggah coklat kecil yang kuat dan tertutup
rambut dengan panjang 10-12 cm (Hoogerwerf 1970). Jantan dewasa memiliki
taring dengan panjang 4 cm yang terlihat muncul di kedua tepi mulut (SmithJones 2004). Ukuran tubuh jantan cenderung lebih besar dari betina (Jackson
2002). Jantan memiliki garis hitam pada dahi yang membentuk seperti huruf
‘V’ (Oka 1998).
b. Betina dewasa memiliki tonjolan tulang kecil yang berambut pada lokasi
ranggah pada jantan (Jackson 2002), tetapi tidak berkembang menjadi ranggah
seperti pada jantan (Hoogerwerf 1970). Warna rambut betina lebih terang
10
dibandingkan jantan (Farida et al. 2003). Taring betina hanya memiliki panjang
sebesar 5 mm dan tidak terlihat muncul di tepi mulut (Smith-Jones 2004). Pada
dahi betina terdapat pola seperti layang-layang yang berwarna coklat tua
hingga hitam (Oka 1998).
Klasifikasi individu muncak berdasarkan kelas umur dapat diketahui dengan
melihat perbedaan ciri morfologi satwa. Kelas umur muncak diklasifikasikan
menjadi 3 kategori, yaitu dewasa, remaja, dan anak. Ciri-ciri pada tiap kelas umur,
yaitu:
a. Dewasa: Muncak dewasa memiliki ukuran tubuh besar, rambut pendek dan
lembut yang berwarna coklat keemasan pada bagian dorsal, putih pada sisi
ventral, berwarna coklat tua pada tungkai dan wajah (Jackson 2002), kaki
berwarna lebih coklat tua-hitam dan membentuk pola seperti kaos kaki
(Pokharel dan Chalise 2010). Panjang tubuh 120-130 cm, tinggi bahu 70-90
cm, dan panjang ekor 15-17 cm (Hoogerwerf 1970). Berat tubuh muncak
dewasa yaitu 30-35 kg (Smith-Jones 2004). Wajah muncak betina dewasa lebih
panjang dari betina remaja (Pokharel dan Chalise 2010).
b. Remaja: Muncak remaja berukuran tubuh sedang dengan tinggi bahu tidak
lebih dari 45 cm, warna rambut lebih terang dibandingkan pada individu
dewasa (Pokharel dan Chalise 2010). Pada saat remaja, ranggah sudah mulai
tumbuh. Perkembangan ranggah mulai pada saat muda. Menurut Wahyuni et
al. (2011), ukuran ranggah jantan dewasa lebih besar dari jantan muda. Berat
tubuh muncak remaja ±10 kg (Smith-Jones 2004).
c. Anak: Bayi muncak berukuran sangat kecil dan hidup bersama induk (Oka
1998; Pokharel dan Chalise 2010). Anak muncak memiliki rambut berwarna
coklat hingga coklat tua yang bercorak tutul dan berlangsung hingga umur 2
bulan (Hoogerwerf 1970; Oka 1998). Tetapi, ditemukan pula anak muncak
yang memiliki rambut bercorak tutul hingga usia 6 bulan (Asia Prater 1965
diacu dalam Hoogerwerf 1970). Berat tubuh bayi muncak berkisar antara 550650 g (Jackson 2002). Anak muncak dapat hidup soliter pada umur kurang dari
1 tahun (Pokharel dan Chalise 2010). Jackson (2002) mengemukakan bahwa
anak muncak tinggal bersama induk hanya sampai umur 6 bulan.
Klasifikasi tipe vegetasi
Klasifikasi tipe vegetasi di lokasi penelitian berdasarkan peta tutupan lahan
TNUK tahun 2013 yang bersumber dari Balai TNUK. Peta tutupan lahan
ditumpang tindih dengan peta lokasi pemasangan video trap dan peta sebaran
muncak. Berdasarkan peta tutupan lahan TNUK, terdapat 7 tipe tutupan lahan yang
berada di Semenanjung Ujung Kulon, yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan
kering sekunder, semak, hutan mangrove sekunder, padang rumput, belukar rawa,
dan hutan rawa sekunder. Video trap dipasang pada 4 tipe vegetasi di Semenanjung
Ujung Kulon, yaitu di hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder,
semak, dan belukar rawa.
Analisis Data
Analisis variasi spasio-temporal ukuran kelompok dan tipe kelompok muncak
Variasi ukuran kelompok dan tipe kelompok muncak dianalisis secara
temporal berdasarkan waktu perekaman pada tiap bulan dan dianalisis secara
spasial berdasarkan lokasi pemasangan video trap di beberapa tipe vegetasi.
11
Analisis struktur umur dan sex ratio
Analisis mengenai struktur umur dan sex ratio muncak juga dilakukan pada
populasi muncak yang terekam untuk mendukung data tipe kelompok muncak yang
dikategorikan berdasarkan jenis kelamin dan kelas umur. Kelas umur muncak
diklasifikasikan ke dalam 3 kategori, yaitu anak, remaja, dan dewasa. Nisbah
kelamin muncak dihitung dengan menggunakan persamaan:
��� �
=
�
�
ℎ
ℎ �
���
���
Analisis hubungan variasi kelompok muncak dengan tipe vegetasi dan bulan
perekaman
Uji chi-square dilakukan untuk menganalisis hubungan antara variasi
kelompok muncak dengan tipe vegetasi dan bulan perekaman. Persamaan yang
digunakan, yaitu (Hasan 2004):
�−�
� = ∑∑
�
2
2
Keterangan:
O = nilai-nilai observasi
E = nilai-nilai frekuensi harapan
Hipotesis untuk analisis hubungan antara variasi kelompok dengan tipe
vegetasi, yaitu:
H0 : variasi kelompok muncak tidak berhubungan dengan tipe vegetasi
H1 : minimal terdapat satu variasi kelompok muncak yang berhubungan dengan tipe
vegetasi
Hipotesis untuk analisis hubungan antara variasi kelompok dengan bulan
perekaman, yaitu:
H0 : variasi kelompok muncak tidak berhubungan dengan bulan perekaman
H1 : minimal terdapat satu variasi kelompok muncak yang berhubungan dengan
bulan perekaman
Taraf nyata yang digunakan sebesar 5% (0.05). Uji chi-square dilakukan
dengan bantuan software SPSS 20. Pengambilan keputusan uji chi-square dengan
SPSS dilakukan berdasarkan nilai probabilitas (signifikansi):
Jika nilai probabilitas > 0.05, maka terima Ho
Jika nilai probabilitas < 0.05, maka tolak Ho
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Ujung Kulon ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional berdasarkan SK
Menteri Kehutanan Nomor 284/Kpts-II/1992 tanggal 26 Februari 1992 dan pada
tahun yang sama ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam Dunia (Natural World
Heritage Site) oleh UNESCO. TNUK terletak di Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten dan secara geografis terletak di koordinat 102˚02’–105˚37’ BT dan 06˚30’–
12
06˚52’ LS. Luas TNUK secara keseluruhan yaitu sebesar 120 551 Ha dengan luas
daratan 76 214 Ha dan kawasan perairan 44 337 Ha (Dephut 2007). Secara umum,
TNUK dapat dibagi menjadi tiga area utama, yaitu area Semenanjung Ujung Kulon,
wilayah Gunung Honje hingga sebelah timur dari tanah genting dan wilayah Pulau
Panaitan hingga barat laut (Clarbrough 1999).
Semenanjung Ujung Kulon merupakan dataran rendah dengan ketinggian
yang jarang lebih dari 50 mdpl. Di bagian tengah Semenanjung Ujung Kulon
terdapat Dataran Tinggi Telanca yang memiliki ketinggian hingga 140 mdpl
(Clarbrough 1999; Dephut 2007). Semenanjung Ujung Kulon bagian barat
merupakan daerah yang bergunung-gunung, di bagian barat daya semenanjung
terdapat Gunung Payung yang memiliki ketinggian 480 mdpl dan Gunung
Guhabendang dengan ketinggian 500 mdpl.
Tanah di sepanjang pantai utara Semenanjung Ujung Kulon relatif datar dan
terdapat karang penghalang di sepanjang pantai Tanjung Alang-Alang. Pantai barat
Semenanjung Ujung Kulon berupa pantai karang yang luas tetapi di beberapa
tempat terdapat pantai berpasir dengan hamparan batu karang tua dan batuan
gunung berapi. Pantai selatan Semenanjung Ujung Kulon merupakan daerah
terbuka dengan pantai berbukit pasir yang membentang dari muara Sungai
Cibandawoh hingga muara Sungai Citadahan, sedangkan pantai yang membentang
dari muara Citadahan hingga muara Cibunar merupakan pantai dengan lempenganlempengan batu pasir (Dephut 2007).
Semenanjung Ujung Kulon memiliki dua pola aliran sungai yang berbeda
pada bagian barat dan timur semenanjung. Di bagian barat semenanjung terdapat
banyak sungai kecil yang mengalir sepanjang tahun dan memiliki aliran deras yang
berasal dari Gunung Payung atau Gunung Cikuya. Sungai di bagian barat
semenanjung yang cukup besar, yaitu Sungai Cijungkulon dan Sungai Cibunar.
Sungai di bagian timur semenanjung sebagian besar memiliki pengairan yang
kurang baik. Muara sungai yang pada umumnya terletak di timur laut dan utara
sering terhalang oleh timbunan pasir, mengakibatkan genangan air dan membentuk
rawa musiman yang akan kering pada musim kemarau. Rawa musiman dapat
ditemukan di bagian utara di daerah Tanjung Alang-Alang, Nyiur, Jamang, dan
Nyawaan, serta di pantai selatan, yaitu Sungai Citadahan, Cibandawoh, dan
Cikeusik. Sungai terbesar di Semenanjung Ujung Kulon adalah Sungai Cikarang
dan Cigenter yang berasal dari daerah Gunung Telanca dan mengalir ke arah timur
laut dan timur (Dephut 2007).
Wilayah TNUK memiliki iklim laut tropis yang khusus dan sangat
dipengaruhi oleh angin yang bertiup dari arah Barat karena terletak di antara
Samudera Hindia (di sebelah Selatan) dan Selat Sunda (di sebelah Utara). Musim
hujan di TNUK terjadi pada bulan Oktober-April, sedangkan musim kemarau
terjadi pada bulan Mei-September. Curah hujan tahunan rata-rata ± 3 140 mm
(Dephut 2007). Suhu di TNUK diperkirakan sekitar 25-30 ˚C dengan kelembaban
80%-90% (Clarbrough 1999; Dephut 2007).
TNUK memiliki lebih dari 700 spesies tumbuhan yang ± 57 spesies
merupakan tumbuhan langka (Clarbrough 1999). TNUK memiliki tiga tipe
ekosistem, yaitu (Dephut 2007):
1. Ekosistem perairan laut: terumbu karang dan padang lamun yang terdapat di
perairan Semenanjung Ujung Kulon, Pulau Handeuleum, Pulau Peucang, dan
Pulau Panaitan.
13
2. Ekosistem daratan: hutan hujan tropis yang terdapat di Gunung Honje,
Semenanjung Ujung Kulon, dan Pulau Panaitan.
3. Ekosistem pesisir pantai: hutan pantai yang terdapat di sepanjang pesisir pantai
dan hutan mangrove yang terdapat di bagian timur laut Semenanjung Ujung
Kulon dan pulau-pulau di sekitarnya.
Tipe vegetasi yang terdapat di TNUK, yaitu hutan pantai, hutan mangrove,
hutan rawa air tawar, hutan hujan dataran rendah, dan padang rumput. Sebagian
besar Semenanjung Ujung Kulon ditutupi oleh hutan hujan dataran rendah, tetapi
hanya 40% dari Ujung Kulon yang masih berhutan primer. Satwa di TNUK terdiri
atas 35 jenis mamalia, 59 jenis reptilia, 22 jenis amfibi, 240 jenis aves, 72 jenis
insekta, 142 jenis ikan, dan 33 jenis terumbu karang (Dephut 2007).
Perekaman Muncak di TNUK
Hasil perekaman muncak menunjukkan bahwa jumlah video trap yang
merekam muncak sebanyak 68 unit atau 78.16% dari seluruh jumlah video trap
yang dipasang (Tabel 1).
Tabel 1 Perekaman muncak berdasarkan tipe vegetasi
Informasi hasil video trap
Jumlah video muncak (klip)
Jumlah video trap (unit)
Jumlah video trap yang
merekam muncak (unit)
Persentase video trap yang
merekam muncak (%)
Jumlah rata-rata video muncak
(klip/unit)
IS video trap per luas tipe
vegetasi (%)
IS video trap yang merekam
muncak (%)
Luas area (ha)
Hutan
primer
103
8
6
Hutan
sekunder
407
46
37
Belukar
rawa
302
16
31
2
24
1
75.00
80.43
77.42
50.00
78.16
17.17
11.00
12.58
16.00
12.18
29.87
29.22
38.23
22.94
31.75
22.41
23.50
29.60
11.47
24.82
Semak
2 677.83 15 744.14 8 107.83
Total
828
87
68
871.96 27 402.95
Hutan sekunder merupakan habitat yang sesuai untuk badak dan muncak
(Hoogerwerf 1970) sehingga video trap yang dipasang di vegetasi ini lebih banyak
dan paling banyak merekam muncak dibandingkan dengan video trap yang
dipasang di vegetasi lain. Intensitas sampling (IS) di masing-masing tipe vegetasi
berbeda-beda. IS video trap terbesar terdapat pada vegetasi semak dengan nilai
38.23% untuk total video trap dan 29.60% untuk video trap yang merekam muncak,
hal ini karena muncak lebih menyukai area bersemak atau semak berduri (Teng et
al. 2004). Video trap di hutan primer paling optimum merekam muncak dengan
rata-rata 17.17 klip video muncak per unit video trap. Video trap paling sedikit
dipasang di belukar rawa dan muncak juga paling sedikit terekam pada vegetasi ini.
Muncak menghindari area basah dan berlumpur karena tidak nyaman, berbahaya
dan sulit untuk dilalui, serta kurang optimal untuk mencari makan dan beristirahat
(Nagarkoti dan Thapa 2007a).
14
Tiap periode perekaman menghasilkan jumlah video muncak yang berbeda
dan jumlah video muncak tertinggi terdapat pada bulan Maret-April. Pemasangan
video trap pada bulan Maret-April merupakan yang paling optimum dengan ratarata video muncak tertinggi, yaitu 7.10 klip/unit video trap (Tabel 2). Pada bulan
Februari-Maret, video trap yang dipasang berjumlah paling sedikit karena waktu
pemasangan yang lebih cepat, yaitu hanya selama 8 hari. Sedangkan pada bulan
Maret-Mei, pemasangan dilakukan selama masing-masing 10 hari pada tiap periode
pemasangan sehingga jumlah video trap yang terpasang meningkat. Jumlah video
trap yang merekam muncak pun meningkat, tetapi jumlah video muncak yang
terekam hanya meningkat pada bulan Maret-April dan menurun 24.43% pada bulan
April-Mei. Hal ini dapat disebabkan adanya gangguan berupa kerusakan beberapa
video trap dan hilangnya memory card.
Tabel 2 Perekaman muncak berdasarkan waktu
Informasi hasil video trap
Jumlah video muncak (klip)
Jumlah video trap (unit)
Jumlah video trap yang merekam
muncak (unit)
Jumlah rata-rata video muncak
(klip/unit)
Persentase video trap yang merekam
muncak (%)
Februari-Maret
217
56
32
Maret-April April-Mei
263
348
75
81
49
58
6.78
7.10
4.53
57.14
65.33
71.60
Berdasarkan 828 klip video muncak yang dihasilkan, sebanyak 772 klip
(93.24%) berhasil diidentifikasi tipe kelompok dan ukuran kelompoknya (Tabel 3).
Beberapa video tidak dapat diidentifikasi karena muncak yang terekam tidak
terlihat jelas, yaitu hanya sebagian tubuh muncak yang terekam seperti bagian perut
hingga ekor, kaki, dan telinga; atau terdapat video yang terhalang daun, gambar
video buram, dan jarak muncak terlalu jauh dari video trap sehingga tidak jelas.
Tabel 3 Data video muncak di TNUK (klip)
Februari-Maret
Maret-April
April-Mei
Total
Hutan primer
40
40
23
103
Hutan sekunder
122
111
174
407
Semak
47
193
62
302
Belukar rawa
8
4
4
16
Total
217
348
263
828
Data dari 772 klip video muncak menunjukkan bahwa terdapat 798 individu
muncak terekam (Tabel 4). Jumlah ini bukanlah jumlah individu muncak yang
teridentifikasi dan merupakan individu berbeda, melainkan jumlah muncak terekam
berdasarkan video muncak yang dihasilkan. Baik data video muncak, maupun data
video muncak terekam, memiliki komposisi serupa, yaitu pada bulan FebruariMaret dan bulan April-Mei muncak terkonsentrasi di vegetasi hutan sekunder,
sedangkan pada bulan Maret-April lebih banyak terekam di vegetasi semak. Hal ini
karena ketika musim hujan (bulan Februari-April), muncak memilih habitat dengan
persentase tutupan kanopi yang lebih tinggi dan tutupan lokasi persembunyian lebih
tinggi dibandingkan ketika musim kering (Teng et al. 2004). Habitat yang sesuai
kondisi tersebut dapat ditemukan di vegetasi semak dan hutan sekunder.
15
Tabel 4 Data klip video individu muncak terekam
Hutan primer
43
37
20
100
Februari-Maret
Maret-April
April-Mei
Total
Hutan sekunder
114
104
170
388
Semak
47
189
58
294
Belukar rawa
7
4
5
16
Total
211
334
253
798
Variasi Temporal Ukuran Kelompok Muncak
40
35
30
25
20
15
10
5
0
JUMLAH KLIP
JUMLAH KLIP
Ukuran kelompok yang dijumpai yaitu soliter dan unit keluarga (Gambar 5).
Muncak lebih banyak dijumpai soliter, yaitu sebanyak 97% dari seluruh video
muncak. Hanya 3% muncak yang hidup dalam unit keluarga, yaitu terdiri atas 2
individu. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa muncak merupakan satwa yang soliter (Maryanto et al. 2008; Hameed et al.
2009; Pokharel dan Chalise 2010).
MARETAPRIL
FEBRUARIMARET
APRIL-MEI
MARETAPRIL
APRIL-MEI
HUTAN PRIMER
HUTAN SEKUNDER
BULAN PEREKAMAN
BULAN PEREKAMAN
200
175
150
125
100
75
50
25
0
JUMLAH KLIP
JUMLAH KLIP
FEBRUARIMARET
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
FEBRUARIMARET
MARETAPRIL
APRIL-MEI
8
7
6
5
4
3
2
1
0
FEBRUARIMARET
MARETAPRIL
APRIL-MEI
SEMAK
BELUKAR RAWA
BULAN PEREKAMAN
BULAN PEREKAMAN
Soliter
Unit keluarga
Soliter
Unit keluarga
Gambar 5 Variasi ukuran kelompok muncak berdasarkan bulan perekaman.
Muncak soliter di vegetasi hutan primer dan semak banyak terekam pada
bulan Maret-April karena pada waktu ini jumlah video trap yang dipasang lebih
banyak dibandingkan waktu pemasangan sebelumnya dan jumlah video muncak
paling banyak terekam pada bulan ini. Muncak soliter di belukar rawa terekam
paling banyak pada bulan Februari-Maret karena pa
(Muntiacus muntjak Zimmermann, 1780) BERDASARKAN
TIPE VEGETASI DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON
INTANNIA EKANASTY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Variasi Ukuran dan Tipe
Kelompok Muncak (Muntiacus muntjak Zimmermann, 1780) Berdasarkan Tipe
Vegetasi di Taman Nasional Ujung Kulon adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Intannia Ekanasty
NIM E351130246
RINGKASAN
INTANNIA EKANASTY. Variasi Ukuran dan Tipe Kelompok Muncak
(Muntiacus muntjak Zimmermann, 1780) Berdasarkan Tipe Vegetasi di Taman
Nasional Ujung Kulon. Dibimbing oleh YANTO SANTOSA dan U MAMAT
RAHMAT.
Ukuran dan tipe kelompok satwa dipengaruhi oleh berbagai faktor ekologi,
antara lain vegetasi dan perubahan musim. Pemahaman mengenai faktor
lingkungan yang mempengaruhi variasi tipe dan ukuran kelompok penting untuk
mengelola spesies sesuai dengan perilakunya. Tujuan penelitian ini yaitu: (1)
mengetahui keragaman ukuran kelompok muncak dan tipe kelompok muncak; (2)
menganalisis hubungan antara variasi kelompok muncak dengan waktu perekaman
muncak; dan (3) menganalisis hubungan antara variasi kelompok muncak dengan
tipe vegetasi di Taman Nasional Ujung Kulon.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan video trap yang dipasang
di grid-grid yang membagi wilayah Semenanjung Ujung Kulon dengan luas tiap
grid 1 km2 dan IS sebesar 31.75%. Perekaman muncak dilakukan sebanyak tiga
periode, yaitu pada bulan Februari-Maret, Maret-April, dan April-Mei. Ukuran
kelompok muncak diklasifikasikan berdasarkan jumlah individu yang terdapat
dalam suatu kelompok pada tiap klip video. Tipe kelompok muncak
diklasifikasikan berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin individu dalam
kelompok yang terekam pada tiap klip video.
Ukuran kelompok muncak di Taman Nasional Ujung Kulon terdapat dua tipe,
yaitu soliter (97%) dan unit keluarga (3%). Variasi temporal menunjukkan bahwa
muncak soliter sering terekam di hutan primer dan semak pada bulan Maret-April,
di hutan sekunder pada bulan April-Mei, dan di belukar rawa pada bulan FebruariMaret. Unit keluarga sering teramati di hutan primer dan semak pada bulan
Februari-Maret, di hutan sekunder pada bulan Maret-April, dan di belukar rawa
pada bulan April-Mei. Berdasarkan variasi spasial, muncak soliter banyak dijumpai
pada bulan Februari-Maret dan April-Mei di hutan sekunder, serta pada bulan
Maret-April di semak. Unit keluarga lebih sering terekam pada bulan FebruariMaret di hutan primer dan semak, pada bulan Maret-April di hutan sekunder, serta
pada bulan April-Mei di semak dan hutan sekunder. Ukuran kelompok
berhubungan dengan bulan perekaman muncak di vegetasi semak dan variasi
ukuran kelompok berhubungan dengan tipe vegetasi pada bulan Februari-Maret dan
bulan April-Mei.
Enam tipe kelompok muncak teridentifikasi selama penelitian, yaitu: 46%
kelompok jantan (tipe A); 32% kelompok betina (tipe F); 19% kelompok remaja
(tipe E); 3% kelompok dewasa campuran (tipe B); 0.003% kelompok dewasa dan
remaja (tipe C); dan 0.001% kelompok keluarga (tipe H). Apabila dilihat dari
variasi temporal, kelompok tipe A banyak dijumpai di hutan primer dan belukar
rawa pada bulan Februari-Maret, di vegetasi semak pada bulan Maret-April, dan di
hutan sekunder pada bulan April-Mei. Kelompok tipe B paling banyak dijumpai di
hutan primer dan semak pada bulan Februari-Maret, di hutan sekunder pada bulan
Maret-April, dan hanya terekam di belukar rawa pada bulan April-Mei. Kelompok
tipe C hanya terekam di semak pada bulan Februari-April. Kelompok E sering
teramati di hutan primer pada bulan April-Mei, di hutan sekunder pada bulan
Februari-Maret, di semak pada bulan Maret-April, dan di belukar rawa hanya
terekam pada bulan Maret-April. Kelompok F banyak terekam di hutan primer dan
semak pada bulan Maret-April, di hutan sekunder pada bulan April-Mei, dan di
belukar rawa pada bulan Februari Maret. Kelompok tipe H hanya terekam di
vegetasi semak pada bulan April-Mei. Berdasarkan variasi spasial, kelompok tipe
A, tipe E, dan tipe F lebih sering teramati pada bulan Februari-Maret dan April-Mei
di hutan sekunder, serta pada bulan Maret-April di vegetasi semak. Kelompok tipe
B paling sering teramati pada bulan Februari-Maret di hutan primer dan pada bulan
Maret-Mei di hutan sekunder. Kelompok tipe C hanya teramati pada bulan
Februari-April di vegetasi semak dan kelompok tipe H hanya terekam pada bulan
April-Mei di vegetasi semak. Variasi tipe kelompok berhubungan dengan bulan
perekaman pada vegetasi hutan primer, hutan sekunder, dan semak. Variasi tipe
kelompok berhubungan dengan tipe vegetasi pada bulan Februari-Maret.
Kata kunci: muncak, Taman Nasional Ujung Kulon, tipe kelompok, tipe vegetasi,
ukuran kelompok
SUMMARY
INTANNIA EKANASTY. Variation in Group Size and Group Type of Barking
Deer (Muntiacus muntjak Zimmermann, 1780) Based on Vegetation Types in
Ujung Kulon National Park. Supervised by YANTO SANTOSA and U MAMAT
RAHMAT.
The size and type of animal groups is affected by various ecological factors,
such as vegetation and seasonal changes. Understanding of the environmental
factors that influence the variation of size and type of the group is important to
manage the species according to its behaviour. This study has three objectives that
include the following: (1) to determine the variation of group size and group type
of barking deer; (2) to analyze the relations between group variation with month
when video trapping barking deer; and (3) to analyze the relations between group
variation and vegetation types in Ujung Kulon National Park.
This study was conducted using video trap that is placed on grids that divide
the area of Ujung Kulon Peninsula with an area of 1 km2 each grid and IS 31.75%.
Video trapping of barking deer conducted in three periods, in February to March,
March to April, and April to May. Group size of barking deer classified by the
number of individuals in a group of each video clip. Group type of barking deer
classified by age classes and sex of individuals in a group that captured in each
video clip.
There were two types of barking deer group size, solitary (97%) and family
unit (3%). Temporal variation indicates that solitary barking deer often recorded in
primary forest and shrub in March-April, in the secondary forest in April-May, and
in shrub swamp in February-March. The family unit most frequently observed in
primary forest and shrub in February-March, in secondary forest in March-April,
and in shrub swamp in April-May. Based on the spatial variation, solitary barking
deer encountered in February-March and April-May in secondary forest, and in
March-April in shrub. The family unit most recorded in February-April in primary
forest and shrub, in March-April in secondary forest, and in April-May in shrub and
secondary forest. Chi-square test showed that the size of the group significantly
related to vegetation types in February-March and April-May. The size of the group
also related to month when video trapping barking deer in shrub.
Six types of group were identified: 46% male groups (type A); 32% female
groups (type F); 19% subadult groups (type E); 3% mixed adult groups (type B);
0.003% adult and subadult groups (type C); and 0.001% family group (type H).
According to its temporal variation, male groups most frequently recorded in
primary forest and shrub swamp in February-March, in shrub vegetation in MarchApril, and in secondary forest in April-May. Mixed adult groups were most often
found in primary forest and shrub in February-March, in secondary forest in MarchApril, and only recorded in shrub swamp in April-May. Adult and subadult groups
only recorded in shrub in February-April. Subadult groups were often observed in
primary forest in April-May, in secondary forest in February-March, in shrub in
March-April, and in shrub swamp is only recorded in March-April. Female groups
most recorded in primary forest and shrub in March-April, in secondary forest in
April-May, and in shrub swamp in February-March. Family group only recorded in
shrub vegetation in April-May. Based on the spatial variation, male groups, female
groups, and subadult groups were mostly observed in February-March and AprilMay in secondary forests, and in March-April in shrub vegetation. Mixed adult
groups most frequently observed in February-March in primary forests and in
March-May in secondary forest. Adult and subadult groups were only observed in
February-April in shrub vegetation and the family group only recorded in AprilMay in shrub vegetation. Chi-square test indicated that types of groups correlated
to vegetation types in February-March and significantly related to month when
video trapping barking deer in primary forest, secondary forest, and shrub.
Keywords: barking deer, group size, group type, Ujung Kulon National Park,
vegetation types
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
VARIASI UKURAN DAN TIPE KELOMPOK MUNCAK
(Muntiacus muntjak Zimmermann, 1780) BERDASARKAN
TIPE VEGETASI DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON
INTANNIA EKANASTY
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji luar komisi pembimbing :
Dr Ir Novianto Bambang Wawandono, MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah variasi
kelompok satwa, dengan judul Variasi Ukuran dan Tipe Kelompok Muncak
(Muntiacus muntjak Zimmermann, 1780) Berdasarkan Tipe Vegetasi di Taman
Nasional Ujung Kulon.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Yanto Santosa, DEA
dan Bapak Dr U Mamat Rahmat, S Hut, MP selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan dan saran selama penelitian berlangsung dan dalam penulisan
tesis. Terima kasih kepada Bapak Dr Ir Novianto Bambang Wawandono, MSi
selaku penguji luar komisi pembimbing atas saran yang telah diberikan untuk
perbaikan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh
staf Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan tim Rhino Monitoring Unit yang telah
mendukung pelaksanaan penelitian dan membantu selama proses pengumpulan
data. Di samping itu, terima kasih penulis sampaikan kepada Kak Dede Aulia
Rahman, S Hut, MSi yang telah memberikan dukungan dan arahan selama
penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua dan adikadik, rekan-rekan Anggrek Hitam 46, Fast Track 2012, serta teman-teman
penelitian di Taman Nasional Ujung Kulon atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Intannia Ekanasty
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
3
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Bio-ekologi Muncak (Muntiacus muntjak)
Organisasi Sosial
4
4
5
3 METODE
Lokasi dan Waktu
Alat dan Bahan
Jenis Data
Metode Pengumpulan Data
Analisis Data
7
7
7
8
8
10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Perekaman Muncak di TNUK
Variasi Temporal Ukuran Kelompok Muncak
Variasi Spasial Ukuran Kelompok Muncak
Variasi Temporal Tipe Kelompok Muncak
Variasi Spasial Tipe Kelompok Muncak
Struktur Umur
Sex Ratio
11
11
13
15
17
19
21
23
23
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
24
24
25
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
39
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Perekaman muncak berdasarkan tipe vegetasi
Perekaman muncak berdasarkan waktu
Data video muncak di TNUK (klip)
Data klip video individu muncak terekam
Hasil uji chi-square antara ukuran kelompok dengan bulan perekaman
Hasil uji chi-square antara ukuran kelompok dengan tipe vegetasi
Hasil uji chi-square antara tipe kelompok dengan bulan perekaman
Hasil uji chi-square antara tipe kelompok dengan tipe vegetasi
Struktur populasi muncak yang terekam berdasarkan jumlah klip
Sex ratio muncak yang terekam berdasarkan jumlah klip
13
14
14
15
17
18
21
22
23
23
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kerangka pemikiran penelitian
Muncak jantan (kiri) dan muncak betina (kanan)
Lokasi penelitian dan pemasangan video trap
Pemasangan video trap di TNUK
Variasi ukuran kelompok muncak berdasarkan bulan perekaman
Curah hujan pada tiap bulan di TNUK
Variasi ukuran kelompok muncak berdasarkan tipe vegetasi
Variasi tipe kelompok muncak
Variasi tipe kelompok muncak berdasarkan waktu
Variasi tipe kelompok muncak berdasarkan tipe vegetasi
3
5
7
8
15
16
17
19
20
21
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis chi-square
2 Hasil perekaman muncak dengan video trap di TNUK
3 Tipe vegetasi di lokasi pemasangan video trap
29
36
38
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Muncak (Muntiacus muntjak muntjak Zimmermann, 1780) merupakan satwa
dilindungi yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Pelestarian satwa ini perlu dilakukan
karena muncak adalah satwa mangsa utama dari karnivor besar (Ekwal et al. 2012)
dan berperan sebagai penyebar biji dalam ekosistem (Brodie 2007). Perencanaan
konservasi dan pengelolaan populasi yang efektif memerlukan informasi mengenai
populasi satwa yang dikelola dan interaksi dengan habitatnya (Alikodra 2002;
Bagchi et al. 2008). Organisasi sosial dari suatu spesies adalah kunci untuk
memahami hubungan antara individu dengan faktor ekologi yang dihadapi dalam
suatu lingkungan (Fernández-Llario et al. 1996). Pemahaman mengenai faktor
lingkungan yang mempengaruhi variasi tipe dan ukuran kelompok penting untuk
mengarahkan pengelolaan spesies sesuai dengan perilakunya (Putman dan Flueck
2011). Kelompok satwa tidak selalu memiliki komposisi yang sama tetapi
bervariasi dari waktu ke waktu (Poole 1985) dan informasi mengenai variasi tipe
kelompok dapat menjadi indikator siklus biologis satwa yang dapat menunjukkan
keberhasilan populasi.
Karakteristik habitat adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi
organisasi sosial satwa (Cibien et al. 1989). Kondisi vegetasi, berkaitan dengan
ketersediaan pakan satwa dan predasi, merupakan salah satu faktor yang
mendukung pemilihan strategi berkelompok satwa (Bagchi et al. 2008). Perubahan
ukuran dan tipe kelompok satwa ditunjukkan oleh adanya perbedaan tipe vegetasi
(Sugiyama 2004), kondisi keterbukaan habitat (Putman dan Flueck 2011), sebaran
vegetasi hutan (Cibien et al. 1989), pola sebaran tutupan vegetasi (San José et al.
1997), kepadatan populasi (Gerard et al. 1995), dan musim (Sorensen dan Taylor
1995).
Perbedaan kondisi vegetasi dan musim diduga berpengaruh terhadap variasi
ukuran serta tipe kelompok muncak seperti Cervidae lain di daerah tropis (Aung et
al. 2001). Pengamatan terhadap satwa ini sulit dilakukan karena muncak
merupakan satwa yang pemalu (Maryanto et al. 2008), sangat waspada dan
bergerak sangat cepat apabila merasa terancam (Pokharel dan Chalise 2010)
sehingga informasi mengenai muncak belum cukup tersedia. Di Indonesia,
penelitian mengenai organisasi sosial muncak pernah dilaksanakan oleh Oka (1998)
di Taman Nasional Bali Barat. Data mengenai variasi kelompok muncak belum
tersedia di Taman Nasional Ujung Kulon yang merupakan salah satu tempat hidup
alami muncak yang menyediakan beragam tipe vegetasi sebagai habitatnya. Selain
itu, data terbaru mengenai organisasi sosial muncak pun belum tersedia.
Berdasarkan hal tersebut, variasi ukuran serta tipe kelompok muncak di beberapa
tipe vegetasi di Taman Nasional Ujung Kulon perlu dikaji untuk kepentingan
pengelolaan populasi dan pelestarian muncak di Taman Nasional Ujung Kulon.
2
Perumusan Masalah
Pada suatu populasi, satwa menunjukkan perilaku sosial dengan hidup secara
soliter, membentuk suatu kelompok atau koloni (Poole 1985). Kelompok yang
dibentuk oleh satwa bervariasi, baik ukuran maupun komposisi umur dan jenis
kelamin individu-individu yang terdapat di dalam kelompok. Ukuran dan
komposisi kelompok pun bervariasi secara spasial dan temporal sesuai dengan
kondisi lingkungan. Variasi kelompok satwa telah banyak dikaji pada berbagai jenis
ungulata, seperti rusa roe (Cibien et al. 1989; Gerard et al. 1995; San José et al.
1997; Bongi et al. 2008), babi hutan (Fernández-Llario et al. 1996; Rosell et al.
2004), rusa ekor putih (Schwede et al. 1993; Sorensen dan Taylor 1995; Mandujano
dan Galina 1996; Lingle 2001), rusa fallow (Ekvall 1998), rusa brocket cokelat
(Black-Décima 2000), dan rusa mule (Lingle 2001). Penelitian mengenai variasi
kelompok satwa pada umumnya dilaksanakan pada daerah beriklim sedang. Studi
mengenai variasi kelompok beberapa jenis ungulata yang hidup di wilayah tropis
masih sangat terbatas (Bagchi et al. 2008). Muncak adalah salah satu satwa pemalu
yang penelitiannya belum banyak dilakukan di daerah tropis. Keterbatasan
informasi mengenai suatu spesies merupakan kendala bagi pengelola dalam upaya
pelestarian spesies tersebut. Ketersediaan data mengenai perilaku satwa dapat
menjadikan pengelolaan terlaksana lebih optimal sesuai dengan perilaku satwa
tersebut sehingga dapat meningkatkan keberhasilan upaya pelestarian satwa.
Pengamatan muncak pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan video trap
untuk mengetahui perilaku muncak yang sulit diamati apabila diamati secara
langsung oleh manusia. Variasi kelompok muncak dikaji secara spasial berdasarkan
tipe habitat dan secara temporal berdasarkan waktu perekaman muncak.
Permasalahan yang perlu dijawab dalam penelitian, yaitu:
1. Bagaimana keragaman ukuran kelompok dan tipe kelompok muncak?
2. Apakah variasi ukuran dan tipe kelompok muncak berhubungan dengan bulan
perekaman?
3. Apakah variasi ukuran dan tipe kelompok muncak berhubungan dengan tipe
vegetasi?
Kerangka Pemikiran
Perencanaan pengelolaan populasi satwa perlu dilakukan untuk mencapai
kelestarian satwa tersebut. Informasi dibutuhkan agar pengelolaan dapat dilakukan
sesuai dengan kondisi populasi, perilaku, dan habitat satwa. Perilaku berkelompok
pada mamalia fleksibel dan berhubungan erat dengan variabel lingkungan (Lot
1991 diacu dalam Thirgood 1996). Habitat satwa memiliki kondisi yang berbedabeda tergantung lokasi dan berubah-ubah karena dipengaruhi musim. Penggunaan
habitat oleh satwa, baik secara spasial dan temporal, menunjukkan bahwa satwa
memiliki adaptasi ekologi yang berbeda-beda (Ramesh et al. 2012). Perilaku
berkelompok cenderung menjadi refleksi sensitif terhadap efek langsung dari
parameter ekologi yang penting seperti struktur habitat, sebaran pakan secara
spasio-temporal, dan tekanan predasi (Raman 1997 diacu dalam Ramesh et al.
2012). Setelah informasi mengenai bio-ekologi satwa diperoleh, maka pengelolaan
dapat dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan kondisi populasi dan perilaku
3
muncak sehingga dapat terwujud populasi muncak yang lestari. Secara skematis,
kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.
Perencanaan
Informasi bio-ekologi
muncak
Perilaku
Habitat
Vegetasi
Musim
Populasi
Kepadatan
Perilaku sosial
Sex ratio
Tempat
berlindung
Pakan
Struktur umur
Ukuran
kelompok
Tipe
kelompok
Natalitas
Mortalitas
Sex
ratio
Struktur
umur
Pengelolaan
muncak
Kelestarian
muncak
Keterangan :
= Ruang lingkup penelitian
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui keragaman ukuran kelompok dan tipe kelompok muncak
2. Menganalisis hubungan antara variasi kelompok muncak dengan waktu
perekaman muncak
3. Menganalisis hubungan antara variasi kelompok muncak dengan tipe vegetasi
di Taman Nasional Ujung Kulon
4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi
pengelola berupa waktu dan lokasi inventarisasi muncak yang sesuai dengan
penggunaan ruang dan waktu muncak berdasarkan variasi kelompoknya serta dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya pelestarian muncak di Taman
Nasional Ujung Kulon. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
kontribusi dalam ilmu pengetahuan berupa ketersediaan data dan informasi
mengenai variasi ukuran dan tipe kelompok muncak berdasarkan tipe vegetasi dan
waktu perekaman di Taman Nasional Ujung Kulon.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Bio-ekologi Muncak (Muntiacus muntjak)
Muncak atau kijang yang berada di Indonesia terdapat enam sub-spesies.
Muntiacus muntjak muntjak adalah salah satu sub-spesies muncak yang tersebar di
Pulau Jawa dan bagian selatan Pulau Sumatera (Maryanto et al. 2008). Klasifikasi
ilmiah muncak yang berada di daerah Jawa adalah (Oka 1998; Timmins et al. 2008):
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub-filum
: Vertebrata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Artiodactyla
Sub-ordo
: Ruminantia
Famili
: Cervidae
Sub-famili
: Muntiacinae
Genus
: Muntiacus
Spesies
: Muntiacus muntjak
Sub-spesies : Muntiacus muntjak muntjak (Zimmermann, 1780)
Muncak memiliki rambut pendek berwarna kuning tua kecoklatan atau coklat
kemerahan dengan warna rambut pada tubuh betina dan anak lebih muda
dibandingkan jantan. Pada tubuh bagian atas dan sepanjang garis punggung, rambut
berwarna lebih gelap. Tubuh bagian bawah, dagu, kerongkongan, perut, dan sisi
dalam paha berwarna putih. Ekor berwarna coklat tua di bagian atas dan putih di
bagian bawah (Hoogerwerf 1970; Suyanto 2002; Junaidi et al. 2012). Anak muncak
pada umumnya memiliki rambut berwarna coklat berbintik-bintik putih (Junaidi et
al. 2012). Jantan memiliki dua ranggah pendek yang kuat, tidak bercabang dan
melengkung tajam di dekat ujung (Hoogerwerf 1970; Jackson 2002; Junaidi et al.
2012). Ranggah tumbuh dari pedikel yang muncul di dahi, berbentuk lurus, tertutup
rambut, dan memiliki panjang 10-12 cm (Hoogerwerf 1970). Muncak yang berasal
dari Jawa memiliki ukuran yang lebih besar dari muncak yang berasal dari daratan
Asia, yaitu panjang badan dari jantan dewasa 120-130 cm, panjang ekor 15-17 cm,
tinggi bahu 70-90 cm, dan berat tubuh 30-35 kg (Hoogerwerf 1970). Gambar 2
menunjukkan morfologi muncak jantan dan betina dewasa.
5
Gambar 2 Muncak jantan (kiri) dan muncak betina (kanan).
Muncak dewasa dan remaja hidup soliter sedangkan anak muncak masih
bergantung dengan keberadaan induk (Pokharel dan Chalise 2010). Muncak
berkelompok pada saat bereproduksi dan masa penyapihan anak. Kelompok yang
terbentuk pada umumnya terdiri dari 2 individu (Hameed et al. 2009; Junaidi et al.
2012). Muncak dapat bereproduksi sepanjang tahun dengan kecenderungan
perilaku kawin meningkat pada bulan Agustus-Oktober (Hoogerwerf 1970) dan
menghasilkan 1 anak pada tiap kelahiran. Betina mencapai usia produktif pada
umur 7 bulan dan dapat melahirkan anak setiap 7-8 bulan dalam usia produktif
(Wilson 2003). Spesies ini merupakan satwa yang lambat menghasilkan keturunan
(Hameed et al. 2009).
Pergerakan harian jantan lebih jauh daripada pergerakan harian betina.
Wilayah jelajah jantan sekitar 77 ha dan betina sekitar 40 ha (Wegge dan Mosand
2015). Muncak hidup di habitat yang rapat dan relatif stabil dengan sumber pakan
dan tempat berlindung yang menyebar serta mudah diakses (Wegge dan Mosand
2015). Muncak menyukai area dengan tutupan kanopi yang rapat, sumber air yang
baik, sedikit gangguan manusia (Pokharel dan Chalise 2010), area datar, area di
ketinggian rendah dengan kerapatan dan keragaman rerumputan yang lebih tinggi
(Kushwaha et al. 2004), dan daerah semak yang rapat di tepi hutan (Farida et al.
2003).
Muncak tergolong satwa browser atau peranggas yang memakan berbagai
jenis pakan (mixed feeder) (Nagarkoti dan Thapa 2007a). Jenis pakan muncak
meliputi terna, dedaunan muda, semak, tumbuhan herba, rumput-rumputan, bijibijian, dan buah-buahan yang jatuh (Farida et al. 2003; Junaidi et al. 2012). Selain
itu, muncak juga memakan kayu dan ranting yang lembut serta lumut (Nagarkoti
dan Thapa 2007b).
Organisasi Sosial
Organisasi sosial merupakan interaksi antara individu-individu dalam suatu
kelompok satwa yang memiliki peran berbeda dan terdiri dari beberapa kelas umur
dan jenis kelamin yang berbeda (Slater & Alexander 1986). Poole (1985)
menyatakan bahwa interaksi sosial pada suatu populasi satwa ditunjukkan dengan
6
hidup secara soliter atau berkelompok. Satwa memilih untuk hidup secara
berkelompok atau soliter dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan
dari kedua strategi hidup tersebut. Menurut Alcock (2009), kelebihan dari hidup
secara berkelompok, yaitu: pertahanan terhadap predator meningkat, peluang untuk
menerima pertolongan lebih tinggi dari individu lain, peningkatan informasi
mengenai lokasi mencari makan, satwa dengan struktur sosial lebih rendah dapat
tinggal dalam kelompok dengan aman, kesempatan jantan untuk kawin dengan
beberapa betina, kesempatan untuk mengganggu dan menyingkirkan saingan serta
meletakkan telur di sarang individu lain. Kekurangan dari hidup berkelompok,
yaitu: lebih mudah ditemukan oleh predator, lebih mudah terserang penyakit antar
individu dalam grup, satwa dengan struktur sosial rendah perlu mengeluarkan
waktu dan energi untuk berhadapan dengan satwa dominan, jantan lebih rawan
untuk direbut pasangannya, betina lebih rentan terhadap gangguan & peristiwa
pembuangan telur oleh individu lain (Alcock 2009).
Organisasi sosial pada populasi mamalia dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan. Variasi penggunaan tipe vegetasi berkaitan dengan ketersediaan
sumberdaya makanan dan kondisi tempat berlindung (Zheng et al. 2006). Struktur
habitat merupakan salah satu hal yang mempengaruhi organisasi sosial pada
ungulata. Ungulata cenderung hidup berkelompok pada habitat terbuka. Ukuran
kelompok yang terbentuk menjadi lebih besar seiring dengan keterbukaan habitat.
Komposisi individu dalam kelompok pun berubah sesuai dengan kondisi
lingkungan (Cibien et al. 1989).
Bentuk organisasi sosial dipengaruhi oleh jenis pakan, strategi mencari
makan, dan iklim. Strategi hidup soliter diadopsi oleh mamalia yang pakannya
menyebar acak dan tersedia dalam jumlah kecil yang kaya nutrisi. Cara hidup
seperti ini merupakan karakter dari mamalia kecil primitif yang memakan
invertebrata, vertebrata kecil, biji, buah, and bangkai. Apabila pakan tersebar
mengelompok dan terkonsentrasi di suatu wilayah dengan area sebaran tidak
menentu dalam ruang dan waktu, lebih menguntungkan bagi individu satwa hidup
dalam kelompok untuk mencari makan (Poole 1985).
Menurut Poole (1985), faktor yang menentukan organisasi sosial dari
mamalia yaitu strategi berkembang biak; kecenderungan hidup berkelompok;
toleransi terhadap individu sejenis; ikatan non-seksual; kompleksitas hubungan;
mekanisme pencegahan inbreeding; mobilitas kelompok; fekunditas dan lama
hidup; serta faktor ekologi seperti pakan, iklim, dan keterbatasan ruang. Hal lain
yang mempengaruhi organisasi sosial adalah kepadatan populasi (Gerard et al.
1995), tingkat predasi (Bagchi et al. 2008; Ruckstuhl dan Neuhaus 2002), tipe
vegetasi (Sugiyama 2004), pola sebaran tutupan vegetasi (Cibien et al. 1989; San
José et al. 1997), musim kawin, ketersediaan tempat berlindung (Rosell et al. 2004;
Ramesh et al. 2012), dan activity budget (Ruckstuhl dan Neuhaus 2002).
Mayoritas mamalia hidup soliter (Poole 1985) dan muncak merupakan salah
satu mamalia yang hidup soliter (Hoogerwerf 1970; Farida et al. 2003).
Berdasarkan Poole (1985), soliter merupakan bagian dari tipe kelompok satwa dan
merupakan salah satu tipe organisasi sosial pada mamalia. Hal ini berkaitan dengan
perilaku sosial satwa yang mengikuti siklus tahunan (Johnson 1984) dan soliter
merupakan tahap dari siklus organisasi sosial satwa seperti pada kebanyakan
spesies ungulata dimana jantan dan betina hidup pada kelompok yang terpisah di
luar musim kawin (Ruckstuhl & Neuhaus 2001). Muncak yang termasuk browser
7
cenderung mencari pakan dengan kualitas nutrisi lebih tinggi dibandingkan
rerumputan, tetapi tanaman berkualitas nutrisi lebih tinggi berlokasi menyebar.
Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi dalam mencari makan,
satwa browser hidup secara soliter atau membentuk kelompok yang sangat kecil.
(Leuthold 1977, Fritz and de Garine-Wichatitsky 1996 diacu dalam Bagchi et al.
2008).
3 METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Semenanjung
Ujung Kulon, Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II Pulau
Handeuleum, Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) (Gambar 3).
Gambar 3 Lokasi penelitian dan pemasangan video trap.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian, yaitu: Global Positioning System
(GPS), video trap, kamera, software ArcGIS 9.3, Camera Base 1.6, dan SPSS 20.
Bahan yang digunakan dalam penelitian, yaitu: klip video muncak hasil monitoring
dengan video trap, peta sebaran muncak di TNUK, peta lokasi pemasangan video
trap, peta kawasan TNUK, dan peta tutupan lahan TNUK.
8
Jenis Data
Jenis data yang diambil terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer mencakup data mengenai:
1. Ukuran kelompok: jumlah individu tiap kelompok; dan tipe kelompok:
komposisi individu dalam kelompok berdasarkan jenis kelamin dan kelas umur
2. Tipe vegetasi di TNUK, yaitu hutan lahan kering sekunder, hutan lahan kering
primer, hutan mangrove sekunder, semak, savana, belukar rawa, dan hutan
rawa sekunder
3. Waktu perekaman muncak, yaitu periode pertama pada bulan Februari-Maret
2015, periode kedua pada bulan Maret-April 2015, dan periode ketiga pada
bulan April-Mei 2015
Data sekunder yang dikumpulkan yaitu data mengenai bio-ekologi muncak
dan kondisi umum lokasi penelitian yang diperoleh dengan studi literatur dan
berasal dari publikasi ilmiah mengenai muncak dan TNUK.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan 87 unit video trap yang
dipasang pada grid-grid yang membagi wilayah Semenanjung Ujung Kulon dengan
luas tiap grid 1 km2 dan intensitas sampling sebesar 31.75%. Tipe video trap yang
digunakan adalah Bushnell Trophy Cam 119467 dan Bushnell Trophy Cam 119405.
Pemasangan video trap di TNUK pada dasarnya bertujuan untuk memantau
populasi badak jawa dan lokasi pemasangan video trap ditentukan dengan metode
stratified random sampling berdasarkan tingkat preferensi habitat badak jawa.
Penelitian ini menganalisis data-data yang terekam bersamaan dengan pemantauan
populasi badak jawa yang dilakukan dengan menggunakan video trap. Berdasarkan
video yang dihasilkan dari pemasangan video trap pada beberapa tahun sebelumnya,
muncak merupakan salah satu satwa yang sering terekam (TNUK 2013). Hal ini
cukup dapat mewakili pemasangan video trap untuk perekaman muncak. Skema
pemasangan video trap dapat dilihat pada Gambar 4.
1.7 m
5m
Gambar 4 Pemasangan video trap di TNUK.
Perekaman muncak dilakukan selama 3 periode, yaitu pada bulan FebruariMaret, bulan Maret-April, dan bulan April-Mei. Video trap dipasang pada lokasi
yang terdapat tanda-tanda keberadaan satwa seperti area yang ditemukan jejak kaki
satwa dan jalur yang biasa dilalui satwa. Video trap dipasang pada pohon atau tiang
9
dengan tinggi 170 cm di atas permukaan tanah dan pada jarak ±5 m dari jalur satwa
(Gambar 4). Ketentuan tinggi pemasangan tersebut disesuaikan dengan ukuran
tubuh badak jawa. Video trap dipasang pada jarak ±5 m dari jalur satwa dan
dipasang miring menghadap ke bawah agar dapat merekam seluruh anggota tubuh
satwa. Pemasangan secara miring juga memungkinkan video trap untuk merekam
satwa yang berukuran tubuh kecil atau satwa yang memiliki tinggi badan kurang
dari 1.7 m.
Ukuran kelompok
Kelompok didefinisikan sebagai individu atau sekumpulan satwa yang saling
menunjukkan gerakan terkoordinasi dan saling berinteraksi (Frid 1994; Bagchi et
al. 2008). Pengumpulan data mengenai ukuran kelompok dilakukan dengan
menghitung jumlah individu yang terdapat dalam suatu kelompok pada tiap video.
Kelompok muncak diklasifikasikan ke dalam 5 kategori berdasarkan ukurannya,
yaitu (Karanth & Sunquist 1992 diacu dalam Bagchi et al. 2008):
1. Soliter (individu tunggal)
2. Unit keluarga (2-3 individu)
3. Kelompok kecil (4-6 individu)
4. Kelompok sedang (7-10 individu)
5. Kelompok besar (lebih dari 10 individu)
Tipe kelompok
Tipe kelompok muncak diklasifikasikan menjadi beberapa kategori
berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin individu yang terdapat dalam suatu
kelompok, yaitu (Fernández-Llario et al. 1996):
1. Tipe A: kelompok jantan, terdiri atas satu atau beberapa jantan dewasa
2. Tipe B: kelompok dewasa campuran, terdiri atas jantan dewasa dan betina
dewasa
3. Tipe C: kelompok individu dewasa dan remaja
4. Tipe D: kelompok individu dewasa, remaja, dan anak
5. Tipe E: kelompok remaja, terdiri atas satu atau beberapa remaja
6. Tipe F: kelompok betina, terdiri atas satu atau beberapa betina dewasa
7. Tipe G: kelompok betina dengan remaja
8. Tipe H: kelompok keluarga, terdiri atas betina dan anak
9. Tipe I: kelompok betina dengan remaja dan anak
10. Tipe J: kelompok dewasa campuran dengan anak
Klasifikasi jenis kelamin dilakukan pada individu dewasa yang secara umum
terdapat perbedaan morfologi yang jelas antara jantan dan betina. Apabila
memungkinkan, klasifikasi jenis kelamin juga dilakukan pada individu remaja.
Perbedaan antara muncak jantan dan betina, yaitu:
a. Jantan dewasa memiliki 2 buah ranggah coklat kecil yang kuat dan tertutup
rambut dengan panjang 10-12 cm (Hoogerwerf 1970). Jantan dewasa memiliki
taring dengan panjang 4 cm yang terlihat muncul di kedua tepi mulut (SmithJones 2004). Ukuran tubuh jantan cenderung lebih besar dari betina (Jackson
2002). Jantan memiliki garis hitam pada dahi yang membentuk seperti huruf
‘V’ (Oka 1998).
b. Betina dewasa memiliki tonjolan tulang kecil yang berambut pada lokasi
ranggah pada jantan (Jackson 2002), tetapi tidak berkembang menjadi ranggah
seperti pada jantan (Hoogerwerf 1970). Warna rambut betina lebih terang
10
dibandingkan jantan (Farida et al. 2003). Taring betina hanya memiliki panjang
sebesar 5 mm dan tidak terlihat muncul di tepi mulut (Smith-Jones 2004). Pada
dahi betina terdapat pola seperti layang-layang yang berwarna coklat tua
hingga hitam (Oka 1998).
Klasifikasi individu muncak berdasarkan kelas umur dapat diketahui dengan
melihat perbedaan ciri morfologi satwa. Kelas umur muncak diklasifikasikan
menjadi 3 kategori, yaitu dewasa, remaja, dan anak. Ciri-ciri pada tiap kelas umur,
yaitu:
a. Dewasa: Muncak dewasa memiliki ukuran tubuh besar, rambut pendek dan
lembut yang berwarna coklat keemasan pada bagian dorsal, putih pada sisi
ventral, berwarna coklat tua pada tungkai dan wajah (Jackson 2002), kaki
berwarna lebih coklat tua-hitam dan membentuk pola seperti kaos kaki
(Pokharel dan Chalise 2010). Panjang tubuh 120-130 cm, tinggi bahu 70-90
cm, dan panjang ekor 15-17 cm (Hoogerwerf 1970). Berat tubuh muncak
dewasa yaitu 30-35 kg (Smith-Jones 2004). Wajah muncak betina dewasa lebih
panjang dari betina remaja (Pokharel dan Chalise 2010).
b. Remaja: Muncak remaja berukuran tubuh sedang dengan tinggi bahu tidak
lebih dari 45 cm, warna rambut lebih terang dibandingkan pada individu
dewasa (Pokharel dan Chalise 2010). Pada saat remaja, ranggah sudah mulai
tumbuh. Perkembangan ranggah mulai pada saat muda. Menurut Wahyuni et
al. (2011), ukuran ranggah jantan dewasa lebih besar dari jantan muda. Berat
tubuh muncak remaja ±10 kg (Smith-Jones 2004).
c. Anak: Bayi muncak berukuran sangat kecil dan hidup bersama induk (Oka
1998; Pokharel dan Chalise 2010). Anak muncak memiliki rambut berwarna
coklat hingga coklat tua yang bercorak tutul dan berlangsung hingga umur 2
bulan (Hoogerwerf 1970; Oka 1998). Tetapi, ditemukan pula anak muncak
yang memiliki rambut bercorak tutul hingga usia 6 bulan (Asia Prater 1965
diacu dalam Hoogerwerf 1970). Berat tubuh bayi muncak berkisar antara 550650 g (Jackson 2002). Anak muncak dapat hidup soliter pada umur kurang dari
1 tahun (Pokharel dan Chalise 2010). Jackson (2002) mengemukakan bahwa
anak muncak tinggal bersama induk hanya sampai umur 6 bulan.
Klasifikasi tipe vegetasi
Klasifikasi tipe vegetasi di lokasi penelitian berdasarkan peta tutupan lahan
TNUK tahun 2013 yang bersumber dari Balai TNUK. Peta tutupan lahan
ditumpang tindih dengan peta lokasi pemasangan video trap dan peta sebaran
muncak. Berdasarkan peta tutupan lahan TNUK, terdapat 7 tipe tutupan lahan yang
berada di Semenanjung Ujung Kulon, yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan
kering sekunder, semak, hutan mangrove sekunder, padang rumput, belukar rawa,
dan hutan rawa sekunder. Video trap dipasang pada 4 tipe vegetasi di Semenanjung
Ujung Kulon, yaitu di hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder,
semak, dan belukar rawa.
Analisis Data
Analisis variasi spasio-temporal ukuran kelompok dan tipe kelompok muncak
Variasi ukuran kelompok dan tipe kelompok muncak dianalisis secara
temporal berdasarkan waktu perekaman pada tiap bulan dan dianalisis secara
spasial berdasarkan lokasi pemasangan video trap di beberapa tipe vegetasi.
11
Analisis struktur umur dan sex ratio
Analisis mengenai struktur umur dan sex ratio muncak juga dilakukan pada
populasi muncak yang terekam untuk mendukung data tipe kelompok muncak yang
dikategorikan berdasarkan jenis kelamin dan kelas umur. Kelas umur muncak
diklasifikasikan ke dalam 3 kategori, yaitu anak, remaja, dan dewasa. Nisbah
kelamin muncak dihitung dengan menggunakan persamaan:
��� �
=
�
�
ℎ
ℎ �
���
���
Analisis hubungan variasi kelompok muncak dengan tipe vegetasi dan bulan
perekaman
Uji chi-square dilakukan untuk menganalisis hubungan antara variasi
kelompok muncak dengan tipe vegetasi dan bulan perekaman. Persamaan yang
digunakan, yaitu (Hasan 2004):
�−�
� = ∑∑
�
2
2
Keterangan:
O = nilai-nilai observasi
E = nilai-nilai frekuensi harapan
Hipotesis untuk analisis hubungan antara variasi kelompok dengan tipe
vegetasi, yaitu:
H0 : variasi kelompok muncak tidak berhubungan dengan tipe vegetasi
H1 : minimal terdapat satu variasi kelompok muncak yang berhubungan dengan tipe
vegetasi
Hipotesis untuk analisis hubungan antara variasi kelompok dengan bulan
perekaman, yaitu:
H0 : variasi kelompok muncak tidak berhubungan dengan bulan perekaman
H1 : minimal terdapat satu variasi kelompok muncak yang berhubungan dengan
bulan perekaman
Taraf nyata yang digunakan sebesar 5% (0.05). Uji chi-square dilakukan
dengan bantuan software SPSS 20. Pengambilan keputusan uji chi-square dengan
SPSS dilakukan berdasarkan nilai probabilitas (signifikansi):
Jika nilai probabilitas > 0.05, maka terima Ho
Jika nilai probabilitas < 0.05, maka tolak Ho
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Ujung Kulon ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional berdasarkan SK
Menteri Kehutanan Nomor 284/Kpts-II/1992 tanggal 26 Februari 1992 dan pada
tahun yang sama ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam Dunia (Natural World
Heritage Site) oleh UNESCO. TNUK terletak di Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten dan secara geografis terletak di koordinat 102˚02’–105˚37’ BT dan 06˚30’–
12
06˚52’ LS. Luas TNUK secara keseluruhan yaitu sebesar 120 551 Ha dengan luas
daratan 76 214 Ha dan kawasan perairan 44 337 Ha (Dephut 2007). Secara umum,
TNUK dapat dibagi menjadi tiga area utama, yaitu area Semenanjung Ujung Kulon,
wilayah Gunung Honje hingga sebelah timur dari tanah genting dan wilayah Pulau
Panaitan hingga barat laut (Clarbrough 1999).
Semenanjung Ujung Kulon merupakan dataran rendah dengan ketinggian
yang jarang lebih dari 50 mdpl. Di bagian tengah Semenanjung Ujung Kulon
terdapat Dataran Tinggi Telanca yang memiliki ketinggian hingga 140 mdpl
(Clarbrough 1999; Dephut 2007). Semenanjung Ujung Kulon bagian barat
merupakan daerah yang bergunung-gunung, di bagian barat daya semenanjung
terdapat Gunung Payung yang memiliki ketinggian 480 mdpl dan Gunung
Guhabendang dengan ketinggian 500 mdpl.
Tanah di sepanjang pantai utara Semenanjung Ujung Kulon relatif datar dan
terdapat karang penghalang di sepanjang pantai Tanjung Alang-Alang. Pantai barat
Semenanjung Ujung Kulon berupa pantai karang yang luas tetapi di beberapa
tempat terdapat pantai berpasir dengan hamparan batu karang tua dan batuan
gunung berapi. Pantai selatan Semenanjung Ujung Kulon merupakan daerah
terbuka dengan pantai berbukit pasir yang membentang dari muara Sungai
Cibandawoh hingga muara Sungai Citadahan, sedangkan pantai yang membentang
dari muara Citadahan hingga muara Cibunar merupakan pantai dengan lempenganlempengan batu pasir (Dephut 2007).
Semenanjung Ujung Kulon memiliki dua pola aliran sungai yang berbeda
pada bagian barat dan timur semenanjung. Di bagian barat semenanjung terdapat
banyak sungai kecil yang mengalir sepanjang tahun dan memiliki aliran deras yang
berasal dari Gunung Payung atau Gunung Cikuya. Sungai di bagian barat
semenanjung yang cukup besar, yaitu Sungai Cijungkulon dan Sungai Cibunar.
Sungai di bagian timur semenanjung sebagian besar memiliki pengairan yang
kurang baik. Muara sungai yang pada umumnya terletak di timur laut dan utara
sering terhalang oleh timbunan pasir, mengakibatkan genangan air dan membentuk
rawa musiman yang akan kering pada musim kemarau. Rawa musiman dapat
ditemukan di bagian utara di daerah Tanjung Alang-Alang, Nyiur, Jamang, dan
Nyawaan, serta di pantai selatan, yaitu Sungai Citadahan, Cibandawoh, dan
Cikeusik. Sungai terbesar di Semenanjung Ujung Kulon adalah Sungai Cikarang
dan Cigenter yang berasal dari daerah Gunung Telanca dan mengalir ke arah timur
laut dan timur (Dephut 2007).
Wilayah TNUK memiliki iklim laut tropis yang khusus dan sangat
dipengaruhi oleh angin yang bertiup dari arah Barat karena terletak di antara
Samudera Hindia (di sebelah Selatan) dan Selat Sunda (di sebelah Utara). Musim
hujan di TNUK terjadi pada bulan Oktober-April, sedangkan musim kemarau
terjadi pada bulan Mei-September. Curah hujan tahunan rata-rata ± 3 140 mm
(Dephut 2007). Suhu di TNUK diperkirakan sekitar 25-30 ˚C dengan kelembaban
80%-90% (Clarbrough 1999; Dephut 2007).
TNUK memiliki lebih dari 700 spesies tumbuhan yang ± 57 spesies
merupakan tumbuhan langka (Clarbrough 1999). TNUK memiliki tiga tipe
ekosistem, yaitu (Dephut 2007):
1. Ekosistem perairan laut: terumbu karang dan padang lamun yang terdapat di
perairan Semenanjung Ujung Kulon, Pulau Handeuleum, Pulau Peucang, dan
Pulau Panaitan.
13
2. Ekosistem daratan: hutan hujan tropis yang terdapat di Gunung Honje,
Semenanjung Ujung Kulon, dan Pulau Panaitan.
3. Ekosistem pesisir pantai: hutan pantai yang terdapat di sepanjang pesisir pantai
dan hutan mangrove yang terdapat di bagian timur laut Semenanjung Ujung
Kulon dan pulau-pulau di sekitarnya.
Tipe vegetasi yang terdapat di TNUK, yaitu hutan pantai, hutan mangrove,
hutan rawa air tawar, hutan hujan dataran rendah, dan padang rumput. Sebagian
besar Semenanjung Ujung Kulon ditutupi oleh hutan hujan dataran rendah, tetapi
hanya 40% dari Ujung Kulon yang masih berhutan primer. Satwa di TNUK terdiri
atas 35 jenis mamalia, 59 jenis reptilia, 22 jenis amfibi, 240 jenis aves, 72 jenis
insekta, 142 jenis ikan, dan 33 jenis terumbu karang (Dephut 2007).
Perekaman Muncak di TNUK
Hasil perekaman muncak menunjukkan bahwa jumlah video trap yang
merekam muncak sebanyak 68 unit atau 78.16% dari seluruh jumlah video trap
yang dipasang (Tabel 1).
Tabel 1 Perekaman muncak berdasarkan tipe vegetasi
Informasi hasil video trap
Jumlah video muncak (klip)
Jumlah video trap (unit)
Jumlah video trap yang
merekam muncak (unit)
Persentase video trap yang
merekam muncak (%)
Jumlah rata-rata video muncak
(klip/unit)
IS video trap per luas tipe
vegetasi (%)
IS video trap yang merekam
muncak (%)
Luas area (ha)
Hutan
primer
103
8
6
Hutan
sekunder
407
46
37
Belukar
rawa
302
16
31
2
24
1
75.00
80.43
77.42
50.00
78.16
17.17
11.00
12.58
16.00
12.18
29.87
29.22
38.23
22.94
31.75
22.41
23.50
29.60
11.47
24.82
Semak
2 677.83 15 744.14 8 107.83
Total
828
87
68
871.96 27 402.95
Hutan sekunder merupakan habitat yang sesuai untuk badak dan muncak
(Hoogerwerf 1970) sehingga video trap yang dipasang di vegetasi ini lebih banyak
dan paling banyak merekam muncak dibandingkan dengan video trap yang
dipasang di vegetasi lain. Intensitas sampling (IS) di masing-masing tipe vegetasi
berbeda-beda. IS video trap terbesar terdapat pada vegetasi semak dengan nilai
38.23% untuk total video trap dan 29.60% untuk video trap yang merekam muncak,
hal ini karena muncak lebih menyukai area bersemak atau semak berduri (Teng et
al. 2004). Video trap di hutan primer paling optimum merekam muncak dengan
rata-rata 17.17 klip video muncak per unit video trap. Video trap paling sedikit
dipasang di belukar rawa dan muncak juga paling sedikit terekam pada vegetasi ini.
Muncak menghindari area basah dan berlumpur karena tidak nyaman, berbahaya
dan sulit untuk dilalui, serta kurang optimal untuk mencari makan dan beristirahat
(Nagarkoti dan Thapa 2007a).
14
Tiap periode perekaman menghasilkan jumlah video muncak yang berbeda
dan jumlah video muncak tertinggi terdapat pada bulan Maret-April. Pemasangan
video trap pada bulan Maret-April merupakan yang paling optimum dengan ratarata video muncak tertinggi, yaitu 7.10 klip/unit video trap (Tabel 2). Pada bulan
Februari-Maret, video trap yang dipasang berjumlah paling sedikit karena waktu
pemasangan yang lebih cepat, yaitu hanya selama 8 hari. Sedangkan pada bulan
Maret-Mei, pemasangan dilakukan selama masing-masing 10 hari pada tiap periode
pemasangan sehingga jumlah video trap yang terpasang meningkat. Jumlah video
trap yang merekam muncak pun meningkat, tetapi jumlah video muncak yang
terekam hanya meningkat pada bulan Maret-April dan menurun 24.43% pada bulan
April-Mei. Hal ini dapat disebabkan adanya gangguan berupa kerusakan beberapa
video trap dan hilangnya memory card.
Tabel 2 Perekaman muncak berdasarkan waktu
Informasi hasil video trap
Jumlah video muncak (klip)
Jumlah video trap (unit)
Jumlah video trap yang merekam
muncak (unit)
Jumlah rata-rata video muncak
(klip/unit)
Persentase video trap yang merekam
muncak (%)
Februari-Maret
217
56
32
Maret-April April-Mei
263
348
75
81
49
58
6.78
7.10
4.53
57.14
65.33
71.60
Berdasarkan 828 klip video muncak yang dihasilkan, sebanyak 772 klip
(93.24%) berhasil diidentifikasi tipe kelompok dan ukuran kelompoknya (Tabel 3).
Beberapa video tidak dapat diidentifikasi karena muncak yang terekam tidak
terlihat jelas, yaitu hanya sebagian tubuh muncak yang terekam seperti bagian perut
hingga ekor, kaki, dan telinga; atau terdapat video yang terhalang daun, gambar
video buram, dan jarak muncak terlalu jauh dari video trap sehingga tidak jelas.
Tabel 3 Data video muncak di TNUK (klip)
Februari-Maret
Maret-April
April-Mei
Total
Hutan primer
40
40
23
103
Hutan sekunder
122
111
174
407
Semak
47
193
62
302
Belukar rawa
8
4
4
16
Total
217
348
263
828
Data dari 772 klip video muncak menunjukkan bahwa terdapat 798 individu
muncak terekam (Tabel 4). Jumlah ini bukanlah jumlah individu muncak yang
teridentifikasi dan merupakan individu berbeda, melainkan jumlah muncak terekam
berdasarkan video muncak yang dihasilkan. Baik data video muncak, maupun data
video muncak terekam, memiliki komposisi serupa, yaitu pada bulan FebruariMaret dan bulan April-Mei muncak terkonsentrasi di vegetasi hutan sekunder,
sedangkan pada bulan Maret-April lebih banyak terekam di vegetasi semak. Hal ini
karena ketika musim hujan (bulan Februari-April), muncak memilih habitat dengan
persentase tutupan kanopi yang lebih tinggi dan tutupan lokasi persembunyian lebih
tinggi dibandingkan ketika musim kering (Teng et al. 2004). Habitat yang sesuai
kondisi tersebut dapat ditemukan di vegetasi semak dan hutan sekunder.
15
Tabel 4 Data klip video individu muncak terekam
Hutan primer
43
37
20
100
Februari-Maret
Maret-April
April-Mei
Total
Hutan sekunder
114
104
170
388
Semak
47
189
58
294
Belukar rawa
7
4
5
16
Total
211
334
253
798
Variasi Temporal Ukuran Kelompok Muncak
40
35
30
25
20
15
10
5
0
JUMLAH KLIP
JUMLAH KLIP
Ukuran kelompok yang dijumpai yaitu soliter dan unit keluarga (Gambar 5).
Muncak lebih banyak dijumpai soliter, yaitu sebanyak 97% dari seluruh video
muncak. Hanya 3% muncak yang hidup dalam unit keluarga, yaitu terdiri atas 2
individu. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa muncak merupakan satwa yang soliter (Maryanto et al. 2008; Hameed et al.
2009; Pokharel dan Chalise 2010).
MARETAPRIL
FEBRUARIMARET
APRIL-MEI
MARETAPRIL
APRIL-MEI
HUTAN PRIMER
HUTAN SEKUNDER
BULAN PEREKAMAN
BULAN PEREKAMAN
200
175
150
125
100
75
50
25
0
JUMLAH KLIP
JUMLAH KLIP
FEBRUARIMARET
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
FEBRUARIMARET
MARETAPRIL
APRIL-MEI
8
7
6
5
4
3
2
1
0
FEBRUARIMARET
MARETAPRIL
APRIL-MEI
SEMAK
BELUKAR RAWA
BULAN PEREKAMAN
BULAN PEREKAMAN
Soliter
Unit keluarga
Soliter
Unit keluarga
Gambar 5 Variasi ukuran kelompok muncak berdasarkan bulan perekaman.
Muncak soliter di vegetasi hutan primer dan semak banyak terekam pada
bulan Maret-April karena pada waktu ini jumlah video trap yang dipasang lebih
banyak dibandingkan waktu pemasangan sebelumnya dan jumlah video muncak
paling banyak terekam pada bulan ini. Muncak soliter di belukar rawa terekam
paling banyak pada bulan Februari-Maret karena pa