Kajian Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumberdaya Air di Kabupaten Bogor

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN
ASPEK SUMBERDAYA AIR DI KABUPATEN BOGOR

MUHAMMAD RAMDAN SHALIHUDIN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Daya Dukung
Lingkungan Aspek Sumberdaya Air di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Muhammad Ramdan Shalihudin
NIM F44080044

ABSTRAK
MUHAMMAD RAMDAN SHALIHUDIN. Kajian Daya Dukung Lingkungan
Aspek Sumberdaya Air di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh
PRASTOWO.
Pertambahan jumlah penduduk berbanding lurus dengan bertambahnya
pemukiman. Perlu adanya penataan ruang dengan pertimbangan daya dukung
lingkungan supaya tidak terjadi dampak negatif akibat pemanfaatan ruang yang
tidak tepat. Analisis daya dukung lingkungan aspek sumberdaya air (DDL-air)
dapat dilakukan melalui empat hirarki analisis, meliputi penetapan status daya
dukung lingkungan berbasis neraca air, penetapan zona iklim untuk pertanian,
analisis potensi suplai air, dan kajian indikator degradasi sumberdaya air. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis empat hirarki DDL-air di Kabupaten Bogor dan
mengkaji muatan lingkungan dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Bogor berdasarkan analisis DDL-air. Penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan data sekunder dan dianalisis sesuai dengan empat hirarki

tersebut. Hasil yang didapat berdasarkan status DDL-air Kabupaten Bogor dalam
satu tahun adalah berstatus aman bersyarat dengan tipe zona agroklimat A1
menurut klasifikasi Oldeman. Hasil analisis neraca air pada tahun 2011 adalah
nilai curah hujan lebih (CHlebih) sebesar 2316 mm/tahun, limpasan sebesar 1036
mm/tahun, dan pengisian air tanah sebesar 1280 mm/tahun.
Kata kunci: daya dukung lingkungan, sumberdaya air, neraca air.
ABSTRACT
MUHAMMAD RAMDAN SHALIHUDIN. Study of Environmental Carrying
Capacity Based on Water Resources Aspect in Kabupaten Bogor, West Java.
Supervised by PRASTOWO.
The increase the number of residents is directly proportional to increase
settlement. The need for spatial planning with consideration of the environmental
carrying capacity so that no negative impact due to improper utilization of space.
Analysis of the environmental carrying capacity of water resources aspect (DDLwater) can be done through four hierarchical analysis, including the determination
of the status of environmental capacity based on water balance, agroclimatic
zoning, the analysis of the potential for water supply, and water resource
degradation assessment indicators. The aim of this research is analyzing the
hierarchy DDL-water in Bogor District and assessing the environment in the city
spatial plan (RTRW) in Bogor District DDL-water according to the analysis. The
research was carried out using the secondary data and analyzed according to four

of the hierarchy. The results obtained based on the status of water-DDL Bogor
District in one year is a conditional safe with type agroklimat A1 according to the
zone classification Oldeman. The results of the analysis water balance in 2003
was the rainfall (CHlebih) is 2316 mm/year, as much as runoff 1036 mm/year, as
much as and groundwater by charging 1280 mm/year.
Keywords: environmental carrying capacity, water resources, water balances.

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN
ASPEK SUMBERDAYA AIR DI KABUPATEN BOGOR

MUHAMMAD RAMDAN SHALIHUDIN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
yang telah memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Daya Dukung Lingkungan Aspek
Sumberdaya Air di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurah untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Prastowo, M. Eng selaku
pembimbing, Dr. Ir Nora H. Pandjaitan, DEA dan Ir. Mahmud Raimadoya, M. Sc
yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor
yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Bapak Hamid Sopwandani, Ibu Imas Siti Nurjanah,
Syahrul, Hanifa, Walid, Istriku Elysa, serta seluruh keluarga atas segala doa,
dukungan, dan kasih sayang yang senantiasa diberikan. Terima kasih diberikan
untuk teman-teman satu bimbingan dan keluarga SIL 45 atas bantuan dan
kebersamaannya selama ini. Tak lupa ungkapan terima kasih untuk keluarga
Wisma Baitussalam, keluarga Kebijakan Publik BEM KM Kabinet Berkarya,

keluarga BEM Fateta Kabinet Totalitas Reaksi, dan sahabat dari berbagai
angkatan atas doa, kebaikan dan dukungan selama ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, April 2015
Muhammad Ramdan Shalihudin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

v


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2


TINJAUAN PUSTAKA

2

Daerah Aliran Sungai (DAS)

2

Daya Dukung Lingkungan

3

METODE

10

Bahan dan Alat Penelitian

10


Prosedur Analisis Data

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

12

Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Bogor

12

Daya Dukung Lingkungan

15

Kajian Muatan Lingkungan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Bogor

25


SIMPULAN DAN SARAN

33

Simpulan

33

Saran

33

DAFTAR PUSTAKA

34

RIWAYAT HIDUP

51


DAFTAR TABEL
1 Kriteria Penetapan Status DDL-air
2 Zona Agroklimat Utama Berdasarkan Klasifikasi Oldeman
3 Tipe Agroklimat dan Perkiraan Daya Dukungnya Menurut Oldeman
4 Koefisien Tanaman (Kc)
5 Nilai kapasitas cadangan lengas tanah berdasarkan tekstur tanah dan
kelompok tanaman
6 Koefisien limpasan (C) untuk daerah tangkapan air lahan pertanian
(kelompok tanah B)
7 Klasifikasi penggunaan lahan Kabupaten Bogor Tahun 2011
8 Hasil analisis status daya dukung lingkungan bulanan
9 Debit maksimum dan minimum sungai di Kabupaten Bogor
10 Debit andalan per bulan Sungai Ciliwung
11 Jumlah mata air di Kabupaten Bogor
12 Hasil analisis neraca air di Kabupaten Bogor Tahun 2011 (mm)
13 Hasil analisis neraca air Kabupaten Bogor pada berbagai komposisi
luasan hutan (mm)

4

4
5
7
8
9
15
17
18
19
19
21
22

DAFTAR GAMBAR
1 Pendekatan analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air
2 Kerangka Berpikir
3 Peta rencana pola ruang Kabupaten Bogor sampai dengan tahun 2025
4 Nomogram penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca
air untuk kepadatan penduduk 1000-10000 jiwa/km2
5 Grafik curah hujan rata-rata Kabupaten Bogor
6 Grafik curah hujan andalan 80% dan nilai ETP
7 Grafik nilai STo untuk berbagai luasan hutan
8 Kurva nilai CHlebih, limpasan, dan pengisian air tanah pada berbagai
persentase luasan hutan
9 Skema sempadan sungai
10 Potongan melintang tebing longsor
11 Saluran drainase yang rusak
12 Peta lokasi pembuatan sumur resapan dan kolam resapan yang
disarankan
13 Skema sumur resapan tampak atas dan tampak potongan melintang
14 Skema kolam resapan tampak atas dan tampak potongan melintang
15 Skema lubang resapan biopori tampak atas dan tampak potongan
melintang

6
12
13
16
17
20
21
23
23
24
24
29
30
31
32

DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan curah hujan andalan dengan metode Weibul Tahun 20032013
2 Data debit andalan 80% (m3/detik) Sungai Ciliwung Tahun 2001-2011
3 Data Iklim rata-rata tahun 2003-2013
4 Nilai ETP (mm) berbagai luasan hutan
5 Nilai Kc, STo, dan C tertimbang tahun 2011
6 Perhitungan neraca air (mm) Kabupaten Bogor 2011
7 Analisis neraca air untuk setiap komposisi luasan hutan
8 Peta Kerentanan Tanah di Kabupaten Bogor
9 Peta Erosi Tanah di Kabupaten Bogor

36
37
38
39
40
41
42
48
49

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertambahan jumlah penduduk di suatu wilayah seringkali tidak diimbangi
dengan pertambahan luas lahan untuk sarana tempat tinggal. Oleh karena itu,
dibutuhkan sebuah pengendalian yang baik oleh pemerintah setempat agar
masyarakat tidak mengubah sebuah lahan menjadi tempat tinggal tanpa didasari
perencanaan yang sesuai dengan peruntukkannya. Pertambahan penduduk yang
tidak diimbangi dengan pertambahan luas lahan mengakibatkan lahan apa saja
bisa dijadikan tempat tinggal, termasuk salah satunya lahan yang menjadi lokasi
rawan bencana. Hal yang akan terjadi di kemudian hari adalah tidak seimbangnya
kondisi fungsi dari daya dukung lingkungan yang ada.
Air merupakan salah satu kebutuhan vital manusia. Ketersediaan air yang
layak untuk dikonsumsi bergantung pada aktifitas dari manusia itu sendiri, baik
yang bersifat membangun, memperbaiki maupun bersifat merusak. Salah satu
indikator ketersediaan air yang layak untuk dikonsumsi bisa dilihat dari daerah
aliran sungai (DAS). DAS merupakan suatu ekosistem yang di dalamnya terjadi
interaksi antara faktor-faktor abiotik (tanah dan iklim) dan biotik (vegetasi) serta
manusia dengan segala aktifitasnya (Wijaya 2010). Fungsi dari adanya DAS
adalah sebagai penampung, penyimpan, dan pengalir air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami. Kondisi nyata saat ini adalah meluasnya
permukiman yang berada di pinggiran DAS, penggundulan hutan yang tidak
terkendali, tingkat erosi yang semakin tinggi, serta menurunnya kondisi DAS
yang diakibatkan oleh limbah industri.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah strategis yang menjadi hulu
dalam konteks aliran sungai. DAS yang mengalir dari hulu tersebut bermuara di
DKI Jakarta dan Tangerang. Curah hujan yang tinggi di Kabupaten Bogor ini
seringkali menjadi penyebab terjadinya banjir di DKI Jakarta dan Tangerang.
Kebutuhan akan tempat tinggal di Kabupaten Bogor pun semakin meningkat
karena semakin bertambahnya penduduk yang tinggal di wilayah ini. Namun,
pembangunan pemukiman seakan tidak memperhatikan keseimbangan lingkungan
yang ada sehingga menyebabkan berbagai macam bencana alam seperti banjir,
longsor, dan lain sebagainya.
Untuk mengetahui besarnya ketersediaan dan kebutuhan air di Kabupaten
Bogor, diperlukan sebuah analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air.
Hasil dari analisis tersebut dapat menunjukan kapasitas simpan air dan
dampaknya terhadap lingkungan. Sehingga hasil analisis ini dapat dijadikan
rekomendasi untuk Pemerintah Kabupaten Bogor dalam memperbaiki kondisi
wilayah Kabupaten Bogor di kemudian hari.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis empat hirarki daya dukung lingkungan aspek sumberdaya air di
Kabupaten Bogor
2. Mengkaji muatan lingkungan dalam dokumen RTRW Kabupaten Bogor
berdasarkan analisis daya dukung lingkungan aspek sumberdaya air

2
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah hasil yang diperoleh dapat bermanfaat
bagi masyarakat dan dapat dijadikan informasi penting dalam pengambilan
kebijakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor mengenai daya dukung
lingkungan bidang sumberdaya air sesuai dengan RTRW yang telah ada. Oleh
karena itu, pengelolaan sumber daya air diharapkan menjadi tepat dan seimbang
antara kebutuhan dan kemampuan lingkungan untuk menjaga ketersediaan air di
masa yang akan datang.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Analisis yang dilakukan dititikberatkan pada analisis empat hirarki kajian daya
dukung lingkungan aspek sumberdaya air (DDL-air). Hasil dari kajian DDL-air
tersebut kemudian dibandingkan dengan muatan lingkungan yang tertuang dalam
RTRW Kabupaten Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai merupakan suatu kesatuan ekosistem dimana
organisme dan lingkungannya berinteraksi secara dinamik dan memiliki
ketergantungan satu sama lain dalam setiap komponennya (Asdak 2007). Menurut
Seyhan (1990) faktor utama di dalam DAS yang sangat memengaruhi kapasitas
sumberdaya air adalah sebagai berikut:
1. Vegetasi
Vegetasi merupakan pelindung bagi permukaan bumi terhadap limpasan air
hujan, hembusan angin dan teriknya matahari. Fungsi utama dari vegetasi adalah
melindungi tanah. Perlindungan ini berlangsung dengan cara:
a. Melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh.
b. Melindungi tanah terhadap daya merusak aliran air di atas permukaan
tanah
c. Memperbaiki kapasitas infiltrasi dan struktur tanah serta daya
absorbsi/daya simpan air.
2. Tanah
Tanah selain berfungsi sebagai media tempat tumbuhnya vegetasi juga
berfungsi sebagai pengatur tata air. Peranan tanah dalam mengatur tata air
tergantung pada tingkat kemampuan tanah untuk meresapkan air yang dipengaruhi
oleh kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tanah. Semakin banyak air yang dapat
diserap dan masuk ke dalam profil tanah per satuan waktu, maka jumlah air yang
tersimpan pada DAS menjadi lebih banyak.
Di dalam lingkungan alam, proses perubahan wujud, gerakan aliran air (di
permukaan tanah, di dalam tanah dan di udara) dan jenis air mengikuti suatu
sistem keseimbangan dan dikenal dengan istilah siklus hidrologi (Kodoatie dan
Sjarief 2010). Air hujan yang turun ke bumi tidak semuanya langsung turun ke

3
permukaan tanah. Air yang jatuh sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan
turun ke permukaan tanah. Air yang jatuh ke permukaan dedaunan atau vegetasi
disebut dengan intersepsi. Air akan terinfiltrasi ketika jatuh ke permukaan tanah
dan akan menjadi cadangan lengas tanah. Apabila air terus meresap ke bagian
tanah paling dalam akibat gaya gravitasi akan mengalami proses perkolasi.
Air yang mengalir di permukaan akan bermuara ke DAS, danau, ataupun
rawa. DAS dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian. Pertama adalah bagian
hulu, yang mempunyai fungsi sebagai kawasan konservasi. Kedua dan ketiga
merupakan bagian tengah dan hilir yang mempunyai fungsi untuk pemanfaatan air
sungai untuk kebutuhan air bersih, pengairan, dan sosial ekonomi.
Daya Dukung Lingkungan
Salah satu aspek lingkungan hidup yang strategis adalah sumber daya air.
Pengelolaan terhadap sumber daya air haruslah menjadi prioritas utama karena
menyangkut kehidupan seluruh makhluk hidup. Menurut UU No. 7 Tahun 2004,
sumber daya air dapat dibagi menjadi air hujan, air permukaan, air tanah, dan air
laut. Pengelolaan yang dapat dilakukan adalah pengelolaan daerah aliran sungai
(DAS) dari hulu sampai hilir. Aspek-aspek yang menjadi target capaian dalam
pengelolaan DAS yaitu konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya
air, dan pengendalian daya rusak air.
Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain (UU No. 23 1997).
Dalam melestarikan daya dukung lingkungan hidup diperlukan serangkaian upaya
untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan baik
berdampak positif ataupun negatif, agar tetap mampu mendukung keberlanjutan
hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
Menurut Prastowo (2010), analisis daya dukung lingkungan aspek
sumberdaya air dapat dilakukan melalui 4 (empat) hirarki analisis, yaitu meliputi:
a. Penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air
b. Kajian sumberdaya iklim untuk pertanian (zona agroklimat)
c. Analisis potensi suplai air
d. Kajian indikator degradasi sumberdaya air
Penetapan Status Daya Dukung Lingkungan
Konsep ini membandingkan antara ketersediaan air hujan (nilai CHandalan)
dengan water footprint untuk menilai status DDL-air. Kriteria status DDL-air
dinyatakan dengan surplus-defisit neraca air dan rasio supply/demand. Penetapan
status daya dukung mempertimbangkan keberlanjutan sumber daya dengan
membandingkan tingkat demand untuk konsumsi terhadap pasokan sumber daya
air yang tersedia (Prastowo, 2010). Ketersediaan air yang dinyatakan sebagai
CHandalan dihitung dengan peluang kejadian hujan >50% menggunakan metode
perhitungan yang lazim digunakan, seperti metode Hazen, metode Gumbel, atau
metode lainnya. Adapun kebutuhan air (water footprint) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Prastowo 2010):

4
DA = N x KHLA
(1)
dimana:
DA
: total kebutuhan air (m3/tahun)
N
: jumlah Penduduk (jiwa)
KHLA : kebutuhan air untuk hidup layak, sebesar 1.600 m3air/kapita/tahun
(2 x 800 m3 air/kapita/tahun), dimana 800 m3 air/kapita/tahun adalah
kebutuhan air untuk keperluan domestik dan untuk menghasilkan pangan;
sedangkan 2,0 adalah faktor koreksi untuk memperhitungkan kebutuhan
hidup layak yang mencakup kebutuhan pangna, domestik, dan lainnya.
Penetapan kriteria status daya dukung lingkungan tidak cukup dinyatakan
dengan surplus-defisit saja, namun perlu juga dinyatakan dengan rasio supplydemand. Kriteria penetapan status daya dukung lingkungan yang disarankan
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kriteria Penetapan Status DDL-air
Kriteria
Rasio supply/demand >2
Rasio supply/demand 1-2
Rasio supply/demand STo, maka STi=STo
STi=STi-1+(P-ETP)
(10)
7) Menghitung perubahan cadangan lengas tanah (ΔST) dengan
menggunakan persamaan (7). Jika nilai cadangan lengas tanah sama
dengan nilai kapasitas simpannya, diasumsikan tidak terjadi perubahan
dalam penyimpanan air.
8) Menghitung evapotranspirasi aktual (ETA)
Untuk bulan basah (P>ETP), maka ETA = ETP
Untuk bulan kering (PEp, dengan persamaan neraca
air Thornthwaite and Mather (8).
10) Membuat kurva neraca air
Menganalisis indikator degradasi lingkungan Kabupaten Bogor.
Mengkaji muatan lingkungan dalam RTRW Kabupaten Bogor.
1) Membandingkan hasil kajian DDL-air dan kesesuaian dengan RTRW.
2) Memberikan rekomendasi melalui rehabilitasi dan konservasi ataupun
struktural.

12

Gambar 2 Kerangka Berpikir

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Bogor
Secara geografis Kabupaten Bogor terletak diantara 6°18'0"6°47'10"Lintang Selatan dan 106°23'45"-107°13'30" Bujur Timur dengan luas
wilayan sebesar 298.838.304 Ha. Klasifikasi morfologi wilayah Kabupaten Bogor
beserta persentasenya terhadap luas seluruh wilayah adalah sebagai berikut:
- Dataran rendah (15 – 100 m dpl) sekitar 29.28%, merupakan kategori ekologi
hilir
- Dataran bergelombang (100 – 500 m dpl) sekitar 42.62%, merupakan kategori
ekologi tengah
- Pegunungan (500 – 1000 m dpl) sekitar 19.53%, merupakan kategori ekologi
hulu
- Pegunungan tinggi (100 – 2000 m dpl) sekitar 8.43%, merupakan kategori
ekologi hulu
- Puncak-puncak gunung (2000 – 2500 m dpl) sekitar 0.22%, merupakan
kategori ekologi hulu

13

Gambar 3 Peta rencana pola ruang Kabupaten Bogor sampai dengan tahun 2025

14
14

15
Wilayah Kabupaten Bogor termasuk beriklim tropis sangat basah di bagian
selatan dan beriklim tropis basah di bagian utara, dengan rata-rata curah hujan
tahunan sebesar 2500-5000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian dan sebagian
kecil wilayah timur dengan curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun. Suhu ratarata di wilayah Kabupaten Bogor adalah 20o-30oC, dengan rata-rata tahunan
sebesar 25oC (RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025). Berdasarkan klasifikasi
Köppen Kabupaten Bogor merupakan tipe Afa, yaitu iklim tropik basah, tidak ada
musim kering, basah sepanjang tahun dan suhu rata-rata bulanan terpanas ≥ 22oC.
Berdasarkan RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025, potensi air di
Kabupaten Bogor berasal dari air permukaan, air tanah, dan mata air. Kabupaten
Bogor merupakan kawasan hulu yang mempunyai empat daerah aliran sungai
(DAS), yaitu DAS Ciliwung, DAS Cisadane, DAS Citarum Hulu, dan DAS Kali
Angke.
Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2013 sebanyak 5202097
jiwa (Kabupaten Bogor Dalam Angka 2014). Penggunaan lahan di Kabupaten
Bogor pada tahun 2011 disajikan pada Tabel 7. Peta pola ruang Kabupaten Bogor
2005-2025 disajikan pada Gambar 3.
Tabel 7 Klasifikasi penggunaan lahan Kabupaten Bogor Tahun 2011
Keterangan
Hutan
Perkebunan
Permukiman
Penggembalaan/Padang rumput
Tegalan/Ladang
Sawah irigasi
Sawah tadah hujan
Kolam/Tebat/Empang/Rawa
Tanah kosong
Tidak teridentifikasi
Sumber: BPS Kabupaten Bogor (2012)

Luas
(ha)
101001
21239
41115
899
61616
38236
9949
2220
1491
21662

(%)
19.2
27.5
19.2
0.3
20.6
12.8
3.3
0.7
0.5
7.2

Daya Dukung Lingkungan
Penentuan Status Daya Dukung Lingkungan
Dalam menentukan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air
digunakan perbandingan antara nilai total CHandalan dalam satu tahun dengan
kebutuhan air pada wilayah tersebut dalam satu tahun (water footprint). CHandalan
menyatakan ketersediaan air yang dihitung dengan peluang kejadian hujan ≥ 50%
(Prastowo 2010). CHandalan yang digunakan adalah 80% dengan besaran nilai
3490.2 mm/tahun. Kebutuhan air yaitu jumlah penduduk dikalikan dengan 1600
m3/kap/tahun.
Hasil kebutuhan air yang didapat untuk tahun 2013 adalah sebesar 8.3 x 109
m3/tahun. Ketersediaan air diperoleh dari nilai CHandalan dikalikan dengan total
luasan sehingga diperoleh nilai ketersediaan air adalah sebesar 1.0 x 1010 m3/tahun.
Rasio ketersediaan dan kebutuhan air Kabupaten Bogor pada tahun 2013 adalah

16
sebesar 1.25. Status daya dukung lingkungan untuk wilayah Kabupaten Bogor
pada tahun 2011 berdasarkan Tabel 1 adalah aman bersyarat (conditional sustain).
Perhitungan CHandalan Kabupaten Bogor disajikan pada Lampiran 1.
Berdasarkan kurva nomogram pada Gambar 4 maka apabila kepadatan
penduduk di wilayah Kabupaten Bogor sebesar 1741 jiwa/km2 pada tahun 2013
dan CHandalan sebesar 3490.2 mm/tahun dapat ditentukan bahwa wilayah
Kabupaten Bogor berada dalam status aman bersyarat (conditional sustain). Hal
ini berarti bahwa wilayah Kabupaten Bogor masih dapat mendukung
penduduknya untuk melakukan kegiatan produksi pangan, sandang, papan, dan
industri namun mempunyai syarat untuk tidak mengurangi daerah resapan air di
wilayah Kabupaten Bogor.

Kabupaten Bogor

Sumber: Prastowo (2010)
Gambar 4 Nomogram penetapan status daya dukung lingkungan berbasis
neraca air untuk kepadatan penduduk 1000-10000 jiwa/km2
Status daya dukung lingkungan bulanan diperoleh dengan membandingkan
nilai ketersediaan air setiap bulan dengan kebutuhan air setiap bulan. Nilai
ketersediaan air setiap bulannya diperoleh dari nilai Chandalan dikalikan dengan
total luas wilayah. Nilai kebutuhan air setiap bulan diperoleh dari nilai asumsi
kebutuhan air setiap bulan dikalikan dengan jumlah penduduk. Nilai asumsi
kebutuhan air untuk hidup layak adalah sebesar 133.33 m3/kapita/bulan. Status
daya dukung lingkungan bulanan Kabupaten Bogor terdapat pada Tabel 8.

17
Tabel 8 Hasil analisis status daya dukung lingkungan bulanan
Bulan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des

Ketersediaan Air
(m3)
1.10 x 109
9.27 x 108
7.94 x 108
8.88 x 108
1.48 x 109
9.62 x 108
3.94 x 108
1.99 x 108
4.99 x 108
1.13 x 109
1.18 x 109
8.85 x 108

Kebutuhan Air
(m3)
6.94 x 108
6.94 x 108
6.94 x 108
6.94 x 108
6.94 x 108
6.94 x 108
6.94 x 108
6.94 x 108
6.94 x 108
6.94 x 108
6.94 x 108
6.94 x 108

Rasio

Status

1.58
1.34
1.15
1.28
2.13
1.39
0.57
0.29
0.72
1.63
1.70
1.28

Aman bersyarat
Aman bersyarat
Aman bersyarat
Aman bersyarat
Aman
Aman bersyarat
Terlampaui
Terlampaui
Terlampaui
Aman bersyarat
Aman bersyarat
Aman bersyarat

Berdasarkan hasil pada Tabel 8, dapat dilihat bahwa pada bulan Mei
Kabupaten Bogor berada pada status aman dan pada bulan Juni, Oktober-April
berada pada status aman bersyarat, sedangkan Kabupaten Bogor pada bulan JuliSeptember berada dalam status terlampaui. Status terlampaui berarti wilayah
Kabupaten Bogor tidak dapat mendukung kebutuhan air untuk hidup layak
penduduknya. Agar Kabupaten Bogor berada pada status aman, maka berdasarkan
Gambar 4 diperlukan adanya pengendalian laju pertumbuhan penduduk agar tidak
melebihi 1100 jiwa/km2. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Chaira (2014),
Rahma (2014), Melinda (2014), dan Sihombing (2014) mengenai pengendalian
laju penduduk agar tetap berada pada status aman daya dukung lingkungan.
Zona Agroklimat
Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Köppen wilayah Kabupaten Bogor
termasuk Afa, yaitu iklim hujan tropik (suhu bulan terdingin > 18oC), selalu basah
(curah hujan setiap bulan > 60 mm), dan suhu rata-rata dari bulan terpanasnya >
22oC. Klasifikasi iklim menurut Schmidth-Ferguson wilayah Kabupaten Bogor
termasuk tipe A, yaitu Q < 0,143.

Gambar 5 Grafik curah hujan rata-rata Kabupaten Bogor

18
Berdasarkan grafik curah hujan rata-rata pada Gambar 5, Kabupaten Bogor
memiliki bulan basah (curah hujan >200 mm) berturut-turut sebanyak 10 bulan.
Sehubungan dengan itu maka berdasarkan klasifikasi Oldeman (Tabel 2 dan Tabel
3) Kabupaten Bogor termasuk tipe A1 yaitu sesuai untuk padi terus menerus tetapi
produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah
sepanjang tahun.
Potensi Suplai Air
Limpasan dan pengisian air tanah dapat dikelola dan didayagunakan sebagai
potensi suplai air (water supply). Potensi sumber daya air di Kabupaten Bogor
berdasarkan materi teknis RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 yaitu air
permukaan dan air tanah. Air permukaan berasal dari empat daerah aliran sungai
(DAS) yaitu DAS Ciliwung, DAS Cisadane, DAS Citarum Hulu, dan DAS Kali
Angke. Potensi air permukaan yang berasal dari daerah aliran sungai di
Kabupaten Bogor disajikan pada Tabel 9. Data potensi air yang digunakan untuk
wilayah Kabupaten Bogor adalah data air permukaan berupa data debit andalan
80% Sungai Ciliwung yang diperoleh dari Bendung Katulampa (tahun 20012011) seperti pada Tabel 10.
Tabel 9 Debit maksimum dan minimum sungai di Kabupaten Bogor
Debit (m3/detik)
maksimum
minimum
Ciliwung
23.78
1.94
Cibeureum
0.65
0.40
Cihideung
0.63
0.24
Cisasah
0.40
0.23
Cipamingpis
0.99
0.12
Cihoe
4.68
0.05
Cibeet
4.25
0.38
Ciomas
8.05
0.13
Ciluar
12.71
0.17
Citeureup
4.61
0.45
Cikeas
5.82
0.39
Cijati
0.41
0.14
Cibeuteung
2.66
2.44
Angke
8.29
0.08
Pasanggrahan
2.29
0.35
Ciaten
11.51
0.21
Cigamea
8.27
0.45
Cidurian
20.44
7.25
Cibodas
39.73
1.47
Cisadane
2.90
0.22
Citempuan
2.40
1.56
Total
165.44
18.45
Sumber: Naskah Akademis RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025
Sungai

19

Tabel 10 Debit andalan per bulan Sungai Ciliwung
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Total

Debit andalan (m3/bulan)
1.31x108
1.15x108
1.07x108
5.43x107
3.60x107
3.67x107
1.81x107
1.66x107
2.33x107
2.56x107
2.39x107
2.06x107
6.09x108

Potensi suplai air berikutnya adalah air tanah dan mata air, namun demikian
tidak tersedia data pasti air tanah. Berdasarkan materi teknis RTRW Kabupaten
Bogor 2005-2025, jumlah mata air di wilayah Kabupaten Bogor disajikan pada
Tabel 11.
Tabel 11 Jumlah mata air di Kabupaten Bogor
No Kecamatan
Jumlah Debit minimum (l/detik)
1
Cigudeg
2
6
2
Leuwiliang
6
32
3
Ciampea
13
196
4
Darmaga
2
103
5
Ciomas
13
246
6
Cijeruk
3
120
7
Ciawi
3
16
8
Caringin
1
10
9
Megamendung
3
56
10
Sukaraja
2
13
11
Citeureup
2
13
12
Jonggol
3
23
13
Cisarua
9
88
Total
62
922
Sumber: Naskah Akademis RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025
Neraca Air
Hal pertama yang menjadi parameter dalam menganalisis neraca air adalah
data iklim. Data iklim diperoleh dari stasiun klimatologi Dramaga yang terletak
pada 06°33'13" LS dan 106°44'59" BT dengan elevasi 190 m dpl. Data iklim
dapat dilihat pada Lampiran 3. Curah hujan yang digunakan adalah curah hujan

20
andalan dengan peluang 80% dengan menggunakan metode Weibull. Hal ini
berarti bahwa nilai curah hujan andalan satu bulan memiliki peluang melampaui
80%. Data curah hujan andalan 80% pada wilayah Kabupaten Bogor dapat dilihat
pada Lampiran 2.
Parameter
berikutnya
yaitu
evapotranspirasi
potensial
(ETP).
Evapotranspirasi potensial tergantung pada nilai evapotranspirasi acuan (ET0) dan
koefisien tanaman (Kc). Untuk wilayah yang terdapat data sekunder yang cukup
(data suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, dan lama penyinaran),
Doorenbos dan Pruit (1977) menyarankan untuk menggunakan metode Penman
dalam perhitungan ETP. Nilai ETP diperoleh dengan mengalikan nilai
evapotranspirasi acuan (ET0) dengan koefisien tanaman (Kc). Nilai Kc sangat
berpengaruh terhadap besarnya nilai ETP sehingga untuk skenario tutupan lahan,
nilai Kc dianggap sama. Nilai Kc yang digunakan sebesar 0.9 untuk wilayah hutan
dan 0.4 untuk wilayah lainnya. Data suhu Kabupaten Bogor yang digunakan
untuk menghitung ETP dan perhitungan nilai ET0 terdapat pada Lampiran 3.

Gambar 6 Grafik curah hujan andalan 80% dan nilai ETP
Grafik hubungan antara curah hujan (CH) andalan dan nilai ETP disajikan pada
Gambar 6.
Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai curah hujan andalan dan
ETP tidak sama di setiap bulannya. Pada bulan Agustus nilai CHandalan lebih kecil
dibanding nilai ETP (CHandalan< ETP), sehingga dapat dikatakan bahwa pada
bulan tersebut terjadi kekurangan air. Perhitungan nilai ETP untuk berbagai luasan
hutan terdapat pada Lampiran 4.
Parameter berikutnya yang diperlukan adalah kapasitas simpan air (STo).
Menurut Thornthwaite dan Mather (1957), ada dua faktor yang menentukan
kapasitas simpan air yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang
terdapat pada lahan tersebut. Dengan demikian nilai STo akan berbeda pada setiap
persentase luasan hutan. Nilai STo ditentukan dengan cara tertimbang sesuai
proporsi luasan penutupan lahan. Nilai STo yang digunakan untuk tanah lempung
lanau di Kabupaten Bogor yaitu sebesar 398 mm untuk wilayah hutan dan 84 mm

21
untuk wilayah lainnya. Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai STo berbanding
lurus dengan persentase luasan hutan. Perhitungan lengkap nilai Kc, STo, dan

Gambar 7 Grafik nilai STo untuk berbagai luasan hutan
koefisien limpasan (C) dapat dilihat pada Lampiran 5.
Perhitungan Analisis neraca air yang dilakukan pada Kabupaten Bogor
tahun 2011 dengan luas wilayah sebesar 277766 ha. Hasil perhitungan analisis
neraca air tahun 2011 dengan beberapa parameter dapat dilihat pada Tabel 12.
Perhitungan lengkap analisis neraca air tahun 2011 disajikan pada Lampiran 6.
Tabel 12 Hasil analisis neraca air di Kabupaten Bogor Tahun 2011 (mm)
Bulan
Defisit
Januari
0
Februari
0
Maret
0
April
0
Mei
0
Juni
0
Juli
0
Agustus
7
September
0
Oktober
0
November
0
0
Desember
Total
7

CHlebih
281
236
159
199
403
230
32
0
0
269
310
198
2316

Limpasan
126
105
71
89
180
103
14
0
0
120
139
88
1036

Pengisian Air Tanah
155
130
88
110
223
127
18
0
0
149
171
109
1280

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 12, dapat dilihat bahwa pada bulan
Agustus terjadi defisit air sebesar 7 mm sedangkan pada bulan Oktober-Juli terjadi
kelebihan air hujan sebesar 2316 mm. Hal ini menunjukkan bahwa defisit air pada
bulan Agustus dapat ditutupi oleh cadangan CHlebih asalkan dapat dikelola dengan
baik. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi limpasan yaitu
pembuatan sumur resapan, kolam resapan, dan lubang resapan biopori. Beberapa

22
cara tersebut dapat digunakan untuk menampung CHlebih yang menjadi limpasan
dan kemudian meresapkannya ke dalam tanah sehingga pengisian air tanah
meningkat.
Besarnya limpasan sebanding dengan nilai koefisien limpasan di wilayah
tersebut, sedangkan besarnya pengisian air tanah merupakan hasil dari
pengurangan nilai CHlebih dengan limpasan. Pada Tabel 12 menunjukkan bahwa
total nilai pengisian air tanah lebih besar daripada nilai total limpasan.
Analisis neraca air dengan berbagai komposisi luasan hutan dilakukan
dengan skenario luasan hutan 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%,
90%, dan 100%. Diasumsikan luas hutan merupakan wilayah dengan tutupan
lahan vegetasi bertajuk tinggi. Hasil analisis neraca air wilayah Kabupaten Bogor
dari beberapa skenario luasan hutan dapat dilihat pada Tabel 13. Perhitungan
lengkap analisis neraca air untuk setiap komposisi luasan hutan disajikan pada
Lampiran 7.
Tabel 13 Hasil analisis neraca air Kabupaten Bogor pada berbagai komposisi
luasan hutan (mm)
Luas Hutan
(%)
0
10
20
30
33.7
40
50
60
70
80
90
100

CHlebih
2882.57
2806.62
2730.88
2655.36
2627.45
2579.96
2504.63
2429.35
2354.10
2278.88
2203.66
2128.47

Parameter (mm.tahun)
Limpasan
Pengisian Air Tanah
1873.67
1008.90
1692.39
1114.23
1518.37
1212.51
1351.58
1303.77
1291.68
1335.77
1191.94
1388.03
1039.43
1465.21
894.01
1535.34
755.67
1598.43
624.41
1654.47
500.23
1703.43
383.12
1745.34

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 13, dapat dilihat bahwa semakin
tinggi persentase luas hutan di Kabupaten Bogor akan mengakibatkan penurunan
nilai CHlebih dan limpasan. Sedangkan nilai pengisian air tanah semakin
meningkat seiring bertambahnya persentase luas hutan. Pengurangan tutupan
hutan berimplikasi pada turunnya fraksi hujan yang dikonversi menjadi aliran
dasar (Setiawan 2013). Berdasarkan kurva neraca air pada Gambar 8, persentase
kondisi aman luas hutan di Kabupaten Bogor adalah sebesar 32.5%.
Menurut Falkenmark dan Rockström (2004), perbandingan ideal antara
pengisian air tanah dan limpasan CHlebih adalah 50:50. Berdasarkan hasil
perpotongan antara limpasan dan pengisian air tanah pada Gambar 12, komposisi
luasan hutan minimal adalah sebesar 32.5%. Hal ini sesuai dengan pasal 18 ayat 2
dari UU No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan, yaitu luas kawasan hutan yang
harus dipertahankan minimal 30% dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau
dengan sebaran yang proporsional. Sehingga luas hutan di wilayah Kabupaten

23
Bogor harus tetap dipertahankan dan jangan sampai berkurang dari 32.5% dari
luas daratan.

Minimum 32.5%

Gambar 8 Kurva nilai CHlebih, limpasan, dan pengisian air tanah pada
berbagai persentase luasan hutan
Indikator Degradasi Sumberdaya Air
Prastowo (2010) mengatakan bahwa beberapa parameter hidrologi yang
dapat digunakan sebagai indikator degradasi sumberdaya air yaitu koefisien
limpasan, hidrograf sungai, rating curve sungai, fluktuasi debit sepanjang tahun,
debit sedimen, dan penurunan muka air tanah. Berdasarkan hasil analisis neraca
air yang telah dilakukan, peningkatan nilai koefisien limpasan menyebabkan
peningkatan pada nilai limpasan dan penurunan pada pengisian air tanah. Hal
tersebut senada dengan pernyataan Prastowo (2010) bahwa semakin tinggi nilai
koefisien limpasan pada suatu wilayah, maka semakin rendah tutupan vegetasi
wilayah tersebut.

Sumber: Maryono (2007)
Gambar 9 Skema sempadan sungai

24
Tinjauan atas daya dukung lingkungan berbasis neraca air dapat dilihat dari
berbagai indikator kerusakan lingkungan, seperti banjir dan tanah longsor. Peta
kerentanan tanah dan peta daerah peka erosi di Kabupaten Bogor disajikan pada
Lampiran 8 dan Lampiran 9. Limpasan yang besar di suatu wilayah pada musim
hujan dan kecilnya tingkat resapan air akan menyebabkan banjir. Berdasarkan
Naskah Akademik RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025, beberapa kawasan rawan
banjir terdapat pada sepanjang aliran Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane.
Aliran sungai yang mengalami pendangkalan merupakan salah satu penyebab
terjadinya banjir yang diakibatkan dari berkurangnya daerah resapan air. Gambar
9 menunjukkan skema sempadan sungai dengan muka air normal dan muka air
banjir. Gambar 10 menggambarkan potongan melintang tebing saat terjadi longsor.

Gambar 10 Potongan melintang tebing longsor
Pencegahan banjir dapat dilakukan dengan cara membuat kolam dan sumur
resapan yang dapat menampung air hujan, pembuatan lubang biopori di setiap
rumah, dan normalisasi sungai sehingga dapat mengoptimalkan kapasitas aliran
sungai. Disamping itu, untuk mengurangi limpasan yang meluap, perlu adanya
perbaikan saluran drainase di beberapa ruas jalan menjadi lebih besar sehingga
tidak terjadi genangan air atau bahkan banjir pada saat turun hujan. Gambar 11
merupakan beberapa contoh saluran drainase yang rusak, sehingga air limpasan
menjadi genangan.

Gambar 11 Saluran drainase yang rusak

25
Tanah longsor disebabkan oleh tanah yang tidak kuat dalam menahan air
yang mengisi pori-pori tanah ketika curah