Status Pemanfaatan Perikanan Tuna Madidihang (Thunnus Albacares) Di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok
STATUS PEMANFAATAN PERIKANAN
TUNA MADIDIHANG (Thunnus albacares)
DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LABUHAN LOMBOK
ABGUSTA FAJRI WIRANATA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Status Pemanfaatan
Perikanan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di Pelabuhan Perikanan
Pantai Labuhan Lombok adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016
Abgusta Fajri Wiranata
NIM C451124051
RINGKASAN
ABGUSTA FAJRI WIRANATA. Status Pemanfaatan Perikanan Tuna
Madidihang (Thunnus albacares) di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan
Lombok. Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN, SUGENG HARI WISUDO dan
NIMMI ZULBAINARNI.
Penilaian status pemanfaatan terhadap sumberdaya tuna madidihang yang
berasal dari Laut Flores sangat penting dilakukan. Penilaian status pemanfaatan
dapat menduga apakah upaya penangkapan yang telah dilakukan terhadap
sumberdaya tuna madidihang belum optimal, sudah optimal atau telah berlebih.
Pada penelitian ini, Laut Flores yang tepat berada di bagian utara Pulau Sumbawa
dijadikan suatu asumsi dasar lokasi penangkapan bagi seluruh tuna madidihang
yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok (PPP Labuhan
Lombok) dari tahun 2012-2014.
Pada penelitian pendahuluan terdapat suatu kasus yang sedang terjadi di
PPP Labuhan Lombok, yaitu hasil tangkapan (kg) yang didaratkan di PPP
Labuhan Lombok dan upaya penangkapan (trip) yang dilakukan di Laut Flores
terhadap sumberdaya tuna madidihang cenderung meningkat, tetapi produktivitas
(hasil tangkapan per upaya penangkapan) menurun dari tahun 2012-2014 secara
bulanan. Data yang digunakan pada penelitian pendahuluan ini berasal dari
USAID-IMACS Indonesia dengan persetujuan dari Yayasan Masyarakat dan
Perikanan Indonesia (MDPI).
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini memiliki dua tujuan utama
yaitu sebagai berikut: (1) menentukan upaya penangkapan dan hasil tangkapan
optimal serta menduga status pemanfaatan sumberdaya tuna madidihang; (2)
mengidentifikasi pola musim penangkapan terkait hubungan karakteristik biologi
tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok.
Data yang digunakan untuk analisis tujuan pertama adalah data upaya
penangkapan (trip) dan hasil tangkapan (kg) dari tahun 2010-2014. Data dari
tahun 2010-2011 diperoleh dari pihak PPI Labuhan Lombok dan untuk tahun
2012-2014 diperoleh dari USAID-IMACS Indonesia dengan persetujuan dari
MDPI. Metode analisis yang digunakan adalah model biologi Schaefer yang tanpa
melalui proses linearisasi.
Data yang digunakan untuk analisis tujuan kedua adalah data upaya
penangkapan (trip), hasil tangkapan (kg), panjang dan berat dari tahun 2012-2014.
Keseluruhan data tersebut diperoleh dari USAID-IMACS Indonesia dengan
persetujuan dari MDPI. Data upaya penangkapan (trip) dan hasil tangkapan (kg)
digunakan pada metode analisis pola musim penangkapan, semetara data panjang
dan berat digunakan untuk metode analisis distribusi frekuensi dan hubungan
panjang berat.
Hasil analisis dari tujuan yang pertama adalah bahwa upaya penangkapan
yang optimal untuk menangkap tuna madidihang di Laut Flores sebesar 44.227
trip, dengan hasil tangkapan optimal yang berupa tuna madidihang sebesar
877.340 kg, serta status pemanfaatan yang masih dalam kondisi belum optimal.
Hasil analisis dari tujuan yang kedua adalah bahwa pada saat musim
penangkapan tinggi yang terjadi di bulan Oktober – Desember memiliki
karakteristik pertumbuhan berat yang lebih dominan dibandingkan dengan
pertumbuhan panjang. Tetapi pada saat musim penangkapan tinggi yang terjadi di
bulan Mei – Juli, karakteristik pertumbuhan panjang yang lebih dominan
dibandingkan dengan pertumbuhan berat.
Kata kunci: Hubungan panjang berat, Labuhan Lombok, Musim penangkapan
ikan, Schaefer, Tuna madidihang
SUMMARY
ABGUSTA FAJRI WIRANATA. Utilization Status of Yellowfin Tuna (Thunnus
albacares) Fishery at Labuhan Lombok Coastal Fishing Port. Supervised by
BUDY WIRYAWAN, SUGENG HARI WISUDO and NIMMI ZULBAINARNI.
The assessment of utiliziation status of yellowfin tuna (YFT) resources
which catched from Flores Sea is very important to be done, because with
knowing it could be guessed that how the fishing effort have not been optimal,
have been optimal or over. In this study, Flores Sea is exact in the northern of
Sumbawa Island became a fishing location base assumption for all yellowfin tuna
which was landed in Labuhan Lombok Coastal Fishing Port (Labuhan Lombok
CFP) from 2012-2014.
In the preliminary study there was a case which happened in Labuhan
Lombok CFP, that catches (kg) was landed at Labuhan Lombok CFP and fishing
effort (kg) was done on Flores Sea tending to increase respectively towards YFT
resource, but the productivity (catch per unit fishing effort) decreased from 20122014 monthly. Data used in this preliminary study was from USAID-IMACS
Indonesia with approval of Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia
(MDPI).
This study has two main objectives that include the following: (1) to
determine the optimal fishing effort and catches and to assess resource utilization
status of YFT; (2) to identify fishing seasonal pattern related to biology
characteristic relation of YFT was landed at Labuhan Lombok CFP.
Data used for analyzing of first objective were fishing efforts (trip) and
catches (kg) from 2010-2014. Data year 2010-2011 had been taken from Labuhan
Lombok Fish Landing Site party and 2012-2014 from USAID-IMACS Indonesia
with approval of MDPI. Analyzing method in this first objective was Schaefer
biology model which was without linearization process.
Data used for analyzing of second objective were fishing efforts (trip),
catches (kg), length (cmFL) and weight (kg) data from 2012-2014. That whole
data have been taken from USAID-IMACS Indonesia with approval of MDPI. In
the fishing seasonal pattern analyzing method used fishing efforts (trip) and
catches (kg) data, meanwhile for length (cmFL) and weight (kg) was used for
frequency distribution and length-weight relation analyzing methods.
The result of first objectives were the optimal fishing effort to catch YFT on
Flores Sea was 44.227 trip, with optimal catches which could be taken was
877.340 kg than the utilization status that was still in had not been optimal
condition.
The result of second objectives were when the fishing seasonal is high on
October-December was dominated by weight than length, when the fishing
seasonal is high on May-July was dominated by length than weight in its growth
charaterictic.
Keywords: Length-weight relation, Labuhan Lombok, Fishing season, Schaefer,
Yellowfin tuna
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB
STATUS PEMANFAATAN PERIKANAN
TUNA MADIDIHANG (Thunnus albacares)
DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LABUHAN LOMBOK
ABGUSTA FAJRI WIRANATA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Perikanan Laut
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si
Judul Tesis : Status Pemanfaatan Perikanan Tuna Madidihang (Thunnus
albacares) di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok
Nama
: Abgusta Fajri Wiranata
NIM
: C451124051
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Budy Wiryawan, MSc
Ketua
Dr Ir Sugeng H. Wisudo, MSi
Anggota
Dr Nimmi Zulbainarni, SPi MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Perikanan Laut
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 19 Juli 2016
Tanggal Lulus:……………….
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul
Status Pemanfaatan Perikanan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di
Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Budy Wiryawan, MSc, Dr Ir
Sugeng Hari Wisudo, MSi dan Dr Nimmi Zulbainarni, SPi MSi selaku
pembimbing yang telah banyak memberi saran dan masukan. Ungkapan
terimakasih juga disampaikan kepada orang tua Saya serta seluruh keluarga atas
segala do’a dan dukungannya. Tidak lupa juga penulis menyampaikan terima
kasih kepada Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) atas
kesempatan magang selama kurang lebih enam bulan, juga kepada Direktur
Utama MDPI yaitu Bapak Aditya Utama, rekan-rekan staf kantor MDPI yaitu
Bang Nanda, Bang Bestson, Bang Wiro, Mba Nuri, Ibu Juli dan Mba Jen, serta
staf lapangan MDPI yaitu Bang Wildan, Bang Juhrin, Bang Bambang, Bang Jo,
Bang Taeran, Bang Riza dan Bang Irwan yang telah banyak membantu dalam
penelitian di Pangkalan Pendaratan Ikan Labuhan Lombok. Terima kasih juga
penulis ucapkan kepada pihak yang membantu dalam penulisan ini yaitu
Muhammad Ihsan, Wildy Kamali, Bang Iqbal, Amelia, Ully Wulandari, Imelda
Agustina dan Mut.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca, peneliti selanjutnya
dan pihak yang berkecimpung di dalamnya.
Bogor, Oktober 2016
Abgusta Fajri Wiranata
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Metode Penelitian
1
1
3
4
4
4
6
2 DESKRIPSI UNIT PENANGKAPAN IKAN YANG DIGUNAKAN
UNTUK MENANGKAP TUNA MADIDIHANG
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan
9
9
9
9
15
15
3 STATUS PEMANFAATAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG
BERDASARKAN MODEL BIOLOGI SCHAEFER
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan
16
16
16
18
19
21
4 DISTRIBUSI FREKUENSI PANJANG DAN BERAT TUNA
MADIDIHANG YANG DIDARATKAN DI PPP LABUHAN
LOMBOK
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan
22
22
22
23
26
27
5 HUBUNGAN PANJANG BERAT TUNA MADIDIHANG YANG
DIDARATKAN DI PPP LABUHAN LOMBOK
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan
28
28
28
29
31
32
6 POLA MUSIM PENANGKAPAN TUNA MADIDIHANG
BERDASARKAN YANG DIDARATKAN DI PPP LABUHAN
LOMBOK
33
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan
33
33
35
35
36
7 PEMBAHASAN UMUM
37
8 SIMPULAN DAN SARAN
42
DAFTAR PUSTAKA
43
LAMPIRAN
48
vii
DAFTAR TABEL
1 Jenis dan sumber data yang dikumpulkan selama penelitian
2 Perbandingan nilai tingkat pemanfaatan dan pengupayaan tuna
madidihang berdasarkan teknik linear dengan pangkat dua
3 Nilai q dan b dari analisis hubungan panjang berat tuna madidihang
yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok periode bulanan selama
tiga tahun
4 Nilai koefisien korelasi dan determinasi dari hasil analisis hubungan
panjang berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan
Lombok
5 Nilai b (gabungan data dari tiga tahun secara bulanan) dari analisis
hubungan panjang berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP
Labuhan Lombok
6 Nilai indeks musim penangkapan (IMP) tuna madidihang yang
didaratkan di PPP Labuhan Lombok
7
19
29
30
31
35
DAFTAR GAMBAR
1
Ilustrasi hubungan antara status pemanfaatan sumberdaya ikan
dengan pengelolaan sumber daya perikanan
2 Tuna madidihang / yellowfin tuna (Thunnus albacares)
3 Perkembangan produksi ikan tuna madidihang dan cakalang yang
didaratkan di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2002-2014
4 Perkembangan hasil tangkapan (kg), upaya penangkapan (trip) dan
hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (kg per trip) dalam
periode bulanan dari tahun 2012 – 2014
5 Ruang lingkup penelitian
6 Lokasi Penelitian
7 Alur metode penelitian
8 Jenis kapal mandar (kanan) dan palkah yang terdapat pada kapal
mandar di PPP Labuhan Lombok (kiri)
9 Ilustrasi posisi ruangan pada kapal mandar di PPP Labuhan Lombok
(Non Skala)
10 Pancing pace-pace (A) dan taber (B)
11 Pancing marabasi
12 Ilustrasi struktur rumpon milik kapal mandar di PPP Labuhan
Lombok (non skala)
13 Ilustrasi proses penangkapan ikan maddihang pada jenis kapal
mandar (non skala)
14 Peta lokasi penangkapan tuna madidihang
15 Perbedaan luas kurva, persamaan dan nilai (Ymsy dan fmsy) fungsi
produksi lestari dari proses analisis hubungan regresi linear sederhana
(atas) dan hubungan kuadratik/polynomial ordo dua (bawah)
16 Grafik frekuensi panjang ikan tuna madidihang yang didaratkan di
PPP Labuhan Lombok dari tahun 2012 - 2014
1
2
3
3
5
6
8
10
10
11
12
13
14
17
19
23
viii
17 Grafik frekuensi berat ikan tuna madidihang yang didaratkan di PPP
Labuhan Lombok dari tahun 2012 – 2014
18 Grafik frekuensi panjang dan berat tuna madidihang yang didaratkan
di PPP Labuhan Lombok (gabungan bulanan selama tiga tahun)
19 Titik penyebaran dari nilai b tuna madidihang periode bulanan selama
tiga tahun setelah diplotkan pada scatter
20 Titik penyebaran dari nilai b tuna madidihang gabungan data dari tiga
tahun secara bulanan diplotkan pada scatter
21 Grafik pola musim penangkapan tuna madidihang yang didaratkan di
PPP Labuhan Lombok
24
25
30
31
35
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data hasil tangkapan / catches (kg) dan upaya penangkapan / efforts
(trip) secara bulanan selama tiga tahun (2012 – 2014) dalam bentuk
tabel
2 Data hasil tangkapan (kg), upaya penangkapan (trip) dan CPUE
tahunan dalam bentuk tabel selama lima tahun (dari tahun 2010
sampai 2014)
3 Distribusi frekuensi ukuran panjang (cmFL) tuna madidihang yang
didaratkan di PPP Labuhan Lombok secara bulanan pada tahun 2012
dalam bentuk tabel
4 Distribusi frekuensi ukuran panjang (cmFL) tuna madidihang yang
didaratkan di PPP Labuhan Lombok secara bulanan pada tahun 2013
dalam bentuk tabel
5 Distribusi frekuensi ukuran panjang (cmFL) tuna madidihang yang
didaratkan di PPP Labuhan Lombok secara bulanan pada tahun 2014
dalam bentuk tabel
6 Pancing pace-pace (atas) dan taber (bawah)
7 Pancing marabasi
8 Gambar beberapa jenis pelampung rumpon yang digunakan oleh
nelayan mandar
9 Alat ukur yang digunakan untuk mengukur panjang ikan cakalang,
tongkol dan baby tuna
10 Alat ukur yang digunakan untuk mengukur panjang dan berat ikan
tuna madidihang
11 Gambar kapal mandar
49
49
49
50
50
51
51
52
52
53
54
DAFTAR ISTILAH
Alat Penangkapan Ikan
: Alat yang dirancang (dibuat) untuk menangkap ikan
Daerah Penangkapan
Ikan
: Suatu lokasi di laut yang diduga banyak ikan sehingga
terjadi operasi penangkapan ikan
Hasil Tangkapan
: Ikan yang didapatkan saat melakukan
penangkapan di daerah penangkapan ikan
Hasil tangkapan per
satuan unit upaya (catch
per unit effort-CPUE)
: Jumlah hasil tangkapan yang diambil dari per unit alat
tangkap atau jumlah trip operasi penangkapan atau
jumlah kapal penangkap ikan
Maximum sustainable
yield (MSY)
: Hasil tangkapan maksimum terhadap sumberdaya ikan
yang berkelanjutan dalam kondisi lestari
Perikanan
: Semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan
lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,
pengolahan sampai dengan pemasaran yang
dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan
Rumpon
: Alat bantu pengumpul ikan yang dipasang dan
ditempatkan di laut yang berfungsi sebagai tempat
mencari makan, memijah dan berlindung ikan
Upaya penangkapan
(effort)
: Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan dalam
periode waktu tertentu
Pancing tangan
(Handline)
: Salah satu jenis alat penangkap ikan yang terdiri atas
penggulung, tali dan mata pancing yang metode
pengoperasiannya sangat sederhana menggunakan tali
yang diulur ke laut disertakan umpan hidup/mati
Tuna madidihang
: Salah satu spesies dari genus Thunini yang memiliki
nama internasional yellowfin tuna dengan kode YFT
dan nama ilmiah Thunnus albacares
Cakalang
: Salah satu spesies dari genus Thunini yang memiliki
nama internasional skipjack tuna dengan kode SKJ
dan nama ilmiah Katsuwonus pelamis
Panjang cagak
: Panjang ikan yang diukur dari mulut sampai sudut
sirip ekor ikan atau biasa disebut juga sebagai fork
length
Analisis regresi
: Teknik statistik yang berguna untuk memeriksa dan
memodelkan hubungan diantara variabel-variabel
operasi
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
“Berbicara status pemanfaatan sumberdaya ikan, maka pembahasannya
tidak terlepas dari sumberdaya manusia yang melakukan pemanfaatan, armada
penangkapan dan [sic] alat tangkap yang digunakan dan besaran produksi yang
dihasilkan …” (Wahyudin 2013:3). Jika status pemanfaatan sumberdaya ikan
tersebut dikaitkan terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan, maka terdapat
hubungan yang erat dan pada akhirnya menghasilkan proyeksi produksi ikan
optimum secara biologi yang dalam Sondita (2010:1.9):
“… pengelolaan sumber daya perikanan lebih memberi perhatian
kepada aspek biologi sumber daya hayati ikan, yaitu penilaian status
sumberdaya ikan (stock assessment). Kegiatan tersebut mencakup
survei perikanan, monitoring kegiatan perikanan, analisis data hasil
tangkapan dan upaya penangkapan ikan (effort), serta parameter
biologi populasi ikan. Hasil dari kegiatan ini adalah informasi biologi
dan status sumber daya ikan, serta rekomendasi tingkat upaya
penangkapan ikan untuk menghasilkan proyeksi produksi ikan yang
optimum secara biologi (yaitu produksi lestari maksimum atau
maximum sustainable yield, MSY) …”.
Ilustrasi yang menggambarkan hubungan antara status pemanfaatan sumberdaya
ikan dengan pengelolaan sumber daya perikanan pada Gambar 1 dibuat untuk
memperjelas gambaran dan pengertiannya.
A
B
Keterangan : A adalah ilustrasi berdasarkan Wahyudin (2013)
B adalah ilustrasi berdasarkan Sondita (2010)
Gambar 1 Ilustrasi hubungan antara status pemanfaatan sumberdaya ikan dengan
pengelolaan sumber daya perikanan
2
Kegiatan mengelola perikanan di Indonesia tentu tidak mudah dalam
merealisasikannya, karena terdapat masalah seperti yang dinyatakan oleh
Zulbainarni (2012:5): bahwa “… Pola pengelolaan perikanan tangkap Indonesia
yang cenderung berorientasi pada produksi mengakibatkan produksi hasil
tangkapan diharapkan terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal tersebut tidak
menutup kemungkinan tidak ada pengendalian pemanfaatan sumberdaya
perikanan sehingga sumber daya tidak terpelihara kelestariannya. Akibatnya,
produksi perikanan akan cenderung menuju atau melebihi titik maximum
sustainable yield (MSY) …”. Terlebih jika orientasi produksi ini tidak
memperhatikan pada suatu spesies tertentu, maka akan terjadi kekeliruan jumlah
dan mungkin bisa mencapai kepunahan dari suatu spesies. Pada tulisan ini akan
membahas status pemanfaatan dan pengelolaan perikanan yang berada di
Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok.
Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok (PPP Labuhan Lombok)
yang terletak di Desa Labuhan Lombok, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten
Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan pelabuhan
perikanan tipe C (Pelabuhan Perikanan Pantai), yang pengelolaannya berada di
bawah pemerintah daerah Provinsi NTB dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) Dinas Kelautan dan Perikanan NTB (Mihardja 2015). PPP Labuhan
Lombok sudah cukup dikenal oleh beberapa kalangan pengusaha perikanan
sebagai pendaratan ikan tuna, tongkol dan cakalang terbesar di Pulau Lombok.
Salah satu dari jenis ikan tersebut yang memiliki produksi terbesar dan dijadikan
sebagai pembatas dalam penelitian ini adalah tuna madidihang.
Ikan tuna madidihang (Thunnus albacares) atau dalam nama internasional
yang dikenal sebagai yellowfin tuna (YFT) (Gambar 2) adalah jenis ikan pelagis
besar yang diketahui sebagai perenang cepat, selalu berkelompok dalam
pergerakannya dan penyebarannya yang hampir berada di seluruh wilayah
pengelolaan perikanan Indonesia. Ikan ini termasuk dalam genus Thunnus, tribe
Thunnini, subfamily Scombrinae, keluarga Scombridae dan memiliki nama ilmiah
Thunnus albacares – Bonnaterre, 1788 (Collette dan Nauen, 1983).
Sumber: Indian Ocean Tuna Comission
Gambar 2 Tuna madidihang / yellowfin tuna (Thunnus albacares)
Pada Gambar 3 menunjukan bahwa tuna madidihang yang didaratkan di
PPP Labuhan Lombok memiliki nilai produksi tertinggi kedua setelah cakalang
yang mendominasi dari tahun 2002 sampai 2014 (PPP Labuhan Lombok 2014).
Frekuensi pendaratan tuna madidihang di PPP Labuhan Lombok juga sangat
sering dan hampir setiap hari dilakukan, tetapi masih terdapat permasalahan
mengenai hasil tangkapan dan upaya penangkapannya yang akan dibahas secara
lengkap pada sub-bab perumusan masalah.
Produksi (kg)
3
2.000.000
1.000.000
0
Tahun
Madidihang
Cakalang
Gambar 3 Perkembangan produksi ikan tuna madidihang dan cakalang yang
didaratkan di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2002-2014
Perumusan Masalah
200.000
y = 590,76x + 20.419,33
100.000
Hasil Tangkapan per
Satuan Upaya
Penangkapan (kg per
trip)
Upaya
Penangkapan
(trip)
Hasil
Tangkapan (kg)
Perumusan masalah pada penelitian ini dirumuskan melalui penelitian
pendahuluan yang dilakukan di PPP Labuhan Lombok. Permasalahan yang ada di
lokasi pada waktu itu (Gambar 4) adalah hasil tangkapan (kg) dan upaya
penangkapan (trip) terhadap sumberdaya tuna madidihang cenderung meningkat
dari tahun 2012 sampai 2014 secara bulanan. Upaya penangkapan yang terus
ditingkatkan, ternyata tidak memberikan peningkatan secara signifikan terhadap
hasil tangkapan. Itulah yang membuat kecenderungan nilai produktivitas alat
tangkap yang digunakan untuk menangkap tuna madidihang sangat berlawanan
dengan kedua hal tersebut.
0
3.000
y = 24,64x + 464,03
2.000
1.000
0
100
y = -0,40x + 34,74
50
Nov
Sep
Jul
Mei
Mar
Jan
Nov
2013
Sep
Jul
Mei
Mar
Jan
2012
Nov
Sep
Jul
Mei
Mar
0
2014
Gambar 4 Perkembangan hasil tangkapan (kg), upaya penangkapan (trip) dan
hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (kg per trip) dalam
periode bulanan dari tahun 2012 – 2014
4
Seharusnya dengan dilakukan penambahan upaya penangkapan, secara
logika hasil tangkapan juga akan meningkat sesuai atau melebihi terhadap model
upaya penangkapannya. Ketersediaan stok sumberdaya ikan tuna madidihang
inilah yang merupakan suatu faktor pembatas baik secara logika maupun
matematis karena tidak dapat dihitung secara pasti berapa ekor yang tersedia di
perairan, dengan luasnya perairan yang menjadi objek penelitian sekaligus daerah
penangkapan ikan bagi armada tuna madidihang di PPP Labuhan Lombok yaitu di
Laut Flores, akan menghasilkan nilai MSY yang hanya merupakan dugaan dari
suatu model matematik berdasarkan kondisi pada saat itu. Berdasarkan
permasalahan yang terjadi pada perikanan tuna madidihang di PPP Labuhan
Lombok menimbulkan pertanyaan pada peneliti bahwa apakah jumlah trip dan
hasil tangkapan yang telah dilakukan selama tiga tahun sudah melebihi dari nilai
MSY atau belum, dan apakah ukuran ikan (panjang dan berat) yang ditangkap
semakin kecil. Maka dari itu, penelitian mengenai status pemanfaatan perikanan
ditambah dengan beberapa aspek biologi dan musim penangkapan tuna
madidihang (Thunnus albacares) yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok perlu
dilakukan.
Tujuan Penelitian
Penjabaran pendahuluan yang bermuara kepada perumusan masalah pada
perikanan tuna madidihang di PPP Labuhan Lombok telah membentuk tujuan
yang akan diperoleh untuk penelitian ini, yaitu:
1
Menduga status pemanfaatan sumberdaya tuna madidihang
2
Identifikasi karakteristik biologi dikaitkan dengan pola musim
penangkapan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan
Lombok
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
sejumlah pihak tentang status pemanfaatan, aspek biologi dan pola musim
penangkapan tuna madidihang agar dapat dijaga kelestariannya, pihak-pihak
tersebut antara lain:
1
Bagi pemerintah daerah dan pihak PPP Labuhan Lombok, diharapkan
dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan
pemanfaatan dan pengelolaan perikanan tuna madidihang yang
optimal dan berkelanjutan.
2
Bagi akademisi, diharapkan tulisan dapat dijadikan sebagai bahan
rujukan untuk penelitian lain, sejenis dan lanjutan dalam upaya
peningkatan mutu akademisi.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 5 dan
dibagi kedalam empat bagian. Keempat lingkup tersebut juga dijadikan sebagai
pemilihan, penyeleksian, asumsi dan pembatas dalam penelitian ini.
Lingkup pertama adalah suatu proses pemilihan nelayan atau armada
penangkapan yang menggunakan pancing tangan sebagai alat tangkapnya.
Penentuan lingkup pertama ini penting dilakukan karena di lokasi penelitian
terdapat tiga jenis armada penangkapan, yaitu armada mandar, penongkol dan
5
pae-pae. Maka ketiga armada tersebut harus diseleksi berdasarkan alat tangkap
yang digunakan. Armada yang menggunakan pancing tangan hanya mandar dan
penongkol, sementara pae-pae adalah armada yang menggunakan alat tangkap
pole and line. Secara otomatis, armada pae-pae tidak akan dibahas lagi pada
paragraph selanjutnya.
Lingkup kedua yaitu lokasi pengoperasian alat tangkap yang diasumsikan di
Laut Flores. Penentuan asumsi lokasi dikarenakan sebagian besar lokasi
penangkapan ikan dari armada mandar dan penongkol berada di Laut Flores,
ditambah dengan kesempatan peneliti mengikuti satu kali trip (8 hari)
penangkapan ikan dengan armada mandar di Laut Flores yaitu perairan yang
terletak di utara Pulau Sumbawa.
Lingkup ketiga yaitu lokasi penangkapan ikan yang ditujukan hanya untuk
menangkap tuna madidihang. Ternyata, kedua armada tersebut memiliki tujuan
hasil tangkapan yang berbeda. Armada mandar hanya bertujuan untuk menangkap
tuna madidihang, sementara armada penongkol menangkap baby tuna, tongkol
dan cakalang. Lingkup ketiga ini menjadi pembatas sekaligus penyeleksian
armada untuk lebih mengkerucut kepada permasalahan. Secara otomatis, armada
penongkol tidak akan dibahas lagi pada paragraph selanjutnya.
Gambar 5
Ruang lingkup penelitian
Lingkup terakhir adalah armada yang menangkap tuna madidihang dan
mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Labuhan Lombok. Sebenarnya, ketiga
armada penangkapan tersebut secara pasti mendaratkan hasil tangkapannya di PPP
Labuhan Lombok, namun hanya armada mandar yang memenuhi kriteria dalam
ruang lingkup pada penelitian ini. Setelah itu, data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah upaya penangkapan, produksi, berat dan panjang ikan.
6
Metode Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Kabupaten Lombok Timur, tepatnya di
PPP Labuhan Lombok. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan Lombok
karena pelabuhan perikanan tersebut merupakan pusat dari kegiatan perikanan
tuna, yang di dalamnya termasuk perikanan tuna madidihang. Dalam kesempatan
itu, peneliti menjadi mahasiswa magang dan memiliki pekerjaan sebagai observer
dan data analis di Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) dari
bulan Agustus sampai Desember 2014. Lokasi yang ditunjukan pada Gambar 6
merupakan tempat pelaksanaan penelitian yang telah dilaksanakan dari bulan
Oktober sampai Desember 2014. Peneliti mengamati kegiatan dari pendaratan di
pelabuhan sampai dengan ke pabrik selama kurang lebih 3 bulan. Tidak hanya itu,
peneliti berkesempatan mengikuti satu kali trip selama 8 hari dalam proses
penangkapan tuna madidihang. Pemilihan lokasi dilakukan melalui beberapa
pertimbangan diantaranya bahwa PPP Labuhan Lombok merupakan pusat
pendaratan ikan tuna di Pulau Lombok, tempat yang memiliki data pendaratan
tuna terlengkap dan paling baik berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan oleh
MDPI.
Gambar 6
Lokasi Penelitian
Kebutuhan data seperti yang sudah disebutkan pada ruang lingkup
penelitian dianalisis untuk menghasilkan sebuah pendugaan terhadap status
pemanfaatan sumberdaya tuna madidihang serta ditujukan dalam mengambil
suatu langkah pengelolaannya dalam mengeksploitasinya. Data yang dikumpulkan
pada penelitian ini dibedakan menjadi dua jenis yaitu data primer dan sekunder.
Data sekunder diperoleh dari United States Agency International
Development-Indonesia Marine and Climate Support-Indonesia (USAID-IMACS
Indonesia), MDPI, PPP Labuhan Lombok dan penelusuran pustaka. Data primer
diperoleh dari hasil pengamatan baik di dalam proses penangkapan ikan, kegiatan
di dalam pelabuhan dan kegiatan di pabrik kepada pihak-pihak terkait khususnya
para nelayan dan pengelola pelabuhan perikanan.
Jenis dan sumber data yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 1. Jenis
data yang digunakan dalam analisis ini adalah data jumlah trip penangkapan ikan,
total produksi (kg), panjang dan berat ikan tuna madidihang dan yang didaratkan
7
di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2010 sampai 2014. Metode pengumpulan
data untuk data primer dilakukan dengan wawancara kepada pihak pengelola PPP
Labuhan Lombok dan mengikuti satu kali trip penangkapan tuna madidihang.
Penentuan dua informasi penting tersebut sangat diperlukan agar tidak terjadi
kehilangan informasi yang sangat dibutuhkan dari pelaku utama yaitu nelayan
yang menangkap tuna madidihang.
Satu kali trip penangkapan dirasa cukup mewakili untuk menjelaskan unit
penangkapan ikan tuna madidihang. Data sekunder diperoleh dari USAID-IMACS
Indonesia, MDPI dan PPP Labuhan Lombok yang hanya selama lima tahun. Data
tersebut diperoleh dengan melakukan pengajuan terlebih dahulu kepada pihak
USAID-IMACS Indonesia dan PPP Labuhan Lombok sebagai pihak utama untuk
memperoleh izin penggunaan data.
Tabel 1
Jenis dan sumber data yang dikumpulkan selama penelitian
Data yang
Jenis Data
Sumber Data
Dikumpulkan
Deskripsi unit
Nelayan dan PPP
Data Primer
penangkapan ikan
Labuhan Lombok
madidihang
USAID-IMACS
Produksi tuna
Indonesia, MDPI dan
madidihang
PPP Labuhan Lombok
Jumlah trip
USAID-IMACS
penangkapan ikan
Data Sekunder
Indonesia dan MDPI
madidihang
Panjang dan berat ikan
USAID-IMACS
madidihang per
Indonesia dan MDPI
produksi
Berdasarkan penjabaran data yang dikumpulkan, maka penelitian ini
menggunakan empat jenis metode analisis data, yaitu analisis biologi Schaefer,
distribusi panjang dan berat, hubungan panjang berat dan analisis pola musim
penangkapan tuna madidihang. Gambar 7 dapat dilihat untuk menggambarkan
alur penelitian.
Analisis model biologi Schaefer pada langkah awalnya digunakan untuk
membuat model persamaan matematika yang berbentuk kuadratik. Setelah
mendapatkan model persamaan matematikanya, model tersebut dapat digunakan
untuk menghitung upaya penangkapan dan hasil tangkapan optimalnya. Penentuan
status sumberdaya tuna madidihang dilakukan dengan menggabungkan nilai
aktual baik upaya penangkapan dan hasil tangkapan di dalam kurva model
matematika Schaefer. Tidak lengkap jika hanya sampai disitu, ada tiga parameter
biologi penting yang harus diketahui untuk menggambarkan kondisi perikanan
tuna madidihang pada saat itu, yaitu pertumbuhan alamiah tuna madidihang
(kelahiran dikurangi kematian), kapasitas daya dukung lingkungannya, dan
koefisien daya tangkapnya. Secara matematis sulit untuk menentukan nilai dugaan
ketiga parameter biologi pada model Schaefer. Oleh karena itu, digunakan metode
Fox untuk membantu dalam menghitung salah satu dari ketiga parameter biologi,
yaitu koefisien daya tangkap. Setelah nilai dugaan koefisien daya tangkap
diketahui, maka dapat dihitung kedua parameter lainnya. Langkah terakhir yaitu
8
menghitung stok/biomassa tuna madidihang untuk melihat apakah ada faktor lain
selain dari ketiga parameter biologi tersebut.
Schaefer dalam mengembangkan konsepnya berdasar pada asumsi bahwa
stok perikanan tersebut bersifat homogen (single stock / satu spesies), fungsi
pertumbuhan yang berbentuk kuadratik dan area yang terbatas (Zulbainarni 2012).
Asumsi yang digunakan oleh Schaefer tersebut juga dijadikan asumsi pada
penelitian ini, spesies ikan yang digunakan adalah ikan tuna madidihang dan area
yang digunakan adalah di Laut Flores. Fungsi kuadratik akan diperoleh setelah
melakukan beberapa perhitungan seperti yang sudah dijelaskan pada alinea
sebelumnya.
Analisis pola karateristik biologi dibagi lagi ke dalam dua metode analisis,
yaitu analisis pola distribusi frekuensi panjang dan berat dan analisis pola
hubungan panjang berat tuna madidihang yang didaratkan selama tiga tahun
secara periode bulanan. Analisis pola distribusi frekuensi panjang dan berat
menggunakan metode Sturgess dan metode sebaran normal Sparre dan Venema
tahun 1998. Analisis ini digunakan untuk melihat penyebaran ukuran tuna
madidihang yang didaratkan secara bulanan dalam periode tiga tahun, tetapi untuk
menyesuaikan terhadap pola musim penangkapan harus dilakukan penggabungan
secara bulanan yang menghasilkan bentuk pola penyebaran selama satu tahun. Hal
tersebut juga sama dilakukan dalam analisis pola hubungan panjang berat.
Sementara analisis pola hubungan panjang berat menggunakan rumus Le Cren.
Analisis pola musim penangkapan menggunakan deret waktu (time series)
secara bulanan selama tiga tahun dalam pengolahan datanya. Akhir analisis ini
dapat mengidentifikasi musim penangkapan yang merefleksikan tinggi rendahnya
penangkapan dan musim tuna madidihang dalam setahun.
Gambar 7
Alur metode penelitian
9
2
DESKRIPSI UNIT PENANGKAPAN IKAN YANG
DIGUNAKAN UNTUK MENANGKAP TUNA
MADIDIHANG
Pendahuluan
Sebelum lebih jauh membahas mengenai pencapaian tujuan yang berada
pada penelitian ini, ada baiknya untuk mendeskripsikan unit penangkapan yang
digunakan untuk menangkap tuna madidihang dan yang juga mendaratkannya di
PPP Labuhan Lombok. Pendeskripsian unit penangkapan bertujuan untuk
memberikan gambaran mengenai dengan apa dan bagaimana caranya untuk
menangkap yang dilakukan oleh nelayan dan mendaratkan tuna madidihang di
PPP Labuhan Lombok.
Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya dalam melakukan proses penangkapan ikan. Unit
penangkapan seperti kapal, alat tangkap dan nelayan akan dibahas pada bab ini
sebagai tambahan informasi siapa, alat apa, bagaimana cara dan kapal apa yang
digunakan dalam menangkap tuna madidihang. Isi dalam bab ini hanya berisi
deskripsi unit penangkapan yang melakukan penangkapan dan pendaratan tuna
madidihang di PPP Labuhan Lombok.
Data pertama yang digunakan pada bab ini adalah informasi kapal yang
meliputi denah, luas dan ciri khas dari kapal yang khusus menangkap tuna
madidihang. Kedua adalah mengenai alat tangkap yang digunakan juga meliputi
jenis alat tangkap dan cara pengoperasiannya. Ketiga adalah nelayan, maka
pendeskripsiannya mengenai asal usul, pembagian tugas saat berada di kapal, saat
menangkap ikan dan pendidikannya. Sumber dari ketiga data tersebut adalah
nelayan yang secara langsung menangkap tuna madidihang dan pihak PPP
Labuhan Lombok yang diperoleh dengan cara observasi secara langsung,
pengamatan dan wawancara. Berdasarkan penjabaran di atas, maka
pendeskripsian dalam menjelaskan ciri-ciri kapal, alat tangkap yang digunakan
dan nelayan untuk menangkap tuna madidihang berdasarkan yang didaratkan di
PPP Labuhan Lombok penting dilakukan.
Metode
Jenis data yang digunakan pada bab ini adalah data primer yang dilakukan
dengan wawancara kepada pihak pengelola PPP Labuhan Lombok dan mengikuti
satu kali trip (8 hari) penangkapan tuna madidihang. Penentuan dua informasi
penting tersebut sangat diperlukan agar tidak terjadi kehilangan informasi yang
sangat dibutuhkan dari pelaku utama yaitu nelayan yang menangkap tuna
madidihang.
Hasil
Jenis kapal yang khusus menangkap tuna madidihang adalah jenis kapal
mandar (Gambar 8). Kapal mandar memiliki ciri-ciri yaitu panjang kapal 10 – 15
meter, lebar kapal 2 – 3 meter, tinggi kapal 3 – 4 meter atau dengan kata lain
bahwa ukuran kapal mandar tidak lebih dari 15 GT. Ciri paling umum yang
dimiliki oleh kapal mandar adalah memiliki sampan yang hanya dapat
dioperasikan oleh satu orang. Sampan selalu terlihat di atas dan di pinggir palkah
ikan serta terkadang terapung namun terikat pada kapal. Jumlah sampan di kapal
10
dapat bervariasi tetapi rata-rata 5-7 sampan dan dapat merepresentasikan jumlah
ABK yang melaut. Semua kapal mandar di PPP Labuhan Lombok memiliki dua
mesin, yaitu mesin utama dan mesin bantu.
Kapal mandar memiliki palkah ikan yang terbuat dari fiber dan memiliki
tutup berbahan kayu (Gambar 8). Jumlah palkah pada kapal berkisar 3 – 4 palkah
yang keseluruhannya memiliki daya tampung 1,5 – 2 ton. Pada saat melakukan
trip penangkapan, palkah ikan dijadikan tempat untuk menyimpan es balok.
Jumlah es balok yang dibawa dalam satu trip penangkapan yaitu antara 70 – 110
balok.
Palkah ikan
Gambar 8
Jenis kapal mandar (kanan) dan palkah yang terdapat pada
kapal mandar di PPP Labuhan Lombok (kiri)
Kapal mandar memiliki ruang istirahat, ruang kemudi, ruang masak dan
ruang mesin (Gambar 9). Ruang istirahat berada di haluan dan buritan kapal.
Ruang kemudi berada di buritan. Ruang masak berada di buritan, ruangan ini juga
merupakan tempat penyimpanan perbekalan baik air bersih, bahan bakar dan
bahan makanan. Ruang mesin berada di bawah ruang istirahat yang berada di
buritan dan ruang kemudi. Ruang istirahat bagian buritan dan ruang kemudi
adalah satu ruang.
Gambar 9
Ilustrasi posisi ruangan pada kapal mandar di PPP Labuhan
Lombok (Non Skala)
Alat tangkap yang digunakan setiap anggota pada kapal mandar adalah
pancing tangan. Pengoperasian pancing tangan oleh kapal mandar dilakukan di
atas sampan di lokasi penangkapan (sekitar rumpon). Secara umum, pancing
11
tangan di PPP Labuhan Lombok menggunakan umpan tiruan dan umpan yang
terbuat dari daging ikan.
Ada 2 jenis umpan buatan yaitu pancing pace-pace dan taber (Gambar 10).
Dua jenis umpan buatan dikhususkan untuk mendapatkan ikan umpan (cakalang
dan baby tuna). Pancing pace-pace menggunakan umpan tiruan yang jumlah mata
pancingnya berkisar 1-9 mata pancing. Penggunaan pancing pace-pace yaitu
dengan cara ditonda. Pancing taber menggunakan umpan tiruan yang jumlah mata
pancingnya lebih dari 9 mata pancing. Penggunaan pancing taber yaitu dengan
cara ditonda ataupun dicoping. Kedua jenis pancing tersebut memiliki panjang tali
utama antara 15-25 meter. Tali utama terbuat dari bahan nilon. Nomor mata
pancing yang digunakan adalah ukuran 6-8.
Gambar 10
Pancing pace-pace (A) dan taber (B)
12
Ikan umpan yang telah didapatkan dipotong-potong berbentuk kubus untuk
memancing ikan madidihang yang memiliki berat lebih dari 10 kg. Jenis pancing
yang menggunakan daging ikan ini disebut pancing marabasi (Gambar 11).
Pancing marabasi menggunakan tali utama berbahan nilon dan ukuran mata
pacing dengan nomor 1-3. Pada mata pancing disusun 5-6 daging ikan yang sudah
dipotong-potong berbentuk kubus.
Gambar 11
Pancing marabasi (non skala)
Proses penangkapan yang dilakukan oleh anggota dari kapal mandar berada
di sekitar rumpon. Rumpon yang digunakan oleh nelayan kapal mandar tersusun
dari pelampung, tali, daun kelapa dan pemberat. Pelampung rumpon terbuat dari
sterofom yang disusun menyerupai balok sehingga berukuran 2,5 meter x 1 meter.
Pada sisi-sisinya diikatkan ban-ban bekas yang berfungsi sebagai tempat
mengaitkan tali utama rumpon, tali daun kelapa dan tali kapal. Tali utama rumpon
memiliki panjang antara 1.000 – 3.000 meter dan bervariasi berdasarkan pada
dalamnya perairan tempat rumpon dipasang. Pemberat yang digunakan pada
rumpon tersebut terbuat dari beton yang memiliki berat 75 kg/pemberat. Daun
kelapa diikatkan di tali dan di pasang sekitar 5 meter ke dalam air. Gambar 12
adalah bentuk pelampung dan ilustrasi struktur rumpon milik nelayan kapal
mandar di PPP Labuhan Lombok.
13
Gambar 12
Ilustrasi struktur rumpon milik kapal mandar di PPP Labuhan
Lombok (non skala)
Umumnya, satu unit rumpon hanya dapat digunakan paling sedikit 5
armada kapal mandar dalam satu perusahaan. Rumpon yang dipasang di laut
dimaksudkan untuk mempermudah dalam menentukan daerah penangkapan ikan
agar tidak perlu berburu ikan. Dengan kata lain, posisi rumpon merupakan daerah
penangkapan ikan bagi nelayan pancing tangan. Pada saat kapal tiba di lokasi
rumpon, salah satu ABK kapal langsung mendayung sampan ke rumpon untuk
mengikatkan tali kapal di rumpon. Setelah terikat, seluruh anggota
mempersiapkan seluruh alat pancing mereka untuk menangkap ikan.
Lokasi rumpon milik kapal mandar berada di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 713 karena ikan yang dijadikan
target penangkapan utama adalah ikan madidihang yang beratnya lebih dari 10 kg.
Berdasarkan wawancara, bahwa di lokasi WPPNRI 713 tangkapan utama lebih
dominan, untuk lokasi lebih tepatnya pemasangan rumpon sangat dirahasiakan
oleh nelayan kapal mandar. WPPNRI 713 meliputi perairan Selat Makassar, Teluk
Bone, Laut Flores dan Laut Bali. Lokasi pemasangan rumpon banyak dipasang di
14
Laut Flores dan Laut Bali, dengan kata lain kurang lebih berjarak 12 – 100 mil
dari PPP Labuhan Lombok. Jarak 12 mil dari daratan terdekat merupakan suatu
aturan yang harus dilaksanakan oleh setiap unit penangkapan yang menggunakan
rumpon.
Proses pemancingan dibagi kedalam 2 tahap, tahap pertama yaitu proses
pemancingan untuk menangkap umpan (cakalang dan baby tuna). Proses ini
dilakukan oleh seluruh nelayan, namun dalam prakteknya sangat terlihat jelas
bahwa ada seorang nelayan yang memiliki keahlian khusus dalam tahap pertama
ini. Salah satu indikator yang dapat terlihat jelas adalah kepemilikan pancing
dengan ukuran mata pancing nomor 6-8 dan umpan tiruan dengan jumlah yang
sangat banyak. Tidak hanya itu, dilihat dari hasil tangkapan yang didapat baik
cakalang dan baby tuna adalah paling sering dan banyak. Tahap kedua yaitu
proses pemancingan untuk menangkap ikan tuna besar. Proses ini juga dilakukan
oleh seluruh anggota.
Proses pemancingan baik untuk memancing ikan umpan dan ikan utama
menggunakan sampan dengan jarak 300-500 meter dari rumpon. Ilustrasi proses
penangkapan jenis kapal mandar ditunjukan pada Gambar 13. Sampan hanya
dapat dikendarai oleh satu orang. Jika ikan umpan yang didapat maka
dikumpulkan dahulu di sampan dan jika ikan utama langsung dibawa ke kapal
untuk dilakukan pembersihan dan penyimpanan di palkah ikan..
Gambar 13 Ilustrasi proses penangkapan ikan maddihang pada jenis kapal
mandar (non skala)
Rata-rata nelayan kapal mandar di PPP Labuhan Lombok merupakan
nelayan andon (nelayan pendatang) yang sebagian besar dari Sulawesi Selatan dan
Barat, dan sebagian kecil adalah penduduk asli Lombok Timur. Nelayan tersebut
melakukan kegiatan melaut selama 5-14 hari dalam satu kali trip dan tergantung
terhadap banyaknya hasil tangkapan yang telah mereka dapatkan.
Jumlah nelayan yang dibutuhkan dalam operasi penangkapan pada kapal
mandar dapat diketahui dari sampan/kano yang berada di kapal. Jumlah nelayan
pada kapal mandar rata-rata 5-7 orang. Anggota untuk satu kapal tidak dapat
digantikan oleh orang lain tetapi dapat bertambah. Pemilik kapal sudah membuat
perencanaan sebelum memutuskan untuk membeli kapal dan ada pertimbangan
khusus yang tidak dijelaskan dalam menentukan anggotanya. Struktur pembagian
kerja sudah sangat baik, pemilik kapal bertugas sebagai juru mudi merangkap
nakhoda, sedangkan sisanya adalah sebagai ABK biasa. Tugas dari masingmasing anggota dapat dimengerti ketika proses penangkapan ikan.
15
Nelayan kapal mandar di PPP Labuhan Lombok yang sebagai penduduk asli
dapat menguasai cara memancing dengan tangan di atas sampan melalui belajar
sendiri dan mengamati para nelayan andon. Tidak ada nelayan yang belajar secara
formal untuk menangkap ikan dengan cara tersebut. Pendidikan akhir rata-rata
dari nelayan mandar adalah sekolah dasar (SD).
Pembahasan
Jenis kapal yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap pancing
tangan dengan hasil tangkapan tuna madidihang di PPI Labuhan Lombok dikenal
dengan jenis kapal mandar. Kapal mandar sangat mirip disain dan bentuk
kapalnya dengan perahu generasi setelah sande’, yaitu jenis perahu kappal dan
bodi-bodi yang berasal dari Sulawesi Selatan. Jenis kapal mandar pertama kali
diperkenalkan oleh suku Mandar, seperti yang dituliskan oleh Alimuddin
(2005:34-35):
“… Kappal adalah jenis perahu penangkap ikan terbesar yang
sekarang dipakai di Sabang Subik dan sekitarnya, … Bodi-bodi atau
biasa juga dinamakan Kappal-kappal (kappal yang berukuran kecil)
adalah perahu yang bentuk lambungnya disesuaikan dengan
penggunaan mesin sebagai penggerak utama, … jenis perahu ini
muncul ketika mesin mulai banyak digunakan oleh nelayan Mandar
untuk memancing di tengah laut …”
Nama/jenis kapal penangkap ikan yang digunakan untuk mengoperasikan
alat tangkap pancing dengan hasil tangkapan tuna memiliki nama berbeda di tiap
daerah di Indonesia, di PPI Puger disebut skoci (Sari 2014). Ukuran kapal yang
digunakan untuk menangkap tuna madidihang tidak hanya berukuran di bawah 20
GT seperti pada (Halim 2005, Alimina 2005, Hermawan 2012, Tawari 2013),
tetapi ada juga yang di atas 1.000 GT yaitu seperti pada penelitian Waas (2004)
kapal berukuran 1.025 GT dengan panjang 1.800 m dan lebar 300 m dioperasikan
di Kabupaten Biak, Papua.
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap tuna madidihang di perairan
Indonesia tidak hanya menggunakan pancing ulur atau pancing tangan seperti
pada penelitian ini, Hermawan (2012) dan Tawari (2013), tetapi ada yang
menggunakan rawai (Ollivia 2002), pukat cincin (Ollivia 2002, Waas 2004),
pancing tonda (Tadjuddah 2005, Halim 2005, Alimina 2005, La Abukena 2006,
Tawari 2013).
Kesimpulan
Kapal yang digunakan untuk operasi penangkapan ikan berupa tuna
madidihang adalah kapal yang memiliki ciri-ciri yaitu panjang 10 – 15 m, lebar 2
– 3 m, tinggi 3 – 4 m atau dengan kata lain bahwa ukuran kapal tidak lebih dari 20
GT dan terdapat sejumlah sampan yang merepresentasikan jumlah awak kapal.
Sampan tersebutlah yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap tuna
madidihang. Alat tangkap yang digunakan adalah pancing tangan atau biasa
disebut juga dengan pancing ulur (hand line). Lokasi penangkapan ikan sudah
ditentukan oleh nelayan, karena di lokasi tersebut sudah dipasang rumpon yang
dicatat posisinya dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Lokasi
penangkapan ikan yang biasanya berada di Laut Flores.
16
3
STATUS PEMANFAATAN PERIKANAN TUNA
MADIDIHANG BERDASARKAN MODEL BIOLOGI
SCHAEFER
Pendahuluan
Status pemanfaatan suatu sumberdaya ikan laut sangat penting dilakukan,
karena dengan mengetahuinya dapat diduga apakah upaya penangkapan yang
telah dilakukan terhadap suatu sumberdaya tersebut kurang optimal, sudah
optimal atau telah berlebih. Pemanfaatan terhadap suatu sumberdaya yang tidak
dikelola dengan baik seperti eksploitasi yang berlebih akan mengancam
kelestariannya, bahkan akan memberikan dampak yang sangat buruk terhadap
ekonomi dan sosial nelayan. Metode analisis status pemanfaatan menggunakan
model biologi Schaefer.
Schaefer dalam mengembangkan konsepnya berdasarkan pada asumsi
bahwa stok perikanan tersebut bersifat homogen (single stock / spesies), fungsi
pertumbuhan yang logistik dan area terbatas (Zulbainarni 2012). Pada bab 2 telah
dijabarkan bahwa keseluruhan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan
Lombok ditangkap menggunakan pancing tangan, dengan mengasumsikan lokasi
penangkapannya berada di Laut Flores. Asumsi yang digunakan oleh Schaefer di
modelnya sudah mencukupi pada bab ini, yaitu stok homogen perikanan yang
dipilih adalah tuna madidihang, menggunakan fungsi logistik yang akan
dijelaskan pada metode dan Laut Flores sebagai area yang dibatasi.
Model biologi Schaefer sering digunakan dan dianggap sebagai metode
paling mudah oleh beberapa ahli dan peneliti dalam menganalisis status
pemanfaatan perikanan yang ditujukan untuk menentukan nilai sustainable yield
dengan tujuan akhir adalah pengelolaan, tetapi dalam kenyataannya terdapat
beberapa kekeliruan di dalam proses analisis yang masih terus dipertahankan
hingga saat ini. Kekeliruan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap nilai dan
indikator biologi dan jika dilanjutkan ke dalam analisis sosial dan ekonomi diduga
akan sangat merugikan kepada pihak yang berkecimpung di dalamnya. Maka dari
itu, tujuan pada bab ini adalah untuk menemukan titik penting dalam proses
analisis model Schaefer, menemukan teknik proses analisis model Schaefer yang
paling baik secara logika, menghitung nilai sustainable yield (hmsy dan Emsy) dan
menduga status pemanfaatan perikanan tuna madidihang.
Metode
Jenis data yang digunakan pada bab ini adalah data sekunder. Data yang
digunakan dalam analisis ini adalah data jumlah trip penangkapan ikan, total
produksi (kg) ikan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok
dari tahun 2010 sampai 2014. Data sekunder diperoleh dari USAID-IMACS
Indonesia, MDPI dan PPP Labuhan Lombok selama lima tahun. Analisis pada bab
ini menggunakan model biologi Schaefer.
Schaefer dalam mengembangkan konsepnya berdasarkan pada asumsi
bahwa stok perikanan tersebut bersifat homogen (single stock atau spesies), fungsi
pertumbuhan yang kuadratik dan area yang terbatas (Zulbainarni 2012). Sehingga
dalam penelitian ini hanya menggunakan tuna madidihang sebagai stok perikanan
yang homogen, lokasi penangkapan yang dilakukan di Laut Flores (Gambar 14)
dan fungsi kuadratik sebagai berikut seperti dalam Sparre dan Venema (1999):
17
(
)
(
)
Sehingga untuk menentukan nilai parameter fungsi produksi lestari (a dan
b) yang biasa digunakan untuk persamaan (1) yaitu:
Proses hubungan regresi linear antara upaya penangkapan (
tangkapan per upaya penangkapan (
) dengan hasil
), seperti yang dijelaskan dalam Sparre
dan Venema (1999), Fauzi (2010) dan Zulbainarni (2012):
Persamaan (2) memperlihatkan bahwa jika melalui proses regresi linear,
maka ruas kiri dan kanan dari sama dengan pada Persamaan (1) dibagi oleh
.
Sehingga, perhitungan parameter (a dan b) dalam Siagi
TUNA MADIDIHANG (Thunnus albacares)
DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LABUHAN LOMBOK
ABGUSTA FAJRI WIRANATA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Status Pemanfaatan
Perikanan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di Pelabuhan Perikanan
Pantai Labuhan Lombok adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016
Abgusta Fajri Wiranata
NIM C451124051
RINGKASAN
ABGUSTA FAJRI WIRANATA. Status Pemanfaatan Perikanan Tuna
Madidihang (Thunnus albacares) di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan
Lombok. Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN, SUGENG HARI WISUDO dan
NIMMI ZULBAINARNI.
Penilaian status pemanfaatan terhadap sumberdaya tuna madidihang yang
berasal dari Laut Flores sangat penting dilakukan. Penilaian status pemanfaatan
dapat menduga apakah upaya penangkapan yang telah dilakukan terhadap
sumberdaya tuna madidihang belum optimal, sudah optimal atau telah berlebih.
Pada penelitian ini, Laut Flores yang tepat berada di bagian utara Pulau Sumbawa
dijadikan suatu asumsi dasar lokasi penangkapan bagi seluruh tuna madidihang
yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok (PPP Labuhan
Lombok) dari tahun 2012-2014.
Pada penelitian pendahuluan terdapat suatu kasus yang sedang terjadi di
PPP Labuhan Lombok, yaitu hasil tangkapan (kg) yang didaratkan di PPP
Labuhan Lombok dan upaya penangkapan (trip) yang dilakukan di Laut Flores
terhadap sumberdaya tuna madidihang cenderung meningkat, tetapi produktivitas
(hasil tangkapan per upaya penangkapan) menurun dari tahun 2012-2014 secara
bulanan. Data yang digunakan pada penelitian pendahuluan ini berasal dari
USAID-IMACS Indonesia dengan persetujuan dari Yayasan Masyarakat dan
Perikanan Indonesia (MDPI).
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini memiliki dua tujuan utama
yaitu sebagai berikut: (1) menentukan upaya penangkapan dan hasil tangkapan
optimal serta menduga status pemanfaatan sumberdaya tuna madidihang; (2)
mengidentifikasi pola musim penangkapan terkait hubungan karakteristik biologi
tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok.
Data yang digunakan untuk analisis tujuan pertama adalah data upaya
penangkapan (trip) dan hasil tangkapan (kg) dari tahun 2010-2014. Data dari
tahun 2010-2011 diperoleh dari pihak PPI Labuhan Lombok dan untuk tahun
2012-2014 diperoleh dari USAID-IMACS Indonesia dengan persetujuan dari
MDPI. Metode analisis yang digunakan adalah model biologi Schaefer yang tanpa
melalui proses linearisasi.
Data yang digunakan untuk analisis tujuan kedua adalah data upaya
penangkapan (trip), hasil tangkapan (kg), panjang dan berat dari tahun 2012-2014.
Keseluruhan data tersebut diperoleh dari USAID-IMACS Indonesia dengan
persetujuan dari MDPI. Data upaya penangkapan (trip) dan hasil tangkapan (kg)
digunakan pada metode analisis pola musim penangkapan, semetara data panjang
dan berat digunakan untuk metode analisis distribusi frekuensi dan hubungan
panjang berat.
Hasil analisis dari tujuan yang pertama adalah bahwa upaya penangkapan
yang optimal untuk menangkap tuna madidihang di Laut Flores sebesar 44.227
trip, dengan hasil tangkapan optimal yang berupa tuna madidihang sebesar
877.340 kg, serta status pemanfaatan yang masih dalam kondisi belum optimal.
Hasil analisis dari tujuan yang kedua adalah bahwa pada saat musim
penangkapan tinggi yang terjadi di bulan Oktober – Desember memiliki
karakteristik pertumbuhan berat yang lebih dominan dibandingkan dengan
pertumbuhan panjang. Tetapi pada saat musim penangkapan tinggi yang terjadi di
bulan Mei – Juli, karakteristik pertumbuhan panjang yang lebih dominan
dibandingkan dengan pertumbuhan berat.
Kata kunci: Hubungan panjang berat, Labuhan Lombok, Musim penangkapan
ikan, Schaefer, Tuna madidihang
SUMMARY
ABGUSTA FAJRI WIRANATA. Utilization Status of Yellowfin Tuna (Thunnus
albacares) Fishery at Labuhan Lombok Coastal Fishing Port. Supervised by
BUDY WIRYAWAN, SUGENG HARI WISUDO and NIMMI ZULBAINARNI.
The assessment of utiliziation status of yellowfin tuna (YFT) resources
which catched from Flores Sea is very important to be done, because with
knowing it could be guessed that how the fishing effort have not been optimal,
have been optimal or over. In this study, Flores Sea is exact in the northern of
Sumbawa Island became a fishing location base assumption for all yellowfin tuna
which was landed in Labuhan Lombok Coastal Fishing Port (Labuhan Lombok
CFP) from 2012-2014.
In the preliminary study there was a case which happened in Labuhan
Lombok CFP, that catches (kg) was landed at Labuhan Lombok CFP and fishing
effort (kg) was done on Flores Sea tending to increase respectively towards YFT
resource, but the productivity (catch per unit fishing effort) decreased from 20122014 monthly. Data used in this preliminary study was from USAID-IMACS
Indonesia with approval of Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia
(MDPI).
This study has two main objectives that include the following: (1) to
determine the optimal fishing effort and catches and to assess resource utilization
status of YFT; (2) to identify fishing seasonal pattern related to biology
characteristic relation of YFT was landed at Labuhan Lombok CFP.
Data used for analyzing of first objective were fishing efforts (trip) and
catches (kg) from 2010-2014. Data year 2010-2011 had been taken from Labuhan
Lombok Fish Landing Site party and 2012-2014 from USAID-IMACS Indonesia
with approval of MDPI. Analyzing method in this first objective was Schaefer
biology model which was without linearization process.
Data used for analyzing of second objective were fishing efforts (trip),
catches (kg), length (cmFL) and weight (kg) data from 2012-2014. That whole
data have been taken from USAID-IMACS Indonesia with approval of MDPI. In
the fishing seasonal pattern analyzing method used fishing efforts (trip) and
catches (kg) data, meanwhile for length (cmFL) and weight (kg) was used for
frequency distribution and length-weight relation analyzing methods.
The result of first objectives were the optimal fishing effort to catch YFT on
Flores Sea was 44.227 trip, with optimal catches which could be taken was
877.340 kg than the utilization status that was still in had not been optimal
condition.
The result of second objectives were when the fishing seasonal is high on
October-December was dominated by weight than length, when the fishing
seasonal is high on May-July was dominated by length than weight in its growth
charaterictic.
Keywords: Length-weight relation, Labuhan Lombok, Fishing season, Schaefer,
Yellowfin tuna
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB
STATUS PEMANFAATAN PERIKANAN
TUNA MADIDIHANG (Thunnus albacares)
DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LABUHAN LOMBOK
ABGUSTA FAJRI WIRANATA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Perikanan Laut
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si
Judul Tesis : Status Pemanfaatan Perikanan Tuna Madidihang (Thunnus
albacares) di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok
Nama
: Abgusta Fajri Wiranata
NIM
: C451124051
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Budy Wiryawan, MSc
Ketua
Dr Ir Sugeng H. Wisudo, MSi
Anggota
Dr Nimmi Zulbainarni, SPi MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Perikanan Laut
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 19 Juli 2016
Tanggal Lulus:……………….
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul
Status Pemanfaatan Perikanan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di
Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Budy Wiryawan, MSc, Dr Ir
Sugeng Hari Wisudo, MSi dan Dr Nimmi Zulbainarni, SPi MSi selaku
pembimbing yang telah banyak memberi saran dan masukan. Ungkapan
terimakasih juga disampaikan kepada orang tua Saya serta seluruh keluarga atas
segala do’a dan dukungannya. Tidak lupa juga penulis menyampaikan terima
kasih kepada Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) atas
kesempatan magang selama kurang lebih enam bulan, juga kepada Direktur
Utama MDPI yaitu Bapak Aditya Utama, rekan-rekan staf kantor MDPI yaitu
Bang Nanda, Bang Bestson, Bang Wiro, Mba Nuri, Ibu Juli dan Mba Jen, serta
staf lapangan MDPI yaitu Bang Wildan, Bang Juhrin, Bang Bambang, Bang Jo,
Bang Taeran, Bang Riza dan Bang Irwan yang telah banyak membantu dalam
penelitian di Pangkalan Pendaratan Ikan Labuhan Lombok. Terima kasih juga
penulis ucapkan kepada pihak yang membantu dalam penulisan ini yaitu
Muhammad Ihsan, Wildy Kamali, Bang Iqbal, Amelia, Ully Wulandari, Imelda
Agustina dan Mut.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca, peneliti selanjutnya
dan pihak yang berkecimpung di dalamnya.
Bogor, Oktober 2016
Abgusta Fajri Wiranata
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Metode Penelitian
1
1
3
4
4
4
6
2 DESKRIPSI UNIT PENANGKAPAN IKAN YANG DIGUNAKAN
UNTUK MENANGKAP TUNA MADIDIHANG
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan
9
9
9
9
15
15
3 STATUS PEMANFAATAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG
BERDASARKAN MODEL BIOLOGI SCHAEFER
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan
16
16
16
18
19
21
4 DISTRIBUSI FREKUENSI PANJANG DAN BERAT TUNA
MADIDIHANG YANG DIDARATKAN DI PPP LABUHAN
LOMBOK
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan
22
22
22
23
26
27
5 HUBUNGAN PANJANG BERAT TUNA MADIDIHANG YANG
DIDARATKAN DI PPP LABUHAN LOMBOK
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan
28
28
28
29
31
32
6 POLA MUSIM PENANGKAPAN TUNA MADIDIHANG
BERDASARKAN YANG DIDARATKAN DI PPP LABUHAN
LOMBOK
33
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan
33
33
35
35
36
7 PEMBAHASAN UMUM
37
8 SIMPULAN DAN SARAN
42
DAFTAR PUSTAKA
43
LAMPIRAN
48
vii
DAFTAR TABEL
1 Jenis dan sumber data yang dikumpulkan selama penelitian
2 Perbandingan nilai tingkat pemanfaatan dan pengupayaan tuna
madidihang berdasarkan teknik linear dengan pangkat dua
3 Nilai q dan b dari analisis hubungan panjang berat tuna madidihang
yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok periode bulanan selama
tiga tahun
4 Nilai koefisien korelasi dan determinasi dari hasil analisis hubungan
panjang berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan
Lombok
5 Nilai b (gabungan data dari tiga tahun secara bulanan) dari analisis
hubungan panjang berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP
Labuhan Lombok
6 Nilai indeks musim penangkapan (IMP) tuna madidihang yang
didaratkan di PPP Labuhan Lombok
7
19
29
30
31
35
DAFTAR GAMBAR
1
Ilustrasi hubungan antara status pemanfaatan sumberdaya ikan
dengan pengelolaan sumber daya perikanan
2 Tuna madidihang / yellowfin tuna (Thunnus albacares)
3 Perkembangan produksi ikan tuna madidihang dan cakalang yang
didaratkan di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2002-2014
4 Perkembangan hasil tangkapan (kg), upaya penangkapan (trip) dan
hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (kg per trip) dalam
periode bulanan dari tahun 2012 – 2014
5 Ruang lingkup penelitian
6 Lokasi Penelitian
7 Alur metode penelitian
8 Jenis kapal mandar (kanan) dan palkah yang terdapat pada kapal
mandar di PPP Labuhan Lombok (kiri)
9 Ilustrasi posisi ruangan pada kapal mandar di PPP Labuhan Lombok
(Non Skala)
10 Pancing pace-pace (A) dan taber (B)
11 Pancing marabasi
12 Ilustrasi struktur rumpon milik kapal mandar di PPP Labuhan
Lombok (non skala)
13 Ilustrasi proses penangkapan ikan maddihang pada jenis kapal
mandar (non skala)
14 Peta lokasi penangkapan tuna madidihang
15 Perbedaan luas kurva, persamaan dan nilai (Ymsy dan fmsy) fungsi
produksi lestari dari proses analisis hubungan regresi linear sederhana
(atas) dan hubungan kuadratik/polynomial ordo dua (bawah)
16 Grafik frekuensi panjang ikan tuna madidihang yang didaratkan di
PPP Labuhan Lombok dari tahun 2012 - 2014
1
2
3
3
5
6
8
10
10
11
12
13
14
17
19
23
viii
17 Grafik frekuensi berat ikan tuna madidihang yang didaratkan di PPP
Labuhan Lombok dari tahun 2012 – 2014
18 Grafik frekuensi panjang dan berat tuna madidihang yang didaratkan
di PPP Labuhan Lombok (gabungan bulanan selama tiga tahun)
19 Titik penyebaran dari nilai b tuna madidihang periode bulanan selama
tiga tahun setelah diplotkan pada scatter
20 Titik penyebaran dari nilai b tuna madidihang gabungan data dari tiga
tahun secara bulanan diplotkan pada scatter
21 Grafik pola musim penangkapan tuna madidihang yang didaratkan di
PPP Labuhan Lombok
24
25
30
31
35
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data hasil tangkapan / catches (kg) dan upaya penangkapan / efforts
(trip) secara bulanan selama tiga tahun (2012 – 2014) dalam bentuk
tabel
2 Data hasil tangkapan (kg), upaya penangkapan (trip) dan CPUE
tahunan dalam bentuk tabel selama lima tahun (dari tahun 2010
sampai 2014)
3 Distribusi frekuensi ukuran panjang (cmFL) tuna madidihang yang
didaratkan di PPP Labuhan Lombok secara bulanan pada tahun 2012
dalam bentuk tabel
4 Distribusi frekuensi ukuran panjang (cmFL) tuna madidihang yang
didaratkan di PPP Labuhan Lombok secara bulanan pada tahun 2013
dalam bentuk tabel
5 Distribusi frekuensi ukuran panjang (cmFL) tuna madidihang yang
didaratkan di PPP Labuhan Lombok secara bulanan pada tahun 2014
dalam bentuk tabel
6 Pancing pace-pace (atas) dan taber (bawah)
7 Pancing marabasi
8 Gambar beberapa jenis pelampung rumpon yang digunakan oleh
nelayan mandar
9 Alat ukur yang digunakan untuk mengukur panjang ikan cakalang,
tongkol dan baby tuna
10 Alat ukur yang digunakan untuk mengukur panjang dan berat ikan
tuna madidihang
11 Gambar kapal mandar
49
49
49
50
50
51
51
52
52
53
54
DAFTAR ISTILAH
Alat Penangkapan Ikan
: Alat yang dirancang (dibuat) untuk menangkap ikan
Daerah Penangkapan
Ikan
: Suatu lokasi di laut yang diduga banyak ikan sehingga
terjadi operasi penangkapan ikan
Hasil Tangkapan
: Ikan yang didapatkan saat melakukan
penangkapan di daerah penangkapan ikan
Hasil tangkapan per
satuan unit upaya (catch
per unit effort-CPUE)
: Jumlah hasil tangkapan yang diambil dari per unit alat
tangkap atau jumlah trip operasi penangkapan atau
jumlah kapal penangkap ikan
Maximum sustainable
yield (MSY)
: Hasil tangkapan maksimum terhadap sumberdaya ikan
yang berkelanjutan dalam kondisi lestari
Perikanan
: Semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan
lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,
pengolahan sampai dengan pemasaran yang
dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan
Rumpon
: Alat bantu pengumpul ikan yang dipasang dan
ditempatkan di laut yang berfungsi sebagai tempat
mencari makan, memijah dan berlindung ikan
Upaya penangkapan
(effort)
: Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan dalam
periode waktu tertentu
Pancing tangan
(Handline)
: Salah satu jenis alat penangkap ikan yang terdiri atas
penggulung, tali dan mata pancing yang metode
pengoperasiannya sangat sederhana menggunakan tali
yang diulur ke laut disertakan umpan hidup/mati
Tuna madidihang
: Salah satu spesies dari genus Thunini yang memiliki
nama internasional yellowfin tuna dengan kode YFT
dan nama ilmiah Thunnus albacares
Cakalang
: Salah satu spesies dari genus Thunini yang memiliki
nama internasional skipjack tuna dengan kode SKJ
dan nama ilmiah Katsuwonus pelamis
Panjang cagak
: Panjang ikan yang diukur dari mulut sampai sudut
sirip ekor ikan atau biasa disebut juga sebagai fork
length
Analisis regresi
: Teknik statistik yang berguna untuk memeriksa dan
memodelkan hubungan diantara variabel-variabel
operasi
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
“Berbicara status pemanfaatan sumberdaya ikan, maka pembahasannya
tidak terlepas dari sumberdaya manusia yang melakukan pemanfaatan, armada
penangkapan dan [sic] alat tangkap yang digunakan dan besaran produksi yang
dihasilkan …” (Wahyudin 2013:3). Jika status pemanfaatan sumberdaya ikan
tersebut dikaitkan terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan, maka terdapat
hubungan yang erat dan pada akhirnya menghasilkan proyeksi produksi ikan
optimum secara biologi yang dalam Sondita (2010:1.9):
“… pengelolaan sumber daya perikanan lebih memberi perhatian
kepada aspek biologi sumber daya hayati ikan, yaitu penilaian status
sumberdaya ikan (stock assessment). Kegiatan tersebut mencakup
survei perikanan, monitoring kegiatan perikanan, analisis data hasil
tangkapan dan upaya penangkapan ikan (effort), serta parameter
biologi populasi ikan. Hasil dari kegiatan ini adalah informasi biologi
dan status sumber daya ikan, serta rekomendasi tingkat upaya
penangkapan ikan untuk menghasilkan proyeksi produksi ikan yang
optimum secara biologi (yaitu produksi lestari maksimum atau
maximum sustainable yield, MSY) …”.
Ilustrasi yang menggambarkan hubungan antara status pemanfaatan sumberdaya
ikan dengan pengelolaan sumber daya perikanan pada Gambar 1 dibuat untuk
memperjelas gambaran dan pengertiannya.
A
B
Keterangan : A adalah ilustrasi berdasarkan Wahyudin (2013)
B adalah ilustrasi berdasarkan Sondita (2010)
Gambar 1 Ilustrasi hubungan antara status pemanfaatan sumberdaya ikan dengan
pengelolaan sumber daya perikanan
2
Kegiatan mengelola perikanan di Indonesia tentu tidak mudah dalam
merealisasikannya, karena terdapat masalah seperti yang dinyatakan oleh
Zulbainarni (2012:5): bahwa “… Pola pengelolaan perikanan tangkap Indonesia
yang cenderung berorientasi pada produksi mengakibatkan produksi hasil
tangkapan diharapkan terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal tersebut tidak
menutup kemungkinan tidak ada pengendalian pemanfaatan sumberdaya
perikanan sehingga sumber daya tidak terpelihara kelestariannya. Akibatnya,
produksi perikanan akan cenderung menuju atau melebihi titik maximum
sustainable yield (MSY) …”. Terlebih jika orientasi produksi ini tidak
memperhatikan pada suatu spesies tertentu, maka akan terjadi kekeliruan jumlah
dan mungkin bisa mencapai kepunahan dari suatu spesies. Pada tulisan ini akan
membahas status pemanfaatan dan pengelolaan perikanan yang berada di
Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok.
Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok (PPP Labuhan Lombok)
yang terletak di Desa Labuhan Lombok, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten
Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan pelabuhan
perikanan tipe C (Pelabuhan Perikanan Pantai), yang pengelolaannya berada di
bawah pemerintah daerah Provinsi NTB dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) Dinas Kelautan dan Perikanan NTB (Mihardja 2015). PPP Labuhan
Lombok sudah cukup dikenal oleh beberapa kalangan pengusaha perikanan
sebagai pendaratan ikan tuna, tongkol dan cakalang terbesar di Pulau Lombok.
Salah satu dari jenis ikan tersebut yang memiliki produksi terbesar dan dijadikan
sebagai pembatas dalam penelitian ini adalah tuna madidihang.
Ikan tuna madidihang (Thunnus albacares) atau dalam nama internasional
yang dikenal sebagai yellowfin tuna (YFT) (Gambar 2) adalah jenis ikan pelagis
besar yang diketahui sebagai perenang cepat, selalu berkelompok dalam
pergerakannya dan penyebarannya yang hampir berada di seluruh wilayah
pengelolaan perikanan Indonesia. Ikan ini termasuk dalam genus Thunnus, tribe
Thunnini, subfamily Scombrinae, keluarga Scombridae dan memiliki nama ilmiah
Thunnus albacares – Bonnaterre, 1788 (Collette dan Nauen, 1983).
Sumber: Indian Ocean Tuna Comission
Gambar 2 Tuna madidihang / yellowfin tuna (Thunnus albacares)
Pada Gambar 3 menunjukan bahwa tuna madidihang yang didaratkan di
PPP Labuhan Lombok memiliki nilai produksi tertinggi kedua setelah cakalang
yang mendominasi dari tahun 2002 sampai 2014 (PPP Labuhan Lombok 2014).
Frekuensi pendaratan tuna madidihang di PPP Labuhan Lombok juga sangat
sering dan hampir setiap hari dilakukan, tetapi masih terdapat permasalahan
mengenai hasil tangkapan dan upaya penangkapannya yang akan dibahas secara
lengkap pada sub-bab perumusan masalah.
Produksi (kg)
3
2.000.000
1.000.000
0
Tahun
Madidihang
Cakalang
Gambar 3 Perkembangan produksi ikan tuna madidihang dan cakalang yang
didaratkan di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2002-2014
Perumusan Masalah
200.000
y = 590,76x + 20.419,33
100.000
Hasil Tangkapan per
Satuan Upaya
Penangkapan (kg per
trip)
Upaya
Penangkapan
(trip)
Hasil
Tangkapan (kg)
Perumusan masalah pada penelitian ini dirumuskan melalui penelitian
pendahuluan yang dilakukan di PPP Labuhan Lombok. Permasalahan yang ada di
lokasi pada waktu itu (Gambar 4) adalah hasil tangkapan (kg) dan upaya
penangkapan (trip) terhadap sumberdaya tuna madidihang cenderung meningkat
dari tahun 2012 sampai 2014 secara bulanan. Upaya penangkapan yang terus
ditingkatkan, ternyata tidak memberikan peningkatan secara signifikan terhadap
hasil tangkapan. Itulah yang membuat kecenderungan nilai produktivitas alat
tangkap yang digunakan untuk menangkap tuna madidihang sangat berlawanan
dengan kedua hal tersebut.
0
3.000
y = 24,64x + 464,03
2.000
1.000
0
100
y = -0,40x + 34,74
50
Nov
Sep
Jul
Mei
Mar
Jan
Nov
2013
Sep
Jul
Mei
Mar
Jan
2012
Nov
Sep
Jul
Mei
Mar
0
2014
Gambar 4 Perkembangan hasil tangkapan (kg), upaya penangkapan (trip) dan
hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (kg per trip) dalam
periode bulanan dari tahun 2012 – 2014
4
Seharusnya dengan dilakukan penambahan upaya penangkapan, secara
logika hasil tangkapan juga akan meningkat sesuai atau melebihi terhadap model
upaya penangkapannya. Ketersediaan stok sumberdaya ikan tuna madidihang
inilah yang merupakan suatu faktor pembatas baik secara logika maupun
matematis karena tidak dapat dihitung secara pasti berapa ekor yang tersedia di
perairan, dengan luasnya perairan yang menjadi objek penelitian sekaligus daerah
penangkapan ikan bagi armada tuna madidihang di PPP Labuhan Lombok yaitu di
Laut Flores, akan menghasilkan nilai MSY yang hanya merupakan dugaan dari
suatu model matematik berdasarkan kondisi pada saat itu. Berdasarkan
permasalahan yang terjadi pada perikanan tuna madidihang di PPP Labuhan
Lombok menimbulkan pertanyaan pada peneliti bahwa apakah jumlah trip dan
hasil tangkapan yang telah dilakukan selama tiga tahun sudah melebihi dari nilai
MSY atau belum, dan apakah ukuran ikan (panjang dan berat) yang ditangkap
semakin kecil. Maka dari itu, penelitian mengenai status pemanfaatan perikanan
ditambah dengan beberapa aspek biologi dan musim penangkapan tuna
madidihang (Thunnus albacares) yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok perlu
dilakukan.
Tujuan Penelitian
Penjabaran pendahuluan yang bermuara kepada perumusan masalah pada
perikanan tuna madidihang di PPP Labuhan Lombok telah membentuk tujuan
yang akan diperoleh untuk penelitian ini, yaitu:
1
Menduga status pemanfaatan sumberdaya tuna madidihang
2
Identifikasi karakteristik biologi dikaitkan dengan pola musim
penangkapan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan
Lombok
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
sejumlah pihak tentang status pemanfaatan, aspek biologi dan pola musim
penangkapan tuna madidihang agar dapat dijaga kelestariannya, pihak-pihak
tersebut antara lain:
1
Bagi pemerintah daerah dan pihak PPP Labuhan Lombok, diharapkan
dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan
pemanfaatan dan pengelolaan perikanan tuna madidihang yang
optimal dan berkelanjutan.
2
Bagi akademisi, diharapkan tulisan dapat dijadikan sebagai bahan
rujukan untuk penelitian lain, sejenis dan lanjutan dalam upaya
peningkatan mutu akademisi.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 5 dan
dibagi kedalam empat bagian. Keempat lingkup tersebut juga dijadikan sebagai
pemilihan, penyeleksian, asumsi dan pembatas dalam penelitian ini.
Lingkup pertama adalah suatu proses pemilihan nelayan atau armada
penangkapan yang menggunakan pancing tangan sebagai alat tangkapnya.
Penentuan lingkup pertama ini penting dilakukan karena di lokasi penelitian
terdapat tiga jenis armada penangkapan, yaitu armada mandar, penongkol dan
5
pae-pae. Maka ketiga armada tersebut harus diseleksi berdasarkan alat tangkap
yang digunakan. Armada yang menggunakan pancing tangan hanya mandar dan
penongkol, sementara pae-pae adalah armada yang menggunakan alat tangkap
pole and line. Secara otomatis, armada pae-pae tidak akan dibahas lagi pada
paragraph selanjutnya.
Lingkup kedua yaitu lokasi pengoperasian alat tangkap yang diasumsikan di
Laut Flores. Penentuan asumsi lokasi dikarenakan sebagian besar lokasi
penangkapan ikan dari armada mandar dan penongkol berada di Laut Flores,
ditambah dengan kesempatan peneliti mengikuti satu kali trip (8 hari)
penangkapan ikan dengan armada mandar di Laut Flores yaitu perairan yang
terletak di utara Pulau Sumbawa.
Lingkup ketiga yaitu lokasi penangkapan ikan yang ditujukan hanya untuk
menangkap tuna madidihang. Ternyata, kedua armada tersebut memiliki tujuan
hasil tangkapan yang berbeda. Armada mandar hanya bertujuan untuk menangkap
tuna madidihang, sementara armada penongkol menangkap baby tuna, tongkol
dan cakalang. Lingkup ketiga ini menjadi pembatas sekaligus penyeleksian
armada untuk lebih mengkerucut kepada permasalahan. Secara otomatis, armada
penongkol tidak akan dibahas lagi pada paragraph selanjutnya.
Gambar 5
Ruang lingkup penelitian
Lingkup terakhir adalah armada yang menangkap tuna madidihang dan
mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Labuhan Lombok. Sebenarnya, ketiga
armada penangkapan tersebut secara pasti mendaratkan hasil tangkapannya di PPP
Labuhan Lombok, namun hanya armada mandar yang memenuhi kriteria dalam
ruang lingkup pada penelitian ini. Setelah itu, data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah upaya penangkapan, produksi, berat dan panjang ikan.
6
Metode Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Kabupaten Lombok Timur, tepatnya di
PPP Labuhan Lombok. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan Lombok
karena pelabuhan perikanan tersebut merupakan pusat dari kegiatan perikanan
tuna, yang di dalamnya termasuk perikanan tuna madidihang. Dalam kesempatan
itu, peneliti menjadi mahasiswa magang dan memiliki pekerjaan sebagai observer
dan data analis di Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) dari
bulan Agustus sampai Desember 2014. Lokasi yang ditunjukan pada Gambar 6
merupakan tempat pelaksanaan penelitian yang telah dilaksanakan dari bulan
Oktober sampai Desember 2014. Peneliti mengamati kegiatan dari pendaratan di
pelabuhan sampai dengan ke pabrik selama kurang lebih 3 bulan. Tidak hanya itu,
peneliti berkesempatan mengikuti satu kali trip selama 8 hari dalam proses
penangkapan tuna madidihang. Pemilihan lokasi dilakukan melalui beberapa
pertimbangan diantaranya bahwa PPP Labuhan Lombok merupakan pusat
pendaratan ikan tuna di Pulau Lombok, tempat yang memiliki data pendaratan
tuna terlengkap dan paling baik berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan oleh
MDPI.
Gambar 6
Lokasi Penelitian
Kebutuhan data seperti yang sudah disebutkan pada ruang lingkup
penelitian dianalisis untuk menghasilkan sebuah pendugaan terhadap status
pemanfaatan sumberdaya tuna madidihang serta ditujukan dalam mengambil
suatu langkah pengelolaannya dalam mengeksploitasinya. Data yang dikumpulkan
pada penelitian ini dibedakan menjadi dua jenis yaitu data primer dan sekunder.
Data sekunder diperoleh dari United States Agency International
Development-Indonesia Marine and Climate Support-Indonesia (USAID-IMACS
Indonesia), MDPI, PPP Labuhan Lombok dan penelusuran pustaka. Data primer
diperoleh dari hasil pengamatan baik di dalam proses penangkapan ikan, kegiatan
di dalam pelabuhan dan kegiatan di pabrik kepada pihak-pihak terkait khususnya
para nelayan dan pengelola pelabuhan perikanan.
Jenis dan sumber data yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 1. Jenis
data yang digunakan dalam analisis ini adalah data jumlah trip penangkapan ikan,
total produksi (kg), panjang dan berat ikan tuna madidihang dan yang didaratkan
7
di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2010 sampai 2014. Metode pengumpulan
data untuk data primer dilakukan dengan wawancara kepada pihak pengelola PPP
Labuhan Lombok dan mengikuti satu kali trip penangkapan tuna madidihang.
Penentuan dua informasi penting tersebut sangat diperlukan agar tidak terjadi
kehilangan informasi yang sangat dibutuhkan dari pelaku utama yaitu nelayan
yang menangkap tuna madidihang.
Satu kali trip penangkapan dirasa cukup mewakili untuk menjelaskan unit
penangkapan ikan tuna madidihang. Data sekunder diperoleh dari USAID-IMACS
Indonesia, MDPI dan PPP Labuhan Lombok yang hanya selama lima tahun. Data
tersebut diperoleh dengan melakukan pengajuan terlebih dahulu kepada pihak
USAID-IMACS Indonesia dan PPP Labuhan Lombok sebagai pihak utama untuk
memperoleh izin penggunaan data.
Tabel 1
Jenis dan sumber data yang dikumpulkan selama penelitian
Data yang
Jenis Data
Sumber Data
Dikumpulkan
Deskripsi unit
Nelayan dan PPP
Data Primer
penangkapan ikan
Labuhan Lombok
madidihang
USAID-IMACS
Produksi tuna
Indonesia, MDPI dan
madidihang
PPP Labuhan Lombok
Jumlah trip
USAID-IMACS
penangkapan ikan
Data Sekunder
Indonesia dan MDPI
madidihang
Panjang dan berat ikan
USAID-IMACS
madidihang per
Indonesia dan MDPI
produksi
Berdasarkan penjabaran data yang dikumpulkan, maka penelitian ini
menggunakan empat jenis metode analisis data, yaitu analisis biologi Schaefer,
distribusi panjang dan berat, hubungan panjang berat dan analisis pola musim
penangkapan tuna madidihang. Gambar 7 dapat dilihat untuk menggambarkan
alur penelitian.
Analisis model biologi Schaefer pada langkah awalnya digunakan untuk
membuat model persamaan matematika yang berbentuk kuadratik. Setelah
mendapatkan model persamaan matematikanya, model tersebut dapat digunakan
untuk menghitung upaya penangkapan dan hasil tangkapan optimalnya. Penentuan
status sumberdaya tuna madidihang dilakukan dengan menggabungkan nilai
aktual baik upaya penangkapan dan hasil tangkapan di dalam kurva model
matematika Schaefer. Tidak lengkap jika hanya sampai disitu, ada tiga parameter
biologi penting yang harus diketahui untuk menggambarkan kondisi perikanan
tuna madidihang pada saat itu, yaitu pertumbuhan alamiah tuna madidihang
(kelahiran dikurangi kematian), kapasitas daya dukung lingkungannya, dan
koefisien daya tangkapnya. Secara matematis sulit untuk menentukan nilai dugaan
ketiga parameter biologi pada model Schaefer. Oleh karena itu, digunakan metode
Fox untuk membantu dalam menghitung salah satu dari ketiga parameter biologi,
yaitu koefisien daya tangkap. Setelah nilai dugaan koefisien daya tangkap
diketahui, maka dapat dihitung kedua parameter lainnya. Langkah terakhir yaitu
8
menghitung stok/biomassa tuna madidihang untuk melihat apakah ada faktor lain
selain dari ketiga parameter biologi tersebut.
Schaefer dalam mengembangkan konsepnya berdasar pada asumsi bahwa
stok perikanan tersebut bersifat homogen (single stock / satu spesies), fungsi
pertumbuhan yang berbentuk kuadratik dan area yang terbatas (Zulbainarni 2012).
Asumsi yang digunakan oleh Schaefer tersebut juga dijadikan asumsi pada
penelitian ini, spesies ikan yang digunakan adalah ikan tuna madidihang dan area
yang digunakan adalah di Laut Flores. Fungsi kuadratik akan diperoleh setelah
melakukan beberapa perhitungan seperti yang sudah dijelaskan pada alinea
sebelumnya.
Analisis pola karateristik biologi dibagi lagi ke dalam dua metode analisis,
yaitu analisis pola distribusi frekuensi panjang dan berat dan analisis pola
hubungan panjang berat tuna madidihang yang didaratkan selama tiga tahun
secara periode bulanan. Analisis pola distribusi frekuensi panjang dan berat
menggunakan metode Sturgess dan metode sebaran normal Sparre dan Venema
tahun 1998. Analisis ini digunakan untuk melihat penyebaran ukuran tuna
madidihang yang didaratkan secara bulanan dalam periode tiga tahun, tetapi untuk
menyesuaikan terhadap pola musim penangkapan harus dilakukan penggabungan
secara bulanan yang menghasilkan bentuk pola penyebaran selama satu tahun. Hal
tersebut juga sama dilakukan dalam analisis pola hubungan panjang berat.
Sementara analisis pola hubungan panjang berat menggunakan rumus Le Cren.
Analisis pola musim penangkapan menggunakan deret waktu (time series)
secara bulanan selama tiga tahun dalam pengolahan datanya. Akhir analisis ini
dapat mengidentifikasi musim penangkapan yang merefleksikan tinggi rendahnya
penangkapan dan musim tuna madidihang dalam setahun.
Gambar 7
Alur metode penelitian
9
2
DESKRIPSI UNIT PENANGKAPAN IKAN YANG
DIGUNAKAN UNTUK MENANGKAP TUNA
MADIDIHANG
Pendahuluan
Sebelum lebih jauh membahas mengenai pencapaian tujuan yang berada
pada penelitian ini, ada baiknya untuk mendeskripsikan unit penangkapan yang
digunakan untuk menangkap tuna madidihang dan yang juga mendaratkannya di
PPP Labuhan Lombok. Pendeskripsian unit penangkapan bertujuan untuk
memberikan gambaran mengenai dengan apa dan bagaimana caranya untuk
menangkap yang dilakukan oleh nelayan dan mendaratkan tuna madidihang di
PPP Labuhan Lombok.
Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya dalam melakukan proses penangkapan ikan. Unit
penangkapan seperti kapal, alat tangkap dan nelayan akan dibahas pada bab ini
sebagai tambahan informasi siapa, alat apa, bagaimana cara dan kapal apa yang
digunakan dalam menangkap tuna madidihang. Isi dalam bab ini hanya berisi
deskripsi unit penangkapan yang melakukan penangkapan dan pendaratan tuna
madidihang di PPP Labuhan Lombok.
Data pertama yang digunakan pada bab ini adalah informasi kapal yang
meliputi denah, luas dan ciri khas dari kapal yang khusus menangkap tuna
madidihang. Kedua adalah mengenai alat tangkap yang digunakan juga meliputi
jenis alat tangkap dan cara pengoperasiannya. Ketiga adalah nelayan, maka
pendeskripsiannya mengenai asal usul, pembagian tugas saat berada di kapal, saat
menangkap ikan dan pendidikannya. Sumber dari ketiga data tersebut adalah
nelayan yang secara langsung menangkap tuna madidihang dan pihak PPP
Labuhan Lombok yang diperoleh dengan cara observasi secara langsung,
pengamatan dan wawancara. Berdasarkan penjabaran di atas, maka
pendeskripsian dalam menjelaskan ciri-ciri kapal, alat tangkap yang digunakan
dan nelayan untuk menangkap tuna madidihang berdasarkan yang didaratkan di
PPP Labuhan Lombok penting dilakukan.
Metode
Jenis data yang digunakan pada bab ini adalah data primer yang dilakukan
dengan wawancara kepada pihak pengelola PPP Labuhan Lombok dan mengikuti
satu kali trip (8 hari) penangkapan tuna madidihang. Penentuan dua informasi
penting tersebut sangat diperlukan agar tidak terjadi kehilangan informasi yang
sangat dibutuhkan dari pelaku utama yaitu nelayan yang menangkap tuna
madidihang.
Hasil
Jenis kapal yang khusus menangkap tuna madidihang adalah jenis kapal
mandar (Gambar 8). Kapal mandar memiliki ciri-ciri yaitu panjang kapal 10 – 15
meter, lebar kapal 2 – 3 meter, tinggi kapal 3 – 4 meter atau dengan kata lain
bahwa ukuran kapal mandar tidak lebih dari 15 GT. Ciri paling umum yang
dimiliki oleh kapal mandar adalah memiliki sampan yang hanya dapat
dioperasikan oleh satu orang. Sampan selalu terlihat di atas dan di pinggir palkah
ikan serta terkadang terapung namun terikat pada kapal. Jumlah sampan di kapal
10
dapat bervariasi tetapi rata-rata 5-7 sampan dan dapat merepresentasikan jumlah
ABK yang melaut. Semua kapal mandar di PPP Labuhan Lombok memiliki dua
mesin, yaitu mesin utama dan mesin bantu.
Kapal mandar memiliki palkah ikan yang terbuat dari fiber dan memiliki
tutup berbahan kayu (Gambar 8). Jumlah palkah pada kapal berkisar 3 – 4 palkah
yang keseluruhannya memiliki daya tampung 1,5 – 2 ton. Pada saat melakukan
trip penangkapan, palkah ikan dijadikan tempat untuk menyimpan es balok.
Jumlah es balok yang dibawa dalam satu trip penangkapan yaitu antara 70 – 110
balok.
Palkah ikan
Gambar 8
Jenis kapal mandar (kanan) dan palkah yang terdapat pada
kapal mandar di PPP Labuhan Lombok (kiri)
Kapal mandar memiliki ruang istirahat, ruang kemudi, ruang masak dan
ruang mesin (Gambar 9). Ruang istirahat berada di haluan dan buritan kapal.
Ruang kemudi berada di buritan. Ruang masak berada di buritan, ruangan ini juga
merupakan tempat penyimpanan perbekalan baik air bersih, bahan bakar dan
bahan makanan. Ruang mesin berada di bawah ruang istirahat yang berada di
buritan dan ruang kemudi. Ruang istirahat bagian buritan dan ruang kemudi
adalah satu ruang.
Gambar 9
Ilustrasi posisi ruangan pada kapal mandar di PPP Labuhan
Lombok (Non Skala)
Alat tangkap yang digunakan setiap anggota pada kapal mandar adalah
pancing tangan. Pengoperasian pancing tangan oleh kapal mandar dilakukan di
atas sampan di lokasi penangkapan (sekitar rumpon). Secara umum, pancing
11
tangan di PPP Labuhan Lombok menggunakan umpan tiruan dan umpan yang
terbuat dari daging ikan.
Ada 2 jenis umpan buatan yaitu pancing pace-pace dan taber (Gambar 10).
Dua jenis umpan buatan dikhususkan untuk mendapatkan ikan umpan (cakalang
dan baby tuna). Pancing pace-pace menggunakan umpan tiruan yang jumlah mata
pancingnya berkisar 1-9 mata pancing. Penggunaan pancing pace-pace yaitu
dengan cara ditonda. Pancing taber menggunakan umpan tiruan yang jumlah mata
pancingnya lebih dari 9 mata pancing. Penggunaan pancing taber yaitu dengan
cara ditonda ataupun dicoping. Kedua jenis pancing tersebut memiliki panjang tali
utama antara 15-25 meter. Tali utama terbuat dari bahan nilon. Nomor mata
pancing yang digunakan adalah ukuran 6-8.
Gambar 10
Pancing pace-pace (A) dan taber (B)
12
Ikan umpan yang telah didapatkan dipotong-potong berbentuk kubus untuk
memancing ikan madidihang yang memiliki berat lebih dari 10 kg. Jenis pancing
yang menggunakan daging ikan ini disebut pancing marabasi (Gambar 11).
Pancing marabasi menggunakan tali utama berbahan nilon dan ukuran mata
pacing dengan nomor 1-3. Pada mata pancing disusun 5-6 daging ikan yang sudah
dipotong-potong berbentuk kubus.
Gambar 11
Pancing marabasi (non skala)
Proses penangkapan yang dilakukan oleh anggota dari kapal mandar berada
di sekitar rumpon. Rumpon yang digunakan oleh nelayan kapal mandar tersusun
dari pelampung, tali, daun kelapa dan pemberat. Pelampung rumpon terbuat dari
sterofom yang disusun menyerupai balok sehingga berukuran 2,5 meter x 1 meter.
Pada sisi-sisinya diikatkan ban-ban bekas yang berfungsi sebagai tempat
mengaitkan tali utama rumpon, tali daun kelapa dan tali kapal. Tali utama rumpon
memiliki panjang antara 1.000 – 3.000 meter dan bervariasi berdasarkan pada
dalamnya perairan tempat rumpon dipasang. Pemberat yang digunakan pada
rumpon tersebut terbuat dari beton yang memiliki berat 75 kg/pemberat. Daun
kelapa diikatkan di tali dan di pasang sekitar 5 meter ke dalam air. Gambar 12
adalah bentuk pelampung dan ilustrasi struktur rumpon milik nelayan kapal
mandar di PPP Labuhan Lombok.
13
Gambar 12
Ilustrasi struktur rumpon milik kapal mandar di PPP Labuhan
Lombok (non skala)
Umumnya, satu unit rumpon hanya dapat digunakan paling sedikit 5
armada kapal mandar dalam satu perusahaan. Rumpon yang dipasang di laut
dimaksudkan untuk mempermudah dalam menentukan daerah penangkapan ikan
agar tidak perlu berburu ikan. Dengan kata lain, posisi rumpon merupakan daerah
penangkapan ikan bagi nelayan pancing tangan. Pada saat kapal tiba di lokasi
rumpon, salah satu ABK kapal langsung mendayung sampan ke rumpon untuk
mengikatkan tali kapal di rumpon. Setelah terikat, seluruh anggota
mempersiapkan seluruh alat pancing mereka untuk menangkap ikan.
Lokasi rumpon milik kapal mandar berada di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 713 karena ikan yang dijadikan
target penangkapan utama adalah ikan madidihang yang beratnya lebih dari 10 kg.
Berdasarkan wawancara, bahwa di lokasi WPPNRI 713 tangkapan utama lebih
dominan, untuk lokasi lebih tepatnya pemasangan rumpon sangat dirahasiakan
oleh nelayan kapal mandar. WPPNRI 713 meliputi perairan Selat Makassar, Teluk
Bone, Laut Flores dan Laut Bali. Lokasi pemasangan rumpon banyak dipasang di
14
Laut Flores dan Laut Bali, dengan kata lain kurang lebih berjarak 12 – 100 mil
dari PPP Labuhan Lombok. Jarak 12 mil dari daratan terdekat merupakan suatu
aturan yang harus dilaksanakan oleh setiap unit penangkapan yang menggunakan
rumpon.
Proses pemancingan dibagi kedalam 2 tahap, tahap pertama yaitu proses
pemancingan untuk menangkap umpan (cakalang dan baby tuna). Proses ini
dilakukan oleh seluruh nelayan, namun dalam prakteknya sangat terlihat jelas
bahwa ada seorang nelayan yang memiliki keahlian khusus dalam tahap pertama
ini. Salah satu indikator yang dapat terlihat jelas adalah kepemilikan pancing
dengan ukuran mata pancing nomor 6-8 dan umpan tiruan dengan jumlah yang
sangat banyak. Tidak hanya itu, dilihat dari hasil tangkapan yang didapat baik
cakalang dan baby tuna adalah paling sering dan banyak. Tahap kedua yaitu
proses pemancingan untuk menangkap ikan tuna besar. Proses ini juga dilakukan
oleh seluruh anggota.
Proses pemancingan baik untuk memancing ikan umpan dan ikan utama
menggunakan sampan dengan jarak 300-500 meter dari rumpon. Ilustrasi proses
penangkapan jenis kapal mandar ditunjukan pada Gambar 13. Sampan hanya
dapat dikendarai oleh satu orang. Jika ikan umpan yang didapat maka
dikumpulkan dahulu di sampan dan jika ikan utama langsung dibawa ke kapal
untuk dilakukan pembersihan dan penyimpanan di palkah ikan..
Gambar 13 Ilustrasi proses penangkapan ikan maddihang pada jenis kapal
mandar (non skala)
Rata-rata nelayan kapal mandar di PPP Labuhan Lombok merupakan
nelayan andon (nelayan pendatang) yang sebagian besar dari Sulawesi Selatan dan
Barat, dan sebagian kecil adalah penduduk asli Lombok Timur. Nelayan tersebut
melakukan kegiatan melaut selama 5-14 hari dalam satu kali trip dan tergantung
terhadap banyaknya hasil tangkapan yang telah mereka dapatkan.
Jumlah nelayan yang dibutuhkan dalam operasi penangkapan pada kapal
mandar dapat diketahui dari sampan/kano yang berada di kapal. Jumlah nelayan
pada kapal mandar rata-rata 5-7 orang. Anggota untuk satu kapal tidak dapat
digantikan oleh orang lain tetapi dapat bertambah. Pemilik kapal sudah membuat
perencanaan sebelum memutuskan untuk membeli kapal dan ada pertimbangan
khusus yang tidak dijelaskan dalam menentukan anggotanya. Struktur pembagian
kerja sudah sangat baik, pemilik kapal bertugas sebagai juru mudi merangkap
nakhoda, sedangkan sisanya adalah sebagai ABK biasa. Tugas dari masingmasing anggota dapat dimengerti ketika proses penangkapan ikan.
15
Nelayan kapal mandar di PPP Labuhan Lombok yang sebagai penduduk asli
dapat menguasai cara memancing dengan tangan di atas sampan melalui belajar
sendiri dan mengamati para nelayan andon. Tidak ada nelayan yang belajar secara
formal untuk menangkap ikan dengan cara tersebut. Pendidikan akhir rata-rata
dari nelayan mandar adalah sekolah dasar (SD).
Pembahasan
Jenis kapal yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap pancing
tangan dengan hasil tangkapan tuna madidihang di PPI Labuhan Lombok dikenal
dengan jenis kapal mandar. Kapal mandar sangat mirip disain dan bentuk
kapalnya dengan perahu generasi setelah sande’, yaitu jenis perahu kappal dan
bodi-bodi yang berasal dari Sulawesi Selatan. Jenis kapal mandar pertama kali
diperkenalkan oleh suku Mandar, seperti yang dituliskan oleh Alimuddin
(2005:34-35):
“… Kappal adalah jenis perahu penangkap ikan terbesar yang
sekarang dipakai di Sabang Subik dan sekitarnya, … Bodi-bodi atau
biasa juga dinamakan Kappal-kappal (kappal yang berukuran kecil)
adalah perahu yang bentuk lambungnya disesuaikan dengan
penggunaan mesin sebagai penggerak utama, … jenis perahu ini
muncul ketika mesin mulai banyak digunakan oleh nelayan Mandar
untuk memancing di tengah laut …”
Nama/jenis kapal penangkap ikan yang digunakan untuk mengoperasikan
alat tangkap pancing dengan hasil tangkapan tuna memiliki nama berbeda di tiap
daerah di Indonesia, di PPI Puger disebut skoci (Sari 2014). Ukuran kapal yang
digunakan untuk menangkap tuna madidihang tidak hanya berukuran di bawah 20
GT seperti pada (Halim 2005, Alimina 2005, Hermawan 2012, Tawari 2013),
tetapi ada juga yang di atas 1.000 GT yaitu seperti pada penelitian Waas (2004)
kapal berukuran 1.025 GT dengan panjang 1.800 m dan lebar 300 m dioperasikan
di Kabupaten Biak, Papua.
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap tuna madidihang di perairan
Indonesia tidak hanya menggunakan pancing ulur atau pancing tangan seperti
pada penelitian ini, Hermawan (2012) dan Tawari (2013), tetapi ada yang
menggunakan rawai (Ollivia 2002), pukat cincin (Ollivia 2002, Waas 2004),
pancing tonda (Tadjuddah 2005, Halim 2005, Alimina 2005, La Abukena 2006,
Tawari 2013).
Kesimpulan
Kapal yang digunakan untuk operasi penangkapan ikan berupa tuna
madidihang adalah kapal yang memiliki ciri-ciri yaitu panjang 10 – 15 m, lebar 2
– 3 m, tinggi 3 – 4 m atau dengan kata lain bahwa ukuran kapal tidak lebih dari 20
GT dan terdapat sejumlah sampan yang merepresentasikan jumlah awak kapal.
Sampan tersebutlah yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap tuna
madidihang. Alat tangkap yang digunakan adalah pancing tangan atau biasa
disebut juga dengan pancing ulur (hand line). Lokasi penangkapan ikan sudah
ditentukan oleh nelayan, karena di lokasi tersebut sudah dipasang rumpon yang
dicatat posisinya dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Lokasi
penangkapan ikan yang biasanya berada di Laut Flores.
16
3
STATUS PEMANFAATAN PERIKANAN TUNA
MADIDIHANG BERDASARKAN MODEL BIOLOGI
SCHAEFER
Pendahuluan
Status pemanfaatan suatu sumberdaya ikan laut sangat penting dilakukan,
karena dengan mengetahuinya dapat diduga apakah upaya penangkapan yang
telah dilakukan terhadap suatu sumberdaya tersebut kurang optimal, sudah
optimal atau telah berlebih. Pemanfaatan terhadap suatu sumberdaya yang tidak
dikelola dengan baik seperti eksploitasi yang berlebih akan mengancam
kelestariannya, bahkan akan memberikan dampak yang sangat buruk terhadap
ekonomi dan sosial nelayan. Metode analisis status pemanfaatan menggunakan
model biologi Schaefer.
Schaefer dalam mengembangkan konsepnya berdasarkan pada asumsi
bahwa stok perikanan tersebut bersifat homogen (single stock / spesies), fungsi
pertumbuhan yang logistik dan area terbatas (Zulbainarni 2012). Pada bab 2 telah
dijabarkan bahwa keseluruhan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan
Lombok ditangkap menggunakan pancing tangan, dengan mengasumsikan lokasi
penangkapannya berada di Laut Flores. Asumsi yang digunakan oleh Schaefer di
modelnya sudah mencukupi pada bab ini, yaitu stok homogen perikanan yang
dipilih adalah tuna madidihang, menggunakan fungsi logistik yang akan
dijelaskan pada metode dan Laut Flores sebagai area yang dibatasi.
Model biologi Schaefer sering digunakan dan dianggap sebagai metode
paling mudah oleh beberapa ahli dan peneliti dalam menganalisis status
pemanfaatan perikanan yang ditujukan untuk menentukan nilai sustainable yield
dengan tujuan akhir adalah pengelolaan, tetapi dalam kenyataannya terdapat
beberapa kekeliruan di dalam proses analisis yang masih terus dipertahankan
hingga saat ini. Kekeliruan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap nilai dan
indikator biologi dan jika dilanjutkan ke dalam analisis sosial dan ekonomi diduga
akan sangat merugikan kepada pihak yang berkecimpung di dalamnya. Maka dari
itu, tujuan pada bab ini adalah untuk menemukan titik penting dalam proses
analisis model Schaefer, menemukan teknik proses analisis model Schaefer yang
paling baik secara logika, menghitung nilai sustainable yield (hmsy dan Emsy) dan
menduga status pemanfaatan perikanan tuna madidihang.
Metode
Jenis data yang digunakan pada bab ini adalah data sekunder. Data yang
digunakan dalam analisis ini adalah data jumlah trip penangkapan ikan, total
produksi (kg) ikan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok
dari tahun 2010 sampai 2014. Data sekunder diperoleh dari USAID-IMACS
Indonesia, MDPI dan PPP Labuhan Lombok selama lima tahun. Analisis pada bab
ini menggunakan model biologi Schaefer.
Schaefer dalam mengembangkan konsepnya berdasarkan pada asumsi
bahwa stok perikanan tersebut bersifat homogen (single stock atau spesies), fungsi
pertumbuhan yang kuadratik dan area yang terbatas (Zulbainarni 2012). Sehingga
dalam penelitian ini hanya menggunakan tuna madidihang sebagai stok perikanan
yang homogen, lokasi penangkapan yang dilakukan di Laut Flores (Gambar 14)
dan fungsi kuadratik sebagai berikut seperti dalam Sparre dan Venema (1999):
17
(
)
(
)
Sehingga untuk menentukan nilai parameter fungsi produksi lestari (a dan
b) yang biasa digunakan untuk persamaan (1) yaitu:
Proses hubungan regresi linear antara upaya penangkapan (
tangkapan per upaya penangkapan (
) dengan hasil
), seperti yang dijelaskan dalam Sparre
dan Venema (1999), Fauzi (2010) dan Zulbainarni (2012):
Persamaan (2) memperlihatkan bahwa jika melalui proses regresi linear,
maka ruas kiri dan kanan dari sama dengan pada Persamaan (1) dibagi oleh
.
Sehingga, perhitungan parameter (a dan b) dalam Siagi