Effect of Crossing on Physiological Quality of Hybrid Corn (Zea mays L ) Seed

PENGARUH TIPE PERSILANGAN TERHADAP MUTU
FISIOLOGIS BENIH JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA

TAUFIK DIKTYA WIBOWO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Tipe
Persilangan terhadap Mutu Fisiologis Benih Jagung (Zea mays L.) Hibrida adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, September 2013
Taufik Diktya Wibowo
NIM A251100134

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.

RINGKASAN
TAUFIK DIKTYA WIBOWO. Pengaruh Tipe Persilangan terhadap Mutu
Fisiologis Benih Jagung (Zea mays L.) Hibrida. Dibimbing oleh MEMEN
SURAHMAN, ENDAH RETNO PALUPI dan YUDIWANTI WAHYU ENDRO
KUSUMO.
Mutu fisiologis benih merupakan faktor penting suatu varietas jagung
hibrida dapat diterima oleh petani. Mutu fisiologis yang tinggi dapat menjadi nilai
tambah bagi keunggulan agronomis varietas hibrida yang terdiri atas hibrida
silang tunggal, silang ganda, dan silang tiga galur. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mempelajari pengaruh tipe persilangan terhadap mutu fisiologis benih
jagung hibrida.
Empat galur murni terdiri atas dua galur dengan daya berkecambah tinggi

(BS07 dan BS30) dan dua galur dengan daya berkecambah rendah (BS50 dan
BS32) ditanam dengan rancangan acak lengkap empat ulangan untuk
memproduksi 2 hibrida silang ganda, 8 hibrida silang tiga galur, dan 10 hibrida
silang tunggal. Mutu fisiologis benih dievaluasi dengan menganalisis indeks vigor,
daya berkecambah, vigor daya simpan, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh,
bobot kering sepuluh kecambah normal, panjang plumula, panjang akar primer,
dan jumlah akar seminal. Uji t dan analisis ragam digunakan untuk menganalisis
pengaruh tetua betina dan tipe persilangannya terhadap mutu fisiologis benih
hibrida yang dihasilkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh tetua betina pada hibrida
dipengaruhi oleh kombinasi tetua yang digunakan. Vigor daya simpan, bobot
kering sepuluh kecambah normal, dan panjang akar primer tidak dipengaruhi oleh
tetua betina, sedangkan peubah lainnya dipengaruhi oleh tetua betina pada
minimal sepasang tetua. Mutu fisiologis benih tetua berpengaruh nyata terhadap
mutu fisiologis benih hibrida yang dihasilkan. Pengaruh mutu fisiologis benih
tetua hibrida terdapat baik pada hibrida silang tunggal maupun hibrida silang tiga
galur. Tetua yang mutu fisiologis benihnya rendah akan menghasilkan hibrida
dengan mutu fisiologis benih rendah.
Pada hibrida silang tunggal, persilangan dua tetua bermutu fisiologis tinggi
atau persilangan antar tetua bermutu fisiologis benih tinggi dan rendah

menghasilkan benih hibrida bermutu fisiologis yang tinggi. Akan tetapi
persilangan dua tetua bermutu fisiologis rendah menghasilkan benih hibrida
bermutu fisiologi rendah. Pada hibrida silang tiga galur, persilangan tiga tetua
yang minimal satu tetua bermutu fisiologis benih tinggi menghasilkan benih
hibrida dengan mutu fisiologis benih lebih tinggi dibandingkan hasil persilangan
tiga galur bermutu fisiologis benih rendah. Pada hibrida silang ganda, persilangan
tetua F1 bermutu fisiologis benih tinggi dan rendah dengan hibrida resiproknya
menghasilkan benih dengan mutu fisiologis tidak berbeda nyata.
Kata kunci : galur murni, silang ganda, silang tiga galur, silang tunggal, vigor

SUMMARY
TAUFIK DIKTYA WIBOWO. Effect of Crossing on Physiological Quality of
Hybrid Corn (Zea mays L.) Seed. Supervised by MEMEN SURAHMAN,
ENDAH RETNO PALUPI and YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO.
Seed physiological quality is an important factor in farmer acceptance of a
hybrid variety. High physiological quality can be an added value to agronomic
advantage of hybrid variety that consist of single cross, double cross, and threeway cross. The aim of this research was to investigate whether type of crossing
affect the physiological quality of the hybrid corn seed.
Four corn purelines each of high germination lines (BS07 and BS30) and
low germination lines (BS32 and BS50) was planted. Completely randomized

design with four replications was employed to perform 2 double cross, 8 threeway cross, and 10 single cross. Seed physiological quality was evaluated based on
vigor index, germination percentage, storability, germination speed, uniformity of
germination, ten normal seedlings dry weight, plumule length, primary root length,
and number of seminal root. T-student and analysis of varians were used to
analize the effect of maternal and crossing type on physiological quality of
produced hybrid seed.
The results showed that the maternal effect on physiological quality was
depended on parents combination. Storability, ten normal seedlings dry weight,
and primary root length were not affected by maternal effect, whereas other
variables were affected on at least a pair of parents. Parent seed physiological
quality significantly affected to its hybrid seed physiological quality. The effect
was present on single cross and three-way cross hybrids. Low physiological
quality seed parent produced low physiological quality hybrid seed.
In single cross, crossing of two high physiological quality parents or
crossing of high and low quality parents produced high physiological quality
hybrid seeds. However, crossing of two low physiological quality parents
produced low physiological hybrid seed. In three-way cross, crossing of parents
that consist of at least one high physiological quality line produced a higher
physiological quality hybrid seed than hybrid seed of three low physiological
quality parents. In double cross, crossing of high and low physiological quality F1

parents with its reciprocal crossing produced not different physiological quality
hybrid seed.
Keywords : double cross, pureline, single cross, three-way cross, vigor

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH TIPE PERSILANGAN TERHADAP MUTU
FISIOLOGIS BENIH JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA

TAUFIK DIKTYA WIBOWO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Eny Widajati, MS

Judul Tesis : Pengaruh Tipe Persilangan terhadap Mutu Fisiologis Benih Jagung
(Zea mays L.) Hibrida
Nama
Taufik Diktya Wibowo
A251100134
NIM

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr
Ketua

セI @

Dr Ir;Endah Retno Palupi, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Benih

Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS

Tanggal Ujian: 17 Juli 2013

Tanggal Lulus:


1 3 St P RP Qセ@

Judul Tesis : Pengaruh Tipe Persilangan terhadap Mutu Fisiologis Benih Jagung
(Zea mays L.) Hibrida
Nama
: Taufik Diktya Wibowo
NIM
: A251100134

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr
Ketua

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc
Anggota

Dr Ir Yudiwanti Wahyu E K, MS
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Benih

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 17 Juli 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Penelitian dengan tema mutu benih dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 hingga
Februari 2013 di Kediri dengan judul Studi Pengaruh Tipe Persilangan terhadap
Mutu Fisiologis Benih Jagung (Zea mays L.) Hibrida. Penelitian ini sepenuhnya
dibiayai oleh PT BISI International, Tbk., perusahaan dimana saat ini penulis
mengabdikan diri.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih kepada:
1. Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr, Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc, dan
Dr Ir Yudiwanti Wahyu E. Kusumo, MS selaku komisi pembimbing atas
bimbingan, saran dan kritikan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan
tesis.
2. Dr Ir Eny Widajati, MS selaku dosen penguji luar komisi.
3. Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi
Benih.
4. PT. BISI International Tbk. yang telah memberikan beasiswa pendidikan
Program Magister di IPB.
5. Para pengajar IPB yang telah memberikan banyak ilmu selama kegiatan
perkuliahan Program Magister di IPB.
6. Field Crop Research and Development Department dan Foundation Seed
Department, PT BISI International, Tbk. yang telah membantu menyediakan

bahan dan membantu proses pelaksanaan penelitian.
7. Staf dan asisten Field Crop Quality Control Laboratorium, PT. BISI
International, Tbk. atas dukungan dan bantuan selama proses studi dan
penelitian.
8. Rekan-rekan sesama penerima beasiswa dari PT. BISI International, Tbk. yang
telah membantu selama kegiatan studi dan penelitian.
9. Kedua orang tua tercinta (Supardi dan Jumini), istri tercinta (Harnani), anakanak (IzzDzaka dan Izzam), serta kakak-kakakku atas segala do’a, dukungan
dan kasih sayangnya yang tulus.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Taufik Diktya Wibowo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Jagung Hibrida
Benih Hibrida
Pengujian Mutu Benih
3 METODE PENELITIAN
Bahan Penelitian
Peralatan Penelitian
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Prosedur Percobaan
Pembentukan Materi Genetik
Persilangan Hibrida
Pemrosesan Benih
Pelaksanaan Percobaan
Pengujian Benih
Pengamatan
Prosedur Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Mutu Benih Galur Tetua
Pengaruh Tetua Betina
Persilangan Hibrida
Hibrida Silang Tunggal (Single Cross)
Hibrida Three-way Cross
Hibrida Silang Ganda (Double Cross)
Perbandingan Tipe Persilangan
Pembahasan Umum
5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xii
xii
xii
1
1
2
3
3
3
3
3
4
5
6
6
6
6
6
6
6
7
7
11
12
13
14
14
15
17
17
19
22
23
24
25
25
25
26
28
41

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Hibrida jagung yang dihasilkan dalam percobaan
Mutu benih empat galur tetua jagung hibrida
Rekapitulasi uji t jagung hibrida silang tunggal dengan resiproknya
Mutu benih jagung hibrida silang tunggal (single cross)
Mutu benih jagung hibrida silang tiga galur (three-way cross)
Mutu benih jagung hibrida silang ganda (double cross)
Mutu fisiologis benih tiga tipe jagung hibrida

7
15
16
18
21
23
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Produksi benih jagung BS5032 pada musim tanam pertama
Tanaman jagung pada pertanaman kedua
Tahapan penyerbukan terkendali pada tanaman jagung
Proses coating benih jagung menggunakan seed treater
Persilangan hibrida silang tunggal (single cross) yang melibatkan empat
galur murni jagung
6 Persilangan hibrida three-way cross yang melibatkan empat galur murni
jagung
7 Persilangan hibrida silang ganda (double cross) yang melibatkan empat
galur murni jagung

8
9
10
11
17
20
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Analisis ragam daya berkecambah benih jagung tetua galur murni
Analisis ragam indeks vigor benih jagung tetua galur murni
Analisis ragam vigor daya simpan benih jagung tetua galur murni
Analisis ragam kecepatan tumbuh benih jagung tetua galur murni
Analisis ragam keserempakan tumbuh benih jagung tetua galur murni
Analisis ragam bobot kering sepuluh kecambah normal benih jagung
tetua galur murni
Analisis ragam panjang plumula benih jagung tetua galur murni
Analisis ragam panjang akar primer benih jagung tetua galur murni
Analisis ragam jumlah akar seminal benih jagung tetua galur murni
Uji t student sembilan peubah mutu benih jagung hasil persilangan
BS07xBS32 dengan BS32xBS07
Uji t student sembilan peubah mutu benih jagung hasil persilangan
BS07xBS50 dengan BS50xBS07
Uji t student sembilan peubah mutu benih jagung hasil persilangan
BS30xBS32 dengan BS32xBS30
Uji t student sembilan peubah mutu benih jagung hasil persilangan
BS30xBS50 dengan BS50xBS30

28
28
28
28
28
28
29
29
29
29
30
30
31

14 Analisis ragam daya berkecambah benih jagung hasil persilangan
tunggal (single cross)
15 Analisis ragam indeks vigor benih jagung hasil persilangan tunggal
(single cross)
16 Analisis ragam vigor daya simpan benih jagung hasil persilangan
tunggal (single cross)
17 Analisis ragam kecepatan tumbuh benih jagung hasil persilangan tunggal
(single cross)
18 Analisis ragam keserempakan tumbuh benih jagung hasil persilangan
tunggal (single cross)
19 Analisis ragam bobot kering sepuluh kecambah normal benih jagung
hasil persilangan tunggal (single cross)
20 Analisis ragam panjang plumula benih jagung hasil persilangan tunggal
(single cross)
21 Analisis ragam panjang akar primer benih jagung hasil persilangan
tunggal (single cross)
22 Analisis ragam jumlah akar seminal benih jagung hasil persilangan
tunggal (single cross)
23 Analisis ragam daya berkecambah benih jagung hasil persilangan tiga
galur (three-way cross)
24 Analisis ragam indeks vigor benih jagung hasil persilangan tiga galur
(three-way cross)
25 Analisis ragam vigor daya simpan benih jagung hasil persilangan tiga
galur (three-way cross)
26 Analisis ragam kecepatan tumbuh benih jagung hasil persilangan tiga
galur (three-way cross)
27 Analisis ragam keserempakan tumbuh benih jagung hasil persilangan
tiga galur (three-way cross)
28 Analisis ragam bobot kering sepuluh kecambah normal benih jagung
hasil persilangan tiga galur (three-way cross)
29 Analisis ragam panjang plumula benih jagung hasil persilangan tiga
galur (three-way cross)
30 Analisis ragam panjang akar primer benih jagung hasil persilangan tiga
galur (three-way cross)
31 Analisis ragam jumlah akar seminal benih jagung hasil persilangan tiga
galur (three-way cross)
32 Uji t student sembilan peubah mutu benih jagung hasil persilangan
BS30xBS50 dengan BS50xBS30
33 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap daya
berkecambah benih jagung hibrida
34 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap indeks vigor
benih jagung hibrida
35 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap vigor daya
simpan benih jagung hibrida
36 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap kecepatan
tumbuh benih jagung hibrida
37 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap keserempakan
tumbuh benih jagung hibrida

31
31
31
32
32
32
32
32
33
33
33
33
33
34
34
34
34
34
35
35
35
36
36
36

38 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap bobot kering
sepuluh kecambah normal benih jagung hibrida
39 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap panjang
plumula benih jagung hibrida
40 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap panjang akar
primer benih jagung hibrida
41 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap jumlah akar
seminal benih jagung hibrida
42 Data suhu (°C) ruang pengecambah Laboratorium Quality Control,
PT BISI International, Tbk.
43 Data kelembaban (%) ruang pengecambah Laboratorium Quality
Control, PT BISI International, Tbk.

37
37
37
38
39
40

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jagung merupakan tanaman penting bagi penduduk Indonesia. Produksi
nasional jagung pada tahun 2008 adalah 16.317 juta ton dari lahan produksi seluas
4 001 724 ha dan tahun 2012 produksi nasional jagung meningkat menjadi 19.377
juta ton dari lahan produksi 3 959 909 ha (BPS 2013). Menggunakan asumsi
kebutuhan benih per hektar 20 kg, maka jumlah benih yang dibutuhkan untuk luas
tanam tersebut mencapai 80 ribu ton per tahun.
Produktivitas jagung nasional mengalami kenaikan, namun hal tersebut juga
diikuti dengan penurunan luas lahan. Strategi peningkatan produktivitas tanaman
jagung harus terus dilakukan, baik oleh pihak pemerintah maupun swasta. Jumlah
kebutuhan benih yang besar setiap tahunnya merupakan peluang yang mendorong
industri benih jagung untuk terus berkembang. Persaingan antar produsen benih
yang semakin dinamis akan menghasilkan varietas unggul dan benih bermutu
tinggi.
Mutu benih jagung hibrida menjadi kunci utama dalam penerimaan petani
terhadap suatu varietas. Persaingan antar varietas telah berkembang dari kompetisi
atas keunggulan karakter agronomis pada mutu benih, terutama daya
berkecambah. Usaha peningkatan mutu benih menjadi bagian penting dalam
meningkatkan daya saing produk benih jagung hibrida.
Produksi jagung yang cukup besar membutuhkan dukungan benih bermutu
dalam jumlah yang cukup. Purwanto (2007) menyatakan peningkatan mutu benih
jagung hibrida menjadi bagian dari salah satu strategi peningkatan produktivitas
jagung nasional. Penggunaan benih bermutu dapat mendorong industri benih
karena dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi serta meningkatkan
produktivitas dan mutu benih (Hasanah 2002). Selain itu penggunaan varietas
hibrida dapat meningkatkan produktivitas (Edgerton 2009). Kombinasi benih
unggul dengan varietas hibrida menjadi daya tarik bagi perusahaan benih swasta
yang berperan memperbanyak dan menyebarluaskan benih bermutu sehingga
jumlah yang cukup dapat terpenuhi. PT BISI International, Tbk. merupakan salah
satu perusahaan yang menghasilkan benih jagung hibrida bermutu.
Varietas jagung hibrida yang diproduksi perusahaan dihasilkan melalui
persilangan antar galur murni. Persilangan antar galur murni dalam membentuk
hibrida dapat dilakukan dengan beberapa metode yang berkaitan dengan jumlah
galur yang digunakan, yaitu dua galur (single cross), tiga galur (three-way cross),
dan empat galur (double cross). Peneliti tanaman jagung menentukan tipe
persilangan berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain efisiensi biaya
produksi (Sobrinho et al. 2002), kestabilan performa tanaman (Balestre et al.
2009), atau ketahanan terhadap suatu penyakit (Sun et al. 2012). Persilangan
hibrida dapat berubah dari hibrida single cross menjadi tipe persilangan lainnya
jika dibutuhkan.
Tipe persilangan hibrida yang dikembangkan oleh pemulia merupakan
strategi untuk memperbaiki keragaan tanaman di lapangan atau meningkatkan
produktivitas benih. Pemulia tanaman jagung dapat merubah persilangan dari
single cross menjadi three-way cross karena galur betina rentan terhadap serangan

2
penyakit tertentu sehingga perlu diperbaiki sifat ketahanannya dengan disilangkan
dengan galur lain terlebih dahulu sebelum disilangkan dengan galur jantan.
Pemulia juga dapat menukar posisi galur jantan dan betina sehingga hibrida yang
dihasilkan merupakan hasil persilangan resiprok.
Perubahan tipe persilangan jagung hibrida dapat memperbaiki keragaan
tanaman di lapangan produksi, namun belum diketahui apakah dapat berpengaruh
terhadap mutu benih khususnya mutu fisiologis benih dan daya simpan benih. Hal
lain yang perlu diperhatikan pemulia adalah beberapa parameter mutu benih
dikendalikan oleh gen. Kollipara et al. (2002) mempelajari perkecambahan benih
jagung F1 dan F1R pada cekaman suhu dingin dan perlakuan desikasi. Kedua
parameter tersebut menunjukkan perbedaan antara benih jagung F1 dengan F1R.
Hal ini menunjukkan persilangan dapat menyebabkan perubahan mutu benih.
Penelitian ini mempelajari pengaruh tipe persilangan hibrida terhadap mutu
fisiologis dan daya simpan benih jagung hibrida. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi dasar dalam menentukan persilangan jagung hibrida yang sesuai.

Perumusan Masalah
Benih hibrida dihasilkan dari beberapa tipe persilangan, diantaranya single
cross, three-way cross, dan double cross. Masing-masing tipe persilangan
melibatkan jumlah tetua yang berbeda, diduga akan menghasilkan mutu fisiologis
benih yang berbeda. Pemulia tanaman jagung pada umumnya menentukan tipe
persilangan berdasarkan keragaan tanaman di lapangan. Pemulia dapat mengganti
tipe persilangan jika belum sesuai dengan tujuan pemuliaan yang dituju, namun
belum memperhatikan mutu fisiologis benih yang dihasilkan.
Pengujian mutu benih jagung hibrida yang dihasilkan dari beberapa tipe
persilangan merupakan hal penting yang perlu dilakukan. Pengujian tiga tipe
hibrida dengan tetua empat galur yang sama dapat memberikan informasi
pengaruh persilangan terhadap mutu benih jagung hibrida. Kombinasi dari empat
galur akan menghasilkan beberapa hibrida single cross, three-way cross, dan
double cross.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam pengujian ini adalah
meminimalkan faktor lingkungan produksi benih dan keragaman umur benih yang
diuji. Benih jagung hibrida yang diuji harus diproduksi dari lokasi tanam yang
sama, pada waktu yang sama, dan dengan budidaya yang sama. Penanganan benih
pasca panen sampai benih siap diuji mutu fisiologisnya juga harus dibuat seragam,
sehingga faktor yang berpengaruh hanya persilangan saat benih diproduksi.
Proses produksi benih hibrida three-way cross dan double cross
membutuhkan tetua F1, yaitu persilangan antara dua galur murni. Tetua F1 harus
diproduksi terlebih dahulu sebelum memproduksi benih jagung hibrida. Oleh
karena itu, penanaman materi genetik dilakukan dua kali, yaitu penanaman induk
F1 dan perbanyakan tetua pada musim tanam pertama dan produksi benih pada
musim tanam kedua.
Penanganan benih pasca panen ditangani secara khusus agar tidak
mempengaruhi mutu fisik benih. Perlakuan mekanis berpeluang merusak fisik
benih, sehingga dapat meningkatkan faktor error. Penanganan manual disarankan
antara lain dalam proses pemipilan dan pemilahan benih. Pengujian benih pada

3
waktu yang sama dengan memperhatikan prosedur kerja dapat meningkatkan
akurasi data pengamatan.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh tipe persilangan
terhadap mutu fisiologis benih jagung hibrida.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam menentukan
persilangan jagung hibrida yang sesuai agar dihasilkan benih jagung hibrida
bermutu fisiologis tinggi. Informasi mutu fisiologis benih jagung hibrida
dikendalikan secara genetik merupakan informasi penting yang dapat
dimanfaatkan dalam program pemuliaan maupun produksi benih jagung hibrida.

Ruang Lingkup Penelitian
Benih jagung yang digunakan dalam penelitian ini merupakan benih yang
diproduksi dari empat galur murni, yaitu BS07, BS30, BS32, dan BS50. Hibrida
yang dihasilkan dari kombinasi empat galur murni tersebut terdiri atas sepuluh
hibrida single cross, delapan hibrida three-way cross, dan dua hibrida double
cross. Seluruh hibrida diproduksi di desa Kambingan, Kec. Pagu, Kab. Kediri
pada bulan Agustus – November 2012. Benih dipanen pada umur 106 hari setelah
tanam. Penelitian ini khusus menganalisis mutu fisiologis benih dua puluh hibrida
dan empat tetua jagung.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Jagung Hibrida
Hibrida adalah persilangan antara dua tanaman yang memiliki konstitusi
genetik yang berbeda. Perbedaan ini pada tingkat spesies, ras, atau dibawah
spesies (Kingsbury 2009). Persilangan tersebut menghasilkan varietas hibrida,
yaitu varietas yang diproduksi dari persilangan dua galur murni dengan sifat
gabungan yang menguntungkan, anakan yang homogen dan heterozigot (Schlegel
2010). Jagung hibrida mulai dikenalkan pada tahun 1909 oleh Dr. Shull. Pada
tahun tersebut dimulai memproduksi galur murni melalui persilangan sendiri
(selfing) dan menyilangkan galur murni untuk mendapatkan kombinasi hibrida
silang tunggal yang seragam.
Poehlman (1979) menjelaskan beberapa metode persilangan untuk mendapatkan
jagung hibrida, yaitu: (1) hibrida silang tunggal (single cross), (2) hibrida silang
tunggal dimodifikasi, (3) hibrida persilangan tiga galur (three way cross), (4)

4
hibrida silang ganda (double cross), dan (5) persilangan lainnya. Hibrida silang
tunggal adalah hibrida yang dihasilkan dari persilangan dua galur murni yang
tidak berkerabat. Hibrida silang tunggal dimodifikasi adalah hibrida hasil
persilangan antara anakan persilangan dua galur yang berkerabat sebagai tetua
betina dengan galur lain yang tidak berkerabat sebagai tetua jantan. Hibrida
persilangan tiga galur adalah hibrida yang dihasilkan dari persilangan hibrida
silang tunggal dengan galur murni. Hibrida silang ganda yaitu hibrida yang
dihasilkan dari persilangan dua progeny silang tunggal. Hibrida persilangan lain
dihasilkan dari persilangan galur murni dengan varietas dan persilangan lebih dari
empat galur.

Benih Hibrida
Varietas hibrida tidak dapat dipisahkan dengan tetua hibrida dimana
karakteristik tetua yang berbeda menunjukkan keragaman genetik yang berbeda,
termasuk mutu benihnya. Saeidi (2008) menyatakan benih flax yang berwarna
kuning memiliki variasi genetik pengendali vigor dan daya tumbuh yang lebih
luas dibandingkan dengan benih warna coklat. Perbedaan karakter tersebut
dikendalikan oleh gen. Gen yang mengendalikan vigor benih dikemukakan oleh
Holdsworth et al. (2001) yang menyatakan bahwa penghambatan perkecambahan
oleh gen ABI3 dan lokus lain pada tanaman arabidobsis menunjukkan adanya
interaksi antar lokus yang menghambat dan mendorong potensi perkecambahan.
Identifikasi lokus CTS menunjukkan lokus ini mengendalikan potensi
perkecambahan dengan mendorong pemasakan setelah panen, sensitifitas terhadap
hormon giberelin dan menekan aktivitas lokus yang mengaktifkan pemasakan
embrio. Perkecambahan benih padi pada cekaman media salin menurut Wang et
al. (2010) juga dikendalikan oleh gen, yaitu dua atau tiga gen mayor dengan
poligen dengan nilai heritabilitas tinggi.
Persilangan antar tetua akan menghasilkan benih yang berbeda mutunya
dengan tetuanya. Benih hibrida memiliki keunggulan dibandingkan dengan benih
galur murni atau tetuanya karena terdapat efek heterosis. Virmani (2004)
mengindikasikan heterosis bobot kering embrio benih padi menunjukkan
keunggulan pertumbuhan vegetative dibanding tetuanya. Cuthbert et al. (2011)
dalam penelitiannya menyatakan pembentukan benih hibrida merupakan cara
efektif meningkatkan mutu benih.
Jagung merupakan komoditas yang penggunaan benih hibridanya sudah
cukup luas. Tipe jagung hibrida yang beredar antara lain hibrida silang tunggal
(single cross), hibrida silang tiga galur (three-way cross), dan hibrida silang ganda
(double cross) dapat menghasilkan benih dengan mutu yang berbeda-beda.
Santipracha et al. (1997) menyatakan benih jagung hibrida single cross memiliki
vigor daya simpan terendah diikuti benih jagung hibrida double cross dan benih
jagung hibrida three way cross. Penelitian dengan menggunakan tiga varietas
hibrida komersial tersebut menyebutkan benih hibrida silang tunggal lebih cepat
mundur daya simpannya yang diduga dengan pengusangan dipercepat secara fisik.
Penelitian-penelitian pengembangan galur atau benih hibrida untuk
memperbaiki mutu benih terus berkembang. Hal ini didukung oleh penelitianpenelitian yang menyatakan pentingnya meningkatkan mutu benih tetua-tetuanya.

5
Kollipara et al. (2002) meneliti jagung hibrida dan menyatakan analisis fenotipik
benih dari tongkol hasil persilangan sendiri F1R, menunjukkan hasil yang mirip
dengan dengan tetuanya, namun panjang akar kecambah antara F1 dan F1R
menunjukkan perbedaan. Lazuriaga et al. (2006) mempelajari perilaku benih dari
famili Cruciferae dan menyimpulkan bahwa perkecambahan benih dikendalikan
oleh genetik tanaman betina. Goggi et.al. (2007) menyatakan seleksi inbrida yang
memiliki karakter mutu benih tinggi pada tahap awal program pemuliaan sangat
penting dan bermanfaat untuk meningkatkan daya berkecambah dan keragaan di
lapang. Goggi et.al. (2008) juga menyatakan pemulia tanaman jagung tertarik
untuk mengevaluasi mutu benih galur-galur mereka karena mutu benih
berhubungan dengan daya tumbuh di lapang.

Pengujian Mutu Benih
Benih merupakan sarana produksi yang harus dijamin dan dijaga mutunya.
Mutu benih adalah faktor penentu keberhasilan pertanaman secara ekonomis.
Penelitian Tumbelaka et al. (1997) menyatakan penggunaan benih kacang tanah
yang telah terinfeksi virus PStV mengalami penurunan hasil sebesar 17.8%
dibandingkan penggunaan benih yang sehat. Hal ini menunjukkan benih bermutu
berperan dalam meningkatkan keberhasilan petani.
Pengujian mutu benih merupakan bagian yang sangat penting dalam
produksi benih, berupa aktivitas penilaian terhadap mutu suatu lot benih. Mutu
benih meliputi mutu genetik, fisik, fisiologis, dan patologis. Mutu genetik
ditunjukkan dengan kemurnian varietas dari suatu lot benih. Pengujian mutu
genetik dilakukan untuk menjamin terjaganya keaslian komposisi genetik dari
suatu asesi. Mutu fisik meliputi kadar air, keseragaman ukuran, warna, dan bobot,
serta kebersihan dari kotoran. Pengujian mutu fisik benih dilakukan untuk
menjamin lot benih tidak mengalami kerusakan mekanis yang dapat berpengaruh
terhadap daya simpan benih dan juga material lain yang tidak diharapkan. Mutu
fisiologis ditunjukkan oleh daya berkecambah dan vigor benih. Miloševic et al.
(2010) menyatakan pengujian vigor benih dapat menunjukkan viabilitas benih.
Pengujian mutu fisiologis dilakukan untuk menjamin kondisi fisiologis benih
dalam keadaan optimum untuk penyimpanan benih. Mutu patologis berkaitan
dengan kesehatan benih, yaitu kondisi benih terhadap patogen-patogen benih
dimana pengujian ini sangat dibutuhkan untuk menjamin lot benih tidak
membawa infeksi penyakit, hama, dan benih gulma.
Tujuan pengujian benih yaitu menjamin mutu benih yang akan ditanam oleh
petani. Permasalahan benih di petani yang paling utama adalah benih yang
ditanam tidak dapat menunjukkan kapasitasnya. Pengujian benih menjadi sarana
untuk menjamin benih yang sampai di petani memiliki kualitas yang sesuai
dengan kapasitasnya (ISTA 2012).

6

3 METODE PENELITIAN
Bahan Penelitian
Bahan tanaman yang digunakan adalah empat galur tetua jagung hibrida
yaitu BS07, BS30, BS50, BS32. Galur-galur tersebut merupakan galur koleksi PT
BISI International, Tbk. Sarana produksi yang digunakan antara lain pupuk kimia
urea, pupuk NPK, fungisida (thiram, mankozeb, dimetomorf, dan metil-metalaksil),
insektisida (imidakloprid, dan betasifultrin), serta pupuk daun.

Peralatan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam pembentukan materi genetik adalah
peralatan budidaya jagung beserta sarana produksinya dan perlengkapan
penyerbukan terkendali seperti kantung polen dan kantung tongkol. Alat-alat yang
digunakan saat pemrosesan benih dan pengujian mutu benih adalah bak pengering
ukuran 1 m x 1 m x 1.2 m, perlengkapan pengujian benih, alat pengecambah
benih, dan alat pengusangan benih. Peralatan pendukung yang lain adalah oven,
timbangan, dan desikator untuk pengukuran kadar air benih.

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dua tahap, yaitu (1) pembentukan materi genetik
di Kebun Pengujian Genetic Purity dan farm Research and Development, serta
instalasi pemrosesan benih induk PT BISI International, Tbk., Kediri; dan (2)
pengujian benih di Laboratorium Quality Control PT BISI International, Tbk.,
Kediri. Pembentukan materi genetik dilaksanakan pada bulan Maret – Desember
2012, sedangkan pengujian benih dilakasanakan pada bulan Desember 2012 –
Februari 2013.

Prosedur Percobaan
Pembentukan Materi Genetik
Persilangan Hibrida
Percobaan ini dilakukan dengan dua kali tanam dimana tanam pertama
untuk membentuk tetua F1 dan memproduksi ulang galur (Tabel 1). Tetua F1 dan
galur yang dihasilkan digunakan dalam musim tanam berikutnya untuk
membentuk hibrida, baik hibrida silang tunggal (single cross), hibrida silang
ganda (double cross), dan hibrida tiga galur (three-way cross). Pada akhir musim
tanam kedua, didapatkan benih dari 24 populasi yang terdiri atas 2 populasi
double cross, 8 populasi three-way cross, 10 populasi single cross, dan 4 populasi
selfing. Panen calon benih dilakukan pada umur 106 HST.

7
Tabel 1 Hibrida jagung yang dihasilkan dalam percobaan
Musim tanam
Hibrida yang dibentuk
Pertama
Selfing BS07
BS07 x BS30….. (BS0730)
Selfing BS30
BS50 x BS32….. (BS5032)
Selfing BS50
Selfing BS32
Kedua

BS0730 x BS5032
BS5032 x BS0730
BS0730 x BS50
BS0730 x BS32
BS0730 x BS07
BS0730 x BS30
BS5032 x BS50
BS5032 x BS32
BS5032 x BS07
BS5032 x BS30
BS07 x BS30
BS50 x BS32

BS07 x BS50
BS50 x BS07
BS07 x BS32
BS32 x BS07
BS30 x BS50
BS50 x BS30
BS30 x BS32
BS32 x BS30
Selfing BS07
Selfing BS30
Selfing BS50
Selfing BS32

Pemrosesan Benih
Benih yang dihasilkan diproses secara manual. Tongkol per ulangan pada
masing-masing populasi dipisahkan dan diberikan kode. Benih dikeringkan dalam
tongkol hingga kadar air ± 12% dengan bak pengering. Benih jagung kemudian
dipipil secara manual untuk menghindari kerusakan mekanis yang disebabkan
mesin pipil. Benih yang kadar airnya masih di atas 12% dikeringkan dengan oven.
Benih dibersihkan dan dipilah kemudian dikemas dalam plastik kedap udara dan
ditutup dengan alat laminating.
Pelaksanaan Percobaan
Percobaan pertama terdiri atas dua kali tanam yaitu penanaman tetua untuk
tujuan perbanyakan benih induk dan membentuk tetua F1 untuk digunakan
sebagai tetua hibrida three-way cross dan hibrida silang ganda (double cross) dan
musim tanam kedua untuk memproduksi benih hibrida. Musim tanam pertama,
benih ditanam dengan budidaya olah tanah minimum dengan pupuk dasar berupa
pupuk urea 100 kg/ha, SP36 200kg/ha, dan KCl 50 kg/ha. Benih diberi perlakuan
sebelum tanam dengan kombinasi pestisida thiram, mankozeb, metil-metalaxyl,
dimetomorf, dan perekat.
Dua butir benih ditanam pada setiap lubang tanam, ditaburi insektisida
Imidakloprid dan ditutup dengan kompos kering. Penyemprotan pestisida
dilakukan dua kali seminggu selama masa vegetatif, bertujuan untuk mencegah
serangan lalat bibit, ulat, serangga penyerang tunas, penyakit bulai, dan busuk
pelepah daun. Pestisida yang digunakan yaitu imidakloprid, betasifultrin, metilmetalaxyl, dimetomorf, mankozeb, dan perekat dengan dosis sesuai anjuran.
Pemupukan susulan diberikan berdasarkan kondisi tanaman. Pemupukan
susulan pertama dilakukan setelah tanaman berumur 22 hari setelah tanam
(Gambar 1). Pupuk yang diberikan yaitu urea 150 kg/ha dan KCl 50 kg/ha.

8
Pemupukan susulan kedua dilakukan pada tanaman berumur 45 hari setelah tanam
(Gambar 1). Pupuk yang diberikan pada pemupukan kedua adalah urea 150 kg/ha.
Pengairan tanaman dilakukan berdasarkan kondisi cuaca dan tanaman.

Gambar 1 Produksi benih jagung BS5032 pada musim tanam pertama
Bunga jantan disungkup dengan kertas tahan air untuk memanen polen,
sedangkan bunga betina disungkup dengan plastik tembus pandang. Tanaman
galur BS32 mulai mengeluarkan bunga jantan pada umur 48 hari setelah tanam,
sedangkan galur lain menyusul 4-5 hari berikutnya. Penyerbukan dilakukan pada
tanaman betina yang sudah siap dengan polen dari tanaman jantan pasangannya.
Ciri bunga betina siap dibuahi adalah rambutnya sudah keluar cukup banyak
dengan panjang kurang lebih lima sentimeter, sedangkan polen yang bisa
digunakan adalah polen yang sudah pecah dan terkumpul pada selubung
penyungkup. Hambatan yang dihadapi dalam penyerbukan adalah ketidaktepatan
waktu berbunga jantan dengan kesiapan bunga betina menerima polen (masa
reseptif). Hal ini dapat diatasi dengan mengambil polen dari tanaman jantan yang
terlambat tumbuh atau mempercepat pertumbuhan rambut tongkol dengan
memotong ujung tongkol ±5 cm.
Tongkol yang sudah diserbuk kemudian ditutup dengan kertas tahan air
untuk mencegah terkontaminasi polen lain dan diberi keterangan. Pemanenan
dilakukan ketika tanaman sudah berumur 104 hari setelah tanam yang
menunjukkan tanda-tanda siap panen. Tongkol dikeringkan dengan alat
pengering. Pada tingkat kekeringan yang cukup, tongkol dipipil manual dan
dibersihkan dengan ayakan. Benih hasil ayakan dipilah secara manual untuk
memisahkan benih bagus (good seed) dan benih kurang bagus (bercendawan,
pecah, tumbuh) serta kotoran yang tidak terpisah ketika diayak. Benih tersebut
disimpan dalam kemasan plastik yang kedap udara dan air.
Penanaman kedua dilakukan pada bulan Agustus – November 2012, dimana
cuaca sangat kering sehingga dibutuhkan pengairan yang cukup. Penanaman
dimulai dengan tanaman samping (border) dua minggu sebelum tanaman utama,
untuk menahan patogen yang berasal dari tanaman sekeliling sekaligus menahan

9
laju angin. Benih hasil tanam musim pertama diberi perlakuan pestisida seperti
musim tanam sebelumnya. Setiap lubang tanam diberi satu butir benih dan ditabur
dengan insektisida imidakloprid dan diberi pupuk dasar NPK 1.5 g/lubang tanam
disebelahnya. Pengairan dilakukan secara rutin sepuluh hari sekali. Pengendalian
penyakit khususnya bulai, dilakukan dengan penyemprotan pestisida dan
pencabutan tanaman terserang.
Penanaman tanaman utama dilakukan dalam tiga tahap, yaitu penanaman
sumber polen I, penanaman induk betina bersamaan dengan sumber polen II, serta
penanaman sumber polen III. Jarak antar penanaman lima hari, menghasilkan
pertumbuhan pertanaman yang beragam (Gambar 2). Pengaturan waktu tanam ini
ditujukan untuk memperoleh kesesuaian waktu antara pemasakan polen dan masa
reseptif bunga betina. Ketersediaan polen dari tiga kelompok tanaman jantan
(sumber polen) dapat menyediakan polen bagi bunga betina dalam rentang waktu
yang lebih panjang.
Penyerbukan pada pertanaman kedua bertujuan untuk menghasilkan benih
hibrida. Desain persilangan dibuat untuk menghasilkan hibrida silang tunggal
(single cross), hibrida tiga galur (three-way cross), dan hibrida silang ganda
(double cross).

Gambar 2 Tanaman jagung pada pertanaman kedua
Bunga betina disungkup sebelum mengeluarkan kepala putik (rambut
tongkol) menggunakan kertas minyak. Bunga jantan dipilih yang sudah masak
sebagian, disungkup dengan kantong kertas berukuran besar, tahan air.
Penyerbukan dimulai dengan mengambil polen dari beberapa bunga jantan dalam
satu galur, kemudian diserbukkan pada tongkol yang sudah keluar kepala putiknya
dengan hati-hati. Penyerbukan harus dilakukan secara cepat agar tidak
terkontaminasi polen lain yang beterbangan (Gambar 3).

10

Gambar 3 Tahapan penyerbukan terkendali pada tanaman jagung
Penyerbukan yang berhasil dicirikan dengan tongkol yang membesar dan
berisi dipelihara hingga siap panen. Benih dikeringkan pada tongkol hingga kadar
air ± 12% dengan bak pengering bersuhu 40 °C. Benih jagung dipipil secara
manual untuk menghindari kerusakan mekanis. Benih yang kadar airnya masih di
atas 12% dikeringkan dengan oven bersuhu 42 °C. Benih dibersihkan dan dipilah
menggunakan ayakan, kemudian dikemas dalam plastik kedap udara dan siap
diuji. Kadar air benih harus berada diantara 11% - 12% pada saat diuji. Benih
yang kadar airnya diluar rentang tersebut harus disesuaikan. Lot yang sudah
sesuai kadar airnya dilanjutkan dengan uji mutu fisiologis.
Benih diberi perlakuan sebelum diuji mutu fisiologinya, dengan coating
menggunakan campuran fungisida untuk mencegah serangan cendawan saat
pengujian benih. Perlakuan benih selain mencegah serangan cendawan juga dapat
meningkatkan populasi dan hasil tanaman jagung (Solorzano dan Malvick 2011).
Perlakuan coating benih menggunakan seed treater (Gambar 4).
Pengujian Benih
Pengujian mutu benih meliputi uji viabilitas potensial direpresentasikan
dengan uji daya berkecambah dan uji vigor benih terdiri atas vigor kekuatan
tumbuh dan vigor daya simpan (Sadjad et al. 1999). Pengujian vigor kekuatan
tumbuh menggunakan peubah kecepatan tumbuh (KCT), keserempakan tumbuh
(KST), panjang akar primer (PAP), panjang plumula (PP), dan bobot kering
sepuluh kecambah normal (BK10KN). Pengujian vigor daya simpan menggunakan
metode pengusangan cepat dengan penderaan fisik.
Uji daya berkecambah dilakukan dengan uji kertas digulung didirikan dalam
plastik (UKDdp) dengan media tumbuh kertas CD plano. Pengukuran suhu dan
kelembaban germinator dilakukan secara berkala (Lampiran 1). Kelembaban
media dipertahankan dengan disiram pada hari kedua dan setelah pengamatan
…...

11

Gambar 4 Proses coating benih jagung menggunakan seed treater
pertama. Indeks vigor dan daya berkecambah diuji dengan empat ulangan masingmasing 50 butir benih. Kecambah dikategorikan sebagai kecambah normal apabila
ukuran plumula dan akarnya proporsional, memiliki akar seminal, dan tidak ada
struktur yang rusak. Kecepatan tumbuh (KCT) dan keserempakan tumbuh (KST)
diuji dengan empat ulangan masing-masing 50 butir benih.
Panjang plumula, panjang akar primer, jumlah akar seminal, dan bobot
kering sepuluh kecambah normal (BK10KN) diuji dengan tiga ulangan masingmasing 25 butir benih. Kecambah yang sudah selesai diamati dipisahkan dari
endosperm yang masih tersisa. Kecambah tanpa endosperm dimasukkan dalam
amplop kertas CD plano yang sudah ditimbang terlebih dahulu dan dimasukkan
dalam oven bersuhu 80 °C selama 24 jam. Amplop dan kecambah yang sudah
kering dimasukkan ke dalam desikator untuk proses pendinginan. Amplop beserta
kecambah kering ditimbang dan dikurangi dengan berat amplop kosong. Berat
akhir yang didapatkan merupakan bobot kering sepuluh kecambah normal.
Pengujian vigor daya simpan menggunakan benih yang didera secara fisik,
yaitu dengan menyimpan benih pada lingkungan bersuhu 45°C selama 42 jam.
Benih yang akan didera dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan bahan
coating yang menyelimutinya. Pencucian ini untuk mencegah kemungkinan benih
teracuni oleh bahan coating saat penderaan. Benih yang sudah dicuci dimasukkan
dalam kantong kasa, diberi label dan ditutup rapat. Kantong-kantong benih
dimasukkan dalam AAT chamber untuk penderaan. Benih yang sudah selesai
didera segera diuji dengan metode UKDdp, diamati pada umur empat dan tujuh
hari setelah pengecambahan.
Rancangan pengujian benih ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) satu
faktor dengan empat ulangan. Model linier pengujian mutu benih adalah sebagai
berikut:
Yi = μ + Hi + ɛij
Keterangan Yij = Nilai pengamatan pada tipe persilangan ke-i ulangan ke-j

12
μ = Nilai tengah umum
Hi = Pengaruh tipe persilangan hibrida ke-i
ɛij = Galat percobaan pada tipe persilangan hibrida ke-I ulangan ke-j
Pengamatan
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Daya berkecambah benih (DB)
Daya berkecambah dihitung berdasarkan perbandingan jumlah
kecambah normal pada hitungan pertama dan kedua dengan jumlah total
benih yang dikecambahkan. Hitungan pertama pada 4 hari setelah
pengecambahan dan hitungan kedua pada 7 hari setelah pengecambahan,
dengan rumus sebagai berikut :
DB % =

kecambah normal hitungan I+hitungan II
x 100%
benih yang dikecambahkan

2. Indeks vigor benih (IV)
Indeks vigor benih merupakan perbandingan jumlah kecambah normal
pada hitungan pertama terhadap jumlah total benih yang dikecambahkan.
Indeks vigor dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
IV % =

kecambah normal hitungan I
x 100%
benih yang dikecambahkan

3. Vigor daya simpan (VDS)
Pengamatan vigor daya simpan diekspresikan dengan pengamatan
kecambah normal dari benih yang sudah diusangkan. Benih yang telah
diusangkan diuji dengan metode yang sama dengan pengujian daya
berkecambah. Pengamatan kecambah dilakukan pada 4 dan 7 hari setelah
pengecambahan. Vigor daya simpan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
VDS % =

kecambah normal hitungan I+hitungan II
x 100%
benih yang dikecambahkan

4. Kecepatan tumbuh (KCT)
Persentase kecambah normal dihitung setiap hari selama
perkecambahan. Perhitungan kecepatan tumbuh mengikuti rumus (Sadjad
1999) sebagai berikut:
tn
-l

KCT % etmal =
n=0

Keterangan:

N
t

tn = waktu akhir pengamatan
N = persentase kecambah normal setiap waktu pengamatan
t = waktu pengamatan (per etmal, dimana 1 etmal = 24 jam)

13
5. Keserempakan tumbuh (KST)
Keserempakan tumbuh adalah tumbuhnya benih secara homogen,
serempak berkecambah, dan mewujudkan kinerja kecambah yang seragam.
Pengamatan keserempakan tumbuh pada hari antara, diantara pengamatan
pertama (first count) dan pengamatan kedua (final count), yaitu hari ke-5.

KST % =

kecambah normal pada hari antara
hitungan I dan hitungan II
x 100%
benih yang dikecambahkan

6. Bobot kering sepuluh kecambah normal (BK10 KN)
Kecambah normal yang diamati pada hari ke-7 dikeringkan pada suhu
80 °C selama 24 jam. Kecambah yang digunakan adalah kecambah yang
dipakai dalam pengukuran panjang akar primer, panjang plumula, dan jumlah
akar seminal, berjumlah sepuluh kecambah. Endosperm yang masih tersisa
dibuang sebelum kecambah dikeringkan.
7. Panjang plumula
Pengukuran panjang plumula dilakukan pada sepuluh kecambah normal
pada hari ke-5, dipilih secara acak. Pengukuran panjang plumula dimulai dari
pangkal plumula hingga ujung titik tumbuh.
8. Panjang akar primer
Pengukuran panjang akar primer dilakukan pada sepuluh kecambah
normal pada hari ke-5, dipilih secara acak. Panjang akar primer diukur dari
pangkal akar hingga ujung akar primer atau akar seminal terpanjang.
9. Jumlah akar seminal
Penghitungan akar seminal dilakukan pada sepuluh kecambah normal
pada hari ke-5, dipilih secara acak. Akar seminal yang dihitung adalah
seluruh akar seminal yang tumbuh pada kecambah, baik dalam kondisi
normal ataupun tidak, utuh maupun patah.

Prosedur Analisis Data
1. Hibrida Terbaik
Hibrida yang menghasilkan benih dengan mutu tertinggi dianalisis
dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA). Perlakuan yang berpengaruh
nyata terhadap peubah pengamatan dianalisis dengan uji lanjut nilai tengah
Duncan.
Perbandingan tipe persilangan dianalisis dengan menggabungkan hibrida
dari ketiga tipe persilangan. Uji lanjut nilai tengah dilakukan dengan uji
kontras ortogonal, membandingkan antar tipe persilangan hibrida.

14
2. Pengaruh tetua betina terhadap keragaan karakter.
Pengaruh tetua betina terhadap keragaan karakter dapat dilakukan
dengan membandingkan rata-rata dari generasi F1 dan resiprokalnya (F1R)
dengan menggunakan uji-t menurut Strickberger (1976).

YF1 – YF1R
t=

Keterangan:

SYF1 - YF1R
YF1
= Nilai tengah populasi F1
YF1R
= Nilai tengah populasi F1R
SYF1 - YF1R = Simpangan baku populasi selisih F1 – F1R

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Mutu Benih Galur Tetua
Tetua benih hibrida menggunakan galur murni yang homogen homozigot.
Galur murni yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dua kelompok yang
berbeda daya berkecambahnya. Tetua dari latar belakang yang berbeda
berpengaruh terhadap mutu benih jagung komposit yang dihasilkan (Munamava et
al. 2004). Tetua mewariskan sifat yang dimiliki kepada turunannya dengan
proporsi seimbang, 50% dari tetua jantan dan 50% dari tetua betina, selama sifat
tersebut dikendalikan secara genetik oleh gen dalam inti sel. Pengamatan mutu
benih tetua penting untuk diketahui sebagai pembanding hibrida.
Berdasarkan mutu fisiologisnya, tetua dikelompokkan menjadi dua, yaitu
kelompok tetua yang bermutu fisiologis tinggi dan kelompok yang bermutu
fisiologis rendah. Peubah-peubah penting seperti daya berkecambah, indeks vigor,
kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh, bobot kering sepuluh kecambah
normal, dan vigor daya simpan menunjukkan BS07 dan BS30 lebih tinggi
dibandingkan BS50 dan BS32 (Tabel 2).
Tetua BS07 dan BS30 memiliki daya berkecambah benih di atas 95%,
didukung dengan indeks vigor di atas 70%, kecepatan tumbuh diatas 20% per
etmal, dan pertumbuhan kecambah yang serempak. Tetua BS32 dan BS50
memiliki daya berkecambah dibawah 80%, indeks vigor dibawah 40%, kecepatan
tumbuh dibawah 15% per etmal, dan pertumbuhan kecambah yang kurang
serempak. Kecambah tetua BS07 memiliki panjang plumula dan panjang akar
primer yang lebih panjang dibanding BS32 dan BS50, sedangkan BS30 tidak
berbeda nyata. Jumlah akar seminal BS07 dan BS30 lebih banyak dibandingkan
dua galur lainnya. Perbedaan keragaan fisik kecambah tersebut berpengaruh pada
bobot kering sepuluh kecambah normal, dimana BS07 dan BS30 lebih tinggi
dibandingkan BS32 dan BS50.

15

Galur tetua
BS07
BS30
BS50
BS32
Koefisien
keragaman

BS07
BS30
BS50
BS32
Koefisien
keragaman

Tabel 2 Mutu benih empat galur tetua jagung hibrida
Daya
Indeks Vigor daya Kecepatan Keserempakan
berkecambaha vigora
simpana
tumbuha
tumbuha
-1
(%)
(%)
(%)
(% etmal )
(%)
97.00a
85.50a
66.50a
23.29a
92.25a
96.75a
73.63b
80.00a
22.67a
80.88b
74.63b
33.50c
14.63b
14.14b
47.50c
46.00c
6.00d
31.13b
8.19c
12.00d
3.17

8.88

Bobot kering 10
kecambah normala
(g)
0.37a
0.34a
0.24b
0.24b
14.74

23.93

10.05

9.83

Panjang
plumulaa
(cm)
9.66a
8.00ab
6.58b
7.22b

Panjang akar
primera
(cm)
12.48a
11.16ab
9.89b
9.60b

Jumlah akar
seminala

14.99

12.82

2.60a
2.37a
1.81b
0.79c
14.54

a

Angka-angka pada kolom peubah yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf 5% uji selang berganda Duncan.

Pengaruh Tetua Betina
Persilangan antar tetua mewariskan sifat-sifat yang dimiliki kepada
zuriatnya. Sifat-sifat yang diwariskan merupakan sifat yang dikendalikan oleh gen
dalam inti sel dan atau gen dalam sitoplasma. Pewarisan sifat yang dikendalikan
oleh gen dalam inti sel, menghasilkan zuriat yang memiliki sifat gabungan dari
kedua tetuanya. Sifat yang dikendalikan oleh gen dalam sitoplasma akan mewaris
dari tetua betina kepada zuriatnya.
Peubah-peubah pengamatan memiliki respon yang berbeda terhadap
persilangan antar tetua. Uji t menunjukkan nilai tengah peubah-peubah pada
hibrida tertentu berbeda dengan hibrida resiproknya. Peubah-peubah yang nilai
tengahnya berbeda antara hibrida dan hibrida resiproknya mengindikasikan
peubah itu dikendalikan oleh gen diluar inti (Tabel 3).
Persilangan dua tetua yang memiliki daya berkecambah tinggi (BS07 dan
BS30) disilangkan dengan dua tetua lain yang memiliki daya berkecambah relatif
rendah (BS50 dan BS32). Berdasarkan uji t, tetua betina (efek maternal)
berpengaruh terhadap beberapa peubah, namun tidak konsisten pada seluruh
pasangan tetua. Daya