Pembuatan Selulosa Kristal Rendah (LCC) Dari Tongkol Jagung (ZEA MAYS L) Dengan Metode Hidrolisis Menggunakan Asam Fosfat 85%

(1)

PEMBUATAN SELULOSA KRISTAL RENDAH (LCC) DARI TONGKOL JAGUNG (Zea mays) DENGAN METODE HIDROLISIS

MENGGUNAKAN ASAM FOSFAT 85%

SKRIPSI

ADILLA PRATIWI SIMANJUNTAK 090822025

PROGRAM STUDI S1 KIMIA EKSTENSI DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

PERSETUJUAN

Judul : PEMBUATAN SELULOSA KRISTAL RENDAH

(LCC) DARI TONGKOL JAGUNG (Zea mays L) DENGAN METODE HIDROLISIS

MENGGUNAKAN ASAM FOSFAT 85%

Kategori : SKRIPSI

Nama : ADILLA PRATIWI SIMANJUNTAK

Nomor Induk Mahasiswa : 090822025

Program Studi : SARJANA (SI) KIMIA EKSTENSI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Januari 2015 Komisi Pembimbing

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Saharman Gea, S.Si. M. Sc, Ph.D Dr. Darwin Yunus Nasution, MS NIP 196811101999031001 NIP 195508101981031006

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP 195408301985032001


(3)

PERNYATAAN

PEMBUATAN SELULOSA KRISTAL RENDAH (LCC) DARI TONGKOL

JAGUNG (Zea mays) DENGAN METODE HIDROLISIS

MENGGUNAKAN ASAM FOSFAT 85%

SKRIPSI

Saya mengakui skripsi ini adalah hasilkerja saya sendiri, kecuali beberapa Kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2015

ADILLA PRATIWI SIMANJUNTAK 090822025


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang dengan segala rahmat, karunia, dan izin nya penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan sebaik mungkin. Shalawat dan salam kepada Baginda Rasullullah Muhammad SAW yang membuka jalan kebenaran kepada seluruh umatnya.

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar – besarnya kepada Ayahanda dan Ibunda atas segala doa, kasih sayang, bimbingan, waktu, materi dan segala pengorbanan sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan sampai saat ini. Kepada abang dan adik – adik semoga kita semua dapat menjadi anak – anak yang membanggakan bagi kedua orang tua kita.

Ucapan terima kasih penulis kepada Bapak Dr. Darwin Yunus Nasution, MS selaku dosen pembimbing 1 dan Bapak Saharman Gea, S.Si, M.Sc, Ph.D selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, masukan dan saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku ketua dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU. Kepada seluruh Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama masa perkuliahan penulis di FMIPA USU. Seluruh rekan – rekan asisten Laboratorium Kimia Dasar LIDA USU dan teman – teman stambuk 2009 yang telah memberikan semangat selama masa perkuliahan sampai saat ini.

Hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap Allah SWT memberikan berkah-nya berlipat ganda kepada kita semua. Amin.


(5)

PEMBUATAN SELULOSA KRISTAL RENDAH (LCC) DARI TONGKOL JAGUNG (Zea mays) DENGAN METODE HIDROLISIS

MENGGUNAKAN ASAM FOSFAT 85%

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan selulosa kristal rendah (LCC) dari tongkol jagung (Zea mays) dengan metode hidrolisis menggunakan asam fosfat 85%. Proses

pembuatan dilakukan dengan dua tahap yaitu isolasi α-selulosa dari tongkol jagung dan pembuatan selulosa kristal rendah dengan metode hidrolisis menggunakan asam fosfat 85%. Selulosa kristal rendah dikarakteristik melalui uji FTIR, TGA dan X-Ray. Analisa spektrum FTIR menunjukkan adanya serapan gugus O – H pada bilangan gelombang 3319,19 cm-1, gugus C – H dan C – O pada bilangan gelombang 2791,98 cm-1 dan 1024,72 cm-1. Hasil analisa degradasi termal dengan TGA, selulosa kristal rendah terjadi penurunan masa pada suhu 308,61oC sebanyak 63,05% dengan masa residu padat sebesar 18,67% dan analisa struktur kristal dengan x-ray diperoleh intensitas maksimum kristalisasi pada 2θ yaitu 19,97oC dengan derajat kristlisasi 37,06%.


(6)

THE MAKING OF LOW CRYSTALIZED CELLULOSE (LCC) FROM CORNCOB (Zea mays) WITH HYDROLYSIS METHOD

ABSTRACT

BY USING OF 85% PHOSPHAT ACID

This analysis is about the making of LCC from corncob (Zea mays) with Hydrolysis method by using of 85% Phosphat Acid. The process is done in two steps, that is by isolating Celullose from corncob and making of low crystalized cellulose with hydolysis method by using 85% Phosphat Acid. The crystalized cellulose is characterized trough the FTIR, TGA and X-ray test. The FTIR spectrum Analys shows the absorbent of O-H cluster at numeric wave 3319,19 cm-1, C-H cluster and C-O at the numeric wave 2791,98 cm-1 and 1024,72 cm -1

. The result of thermal degradation of analysis with TGA, the low cristalized cellulose occurred the degradation of mass 63,05% at 308,61oC. With the solid residu mass 18,67% and cristal structure analys with X-ray shows the maximum of cristalization on 2θ – 19,97% with cristalized degree on 37,07%.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGHARGAAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Pembatasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.6. Lokasi Penelitian ... 4

1.7. Metodologi Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tanaman Jagung ... 5

2.1.1 Kandungan Kimia Jagung... 6

2.1.2. Manfaat Jagung ... 7

2.1.3. Tongkol Jagung ... 9

2.2 Selulosa ... 9

2.2.1 Pengertian Selulosa ... 9

2.2.2. Sumber Selulosa ... 11

2.3 Asam Fosfat ... 12

2.4 Alpha Selulosa ... 13

2.5 Selulosa Kristal Rendah ... 13

2.6 Analisa Fourier Transfor Infrared (FTIR) ... 15

2.7 Analisa Thermogravimetri (TGA) ... 15

2.8 Analisa X-Ray ... 15

2.9 Hidrolisa ... 16

BAB 3METODE PENELITIAN ... 18

3.1. Alat-Alat Penelitian ... 18

3.2. Bahan-Bahan Penelitian ... 18

3.3. Prosedur Penelitian ... 19

3.3.1. Pembuatan Larutan ... 19

3.3.1.1. Pembuatan Larutan HNO3 3,5 % ... 19

3.3.1.2. Pembuatan Larutan NaOH 2% ... 19

3.3.1.3. Pembuatan Larutan Na2SO3 2% ... 19

3.3.1.4. Pembuatan Larutan NaOH 17,5% ... 20

3.3.1.5. Pembuatan Larutan NaOCl 1,75% ... 20

3.3.1.6. Pembuatan Larutan H2O2 10% ... 20

3.3.1.7. Pembuatan Larutan H2SO4 48,84% ... 20


(8)

3.3.3. Isolasi α-selulosa dari tongkol jagung ... 20

3.3.4. Pembuatan selulosa kristal rendah ( Low Crystalinity Cellulose) ... 21

3.3.5 Analisa gugus fungsi dengan FTIR ... 21

3.3.6 Analisa termal dengan TGA ... 22

3.3.7 Analisa struktur keristal dengan X-ray ... 22

3.4 Bagan penelitian ... 22

3.4.1 Preparasi serbuk tongkol jagung ... 22

3.4.2 Isolasi α-Selulosa dari Tongkol Jagung ... 24

3.4.3 Pembuatan Selulosa Kristal Rendah (Low Crystalinity Cellulose) ... 25

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Hasil Penelitian... 26

4.1.1 Hasil α-selulosa dari tongkol jagung ... 26

4.2 Pembahasan ... 27

4.2.1 Isolasi selulosa kristal rendah dari tongkol jagung ... 27

4.2.3 Analisa degradasi termal dengan TGA ... 29

4.2.4 Analisa struktur kristal dengan X-Ray ... 31

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1 Kesimpulan ... 33

5.2 Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34 Lampiran


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Halaman

2.1 Kandungan Komponen dalam 100g Jagung Kuning Panen

Baru 6

2.2 Kandungan Komponen dalam 100g Jagung Putih Panen Baru 7 2.3 Komposisi Kimia dari Beberapa Tipe Selulosa Penyusun

Material 11

2.4 Beberapa Sifat Fisikokimia AC-CC dan LCC-CC 14


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Halaman

2.1 Buah Jagung 5

2.2 Struktur Selulosa 10

4.1 Spektrum FTIR α selulosa 25

4.2 Spektrum FTIR selulosa Kristal rendah 26

4.3 Degradasi Termal dengan TGA α selulosa 27 4.4 Degradasi Termal dengan TGA selulosa kristal rendah 28 4.5 Struktur kristal dengan X-Ray α selulosa 29 4.6 Struktur kristal dengan X-Ray selulosa kristal rendah 39

4.7 Struktur kristal X-Ray, α-selulosa 30


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Foto penelitian. 36

Lampiran 2 Spektrum FTIR α-selulosa. 37

Lampiran 3 Spektrum FTIR selulosa kristal rendah. 38

Lampiran 4 Grafik X-ray α-selulosa. 39

Lampiran 5 Grafik X-ray selulosa kristal rendah. 40

Lampiran 6 Grafik TGA α-selulosa. 41


(12)

PEMBUATAN SELULOSA KRISTAL RENDAH (LCC) DARI TONGKOL JAGUNG (Zea mays) DENGAN METODE HIDROLISIS

MENGGUNAKAN ASAM FOSFAT 85%

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan selulosa kristal rendah (LCC) dari tongkol jagung (Zea mays) dengan metode hidrolisis menggunakan asam fosfat 85%. Proses

pembuatan dilakukan dengan dua tahap yaitu isolasi α-selulosa dari tongkol jagung dan pembuatan selulosa kristal rendah dengan metode hidrolisis menggunakan asam fosfat 85%. Selulosa kristal rendah dikarakteristik melalui uji FTIR, TGA dan X-Ray. Analisa spektrum FTIR menunjukkan adanya serapan gugus O – H pada bilangan gelombang 3319,19 cm-1, gugus C – H dan C – O pada bilangan gelombang 2791,98 cm-1 dan 1024,72 cm-1. Hasil analisa degradasi termal dengan TGA, selulosa kristal rendah terjadi penurunan masa pada suhu 308,61oC sebanyak 63,05% dengan masa residu padat sebesar 18,67% dan analisa struktur kristal dengan x-ray diperoleh intensitas maksimum kristalisasi pada 2θ yaitu 19,97oC dengan derajat kristlisasi 37,06%.


(13)

THE MAKING OF LOW CRYSTALIZED CELLULOSE (LCC) FROM CORNCOB (Zea mays) WITH HYDROLYSIS METHOD

ABSTRACT

BY USING OF 85% PHOSPHAT ACID

This analysis is about the making of LCC from corncob (Zea mays) with Hydrolysis method by using of 85% Phosphat Acid. The process is done in two steps, that is by isolating Celullose from corncob and making of low crystalized cellulose with hydolysis method by using 85% Phosphat Acid. The crystalized cellulose is characterized trough the FTIR, TGA and X-ray test. The FTIR spectrum Analys shows the absorbent of O-H cluster at numeric wave 3319,19 cm-1, C-H cluster and C-O at the numeric wave 2791,98 cm-1 and 1024,72 cm -1

. The result of thermal degradation of analysis with TGA, the low cristalized cellulose occurred the degradation of mass 63,05% at 308,61oC. With the solid residu mass 18,67% and cristal structure analys with X-ray shows the maximum of cristalization on 2θ – 19,97% with cristalized degree on 37,07%.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk ke dalam family Graminae, termasuk dalam tumbuhan yang menghasilkan biji (Spermatophyta), sedangkan bijinya tertutup oleh bakal buah sehingga termasuk dalam golongan tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae), dimasukkan ke dalam kelas Monocotyledoneae, ordo Graminaceae dan digolongkan ke dalam genus Zea dengan nama ilmiah Zea mays. L (Rukmana, 2006).

Menurut Sofianto (2008), tongkol jagung adalah tempat pembentukan lembaga dan gudang penyimpanan makanan untuk pertumbuhan biji. Jagung mengandung kurang lebih 30% tongkol jagung sedangkan sisanya adalah kulit dan biji. Limbah pertanian (termasuk tongkol jagung), mengandung selulosa (40-60%), hemiselulosa (20-30%), dan lignin (15-30%). Komposisi kimia tersebut membuat tongkol jagung dapat digunakan sebagai sumber energi, bahan pakan ternak dan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan mikroorganisme.

Selulosa adalah salah satu biopolimer tertua dan paling melimpah di dunia dan menjadi komponen utama dari dinding sel tumbuhan. Sekitar 100 miliar ton selulosa diproduksi di alam setiap tahun. Ini telah digunakan oleh manusia selama ribuan tahun dan telah dipelajari secara ekstensif, masih banyak yang harus dipelajari tentang selulosa dan pembentukannya. Selulosa adalah polimer alam terbaharukan, biodegradable, biokompatibel, dan dapat diturunkan menjadi produk lain, dan memiliki beberapa keuntungan seperti kepadatan rendah, modulus tinggi dan kekuatan tinggi, serta kerusakan kecil selama proses berlangsung (Zadorecki 1989).


(15)

Unit penyusun selulosa adalah selobiosa karena unit keterulangan dalam molekul selulosa adalah 2 unit gula (D-glukosa). Selulosa adalah senyawa yang tidak larut di dalam air dan ditemukan pada dinding sel tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa merupakan polisakarida struktural yang berfungsi untuk memberikan perlindungan, bentuk, dan penyangga terhadap sel, dan jaringan (Lehninger, 1993).

Hidrolisis selulosa oleh asam mineral telah banyak diteliti untuk persiapan selulosa mikrokristalin (MCC), yang paling umum dan banyak digunakan langsung pada tablet. Selulosa mikrokristalin (MCC) saat ini dipasarkan di seluruh dunia dengan berbagai nama dagang dan ditandai oleh tingkat tinggi kristalinitas. Indeks kristalinitas biasanya berkisar antara 55% dan 80% sebagaimana ditentukan dengan metode difraksi sinar-X serbuk (Battiska, 1975).

Kristalisasi selulosa dapat dilakukan dengan menggunakan asam fosfat, dimana asam fosfat tidak korosif dan tidak beracun. Sifat penggunaannya aman dan biaya rendah bila dibandingkan dengan asam anorganik lainnya. Hidrolisis selulosa dengan asam fosfat meliputi dua proses yaitu esterifikasi antara gugus hidroksi dari selulosa menjadi selulosa fosfat dan pembentukan ikatan hidrogen diantara group hidroksi dari rantai selulosa.

Sebagai bagian dari upaya untuk mengembangkan bahan baku lokal untuk industri farmasi akan kita miliki dalam penelitian ini, diperoleh kristalinitas selulosa rendah dari α-selulosa yang berasal dari tongkol jagung. Limbah tongkol jagung telah diidentifikasi dalam berbagai penelitian sebagai sumber potensial dari selulosa. Alpha dan kristalinitas selulosa rendah disingkat dengan AC-CC dan LCC-CC yang diperoleh berdasarkan nilai dari sifat fisikokimianya (Wei, 1996).

Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti bermaksud mengisolasi α -selulosa dari tongkol jagung, dimana α-selulosa tersebut diisolasi dan hidrolisis


(16)

dengan menggunakan asam fosfat 85% yang selanjutnya dikarekterisasi meliputi gugus fungsi dengan menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), termal dengan menggunakan Termogravimetri Analisis (TGA) dan struktur kristal dengan menggunakan X-radiation (X-ray).

1.2. Perumusan Masalah

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah selulosa kristal rendah dapat diperoleh dari α-selulosa terjadi secara

Hidrolisis dengan menggunakan asam fosfat 85%.

2. Bagaimana karakterisasi α-selulosa dan selulosa kristal rendah melalui uji FTIR, TGA dan X-Ray.

1.3. Pembatasan Masalah

Penelitian ini mengambil batasan-batasan sebagai berikut: 1. Jenis tongkol dari jagung tua untuk pakan ternak.

2. α-selulosa yang digunakan diisolasi dari tongkol jagung yang berasal dari pemipilan biji jagung dari pabrik kilang jagung.

3. α-selulosa dihidrolisis dengan menggunakan asam fosfat 85%.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk memperoleh selulosa kristal rendah dari α-selulosa secara hidrolisis dengan asam fosfat 85%.

2. Untuk mengetahui karakteristik α-selulosa dan selulosa kristal rendah melalui uji FTIR, TGA dan X-Ray.


(17)

1.5. Manfaat Penelitian

Diharapkan dari hasil penelitian ini, pengetahuan tentang pembuatan selulosa kristal rendah dari tongkol jagung sehingga tongkol jagung memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar USU dan Laboratorium Terpadu USU Medan.

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini dilakukan dalam tahap:

1. Pada tahap ini adalah proses penyiapan tongkol jagung dimana tongkol jagung dihaluskan untuk mendapatkan serbuk tongkol jagung.

2. Pada tahap ini adalah proses serbuk tongkol jagung yang kemudian diisolasi untuk mendapatkan α-selulosa. Karakterisasi yang digunakan yaitu analisa dengan menggunakan FT-IR, TGA dan X-ray.

3. Pada tahap ini adalah proses isolasi α-selulosa dengan cara hidrolisis dengan menggunakan asam fosfat 85%.

4. Pada tahap ini karakterisasi α-selulosa yang digunakan meliputi analisa gugus fungsi dengan menggunakan FT-IR analisa thermal dengan menggunakan TGA dan analisa struktur kristal dengan menggunakan X-ray.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung

Jagung merupakaannual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri) (Anonim, 2011)


(19)

Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas. Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10-16 baris biji yang jumlahnya selalu genap (Hardman and Gunsolus, 1998).

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales

Famili : Poaceae Genus : Zea

Spesies : Zea Mays L. 2.1.1 Kandungan Kimia Jagung

Di Indonesia dikenal 2 (dua) varietas jagung yang telah ditanam secara umum, yaitu jagung berwarna kuning dan putih. Kandungan zat-zat dalam jagung kuning dan putih masing-masing disajikan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2

Tabel 2.1 Kandungan Komponen dalam 100 g Jagung Kuning Panen Baru

Komponen Kadar Komponen Kadar

Air (g) 24 P (mg) 148

Kalori (kal) 307 Fe (mg) 2,1

Protein (g) 7,9 Vitamin A (SI) 440 Lemak (g) 3,4 Vitamin B1 (mg) 0,33 Karbohidrat (g) 63,6 Vitamin C (mg) 0


(20)

Tabel 2.2 Kandungan Komponen dalam 100 g Jagung Putih Panen Baru

Komponen Kadar Komponen Kadar

Air (g) 24 P (mg) 148

Kalori (kal) 307 Fe (mg) 2,1

Protein (g) 7,9 Vitamin A (SI) 0 Lemak (g) 3,4 Vitamin B1 (mg) 0,33 Karbohidrat (g) 63,6 Vitamin C (mg) 0

Ca (mg) 9

Bagian yang kaya akan karbohidrat adalah bagian biji. Sebagian besar karbohidrat berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bent berupa campuran atau seluruh patinya merupakan amilopektin.

2.1.2. Manfaat Jagung

Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Di Indonesia, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Di daerah Madura, jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok. Akhir-akhir ini tanaman jagung semakin meningkat penggunaannya. Tanaman jagung banyak sekali gunanya, sebab hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan antara lain:

• Batang dan daun muda: pakan ternak

• Batang dan daun tua (setelah panen): pupuk hijau atau kompos • Batang dan daun kering: kayu bakar

• Batang jagung: lanjaran (turus) • Batang jagung: pulp (bahan kertas)

• Buah jagung muda (putren, Jw): sayuran, bergedel, bakwan, sambel goreng

• Biji jagung tua: pengganti nasi, marning, brondong, roti jagung, tepung, bihun, bahan campuran kopi bubuk, biskuit, kue kering, pakan ternak, bahan baku industri bir, industri farmasi, dextrin, perekat, industri textil.


(21)

Jadi selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya).

Disamping itu beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam jagung sangat bermanfaat bagi kesehatan, antara lain :

a. Zat Gizi Pemberi Energi atau Zat Gizi Energitika

Zat pemberi gizi terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein. Ketiga zat ini dalam proses oksidasi di dalam tubuh menghasilkan energi dalam bentuk panas. Tubuh akan mengubah panas menjadi energi gerak atau mekanis. Energi yang dihasilkan dinyatakan dalam satuan kalori. Energi ini diubah oleh tubuh menjadi tenaga untuk aktivitas otot.

b. Zat Gizi Pembentuk Sel Jaringan Tubuh atau Plastik

Zat gizi pembentuk sel jaringan tubuh terdiri dari protein, berbagai mineral, dan air. Meskipun protein termasuk juga kelompok energitika, fungsi pokoknya adalah untuk membentuk sel jaringan tubuh.

c. Zat Gizi Pengatur Fungsi dan Reaksi Biokimia di dalam Tubuh atau Zat Gizi Stimulansia

Zat gizi ini berupa berbagai macam vitamin. Fungsi vitamin mirip dengan fungsi hormon. Perbedaannya, hormon dibuat di dalam tubuh, sedangkan vitamin harus diambil dari makanan.

Dalam jagung kaya akan energi, vitamin, bahkan mineral. Kandungan zat-zat tersebut dapat dimanfaatkan untuk membangun sel-sel otot dan tulang, membangun sel-sel otak dan sistem saraf, mencegah sembelit menurunkan resiko terkena kanker dan mencegah gigi berlubang. Serat jagungnya membantu melancarkan pencernaan (Yulius,2008).


(22)

2.1.3. Tongkol Jagung

Tongkol jagung merupakan salah satu limbah lignoselulosik yang banyak tersedia di Indonesia. Limbah lignoselulosik adalah limbah pertanian yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Masing – masing merupakan senyawa-senyawa yang potensial dapat dkonversi menjadi senyawa lain secara biologi. Selulosa merupan sumber karbon yang dapat digunakan mikroorganisme sebagai substrat dalam proses fermentasi untuk menghasilkan produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Suprapto dan Rasyid, 2002).

Karakteristik kimia dan fisika dari tongkol jagung sangat cocok untuk pembuatan tenaga alternative bioetanol), kadar senyawa kompleks lignin dalam tongkol jagung adalah 6,7 – 13,9%, hemiselulose 39,8% dan selulosa 32,3 -45,6%. Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni melainkan selalu berkaitan dengan bahan lain yaitu lignin dan hemiselulosa. Gerrote et al, 2002 dalam sofiyanto 2008, menyatakan bahwa limbah buah jagung yaitu tongkol jagung, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri dengan proses biomass refining berdasarkan sparasi fraksi – fraksi kimianya. Menurut Koswara, 1991 dalam sofiyanto 2008, tongkol jagung adalah tempat pembentukan lembaga dan gudang penyimpanan makanan untuk pertumbuhan biji. Jagung mengandung kurang lebih 30% tongkol jagung sedangkan sisanya adalah kulit dan biji.

2.2 Selulosa

2.2.1 Pengertian Selulosa

Selulosa adalah polisakarida yang tersusun atas satuan-satuan glukosa yang dihubungkan dengan ikatan glikosida β-1,4 antar molekul glukosa penyusunya (Fessenden dkk, 1992). Bahan ini merupakan komponen penyusun dinding sel tumbuhan yang memberikan daya regang sangat tinggi sehingga tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang (John P., 1992).


(23)

Selulosa merupakan salah satu polimer alam yang melimpah dan dapat dimodifikasi dimana kegunaannya sangat luas mulai dari bidang industry kertas, film transparent, film fotografi, plastic biodegradable, sampai untuk membrane yang digunakan diberbagai bidang industri (Misdawati, 2005). Struktur selulosa terdiri dari rantai polimer β-glukosa yang dihubungkan dengandengan ikatan glikosida 1,4. Isomer β tidak membentuk gulungan seperti isomer α, tetapi selaras dalam baris paralel oleh ikatan hidrogen diantara kelompok hidroksil pada rantai yang berdekatan. Hal ini menyebabkan selulosa tidak dapat larut dalam air. Ini memberikan struktur kaku ke dinding sel kayu dan serat yang lebih tahan terhadap hidrolisis dari pada pati (Timberlake, 2007).

Gambar 2.2 Struktur Selulosa (Gortner, 1938)

Struktur selulosa, walaupun unik dan merupakan polisakarida yang sederhana, tetapi dia memiliki pengaruh yang luar biasa di dalam reaksi kimia kompleks polimer. Secara sistematis struktur kompleks selulosa umumnya dibedakan menjadi tiga tingkat struktural, yaitu (1) tingkat molekul, (2) supramolekul), dan (3) morfologi (Klemm, 1998).

1. Struktur molekul

Selulosa merupakan homopolimer linier dari senyawa D-anhidroglukosapiranosa (AGU) yang dihubungkan dengan ikatan glikosida β (1,4). Masing-masing AGU memiliki hidroksi pada C2, C3, dan C6. C1 mempunyai reduksi, sedangkan C4 nonreduksi. Konformasi C6 (golongan CH2OH) diasumsikan menjadi bentuk t-g (trans-gauche) untuk selulosa I, sedangkan selulosa II dicampur dalam bentuk g-t dan t-g. Dari penemuan ini, dapat menjelaskan sistem ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler. Ikatan intramolekul anatara O3H dan O5, dan O2H dan O6. Ikatan hidrogen


(24)

intramolekul ini menyebabkan selulosa kaku dan dapat menstabilkan dua bentuk helix dari kristal selulosa.

2. Struktur Supramolekul

Ikatan hidrogen O6H dan O3 rantai lainnya O3 3. Struktur Morfologi

”. Ikatan ini berperan untuk gaya kohesi antar rantai.

Morfologi selulosa berbentuk serat dan film ditandai oleh jaringan antara serat yang berdesakan. Struktur kkulit inti khas untuk morfologi dan produk selulosa regenerasi. Informasi molekul selulosa dapat diterima dengan menggunakan teknik mikroskop electron (SEM atau TEM). Diameter serat yang seragam mempunyai diameter sekitar 3,5 nm yang diasumsikan oleh (Fengel dan Wegener, 1995) Tetapi untuk yang tidak seragam antara 3-20 nm, tergantung dari sumber selulosa (Klemm, 1998).

2.2.2. Sumber Selulosa

Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan pembentuk dinding sel. Serat kapas boleh dikatakan seluruhnya adalah selulosa. Dalam tubuh kita selulosa tidak dapat dicernakan karena tidak mempunyai enzim yang dapat menguraikan selulosa. Dengan asam encer tidak dapat terhidrolisis, tetapi oleh asam dengan konsentrasi tinggi dapat terhidrolisis menjadi selobiosa dan D-Glukosa (Poedjiadi, 2006).

Tabel 2.3 Komposisi Kimia dari Beberapa Tipe Selulosa - Penyusun Material

Sumber Komposisi (%)

Selulosa Hemiselulosa Lignin Ekstrak

Kayu keras 43-47 25-35 16-24 2-8

Kayu lunak 40-44 25-29 25-31 1-5

Sisal 73 14 11 2

Tongkol jagung 45 35 15 5

Batang jagung 35 25 35 5

Kapas 95 2 1 2


(25)

Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu : • Selulosa ฀ (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam

larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi) 600 - 1500. Selulosa dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemumian selulosa.

• Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15 - 90, dapat mengendap bila dinetralkan.

• Selulosa µ (Gamma cellulose) adalah sama dengan selulosa β, tetapi DP nya kurang dari 15. Selain itu ada yang disebut Hemiselulosa dan Holoselulosa yaitu:

• Hemiselulosa adalah polisakarida yang bukan selulosa, jika dihidrolisis akan menghasilkan D-manova, D-galaktosa, D-Xylosa, L-arabinosa dan asam uranat. • Holosefulosa adalah bagian dari serat yang bebas dan sari dan lignin, terdiri dari

campuran semua selulosa dan hemiselulosa.

Selulosa tidak pernah ditemukan dalam keadaan murni di alam, tetapi selalu berasosiasi dengan polisakarida lain seperti lignin, pectin, hemiselulosa, dan xilan. Kebanyakan selulosa berasosiasi dengan lignin sehingga sering disebut sebagai lignoselulosa. Selulosa, hemiselulosa dan lignin dihasilkan dari proses fotosintesis. Di dalam tumbuhan molekul selulosa tersusun dalam bentuk fibril yang terdiri atas beberapa molekul paralel yang dihubungkan oleh ikatan glikosidik sehingga sulit diuraikan. Komponen-komponen tersebut dapat diuraikan oleh aktifitas mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme mampu menghidrolisis selulosa untuk digunakan sebagai sumber energi, seperti bakteri dan fungi.

2.3 Asam Fosfat

Pada akhir-akhir ini, penggunaan asam fosfat (asam mineral lemah, tidak beracun dan aman untuk digunakan bila dibandingkan dengan asam organik


(26)

lainnya. Penggunaan asam fosfat telah dianggap metode sederhana dalam pembuatan selulosa. Asam fosfat adalah asam khusus yang dapat membentuk dimer, oligomer bahkan polimer. Ortofosfat merupakan hasil reaksi dari fosfat pentoksida dengan air. Asam ortofosfat sesuai dengan 72,4 % kandungan P2O5

2.4 Alpha Selulosa

. Hidrolisis selulosa dengan asam fosfat meliputi dua proses yaitu esterifikasi antara gugus hidroksi dari selulosa menjadi selulosa fosfat dan pembentukan ikatan hidrogen diantara group hidroksi dari rantai selulosa.

α-selulosa merupakan selulosa yang mempunyai kualitas paling tinggi (murni). Material yang mengandung α-selulosa > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan dan atau bahan peledak, sedangkan selulosa kualitas dibawahnya digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri tekstil.

Selulosa merupakan komponen tanaman yang terbesar dan merupakan komponen penting yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kertas dan merupakan polimer linear dengan berat molekul tinggi yang tersusun seluruhnya atas ß-D-glukosa dan dapat memenuhi fungsinya sebagai komponen struktur utama dinding sel tumbuhan karena sifat-sifat kimia dan fisiknya maupun struktur molekulnya (Fengel, 1995). Menurut Sjostrom (1995), selulosa merupakan homopolisakarida yang tersusun atas unit ß-D-glukopironosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan glikosida.

2.5 Selulosa Kristal Rendah

Selulosa kristalinitas rendah (LCC) adalah bahan yang memiliki tingkat substansial berkurang kristalinitas, biasanya berkisar antara 15 dan 45%. LCC dapat disiapkan baik oleh mesin pemisah dari sumber selulosa (penggilingan kering atau basah) atau dari reaksi kimia antara asam selulosa dan mineral terkonsentrasi (misalnya 37-42% asam klorida pekat pada suhu 50oC, 65-75%


(27)

asam sulfat pada suhu 35 – 45oC selama 10 menit, dan campuran asam klorida dan sulfat atau asam fosfat pada suhu <50o C (Doelker, 1987). Dibandingkan dengan selulosa asli dan diregenerasi, kristalinitas selulosa rendah menunjukkan peningkatan dispersi dalam air, meningkatkan kompaktibilitas dengan bahan seperti pati, protein, dan lipid dan berguna sebagai exipient dalam penyusunan tablet dan produk panganan (Blaschek, 1990).

Tabel 2.4 Beberapa Sifat Fisikokimia AC-CC dan LCC-UJI

CC

AC-CC dan LCC-CC Organoleptik Tidak berbau, putih dan hambar

Identifikasi Warna ungu-biru titrasi iodin dengan ZnCl2 Kotoran Organik Warna merah dengan phloroglucinol yang

diasamkan

Pati dan Dextrin Warna biru/ warna coklat kemerahan dengan larutan iodine

pH 8,4 (AC-CC) dan 7,6 (LCC-CC)

Kelarutan (dalam larutan amoniak dari tetrammine tembaga)

Lengkap dan tidak ada residu

Air – Substansi larutan <0.2%

Total abu (%) 2,4 (0,14) (AC-CC) dan 0,9 (0,08) (LCC-CC)

Mikroskop Partikel berserat, bentuk tidak teratur yang campuran partikel primer dan agregat (AC-CC) lebih banyak serat seperti di alam dan sebagian besar partikel primer (LCC-CC) Tabel 2.5 Sifat Serbuk dari AC-CC dan LCC-CC

Parameter AC-CC LCC-CC

Densitas (g/mL) 0,34 (0,08) 0,41 (0,01)

Porositas (%) 81,7 77,3

Indeks Hausner index 1,42 1,41

Indeks Compressibilitas (%)

29,41 29,27

Kapasitas Hidrasi (%) 4,47 (0,07) 2,66 (0,01) Kapasitas Swelling (%) 70,1 (3,57) 35,76 (0,03) Diameter rata rata partikel

(µm)


(28)

2.6 Analisa Fourier Transfor Infrared (FTIR)

Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrometer inframerah. Pancaran inframerah umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak diantara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari pada 100 cm-1

2.7 Analisa Thermogravimetri (TGA)

(panjang gelombang lebih dari 100 µm) diserap oleh seluruh molekul.

Penyerapan itu tercatu dan demikian spektrum rotasi molekul terdiri dari garis-garis yang tersendiri (Hartomo, 1986).

TGA merupakan teknik mengukur perubahan berat suatu sistem bila temperaturnya berubah dengan laju tertentu (Khopkar, 2007). Metode TGA yang paling banyak dipakai didasarkan pada pengukuran berat yang kontinu terhadap suatu neraca sensitif ketika suhu sampel dinaikkan dalam udara atau dalam suatu atmosfer yang inert. Data dicatat sebagai termogram berat versus temperatur. Hilangnya berat bisa timbul dari evaporasi lembab yang tersisa atau pelarut, tetapi pada suhu-suhu yang lebih tinggi terjadi dari terurainya polimer (Stevens, 2001).

2.8 Analisa X-Ray

X-radiasi (sinar-X) adalah bentuk radiasi elektromagnetik. Kebanyakan sinar-X memiliki panjang gelombang dalam kisaran 0,01 sampai 10 nm, sesuai dengan frekuensi di kisaran 30 petahertz sampai 30 exahertz (3 × 1016 Hz sampai 3 × 1019 Hz) dan energi dalam kisaran 100 eV sampai 100 keV. Namun, sinar-X energi tinggi banyak yang bisa dihasilkan untuk keperluan medis dan industri, misalnya radioterapi, yang memanfaatkan akselerator linear untuk menghasilkan sinar-X dalam rentang 6-20 MeV. Panjang gelombang sinar-X lebih pendek daripada sinar UV dan biasanya lebih lama daripada sinar gamma. Dalam banyak


(29)

bahasa, X-radiasi disebut dengan istilah yang berarti radiasi Röntgen, Wilhelm Röntgen sebagai penemunya, dan yang telah menamakannya X-radiasi untuk menandakan jenis yang tidak diketahui radiasi. Ejaan X-ray (s) dalam bahasa Inggris termasuk varian x-ray (s), xray (s) dan sinar X (s).

Sinar-X memiliki panjang gelombang yang lebih pendek daripada cahaya tampak, yang memungkinkan untuk menyelidiki struktur jauh lebih kecil daripada apa yang dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop biasa. Hal ini dapat digunakan dalam mikroskop sinar-X untuk memperoleh gambar resolusi tinggi, tetapi juga dalam kristalografi sinar-X untuk menentukan posisi atom dalam kristal (X-ray, 2005).

2.9 Hidrolisa

Hidrolisa adalah proses antara reaktan dengan menggunakan air supaya suatu persenyawaan pecah atau terurai. Reaksi hidrolisa yaitu :

(C6H10O5)n + nH2O nC6H12O

a. Jumlah kandungan karbohidrat pada bahan baku

6 Selulosa air Glukosa

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses hidrolisa, antara lain :

Jumlah kandungan karbohidrat pada bahan baku sangat berpengaruh terhadap hasil hidrolisis asam, dimana bila kandungan karbohidrat sedikit maka jumlah gula yang terjadi juga sedikit, dan sebaliknya bila kandungan karbohidrat terlalu tinggi mengakibatkan kekentalan campuran akan mengikat, sehingga tumbukkan antara olekul karbohidrat dan molekul air semakin berkurang dengan demikian kecepatan reaksi pembentukan gluosa semakin berkurang pula.

b. pH Hidrolisa

pH berpengaruh terhadap jumlah produk hidrolisis, pH ini erat hubungannya dengan konsentrasi asam, dimana pH makin rendah bila konsentrasi asam yang digunakan lebih besar, pH optimum adalah 2-3.


(30)

c. Waktu hidrolisa

Semakin lama pemanasan, warna semakin keruh dan semakin besar pula konversi pati yang dihasilkan. Waktu yang dibutuhkan untuk proses hidrolisa asam ini yaitu 1 sampai dengan 3 jam.

d. Suhu

Semakin besar suhunya semakin besar pula konversinya karena konstata kecepatan reaksi juga semakin besar. Suhu yang digunakan untuk mencapai konversi selulosa

adalah antara 120oC – 180o e. Tekanan

C.

Tekanan berpengaruh terhadap jumlah produk hidrolisis. Tekanan yang digunakan untuk titik didih 120oC, tekanan atmosfernya adalah 1 atm. (Tina Jeoh, 1998).


(31)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat-Alat Penelitian

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah:

Nama Alat Merek

Alat-alat gelas Pyrex

Neraca Analitis Ohaus

Termometer Fisher

Hot Plate Cimarec

Oven Carbolite

pH meter Sentrifugator Statif dan klem Magnetic stirrer Aluminium foil

Seperangkat alat FT-IR Seperangkat alat TGA Seperangkat alat X-ray

3.2. Bahan-Bahan Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


(32)

Tongkol jagung

HNO3 (p) Merck

NaNO2 Merck

NaOH Merck

Na2SO3 Merck

NaOCl(p) Merck

H2O2(p) Merck

Aquadest

H2SO4(p) Merck

H3PO4 Merck

C3H6

3.3. Prosedur Penelitian

O Merck

Kertas saring whatman No.42

3.3.1. Pembuatan Larutan

3.3.1.1. Pembuatan Larutan HNO3 3,5 %

Sebanyak 54,6 mL HNO3 65% ditambahkan 10 mg NaNO2 lalu diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL hingga garis batas, dihomogenkan.

3.3.1.2. Pembuatan Larutan NaOH 2%

Sebanyak 10 g NaOH dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL hingga garis batas, dihomogenkan.

3.3.1.3. Pembuatan Larutan Na2SO3 2%

Sebanyak 10 g Na2SO3 dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL hingga garis batas, dihomogenkan.


(33)

3.3.1.4. Pembuatan Larutan NaOH 17,5%

Sebanyak 87,5 g NaOH dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL hingga garis batas, dihomogenkan.

3.3.1.5. Pembuatan Larutan NaOCl 1,75%

Sebanyak 73 mL NaOCl 12% diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL hingga garis batas, dihomogenkan.

3.3.1.6. Pembuatan Larutan H2O2 10%

Sebanyak 167 mL H2O2 30% diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL hingga garis batas, dihomogenkan.

3.3.1.7. Pembuatan Larutan H2SO4 48,84%

Sebanyak 245 mL H2SO4 98% diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL hingga garis batas, dihomogenkan.

3.3.2. Preparasi Serbuk Tongkol Jagung

Tongkol jagung direndam dan dibersihkan dengan air kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering. Dipotong kecil-kecil dan dihaluskan dengan menggunakan blender hingga terbentuk serat.

3.3.3. Isolasi α-selulosa dari tongkol jagung

Sebanyak 75 g tongkol jagung yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam gelas beaker, kemudian ditambahkan 1L campuran yang berisi HNO3 3,5% dan 10


(34)

mg NaNO2, dipanaskan di atas hot plate pada suhu 900C selama 2 jam. Setelah itu di saring dan residu dicuci hingga filtrat netral. Selanjutnya didigesti dengan 750 mL larutan yang mengandung NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada suhu 500C selama 1 jam. Kemudian disaring dan residu dicuci sampai netral. Selanjutnya dilakukan pemutihan dengan 250 mL larutan NaOCl 1,75% pada suhu 700C selama 0,5 jam. Kemudian disaring dan residu dicuci hingga pH filtrat netral. Setelah itu dilakukan pemurnian α-selulosa dari sampel dengan 500 mL larutan NaOH 17,5% pada suhu 800C selama 0,5 jam. Kemudian disaring dan dicuci hingga filtrat netral. Dilanjutkan pemutihan dengan H2O2 10% pada suhu 600C dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 600

3.3.4. Pembuatan selulosa kristal rendah ( Low Crystalinity Cellulose)

C kemudian disimpan dalam desikator (Ohwoavworhua, 2005).

α-selulosa dihaluskan dan diayak sekitar 750 µm, kemudian diambil sebanyak 10 gram lalu direaksikan dengan 100 mL asam fosfat 85% dibiarkan selama 1 jam dan selanjutnya dipanaskan pada suhu 500

3.3.5 Analisa gugus fungsi dengan FTIR

C selama 4 jam. Setelah itu diperoleh cairan kental dan didinginkan pada suhu kamar. Kemudian ditambahkan sebanyak 800 mL aquadest dan diaduk. Selanjutnya disaring dan dicuci berulang-ulang hingga pH netral. Kemudian suspensi dicuci dengan aseton dan dikeringkan. Selanjutnya diayak atau disaring < 650 µm (Ohwoavworhua, 2005).

Sampel dipreparasi dalam bentuk bubur (mull). Bubur diperiksa dalam sebuah film tipis yang diletakkan diantara lempengan-lempengan garam yang datar. Pengujian dilakukan dengan menjepit film hasil campuran pada tempat sampel. Kemudian film diletakkan pada alat kearah sinar infrared. Hasilnya akan direkam kertas berkala berupa aluran kurva bilangan gelombang 4000-200 cm-1 terhadap intensitas.


(35)

3.3.6 Analisa termal dengan TGA

Sampel ditimbang dengan masa 12 mg dan dipansakan pada suhu kamar samapai 600oC dengan laju pemansan 10oC/menit. Analisis dilakukan dengan menaikkan suhu sampel secara bertahap (persentase) terhadap temperatur. Suhu dalam metode pengujian mencapai 1000o

3.3.7 Analisa struktur keristal dengan X-ray

C atau lebih. Perubahan suhu akibat hilangnya massa dapat ditentukan langsung dari termogram. TGA ini menggunakan instrumen Shimadzu TA 50 yang mengandung gas Nitrogen. Setelah data diperoleh, dapat ditentukan titik-titik yang tepat.

Sinar-x dalam tabung sinar katoda ketika elektron – elektron berenergi tinggi mengenai target – target logam. Ketika sinar-x difokuskan kesuatu sampel polimer (dalam bentuk pellet atau silinder), maka terjadi dua tipe hamburan. Jika sampel tersebut keristal, sinar-x dihamburkan secara koheren, artinya tidak ada perubahan panjang gelombang atau fasa antar sinar – sinar insiden dan yang dihamburkan. Hamburan koheren umumnya dinyatakan sebagai difraksi sinar-x, jika sampel memiliki morfologi yang non homogen (semi keristal), hamburan tersebut tak koheren (hamburan Compton) dinyatakan sebagai difraksi difusi atau yang sederhana sebagai hamburan.

3.4 Bagan penelitian

3.4.1 Preparasi serbuk tongkol jagung Tongkol Jagung

Direndam dengan air bersih Dikeringkan

Dipotong kecil-kecil Dihaluskan dengan blender


(36)

(37)

3.4.2 Isolasi α-Selulosa dari Tongkol Jagung

75 g serbuk tongkol jagung

Dimasukkan kedalam beaker glass

Ditambahkan 1 L campuran HNO3 3,5% dan 10mg

NaNo2

Dipanaskan diatas hot plate sambil diaduk pada suhu 90oC selama 2 jam

Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral

Residu Filtrat Direndam dengan 750 ml larutan yang mengandung NaOH 2% dan NaSO3 2% pada suhu 50oC selama 1 jam sambil diaduk

Disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Residu Filtrat Diputihkan dengan 250 ml larutan NaOCl 1,75% pada suhu 70oC selama 0,5 jam sambil diaduk

Disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Residu Filtrat Ditambahkan 500ml NaOH 17,5% dan dipanaskan pada suhu 80oC Disaring dan dicuci hingga filtrat netral

α- selulosa Filtrat Diputihkna dengan H2O2 10% pada suhu 60oC selama 15 menit

Disaring dan dicuci dengan aquadest

α- selulosa basah Filtrat Dikeringkan pada suhu 60oC dalam oven

Disimpan dalam desikator α− selulosa kering


(38)

3.4.3 Pembuatan Selulosa Kristal Rendah (Low Crystalinity Cellulose)

α – selulosa

Cairan kental

Larutan α - selulosa

Dihaluskan dan diayak 750 µm Diambil 10 gram α – selulosa

Ditambahkan 100 mL asam fosfat 85% Dibiarkan selama 1 jam

Dipanaskan selama 4 jam pada suhu 50oC

Di dinginkan pada suhu kamar Ditambahkan 800 mL aquadest Diaduk

Disaring

Dicuci hingga netral

Dikeringkan

Disaring atau diayak < 650 µm Dicuci dengan aseton

Residu Filtrat


(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil α-selulosa dari tongkol jagung

Isolasi α-selulosa dari tongkol jagung dapat dihasilkan melalui proses delignifikasi, swelling dan pemutihan 75 gram serbuk tongkol jangung dapat menghasilkan α-selulosa sebanyak 24,5 gram.

Gambar 4.1 α-selulosa dari tongkol jagung

α-selulosa yang diperoleh di haluskan kemudian dihidrolisa dengan menggunakan H3PO4 85% dengan suhu 50oC selama 4 jam sehingga diperoleh larutan α-selulosa. Residu yang diperoleh dari penyaringan α-selulosa di cuci dengan aseton dan dikeringkan. Dari 10 gram α-selulosa yang di gunakan akan menghasilkan 1,7 gram selulosa kristal rendah.


(40)

Gambar 4.2 Selulosa kristal rendah

4.2 Pembahasan

4.2.1 Isolasi selulosa kristal rendah dari tongkol jagung

Tongkol jagung yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan penyusun lainnya terlebih dahulu direndam dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran dan dikeringkan. Kemudian tongkol jagung dipotong kecil-kecil dan dihaluskan dengan blender dan diayak dengan ukuran 80 mesh untuk mempermudah proses isolasi.

Proses isolasi α-selulosa dengan proses delignifikasi dengan menggunakan HNO3 3,5% dan NaNO2 untuk menghilangkan lignin yang terdapat pada tongkol jagung. Kemudian dilakukan proses swelling dengan NaOH 2% dan Na2SO3 2%, tujuan proses swelling untuk membuka pori-pori selulosa agar zat pengotor dapat keluar dan dilakukan proses pemutihan dengan menggunakan NaOCl 1,75% sehingga α-selulosa yang dihasilkan berwarna putih.

Pada proses ini α-selulosa belum murni karena masih mengandung β-selulosa sehingga perlu dilakukan proses pemisahan dengan menggunakan NaOH 17,5% dimana α -selulosa akan mengendap dan β-selulosa akan larut. Endapan α-selulosa berwarna kuning


(41)

kecoklatan sehingga perlu dilakukan pemutihan dengan H2O2 10% dan dikeringkan didalam oven pada suhu 60oC.

α-selulosa yang diperoleh dihaluskan dan diayak 750 µm kemudian dihidrolisis dengan menggunakan H3PO4 85% pada suhu 50oC selama 4 jam. Larutan α-selulosa kemudian dicuci dengan aseton dan dikeringkan.

4.2.2 Analisa gugus fungsi menggunakan FTIR

Analisa gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan FTIR, dimana karakteristik struktur kimia dapat diidentifikasi gugus fungsi yang muncul pada setiap sampel. Spektrum d ari α-selulosa terbentuk pada kisaran bilangan gelombang 4000 - 500 cm-1. Senyawa organik akan memiliki beberapa puncak infra merah, ikatan O-H pada daerah 3571 cm-1 sampai 3636 cm-1, ikatan O-H diantara 2841 cm-1sampai 2967 cm-1 dan ikatan C-O pada daerah 1070 cm-1 sampai1150 cm-1

Gambar 4.3 Spektrum FTIR : grafik α-selulosa, .


(42)

Gambar 4.4 Spektrum FTIR : grafik selulosa kristal rendah

Dari hasil penelitian α-selulosa yang dilakukan, puncak absorbsi FTIR diperoleh uluran O-H pada bilangan gelombang 3303,54 cm-1, uluran C-H pada 2891,61 cm-1 dan uluran C-O pada 1061,29 cm-1, sedangkan untuk selulosa kristal rendah puncak absorbsi diperoleh uluran O-H pada 3319,19 cm-1, uluran C-H pada 2791.98 cm-1 dan uluran C-O pada bilangan gelombang 1024,72 cm-1

4.2.3 Analisa degradasi termal dengan TGA .

Uji termal dari α-selulosa dan selulosa kristal rendah dilakukan dengan termogravimetri dengan aliran gas nitrogen. Pada kurva dapat dilihat perubahan massa sampel selama pemanasan dari 0oC – 600oC.

α-selulosa mengalami penurunan massa awal pada suhu dibawah 100oC sebesar 3,529%, ini disebabkan penguapan air pada sampel. Ketika dipanaskan pada suhu 294.66oC, penurunan masa 66.23 % dengan masa residu padat sebesar 15,06%, sedangkan pada selulosa kristal rendah terjadi penurunan masa awal pada suhu dibawah 100oC sebanyak 6.233% dan ketika dipanaskan pada suhu 308.61 oC terjadi penurunan masa 63.05% dengan masa residu padat sebesar18,67%.


(43)

Gambar 4.5 Degradasi termal dengan TGA, α-selulosa


(44)

4.2.4 Analisa struktur kristal dengan X-Ray

Proses identifikasi untuk mengetahui fase dan struktur kristal dengan XRD ditunjukkan dengan adanya puncak-puncak difraksi. Proses identifikasi fase didasarkan pada pencocokan data posisi-posisi puncak difraksi terukur dengan basis data (database).

Gambar 4.7 Struktur kristal X-Ray, α-selulosa


(45)

Hasil analisa α selulosa dengan sinar x diperoleh intensitas maksimum kristalisasi pada 2 θ = 19,86o

C dengan derajat kristalisasi 34,49 % sedangkan pada selulosa kristal rendah intensitas maksimum kristalisasi pada 2 θ = 19.97 o

C dengan derajat kristalisasi 37,06 %. α selulosa yang dihasilkan dari tongkol jagung masih banyak mengandung pengotor dimana dari 75 gram tongkol jagung menghasilkan 24.5 gram α selulosa, setiap 10 gram α selulosa menghasilkan 1.7 gram selulosa kristal rendah.


(46)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Isolasi α-selulosa dari tongkol jagung dengan cara dihidrolisis menggunakan H3PO4 85% untuk menghasilkan selulosa kristal rendah telah berhasil dilakukan. Hasil α -selulosa dan -selulosa keristal rendah telah diuji karakteristiknya dengan FTIR, TGA dan X-Ray.

2. Karakteristik α-selulosa dengan FTIR diperoleh puncak absorbsi dimana pada uluran O-H pada bilangan gelombang 3591,7 7cm-1, uluran C-H pada 2891,61 cm-1 dan uluran C-O pada 1061,29 cm-1, sedangkan untuk selulosa kristal rendah puncak absorbsi diperoleh uluran O-H pada 3319,19 cm-1, uluran C-H pada 2791,98 cm-1 dan uluran C-O pada bilangan gelombang 1024,72 cm-1. Karakteristik α-selulosa dengan TGA diperoleh kestabilan panas pada 294,66oC dengan masa residu 15,06% sedangkan selulosa kristal rendah diperoleh kesetabilan panas pada suhu 308,61oC dengan masa residu 18,67%. Karakteristik α-selulosa dengan X-Ray diperoleh intensitas maksimum kristalisasi pada 2 θ = 19,86o

C dengan derajat keristalisasi 34,50% sedangkan pada selulosa kristal rendah intensitas maksimum keristalisasi pada 2 θ = 19,97 o

C dengan derajat kristalisasi 37,07%. 5.2 Saran

Kepada peneliti selanjutnya disarankan agar melakukan variasi waktu hidrolisis dengan H3PO4 85% dan melakukan uji FTIR dan XRD.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Battiska AO., (1975), Microcrystalline Polymer Science, McGraw Hill, New York.

Blaschek W., (1990). Cellulose An Interesting Excipient For Pharmaceutic Use. Pharm. Unserer Zeit. Page: 73-81.

Callister, Jr. and William, D. 2007. Material Science and Engineering and Introduction. United State of America.

Doelker E, Gurny R, Schurz J, Janosi A and Matin N., (1987), Degrees of Crystallinity and Polymerization of Modified Cellulose Powders for Direct Tabletting. Powder Technol. Page: 207-213.

Fengel D, Wgener G. 1995. Kayu Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. Translated from the English by Sastrohamidjojo. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada Press.

Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Cetakan VII. Jakarta: Erlangga.

Gea, S., Christoper. T., Nima, R., Nattakan, S., Basuki W., Emilianto B., and Peijs. 2010. Biodegradable Composite Based on Poly (ε- Caprolactone)and Bacterial

Cellulose as a Reinforcing Agent. Journal of Biobased Materials and Bioenergy. Vol.4.1-7

Gea, S., Niahino, T., Peijs, T 2009. All – Cellulose nanocomposite by Surface Selective Dissolution of Bacterial Cellulose. Jornal Cellulose, 16:435-44.

Hardman and Gunsolus. 1998. Corn growth and development. Extension Service. University of Minesota. p.5.

Hartomo, J.A. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.


(48)

Hasanah, S. 2009. Optimasi Pembuatan Mikrosfer Polipaduan Poliasamlaktat dengan Polikaprolakton. Skripsi. IPB. Bogor.

Khopkar, A.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan Saptohjardi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Klemm, D. 1998. Comprehensive Cellulose Chemistry. Volume I. New York: Wiley-VCH.

Ohwoauworhua, F. O. 2005. Phosporic Acid- Mediated Depolymerization and Decrystallization of α-cellulose Obtained from Corn Cob: Preparation of Low Crystallinity Cellulose and some Physicochemical Properties. Tropical Journal of Pharmaceutical. Nigeria: University of Benin.

Poedjiadi, A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia Rukmana, R. 2006. Usaha Tani Jagung. Yogyakarta: Kanisius

Setiawan, Y. 2010. Peranan Polimer Selulosa Sebagai Bahan Baku dalam Pengembangan Produk Manufaktur Menuju Era Globalisasi. Bandung: Universitas Islam Indonesia Shofianto, E. 2008. Hidrolisis Tongkol Jagung Oleh Bakteri Selulotik Untuk Produksi Bioetanol dalam Kultur Campuran. Skripsi. IPB. Bogor.

Stevens, M.O. 2001. Kimia Polimer. Cetakan Pertama. Jakarta: Pradnya Paramita.

Timberlake, K. C. 2007. General, Organic, and Biological Chemistry Structures of Life. Second Eddition. San Frasisco : Perason Education, Inc Benjamin Cummings.

Winarta, A. 2012. Pengaruh Besar Bungkil Biji Jarak Pagar sebagai Filler pada Komposit Polimer Polypropylene Terhadap kekuatan Tarik dan Kekuatan Kejut. Jurnal Logic. Vol. 12. No. 1.


(49)

Wei S, Kumar V, Banker GS. (1996). Phosporic Acid Mediated Decrystallization and Depolymerization of Cellulose. Preparation of Low Crystallinity Cellulose A New Pharmaceutical Excipient. Int. J. Pharm. Page: 175-181.

Yulius Eka Agung Seputra, Manfaat Jagung,

X-ray, (2005).Oxford English Dictionary, Edisi Ketiga, Oxford University Press.

http://artikel alternatif.blogspot.com/2008/01/ manfaat-jagung.htm

Zuganmeir, P. 2008. Crystalline Cellulose and Derivatives Characterization and Stucture. New York: Spinger Series in Wood.

Zadorecki. P., and Michell, A. J. 1989. Future prospects for wood cellulose as reinforcement in organic polymer composite. Polymer Composites, 10, 69-77.


(50)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto penelitian.

a . α- selulosa basah b . selulosa kristal rendah basah


(51)

(52)

(53)

(54)

(55)

(56)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)