Peran Surfaktan Setiltrimetilamonium Bromida dan Natrium Dodesil Sulfat pada Sintesis ZnO dengan Metode Hidrotermal

PERAN SURFAKTAN SETILTRIMETILAMONIUM
BROMIDA DAN NATRIUM DODESIL SULFAT PADA
SINTESIS ZnO DENGAN METODE HIDROTERMAL

JUNAENAH

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Surfaktan
Setiltrimetilamonium Bromida dan Natrium Dodesil Sulfat pada Sintesis ZnO
dengan Metode Hidrotermal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2013
Junaenah
NIM G44080029

ABSTRAK
JUNAENAH. Peran Surfaktan Setiltrimetilamonium Bromida dan Natrium
Dodesil Sulfat pada Sintesis ZnO dengan Metode Hidrotermal. Dibimbing oleh
IRMA HERAWATI SUPARTO dan AGUS SAPUTRA.
Kristal ZnO merupakan material yang saat ini menjadi pilihan utama pada berbagai
aplikasi seperti semikonduktor, laser ultraviolet, dan katalis. Penelitian ini bertujuan
menyintesis ZnO dengan tambahan surfaktan. Kristal ZnO disintesis dengan mereaksikan
ZnSO4, KOH, dan surfaktan dengan metode hidrotermal. Penelitian ini meliputi beberapa
tahapan, yaitu penentuan nisbah ZnSO4:KOH terbaik dari berbagai ragam ZnSO4:KOH
(1:2; 1:3; 1:4; dan 1:5), peran surfaktan setiltrimetilamonium bromida (CTAB) dan
natrium dodesil sulfat (SDS) pada sintesis kristal ZnO. Berdasarkan hasil difraksi sinar-X,
kristal ZnO dengan nisbah ZnSO4: KOH (1:3) merupakan nisbah terbaik. Hal ini dapat
dilihat dari sedikitnya senyawa pengotor dengan derajat kristalinitas yang diperoleh
sebesar 85.64%. Tambahan surfaktan CTAB dan SDS dalam sintesis ZnO dapat

meningkatkan derajat kristalinitas menjadi 98.28% dan 92.17%. Berdasarkan perhitungan
matematis menggunakan persamaan Scherrer diperoleh ukuran kristal tanpa surfaktan
sebesar 32 nm, sedangkan dengan surfaktan CTAB dan SDS ukuran kristal berturut-turut
menjadi 28 nm dan 29 nm. Tingginya kristalinitas dan ukuran kristal yang diperoleh
menunjukkan bahwa surfaktan CTAB dapat menghasilkan kristal ZnO dengan ciri yang
lebih baik dibandingkan dengan surfaktan SDS dan tanpa surfaktan.
Kata kunci: CTAB, metode hidrotermal, SDS, sintesis ZnO

ABSTRACT
JUNAENAH. The Role of Surfactant Cetyltrimethylammonium Bromide and
Sodium Dodecyl Sulfate on the Synthesis of ZnO by Hydrothermal Method.
Supervised by IRMA HERAWATI SUPARTO and AGUS SAPUTRA.
Zno crystal is the main preference material in various applications recently, such as
in semiconductors, ultraviolet lasers, and catalysts. This study aims to synthesize ZnO
with addition of surfactant. ZnO crystals were synthesized by reacting ZnSO4, KOH, and
surfactants using hydrothermal method. The first step was to determine the best ratio of
ZnSO4: KOH (1:2; 1:3; 1:4, and 1:5) based on X-ray diffraction. The second step was to
evaluate the role of surfactan cetyltrimethylammonium bromide (CTAB) and sodium
dodecyl sulfate (SDS) on the synthesis of ZnO crystals. The result of this study showed
the best ratio of ZnSO4:KOH was 1:3, based on the least of impurities and the highest

degree of crystallinity (85.64%). The addition of surfactant CTAB and SDS in the
synthesis of ZnO increased the degree of crystallinity, which were 98.28% and 92.17%,
respectively. Based on mathematical calculation using Scherrer equation, the crystal size
without surfactant was 32 nm, whereas with CTAB and SDS the crystallited size were 28
nm and 29 nm, respectively. The degree of crystallinity and crystal size indicated that
CTAB surfactant produce ZnO crystals with the best characteristics as compared to SDS
surfactant or without surfactant.
Keywords: CTAB, hydrothermal method, SDS, ZnO synthesis

PERAN SURFAKTAN SETILTRIMETILAMONIUM
BROMIDA DAN NATRIUM DODESIL SULFAT PADA
SINTESIS ZnO DENGAN METODE HIDROTERMAL

JUNAENAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul
Nama
NRP

: Peran Surfaktan Setiltrimetilamonium Bromida dan Natrium Dodesil
Sulfat pada Sintesis ZnO dengan Metode Hidrotermal
: Junaenah
: G44080029

Disetujui oleh

Dr dr Irma Herawati Suparto, MS
Pembimbing I


Agus Saputra, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat, karunia, dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah dengan judul Peran Surfaktan Setiltrimetilamonium Bromida dan
Natrium Dodesil Sulfat pada Sintesis ZnO dengan Metode Hidrotermal.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr dr Irma Herawati Suparto, MS
dan Bapak Agus Saputra, SSi, MSi selaku pembimbing yang senantiasa
memberikan masukan, arahan, dan saran selama penelitian. Disamping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada laboran di Laboratorium Anorganik serta

Analitik Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor (FMIPA IPB).
Ungkapan terimakasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Ayah, Ibu,
keluarga, dan M. Ibnu Hurerah atas doa, semangat, materil, dan kasih sayangnya.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ryna, Ade Irawan, Ami,
Amin, serta Taufik yang telah membantu memberi masukan, saran, kebersamaan,
dukungan, dan semangat kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2013

Junaenah

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Tujuan Penelitian
METODE

2

2

Alat dan Bahan

2

Prosedur Penelitian


2

HASIL DAN PEMBAHASAN

3

Hasil

3

Pembahasan

6

SIMPULAN DAN SARAN

9

Simpulan


9

Saran

9

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

9
11

DAFTAR GAMBAR
1 Pola difraksi sinar-X kristal hasil sintesis variasi nisbah ZnSO4:KOH

4

2 Pola difraksi sinar-X kristal hasil sintesis ZnO dengan penambahan surfaktan 5

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir sintesis seng oksida

12

2 Diagram alir sintesis seng oksida dengan surfaktan

13

3 Pola difraksi standar

14

4 Data difraksi kristal ZnO

15

5 Analisis ukuran kristal ZnO menggunakan persamaan Scherrer

17


6 Contoh perhitungan ukuran kristal dengan persamaan Scherrer

18

PENDAHULUAN
Semikonduktor merupakan bahan elektronik yang unik, bersifat optik,
memiliki lebar dan celah pita yang besar sehingga banyak digunakan untuk
berbagai aplikasi. Seng oksida (ZnO) merupakan serbuk semikonduktor tipe-n
dengan lebar pita 3.37 eV pada suhu kamar (Vidyasagar dan Naik 2012). Seng
oksida ini memiliki transmisi optik yang tinggi serta dapat menghantarkan listrik
sehingga lapisan tipis ZnO menjadi pilihan utama untuk semikonduktor, laser
ultraviolet (Yan et al. 2003), dan katalis. Banyak metode yang telah
dikembangkan dalam sintesis partikel ZnO salah satunya adalah dengan proses
pelarutan baik menggunakan metode sol gel, hidrotermal, dan solvotermal (Gupta
et al. 2006).
Ciri partikel ZnO yang meliputi morfologi, kristalinitas, dan sifat optik
menjadi parameter penting yang mendorong berkembangnya penelitian terhadap
partikel ZnO yang diarahkan untuk menyintesis bahan baku pada peralatan
elektronik dan semikonduktor. Bahan dasar yang digunakan untuk sintesis ZnO
juga beragam antara lain seng sulfat dengan natrium karbonat (Wen-tao et al.
2010), seng diklorida dengan kalium hidroksida (Ni et al. 2005), serbuk seng (Sun
et al. 2002), seng asetat (He et al. 2007), dan seng nitrat dengan amonium
hidroksida (Wang 2007). Metode sintesis yang ada saat ini umumnya masih
memiliki beberapa kekurangan, diantaranya kristal ZnO berukuran besar,
kemurnian, dan derajat kristalinitas yang rendah serta menggunakan suhu yang
sangat tinggi (Yu et al. 2003). Oleh karena itu membutuhkan biaya produksi yang
sangat besar untuk menyintesis kristal ZnO dan dihasilkan kristal yang tidak
seragam. Kekurangan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan metode
hidrotermal karena metode ini menghasilkan derajat kristalinitas dan kemurnian
yang tinggi, memperkecil distribusi ukuran partikel, selain itu sintesisnya satu
tahap (Romimoghadam et al. 2012).
Penelitian Wen-tao et al. (2010), kristal ZnO disintesis dengan mereaksikan
seng sulfat (ZnSO4) dan Na2CO3 menggunakan metode hidrotermal pada suhu 160
°C selama 6 jam. Kristal ZnO yang terbaik diperoleh ketika pH larutan adalah
10.5. Salah satu penelitian Ni et al. (2005), kristal ZnO disintesis dengan
mereaksikan seng diklorida (ZnCl2) dan KOH menggunakan metode hidrotermal
pada suhu 120 °C selama 5 jam. Berdasarkan penelitian tersebut, pada penelitian
ini dilakukan sintesis ZnO menggunakan senyawa seng sulfat heptahidrat
(ZnSO4.7H2O) dan KOH sebagai bahan dasar (reaktan). Pengontrolan ukuran
kristal juga sangat penting dalam sintesis material ZnO karena bahan elektronik
dan optik dari nanomaterial bergantung pada ukuran kristal. Oleh sebab itu,
tambahan bahan aditif seperti surfaktan sangat berperan penting dalam
mengontrol morfologi dari kristal ZnO. Kristal yang dihasilkan memiliki ukuran
yang lebih homogen dalam skala mikroskopik (Usui 2009).
Penelitian ini dilakukan dengan tambahan surfaktan yang berbeda seperti
surfaktan kationik setiltrimetilamonium bromida (CTAB) dan anionik natrium
dodesil sulfat (SDS). Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruhnya terhadap
ukuran kristal ZnO dan meningkatkan derajat kristalinitas. Selain itu, untuk
membedakan kristal yang dihasilkan dengan surfaktan dan tanpa surfaktan.
Metode sintesis yang digunakan pada penelitian adalah metode hidrotermal

dengan suhu 120 ˚C selama 5 jam (Ni et al. 2005) dan dilanjutkan dengan
kenaikan suhu 20 ˚C setiap 2 jam sampai suhu mencapai 160 ˚C (modifikasi Wentao et al. 2010). Metode hidrotermal dengan tambahan surfaktan diharapkan
menghasilkan kristal dengan ukuran yang kecil, memiliki kemurnian (bebas
pengotor), dan derajat kristalinitas yang tinggi. Kristal selanjutnya dikarakterisasi
menggunakan difraksi sinar-X (XRD) untuk mengidentifikasi fase kristalin.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menyintesis seng oksida (ZnO) pada berbagai
nisbah ZnSO4:KOH dan mengevaluasi peran surfaktan dalam sintesis ZnO yang
dikarakterisasi menggunakan difraksi sinar-X (XRD).

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas pH meter, radas
hidrotermal, dan oven. Peralatan yang digunakan untuk karakterisasi adalah
difraksi sinar-X Shimadzu XRD-7000. Bahan yang digunakan adalah
ZnSO4.7H2O, KOH p.a, surfaktan CTAB, SDS, dan etanol.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan. Tahap pertama adalah sintesis
ZnO menggunakan bahan baku ZnSO4.7H2O yang direaksikan dengan KOH pada
berbagai ragam nisbah. Tahap kedua, sintesis ZnO dari hasil nisbah terbaik yang
diperoleh pada tahap pertama akan ditambahkan surfaktan yang berbeda yaitu
CTAB dan SDS. Tahap ketiga adalah kristal hasil sintesis dicirikan menggunakan
difraksi sinar-X (XRD).
Sintesis Kristal ZnO
Serbuk ZnSO4 dilarutkan dengan air deionisasi, kemudian larutan 0.01 mol
ZnSO4 direaksikan dengan larutan 0.02 mol KOH pada berbagai ragam nisbah
ZnSO4:KOH (1:2; 1:3; 1:4; dan 1:5). Larutan tersebut diaduk menggunakan
pemutar magnetik sampai homogen dan ditambahkan NH4Cl 5 M tetes demi tetes
sampai pH larutan menjadi 10.5. Pengadukan dilakukan pada suhu ruang sampai
campuran menjadi seperti bubur. Selanjutnya, larutan dimasukkan ke dalam alat
hidrotermal pada suhu 120 °C selama 5 jam dengan kenaikan suhu 20 °C setiap 2
jam sampai suhu mencapai 160 °C. Kristal yang diperoleh dicuci dengan air
deionisasi dan etanol untuk menghilangkan senyawa pengotor. Kristal
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 °C selama 5 jam (Lampiran 1).

Sintesis Kristal ZnO dengan Tambahan Surfaktan CTAB dan SDS
(Modifikasi dari Ni et al. 2005)
Kristal ZnO terbaik (memiliki derajat kristalinitas dan kemurnian yang
tinggi) yang dihasilkan dari nisbah diatas akan dilakukan pengulangan dengan
menggunakan dua surfaktan yang berbeda, yaitu surfaktan CTAB dan SDS.
Larutan dengan nisbah ZnSO4:KOH terbaik diaduk menggunakan pemutar
magnetik sampai homogen. Pengadukan dilakukan pada suhu ruang sampai
campuran menjadi seperti bubur. Campuran tersebut kemudian diberi perlakuan
dengan 2 kondisi, yaitu (1) penambahan surfaktan CTAB 0.0005 mol dan (2)
surfaktan SDS 0.0005 mol. Larutan diaduk kembali sampai homogen. Larutan
tersebut kemudian ditambahkan NH4Cl 5 M tetes demi tetes sambil terus diaduk
sampai pH larutan menjadi 10.5. Selanjutnya, larutan dimasukkan ke dalam alat
hidrotermal pada suhu 120 °C selama 5 jam dengan kenaikan suhu 20 °C setiap 2
jam sampai suhu mencapai 160 °C. Kristal yang diperoleh dicuci dengan air
deionisasi dan etanol untuk menghilangkan senyawa pengotor. Kristal
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 °C selama 5 jam (Lampiran 2).
Karakterisasi dengan XRD
Serbuk kristal yang terbentuk pada seluruh tahapan reaksi, dikarakterisasi
menggunakan XRD. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan data XRD Joint
Committee of Powder Diffraction Standar (JCPDS) (Lampiran 3). Berdasarkan
hasil XRD ini diperoleh derajat kristalinitas dan data XRD juga dapat digunakan
untuk menduga ukuran kristal rerata menggunakan persamaan Scherrer (Gupta et
al. 2006):
D = 0.9λ/βCosθ
Nilai D adalah ukuran kristal, λ adalah panjang gelombang yang digunakan, β
yaitu full width at the half-maximum (FWHM) dari kristal ZnO, dan θ adalah
sudut difraksi sinar-X.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Sintesis kristal ZnO dengan metode hidrotermal dari bahan dasar ZnSO4
yang direaksikan dengan KOH pada berbagai ragam ZnSO4:KOH (1:2;1:3;1:4;
dan 1:5) menghasilkan endapan berwarna putih. Nisbah ZnSO4:KOH (1:2)
diperoleh endapan putih lebih banyak dibandingkan dengan nisbah yang lainnya.
Larutan dengan nisbah ZnSO4:KOH (1:5) yang ditambahkan larutan NH4Cl 5 M
berbau amonia dan tidak terdapat endapan. Semakin besar jumlah mol KOH,
maka semakin banyak larutan NH4Cl 5 M yang digunakan untuk membuat pH
larutan menjadi 10.5. Kemudian larutan ini dimasukkan ke radas hidrotermal pada
suhu 120 °C selama 5 jam dilanjutkan dengan kenaikan suhu 20 °C selama 2 jam
sampai suhu mencapai 160 °C. Serbuk kristal yang dihasilkan berwarna putih,
larut dalam asam kuat (HNO3), tetapi tidak larut dalam air dan etanol.

4

Intensitas (I)

Intensitas (I)

Intensitas (I)

Intensitas (I)

Sintesis Kristal ZnO dengan Ragam Nisbah ZnSO4:KOH
Hasil analisis difraksi sinar-X kristal yang disintesis dengan berbagai ragam
nisbah ZnSO4:KOH menunjukkan puncak dari kristal ZnO sudut 2θ pada
31.7961°, 34.4606°, 36.2891°, 47.5716°, 56.6108°, 62.8816°, 67.9650°, dan
69.0822° (Lampiran 4).
ZnSO4:KOH (1:2); Kristalinitas 97.67 %

ZnSO4:KOH (1:3); Kristalinitas 85.64 %

ZnSO4:KOH (1:4); Kristalinitas 90.39 %

ZnSO4:KOH (1:5); Kristalinitas 90.72 %

Sudut 2θ
Gambar 1

Pola difraksi sinar-X kristal hasil sintesis pada berbagai nisbah
ZnSO4:KOH. (( ): puncak kristal ZnO, ( ): puncak kristal Zn(OH)2,
( ): puncak kristal K2SO4, dan ( ): senyawa yang belum diketahui).

Puncak-puncak difraksi sinar-X dari berbagai nisbah yang diperoleh
kemudian dibandingkan dengan data JCPDS 36-1451 yang menunjukkan
terbentuknya kristal ZnO. Dilihat dari puncak-puncak ZnO dan senyawa pengotor
yang dihasilkan, nisbah 1:3 (ZnSO4:KOH) merupakan nisbah yang terbaik karena

5

memiliki senyawa pengotor yang sedikit dibandingkan dengan nisbah yang
lainnya.
Sintesis ZnO dengan Tambahan Surfaktan CTAB dan SDS
Sintesis ZnO dengan nisbah ZnSO4:KOH 1:3 dilakukan dengan tambahan
surfaktan CTAB dan SDS. Hasil analisis difraksi sinar-X diperoleh kristal dengan
puncak dari kristal ZnO sudut 2θ pada 31.7769°, 34.4503°, 36.2645°, 47.5388°,
56.5833°, 62.8672°, 66.3704°, 67.9230°, dan 69.0747° (Gambar 2) (Lampiran 4).

Intensitas (I)

CTAB, Kristalinitas 98.28%

Intensitas (I)

SDS, Kristalinitas 92.17%

Sudut 2θ
Gambar 2 Pola difraksi sinar-X kristal hasil sintesis ZnO dengan tambahan
surfaktan CTAB dan SDS. ( ): puncak kristal ZnO, dan ( ): puncak
kristal Zn(OH)2.
Puncak-puncak yang dihasilkan dengan tambahan surfaktan CTAB dan SDS
memiliki kemiripan satu sama lain. Kristalinitas pada sintesis ZnO dengan
surfaktan CTAB memiliki derajat kristalinitas lebih tinggi dibandingkan dengan
surfaktan SDS. Tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan.
Ukuran Kristal ZnO
Berdasarkan data XRD diperoleh ukuran rerata kristal ZnO menggunakan
persamaan Scherrer seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Ukuran rerata kristal ZnO menggunakan persamaan Scherrer
Perlakuan Sintesis
Tanpa Surfaktan
Surfaktan CTAB
Surfaktan SDS

Ukuran Kristal (nm)
32
28
29

Rentang Ukuran Kristal (nm)
28.49-35.78
25.00-34.47
26.91-33.88

6

Ukuran kristal ZnO dengan surfaktan CTAB dan SDS lebih kecil
dibandingkan tanpa surfaktan. Hal ini menunjukkan bahwa sintesis ZnO dengan
surfaktan dapat memperkecil ukuran kristal.

Pembahasan
Sintesis kristal ZnO dilakukan menggunakan metode hidrotermal dengan
preparasi awal, yaitu larutan ZnSO4 direaksikan dengan KOH yang menghasilkan
endapan berwarna putih. Larutan ini menunjukkan telah terbentuknya senyawa
Zn(OH)2. Menurut Roto et al. (2008), tambahan larutan basa ke dalam larutan
yang mengandung kation Zn2+ akan membentuk koloid berwarna putih karena
larutan basa mampu menarik kation Zn2+ yang mengakibatkan pengendapan
kation Zn2+ untuk menghasilkan Zn(OH)2. Endapan Zn(OH)2 lalu dipanaskan
melalui proses hidrotermal yang akan menghasilkan kristal ZnO. Reaksi
pembentukan kristal ZnO adalah:
ZnSO4 + 2KOH → Zn(OH)2 (endapan putih) + K2SO4
Zn(OH)2 (proses hidrotermal) → ZnO + H2O
Sintesis kristal ZnO dilakukan dengan berbagai ragam dari salah satu
reaktan, yaitu KOH dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan dari segi
kristalinitas dan kemurnian kristal ZnO yang terbentuk. Berdasarkan penelitian
Xu et al. (2004), menyatakan bahwa sintesis kristal ZnO menggunakan larutan
KOH dengan berbeda konsentrasi sebagai pelarutnya mempengaruhi morfologi
hasil sintesis kristal ZnO yang terbentuk. Hasil analisis difraksi sinar-X yang
diperoleh pada berbagai nisbah ZnSO4:KOH (1:2; 1:3; 1:4; dan 1:5) menunjukkan
terbentuknya kristal ZnO karena puncak-puncak yang terbentuk sesuai dengan
pola difraksi data JCPDS no 36-1451 untuk standar ZnO.
Kristal ZnO yang terbentuk dari berbagai ragam nisbah ZnSO4:KOH
memiliki kemurnian dan derajat kristalinitas yang berbeda-beda. Derajat
kristalinitas menyatakan nisbah antara fase kristalin dengan jumlah fase kristalin
dan amorf yang terdapat pada kristal. Semakin tinggi derajat kristalinitas maka
semakin banyak fase kristalin yang terbentuk dibandingkan dengan fase amorf.
Nisbah ZnSO4:KOH (1:2) memiliki derajat kristalinitas sebesar 97.67%. Namun
kristalinitas ini dipengaruhi oleh intensitas senyawa pengotor sedangkan intensitas
senyawa ZnO di bawah intensitas senyawa pengotornya. Pengaruh intensitas yang
tinggi dari senyawa pengotor berupa Zn(OH)2 di sudut 2θ pada 16.6058°, terjadi
ketika mereaksikan ZnSO4 dengan KOH yang menghasilkan endapan putih lebih
banyak dibandingkan dengan nisbah ZnSO4:KOH yang lainnya. Ini menunjukkan
Zn(OH)2 yang terbentuk lebih banyak. Menurut Xu et al. (2004), pada nisbah
Zn2+:OH- (1:2) maka ion OH- akan mengendap secara sempurna dengan Zn2+
membentuk Zn(OH)2. Oleh karena itu, suhu 120 °C selama 5 jam dengan
kenaikan 20 °C setiap 2 jam sampai suhu mencapai 160 °C belum dapat
mengubah Zn(OH)2 seluruhnya membentuk kristal ZnO. Senyawa pengotor
lainnya berupa hasil samping dari reaksi antara ZnSO4 dengan KOH, yaitu K2SO4.
Dengan demikian pada nisbah ini memiliki kemurnian yang rendah.
Nisbah ZnSO4:KOH (1:3) memiliki derajat kristalinitas terendah diantara
ragam yang lainnya, yaitu sebesar 85.64%. Namun intensitas dari senyawa ZnO

7

yang diperoleh tinggi. Hal ini disebabkan pada nisbah ZnSO4:KOH (1:3) terdapat
jumlah OH- yang berlebih sehingga terbentuk [Zn(OH)4]2- (larutan putih) dan
sedikit endapan putih (Zn(OH)2), sehingga waktu pemanasan yang digunakan
mampu mengubah senyawa Zn(OH)2 menjadi ZnO. Oleh karena itu, senyawa
pengotor berupa Zn(OH)2 dengan intensitas tinggi yang terdapat pada nisbah
ZnSO4:KOH (1:2) di sudut 2θ, yaitu 16.6058° dan 32.7927° intensitasnya
menjadi rendah. Dengan demikian kristal ZnO memiliki kemurnian yang tinggi.
Hasil derajat kristalinitas yang diperoleh pada sintesis dengan nisbah
ZnSO4:KOH (1:4), yaitu sebesar 90.39%. Hasil sintesis pada nisbah ini hampir
sama dengan nisbah ZnSO4:KOH (1:3), yaitu terdapat jumlah OH- yang berlebih.
Akan tetapi, pada nisbah ini terdapat senyawa pengotor seperti K2SO4 dan
Zn(OH)2 dengan intensitas dari pengotor lebih tinggi dibandingkan pada nisbah
ZnSO4:KOH (1:3). Hal ini karena, jumlah OH- yang mengelilingi kristal ZnO
lebih banyak dibandingkan dengan nisbah ZnSO4:KOH (1:3), sehingga kristal
ZnO yang terbentuk kemurniannya rendah.
Berdasarkan hasil difraksi sinar-X pada sintesis nisbah ZnSO4:KOH (1:5)
pembentukan kristal ZnO belum sempurna. Hal ini terjadi karena jumlah KOH
yang digunakan terlalu tinggi. Oleh karena itu, larutan ZnSO4:KOH bersifat
sangat basa, sehingga [Zn(OH)4]2- dikelilingi oleh jumlah OH- yang berlebih.
Kelebihan OH- menyebabkan terbentuk senyawa pengotor berupa Zn(OH)2,
K2SO4, dan senyawa yang belum diketahui. Derajat kristalinitas yang diperoleh
pada nisbah ini sebesar 90.72%. Hal ini karena senyawa pengotor memiliki
intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas dari kristal ZnO.
Menurut Xu et al. (2004), pembentukan dan pertumbuhan kristal ZnO dipengaruhi
oleh Zn awal dan senyawa yang mengelilinginya di dalam radas hidrotermal. Hal
ini diduga energi panas yang seharusnya digunakan untuk mengubah Zn(OH)2
menjadi ZnO diserap juga oleh senyawa lain.
Berdasarkan kemurnian yang diperoleh dari berbagai ragam nisbah tersebut,
maka nisbah ZnSO4:KOH (1:3) merupakan nisbah terbaik. Hal ini ditunjukkan
dengan intensitas kristal ZnO yang tinggi dan sedikitnya senyawa pengotor
dengan intensitas yang rendah (kemurnian tinggi).
Sintesis Kristal ZnO dengan Tambahan Surfaktan CTAB dan SDS
Surfaktan atau surface active agent merupakan senyawa organik yang
bersifat amphiphilic, artinya mempunyai dua gugus yang bersifat hidrofobik
(tidak suka air) dan hidrofilik (suka air) (Mishra et al. 2009 ). Sintesis ZnO
dengan tambahan surfaktan hanya dilakukan pada sintesis ZnO dengan nisbah
terbaik, yaitu ZnSO4:KOH (1:3). Nisbah terbaik ZnSO4:KOH (1:3) ini
ditambahkan dua surfaktan yang berbeda, yaitu surfaktan kationik berupa CTAB
dan surfaktan anionik berupa SDS. Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi
pengaruh dari tambahan surfaktan terhadap hasil sintesis kristal ZnO.
Senyawa CTAB merupakan surfaktan kationik yang dapat terionisasi
sepenuhnya dalam air (Wang et al. 2011). Surfaktan kationik merupakan
surfaktan dengan bagian aktif pada permukaannya mengandung muatan positif
(Myers 2006). Surfaktan kationik (CTAB) ini berfungsi sebagai template atau
cetakan. Template berfungsi seperti agen yang mengarahkan pembentukan
struktur kristal. Adanya kation CTA+ dalam larutan campuran ZnSO4 dan KOH

8

akan bereaksi cepat dengan kerangka anionik, yaitu [Zn(OH)4]2- dalam proses
pembentukan kristal (Geetha dan Thilagavathi 2010).
Senyawa ion [Zn(OH)4]2- merupakan ion bermuatan negatif, sedangkan
+
CTA adalah ion bermuatan positif di bagian kepala dan hidrofobik di bagian
ekor. Pada proses hidrotermal CTA+ dan [Zn(OH)4]2- merupakan ion pasangan
yang dibentuk secara interaksi elektrostatik, gugus hidrofilik (kepala surfaktan)
akan berinteraksi dengan [Zn(OH)4]2-. Dengan demikian, molekul surfaktan akan
menempel di sekeliling kristal ZnO. Surfaktan CTAB ini tidak hanya digunakan
untuk pertumbuhan kristal tetapi juga untuk mencegah terjadinya pembentukan
agregat pada kristal dan melindungi permukaan tersebut dari pertambahan atom
prekursor (ZnSO4 dan KOH) lebih lanjut meskipun di dalam koloid masih
terdapat atom-atom prekursor yang belum bereaksi (Abdullah et al. 2008),
sehingga pada proses kristalisasi yang terbentuk hanya kristal ZnO. Oleh karena
itu, surfaktan CTAB mampu meningkatkan derajat kristalinitas dari kristal ZnO.
Tambahan surfaktan anionik menyebabkan muatan ion negatif dari senyawa
SDS akan membentuk misel di sekeliling kristal ZnO yang telah terbentuk. Misel
akan menghalangi ion Zn2+ untuk masuk ke kristal ZnO, tetapi ada sebagian ion
Zn2+ yang masuk dan menyebabkan kerusakan di permukaan kristal. Kerusakan
ini menyebabkan pertumbuhan kristal ZnO yang baru dengan ukuran yang lebih
kecil (Usui 2009). Oleh sebab itu, adanya tambahan surfaktan SDS mampu
meningkatkan derajat kristalinitas.
Berdasarkan hasil analisis difraksi sinar-X, tambahan surfaktan CTAB dan
SDS memiliki puncak-puncak yang hampir sama tetapi derajat kristalinitas yang
berbeda. Surfaktan CTAB memiliki kristalinitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan SDS. Hal ini disebabkan, pada surfaktan CTAB terjadi interaksi
elektrostatis antara CTA+ dengan [Zn(OH)4]2- (Ni et al. 2005; Sun et al. 2002).
Surfaktan CTAB ini dapat melindungi kristal ZnO dari pengaruh prekursor selama
proses kristalisasi dalam hidrotermal. Hal ini menunjukkan bahwa adanya
surfaktan CTAB dan SDS pada sintesis kristal ZnO memiliki kristal yang bersifat
teratur dibandingkan tanpa surfaktan.
Berdasarkan perhitungan matematis menggunakan persamaan Scherrer dari
data XRD, dapat diduga ukuran rerata kristal ZnO (Gupta et al. 2006). Ukuran
rerata kristal nisbah ZnSO4:KOH (1:3), adanya tambahan surfaktan CTAB, dan
SDS berturut-turut diperoleh rerata ukuran kristal sebesar 32 nm, 28 nm, dan 29
nm (Tabel 1). Berdasarkan hasil tersebut, menunjukkan bahwa sintesis kristal
ZnO dengan surfaktan dapat memperkecil ukuran kristal ZnO yang terbentuk. Hal
ini disebabkan oleh adanya surfaktan yang berfungsi mengontrol pertumbuhan
kristal ZnO dan melindungi kristal ZnO dari prekursor (bahan awal, yaitu ZnSO4
dan KOH). Menurut Naskar et al. (2006), surfaktan berperan membuat ukuran
kristal lebih kecil dan mempersempit distribusi ukuran pada sintesis nanopartikel
ZnS. Ukuran kristal yang lebih kecil memiliki sifat atau fungsi yang berbeda dari
kristal yang berukuran besar. Hal ini disebabkan ukuran kristal yang lebih kecil
memiliki nilai nisbah antara luas permukaan dan volume yang lebih besar jika
dibandingkan dengan kristal yang berukuran besar. Sehingga membuat kristal
yang berukuran kecil bersifat lebih reaktif (Abdullah 2008). Hasil tersebut hanya
dugaan menggunakan persamaan Scherrer, untuk mengetahui ukuran kristal
secara pasti dapat digunakan penganalisis ukuran partikel (PSA) ataupun
mikroskop elektron payaran (SEM) untuk mengetahui morfologi dari kristal ZnO.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kristal ZnO dapat disintesis dengan mereaksikan antara ZnSO4 dan KOH
menggunakan metode hidrotermal. Kristal ZnO terbaik diperoleh pada nisbah
ZnSO4:KOH (1:3). Tambahan surfaktan kationik (CTAB) dan anionik (SDS) pada
nisbah ZnSO4:KOH (1:3) dapat meningkatkan derajat kristalinitas, menurunkan
intensitas dari senyawa pengotor, dan memperkecil ukuran kristal ZnO.
Tambahan CTAB memiliki derajat kristalinitas paling tinggi dan memiliki ukuran
kristal yang kecil dibandingkan dengan surfaktan SDS dan tanpa surfaktan.

Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan saran, yaitu
perlu dilakukan uji analisis lebih lanjut seperti PSA dan SEM untuk mengetahui
ukuran dan morfologi kristal.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah M, Yudistira V, Nirmin, Khairurrijal. 2008. Review: Sintesis
nanomaterial. J Nano Saintek. 1(2).
Geetha D, Thilagavathi T. 2010. Hydrothermal synthesis of nano ZnO structures
from CTAB. Digest J Nanomater Biostruct. 5(1): 297-301.
Gupta A, Bhatti HS, Kumar D, Verma NK, Tandon RP. 2006. Nano and bulk
crystals of ZnO: synthesis and characterization. Digest J Nanomater
Biostruct. 1(1): 1-9.
He S, Maeda H, Uehara M, Miyazaki M. 2007. Direct synthesis of well dispersed
ZnO nanorods without using additional surfactant. Mater Lett. 61: 626-628.
doi: 10.1016/j.matlet.2006.05.027.
Mishra M, Muthuprasanna P, Prabha KS, Rani PS, Babu IAS, Chandiran IS,
Arunachalam G, Shalini S. 2009. Basic and potential applications of
surfactant-A review. Int J PharmTech Res. 1(4): 1354-1365.
Myers D. 2006. Surfactant Science And Technology. 3rd Edition. New Jersey:
Jhon Wiley and Son, Inc.
Naskar MK, Patra A, Chatterjee M. 2006. Understanding the role of surfactants on
the preparation of ZnS nanocrystals. J Colloid Interface Sci. 297: 271-275.
doi: 10.1016/j.jcis.2005.10.057.
Ni Y, Wei X, Hong J, Ye Y, 2005. Hydrothermal preperation and optical
properties of
ZnO nanorods. Mater Sci Eng. 121:42-47.
doi:10.1016/j.mseb.2005.02.065.
Ramimoghadam D, Hussein MZB, Yap YHT. 2012. The effect of sodium dodecyl
sulfate (SDS) and cetyltrimethylammonium bromide (CTAB) on the

10

properties of ZnO Synthesize by hydrothermal method. Int J Mol Sci. 13:
13275-13293. doi:10.3390/ijms131013275.
Roto, Iqmal T, Umi NS. 2008. Sintesis hidrotalsit Zn-Al-SO4 sebagai agen
penukar anion untuk aplikasi pengolahan polutan heksacyanoferrat (II). Indo
J Chem. 8(3): 307-313.
Sun XM, Chen X, Deng ZX, Li YD. 2002. A CTAB-assisted hydrothermal
orientation growth of ZnO nanorod. Mater Chem Phys. 78: 99-104.
Usui H. 2009. Surfactan concentration dependence of structure and photocatalytic
properties of ZnO. J Colloid Interface Sci. 336:667-674.
doi:10.1016/j.jcis.2009.04.060.
Vidyasagar CC dan Naik YA. 2012. Surfactant (PEG 400) effects on crystallinity
of
ZnO
nanoparticles.
Arabian
J
Chem.
doi:org/10.1016/
j.arabjc.2012.08.002.
Wang YD, Zhang S, Ma CL, Li HD. 2007. Synthesis and room temperature
photoluminescence of ZnO/CTAB ordered layered nanocomposite with
flake-like architecture. J Luminescence. 126:661-664. doi:10.1016/
j.jlumin.2006.10.018.
Wang YX, Sun J, Fan XY, Yu X. 2011. A CTAB-assisted hydrothermal and
solvothermal synthesis of ZnO nanopowders. Ceram Int. 37: 3431-3436.
doi:10.1016/j.ceramint.2011.04.134
Wen-tao S, Guo G, Lan X. 2010. Synthesis of ZnO whiskers via hydrothermal
decomposition route. Trans Nonferrous Met Soc China. 20: 1049-1052. doi:
10.1016/S1003-6326(09)60256-9.
Xu HY, Wang H, Zhang YC, He WL, Zhu MK, Wang B, Yan H. 2004.
Hydrothermal synthesis of zinc oxide powders with controllable
morphology. Ceram Int. 30: 93-97. doi:10.1016/S0272-8842(03)00069-5.
Yan HQ, He RR, Johnson J. 2003. Dendritic nanowire ultraviolet laser array. J
Am Chem Soc. 125: 4728-4729.
Yu J, Yu JC, Leung MKP, Ho W, Cheng B, Zhao X, Zhao J. 2003. Effects of
acidic and basic hydrolysis catalysts on the photocatalytic activity and
microstructures of bimodal mesoporous titania. J Catal. 217:69-78.
doi:10.1016/S0021-9517(03)00034-4.

LAMPIRAN

12

Lampiran 1 Diagram alir sintesis seng oksida
Larutan ZnSO4 0.01 M

Larutan KOH 0.02 M
Berbagai nisbah ZnSO4 : KOH
(1:2 ; 1:3 ; 1:4 ; 1:5)

Dilarutkan dengan air deionisasi,
diaduk dengan pemutar magnetik

Larutan Homogen

Ditambahkan NH4Cl 5 M, pH 10.5. Diaduk.
Larutan Homogen

Dimasukkan ke alat
radas hidrotermal

Dipanaskan (120 °C, 5 jam) dilanjutkan kenaikan suhu 20 °C/ 2 jam
sampai 160 °C

Kristal

Dicuci dan dikeringkan
(105 °C, 5 jam)

Kristal

Dikarakterisasi dengan
XRD

13

Lampiran 2 Sintesis seng oksida dengan surfaktan (CTAB dan SDS)
Nisbah terbaik
(ZnSO4 : KOH ; 1:3)
Dilarutkan dengan air deionisasi,
diaduk
Larutan Homogen

Ditambahkan SDS

Ditambahkan CTAB

Ditambahkan NH4Cl 5M

Ditambahkan NH4Cl 5M

Diaduk, larutan homogen

Diaduk, larutan homogen

Dimasukkan ke alat
hidrotermal

Dimasukkan ke alat
hidrotermal

Dipanaskan (120 °C, 5 jam) dilanjutkan
kenaikan suhu 20 °C/ 2 jam sampai 160 °C

Dipanaskan (120 °C, 5 jam) dilanjutkan
kenaikan suhu 20 °C/ 2 jam sampai 160 °C

Kristal

Kristal

Dicuci dan dikeringkan
(105 °C, 5 jam)

Dicuci dan dikeringkan
(105 °C, 5 jam)

Kristal

Dikarakterisasi
dengan XRD

14

Lampiran 3 Pola difraksi standar
a. Standar ZnO JCPDS 36-1451

b. Standar Zn(OH)2 JCPDS 36-0365

c. Standar K2SO4 JCPDS 01-0939

15

Lampiran 4 Data difraksi kristal ZnO
a. Nisbah ZnSO4:KOH (1:2)

16.6058
24.9892
31.7961
32.8680
34.4606
36.2891
47.5716
56.6108
58.6526
62.8816
67.9650
69,0822

d (A)
5.33426
3.56047
2.81207
2.72277
2.60049
2.47354
1.90990
1.62452
1.57274
1.47675
1.37815
1.35856

I%
100
29
45
16
37
72
19
27
10
24
19
10

FWHM
0.67500
0.88670
0.36200
0.46400
0.37200
0.35010
0.35000
0.36190
0.58000
0.36730
0.37000
0.37500

Senyawa
Zn(OH)2
Zn(OH)2
ZnO
Zn(OH)2
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO
Zn(OH)2
ZnO
ZnO
ZnO

I%
59
6
55
100
25
4
31
5
22
10

FWHM
0.27580
0.36670
0.23260
0.26760
0.27070
0.11200
0.27210
0.33340
0.30420
0.33400

Senyawa
ZnO
Zn(OH)2
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO

b. Nisbah ZnSO4:KOH (1:3)

31.7483
32.7927
34.4183
36.2368
47.5112
56.8631
62.8273
66.3404
67.9012
69.0227

d (A)
2.81619
2.72885
2.60359
2.47699
1.91219
1.61791
1.47790
1.40790
1.37928
1.35959

c. Nisbah ZnSO4:KOH (1:4)

16.1218
16.7206
17.2597
28.4042
31.7667
32.8194
34.4370
36.2592
40.6102
47.5344
56.5735
62.8309
66.3404
67.9180
69.0606

d (A)
5.49329
5.29789
5.13361
3.13969
2.81460
2.72669
2.60222
2.47552
2.21976
1.91131
1.62550
1.47782
1.40790
1.37898
1.35893

I%
4
10
8
7
64
3
47
100
4
24
35
30
6
25
12

FWHM
0.24000
0.00000
0.00000
0.24670
0.24270
0.28670
0.21200
0.22350
0.28000
0.22190
0.22500
0.22080
0.26000
0.23600
0.24180

Senyawa
Zn(OH)2
Zn(OH)2
K2SO4
K2SO4
ZnO
Zn(OH)2
ZnO
ZnO
K2SO4
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO

16

lanjutan lampiran 4
d. Nisbah ZnSO4:KOH (1:5)

16.7605
20.4701
25.3633
28.4524
30.0744
30.5651
31.7956
32.8493
33.5195
34.4978
36.3198
40.6317
47.5866
56.6045
62.9133
67.9875
69.0863

d (A)
5.28537
4.33516
3.50880
3.25159
2.96902
2.92246
2.81211
2.72427
2.67132
2.59777
2.47152
2.21864
1.90934
1.62468
1.47609
1.37774
1.35849

I%
58
23
23
100
23
24
77
37
33
57
86
62
19
32
24
20
10

FWHM
0.00000
0.29000
0.43600
0.21130
0.23110
0.24000
0.24290
0.30670
0.27830
0.21640
0.20650
0.20700
0.20000
0.29070
0.21600
0.18500
0.04000

Senyawa
Zn(OH)2
K2SO4
K2SO4
K2SO4
Zn(OH)2
Zn(OH)2
ZnO
Zn(OH)2
K2SO4
ZnO
ZnO
K2SO4
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO

e. Nisbah ZnSO4:KOH (1:3) dengan surfaktan CTAB.

31.7769
32.8227
34.4503
36.2645
47.5388
56.5833
62.8672
66.3704
67.9230
69.0747

d (A)
2.81372
2.72642
2.60125
2.47517
1.91115
1.62524
1.47706
1.40733
1.37890
1.35869

I%
60
5
56
100
24
32
30
4
21
10

FWHM
0.31220
0.33330
0.27260
0.31120
0.31550
0.33690
0.31320
0.38000
0.34060
0.28000

Senyawa
ZnO
Zn(OH)2
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO

f. Nisbah ZnSO4:KOH (1:3) dengan Surfaktan SDS.

31.7681
32.8311
34.4361
36.2555
47.5463
56.5855
62.8686
66.3437
67.9470
69.0723

d (A)
2.81448
2.72574
2.60229
2.47576
1.91086
1.62519
1.47703
1.40784
1.37847
1.35873

I%
65
3
44
100
20
33
26
4
20
9

FWHM
0.30320
0.33000
0.24570
0.30470
0.30600
0.32660
0.28530
0.28670
0.33400
0.35870

Senyawa
ZnO
Zn(OH)2
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO
ZnO

17

Lampiran 5 Analisis ukuran kristal ZnO menggunakan persamaan Scherrer.
a. Nisbah ZnSO4:KOH (1:3)


β (derajat)
β (Rad)
31.7483
0.27580
0.00481
34.4183
0.23260
0.00406
36.2368
0.26760
0.00467
47.5112
0.27070
0.00472
56.5510
0.25770
0.00450
62.8273
0.27210
0.00475
66.3404
0.33340
0.00582
67.9012
0.30420
0.00531
69.0227
0.33400
0.00583
Rentang ukuran kristal ZnO
Rata-rata ukuran kristal ZnO

D (nm)
29.97
35.78
31.26
32.69
35.03
32.24
28.49
31.51
28.89
28.49-35.78
32

b. Penambahan surfaktan CTAB

β (derajat)
β (Rad)
31.7769
0.31220
0.00545
34.4503
0.27260
0.00476
36.2645
0.31120
0.00543
47.5388
0.31550
0.00551
56.5833
0.33690
0.00588
62.8672
0.31320
0.00547
66.3704
0.38000
0.00663
67.9230
0.34060
0.00594
69.0747
0.28000
0.00489
Rentang ukuran kristal ZnO
Rata-rata ukuran kristal ZnO

D (nm)
26.48
30.53
26.88
27.54
26.80
29.75
25.00
28.14
34.47
25.00-34.47
28

c. Penambahan surfaktan SDS

β (derajat)
β (Rad)
31.7681
0.30320
0.00529
34.4361
0.24570
0.00429
36.2555
0.30470
0.00532
47.5463
0.30600
0.00534
56.5855
0.32660
0.00570
62.8686
0.28530
0.00498
66.3437
0.28670
0.00500
67.9470
0.33400
0.00583
69.0723
0.35870
0.00626
Rentang ukuran kristal ZnO
Rata-rata ukuran kristal ZnO

D (nm)
27.26
33.88
27.46
28.39
27.65
32.66
33.13
28.70
26.91
26.91-33.88
29

18

Lampiran 6 Contoh perhitungan ukuran kristal dengan persamaan Scherrer.
Diketahui : panjang gelombang (λ) = 0.15418 nm
1 Radian = 1 derajat/57.2957795

16.5176

β (derajat)
0.43330

β (Radian)
0.00756

Contoh perhitungan
D = 0.9λ/βcosθ
D = (0.9× 0.15418)/( 0.00756 cos 8.2588)
D = 18.54 nm
Keterangan:
D = Ukuran kristal (nm)
λ = Panjang gelombang
β = full width at the half-maximum (FWHM) (radian)
θ = Sudut difraksi sinar-X (derajat)

D (nm)
18.54

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 24 Februari 1990 dari ayah
Jumrani dan ibu Sugiarti sebagai putri pertama dari dua bersaudara.
Tahun 2008, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cikeusal (Serang-Banten) dan
pada tahun yang sama penulis lulus seleksi IPB melalui Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia, FMIPA IPB.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan seperti
Rapat Kerja Nasional (Rakernas). Selain itu, tahun 2011 penulis diberi
kesempatan menjadi asisten Kimia Lingkungan, tahun 2012 penulis juga pernah
menjadi asisten Praktikum Kimia Fisik (PKF) dan asisten Sintesis Kimia
Anorganik.
Bulan Juli-Agustus 2010, penulis mengikuti IPB Go Field di daerah Tajur
dan pada bulan Juli-Agustus 2011, penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan
di Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor dengan judul “Verifikasi Cemaran
Logam Pb dalam Gula Rafinasi menggunakan Spektroskopi Serapan Atom
Tungku Grafit”.