Effect of Planting Mediums Combined with Inoculant Acremonium sp. and Fusarium sp. to Agarwood Quality of Aquilaria crassna

(1)

PENGARUH KOMBINASI BERBAGAI MEDIA TANAM

DENGAN INOKULUM CENDAWAN Acremonium sp. DAN

Fusarium sp. TERHADAP KUALITAS GAHARU PADA

Aquilaria crassna

DIANA AGUSTIN CAROLINA S

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PENGARUH KOMBINASI BERBAGAI MEDIA TANAM

DENGAN INOKULUM CENDAWAN Acremonium sp. DAN

Fusarium sp. TERHADAP KUALITAS GAHARU PADA

Aquilaria crassna

DIANA AGUSTIN CAROLINA S

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(3)

ABSTRAK

DIANA AGUSTIN CAROLINA S. Pengaruh Kombinasi Berbagai Media Tanam dengan Inokulum Cendawan Acremonium sp. dan Fusarium sp. terhadap Kualitas Gaharupada Aquilaria crassna. Dibimbing oleh TRIADIATI dan MIFTAHUDIN

Aquilaria crassna merupakan salah satu spesies Aquilaria yang dapat menghasilkan gubal gaharu. Pembentukan gaharu pada Aquilaria crassna dapat terjadi karena adanya induksi dari cendawan. Interaksi antara pohon inang, perlukaan dan jamur dalam pembentukan gaharu masih belum dipahami secara jelas. Faktor-faktor lain seperti umur pohon, perbedaan spesies pohon, pengaruh musim, variasi lingkungan, dan variasi genetik juga berperan penting dalam pembentukan gaharu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi media tanam dengan inokulum cendawan Acremonium sp. dan Fusarium sp. terhadap kualitas gaharu pada

Aquilaria crassna. Penelitian ini terdiri dari dua faktor, yaitu lima jenis kombinasi media tanam (Tanah, Tanah: Arang sekam, Arang sekam+NPK, Arang sekam + larutan Hoagland, Arang sekam + larutan hoagland yang dimodifikasi) dan dua spesies inokulum (Acremonium sp. dan Fusarium

sp.). Parameter yang diamati adalah tingkat persentase gugur daun, kadar warna, kadar harum dan keberadaan terpenoid kayu gaharu. Kadar harum yang terbaik diperoleh dari perlakuan arang sekam dengan pemberian NPK dan inokulum Acremonium sp. dan perlakuan arang sekam dengan pemberian larutan Hoagland yang dimodifikasi dan inokulum Fusarium sp.. Kadar warna kayu terpekat atau tergelap diperoleh dari perlakuan arang sekam dengan pemberian NPK dan inokulum cendawan Acremonium sp. ataupun Fusarium sp.. Sedangkan keberadaan terpenoid belum dapat terakumulasi selama waktu 21 hari setelah induksi. Acremonium sp. menyebabkan keguguran daun lebih tinggi dibanding Fusarium sp..

Kata kunci : Gaharu, Acremonium,Fusarium, Aquilaria crassna

ABSTRACT

DIANA AGUSTIN CAROLINA S. Effect of Planting Mediums Combined with Inoculant

Acremonium sp. and Fusarium sp. to Agarwood Quality of Aquilaria crassna. Directed by

TRIADIATI dan MIFTAHUDIN

Aquilaria crassna is one of the Aquilaria species that could produce agarwood. Agarwood production of Aquilaria crassna can be induced by inoculant from microfungi. Ecological interaction between the host tree, wounding and inoculant in the formation of agarwood has not yet clearly. Other factors like the tree ages, tree species, season, environment and genetic variation also played important roles in the formation of agarwood. This research aimed to determine the influence of the combination between nutrient of planting media and Acremonium sp. and

Fusarium sp. to agarwood quality of Aquilaria crassna. The experiment was consisted of two factors, which were five planting media and two inoculants species i.e. Acremonium sp. and

Fusarium sp. The observed parameters were the percentage of senescence leaves, color of wood, level of fragrant and terpenoid content. The best agarwood fragrant was produced by the seedlings that were treated with either combination of husk charcoal media enriched with NPK fertilizer and

Acremonium sp. or the combination between husk charcoal media enriched with Hoagland modified solution and Fusarium sp.. The darkest color of wood was produced by the seedlings that were treated with combination of husk charcoal media enriched with NPK fertilizer and

Acremonium sp., as well as for the same media with Fusarium sp.. During the experiment terpenoid compound could not be detected from the treated seedlings. Acremonium sp. caused more leave senescence than that of Fusarium sp..


(4)

Judul Skripsi :

Pengaruh Kombinasi Berbagai Media Tanam

dengan Inokulum Cendawan

Acremonium

sp. dan

Fusarium

sp. terhadap Kualitas Gaharu pada

Aquilaria crassna

.

Nama

:

Diana Agustin Carolina S

NIM

:

G34060792

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

(Dr. Triadiati, M.Si)

(Dr. Miftahudin, M.Si)

NIP : 19600224 198603 2001 NIP : 19620419 198903 1001

Mengetahui:

Ketua Departemen

(Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena)

NIP : 19641002 198903 1002


(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Triadiati, M.Si dan Dr. Miftahudin, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis dengan memberi arahan serta masukan sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Terimakasih kepada Dr. Nunik Sri Ariyanti, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk perbaikan karya ilmiah ini. Terimakasih juga kepada para staf di laboratorium UJI Departemen Biologi FMIPA IPB, laboratorium IPBCC, dan laboratorium Fisiologi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA IPB, yaitu mbak Febi, mbak Dewi, mbak Lia, mbak Desi, mbak Ade, dan pak Kus. Terkhusus untuk mbak Ade yang telah membantu penulis pada saat inokulasi.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada keluarga penulis, yaitu kedua orangtua tercinta yaitu Bapak Drs. B. Sitanggang dan Ibu Irawati. D. Sihombing dan juga kepada kakak dan abang yaitu abang Ian, kak Prita dan kak Triany yang tanpa lelah memberi kasih sayang, motivasi dan doa sehingga penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman di Biologi 43 (Sarah Cynthia Novembria, Christine Marsaulina Pardede, Isnita Khairunnisa, Nining Maulana, Risya Putri Anggraeni, Ruri Prihatini, dll) yang telah membantu, menemani dan memberikan motivasi sehingga penulis mampu menyelesaikan masa perkuliahan di IPB dan karya ilmiah ini. Juga kepada Helena Ariesty, Anica Rosalina Girsang dan Yessy Winda Panggabean yang telah membantu pada penelitian ini. Juga untuk teman-teman kos di Wisma Gladis (kak Helen, kak Vivin, Kristi, Rosi, Widya, Rara, Yuli, Ester, Gladys, kak Etha, Astri, Ria, Ribka dan Mona), penulis ucapkan terima kasih karena telah berbagi kebersamaan dan menjadi keluarga bagi penulis selama tinggal di Bogor. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada keluarga kelompok kecil yaitu kak Sonthi, kak Junide, Lisa, Lia, Trinita, Puyun dan Shanty untuk doa dan perhatian yang tidak henti-henti bagi penulis. Terima kasih juga kepada Karina Pradita Siwi dan Martha Nurizzaky Firdaus untuk bantuannya menerjemahkan literatur, juga kepada Esi 44 dan Sella statistik 45 yang telah membantu mengolah data. Terima kasih untuk persahabatan dari teman-teman di KPA terutama KPA 43, Yomi, Hezron dan BPH PMK 2009/2010 (Fiona, Ando, Rosi juga Leni), serta semua pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu terselesaikannya penulisan karya ilmiah ini, penulis ucapkan terima kasih.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, November 2012


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 13 Agustus 1988, dari ayah Drs. B. Sitanggang dan Ibu Irawati. D. Sihombing. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara.

Penulis lulus dari SD Jatiwaringin II pada tahun 2001 dan lulus SMPN 49 Jakarta Timur pada tahun 2003. Tamat dari SMAN 48 Jakarta Timur pada Tahun 2006 dan tahun 2006 penulis diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melaksanakan kegiatan studi lapang di Sukabumi dengan judul “Keanekaragaman Lumut Sejati pada Bermacam Substrat di Taman Wisata Alam, Situ Gunung, Sukabumi, Jawa Barat”. Penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang di Pusat Penelitian Nuklir Batan – BATAN dengan judul “Pola penyebaran nyamuk Aedes aegyptii di Pusat Penelitian Tenang Nuklir Pasar Jumat”

Di bidang akademik penulis pernah menjadi asisten praktikum MK- Fisiologi Tumbuhan Dasar pada tahun 2010. Di luar bidang akademis, penulis aktif di organisasi Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB Bogor. Pada tahun 2007-2009 penulis aktif di Komisi Pelayanan Anak dan pada tahun 2010-2011 penulis dipercaya menjadi Wakil koordinator bidang eksternal PMKIPB.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

PENDAHULUAN ... 1

BAHAN DAN METODE ... 1

Rancangan Percobaan ... 2

Penanaman dan Pemupukan Aquilaria crassna ... 2

Induksi cendawan ... 2

Uji Kadar Harum dan Kadar Warna Kayu Gaharu ... 2

Uji Keberadaan Terpenoid ... 2

Analisis data ... 3

HASIL ... 3

Tingkat Gugur Daun ... 3

Kadar Harum ... 4

Kadar Warna ... 5

Keberadaan Terpenoid ... 5

PEMBAHASAN ... 6

Efektivitas Inokulasi ... 6

Pembentukan senyawa gaharu dan metabolisme sulfur ... 7

SIMPULAN ... 7

SARAN ... 8

DAFTAR PUSTAKA ... 8


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman 1Selisih jumlah daun A. crassna sebelum dan sesudah diinduksi dengan cendawan

Acremonium sp. dan Fusarium sp ... 3

2 Nilai Absorbansi senyawa terpenoid pada A. crassna dengan perlakuan kombinasi media tanam dan inokulum cendawan Acremonium sp. dan Fusarium sp. saat dua Minggu Setelah Inokulasi (MSI) ... 5

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Persentase gugur daun A. crassna akibat perlakuan kombinasi media tanam dengan Cendawan Acremonium sp. dan Fusarium sp. ... 3

2 Perbandingan kebugaran bibit pohon A. crassna akibat perlakuan AS+NPK Fusarium sp. Dan perlakuan AS+HM Acremonium sp. ... 4

3 Pengaruh kombinasi media tanam dan unsur hara terhadap kadar harum A. crassna yang diinduksi dengan Acremonium sp. ... 4

4 Pengaruh kombinasi media tanam dan unsur hara terhadap kadar harum A. crassna yang diinduksi dengan Fusarium sp. ... 4

5 Perbandingan warna kayu A. crassna setelah diinduksi dengan skala 0-3. ... 5

6 Pengaruh kombinasi media tanam dan unsur hara terhadap kadar warna A. crassna yang diinduksi dengan cendawan Acremonium sp. dan Fusarium sp. ... 5

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 ANOVA dan uji lanjut Duncan untuk persentase gugur daun A. crassna ... 10

2 Hasil uji Kruskal Wallis untuk kadar harum A. crassna ... 10

3 Tabel tingkat signifikansi kadar harum A. crassna ... 14

4 Hasil uji Kruskal wallis untuk kadar warna A. crassna ... 15


(9)

PENDAHULUAN

Gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas serta memiliki kandungan kadar damar wangi (BSN 1999). Pohon penghasil gaharu ini berasal dari suku Thymelaeaceae. Dari suku ini sudah dikenal 8 genus pohon penghasil gaharu yaitu

Aquilaria, Wikstroemia, Gonyitylus, Gyrinops,

Dalbergia, Enkleia, Excoccaria, dan

Aetoxylon (Tarigan 2004). Gaharu dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar industri parfum, dupa untuk berbagai upacara keagamaan, kosmetik juga obat-obatan (Barden et al. 2000). Selain memiliki banyak kegunaan, gaharu juga memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Tingginya nilai ekonomi ini menyebabkan perburuan gaharu meningkat, sedangkan sampai saat ini, produksi gaharu masih mengandalkan hutan alam yang keberadaannya semakin langka. Selain itu, produksi gaharu secara alami membutuhkan waktu yang sangat lama. Perburuan yang eksplosif tanpa diikuti oleh usaha budidaya yang selaras menyebabkan salah satu spesies Aquilaria, yaitu Aquilaria malaccensis pada tahun 1994 telah ditetapkan masuk dalam daftar CITES Appendix II (Newton & Suhartono 2001).

Gaharu merupakan deposit resin pada jaringan kayu sebagai reaksi pohon terhadap pelukaan atau infeksi patogen. Michiho (2005) mengatakan bahwa senyawa gaharu diakumulasi dalam jumlah besar pada pohon

Aquilaria yang sudah tua dan terbentuk terutama pada bagian yang dilukai. Senyawa gaharu dibentuk sebagai respon pertahanan pohon gaharu terhadap berbagai gangguan seperti perlukaan, infeksi patogen atau perlakuan kimiawi (Nobuchi & Sripatanadilok 1991). Menurut Yuan (1995), gaharu merupakan senyawa sesquiterpen yang beraroma khas. Aroma gaharu ini diduga merupakan senyawa fitoaleksin (Michiho 2005). Fitoaleksin adalah senyawa antimikrob dengan berat molekul rendah yang terakumulasi pada tanaman sebagai reaksi terhadap infeksi dan stress (Merk-Turk 2002). Interaksi ekologis antara pohon inang, perlukaan dan atau jamur dalam pembentukan gaharu masih belum dipahami dengan jelas.

Penelitian untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas gaharu sudah banyak dilakukan. Berbagai macam rekayasa produk yang telah dilakukan, antara lain pemberian metil jasmonat (secara berulang) untuk meningkatkan deposit terpenoid dan meningkatkan aroma wangi (Rosita 2008),

penggunaan induksi ganda gaharu dengan menggunakan Acremonium sp. dan Fusarium

sp. (Wulandari 2009), hingga mengkombinasikan senyawa kimia (asam salisilat, metil jasmonat) dengan Acremonium

sp. untuk menginduksi terbentuknya senyawa gaharu (Murtaip 2010). Faktor-faktor lain seperti umur pohon, perbedaan spesies pohon, pengaruh musim, variasi lingkungan, dan variasi genetik juga berperan penting dalam pembentukan gaharu (Novriyanti 2008). Isnaini (2004) mengatakan bahwa ada pengaruh faktor biotik (isolat cendawan) dan faktor abiotik yaitu Asam absisat (ABA) dalam mempercepat pembentukan gubal gaharu. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pembentukan gaharu di antaranya adalah unsur hara. Menurut Karyantara (2009), penanaman gaharu pada kombinasi media tanam (tanah, pasir, dan kompos daun kering) mampu meningkatkan pertambahan tinggi dan diameter batang tanaman gaharu. Ketersediaan hara dalam tanah meningkatkan kemampuan tanaman melakukan metabolisme secara primer maupun sekunder. Salah satu unsur hara yaitu S (sulfur) merupakan unsur penyusun dari asam amino sistein dan metionin. Kedua asam amino ini merupakan prekursor senyawa koenzim dan produk sekunder tanaman. Metabolisme sulfur dapat mempengaruhi pembentukan aroma pada tumbuhan, misalnya pada bawang merah (Allium cepa). Senyawa Alliins pada bawang dipecah oleh enzim alliinase menjadi Allicins, yang berfungsi sebagai prekursor dari pembentukan senyawa volatil dengan aroma yang khas (Marschner 1995). Namun penelitian tentang pengaruh sulfur terhadap gaharu belum pernah dilakukan, oleh karena itu perlu diteliti tentang pengaruh sulfur dan unsur hara lain terhadap pembentukan senyawa harum pada gaharu.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi media tanam dengan inokulum Acremonium sp. dan

Fusarium sp. terhadap kualitas gaharu pada

Aquilaria crassna.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2010 hingga Oktober 2010 di unit UJI, laboratorium IPBCC dan laboratorium


(10)

2

Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi FMIPA, IPB.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit pohon Aquilaria crassna berumur 8-12 bulan dengan tinggi berkisar antara 30-50 cm, cendawan

Acremonium L IPBCC 08.566 dan Fusarium

B IPBCC 08.569, arang sekam sebagai media, larutan Hoagland, larutan Hoagland yang telah dimodifikasi yaitu dengan diberi penambahan 1 M MgSO4 0,004 l dan 1 M NaSO4 0,004 l, pupuk NPK 16:16:16, bahan-bahan kimia untuk uji Lieberman-Burchard.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah jenis cendawan yaitu

Acremonium sp. dan Fusarium sp., sedangkan faktor kedua adalah media tanam dengan pemberian hara yang berbeda, yaitu tanah tanpa pemberian tambahan unsur hara untuk perlakuan kontrol, arang sekam: tanah (1:1) tanpa pemberian tambahan hara (Tanah: AS), arang sekam dengan pemberian pupuk NPK (AS+NPK), arang sekam dengan pemberian larutan Hoagland (AS+H), dan arang sekam dengan pemberian larutan Hoagland yang dimodifikasi (AS+HM). Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Pengamatan yang dilakukan meliputi persentase daun rontok, kadar harum, kadar warna, dan uji keberadaan terpenoid pada kayu gaharu.

Penanaman dan Pemupukan Aquilaria crassna

Bibit pohon ditanam pada media dan sumber hara yang berbeda di polibag ukuran diameter 15 cm x 11 cm. Pemberian sumber hara larutan Hoagland dan Hoagland yang dimodifikasi diberikan sebanyak 60 ml setiap dua hari, sedangkan untuk pupuk NPK diberikan 1 gr/polibag/tiga minggu (total pemberian dua kali). Media tanam untuk kontrol digunakan tanah di sekitar laboratorium UJI Baranangsiang yang merupakan jenis tanah latosol. Kemudian pada perlakuan kontrol dan Tanah : AS bibit pohon disiram dengan air keran (tanpa pemberian tambahan hara). Tanaman diberi perlakuan sumber hara selama ± 1,5 bulan untuk melihat respon tanaman terhadap penyerapan unsur hara.

Induksi cendawan

Jumlah daun pada setiap tanaman dihitung terlebih dahulu sebelum pemberian inokulum cendawan. Pelukaan batang untuk induksi cendawan dilakukan di batang utama. Batang utama dilukai 5 cm dari permukaan tanah, kulit batang tanaman dikupas dengan ketebalan 1/3 dari ketebalan batang dengan panjang sayatan 1-2 cm. Lalu bagian yang telah dilukai tersebut ditempeli dengan agar yang mengandung miselium cendawan (Acremonium L IPBCC 08.566 atau Fusarium

B IPBCC 08.569 yang diinkubasi selama 7 hari). Kemudian batang dibungkus dengan kapas dan ditutup dengan sedotan plastik untuk mencegah aroma cepat menguap. Dilakukan penyemprotan dengan aquades steril setiap hari terhadap bagian batang yang dilukai tersebut untuk menjaga kapas tetap lembab bagi cendawan.

Uji Kadar Harum dan Kadar Warna Kayu Gaharu

Tingkat Harum Kayu

Harum kayu ditetapkan melalui uji organoleptik dengan pemberian skor harum dalam skala 0= tidak harum, 1= agak harum, 2= harum, 3= sangat harum (Rosita 2008). Uji organoleptik dilakukan dengan cara mencium batang yang dilukai. Tingkat wangi dinyatakan dalam rataan skor dari 3 responden. Uji tingkat harum dilakukan setiap hari, dari hari pertama HSI sampai dengan hari ke empat belas HSI.

Kadar Warna Kayu

Perubahan warna kayu ditetapkan melalui uji organoleptik terhadap batang kayu yang telah dilukai dengan pemberian skor warna sebagai berikut 0 = putih, 1 = putih kecoklatan, 2 = cokelat, 3 = cokelat kehitaman (Putri 2007). Uji kadar warna kayu dilakukan oleh 3 responden yang sama dengan uji tingkat harum. Pengamatan warna kayu dilakukan pada hari ke empat belas HSI.

Uji Keberadaan Terpenoid

Bagian batang kayu yang dilukai dengan masa inokulasi 21 HSI, dipisahkan dari bagian kayu yang tidak menunjukkan perubahan warna. Kemudian kayu-kayu tersebut dicacah untuk selanjutnya diuji keberadaan terpenoidnya dengan menggunakan uji Lieberman-Burchard (Harborne 1987). Cacahan kayu diberi larutan etanol sebanyak 5 ml kemudian dipanaskan hingga timbul gelembung pada etanol.


(11)

Selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring pada cawan petri steril. Kemudian diuapkan hingga mengering dan terbentuk endapan berwarna kuning. Kemudian ditambahkan 1 ml dietil eter terhadap endapan tersebut dan dihomogenisasi. Selanjutnya larutan tersebut dipindahkan ke dalam tabung reaksi steril dan diberi 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat. Warna merah atau ungu yang terbentuk pada endapan menunjukkan adanya senyawa triterpenoid. Kemudian ditambahkan 5 ml etanol absolut pada larutan tersebut lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer nm pada λ 268 nm. Nilai keberadaan senyawa terpenoid pada kayu gaharu yang berwarna hitam ditunjukkan dengan nilai absorbansi hasil ekstraksi senyawa gaharu. Semakin tinggi nilai absorbansi hasil ekstraksi menunjukkan semakin pekat senyawa terpenoid yang ada pada kayu gaharu.

Analisis data

Data kadar harum dan kadar warna dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda. Data selisih daun sisa dan uji

terpenoid dianalisis dengan ANOVA pada α =

5% bila perlakuan berpengaruh nyata maka setiap perlakuan dibandingkan dengan menggunakan uji lanjut Duncan pada taraf uji 5 %.

HASIL

Tingkat Gugur Daun

Selama induksi bibit pohon A. crassna

mengalami tingkat keguguran daun yang berbeda tiap perlakuan. Rataan persentase keguguran daun dari kelima perlakuan kombinasi hara dan media tanam yang diberi inokulum Acremonium sp. lebih tinggi dibandingkan dengan rataan gugur daun pada bibit yang diinduksi dengan cendawan

Fusarium sp. (Gambar 1).

Secara keseluruhan, perlakuan dengan persentase gugur daun tertinggi terdapat pada perlakuan AS+HM yang diberi inokulum cendawan Acremonium sp. dan persentase gugur daun terendah terdapat pada perlakuan kombinasi AS dan Tanah yang diberi inokulum cendawan Fusarium sp.. Dari hasil penelitian ini juga diperoleh bahwa pada perlakuan NPK dengan inokulum Fusarium

sp. sempat terjadi pertambahan tunas daun meski pada akhirnya tunas tidak berkembang dan gugur. Sebelum gugur, beberapa daun A. crassna menguning/ klorosis dan beberapa daun mengalami nekrosis di tepiannya. Beberapa bibit pohon tanaman menggugurkan semua daunnya seperti pada perlakuan AS+HM, namun beberapa juga memiliki kebugaran pohon yang baik seperti pada AS+NPK (Gambar 2).

Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa faktor cendawan dan media berpengaruh nyata pada kerontokkan daun (p

≤ 0,05), sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata (p > 0,05) (Lampiran 1). Hasil analisis ANOVA terhadap selisih daun sisa menunjukkan bahwa perlakuan AS+H menyebabkan gugur daun yang lebih tinggi dibanding media tanam lainnya, meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan AS+HM (Tabel 1).

Tabel 1 Selisih jumlah daun A. crassna

sebelum dan sesudah diinduksi dengan cendawan Acremonium sp. dan Fusarium sp.

Perlakuan ∑ selisih daun awal dengan akhir

Tanah 1b

Tanah : AS 4b

AS+NPK 1b

AS+H 12a

AS+HM 9ab

Ket: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 0,05

Gambar 1 Persentase gugur daun A. crassna akibat perlakuan kombinasi media tanam dengan cendawan Acremonium sp. dan Fusarium sp.

0 50 100 150

Tanah Tanah : AS NPK AS+H AS+HM

P er sent a se G ug ur Da un

Acremonium sp.

Fusarium sp.


(12)

4

Gambar 2 Perbandingan kebugaran bibit pohon A. crassna akibat perlakuan AS+NPK

Acremonium sp. (kiri) dan perlakuan AS+HM Fusarium sp. (kanan).

Kadar Harum

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji Kurskal Wallis (Lampiran 3) diperoleh hasil bahwa kadar harum berbeda nyata antar perlakuan pada hari ke tiga, empat, lima, enam, sembilan, sepuluh, dan empat belas hari setelah inokulasi (HSI). Kadar harum pada masing-masing perlakuan menunjukkan adanya variasi kadar harum. Puncak kadar harum tiap perlakuan juga menunjukan adanya variasi. Kadar harum perlakuan yang menggunakan cendawan

Acremonium sp. cenderung lebih tinggi dibanding Fusarium sp. (Gambar 3 & 4). Pada perlakuan AS+H dengan inokulum cendawan

Acremonium sp. kadar harum meningkat

tajam saat 9 HSI (Gambar 3). Pada perlakuan AS+NPK dengan inokulum Acremonium sp. kadar harum meningkat mulai 4 HSI dan menurun setelah 6 HSI. Perlakuan dengan cendawan Acremonium sp. lain respon wanginya lebih rendah dibanding perlakuan AS+NPK. Pada perlakuan yang menggunakan cendawan Fusarium sp., perlakuan AS+HM dengan inokulum cendawan Fusarium sp. mencapai puncak wangi lebih dahulu dibanding perlakuan Fusarium sp. yang lain (Gambar 4). Perlakuan AS+HM meningkat saat 5 HSI dan menurun setelah 9 HSI. Perlakuan dengan cendawan Fusarium sp. lainnya mempunyai kadar harum lebih rendah daripada perlakuan AS+HM.

Gambar 3 Pengaruh kombinasi media tanam dan unsur hara terhadap kadar harum A. crassna

yang diinduksi dengan Acremonium sp.

Gambar 4 Pengaruh kombinasi media tanam dan unsur hara terhadap kadar harum A. crassna

yang diinduksi dengan Fusarium sp. 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

3 4 5 6 9 10 14

Tanah Tanah: AS AS+NPK AS+H AS+HM Sk o r K a da r H a rum

Hari Setelah Inokulasi

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

3 4 5 6 9 10 14

Tanah Tanah: AS AS+NPK AS+H AS+HM Sk o r K a da r H a r um


(13)

5

Kadar Warna

Hasil skoring warna kayu gaharu meliputi warna putih, putih kecokelatan, cokelat, hingga cokelat kehitaman (Gambar 5). Pengamatan pada parameter warna kayu menunjukkan warna tergelap (cokelat kehitaman) teramati pada perlakuan AS+NPK dengan inokulum cendawan Acremonium sp. dan Fusarium sp., sedangkan warna kayu paling terang (putih) dihasilkan oleh perlakuan kontrol (Tanah) dengan inokulum cendawan Acremonium sp.. Secara keseluruhan perlakuan dengan cendawan

Acremonium sp. menghasilkan kadar warna kayu yang lebih gelap dibanding Fusarium

sp., kecuali pada kontrol dan pada perlakuan Tanah: AS (Gambar 6). Besaran nilai kepekatan warna kayu dapat dilihat juga dari hasil analisis Kurskal Wallis yang memberi peringkat kepekatan melalui perhitungan nilai tengah/ mean rank (Lampiran 4).

Keberadaan Terpenoid

Hasil uji Lieberman-Burchard menunjukkan senyawa terpenoid dari kayu terdeteksi sangat sedikit pada 21 HSI. Tidak terbentuk endapan warna merah yang menunjukkan adanya senyawa triterpenoid penghasil gaharu, tetapi ada sedikit warna hijau yang terbentuk.

Berdasarkan analisis ANOVA diperoleh hasil bahwa nilai absorbansi faktor tunggal berbeda nyata antar kombinasi media dan inokulum cendawan (p ≤ 0,05), sedangkan untuk interaksi antara kombinasi media dan inokulum cendawan diperoleh hasil tidak ada interaksi (p > 0,05) (Lampiran 5). Keberadaan terpenoid yang paling tinggi terdapat pada perlakuan AS+NPK, karena nilai absorbansi yang diperoleh paling tinggi dibanding perlakuan lainnya (Tabel 2). Tabel 2 Nilai Absorbansi senyawa terpenoid

pada A. crassna dengan perlakuan kombinasi media tanam dan inokulum cendawan Acremonium sp. dan Fusarium sp. saat dua MSI Perlakuan Nilai

Absorbansi

Tanah 0,134b

Tanah : AS 0,121bc AS+NPK 0,527a

AS+H 0,041bc

AS+HM 0,020c

Ket: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 0,05

Gambar 5 Perbandingan warna kayu A. crassna setelah diinduksi dengan skala 0-3. Ket: bagian gambar yang di dalam kotak adalah bagian pohon yang diskoring

Gambar 6 Pengaruh kombinasi media tanam dan unsur hara terhadap kadar warna A. crassna

yang diinduksi cendawan Acremonium sp. dan Fusarium sp. 0

0.5 1 1.5 2 2.5

Tanah Tanah: AS AS+NPK AS+H AS+HM

Acremonium sp. Fusarium sp.

Perlakuan

Sk

o

r

K

a

da

r

Wa

rna

Acremonium sp.

Fusarium sp.


(14)

PEMBAHASAN

Efektivitas Inokulasi

Bibit pohon yang diinduksi dengan cendawan Acremonium sp. menyebabkan gugur daun lebih tinggi dibanding Fusarium

sp. (Gambar 1). Acremonium sp. adalah salah satu cendawan yang dapat menginduksi terbentuknya senyawa gaharu pada genus pohon Aquilaria (Rahayu et al. 1999). Selain itu Agustini et al. (2006) juga menemukan bahwa jenis Fusarium sp. yaitu Fusarium solani dan Fusarium tricinctum berhasil diisolasi dari batang pohon Aquilaria spp. yang telah menghasilkan gaharu. Kedua cendawan tersebut adalah cendawan busuk batang yang memiliki kemampuan menginduksi tanaman penghasil gaharu untuk menghasilkan gaharu. Namun, pada penelitian ini ditemukan adanya perbedaan patogenitas antara dua cendawan ini dalam menyebabkan keguguran daun. Hal ini mungkin disebabkan perbedaan kebutuhan dan kemampuan tanaman yang terinokulasi untuk mengambil unsur-unsur hara dari pemupukan yang dilakukan. Perlakuan AS+NPK yang diberi inokulum Fusarium sp. sempat mengalami pertambahan tunas daun, tetapi pada akhirnya tunas tersebut tidak berkembang dan gugur. Pertambahan tunas ini mungkin disebabkan karena kandungan nitrogen yang terdapat pada media tanam merangsang pertumbuhan batang, cabang dan daun, kalium pada tanaman memperkuat tubuh tanaman agar daun, bunga dan buah tidak mudah gugur, juga sebagai sumber kekuatan tanaman ketika mengalami kekeringan dan penyakit (Lingga 2008). Klorosis pada daun umumnya dijumpai pada hampir seluruh perlakuan pada percobaan ini, klorosis diduga terjadi karena terganggunya jalur distribusi floem akibat pengupasan batang untuk inokulasi. Gugur daun dan klorosis merupakan respon tanaman terhadap cekaman, dalam hal ini gejala tersebut menunjukkan tanda awal pohon terinfeksi dan diduga disertai dengan pembentukan senyawa gaharu (Sumadiwangsa & Zulnely 1999).

Perlakuan kombinasi media tanam AS+HM dan cendawan Acremonium sp. merupakan perlakuan dengan tingkat persentase gugur daun yang tertinggi. Pada penelitian ini penambahan sulfur pada larutan Hoagland (AS+HM) menyebabkan daun lebih banyak gugur dibanding perlakuan AS+H yang tidak diberi penambahan sulfur. Unsur S merupakan salah satu bagian penting dari ferodoksin, suatu komplex Fe dan S yang

terdapat dalam kloroplas (Danapriatna 2008). Sulfur dapat berfungsi sebagai pembentuk klorofil. Kekurangan sulfur akan menyebabkan tanaman mengalami klorosis, pertumbuhan terlambat dan terjadinya akumulasi antosianin (Taiz & Zeiger 2002). Namun, kadar sulfur yang agak tinggi akan bersifat racun bagi tanaman. Hal ini disebabkan karna sifat asam sulfat yang memasamkan tanah. Keguguran daun yang terjadi pada perlakuan AS+HM diduga selain karena serangan cendawan juga disebabkan karena pemberian tambahan sulfur yang tidak tertoleransi oleh tanaman. Dengan komposisi yang tepat, sulfur juga dapat merangsang pembentukan akar dan buah serta dapat mengurangi serangan penyakit (Tisdale et al. 1990).

Perubahan warna kayu terjadi pada semua perlakuan. Perubahan warna kayu disebabkan oleh serangan patogen, pelukaan dan senyawa kimia (Walker et al. 1997). Perubahan warna kayu tersebut juga dapat mengindikasi adanya senyawa gaharu. Sumadiwangsa dan Zulnely (1999) mengatakan bahwa perubahan warna kayu dari putih menjadi cokelat kehitaman adalah gejala awal terbentuknya senyawa gaharu. Intensitas warna kayu bervariasi antar cendawan dan perlakuan kombinasi media tanam dan hara. Kadar warna terpekat diperoleh dari perlakuan AS+NPK dengan induksi cendawan Acremonium sp. yaitu cokelat kehitaman (Gambar 5 & 6).

Acremonium sp. dapat merangsang pembentukan fitoaleksin. Pada gaharu senyawa fitoaleksin diduga dideposit pada kayu dan berasosiasi dengan perubahan warna (Rahayu & Situmorang 2006).

Kadar warna yang teramati menunjukkan mutu kayu yang dihasilkan memiliki ciri warna kayu putih kecokelatan hingga coklat kehitaman (Gambar 5). Masa induksi yang pendek membuat klasifikasi mutu kayu tidak dapat dimasukkan dalam persyaratan mutu kemedangan. Klasifikasi mutu gaharu tingkat 1 adalah gubal gaharu yang berwarna hitam kecoklatan hingga hitam merata (BSN 1999). Rahayu dan Situmorang (2006) menyatakan bahwa perubahan warna kayu sangat dipengaruhi oleh masa induksi, semakin lama masa induksi warna yang dihasilkan semakin meningkat dan kualitas gaharu semakin baik. Intensitas warna tidak memiliki korelasi dengan kadar harum gaharu selama dua minggu setelah tanam (MST), sehingga intensitas warna yang tinggi belum tentu memiliki kadar harum yang tinggi. Hal


(15)

ini sesuai pernyataan Murtaip (2010) bahwa warna dan wangi adalah kriteria yang

independent dalam penentuan mutu gaharu.

Aquilaria crassna yang diinduksi dengan cendawan Acremonium sp. dan

Fusarium sp. menunjukkan adanya perubahan tingkat keharuman dari 1 HSI hingga 14 HSI. Tingkat keharuman antar tanaman mengalami puncak wangi yang berbeda tiap tanaman. Munculnya aroma wangi pada kayu gaharu setelah diinduksi disebabkan oleh adanya senyawa gaharu yang terakumulasi pada kayu tersebut. Perlakuan AS+NPK yang diinduksi dengan Acremonium sp. menghasilkan kadar harum yang lebih stabil dibanding perlakuan dengan Acremonium lainnya (Gambar 3). Pupuk NPK diduga mampu mengoptimalkan metabolisme primer pada A. crassna yang diinduksi. Senyawa gaharu merupakan metabolit sekunder yang dibentuk dari metabolit primer (Rahayu & Situmorang 2006). Jika tanaman mampu bermetabolisme dengan baik dalam hal ini respirasi dan fotosintesis maka tanaman juga mampu melakukan metabolisme sekunder dengan baik. Kadar harum yang dihasilkan

Acremonium sp. lebih tinggi dibanding

Fusarium sp. mungkin disebabkan karena perbedaan kemampuan unsur hara untuk mempengaruhi aktivitas Acremonium sp. dan

Fusarium sp. dalam menginduksi pembentukan senyawa harum pada gaharu. Pada perlakuan dengan Fusarium sp., didapat hasil bahwa perlakuan AS+HM yaitu Hoagland yang diberi penambahan sulfat menghasilkan kadar harum yang konstan dan lebih baik daripada perlakuan Fusarium sp. lainnya (Gambar 4).

Pembentukan senyawa gaharu dan metabolisme sulfur

Pemberian tambahan sulfur dapat meningkatkan wangi pada perlakuan Hoagland termodifikasi (AS+HM). Menurut Tisdale et al. (1990) sulfur terdapat dalam senyawa-senyawa yang mudah menguap yang menyebabkan adanya rasa dan bau pada rumput-rumputan dan bawang-bawangan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Marschner (1995) bahwa hasil dari asimilasi sulfat dapat menghasilkan metabolit berupa senyawa volatil dengan wangi yang karakteristik. Sehingga peningkatan keharuman gaharu yang diberi tambahan sulfat diduga karena hal tersebut.

Senyawa yang menghasilkan harum pada tanaman gaharu berasal dari senyawa terpenoid golongan sesquiterpenoid yang

dikenal dengan istilah sesquiterpen aromatik. Sesquiterpen merupakan salah satu dari beberapa metabolit sekunder yang berasal dari biosintesis isopentenil dan dimetilalil pirofosfat (Taiz & Zeiger 2002). Metabolisme sekunder yang menghasilkan senyawa terpenoid ini dapat terjadi melalui dua jalur yang berbeda, yaitu jalur mevalonat atau jalur MEP (methylerythritol phospate). Kedua jalur ini nantinya menghasilkan isopentenil difosfat atau dimetilallil difosfat yang dapat membentuk senyawa sesquiterpen. Senyawa terpenoid ini adalah hasil dari metabolit sekunder yang diproduksi tumbuhan sebagai respon terhadap luka dan infeksi cendawan (Nobuchi & Sripatanadilok 1991). Namun, hubungan antara asimilasi sulfat dan jalur mevalonat untuk pembentukan senyawa terpenoid belum dapat diketahui secara pasti. Sehingga kedua proses tersebut tidak dapat dihubungkan secara langsung.

Putri (2007) mengatakan bahwa pemberian Acremonium sp. pada Aquilaria crassna terbukti dapat merangsang pembentukan senyawa terpenoid. Kandungan keberadaan terpenoid paling tinggi terdapat pada perlakuan kombinasi media tanam dengan pupuk NPK. Namun, secara keseluruhan kandungan terpenoid yang diperoleh sangat rendah pada 21 HSI. Beberapa perlakuan menghasilkan sedikit warna hijau ketika di uji. Warna hijau ini mengindikasikan yang terbentuk adalah senyawa sterol. Sterol adalah salah satu senyawa yang tergolong ke dalam terpenoid (Harborne 1987). Diduga keberadaan terpenoid belum dapat terakumulasi pada tanaman karena masa induksi yang kurang panjang.

SIMPULAN

Kadar harum yang lebih baik terdapat pada perlakuan kombinasi media tanam AS+ NPK dengan Acremonium sp. dan AS+HM dengan Fusarium sp. dengan rentang waktu pengamatan selama 14 HSI. Kadar warna tergelap untuk inokulum Acremonium sp. dan

Fusarium sp. terdapat pada perlakuan kombinasi media tanam AS+NPK. Sedangkan keberadaan terpenoid belum dapat terakumulasi selama 21 HSI. Acremonium sp. mengakibatkan kebugaran pohon lebih rendah dibanding Fusarium sp..


(16)

SARAN

Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan analisis kandungan sulfat. Penambahan jumlah sampel dan panjang waktu induksi atau waktu pengamatan agar didapatkan hasil yang lebih stabil.

DAFTAR PUSTAKA

Agustini L, Wahyuno D, Santoso E. 2006. Keanekaragaman Jenis Jamur yang Potensial dalam Pembentukan Gaharu dari Batang Aquilaria spp.. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam vol. III no. 5: 555-564.

Barden A, Anak N, Mulliken T, Song M. 2000. Heart of the matter. Agarwood use and trade and CITES implementation Aquilaria malaccencis. Cambridge: TRAFFIC International.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1999.

SNI 01/5009. 1-1999 Gaharu.

Jakarta: Badan Standarisasi Nasional Indonesia.

Danapriatna N. 2008. Peranan sulfur bagi pertumbuhan tanaman. J Univ Islam 45 Bekasi Vol 9(1): 153-166

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K dan I Sudiro, penerjemah. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Phytochemical Methods.

Isnaini, Y. 2004. Induksi Produksi Gubal Gaharu Melalui Inokulasi Cendawan dan Aplikasi Faktor Abiotik [Tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Karyantara, ID. 2009. Pengaruh Beberapa Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Tanaman Gaharu

(Aquilaria beccariana van Tiegh.) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Lingga P, Marsono. 2008. Petunjuk

Penggunaan Pupuk. Cet. 26. Jakarta: Penebar Swadaya.

Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. 2nd Edition. London: Academic Press

Merk-Turk F. 2002. Phytoaleksin: defence or just respon to stress? J. Cell Mol Biol

1:1-6.

Michiho I. 2005. Introduction of sesquiterpenoid production by methyl jasmonate in Aquilaria sinensis cell

suspension culture. Essential Oil Research. http/www.findarticles.com [12 februari 2006].

Murtaip. 2010. Induksi senyawa gaharu melalui kombinasi senyawa kimia dan Acremonium [Tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Newton AC, Soehartono T. 2001. CITES and the Conservations of Tree Species: the Case of Aquilaria in Indonesia.

Int Forest Rev (3): 27-33.

Nobuchi T, Siripatanadilok S. 1991. Preliminary observation of Aquilaria crassna wood associated with the formation of aloewood. Bull kyoto univ forest 63: 226-235.

Novriyanti E. 2008. Peranan zat ekstraktif dalam pembentukan gaharu pada

Aquilaria crassna Pierrre ex Lecomte dan Aquilaria microcarpa Baill [Tesis]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Putri A. 2007. Induksi Pembentukan Wangi dan Senyawa Terpenoid pada Pohon Gaharu (Aquilaria crassna) dengan

Acremonium sp. dan Metil Jasmonat (MeJA) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Rahayu G, Isnaini Y, Umboh MIJ. 1999.

Potensi Hifomiset dalam menginduksi Pembentukan Gubal Gaharu. Prosiding Kongres Nasional XV dan Seminar Perhimpunan Fitopatologi Indonesia; Purwokerto, 16-18 September 1999. Purwokerto: Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Hlm 573-581.

Rahayu G, Situmorang J. 2006. Menuju produksi senyawa gaharu secara lestari. Laporan Penelitian Hibah Bersaing XI. Bogor: Lembaga Penelitian Masyarakat. IPB.

Rosita, R. 2008. Efektivitas Pemberian Metil Jasmonat Secara Berulang Dalam Meningkatkan Deposit Senyawa Terpenoid Pada Pohon Gaharu (Aquiaria crassna) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Sumadiwangsa S, Zulnely. 1999. Catatan mengenai gaharu di Kalimantan Timur dan Nusatenggara Barat. Info Hasil Hutan 5(2):80-90.


(17)

9

Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology

(third edition). Massachusetts: Sinauer Associates, Inc., Publishers. Tarigan K. 2004. Profil Pengusahaan

(Budidaya) Gaharu. Jakarta: Departemen Kehutanan Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan.

Tisdale, SL, Nelson WL, Beaton JD. 1990. Soil fertility and fertilizers. (5th Ed). New York: Macmillan. Walker D, Taylor RW, Mulrooney RP. 1997.

Diagnosing Field Crop Problems. [terhubung berkala]. http://ag.udel.edu/extension. [10 juni 2011].

Wulandari, E. 2009. Efektivitas Acremonium

sp. dan Fusarium sp. Sebagai Penginduksi Ganda Terhadap Pembentukan Gaharu Pada Pohon

Aquilaria microcarpa [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Yuan QS. 1995. Aquilaria species : in vitro culture and production of eaglewood (agarwood). Di dalam: Bajaj YPS, editor. Biotechnol Agric Forest 33. Volume ke-15. New York: springer. Hlm: 36-46.


(18)

LAMPIRAN

Lampiran 1 ANOVA dan uji lanjut Duncan untuk persentase gugur daun A. crassna

I. Hasil ANOVA persentase gugur daun

Sumber Db

Jumlah

Kuadrat Kuadrat Tengah F-hit Sig. Kombinasi Media Tanam 4 530,867 132,717 3,919 0,017 Cendawan 1 163,333 163,333 4,823 0,040 Kombinasi Media Tanam *

Cendawan 4 201,667 50,417 1,489 0,243 Galat 20 677,333 33,867

Total 30 2448

II. Uji lanjut Duncan kombinasi media tanam

b a 1 1 4 9 12

Tanah AS+NPK Tanah:AS AS+HM AS+H III. Uji lanjut Duncan cendawan

b a 3 8

Fusarium sp. Acremonium sp.

Lampiran 2 Hasil uji Kruskal Wallis untuk kadar harum A. crassna

Ranks

PERLAKUAN N Mean Rank

Hari 1

Tanah (Acremonium sp.) 9 40,50 Tanah (Fusarium sp.) 9 30,50 Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 45,50 Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 45,50 AS+NPK (Acremonium sp.) 9 50,50 AS+NPK (Fusarium sp.) 9 50,50 AS+H (Acremonium sp.) 9 55,50 AS+H (Fusarium sp.) 9 50,50 AS+HM (Acremonium sp.) 9 40,50 AS+HM (Fusarium sp.) 9 45,50

Total 90

Hari 2

Tanah (Acremonium sp.) 9 40,50 Tanah (Fusarium sp.) 9 35,50 Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 45,50 Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 40,50 AS+NPK (Acremonium sp.) 9 45,50 AS+NPK (Fusarium sp.) 9 50,50 AS+H (Acremonium sp.) 9 50,50 AS+H (Fusarium sp.) 9 45,50 AS+HM (Acremonium sp.) 9 40,50 AS+HM (Fusarium sp.) 9 60,50


(19)

11

Hari 3

Tanah (Acremonium sp.) 9 48,28 Tanah (Fusarium sp.) 9 56,17 Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 42,33 Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 20,61 AS+NPK (Acremonium sp.) 9 56,17 AS+NPK (Fusarium sp.) 9 48,28 AS+H (Acremonium sp.) 9 54,83 AS+H (Fusarium sp.) 9 46,94 AS+HM (Acremonium sp.) 9 37,72 AS+HM (Fusarium sp.) 9 43,67

Total 90

Hari 4

Tanah (Acremonium sp.) 9 41,89 Tanah (Fusarium sp.) 9 31,33 Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 50,78 Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 21,33 AS+NPK (Acremonium sp.) 9 69,11 AS+NPK (Fusarium sp.) 9 46,89 AS+H (Acremonium sp.) 9 60,78 AS+H (Fusarium sp.) 9 49,67 AS+HM (Acremonium sp.) 9 40,78 AS+HM (Fusarium sp.) 9 42,44

Total 90

Hari 5

Tanah (Acremonium sp.) 9 39,00 Tanah (Fusarium sp.) 9 34,72 Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 39,00 Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 29,06 AS+NPK (Acremonium sp.) 9 66,89 AS+NPK (Fusarium sp.) 9 48,94 AS+H (Acremonium sp.) 9 63,94 AS+H (Fusarium sp.) 9 44,72 AS+HM (Acremonium sp.) 9 34,78 AS+HM (Fusarium sp.) 9 53,94

Total 90

Hari 6

Tanah (Acremonium sp.) 9 41,11 Tanah (Fusarium sp.) 9 30,61 Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 42,33 Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 41,11 AS+NPK (Acremonium sp.) 9 67,28 AS+NPK (Fusarium sp.) 9 34,11 AS+H (Acremonium sp.) 9 54,94 AS+H (Fusarium sp.) 9 41,11 AS+HM (Acremonium sp.) 9 50,33 AS+HM (Fusarium sp.) 9 52,06


(20)

12

Hari 7

Tanah (Acremonium sp.) 9 52,00 Tanah (Fusarium sp.) 9 36,67 Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 47,61 Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 46,56 AS+NPK (Acremonium sp.) 9 48,78 AS+NPK (Fusarium sp.) 9 40,50 AS+H (Acremonium sp.) 9 48,22 AS+H (Fusarium sp.) 9 37,17 AS+HM (Acremonium sp.) 9 42,67 AS+HM (Fusarium sp.) 9 54,83

Total 90

Hari 8

Tanah (Acremonium sp.) 9 58,11 Tanah (Fusarium sp.) 9 39,83 Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 50,67 Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 35,78 AS+NPK (Acremonium sp.) 9 31,72 AS+NPK (Fusarium sp.) 9 43,22 AS+H (Acremonium sp.) 9 58,11 AS+H (Fusarium sp.) 9 43,22 AS+HM (Acremonium sp.) 9 44,33 AS+HM (Fusarium sp.) 9 50,00

Total 90

Hari 9

Tanah (Acremonium sp.) 9 37,00 Tanah (Fusarium sp.) 9 34,44 Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 32,00 Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 51,83 AS+NPK (Acremonium sp.) 9 56,83 AS+NPK (Fusarium sp.) 9 36,17 AS+H (Acremonium sp.) 9 74,33 AS+H (Fusarium sp.) 9 46,72 AS+HM (Acremonium sp.) 9 51,94 AS+HM (Fusarium sp.) 9 33,72

Total 90

Hari 10

Tanah (Acremonium sp.) 9 68,94 Tanah (Fusarium sp.) 9 46,72 Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 48,61 Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 45,17 AS+NPK (Acremonium sp.) 9 62,06 AS+NPK (Fusarium sp.) 9 47,83 AS+H (Acremonium sp.) 9 31,06 AS+H (Fusarium sp.) 9 30,67 AS+HM (Acremonium sp.) 9 36,78 AS+HM (Fusarium sp.) 9 37,17


(21)

13

Hari 11

Tanah (Acremonium sp.) 9 59,00 Tanah (Fusarium sp.) 9 50,61 Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 45,61 Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 35,00 AS+NPK (Acremonium sp.) 9 58,56 AS+NPK (Fusarium sp.) 9 34,56 AS+H (Acremonium sp.) 9 30,72 AS+H (Fusarium sp.) 9 50,61 AS+HM (Acremonium sp.) 9 41,33 AS+HM (Fusarium sp.) 9 49,00

Total 90

Hari 12

Tanah (Acremonium sp.) 9 50,61 Tanah (Fusarium sp.) 9 35,83 Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 58,33 Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 24,17 AS+NPK (Acremonium sp.) 9 39,33 AS+NPK (Fusarium sp.) 9 51,72 AS+H (Acremonium sp.) 9 40,06 AS+H (Fusarium sp.) 9 57,61 AS+HM (Acremonium sp.) 9 54,11 AS+HM (Fusarium sp.) 9 43,22

Total 90

Hari 13

Tanah (Acremonium sp.) 9 56,56 Tanah (Fusarium sp.) 9 49,00 Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 47,06 Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 39,33 AS+NPK (Acremonium sp.) 9 39,33 AS+NPK (Fusarium sp.) 9 51,89 AS+H (Acremonium sp.) 9 44,17 AS+H (Fusarium sp.) 9 39,33 AS+HM (Acremonium sp.) 9 44,17 AS+HM (Fusarium sp.) 9 44,17

Total 90

Hari 14

Tanah (Acremonium sp.) 9 72,17 Tanah (Fusarium sp.) 9 24,00 Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 53,00 Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 38,50 AS+NPK (Acremonium sp.) 9 48,17 AS+NPK (Fusarium sp.) 9 50,67 AS+H (Acremonium sp.) 9 38,50 AS+H (Fusarium sp.) 9 38,50 AS+HM (Acremonium sp.) 9 48,17 AS+HM (Fusarium sp.) 9 43,33


(22)

14

Lampiran 3 Tingkat signifikansi kadar harum A. crassna

Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7 Hari 8 Hari 9 Hari 10 Hari 11 Hari 12 Hari 13 Hari 14 Chi-square 8,900 8,900 17,657 25,903 21,482 17,701 5,099 10,891 23,608 20,691 13,780 16,808 5,108 24,361

Df 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

Asymp. Sig. ,447 ,447 ,039 ,002 ,011 ,039 ,826 ,283 ,005 ,014 ,130 ,052 ,825 ,004 a. Uji Kruskal Wallis


(23)

15

Lampiran 4 Hasil uji Kruskal Wallis untuk kadar warna kayu A. crassna

Perlakuan N Mean Rank

Kadar Warna

AS+H (Acremonium sp.) 9 51,28 AS+H (Fusarium sp.) 9 47,39 AS+HM (Acremonium sp.) 9 57,94 AS+HM (Fusarium sp.) 9 36,28 AS+NPK (Acremonium sp.) 9 61,56 AS+NPK (Fusarium sp.) 9 58,50 Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 47,67 Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 38,22 Tanah (Acremonium sp.) 9 14,33 Tanah (Fusarium sp.) 9 41,83

Total 90

Tingkat signifikansi kadar warna kayu A. crassna

Kadar Warna Chi-square 25,899 Df 9 Asymp. Sig. ,002

Lampiran 5 ANOVA dan uji lanjut Duncan untuk nilai absorbansi terpenoid A. crassna

Sumber db

Jumlah

Kuadrat Kuadrat Tengah F-hit Sig. Kombinasi Media Tanam 4 1,022 0,255 36,933 0,000 Cendawan 1 0,039 0,039 5,647 0,028 Kombinasi Media Tanam *

Cendawan 4

0,058 0,014 2,082 0,121

Galat 20 0,138 0,007

Total 30 2,105

II. Uji lanjut Duncan kombinasi media tanam

c b a

0,198 0,405 0,121 0,134 0, 527 AS+H Tanah AS+NPK Tanah:AS AS+HM III. Uji lanjut Duncan cendawan

b a

0,132 0,204 Acremonium sp. Fusarium sp.


(1)

Sumber Db Kuadrat Kuadrat Tengah F-hit Sig. Kombinasi Media Tanam 4 530,867 132,717 3,919 0,017

Cendawan 1 163,333 163,333 4,823 0,040

Kombinasi Media Tanam *

Cendawan 4 201,667 50,417 1,489 0,243

Galat 20 677,333 33,867

Total 30 2448

II. Uji lanjut Duncan kombinasi media tanam

b a

1 1 4 9 12 Tanah AS+NPK Tanah:AS AS+HM AS+H III. Uji lanjut Duncan cendawan

b a

3 8

Fusarium sp. Acremonium sp.

Lampiran 2 Hasil uji Kruskal Wallis untuk kadar harum A. crassna Ranks

PERLAKUAN N Mean Rank

Hari 1

Tanah (Acremonium sp.) 9 40,50

Tanah (Fusarium sp.) 9 30,50

Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 45,50

Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 45,50

AS+NPK (Acremonium sp.) 9 50,50

AS+NPK (Fusarium sp.) 9 50,50

AS+H (Acremonium sp.) 9 55,50

AS+H (Fusarium sp.) 9 50,50

AS+HM (Acremonium sp.) 9 40,50

AS+HM (Fusarium sp.) 9 45,50

Total 90

Hari 2

Tanah (Acremonium sp.) 9 40,50

Tanah (Fusarium sp.) 9 35,50

Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 45,50

Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 40,50

AS+NPK (Acremonium sp.) 9 45,50

AS+NPK (Fusarium sp.) 9 50,50

AS+H (Acremonium sp.) 9 50,50

AS+H (Fusarium sp.) 9 45,50

AS+HM (Acremonium sp.) 9 40,50


(2)

Hari 3

Tanah (Acremonium sp.) 9 48,28

Tanah (Fusarium sp.) 9 56,17

Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 42,33

Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 20,61

AS+NPK (Acremonium sp.) 9 56,17

AS+NPK (Fusarium sp.) 9 48,28

AS+H (Acremonium sp.) 9 54,83

AS+H (Fusarium sp.) 9 46,94

AS+HM (Acremonium sp.) 9 37,72

AS+HM (Fusarium sp.) 9 43,67

Total 90

Hari 4

Tanah (Acremonium sp.) 9 41,89

Tanah (Fusarium sp.) 9 31,33

Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 50,78

Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 21,33

AS+NPK (Acremonium sp.) 9 69,11

AS+NPK (Fusarium sp.) 9 46,89

AS+H (Acremonium sp.) 9 60,78

AS+H (Fusarium sp.) 9 49,67

AS+HM (Acremonium sp.) 9 40,78

AS+HM (Fusarium sp.) 9 42,44

Total 90

Hari 5

Tanah (Acremonium sp.) 9 39,00

Tanah (Fusarium sp.) 9 34,72

Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 39,00

Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 29,06

AS+NPK (Acremonium sp.) 9 66,89

AS+NPK (Fusarium sp.) 9 48,94

AS+H (Acremonium sp.) 9 63,94

AS+H (Fusarium sp.) 9 44,72

AS+HM (Acremonium sp.) 9 34,78

AS+HM (Fusarium sp.) 9 53,94

Total 90

Hari 6

Tanah (Acremonium sp.) 9 41,11

Tanah (Fusarium sp.) 9 30,61

Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 42,33

Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 41,11

AS+NPK (Acremonium sp.) 9 67,28

AS+NPK (Fusarium sp.) 9 34,11

AS+H (Acremonium sp.) 9 54,94

AS+H (Fusarium sp.) 9 41,11

AS+HM (Acremonium sp.) 9 50,33

AS+HM (Fusarium sp.) 9 52,06


(3)

Hari 7

Tanah (Fusarium sp.) 9 36,67

Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 47,61

Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 46,56

AS+NPK (Acremonium sp.) 9 48,78

AS+NPK (Fusarium sp.) 9 40,50

AS+H (Acremonium sp.) 9 48,22

AS+H (Fusarium sp.) 9 37,17

AS+HM (Acremonium sp.) 9 42,67

AS+HM (Fusarium sp.) 9 54,83

Total 90

Hari 8

Tanah (Acremonium sp.) 9 58,11

Tanah (Fusarium sp.) 9 39,83

Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 50,67

Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 35,78

AS+NPK (Acremonium sp.) 9 31,72

AS+NPK (Fusarium sp.) 9 43,22

AS+H (Acremonium sp.) 9 58,11

AS+H (Fusarium sp.) 9 43,22

AS+HM (Acremonium sp.) 9 44,33

AS+HM (Fusarium sp.) 9 50,00

Total 90

Hari 9

Tanah (Acremonium sp.) 9 37,00

Tanah (Fusarium sp.) 9 34,44

Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 32,00

Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 51,83

AS+NPK (Acremonium sp.) 9 56,83

AS+NPK (Fusarium sp.) 9 36,17

AS+H (Acremonium sp.) 9 74,33

AS+H (Fusarium sp.) 9 46,72

AS+HM (Acremonium sp.) 9 51,94

AS+HM (Fusarium sp.) 9 33,72

Total 90

Hari 10

Tanah (Acremonium sp.) 9 68,94

Tanah (Fusarium sp.) 9 46,72

Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 48,61

Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 45,17

AS+NPK (Acremonium sp.) 9 62,06

AS+NPK (Fusarium sp.) 9 47,83

AS+H (Acremonium sp.) 9 31,06

AS+H (Fusarium sp.) 9 30,67

AS+HM (Acremonium sp.) 9 36,78


(4)

Hari 11

Tanah (Acremonium sp.) 9 59,00

Tanah (Fusarium sp.) 9 50,61

Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 45,61

Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 35,00

AS+NPK (Acremonium sp.) 9 58,56

AS+NPK (Fusarium sp.) 9 34,56

AS+H (Acremonium sp.) 9 30,72

AS+H (Fusarium sp.) 9 50,61

AS+HM (Acremonium sp.) 9 41,33

AS+HM (Fusarium sp.) 9 49,00

Total 90

Hari 12

Tanah (Acremonium sp.) 9 50,61

Tanah (Fusarium sp.) 9 35,83

Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 58,33

Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 24,17

AS+NPK (Acremonium sp.) 9 39,33

AS+NPK (Fusarium sp.) 9 51,72

AS+H (Acremonium sp.) 9 40,06

AS+H (Fusarium sp.) 9 57,61

AS+HM (Acremonium sp.) 9 54,11

AS+HM (Fusarium sp.) 9 43,22

Total 90

Hari 13

Tanah (Acremonium sp.) 9 56,56

Tanah (Fusarium sp.) 9 49,00

Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 47,06

Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 39,33

AS+NPK (Acremonium sp.) 9 39,33

AS+NPK (Fusarium sp.) 9 51,89

AS+H (Acremonium sp.) 9 44,17

AS+H (Fusarium sp.) 9 39,33

AS+HM (Acremonium sp.) 9 44,17

AS+HM (Fusarium sp.) 9 44,17

Total 90

Hari 14

Tanah (Acremonium sp.) 9 72,17

Tanah (Fusarium sp.) 9 24,00

Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 53,00

Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 38,50

AS+NPK (Acremonium sp.) 9 48,17

AS+NPK (Fusarium sp.) 9 50,67

AS+H (Acremonium sp.) 9 38,50

AS+H (Fusarium sp.) 9 38,50

AS+HM (Acremonium sp.) 9 48,17

AS+HM (Fusarium sp.) 9 43,33


(5)

Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7 Hari 8 Hari 9 Hari 10 Hari 11 Hari 12 Hari 13 Hari 14 Chi-square 8,900 8,900 17,657 25,903 21,482 17,701 5,099 10,891 23,608 20,691 13,780 16,808 5,108 24,361

Df 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

Asymp. Sig. ,447 ,447 ,039 ,002 ,011 ,039 ,826 ,283 ,005 ,014 ,130 ,052 ,825 ,004 a. Uji Kruskal Wallis


(6)

Lampiran 4 Hasil uji Kruskal Wallis untuk kadar warna kayu A. crassna

Perlakuan N Mean Rank

Kadar Warna

AS+H (Acremonium sp.) 9 51,28

AS+H (Fusarium sp.) 9 47,39

AS+HM (Acremonium sp.) 9 57,94

AS+HM (Fusarium sp.) 9 36,28

AS+NPK (Acremonium sp.) 9 61,56

AS+NPK (Fusarium sp.) 9 58,50

Tanah: AS (Fusarium sp.) 9 47,67 Tanah: AS (Acremonium sp.) 9 38,22

Tanah (Acremonium sp.) 9 14,33

Tanah (Fusarium sp.) 9 41,83

Total 90

Tingkat signifikansi kadar warna kayu A. crassna Kadar Warna

Chi-square 25,899

Df 9

Asymp. Sig. ,002

Lampiran 5 ANOVA dan uji lanjut Duncan untuk nilai absorbansi terpenoid A. crassna

Sumber db

Jumlah

Kuadrat Kuadrat Tengah F-hit Sig.

Kombinasi Media Tanam 4 1,022 0,255 36,933 0,000

Cendawan 1 0,039 0,039 5,647 0,028

Kombinasi Media Tanam *

Cendawan 4

0,058 0,014 2,082 0,121

Galat 20 0,138 0,007

Total 30 2,105

II. Uji lanjut Duncan kombinasi media tanam

c b a

0,198 0,405 0,121 0,134 0, 527 AS+H Tanah AS+NPK Tanah:AS AS+HM

III. Uji lanjut Duncan cendawan

b a

0,132 0,204 Acremonium sp. Fusarium sp.


Dokumen yang terkait

Penggunaan Jamur Antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. untuk Mengendalikan Penyakit Layu (Fusarium oxysporum) pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

9 157 125

Pengelompokan Isolat Fusarium oxysporum f.sp.cubense Dari Beberapa Jenis Pisang (Musa spp.) Serta Uji Antagonisme Fusarium oxyspomm Non Patogenik Dan Trichoderma koningii Di Laboratorium

0 30 85

Potensi Cendawan Endofit Dalam Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.SP. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis COBB. Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 42 58

Teknik PHT Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysforum f. sp capsici Schlecht) Pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum armuum L.) di Dataran Rendah.

0 27 138

Uji Antagonis Trichoderma spp. Terhadap Penyakit Layu (Fusarium oxysforum f.sp.capsici) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L) Di Lapangan

3 52 84

Uji Sinergisme F.oxysporum f.sp cubense Dan Nematoda Parasit Tumbuhan Meioidogyne spp. Terhadap Tingkat Keparahan Penyakit Layu Panama Pada Pisang Barangan (Musa sp.) di Rumah Kassa

0 39 72

Sinergi Antara Nematoda Radopholus similis Dengan Jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense Terhadap Laju Serangan Layu Fusarium Pada Beberapa Kultivar Pisang (Musa sp ) Di Lapangan

3 31 95

Efektivit As Dan Interaksi Ant Ara Acremonium Sp. Dan Fusarium Sp. Dalam Pembentukan Gubal Gaharu P Ada Aquilaria microcarpa Baill

1 7 15

Studi interaksi Fusarium sp. dengan pohon gaharu (Aquilaria sp.) menggunakan pendekatan sitologi

0 15 111

INDUKSI PEMBENTUKAN GAHARU PADA Aquilaria malaccensis MENGGUNAKAN (Induction of Agarwood in Aquilaria malaccensis Using Nitrogen Fertilizer and Fusarium solani)

0 1 7