Sinergi Antara Nematoda Radopholus similis Dengan Jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense Terhadap Laju Serangan Layu Fusarium Pada Beberapa Kultivar Pisang (Musa sp ) Di Lapangan

(1)

SINERGI ANTARA NEMATODA Radopholus similis DENGAN

JAMUR Fusarium oxysporum f.sp. cubense TERHADAP LAJU

SERANGAN LAYU FUSARIUM PADA BEBERAPA

KULTIVAR PISANG (Musa sp ) DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH :

M. ALAM FAUZI HSB

050302029 / HPT

DEPARTEMEN HAMA PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

SINERGI ANTARA NEMATODA Radopholus similis DENGAN

JAMUR Fusarium oxysporum f.sp. cubense TERHADAP LAJU

SERANGAN LAYU FUSARIUM PADA BEBERAPA

KULTIVAR PISANG (Musa sp) DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH :

M. ALAM FAUZI HSB

050302029 / HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui oleh :

Komisi Pembimbing

( Ir. Lahmuddin Lubis, MP ) (Ir. Mukhtar Iskandar Pinem,M.Agr

Ketua Anggota

)

DEPARTEMEN HAMA PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRACT

M Alam Fauzi Hasibuan SYNERGY BETWEEN Rhadopholus similis AND

Fusarium oxysporum f.sp. cubense CONCERNING Fusarium wilt on banana

(Musa sp) IN THE FIELD. Under suvervition of Mr. Ir. Lahmuddin Lubis, MP, as chif, and Mr. Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M. Agr, as member.

This research was conducted at the Laboratory of Plant Diseases and Experimental Farm Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan. Starting from december 2009 until May 2010.

This research aims to know Fusarium oxysporum f.sp. cubense and

Radopholus similis against fusarium wilt disease levels on banana, as well as to

determine the level of cooperation between Fusarium oxysporum f.sp cubense with

Radopholus similis cubenese against the severity of fusarium wilt disease in banana

plants.

Research using randomized block design (RBD) in factorial which consist of two factors. Where an inoculum of different factors that C0: Control / without Radophulus similis nematodes and Fusarium oxysporum f.sp. cubense, C1: nematode

Radopholus similis 500 infective juveniles, C2: Fusarium oxysporum f.sp. cubense 20 g

/ polybag, C3: nematode Radopholus similis 500 infective juveniles, and Fusarium oxysporum f.sp. cubense 20 gr / polybag. Factor of two banana cultivars namely V1: Cavedish banana, C2:Kepok banana, V3: Cross Michael banana.

Research results indicate the severity of fusarium disease in banana plants affected in each treatment. In the treatment C3V1 highest intensity, while the lowest intensity in treatment C0V1, C0V2, C0V3, C1V1, C1V2, C1V3 which showed no symptoms of Fusarium wilt attacks. The percentage intensity of the attacks that the highest to the lower are C3V1: 73.33%, C3V3: 60%, C2V1: 53.33%, C3V2: 46.67%, C2V3: 46.67%, C2V2: 26.67%, C0V1: 0%, C0V2: 0%, C0V3: 0%, C1V1: 0%, C1V2: 0%, C1V3: 0%.


(4)

ABSTRAK

M Alam Fauzi Hasibuan SINERGI ANTARA NEMATODA Rhadopholus

similis DENGAN JAMUR Fusarium oxysporum f.sp. cubense TERHADAP LAJU

SERANGAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa sp) DI LAPANGAN. Dibawah bimbingan Bapak Ir. Lahmuddin Lubis, MP, selaku ketua,

dan Bapak Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr, selaku anggota.

Penelitain bertujuan untuk mengetahui pemberian jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense dan nematoda Radopholus similis terhadap tingkat keparah penyakit layu fusarium pada tanaman pisang, serta untuk mengetahui tingkat kerja sama antara jamur

Fusarium oxysporum f.sp cubenese dengan nematoda Radopholus similis terhadap

tingkat keparahan penyakit layu fusarium pada tanaman pisang.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Mulai dari bulan Desember 2009 sampai Mei 2010.

Penelitian menggunakan rancangan Acak Kelompok(RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Dimana faktor 1 inokulum yang berbeda yaitu C0: Kontrol/ tanpa nematoda Radophulus similis dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense, C1: Nematoda Radopholus similis 500 juvenil infektif, C2: Fusarium oxysporum f.sp. cubense 20 gr/ polibag, C3: Nematoda Radopholus similis 500 juvenil infektif, dan Fusarium

oxysporum f.sp. cubense 20 gr/ polibag. Faktor 2 kultivar pisang yaitu V1: Pisang

Barangan, V2; Pisang Kepok, V3 Pisang Raja.

Hasil penelitan menunjukkan keparahan penyakit fusarium pada tanaman pisang berpengaruh nyata pada masing-masing perlakuan. Pada perlakuan C3V1 intensitas serngan tertinggi sedangkan intensitas terendah pada perlakuan C0V1, C0V2, C0V3, C1V1, C1V2, C1V3 dimana tidak menunjukkan gejala serangan layu Fusarium. Adapun persentase intensitas serangan dari yang tertinngi keterendah adalahC3V1: 73,33% , C3V3: 60%, C2V1: 53,33%, C3V2: 46,67% , C2V3: 46,67%, C2V2: 26,67% , C0V1: 0%, C0V2: 0%, C0V3: 0%, C1V1: 0%, C1V2: 0%, C1V3: 0%.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Binjai pada tanggal 27 Nopember 1986 dari ibu Agustina Jumiaty dan ayah Zulkifli Hasibuan, penulis merupakan anak ke-dua dari tiga bersaudara.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah lulusan SD 020268 Binjai lulus tahun 1999, SMP Negeri 3 Binjai lulus tahun 2002, SMA Negeri 3 Binjai lulus tahun 2005, dan diterima di Universitas Sumatera Utara fakultas Pertanian Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan tahun 2005 melalui jalur SPMB.

Penulis pernah aktip dalam organisasi kemahasiswaan seperti IMAPTAN 2005-2009, KOMUS HPT 2005-2009.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah - Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah “SINERGI ANTARA NEMATODA Rhadopholus similis DENGAN JAMUR Fusarium oxysporum f.sp. cubense TERHDAAP LAJU SERANGAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa sp) DI LAPANGAN”. yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melaksanakan penelitian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Komisi

Pembimbing Bapak Ir. Lahmuddin Lubis, MP, selaku ketua, dan Bapak Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr, selaku anggota yang telah banyak memberikan

bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan proposal ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Juni 2010


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesa Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5

Fusarium oxysporum f.sp. cubense ... 6

Biologi jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense ... 6

Gejala Serangan ... 8

Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit ... 9

Radopholus Similis ... 10

Klasifikasi Radopholus Similis ... 10

Morfologi ... 11

Betina ... 11

Jantan ... 11

Biologi dan Siklus Hidup ... 12

Gejala Seragan ... 13

Sinergisme Radopholus similis dan Fusarium oxysporu f.sp. cubense ... 14

Ketahanan ... 15

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan ... 17


(8)

Metode Penelitian ... 18

Pelaksanaan Penelitian ... 19

Isolasi Nematoda Radopholus Similis ... 19

Perbanyakan Nematoda Radopholus similis ... 20

Penyedian Inokulum Fusarium oxysporum f.sp. cubense ... 20

Pembuatan suspensi jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense ... 21

Inokulasi Patogen ... 22

Persiapan Media Tanam ... 22

Penanaman ... 22

Pemeliharaan ... 23

Pemupukan ... 23

Parameter Pengamatan ... 23

Intensitas Serangan Penyakit Fusarium oxysporum f.sp. cubense ... 23

Tinggi Tanaman dan Diameter Batang ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Inokulum (C) Yang Berbeda Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Fusarium oxysporum f.sp. cubense ... 25

Pengaruh Kultivar Pisang (V) Yang Berbeda Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Fusarium oxysporum f.sp. cubense. ... 27

Pengaruh Faktor Interaksi Perlakuan Inokulum (C) dengan Kultivar Pisang (V) Terhadap Intensitas Serangan (%) Penyakit Fusarium oxysporum f.sp. cubense. ... 29

Pengaruh Inokulum Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman ... 32

Pengaruh Faktor Kultivar Pisang (V) Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman Pisang...34

Pengaruh Faktor Interaksi Perlakuan Inokulum (C) dengan Kultivar Pisang (V) Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman (cm)...36

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39

Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Fusarium oxysporum f.sp. cubense ... 7

2. Gejala serangan Fusarium oxysporum f.sp. cubense ... 9

3. Radopholus similis ... 11

4. Siklus hidup Radopholus similis... 13

5. Gejala serangan Radopholus similis ... 14

6. Skala diskolorisasi setiap kategori serangan ... 23

7 Histogram Rataan Intensitas Serangan (%) Penyakit Layu Fusarium Pada Faktor Inokulum (C) Pada Pengamatan 30-90. ... 27

8. Histogram Rataan Intensitas Serangan (%) Penyakit Layu Fusarium Pada Faktor Kultivar (V) Pada Pengamatan 30-90 hsi ... 28

9. Histogram Rataan Interaksi Perlakuan Inokulum (C) dengan Kultivar Pisang (V) Terhadap Intensitas Serangan (%) Penyakit Fusarium ... 30

10. Histogram rataan pertambahan tinggi tanaman pada perlakuan pemberian inokulum pada setiap waktu pengamatan... 34

11. Histogram rataan pertambahan tinggi tanaman pada perlakuan kultivar pisang (V) pada setiap waktu pengamatan ... 35

12. Histogram Rataan Faktor Interaksi Perlakuan Inokulum (C) dengan Kultivar Pisang (V) Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman (cm)... 37


(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Rataan Intensitas Serangan (%) Penyakit Layu Fusarium Pada Faktor

Inokulum C) Pada Pengamatan 30-90 hsi . ... 25 2. Rataan Intensitas Serangan (%) Penyakit Layu Fusarium Pada Faktor

Kultivar (V) Pada Pengamatan 30-90 hsi... ... 27 3. Rataan Interaksi Perlakuan Inokulum (C) dengan Kultivar Pisang (V)

Terhadap Intensitas Serangan (%) Penyakit Fusarium... ... 29 4. Rataan Pengaruh Inokulum Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman

Pada Setiap Waktu Pengamatan mulai dari 14—84 hari setelah in... 32 5. Uji Beda Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) Pisang Pada Fakor Kultivar Pisang (V) pada pengamatan 14-84 hsi . ... 34

6. Uji Beda Rataan Faktor Interaksi Perlakuan Inokulum (C) dengan


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Bagan penelitian ... 44

2. Fhoto penelitian ... 45

3. Data Pengamatan Intensitas Serangan Layu Fusarium ... 52

4. Data Pengamatan Pertambahan Diameter Tanaman ... 63

5. Deskripsi Tanaman ... 83


(12)

ABSTRACT

M Alam Fauzi Hasibuan SYNERGY BETWEEN Rhadopholus similis AND

Fusarium oxysporum f.sp. cubense CONCERNING Fusarium wilt on banana

(Musa sp) IN THE FIELD. Under suvervition of Mr. Ir. Lahmuddin Lubis, MP, as chif, and Mr. Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M. Agr, as member.

This research was conducted at the Laboratory of Plant Diseases and Experimental Farm Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan. Starting from december 2009 until May 2010.

This research aims to know Fusarium oxysporum f.sp. cubense and

Radopholus similis against fusarium wilt disease levels on banana, as well as to

determine the level of cooperation between Fusarium oxysporum f.sp cubense with

Radopholus similis cubenese against the severity of fusarium wilt disease in banana

plants.

Research using randomized block design (RBD) in factorial which consist of two factors. Where an inoculum of different factors that C0: Control / without Radophulus similis nematodes and Fusarium oxysporum f.sp. cubense, C1: nematode

Radopholus similis 500 infective juveniles, C2: Fusarium oxysporum f.sp. cubense 20 g

/ polybag, C3: nematode Radopholus similis 500 infective juveniles, and Fusarium oxysporum f.sp. cubense 20 gr / polybag. Factor of two banana cultivars namely V1: Cavedish banana, C2:Kepok banana, V3: Cross Michael banana.

Research results indicate the severity of fusarium disease in banana plants affected in each treatment. In the treatment C3V1 highest intensity, while the lowest intensity in treatment C0V1, C0V2, C0V3, C1V1, C1V2, C1V3 which showed no symptoms of Fusarium wilt attacks. The percentage intensity of the attacks that the highest to the lower are C3V1: 73.33%, C3V3: 60%, C2V1: 53.33%, C3V2: 46.67%, C2V3: 46.67%, C2V2: 26.67%, C0V1: 0%, C0V2: 0%, C0V3: 0%, C1V1: 0%, C1V2: 0%, C1V3: 0%.


(13)

ABSTRAK

M Alam Fauzi Hasibuan SINERGI ANTARA NEMATODA Rhadopholus

similis DENGAN JAMUR Fusarium oxysporum f.sp. cubense TERHADAP LAJU

SERANGAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa sp) DI LAPANGAN. Dibawah bimbingan Bapak Ir. Lahmuddin Lubis, MP, selaku ketua,

dan Bapak Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr, selaku anggota.

Penelitain bertujuan untuk mengetahui pemberian jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense dan nematoda Radopholus similis terhadap tingkat keparah penyakit layu fusarium pada tanaman pisang, serta untuk mengetahui tingkat kerja sama antara jamur

Fusarium oxysporum f.sp cubenese dengan nematoda Radopholus similis terhadap

tingkat keparahan penyakit layu fusarium pada tanaman pisang.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Mulai dari bulan Desember 2009 sampai Mei 2010.

Penelitian menggunakan rancangan Acak Kelompok(RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Dimana faktor 1 inokulum yang berbeda yaitu C0: Kontrol/ tanpa nematoda Radophulus similis dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense, C1: Nematoda Radopholus similis 500 juvenil infektif, C2: Fusarium oxysporum f.sp. cubense 20 gr/ polibag, C3: Nematoda Radopholus similis 500 juvenil infektif, dan Fusarium

oxysporum f.sp. cubense 20 gr/ polibag. Faktor 2 kultivar pisang yaitu V1: Pisang

Barangan, V2; Pisang Kepok, V3 Pisang Raja.

Hasil penelitan menunjukkan keparahan penyakit fusarium pada tanaman pisang berpengaruh nyata pada masing-masing perlakuan. Pada perlakuan C3V1 intensitas serngan tertinggi sedangkan intensitas terendah pada perlakuan C0V1, C0V2, C0V3, C1V1, C1V2, C1V3 dimana tidak menunjukkan gejala serangan layu Fusarium. Adapun persentase intensitas serangan dari yang tertinngi keterendah adalahC3V1: 73,33% , C3V3: 60%, C2V1: 53,33%, C3V2: 46,67% , C2V3: 46,67%, C2V2: 26,67% , C0V1: 0%, C0V2: 0%, C0V3: 0%, C1V1: 0%, C1V2: 0%, C1V3: 0%.


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada masyarakat Asia Tenggara, diduga pisang telah lama dimamfaatkan. Masyarakat di daerah itu, saat kebudayaan pengumpulan (food gathering) telah menggunakan tunas dan pelepah pisang sebagai bagian dari sayur. Bagian lain pada tanaman pisang pun telah dimamfaatkan seperti saat ini. Pada saat kebudayaan pertanian menetap dimulai, pisang termasuk tanaman utama yang dipelihara (Satuhu dan Supriyadi, 1991).

Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagi pembungkus berbagai macam makanan trandisional Indonesia. Batang pisang abaca diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dsb.

Jenis pisang dibagi menjadi:

1. Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var Sapientum,

M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya pisang ambon, susu, raja, barangan dan mas.

2. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma

typicaatau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka,


(15)

3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya. Misalnya pisang batu dan klutuk.

4. Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca).

Penyakit–penyakit tanaman pisang yang umum dijumpai pada pertanaman pisang diantaranya layu Fusarium, penyakit darah, bintik daun, layu bakteri, mati pucuk dan yang disebabkan oleh nematoda (Ngarho, 2009).

Layu fusarium pada pisang yang sering juga disebut penyakit panama, dianggap sebagai penyakit yang paling pentig pada pisang diseluruh dunia. Bahkan penyakit ini termasuk kelompok penyakit-penyakit tumbuhan yang paling merugikan di tropika. Untuk pertama kali penyakit ditemukan di Amerika Tropika menjelang berakhirnya abad ke-19. tetapi kerugian karena layu fusarium baru terasa 1910an, pada waktu jenis Gros Michael (pisang Ambon) diperkebunkan secara besar-besaran di sana. Di Amerika Tengah dan Selatan dalam jangka waktu 50 tahun lebih dari 50.000 ha kebun pisang telah binasa dan terpaksa ditinggalkan

(Semangun, 1996).

Telah diketahui Fusarium oxysporum f.sp. cubense terdiri dari 4 ras. Ras 1 menyerang kultivar pisang ambon (AAA), pisang raja (AAA), pisang tanduk (AAB) dan pisang sere (AAB). Ras 2 relatip menyerang kultivar pisang batu (AAB). Ras 3 menyerang Heliconia spp. Ras 4 menyerang pisang barangan (AAA) dan menyerang inang ras 1 dan 2. Sampai sekarang ini ras 4 merupakan yang paling merugikan, hal itu telah diteliti pada sentral produksi pisang barangan di daerah sub tropis, musim dingin sangat berpengaruh terhadap infeksi. Akan tetapi penyebaran Fusarium oxysporum f.sp. cubense ras 4 pada daerah tropis sudah menyebabkan kerugian yang harus


(16)

dipertimbangkan pada pertanaman pisang barangan secara monokultur di daerah tropis (Ploetz et al., 2003).

Spesies nematoda parasitik yang diketahui merusak terhadap tanaman pisang yaitu yang merusak akar primer sehingga mengganggu tegak berdirinya batang dan mengakibatkan robohnya tanaman. Nematoda penting ialah Radopholus similis, beberapa species Pratylenchus dan Helicotylenchus multicintus. Untuk kebanyakan tanaman tropik, nematoda parasitik pada tanaman mempunyai beberapa sifat karakteristik yaitu beberapa spesies menyerang secara simultan tanaman tersebut. Juga sangat umum dijumpai beberapa nematoda endoparasitik yang menetap seperti

Meloidogyne spp, dan Rotylenchus reniformis yang menyerang sistem akar pisang (Luc et al., 1995).

Radopholus similis pertama kali digambarkan oleh Cobb sebagai Thylencus similis dalam tahun 1893, dari akar pisang di Fiji. Gejala serangannya telah diteliti sejak

tahun 1890. kemudian dikenal sebagai nematoda pelubang akar (burrowing nematode) dan tercatat sebagai patogen penting hampir pada semua pertanaman pisang (Adnan, 2003).

Beberapa hubungan antara nematoda dan jamur, nematoda dan bakteri dan bahkan interaksi antara nematoda dan nematoda telah diteliti. Contohnya terjadinya layu

Verticilium meningkat ketika adanya nematoda luka akar. Sejumlah besar nematoda

mengakibatkan meningkatnya serangan jamur. Interaksi yang sama antara nematoda dan jamur patogen tumbuhan telah dilaporkan seperti pada layu Fusrium (Brown et


(17)

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian nematoda Radopholus similis terhadap laju serangan layu Fusarium pada beberapa kultivar pisang

2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense terhadap laju serangan layu Fusarium pada beberapa kultivar pisang

3. Untuk mengetahui sinergisme antara nematoda Radopholus similis dan jamur

Fusarium oxysporum f.sp. cubense terhadap laju serangan layu Fusarium pada

beberapa kultivar pisang.

Hipotesa Penelitian

1. Ada pengaruh pemberian nematoda Radopholus similis terhadap laju serangan layu Fusarium pada beberapa kultivar pisang

2. Ada pengaruh pemberian jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense terhadap laju serangan layu Fusarium pada beberapa kultivar pisang

3. Ada sinergisme antara nematoda Radopholus similis dan jamur Fusarium

oxysporum f.sp. cubense terhadap laju serangan layu Fusarium pada beberapa

kultivar pisang.

Kegunaan penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. 2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Tanaman Pisang adalah tanaman buah berupa herba dengan klasifikasi sebagai berikut:

Kindom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Class : Monocotyledonae Family : Musaceae

Genus : Musa Species : Musa sp. (Ngarho, 2009).

Pohon pisang berakar rimpang dan tidak mempunyai akar tunggang. Akar ini berpangkal pada umbi batang. Sementara pada bagian bawah bonggol terdapat perakaran serabut yang lunak. Akar terbanyak berada dibagian bawah tanah. Akar ini tumbuh menuju bawah sampai kedalaman 75-150cm, sedang akar yang berada di bagian samping umbi batang tumbuh kesamping atau mendatar. Dalam perkembangannya akar samping bisa mencapai 4-5 m (Satuhu dan Supriyadi, 1991).

Morfologi tanaman dapat tampak jelas melalui batangnya yang berlapis-lapis. Lapisan pada batang ini sebenarnya dasar dari pelepah daun yang dapat menyimpan banyak air (sukulenta) sehingga lebih dapat disebut batang semu (pseudosterm). Batang pisang sesungguhnya terdapat di dalam tanah yaitu yang sering disebut bonngol. Pada


(19)

sepertiga bagian bonggol sebelah atas terdapat mata calon tumbuh tunas anakan. ( Sunarjono, 2004).

Daun pisang letaknya tersebar, helaian daun berbentuk lanset memanjang. Pada bagian bawahnya berlilin. daun pisang mudah sekali robek atau terkoyak oleh hembusan angin yang keras karena tidak mempunyai tulang-tulang pinggir yang menguatkan daun (Satuhu dan Supriyadi, 1991).

Bunga pisang berupa tongkol yang disebut jantung. Bunga ini muncul pada primordia yang terbentuk pada bonggolnya. Bunga pisang terdiri dari beberapa lapisan yang disebut dengan seludung yang umumnya berwarna merah tua. Diantara lapisan seludung bunga tersebut terdapat bakal buah yang disebut sisiran tandan. Setiap sisiran tandan terdiri dari beberapa buah ( Sunarjono, 2004).

Fusarium oxysporum f.sp. cubense

Biologi jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense

Menurut Alexopoulus and Mims (1979) jamur Fusarium diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Fungi Divisio : Eumycota

Sub divisio : Deuteromycotina Class : Deuteromycetes Ordo : Moniliales Family : Tuberculariaceae Genus : Fusarium


(20)

Koloni pada media mencapai diameter 3,5-5,0 cm. miselium tampak jarang atau banyak seperti kapas, kemudian menjadi seperti beludru, berwarna putih dan biasanya agak keunguan yang tampak lebih kuat pada permukaan medium (Gandjar dkk, 1999).

Konidiofor bercabang cabang biasanya 1 sampai 3 sel cabang yang membentuk lingkaran. Konidium hialin dan bersekat satu terbentuk pada cabang utama atau cabang samping. Mikrokonidium hialin, lonjong atau tegak memanjang berukuran 5-7 x 2,5-3 µm. Makrokonidium hialin, berbentuk sabit, bertangkai kecil memiliki sekat 3 sampai 5 tetapi kebanyakan bersekat 4, berukuran 22-36 x 4-5 µm. klamidospora bersel satu bulat atau menjorong terbentuk di tengah hifa pada makrokonidium (Weber, 1973).

Hifa dari jamur ini terdapat di bagian sel dan antar sel jaringan tanaman inang. Jumlah hifa banyak pada seluruh pembuluh, kemudian menyebar dengan sistem beragam dan akhirnya menginfeksi pada bagian pangkal akar (Mehrotra, 1983).

Gambar 1: Fusarium oxysporum f.sp. cubense Sumber gambar: Padil 2009

Konidium Fusarium oxysporum f.sp. cubense berkembang menjadi klamidospora. Pada tanah yang terinfeksi berat dan berdrainase jelek penyakit lebih cepat berkembang dibandingkan pada tanah yang berdrainase baik. Pemupukan yang tepat serta drainase yang baik dapat menekan perkembangan penyakit (Stover, 1970).

Klamidospora biasanya berada pada jaringan yang membusuk atau di dalam tanah dan akan terangsang berkecambah bila terdapat perakaran tanaman pisang.


(21)

Setelah berkecambah miselium akan menghasilkan konidia dalam waktu 6-8 jam, sedang klamidospora terbentuk dalam waktu 2-3 hari. Di dalam jaringan pembuluh tanaman, jamur tumbuh dan masuk kejaringan parenkim yang berdekatan dan menghasilkan sejumlah besar konidia dan klamidospora. Konidia ini dapat berkembang menjadi klamidospora yang dapat kembali masuk ke dalam tanah ketika jaringan yang terinfeksi mati dan membusuk. Klamidospora ini tetap hidup dan bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama di dalam tanah . siklus penyakit akan berulang bila klamidospora ini berkecambah dan tumbuh kembali baik sebagai saprofit atau

menyerang tanaman inang (Lubis dan Pinem, 2004). Gejala serangan

Perkembangan gejala dimulai dengan terjadinya perubahan warna yaitu menguningnya bagian pinggir daun. Perubahan warna dimulai dari pinggir dan menyebar keseluruh permukaan daun. Pada gejala tingkat awal salah satu daun yang masih muda bagian bawah yang pertama mengalami perubahan warna dan merambat ke bagian atas (Frohlich and Rodewaid, 1970).

Patogen menyerang jaringan akar yang luka atau terinfeksi. Batang yang terserang akan kehilangan banyak cairan dan berubah warna menjadi kecoklatan, tetapi bagian bawah daun menjadi kuning tua atau layu, merambat ke bagian dalam secara cepat sehingga seluruh permukaan daun menguning. Tangkai daun patah pada bagian pangkalnya yang berbatasan dengan batang palsu. Kadang-kadang lapisan luar batang palsu terbelah mulai dari permukaan tanah (Ditlin, 2009).

Gejala yang paling khas adalah gejala dalam. Jika pangkal batang dibelah membujur, terlihat garis-garis coklat atau hitam menuju ke semua arah, dari batang (Bonggol) ke atas melalui jaringan pembuluh ke pangkal daun dan tangkai. Perubahan


(22)

warna pada berkas pembuluh paling jelas tampak pada batang. Berkas pembuluh akar biasanya tidak berubah warna, namun sering sekali akar tanaman sakit berwarna hitam dan membusuk (Semangun, 1996).

Gambar 2: A Gejala serangan Fusarium oxysporum f.sp. cubense Pada Daun B. Gejala serangan Fusarium oxysporum f.sp Pada Bonggol

Sumber gambar: Padil 2009

Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit

Penyakit layu Fusarium lebih merugikan pada tanah aluvial yang asam. Pada umumnya di tanah geluh yang bertekstur ringan atau tanah geluh berpasir penyakit dapat meluas dengan lebih cepat. Jenis jenis pisang mempunyai ketahanan yang berbeda. Di Amerika tengah penyakit menjadi sangat cepat merusak setelah jenis Gros Michael yang sangat rentan dibudidayakan secara besar-besaran tetapi berkurang setelah diganti dengan jenis Cavendish yang tahan. Di Taiwan jenis Cavendish sangat rentan terhadap ras 4. di Jawa Timur penyakit lebih benyak terdapat pada jenis Ambon, Raja dan Agung (Semangun, 1996). Penyebaran Konidia dari Fusarium Oxysporum f.sp cubense dipengaruhi oleh sisa-sisa akar tanaman yang terserang, saluran irigasi dan terbawanya tanah yang terinfeksi oleh banjir (Frohlich and Rodewaid, 1970).


(23)

Radopholus similis

Klasifikasi nematoda Radopholus similis

Menurut Brown et al (1975) nematoda Radopholus similis diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Aschelminthes Class : Nematoda Ordo : Tylenchida Family : Pratylenchidae Genus : Radopholus

Species : Radopholus Similis Coob

Radhopolus similis terdapat secara luas di daerah tropik dan sub tropik ,

merupakan patogen penting pada pisang pada daerah penanaman pisang. Nematoda ini berbentuk seperti cacing, panjang 0,65 mm dan lebar 25µm. Nematoda ini hidup dan bereproduksi di dalam rongga korteks akar . semua larva dan dewasa dapat menginfeksi akar (Sugiharto, 1983).

Apabila diperlakukan dengan panas secara hati-hati, maka nematoda yang mati tubuhnya akan lurus atau sedikit melengkung pada bagian ventral. Tedapat adanya tanda sexual dimorfisme pada bagian anterior (Luc et al., 1995).


(24)

Gambar 3: A. Radopholus similis setelah dibiakkan dari media wortel B. Radopholus similis Betina

Sumber: Marin et al 1998. Morfologi

Betina

Panjang 0,52-0,88 mm. kepala lebih rendah membulat, lurus atau sedikit berlekuk dengan kontur tubuh. Kerangka kepala mengalami skloritisasi kuat, stylet dan esofagusnya tumbuh sempurna. Vulva terdapat pada bagian tegah tubuh antara 50-70% biasanya 55-65% ekor memanjang dengan bentuk krucut dengan panjang sekitar 60 µm (Siddiqi, 1986).

Jantan

Panjang nematoda jantan rata-rata 0,58 mm dan mengalami degenerasi, esofagus dan styletnya tidak berkembang sempurna. Kepala nematoda jantan berbentuk membulat dan berlekuk yang sangat berbeda dengan betina. Mempunyai testis tunggal dan bursa meluas sampai dua per tiga ekor (Dropkin,1992). Panjang spikula 18-22 µm berbentuk slindris dan melengkung. Ekor memanjang berbentuk krucut dan melengkung ke arah ventral dan pembungkus bursa antara 2-3 atau lebih (Shurtleff and Averre III, 2000).

Biologi dan Siklus Hidup

Radopholus Similis adalah spesies nematoda endoparasitik yang

berpindah-pindah yang mampu menyelesaikan daur hidupnya di dalam jaringan korteks akar. Nematoda betina bertelur untuk menhasilkan populasi baru selama melakukan perpindahan. Nematoda ini ditemukan pada semua tingkatan perkembangan akar tanaman dan pada tanah di sekitar perakaran pisang (Shurtleff and Averre III, 2000).


(25)

Histopatologi akar tanaman pisang yang terserang Radopholus similis telah diteliti oleh Blake (1961,1966) dan Loos (1962). Penetrasi nematoda tersebut ke dalam akar, biasanya terjadi di dekat dengan ujung akar, tetapi nematoda tersebut dapat melakukan serangan di seluruh panjang akar. Nematoda betina dan larva merupakan stadium yang infektif, sedangkan yang jantan secara morfologi mengalami degenerasi (tidak mempunyai stylet) dan mungkin tidak bersifat parasitik. Setelah masuk ke dalam jaringan akar tanaman pisang nematoda tersebut menempati ruang-ruang interseluler di parenkim dan korteks tempat nematoda tersebut memperoleh makanannya yaitu sitoplasma, sel-sel yang berada di dekatnya dan menimbulkan rongga-rongga yang kemudian menjadi satu membentuk saluran-saluran di dalam jaringan tersebut. Invasi ke dalam stele tidak pernah dijumpai walaupun akar terserang berat. Perpindahan dan peletakkan telur dipengaruhi oleh faktor makanan, misalnya nematoda betina berpindah tempat dari luka pada akar untuk mencari jaringan akar sehat. Di dalam jaringan yang terinfeksi nematoda betina meletakkan telur. Daur hidupnya dari telur ke telur generasi berikutnya membutuhkan waktu 20 sampai 25 hari pada suhu berkisar 240C sampai 320C (Luc et al., 1995).

Nematoda betina menghasilkan 4 – 5 butir telur setiap hari selama 10 -12 hari. Telur menetas 8 sampai 10 hari dan stadia juvenile secara keseluruhan memerlukan waktu 10 sampai 13 hari. Ada empat stadia juvenile, juvenile 1 berkembang di dalam telur kemudian berganti kulit dan menetas menjadi juvenile 2, juvenile 2 berganti kulit menjadi juvenile 3, juvenile 3 berganti kulit menjadi juvenile 4 dan juvenile 4 berganti kulit menjadi nematoda dewasa (Marin et al., 1998).


(26)

Gambar4:Siklus hidup Radopholus similis Sumber: Marin et al 1998.

Gejala Serangan

Gejala kerusakan yang paling jelas akibat serangan Radopholus Similis pada pertanaman pisang ialah rebahnya batang pisang atau mudahnya tanaman dicabut khususnya pada waktu tanaman berbuah, tetapi terdapat tingkat berat kerusakan tersebut yaitu dari makin panjangnya pertumbuhan vegetatif sampai barkurangnya berat tandan secara drastis. Hal tersebut menunjukkan terdapat dua tipe kerusakan yang dapat ditimbulkan pada pertanaman pisang yaitu mempengaruhi tegak berdirinya tanaman pisang dan yang belum diketahui dengan pasti ialah kemampuan menyerap air dan hara (Luc et al., 1995).

Radopholus Similis disebut nematoda penggurus sehubung dengan prilakunya di

dalam akar. Di akar masuk kedalam parenkim korteks tempat nematoda bergerak aktip dan merusak sel-sel sambil makan. Rongga makin berkembang dan membesar, tetapi tidak memotong endodermis. Timbul luka berwarna coklat merah pada seluruh korteks.


(27)

Pangkal akar tanaman pisang rusak dan terjadinya kematian sel-sel pada akar (Dropkin, 1991).

Gambar 5: A. Rebahnya Batang Pisang Akibat Serangan Radopholus similis

B. Terjadinya Diskolorisasi Akar Akibat Serangan Radopholus similis Sumber: Marin et al 1998.

Sinergi Radopholus Similis dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense

Nematoda sering diketahui terlibat dalam kekomplekan penyakit dimana nematoda menjadi penyebab penyakit primer dan beberapa spesies jamur atau bakteri menjadi penyebab penyakit skunder. Keduanya dapat menimbulkan kerugian dan penyakit secara sendirinya tetapi ketika bersatu ada efek sinergi mengakibatkan kerusakan yang lebih besar dengan perubahan gejala dan keterkaitan dalam memparasiti inannya. Nematoda memberikan jalan masuk kepada patogen-patogen lain (Singh, 2000).

Sinergisme antara nematoda dengan jamur parasit atau dengan patogen terbawa tanah lainnya telah banyak dilaporkan hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan nematoda parasit dapat menyebabkan perubahan fisiologi pada jaringan tanaman sehingga memudahkan penyerangan oleh patogen-patogen lain (Sasser, 1971).

Telah diketahui beberapa kompleks penyakit nematoda dan jamur. Layu Fusarium pada beberapa tumbuhan meningkat persentase dan tingkat serangannya apabila tumbuhan tersebut juga terinfeksi oleh nematoda puru akar, luka akar, rongga


(28)

akar atau nematoda kerdil. Akan tetapi varietas yang rentan terhadap jamur tersebut akan lebih parah apabila tumbuhan tersebut terinfeksi oleh nematoda, gabungan kerusakan akan jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah kerusakan yang disebabkan oleh masing-masing patogen tersebut apabila menyerang secara sendiri-sendiri. Juga varietas yang sebenarnya tahan terhadap jamur, akan terinfeksi oleh jamur tersebut setelah sebelumnya diinfeksi oleh nematoda (Agrios, 1996).

Ketahanan

Ketahanan atau resistensi tanaman merupakan pengertian yang bersifat relatif untuk melihat ketahan suatu tanaman, sifat tanaman yang tahan atau dibandingkan dengan sifat tanaman yang yang tidak tahan atau peka. Tanaman tahan adalah tanaman yang menderita kerusakan yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan tanaman yang lain. Sifat tanaman yang dimiliki oleh tanaman dapat merupakan sifat asli atau terbawa turunan (faktor genetik) tetapi dapat juga karena keadaan lingkungan yang menyebabkan tanaman menjadi tahan (Untung, 2006).

Ada tiga macam ketahanan terhadap penyakit yaitu, ketahanan mekanis, ketahanan kimiawi, dan ketahanan fungsional. Ketahanan mekanis terdiri dari ketahanan mekanis pasif dan ketahanan mekanis aktif. Tumbuhan yang mempunyai mekanis pasif mempunyai struktur morfologi yang menyebabkan sulit diinfeksi oleh patogen. Misalnya tumbuhan yang mempunyai epidermis dan kutikula tebal, sedangkan mekanisme ketahanan mekanis aktif bekerja setelah patogen menginvasi inang, yang merupakan sistem interaksi antara sistem genetik tumbuhan inang dengan patogen. Ketahanan kimiawi terdiri dari ketahanan kimia pasif dan aktif. Ketahanan kimia pasif, parasit hanya dapat menyerang tumbuhan yang mempunyai isi sel susunan kimia yang cocok baginya. Pada ketahanan kimia aktif terbentuk zat-zat kimia atau senyawa


(29)

penagkal seperi phytoalexyn. Pada ketahanan fungsianal tumbuhan tidak terserang patogen, bukan karena adanya struktur morfologis atau zat-zat kimia melainkan karena pertumbuhannya sedemikian rupa sehingga dapat menghindari penyakit, meskipun sebenarnya tumbuhan itu rentan (Semangun, 1996).


(30)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Penyakit Tumbuhan, Departeman Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan serta di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 20 meter diatas permukaan air laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Mai 2010.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Bibit pisang barangan, kepok dan raja, PDA, media wortel, beras, alkohol , clorox 0,1% dan 1,5% , Streptomicin sulfat, biakan murni Fusarium oxysporum f.sp. Cubense , biakan nematoda

Radopholus similis, Pupuk NPK,

Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, erlenmeyer, tabung reaksi, corong bearman, jarum ose, pinset, objek glass, haemocytometer, kotak inokulasi, mikroskop, autoclave, kapas, isolatif, shaker, cangkul, meteran, Polibag 10 kg, tali plastik, kalkulator, alat tulis serta papan nama.


(31)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor yaitu :

Faktor I inokulum

C0 : Tanpa Radopholus similis dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Kontrol) C1 : Radopholus similis . 500 Juvenil infektif

C2 : Fusarium oxysporum f.sp. cubense. 20 gr/ polibag

C3 : Radopholus similis.500 Juvenil infektif dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense. 20 gr/ polibag Faktor II kultivar pisang

V1 : Barangan V2 : Kepok V3 : Raja

Adapun kombinasi perlakuan sebagai berikut

C0V1 C0V2 C0V3

C1V1 C1V2 C1V3

C2V1 C2V2 C2V3

C3V1 C3V2 C3V3

Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan Jumlah ulangan

(t-1) (r-1) ≥ 15 (12-1) (r-12) ≥ 15 11 r-11 ≥ 15 11r ≥ 36


(32)

r ≥ 3,27

r = 3 (dibulatkan)

Sehingga diperoleh ulangan sebanyak 3.

Model linier yang digunakan dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial adalah sebagai berikut

Y ijk = μ + αi + βj + δk +(αβ)jk + Σijk

Yijk = Hasil pengamatan pada perlakuan faktor I taraf ke-j , perlakuan faktor II taraf ke-k, blok ke-i

μ = Nilai tengah rata-rata umum

αi = Efek blok ke-i

βj = Pengaruh perlakuan faktor I pada taraf ke-j

δk = Pengaruh perlakuan faktor II pada taraf ke-k

(αβ)jk = Pengaruh perlakuan faktor I pada taraf ke-j dan perlakuan faktor II pada taraf ke-k

Σijk = Pengaruh galat pada perlakuan faktor I pada taraf ke-j, perlakuan faktor II pada taraf ke-k, dan blok ke-i

(Bangun, 1980)

Pelaksanaan Penelitian Isolasi Nematoda

Nematoda diisolasi dari akar tanaman yang menunjukkan gejala serangan nematoda Radopholus similis (Timbul luka berwarna coklat merah), kemudian akar di potong kecil-kecil kemudian didesinfeksi permukaan dengan chlorox 0,1 % kemudian dicuci dengan aquadesh. Isolasi juga dilakukan dengan menggunakan tanah


(33)

yang telah diambil dari bagian leher akar dengan kedalaman 20 cm pada tanaman yang menunjukkan gejala. Akar tanaman dan tanah tersebut diekstraksi masing-masing dengan mengunakan metode corong Bearman selama 2 sampai 4 hari. Setelah didapat ekstrak nematoda maka diamati di bawah mikroskop dan diidentifikasi.

Perbanyakan Nematoda

Nematoda yang telah diidentifikasi , kemudian diperbanyak pada media wortel steril. Teknik perbanyakan dilakukan dengan menggunakan metode HUETTEL. Wortel segar dibersihkan kemudian dicuci dengan air mengalir. Wortel dipotong-potong setebal 3 cm dan direndam dalam clorox 1,5% selama 15 menit, selanjutnya, direndam dan dibilas dengan akuades steril sebanyak 2 kali masing-masing selama 30 menit. Wortel yang telah steril ditempatkan pada botol kultur atau cawan petri. Nematoda disterilisasi dengan larutan clorox 0,1 % dan Streptomicin sulfat 0,1 % selama 15 detik kemudian dibilas dengan aquadesh steril dan dengan menggunakan pipet steril nematoda diinokulasikan pada potongan wortel. Biakan diinkubasi pada suhu kamar selama 1,5 bulan. Biakan ini digunakan sebagai sumber inokulum.

Penyediaan Inokulum Fusarium oxysporum f.sp. cubense

Sumber inokulum diambil dari tanaman pisang yang terserang penyakit layu fusarium (Fusarium oxysporum f.sp. cubense). Bagian tanaman yang terinfeksi dibersihkan dari kotoran dan dicuci dengan menggunakan aquades, dipotong dengan panjang 1 cm, direndam dengan larutan clorox 0,1 % selama 2 menit, dikering anginkan diatas tisu. Potongan tersebut ditanam dalam cawan petri yang berisi PDA. Setelah miselium tumbuh dijadikan biakan murni.


(34)

Pembuatan suspensi jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense

Cawan petri yang berisi biakan murni Fusarium oxysporun f.sp. cubense diisi aquadesh steril 10 ml, kemudian dikikis sehingga bagian atas terlepas, kemudian suspensi dimasukkan dalam elemeter dan ditambahkan aquadesh steril sehingga ukurannya 100 ml. Suspensi kemudian dishaker dengan kecepatan 200 rpm selama 30 menit untuk melepaskan makrokonidia dan mikrokonidia. Suspensi patogen yang telah didapat kemudian diteteskan pada Haemocytometer untuk menghitung kerapatan konidia 106 makrokonidium dan mikrokonidium/ ml.

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung kerapatan konidia adalah:

ml per konidia juta

n d t

S ×

〉 × 〈〈 × 〉 =

25 ,

0 Keterengan:

S = Jumlah konidia

t = jumlah konidia dalam kotak

d = Faktor pengenceran. ( d=1 jika tidak diencerkan, d=10 jika suspensi diencerkan 1:10 dan strusnya).

n = Jumlah kotak konidia yang dihitung

(Gabriel dan Riyatno dalam Sulistyorini dkk, 1995.). Inokulasi Patogen

Penginokulasian patogen dilakukan pada hari yang sama. Setelah Radopholus

similis diperbanyak pada media wortel kemudian dihitung sebanyak 300 juvenil infektif

kemudian diinokulasikan disekeliling batang tanaman pisang dengan jarak 1-2 cm, pada kedalaman 7 cm. Penginokulasian dilakukan bertahap yaitu 100 juvenil infektif perhari salama 5 hari. Fusarium oxysporum f.sp. cubense yang telah diperoleh dengan


(35)

kerapatan konidia 106 , kemudian dibiakkan pada media beras. Setelah diperoleh biakan dari media beras ditimbang sebanyak 20 gram dan diinokulasi disekeliling batang tanaman pisang dengan jarak 4-3 cm, pada kedalaman 7 cm.

Persiapan Media Tanam

Tanah yang digunakan ialah top soil dan pasir dengan perbandingan 2:1. Tanah untuk media semai disterilkan dengan menggunakan teknik uap panas yaitu dengan mengukus tanah menggunakan tong sterilisasi dan ditutup, tong sterilisasi diletakkan di atas api yang tidak terlalau besar, setelah air di dalam tong sterilisasi mendidih tanah didiamkan selama 30 menit agar patogen dan serangga yang berada di dalam tanah tersebut mati, kemudian tanah dikering anginkan di tempat terbuka, kemudian tanah dimasukan kedalam polibag setelah dingin.

Penanaman

Bibit yang akan digunakan adalah bibit yang berumur 7-14 hari, berdaun 2-4 helai . Bibit yang digunakan adalah bibit yang sehat, bebas dari serangan hama penyakit dan tinnginya seragam. Penanaman dilakukan di dalam polibag, tiap polibag ditanam 1 bibit pisang , penanaman tegak lurus.

Pemeliharaan

Penyulaman tanaman dilakukan pada pagi atau sore hari bila ada tanaman yang mati atau rusak. Penyulaman dilakukan hingga tanaman berumur 7 hari setelah tanam. Tanaman disiangi dari gulma – gulma setiap minggunya.


(36)

Pemupukan

Pemupukan tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam (hst) dengan kebutuhan tanaman per polibag adalah 50 gram NPK. Pemupukan dilakukan dengan cara menaburkan pupuk secara merata.

Parameter Pengamatan

Intensitas Serangan Penyakit Fusarium oxysporum f.sp. cubense.

Pengamatan Intensitas serangan dilakukan dengan interval 30 hari sekali setelah inokulasi sebanyak 3 kali yaitu, 30, 60 dan 90 hsi Penghitungan intensitas serangan penyakit dapat dilakukan dengan rumus :

I =

ZxN

xv

n

n

05

(

1 1

)

x 100%

Keterangan :

I : Intensitas serangan (%)

n1 : Jumlah bonggol dari kategori serangan

v1 : Nilai skala dari kategori serangan

Z : Nilai skala dari kategori serangan tertinggi N : Jumlah seluruh bonggol yang diamati.

Nilai skala diskolorisasi setiap kategori serangan yang digunakan adalah menurut INIBAP (1994).

0 : Tidak ada diskolorisasi pada berkas pembuluh 1 : Ada sedikit bintik diskolorisasi


(37)

2 : Diskolorisasi 1/3 bagian berkas pembuluh

3 : Diskolorisasi 1/3 sampai 2/3 bagian berkas pembuluh 4 : Diskolorisasi lebih dari 2/3 bagian berkas pembuluh 5 : penuh dengan diskolorisasi

skala 0 skala 1 skala 2

skala 3 skala 4 skala 5

Gambar 6: skala diskolorisasi setiap kategori serangan Sumber: INIBAP 1994.

Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman pertama sekali diukur pada saat penginokulasian Fusarium

oxysporum f.sp cubense dan nematoda Radopholus similis. Pengamatan selanjutnya

dilakukan dengan interval 14 hari yaitu 14, 28, 42, 56, 70 dan 84 hari setelah inokulasi. Pengamatan dilakukan dengan mengurangkan data pangamatan dengan pengamatan awal.


(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Pengaruh Inokulum (C) Yang Berbeda Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Fusarium oxysporum f.sp. cubense.

Hasil pengamatan pengaruh inokulum (C) terhadap intensitas serangan penyakit

Fusarium oxysporum f.sp. cubense. Pada setiap waktu pengamatan mulai dari 30-90

hari setelah inokulasi dapat dilihat pada lampiran 4. Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa faktor inokulum berpengaruh sangat nyata (C) terhadap intensitas serangan penyakit Fusarium oxysporum f.sp. cubense.. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1 : Rataan Intensitas Serangan (%) Penyakit Layu Fusarium Pada Faktor Inokulum (C) Pada Pengamatan 30-90 hsi.

Perlakuan Pengamatan

30hsi 60hsi 90hsi

C0 0.00b 0.00C 0.00C

C1 0.00b 0.00C 0.00C

C2 0.00b 23.33B 63.33B C3 10.00a 50.00A 90.00A

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan Dari tabel dapat dilihat bahwa pada pengamatan 30 hari setelah inokulasi intensitas serangan Fusarium oxysporum f.sp cubense pada perlakuan C0 (Kontrol/ tanpa nematoda Radophulus similis dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense) berbeda nyata dengan perlakuan C3 (Nematoda Radopholus similis 500 juvenil infektif, dan

Fusarium oxysporum f.sp. cubense 20 gr/ polibag) tetapi tidak berbeda nyata dengan


(39)

juvenil infektif) dan C2 (: Fusarium oxysporum f.sp. cubense 20 gr/ polibag). Dari hasil penelitian pada akhir pengamatan yaitu 90 hari setelah inokulasi perlakuan C0 tidak berbeda sangat nyata terhadap perlakuan C1 tetapi berbeda sangat nyata terhadap perlakuan C2 dan C3.

Pada pengamatan 90 hari setelah inokulasi hasil menunjukkan perlakuan C0 tidak menunjukkan gejala serangan Fusarium Oxysporum f.sp cubense sedangkan perlakuan C1 menunjukkan gejala layu tetapi tidak terdapat diskolorisasi pada bonggol tanaman. Intensitas serangan tertinggi terjadi pada perlakuan C3 yaitu 90% yang diikuti dengan perlakuan C2 yaitu 63,33%. Hal ini dapat disebabkan karena nematoda Radopholus similis memberikan jalan masuk bagi jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense ke dalam jaringan akar tanaman karena aktivitasnya membuat rongga pada akar sehingga mengakibatkan waktu penetrasi ke dalam jaringan akar menjadi lebih singkat serta kerusakan tanaman semakin tinggi, dibandingkan bila menginfeksi secara tunggal Hal ini sesuai dengan pernyataan Singh (2000) yang menyatakan Nematoda sering diketahui terlibat dalam kekomplekan penyakit dimana nematoda menjadi penyebab penyaki primer dan beberapa spesies jamur atau bakteri menjadi penyebab penyakit skunder. Keduanya dapat menimbulkan kerugian dan penyakit secara sendirinya tetapi ketika bersatu ada efek sinergi mengakibatkan kerusakan yang lebih besar dengan perubahan gejala dan keterkaitan dalam memparasiti inannya. Nematoda memberikan jalan masuk kepada patogen-patogen lain. Untuk dapat melihat perbedaan yang sangat nyata antara perlakuan Inokulum (C) Yang Berbeda Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Fusarium oxysporum f.sp. cubense dapat dilihat pada gambar 7 di bawah ini.


(40)

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00

C0 C1 C2 C3

Perlakuan In te n si ta s S e ra n g a n ( % ) Pengamatan 30hsi Pengamatan 60hsi Pengamatan 90hsi

Gambar 7 : Histogram Rataan Intensitas Serangan (%) Penyakit Layu Fusarium

Pada Faktor Inokulum (C) Pada Pengamatan 30-90 hsi

1.2. Pengaruh Kultivar Pisang (V) Yang Berbeda Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Fusarium oxysporum f.sp. cubense.

Tabel 2 : Rataan Intensitas Serangan (%) Penyakit Layu Fusarium Pada Faktor Kultivar (V) Pada Pengamatan 30-90 hsi.

Perlakuan Pengamatan 30hsi 60hsi 90hsi V1 3.33 18.33A 31.67A

V2 0.00 6.67B 18.33B

V3 1.67 11.67A 26.67A

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

Dari tabel 2 hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kultivar (V) yang berbeda pada pengamatan 30 hsi tidak berbeda nyata antar perlakuan satu dengan yang lainnya. Pada pengamata 90 hari setelah inokulasi perlakuan V1 (Pisang Barangan) tidak beebeda sangat nyata terhadap perlakuan V3 (Pisang Raja) tetapi bebeda sangat nyata terhadap perlakuan V2 (Pisang Kepok) , dan perlakuan


(41)

V2 (Pisang Kepok) sangat berbeda nyata terhadap perlakuan V1 (Pisang Barangan) dan V3 (pisang Raja).

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00

30hsi 60hsi 90hsi

Pengamatan In te n si ta s S e ra n g a n ( % ) V1 V2 V3

Gambar 8 : Histogram Rataan Intensitas Serangan (%) Penyakit Layu Fusarium

Pada Faktor Kultivar (V) Pada Pengamatan 30-90 hsi.

Dari histrogram diatas dapat kita lihat bahwa intensitas Serangan Penyakit

Fusarium oxysporum f.sp. cubense (%) pada setiap waktu pengamatan mengalami

peningkatan. Dari hasil penelitian pengamatan 90 hari setelah inokulasi intensitas serangan Fusarium oxysporum f.sp cubense tertinngi terjadi pada perlakuan V1 (pisang Barangan) yaitu 31,67% kemudian V3 yaitu 26,67% dan yang terendah V2 yaitu 18,33%. Hal ini terjadi dikarenakan adanya perbedaan ketahanan atara kultivar pisang yang merupakan sifat asli atau genetik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Untung (2006) yang menyatakan tanaman tahan adalah tanaman yang menderita kerusakan yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan tanaman yang lain. Sifat tanaman yang dimiliki oleh tanaman dapat merupakan sifat asli atau terbawa turunan (faktor genetik).


(42)

1.3. Pengaruh Faktor Interaksi Perlakuan Inokulum (C) dengan Kultivar Pisang (V) Terhadap Intensitas Serangan (%) Penyakit

Fusarium oxysporum f.sp. cubense.

Pengamatan Intensitas Serangan (%) Penyakit Fusarium oxysporum f.sp.cubense pada interaksi perlakuan inokulum (C) dengan kultivar pisang (V) pada pengamatan 30-90 hsi dapat dilihat pada lampiran 2

Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa faktor interaksi perlakuan inokulum (C) dengan kultivar pisang (V) yang berbeda berpengaruh nyata pada pengamatan 30-90 hsi. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dilakukan Uji Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 3

Tabel 3 : Rataan Interaksi Perlakuan Inokulum (C) dengan Kultivar Pisang (V) Terhadap Intensitas Serangan (%) Penyakit Fusarium.

Perlakuan Pengamatan

30hsi 60hsi 90hsi

C0V1 0.00 0.00d 0.00e

C0V2 0.00 0.00d 0.00e

C0V3 0.00 0.00d 0.00e

C1V1 0.00 0.00d 0.00e

C1V2 0.00 0.00d 0.00e

C1V3 0.00 0.00d 0.00e

C2V1 0.00 26.67b 53.33c C2V2 0.00 6.67c 26.67d C2V3 0.00 13.33c 46.67c C3V1 13.33 46.67a 73.33a C3V2 0.00 20.00b 46.67c C3V3 6.67 33.33a 60.00b

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut Uji Jarak Duncan

Dari tabel dapat dilihat bahwa pada pengamatan 30-90 hari setelah inokulasi masing – masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap Intensitas Serangan (%) penyakit Fusarium oxysporum f.sp. cubense. Pada pengamatan 90 hsi C0V1 berbeda


(43)

nyata terhadap C2V1, C2V2, C2V3, C3V1, C3V2 dan C3V3 tetapi C0V1 tidak berbeda nyata terhadap perlakuan C0V2, C0V3, C1V1, C1V2 dan C1V3.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 C 0 V 1 C 0 V 2 C 0 V 3 C 1 V 1 C 1 V 2 C 1 V 3 C 2 V 1 C 2 V 2 C 2 V 3 C 3 V 1 C 3 V 2 C 3 V 3 In te n si ta s S e ra n g a n ( % ) Pengamatan 30hsi Pengamatan 60hsi Pengamatan 90hsi

Gambar 9 : Histogram Rataan Interaksi Perlakuan Inokulum (C) dengan Kultivar Pisang (V) Terhadap Intensitas Serangan (%) Penyakit Fusarium.

Pengaruh faktor interaksi perlakuan Inokulum (C) dengan kultivar pisang (V) terhadap Intensitas Serangan Penyakit Fusarium oxysporum f.sp. cubense (%) berpengaruh nyata pada pengamatan 30-90 hsi. Pada pengamatan 90 hsi

C0V1 (Tanpa Radopholus similis dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense Pisang Barangan), C0V2 (Tanpa Radopholus similis dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense Pisang Kepok), C0V3 (Tanpa Radopholus similis dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense Pisang Raja), C1V1 (Radopholus similis . 500 Juvenil infektif pisang Barangan), C1V2 (Radopholus similis . 500 Juvenil infektif pisang Kepok), C1V3 (Radopholus similis . 500 Juvenil infektif pisang Raja) tidak mengalami gejala Serangan. Intensitas Serangan Penyakit Fusarium oxysporum f.sp. cubense (%) yang tertinggi terdapat pada perlakuan C3V1 (Radopholus similis.500 Juvenil infektif dan

Fusarium oxysporum f.sp. cubense. 20 gr/ polibag pisang Barangan 73,33% diikuti


(44)

20 gr/ polibag pisang Raja) 60%, C2V1 (Fusarium oxysporum f.sp. cubense. 20 gr/ polibag pisang Barangan) 53,33%, C3V2 (Radopholus similis.500 Juvenil infektif dan

Fusarium oxysporum f.sp. cubense. 20 gr/ polibag pisang kepok) 46,67%, C2V3 (Radopholus similis.500 Juvenil infektif dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense. 20 gr/

polibag pisang Raja) 46,67%, C2V2 (Fusarium oxysporum f.sp. cubense. 20 gr/ polibag pisang Kepok) 26,67%. Hal ini terjadi dikarenakan adanya perbedaan ketahanan yaitu ketahanan mekanis yang dapat dilihat dari ketebalan jaringan epidermis akar tanaman. Dimana tanaman yang memiliki jaringan epidermis paling tipis akan lebih rentan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Semangun (1996). Yang menyatakan Ketahanan mekanis terdiri dari ketahanan mekanis pasif dan ketahanan mekanis aktif. Tumbuhan yang mempunyai mekanis pasif mempunyai struktur morfologi yang menyebabkan sulit diinfeksi oleh patogen. Misalnya tumbuhan yang mempunyai epidermis dan kutikula tebal. Serta gabungan inokulum radopholus similis dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense akan lebih cepat meningkatkan persentase kerusakan tanaman dibandingkan bila fusarium oxysporum diinokulasi secara tunggal.hal ini sesuai dengan pernyataan Agrios (1996) Layu Fusarium pada beberapa tumbuhan meningkat persentase dan tingkat serangannya apabila tumbuhan tersebut juga terinfeksi oleh nematoda puru akar, luka akar, nematoda sengat Reniformis, rongga akar atau nematoda kerdil.

2.1. Pengaruh Inokulum Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman

Hasil pengamatan pengaruh inokulum terhadap pertambahan tinggi tanaman. Pada setiap waktu pengamatan mulai dari 14-84 minggu setelah hari setelah inokulasi dapat dilihat pada lampiran 2. Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa faktor inokulum berbeda sangat nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman. Untuk


(45)

mengetahui perlakuan mana yang berbeda sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4 : Rataan Pengaruh Inokulum Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman Pada Setiap Waktu Pengamatan mulai dari 14—84 hari setelah inokulasi

Perlakuan Pengamatan

14hsi 28hsi 42hsi 56hsi 70hsi 84hsi C0 15.17A 17.33A 22.00A 18.33A 21.50A 16.83A C1 12.67B 12.83B 11.00B 9.83C 10.83C 11.00B C2 13.00B 10.17C 13.00C 12.50B 13.83B 12.17B C3 8.33C 7.83D 5.50D 7.17D 8.67D 7.50C Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang

sama tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan. Dari hasil penelitian pada tabel 4 dapat dilihat bahwa pada pengamatan pertambahan tinggi tanaman berbeda sangat nyata pada pengamatan 14-84 hari setelah inokulasi pada faktor perlakuan pemberian inokulum Fusarium oxysporum f.sp. cubense dan Radopholus similis. Pada pengamatan 84 hari setelah inokulasi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan C0 (Kontrol) berbeda sangat nyata terhadap perlakuan C1 (Radopholus similis . 500 Juvenil infektif), C2 (Fusarium oxysporum f.sp. cubense. 20 gr/ polibag) dan C3 (Radopholus similis.500 Juvenil infektif dan Fusarium

oxysporum f.sp. cubense. 20 gr/ polibag). Pada pengamatan 84 hsi peralakuan C1 tidak

berbeda sangat nyata terhadap C2 tetapi berbeda sangat nyata terhadap perlakuan lainnya

Pada pengamatan 84 hsi pertambahan tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan pemberian inokulum adalah C0 (Kontrol) yaitu 16,83 cm yang diikuti dengan perlakuan C2 (Fusarium oxysporum f.sp. cubense. 20 gr/ polibag) 12,17 cm, C1 (Radopholus

similis . 500 Juvenil infektif) 11,00 cm dan yang terendah C3 (Radopholus similis.500


(46)

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

14hsi 28hsi 42hsi 56hsi 70hsi 84hsi Pengamatan P e rt a m b a h a n T in g g i T a n a m a n ( cm ) C0 C1 C2 C3

Pertambahan tinggi tanaman dengan perlakuan inokulum Radopholus similis lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan Fusarium oxysporum f.sp. cubense. Penghambatan pertumbuhan tinggi tanaman pada setiap tanaman yang diinokulasi dengan radopholus similis dikarenakan terjadinya kerusakan jaringan akar yang mengakibatkan berkurangnya penyerapan unsur hara dan air yang berada di tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Dropkin (1991) yang menyatakan Radopholus Similis disebut nematoda penggurus sehubung dengan prilakunya di dalam akar. Di akar masuk kedalam parenkim korteks tempat nematoda bergerak aktip dan merusak sel-sel sambil makan. Rongga makin berkembang dan membesar. Pangkal akar tanaman pisang rusak dan terjadinya kematian sel-sel. untuk melihat perbedaan pertambahan tinggi tanaman pada pemberian inokulum dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10 : Histogram rataan pertambahan tinggi tanaman pada perlakuan pemberianinokulum pada setiap waktu pengamatan

3.2Pengaruh Faktor Kultivar Pisang (V) Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman Pisang

Hasil pengamatan pertambahan tinggi tanaman. Pada setiap waktu pengamatan mulai dari 14-84 hari setelah inokulasi dapat dilihat pada lampiran 2 .Dari


(47)

hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa faktor kultivar berbeda sangat nyata. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5 : Uji Beda Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) Pisang Pada Fakor Kultivar Pisang (V) pada pengamatan 14-84 hsi

Perlakuan Pengamatan

14hsi 28hsi 42hsi 56hsi 70hsi 84hsi V1 6.917B 7.00B 7.08B 6.58B 7.58C 7.00B V2 10.00A 9.33A 11.08A 10.25A 10.92A 8.58A V3 7.67B 7.75B 7.58B 7.08B 8.92B 8.17B Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

Dari tabel 5 dapat dilihat pada pengamatan Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) Pisang pada pengamatan 14-84 hsi berbeda sangat nyata pada perlakuan kultivar pisang (V). Pada pengamatan 84 hsi perlakuan kultivar pisang V1 (Barangan) berbeda sangat nyata terhadap V2 (Kepok) tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan V3 (Raja). 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

14hsi 28hsi 42hsi 56hsi 70hsi 84hsi

Pengamatan P e rt a m b a h a n T in g g i T a n a m a n ( cm ) V1 V2 V3

Gambar 11 : Histogram rataan pertambahan tinggi tanaman pada perlakuan kultivar pisang (V) pada setiap waktu pengamatan


(48)

Dari histrogram diatas dapat kita lihat bahwa pertambahan tinggi tanaman pada setiap waktu pengamatan mengalami perubahan. Pada pengamatan 84 hsi dapat dilihat pertambahan tinggi tanaman (cm) tertinggi terdapat pada perlakuan V2 (Kepok) setinggi 8,58 cm yang diikuti perlakuan V3 (Raja) 8,17 cm dan yang terendah pada perlakuan V1 (Barangan) yaitu 7,00 cm. Hal ini dikarenakan struktur morfologi dari kultivar pisang satu sama lainnya saling berbeda hal ini dapat dilihat pada deskripsi tanaman pada lampiran 6 Dimana adanya perbedaan tinggi batang pisang berdasrkan kultivarnya. Sehingga pertambahan tinggi masing-masing kultivar pun berbeda.

2.3.Pengaruh Faktor Interaksi Perlakuan Inokulum (C) dengan Kultivar Pisang (V) Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman (cm)

Pengamatan pertambahan tinggi tanaman (cm) pada interaksi perlakuan inokulum (C) dengan kultivar pisang (V) pada pengamatan 14-84 hsi dapat dilihat pada lampiran 2

Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa faktor interaksi perlakuan inokulum (C) dengan kultivar pisang (V) yang berbeda berpengaruh sangat nyata pada pengamatan 14-84 hsi. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda sangat nyata dilakukan Uji Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6 : Rataan Interaksi Perlakuan Inokulum (C) dengan Kultivar Pisang (V) Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman (cm)

Perlakuan Pengamatan

14hsi 28hsi 42hsi 56hsi 70hsi 84hsi

C0V1 8.67B 10.00B 12.33B 9.33C 12.00B 10.67A

C0V2 11.33A 13.67A 18.33A 16.00A 17.33A 9.67B

C0V3 10.33A 11.00B 13.33B 11.33B 13.67B 13.33A

C1V1 7.67B 7.67C 6.00F 5.67D 5.67E 6.33C

C1V2 11.33A 10.33B 9.33D 8.33C 8.67D 8.67B

C1V3 6.33C 7.67C 6.67E 5.67D 7.33D 7.00C

C2V1 6.67C 6.00C 7.67E 7.33D 8.00D 7.00C


(49)

C2V3 8.67B 7.67C 7.00E 7.67C 8.33D 7.33B

C3V1 4.67D 4.33D 2.33G 4.00E 4.67E 4.00D

C3V2 6.67C 6.67C 5.33F 6.67D 6.33E 6.00C

C3V3 5.33D 4.67D 3.33G 3.67E 6.33E 5.00C

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada pengamatan 14-84 hari setelah inokulasi masing – masing perlakuan berbeda sangat nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman (cm) pisang . Pada pengamatan 84 hsi C0V1 berbeda sangat nyata terhadap C0V2, C1V1,C1V2, C1V2, C2V1, C2V2, C2V3, C3V1, C3V2 dan C3V3 tetapi C0V1 tidak berbeda sangat nyata terhadap perlakuan C0V3

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00

C0V1 C0V2 C0V3 C1V1 C1V2 C1V3 C2V1 C2V2 C2V3 C3V1 C3V2 C3V3

Perlakuan P e rt a m b a h a n T in g g i T a n a m a n ( cm ) Pengamatan 14hsi Pengamatan 28hsi Pengamatan 42hsi Pengamatan 56hsi Pengamatan 70hsi Pengamatan 84hsi

Gambar 12 : Histogram Rataan Faktor Interaksi Perlakuan Inokulum (C) dengan Kultivar Pisang (V) Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman (cm)

Pengaruh faktor interaksi perlakuan Inokulum (C) dengan kultivar pisang (V) terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) berpengaruh sangat nyata pada pengamatan 14-84 hsi. Pada pengamatan 84 hsi pertambahan tinggi tanaman (cm) yang tertinggi terdapat pada perlakuan C0V2(Tanpa Radopholus similis dan Fusarium


(50)

C2V2 (Fusarium oxysporum f.sp. cubense. 20 gr/ polibag pisang Kepok) 10,00 cm, C0V2 (Tanpa Radopholus similis dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense pisang kepok) 9,67 cm, C1V (Radopholus similis . 500 Juvenil infektif pisang Kepok) 8,67 cm, C2V3 (Fusarium oxysporum f.sp. cubense. 20 gr/ polibag pisang Raja) 7,33 cm, C1(Radopholus similis . 500 Juvenil infektif pisang Raja) 7,00 cm, C2V1 (Fusarium

oxysporum f.sp. cubense. 20 gr/ polibag pisang Barangan) 7,00 cm, C1V1 (Radopholus similis . 500 Juvenil infektif pisang Barangan) 6,33 cm, C2V3 (Fusarium oxysporum

f.sp. cubense. 20 gr/ polibag pisang Raja) 6,00 cm, C3V3 (Radopholus similis.500 Juvenil infektif dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense. 20 gr/ polibag pisang Raja) 5,00 cm dan yang terendah adalah perlakuan C3V1 (Radopholus similis.500 Juvenil infektif dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense. 20 gr/ polibag pisang Barangan) 4,00 cm. Hal ini terjadi karena aktivitas dari inokulum baik Radopholus similis maupun Fusarium

oxysporum f.sp. cubense pada jaringan akar tanaman. Kedua patogen ini dapat merusak

sel sel akar tumbuhan sehingga pembentukan zat pengatur tumbuh tanaman terhambat yang mengakibatakn penyerapan zat pengatur tumbuh oleh tanaman berkurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dropkin (1991) kerusakan akar tanaman menyebabakan terhambatanya penyerapan zat pengatur tumbuh sehingga pertumbuhan dan perkembangan akar terhambat yang mengakibatkan tanaman menjadi lebih pendek.


(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Intensitas serangan layu Fusarium tertinggi pada perlakuan C3 ( Radopholus

similis 500 juvenil infektif dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense 20 gr/polibag)

yaitu 90% yang diikuti dengan perlakuan C2 (Fusarium oxysporum f.sp. cubense 20 gr/polibag) yaitu 63,33%,C0 (Kontrol) tidak menunjukkan gejala serangan sedangkan perlakuan C1 (Radopholus similis 500 juvenil infektif) menunjukkan gejala layu tetapi tidak terdapat diskolorisasi pada bonggol.

2. Intensitas serangan layu Fusarium pada perlakuan V1 (pisang Barangan) yaitu 31,67% kemudian V3 (Pisang Raja) yaitu 26,67% dan yang terendah V2 (Pisang kepok) yaitu 18,33%.

3. Intensitas serangan layu Fusarium tertinggi pada perlakuan C3V1 yaitu 73,33%, C3V3 yaitu 60%, C2V1 yaitu 53,33%, C3V2 yaitu 46,67%, C2V3 yaitu 46,67%, C2V2 yaitu 26,67% dan yang terendah C0V1, C0V2, , C1V1, C1V2, C1V3 tidak mengalami gejala Serangan.

4. Pertambahan tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan C0 yaitu 16,83 cm yang diikuti dengan perlakuan C2 yaitu 12,17 cm, C1 yaitu 11,00 cm dan yang terendah C3 yaitu 7,50 cm.

5. Pertambahan tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan C0V3 yaitu 13,33cm, yang diikutu C0V1 yaitu 10,67cm, C2V2 yaitu 10,00cm, C0V2 yaitu 9,67cm, C1V2 yaitu 8,67cm, C2V3 yaitu 7,33cm, C1V3 yaitu 7,00cm, C2V1 7,00, C1V1 yaitu 6,33cm, C2V3 yaitu 6,00cm, C3V3 yaitu 5,00cm, dan yang terendah C3V1


(52)

Saran

Perlu diadakan penelitian tingkat lanjut sinergi nemtoda Radopholus similis dengan jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense terhadap penyakit layu Fusarium dengan jumlah juvenille infektif yang berbeda serta kerapatan konidia yang berbeda pada kultivar pisang yang berbeda.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, A. M.,2003. Identifikasi dan Pengelolaan Nematoda Parasit Tumbuhan. IPB Press, Bogor.

Alexopoulus, C, J., C. W. Mims., 1979. Intoductory Mycology 3 edition. Jhon Wiley and Sons, New York. P 567.

Agrios, G. N., 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi Ketiga. UGM Press, Yogyakarta. Hlm 626.

Bangun, M. K., 1980. Perancangan Percobaan Untuk Analisa Data. Fakultas Pertanian. USU Press, Medan. Halm 24-25.

Brown, J. F., A. Kerr., F. D. Morgan., 1975. Plant Protection. Australian Vice Chancellors Commite, Australia. P 54.

Ditlin., 2009. Layu Fusarium. Diakses Dari

http--ditlin hortikultura_deptan_go id-opt-pisang-pis1_JPG.htm.

Tanggal 26 Februari 2009.

Dropkin, V. H., 1991. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Terjemahan Suprapto. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm 136-138

Frohlich. G., W. Rodewaid., 1970. Pest And Diseases Of Tropical Crops and Their Control. Pergamon Press. London. P 31.

Gandjar, I., S. A Robert., A. Iman., T. K. V. Vermeulen., 1999. Pengenalan Kapang Tropik. Obor Indonesia, Jakarta. Hlm 68.

INIBAP., 1994. IMTP Phase II Tecnichal Giude For Fusarium Wilt Sites International. Network for the Impropment of Banana and Plantain.

Lubis. L.dan M. I. Pinem., 2004. Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura. FP USU, Medan. Hlm 41-42.

Luc, M., R. A. Sikora., and J. Bridge., 1995. Nematoda Parasitik Tumbuhan di Pertanian Sub Tropik dan Tropik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm 582-584.

Marin, D. H., B. Turner., K. R. Barker., 1998. Plant Diseases The American Phytopathological Society, USA. P 194-197.

Mehrotra, D., 1983. Plant Pathology. Tata Mc Grow Hill Publishing Co Ltd, New Delhi. P 74-75.

Ngarho, C. O., 2009. Budidaya Pisang. Diakses Dari Tanggal 26 Februari 2009.


(54)

Padil., 2009. Panaman Diseases of Banana. Diakses Dari http--www_padil_gov_au-img_aspxid=7977&s=s.mht. Tanggal 26 Februari 2009. Ploetz RC., J, E. Thomas., Slabaugh ,W.R., 2003 Diseases of Banana and Plantain.

Diseases of Tropical Fruit Crops. CABI Publishing Wallingford, UK. P.73-134.

Sasser, J. W., 1971. An Introduction To Plant Nematode Problem Effecting World Crops and Survey Of Current Control Methods. Pflanzenschela Nachnehten. Bayer. 24/1971 (1) Vol XXIX. Dikutip dari: Lisnawita., 1998. Analisis Potensi Sinergisme Radopholus similis Cobb dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense (E. F Smith) Synd & Hans Dalam Perkembangan Layu Fusarium Pada Pisang. IPB Press, Bogor.

Satuhu, S., A. Supriyadi., 1991. Budidaya Pisang. Pengolahan dan Prospek Pasar. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm 8-11.

Semangun. H., 1996. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm 555-561.

Semangun. H., 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm 169-170.

Siddiqi, M. R., 1996. Tylenchida Parasit Of Plants and Insecs. Commentwelth Institute Of Patology. . Dikutip dari: Lisnawita., 1998. Analisis Potensi Sinergisme

Radopholus similis Cobb dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense (E. F Smith)

Synd & Hans Dalam Perkembangan Layu Fusarium Pada Pisang. IPB Press, Bogor.

Shurtleff. M. C., C. W. Averre III., 2000. Diagnosis Plant Diseases Caused By Nematodes. APS Press, Minesota. P 124.

Singh. R. S., 2000. Plant Disease. Seventh Edition. Oxford and Tbh Publishing, New delhi. P 516-517.

Stover, R. H., 1970., Banana Root Diseases Caused By Fusarium oxysporum f,sp cubense, Pseudomonas solanacaerum and Radopholus similis: A Comperative study Ofd Life Cycle in Raltianthip To Control In Tousson. University 0f California Press. P 461.

Sugiharto, S., 1983. Pengantar Nematologi Tumbuhan. IPB Press, Bogor. Hlm 160-162.


(55)

Sulistyorini., Mulyani., dan Sulistyowati, L., 1995. Antagonisme Jamur Trichoderma sp Dengan Jamur Fusarium oxysporum f.sp. Cubense. Pada Tanaman Pisang di Rumah Kaca. Prosiding Kongres Nasional XVIII dan Seminar Ilmiah PFI Mataram. Hlm 573-576.

Sunarjono, H., 2004., Budidaya Pisang Dengan Bibit Kultur Jaringan. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm 6-9.

Untung, K., 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm 139-141.

Weber, G. F., 1973. Bacterial and Funggal Disease of Plants the Tropics. University of Florida Press, Gainesville. P 43.


(56)

BAGAN PERCOBAAN

Lampiran 1 U

II I III

V S

Keterangan

C0 : Tanpa Radopholus similis dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Kontrol) C1 : Radopholus similis . 500Juvenil infektif

C2 : Fusarium oxysporum f.sp. cubense. 20 gr/ polibag C3 : Radopholus similis.500 Juvenil infektif dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense. 20 gr/ polibag V1 : Pisang Barangan

V2 : Pisang Kepok V3 : Pisang Raja Lampiran 2 C0V3 C2V3 C3V1 C1V3 C0V1 C2V2 C1V1 C1V1 C2V1 C2V1 C0V1 C1V3 C1V2 C3V2 C0V3 C0V2 C3V2 C3V3 C2V2 C1V2 C0V2 C3V1 C2V3 C3V3 C2V1 C3V1 C0V3 C1V2 C1V3 C0V2 C1V1 C3V3 C2V2 C0V1 C3V2 C2V3


(57)

Foto Penalitian:

Gambar: Biakan murni Fusarium oxysporum f.sp. cubense


(58)

Gambar: Lahan Penelitian

Gambar: Lahan Penelitian


(59)

Ganbar: Penginokulasian Fusarium oxysporum f.sp. cubense


(60)

Gambar: Tanaman Pada Perlakuan C0V1, C1V1, C2V1, C3V1.


(61)

Gambar: Tanaman Pada Perlakuan C0V2, C1V2, C2V2, C3V2.


(62)

Gambar: Tanaman Pada Perlakuan C0V3, C1V3, C2V3, C3V3.


(63)

Radopholus similis

Konidia Foc

Radopholus similis

Gambar: Konidia Fusarium oxysporum f.sp cubense dan nematoda Radopholus similis

Konidia Foc

Radopholus similis


(64)

Lampiran 3

Intensitas Serangan Penyakit

intensitas serangan 30 hsi

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

I II III

C0V1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

C0V2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

C0V3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

C1V1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

C1V2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

C1V3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

C2V1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

C2V2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

C2V3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

C3V1 20,00 0,00 20,00 40,00 13,33

C3V2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

C3V3 0,00 0,00 20,00 20,00 6,67

Total 20,00 0,00 40,00 60,00

Rataan 1,67 0,00 3,33 1,7

Tabel Dwikasta Rataan

Perlakuan Ulangan Total Rataan

V1 V2 V3

C0 6,11 6,11 6,11 18,33 9,17 C1 6,11 6,11 6,11 18,33 9,17 C2 6,11 6,11 6,11 18,33 9,17 C3 19,75 6,11 12,93 38,79 19,39 Total 38,08 24,44 31,26 93,78

Rataan 9,52 6,11 7,81 11,72

Tabel Dwikasta Total

Perlakuan Ulangan Total Rataan

V1 V2 V3

C0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 C1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 C2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 C3 40,00 0,00 20,00 60,00 30,00 Total 40,00 0,00 20,00 60,00


(65)

Tabel Dwikasta Rataan

Perlakuan Ulangan Total Rataan

V1 V2 V3

C0 6,11 6,11 6,11 18,33 9,17 C1 6,11 6,11 6,11 18,33 9,17 C2 46,92 30,79 43,08 120,79 60,39 C3 59,21 43,08 51,14 153,43 76,72 Total 118,36 86,08 106,44 310,88


(66)

intensitas serangan 30 hsi Transformasi Arc Sin√x

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

I II III

C0V1 6,11 6,11 6,11 18,33 6,11

C0V2 6,11 6,11 6,11 18,33 6,11

C0V3 6,11 6,11 6,11 18,33 6,11

C1V1 6,11 6,11 6,11 18,33 6,11

C1V2 6,11 6,11 6,11 18,33 6,11

C1V3 6,11 6,11 6,11 18,33 6,11

C2V1 6,11 6,11 6,11 18,33 6,11

C2V2 6,11 6,11 6,11 18,33 6,11

C2V3 6,11 6,11 6,11 18,33 6,11

C3V1 26,57 6,11 26,57 59,24 19,75

C3V2 6,11 6,11 6,11 18,33 6,11

C3V3 6,11 6,11 26,57 38,79 12,93

Total 93,78 73,32 114,23 281,33

Rataan 7,81 6,11 9,52 7,8

Tabel Dwikasta Total Arc Sin √x

Perlakuan Ulangan Total Rataan

V1 V2 V3

C0 18,33 18,33 18,33 54,99 18,33 C1 18,33 18,33 18,33 54,99 27,50 C2 18,33 18,33 18,33 54,99 27,50 C3 59,24 18,33 38,79 116,36 58,18 Total 114,23 73,32 93,78 281,33

Rataan 28,56 18,33 23,44 32,87

Daftar Sidik Ragam Arc Sin √x

SK db JK KT Fhit F0.05 F.01

Ulangan 2 69,73 34,87 1,57 tn 3.44 5,72

Perlakuan 11 592,75 53,89 2,43 * 2.26 3,18

C 3 313,81 104,60 4,71 * 3.05 5,72

V 2 69,73 34,87 1,57 tn 3.44 4,82

C x V 6 209,20 34,87 1,57 tn 2.55 3,76

Galat 22 488,14 22,19

Total 35 1150,63

* nyata

FK 2198,44 ** sangat nyata


(67)

Uji Jarak Duncan Faktor C

SY 2,22 2,66 2,33 2,13 12,20

P 2 3 4 5

SSR 0.05 2,93 3,08 3,17 3,24

LSR 0.05 6,51 6,84 7,04 7,19

Perlakuan C1 C2 C0 C3

Rataan 9,17 9,17 9,17 19,39

.a b


(68)

intensitas serangan 60 hsi

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

I II III

C0V1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

C0V2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

C0V3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

C1V1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

C1V2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

C1V3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

C2V1 20,00 20,00 40,00 80,00 26,67

C2V2 0,00 0,00 20,00 20,00 6,67

C2V3 20,00 0,00 20,00 40,00 13,33

C3V1 40,00 40,00 60,00 140,00 46,67

C3V2 20,00 20,00 20,00 60,00 20,00

C3V3 40,00 40,00 20,00 100,00 33,33

Total 140,00 120,00 180,00 440,00

Rataan 11,67 10,00 15,00 12,22

Tabel Dwikasta Rataan

Perlakuan Ulangan Total Rataan

V1 V2 V3

C0 6,11 6,11 6,11 18,33 9,17 C1 6,11 6,11 6,11 18,33 9,17 C2 30,79 12,93 17,56 61,27 30,64 C3 43,08 26,57 35,01 104,65 52,33 Total 86,08 51,71 64,79 202,59

Rataan 21,52 12,93 16,20 25,32

Tabel Dwikasta Total

Perlakuan Ulangan Total Rataan

V1 V2 V3

C0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 C1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 C2 80,00 20,00 40,00 140,00 70,00 C3 140,00 60,00 100,00 300,00 150,00 Total 220,00 80,00 140,00 440,00


(69)

Tabel Dwikasta Rataan

Perlakuan Ulangan Total Rataan

V1 V2 V3

C0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 C1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 C2 26,67 6,67 13,33 46,67 23,33 C3 46,67 20,00 33,33 100,00 50,00 Total 73,33 26,67 46,67 146,67


(1)

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F0.05 F.01

Ulangan 2 6,89 3,44 4,80 ** 3.44 5,72

Perlakuan 11 461,64 41,97 58,52 ** 2.26 3,18

C 3 377,64 125,88 175,52 ** 3.05 5,72

V 2 67,56 33,78 47,10 ** 3.44 4,82

C x V 6 16,44 2,74 3,82 ** 2.55 3,76

Galat 22 15,78 0,72

Total 35 484,31

* nyata

FK 3006,69 ** sangat nyata

KK 9,27 tn tidak nyata

Uji Jarak Duncan Faktor C

SY 0,40 7,07 9,17 12,12 19,76

P 2 3 4 5

SSR 0.01 3,99 4,17 4,28 4,36

LSR 0.01 1,59 1,66 1,71 1,74

Perlakuan C3 C1 C2 C0

Rataan 8,67 10,83 13,83 21,50

.A .B

.C .D

Faktor V

SY 0,30

P 2 3 4

SSR 0.01 3,99 4,17 4,28

LSR 0.01 1,19 1,25 1,28

Perlakuan V1 V3 V2

Rataan 7,58 8,92 10,92

.A

.B


(2)

Uji Jarak Duncan Faktor C x V

SY 0,40 3,07 4,00 4,62 4,59 5,57 6,21 6,52 6,84 9,50 10,14 11,81 15,47

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

SSR 0.01 3,99 4,17 4,28 4,36 4,42 4,48 4,53 4,57 4,60 4,65 4,65 4,67 LSR 0.01 1,59 1,66 1,71 1,74 1,76 1,79 1,81 1,82 1,84 1,86 1,86 1,86

Perlakuan C3V1 C1V1 C3V3 C3V2 C1V3 C2V1 C2V3 C1V2 C2V2 C0V1 C0V3 C0V2 Rataan 4,67 5,67 6,33 6,33 7,33 8,00 8,33 8,67 11,33 12,00 13,67 17,33 .A B

.C D


(3)

Pertambahan tinggi tanaman 84 hsi

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

I II III

C0V1 10,00 10,00 12,00 32,00 10,67

C0V2 9,00 12,00 8,00 29,00 9,67

C0V3 13,00 14,00 13,00 40,00 13,33

C1V1 6,00 6,00 7,00 19,00 6,33

C1V2 9,00 8,00 9,00 26,00 8,67

C1V3 7,00 6,00 8,00 21,00 7,00

C2V1 8,00 8,00 5,00 21,00 7,00

C2V2 11,00 10,00 9,00 30,00 10,00

C2V3 9,00 6,00 7,00 22,00 7,33

C3V1 4,00 4,00 4,00 12,00 4,00

C3V2 6,00 7,00 5,00 18,00 6,00

C3V3 6,00 6,00 3,00 15,00 5,00

Total 98,00 97,00 90,00 285,00

Rataan 8,17 8,08 7,50 7,92

Tabel Dwikasta Total

Perlakuan Ulangan Total Rataan

V1 V2 V3

C0 32,00 29,00 40,00 101,00 33,67 C1 19,00 26,00 21,00 66,00 33,00 C2 21,00 30,00 22,00 73,00 36,50 C3 12,00 18,00 15,00 45,00 22,50 Total 84,00 103,00 98,00 285,00

Rataan 21,00 25,75 24,50 31,42

Tabel Dwikasta Rataan

Perlakuan Ulangan Total Rataan

V1 V2 V3

C0 10,67 9,67 13,33 33,67 16,83 C1 6,33 8,67 7,00 22,00 11,00 C2 7,00 10,00 7,33 24,33 12,17 C3 4,00 6,00 5,00 15,00 7,50 Total 28,00 34,33 32,67 95,00


(4)

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F0.05 F.01

Ulangan 2 3,17 1,58 1,06 tn 3.44 5,72

Perlakuan 11 230,75 20,98 14,06 ** 2.26 3,18

C 3 178,31 59,44 39,82 ** 3.05 5,72

V 2 16,17 8,08 5,42 ** 3.44 4,82

C x V 6 36,28 6,05 4,05 ** 2.55 3,76

Galat 22 32,83 1,49

Total 35 266,75

* nyata

FK 2256,25 ** sangat nyata

KK 15,43 tn tidak nyata

Uji Jarak Duncan Faktor C

SY 0,58 5,20 8,60 9,70 14,32

P 2 3 4 5

SSR 0.01 3,99 4,17 4,28 4,36

LSR 0.01 2,30 2,40 2,46 2,51

Perlakuan C3 C1 C2 C0

Rataan 7,50 11,00 12,17 16,83

.A B

.C

Faktor V

SY 0,43 5,28 6,37 6,73

P 2 3 4

SSR 0.01 3,99 4,17 4,28

LSR 0.01 1,72 1,80 1,85

Perlakuan V1 V3 V2

Rataan 7,00 8,17 8,58

.A


(5)

Faktor C x V

SY 0,58 1,70 2,60 3,54 3,82 4,45 4,42 4,72 6,03 7,02 7,32 7,99 10,64

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

SSR 0.01 3,99 4,17 4,28 4,36 4,42 4,48 4,53 4,57 4,60 4,65 4,65 4,67 LSR 0.01 2,30 2,40 2,46 2,51 2,55 2,58 2,61 2,63 2,65 2,68 2,68 2,69

Perlakuan C3V1 C3V3 C3V2 C1V1 C2V1 C1V3 C2V3 C1V2 C0V2 C2V2 C0V1 C0V3 Rataan 4,00 5,00 6,00 6,33 7,00 7,00 7,33 8,67 9,67 10,00 10,67 13,33 A B

C .D


(6)

Lampiran 5 Deskripsi Pisang Pisang Kepok

Tinggi : 3-3,5m

Warna batang : Hijau muda sampai hijau tua

Warna daun : bagian atas hijau, mengkilap terdapat lapisan lilin dan bagian bawah hijau muda (bertepung)

Berat tandan : 50kg

Warna daging buah : kuning keputuh putihan Sisiran dalam tandan : 6-12

Jumlah buah pada sisiran : 10-20

Umur panen : 4 bulan sejak jantung keluar

Pisang barangan

Tinggi : 2,5-3 m

Warna batang : Hijau kemerahan, terdapat bercak hitam

Warna daun : bagian atas hijau, mengkilap terdapat lapisan lilin dan bagian bawah hijau muda (bertepung)

Panjang tandan buah : 60-100 cm Berat tandan : 15-30kg

Warna daging buah : putih kekuningan Sisiran dalam tandan : 8-13

Jumlah buah pada sisiran : 12-22

Umur panen : 3- 3,5 bulan sejak jantung keluar

Pisang Raja

Tinggi : 3-3,5m

Warna batang : Hijau kemerahan merah mudaan dan mngkilap

Warna daun : bagian atas hijau, mengkilap terdapat lapisan lilin dan bagian bawah hijau muda (bertepung)

Panajng tandan buah : 50-60 cm

Berat tandan : 7-15kg

Warna daging buah : kuning kemerah merahan Sisiran dalam tandan : 6-8

Jumlah buah pada sisiran : 13-18


Dokumen yang terkait

Penggunaan Jamur Antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. untuk Mengendalikan Penyakit Layu (Fusarium oxysporum) pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

9 157 125

Uji Efektifitas Jamur Antagonis Trichoderma sp. Dan Gliocladium sp. Untuk Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium

23 267 52

Pengelompokan Isolat Fusarium oxysporum f.sp.cubense Dari Beberapa Jenis Pisang (Musa spp.) Serta Uji Antagonisme Fusarium oxyspomm Non Patogenik Dan Trichoderma koningii Di Laboratorium

0 30 85

Potensi Cendawan Endofit Dalam Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.SP. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis COBB. Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 42 58

Teknik PHT Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysforum f. sp capsici Schlecht) Pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum armuum L.) di Dataran Rendah.

0 27 138

Uji Antagonis Trichoderma spp. Terhadap Penyakit Layu (Fusarium oxysforum f.sp.capsici) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L) Di Lapangan

3 52 84

Uji Sinergisme F.oxysporum f.sp cubense Dan Nematoda Parasit Tumbuhan Meioidogyne spp. Terhadap Tingkat Keparahan Penyakit Layu Panama Pada Pisang Barangan (Musa sp.) di Rumah Kassa

0 39 72

Uji Efektivitas Pestisida Nabati Terhadap Perkembangan Penyakit Layu Fusarium ( Fusarium oxysporum f.sp cúbense ) Pada Beberapa Varietas Tanaman Pisang ( Musa paradisiaca L. )

2 30 74

Uji Efektifitas Beberapa Fungisida Untuk Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysforum (schlecht.) f.sp lycopersici (sacc.) Synd.ei Hans Pada Tanaman Tomat (Lycopersicum Esculentum Mill)

4 63 70

Potensi Cendawan Endofit Dalam Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.SP. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis COBB. Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 0 15