Palatability and Growth of eel Anguilla marmorata with Attractant Squid Meal and Shrimp Meal

(1)

PALATABILITAS DAN PERTUMBUHAN SIDAT

Anguilla

marmorata

DENGAN PEMBERIAN ATRAKTAN TEPUNG

CUMI DAN TEPUNG UDANG REBON

ANGGA KURNIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Palatabilitas dan Pertumbuhan Sidat Anguilla marmorata dengan Pemberian Atraktan Tepung Cumi DanTepung Udang Rebon adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013 Angga Kurniawan NIP C151110191


(4)

RINGKASAN

ANGGA KURNIAWAN. Palatabilitas dan Pertumbuhan Sidat Anguilla marmoratadengan Pemberian Atraktan Tepung Cumi dan Tepung Udang Rebon. Dibimbing oleh NUR BAMBANG PRIYO UTOMO DAN TATAG BUDIDARDI.

Ikan sidat merupakan komoditas perikanan yang bernilai jual tinggi sekitar dan disukai pasar internasional. Permasalahan yang paling dominan pada budidaya ikan sidat adalah pendederan fase awal stadia larva dan elver. Hal ini karena pada stadia tersebut sidat sulit beradaptasi dengan pakan buatan (pelet) sehingga mengakibatkan sidat memiliki bobot tubuh rendah dan pertumbuhan yang lambat. Pertumbuhan yang lambat sangat mempengaruhi kinerja produksi yaitu dengan meningkatnya waktu pemeliharaan dan biaya produksi. Dengan pemberian atraktan diharapkan dapat meningkatkan palatabilitas sehingga pertumbuhan dapat ditingkatkan.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan pakan tanpa atraktan (K), pakan dengan atraktan tepung udang rebon 2 % (R), pakan dengan atraktan tepung cumi sebanyak 2 % (C), serta pakan dengan atraktan cumi dan rebon (CR), yang masing-masing diulang 3 kali. Ikan dipelihara dalam akuarium berukuran 100x50x40 cm3 dengan sistem resirkulasi sebanyak 60 ekor per akuarium dengan bobot rata-rata 3 ± 0.50 g. Pakan diberikan 4 kali sehari, yaitu pukul 05.00, 11.00, 16.00 dan 21.00 secara at satiation (sekenyangnya). Ikan dipelihara selama 45 hari dengan pengambilan contoh setiap 15 hari sekali.

Hasil pengamatan menunjukkan jumlah konsumsi pakan berkisar antara 101.49 g hingga 159.66 g, Rata-rata laju pertumbuhan harian berkisar antara 0.64 % hingga 0.92 %, efisiensi pakan berkisar antara 64.06 % hingga 76.77 %, serta sintasan berkisar antara 91.82 % hingga 99.44 %. Perlakuan yang memberikan pengaruh terbaik terhadap jumlah konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan adalah perlakuan dengan atraktan tepung cumi 2%.


(5)

SUMMARY

ANGGA KURNIAWAN Palatability and Growth of eelAnguilla marmoratawith Attractant Squid Meal and Shrimp Meal. Supervised by NUR BAMBANG PRIYO UTOMO and TATAG BUDIARDI.

. Eel is a commodity that high value around and favored international markets. The most dominant issues in eel farming is the initial phase separating larval stadia and Elver. This is because at the stadia is difficult eel adapt to artificial feed (pellets), resulting in eels have a low body weight and slow growth. Slow growth greatly affects the performance of the production of increased maintenance time and cost of production. By providing attractants expected to increase palatability so that growth can be improved.

The study was conducted using a completely randomized design with treatments without feed attractants (K), feed with shrimp powder attractant rebon 2% (R), feed attractant flour with squid as much as 2% (C), as well as the feed attractants squid and small shrimp (CR) , each of which was repeated 3 times. Fish kept in aquariums measuring 100x50x40 cm3 with a recirculation system as much as 60 individuals per aquarium with an average weight of 3 g ± 0:50. Feed given 4 times a day, ie at 05.00, 11:00, 16:00 and 21:00 are at satiation (sekenyangnya). Fish maintained for 45 days with sampling every 15 days.

The results showed the amount of feed intake ranged from 101.49 g to 159.66 g, average daily growth rate ranged from 0.64% to 0.92%, feed efficiency ranged from 64.06% to 76.77%, and the survival rate ranged from 91.82% to 99.44%. Treatment gives the best effect on the amount of feed intake, daily growth rate and feed efficiency were treated with 2% squid meal attractant.


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

PALATABILITAS DAN PERTUMBUHAN SIDAT

Anguilla

marmorata

DENGAN PEMBERIAN ATRAKTAN TEPUNG

CUMI DAN TEPUNG UDANG REBON

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(8)

Judul Tesis

Nama NIM

Palatabilitas dan Pertumbuhan Sidat Anguilla marmorata

dengan Pemberian Atraktan Tepung Cumi Dan Tepung Udang Rebon

Angga Kurniawan C151110191

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Nur ambang PU, MSi iardi, MSi Ketua

Diketahui oleh

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr Ir Sukenda, MSc


(9)

Judul Tesis : Palatabilitas dan Pertumbuhan Sidat Anguilla marmorata dengan Pemberian Atraktan Tepung Cumi Dan Tepung Udang Rebon

Nama : Angga Kurniawan

NIM : C151110191

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Nur Bambang PU, MSi Ketua

Dr Ir Tatag Budiardi, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr Ir Sukenda, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(10)

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini adalah Palatabilitas dan Pertumbuhan Sidat Anguilla marmorata dengan Pemberian Atraktan Tepung Cumi dan Tepung Udang Rebon.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nur Bambang Priyo Utomo, MSi dan Bapak Dr Ir Tatag Budiardi, MSi selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada rekan-rekan yang banyak membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, serta seluruh keluarga dan sahabat, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013


(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar belakang 1

Perumusan masalah 2

Tujuan penelitian 3

Manfaat penelitian 3

Hipotesis penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

SidatAnguilla marmorata 3

Kebutuhan nutrisi ikan sidat 4

Atraktan 5

3 METODE 6

Waktu dan tempat penelitian 6

Rancangan penelitian 6

Prosedur penelitian 6

Pengumpulan data 8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 10

5 SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 15

RIWAYAT HIDUP 23

DAFTAR TABEL

1. Kandungan gizi ikan sidat 1

2. Proksimat pakan kontrol, rebon , cumi dan cumi rebon 7

3. Profil asam amino pakan perlakuan (% protein) 8

4. Rerata jumlah konsumsi pakan (JKP), sintasan (S), laju pertumbuhan harian

(LPH) dan efisiensi pakan (EP) 10


(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Bobot rata-rata individu ikan sidat 12

2 Retensi protein dan retensi lemak 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur analisis proksimat 16

2 Analisis statistika 20


(14)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan sidat merupakan komoditas perikanan yang bernilai jual tinggi sekitar 12-15 US$/kg sidat hidup dan disukai pasar internasional (Ringuet 2002). Produksi sidat dunia pada tahun 2000 mencapai 200.000 ton dengan nilai US$ 300.000.000,- dan pada tahun 2010 mencapai 250.000 ton (FAO 2013). Negara-negara seperti Jepang, Hongkong, Jerman, Italia merupakan konsumen ikan sidat sehingga potensi ikan sidat sebagai komoditas ekspor sangat tinggi (Affandi 2005). Jepang mengimpor sidat tahun 1999 sebesar 65 ton dan meningkat pada tahun 2001 menjadi 85 ton (Ringuet 2002). Hal ini tentunya menjadi bukti bahwa sidat merupakan komoditas potensial ekspor yang menguntungkan. Ikan sidat memiliki rasa yang enak dan kandungan gizi yang tinggi. Suitha (2008) menyatakan daging ikan sidat memiliki kandungan vitamin A, EPA dan DHA cukup tinggi dibandingkan dengan bahan makanan yang lain (Tabel 1).

Tabel 1 Kandungan gizi ikan sidat (Suitha 2008)

Bahan Makanan Kandungan Vitamin A (IU/100 g) Kandungan EPA (mg/100 g) Kandungan DHA (mg/100 g)

Daging ikan sidat 4.700 1337 742

Hati ikan sidat 15.000 -

-Sarden 60 250 250

Mentega 1900 -

-Telur ayam 670 163-830 74-343

Ikan salmon 1 820 492

Ikan tenggiri 2,6 748 409

Ikan sidat mencapai ukuran konsumsi bila telah mencapai ukuran 120-500 g. Waktu yang dibutuhkan dari ukuran larva untuk mencapai ukuran 120 g adalah 8-9 bulan masa pemeliharaan (Sasongko et al. 2007 dalam Arief 2011). Permasalahan yang paling dominan pada budidaya ikan sidat adalah pendederan fase awal stadia larva dan elver. Hal ini karena pada stadia tersebut sidat sulit beradaptasi dengan pakan buatan (pelet) sehingga mengakibatkan sidat memiliki bobot tubuh rendah dan pertumbuhan yang lambat (Hirt Chabbert et al. 2012). Pertumbuhan yang lambat sangat berpengaruh terhadap waktu budidaya yang berkorelasi terhadap biaya produksi yang tinggi bagi para pembudidaya sidat (Hirt Chabbert et al. 2012). Selain itu, penggunaan pakan alami pada pendederan sidat cukup dominan dan penerimaan terhadap pakan buatan yang masih kurang menjadikan ikan sidat lambat tumbuh. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempercepat pertumbuhannya yaitu dengan pemberian pakan buatan yang ditambahkan atraktan sehingga ikan sidat menerima pakan dengan baik dan memenuhi kebutuhan nutrisi ikan sidat. Menurut Marui (1992), ikan sidat memiliki indera penciuman (olfactory) dan indera pengecap (gustatory) yang sensitif. Olfaktori merupakan indera jarak jauh bertugas memberikan isyarat


(15)

2

untuk mendekati makanan, sedangkan gustatori merupakan indera jarak dekat yang memegang peranan penting dalam keputusan menerima atau menolak makanan. Terdapat 3 fase dalam mencari makan, yaitu pengenalan makanan, mencari lokasi makanan, serta pakan dikonsumsi (Hertramp & Pascual 2000). Salah satu teknik untuk mengenalkan pakan pada organisme budidaya adalah dengan penggunaan atraktan yang dicampurkan ke dalam pakan. Yacoob dan Suresh (2003) menyatakan atraktan dalam pakan akan mengeluarkan sinyal kimia yang akan diterima oleh reseptor olfactory dan gustatory ikan, kemudian sinyal tersebut akan ditransmisikan ke central nervous system untuk diinterpretasikan sebagai makanan. Dengan mekanisme tersebut penggunaan atraktan dalam pakan diharapkan dapat berkorelasi positif terhadap palatabilitas dan pertumbuhan sidat.

Aroma pakan yang disebabkan atraktan dapat digunakan untuk menentukan kualitas pakan buatan karena erat kaitannya dengan penerimaan ikan terhadap pakan tersebut (Afrianto 2005). Aroma pakan ditentukan oleh jenis dan jumlah atraktan yang ditambahkan selama proses pembuatan pakan, penambahan atraktan yang dimaksud untuk merangsang ikan guna mendekati dan mengkonsumsi pakan buatan yang diberikan. Penambahan atraktan akan meningkatkan konsumsi pakan sehingga pertumbuhan ikan juga akan meningkat (Afrianto 2005). Atraktan mengandung sinyal yang memungkinkan hewan akuatik mengenali pelet lebih baik sebagai sumber makanan (Hertrampf & Pascual 2000).

Atraktan umumnya dihasilkan dari asam amino bebas, yang juga berperan sebagai komponen untuk memacu pertumbuhan, sumber energi dan bahan atraktan. Pakan benih ikan trout yang ditambahkan campuran asam amino bebas (L alanin, glisin, L histidin dan proline) memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan sidat (Kamstra & Heinsbroek 1991). Bahan lain yang dapat digunakan sebagai atraktan adalah tepung cumi dan tepung udang rebon karena mengandung glisin dan betain yang sangat penting untuk merangsang kebiasaan makan. Tepung cumi mengandung 619-928 mg glisin/betain/100 g daging cumi (Hertrampf & Pascual 2000). Gernat (2001) menyatakan kandungan asam amino bebas tepung udang (% protein) yaitu alanin 2,64 %, glisin 2,58 %, histidin 0,85 %, prolin 1,81 %. Peran atraktan sangat penting terhadap palatabilitas pakan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh sumber atraktan yang efektif menghasilkan palatabilitas ikan sidat yang terbaik.

Perumusan Masalah

Ikan sidat akan makan pakan yang diberikan apabila pakan mengeluarkan sinyal kimia yang diinterpretasikan oleh central neuro system sebagai makanan, salah satu cara untuk meningkatkan penerimaan pakan adalah dengan menambahkan atraktan. Pakan yang diberikan atraktan diharapkan dapat memberikan sinyal kimia yang khas sehingga ikan sidat mau memakan pakan tersebut. Pakan yang dimakan akan dapat digunakan oleh sidat sebagai sumber energi untuk tumbuh dan berkembang, sehingga dengan hal tersebut lama pemeliharaan sidat dapat lebih singkat karena pertumbuhannya relatif lebih cepat.


(16)

3

Tujuan Penelitian

Penelitan ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tepung cumi dan tepung udang rebon sebagai sumber atraktan serta kombinasi keduanya yang efektif menghasilkan palatabilitas dan pertumbuhan ikan sidat yang terbaik.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah merekomendasikan sumber atraktan yang baik dalam meningkatkan nafsu makan (palatabilitas pakan) sehingga berkorelasi positif terhadap pertumbuhan.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah pemberian atraktan yang tepat dapat meningkatkan palatabilitas sehingga pertumbuhan ikan sidat dapat meningkat.

2 TINJAUAN PUSTAKA

SidatAnguilla marmorata

Ikan sidat menurut Anonim (2013) mempunyai klasifikasi sebagai berikut

Filum : Chordata

Sub Filum : Craniata

Kelas : Teleostei

Sub Kelas : Actynopterigii

Ordo : Anguiliformes

Famili : Anguilidae

Genus : Anguilla

Spesies :Anguilla marmorata

Sidat adalah ikan bertulang belakang dari famili Anguillidae, memiliki sifat amphilihaline yaitu hewan akuatik yang sebagian siklus hidupnya di laut dan sebagian lagi di air tawar atau sungai (Ringuet 2002). Ikan sidat termasuk hewan katadromus, daur hidupnya terbagi menjadi tiga fase yaitu fase di lautan, fase di estuaria dan fase di sungai. Ikan sidat memijah di laut pada kedalaman sekitar 400 m dan setelah telurnya dikeluarkan telur-telur tersebut akan mengapung dekat permukaan air dan menetas menjadi leptocephalus. Pada fase ini larva akan mengalami perubahan bentuk atau metamorfosis menjadi bentuk ikan sidat yang sudah mirip dengan bentuk ikan dewasa tetapi tubuhnya belum memiliki pigmen sehingga disebut glass eel. Selanjutnya glass eel akan mengikuti arus ke arah


(17)

4

pantai, kemudian beruaya ke muara sungai. Kemudian setelah memasuki habitat tersebut, pigmentasi mulai terjadi sehingga glass eel berkembang menjadi elver yang akan bermigrasi ke arah hulu dan selanjutnya tumbuh menjadi ikan besar. Perkembangan dari elver hingga menjadi silver eel terjadi di perairan tawar. Ikan ini tinggal diperairan tawar selama 10-15 tahun, setelah dewasa ikan sidat akan beruaya ke laut dalam untuk memijah (Tesch 2003).

Benih sidat memiliki tingkah laku yang berbeda pada masing-masing fase jika dipelihara di dalam akuarium. Benih sidat yang ditangkap dari alam dan dipelihara di dalam akuarium memiliki empat stadia awal. Pada umur 1-4 hari ikan sidat tidak memakan apapun bersembunyi di bawah naungan seperti batu dengan tubuh yang masih transparan. Pada umur 4-10 hari sidat sudah mulai memakan cacing yang ada pada dasar akuarium di sekitar persembunyiannya. Pada hari ke 10-20 ikan sidat mulai berenang aktif selama namun tetap bersembunyi dan mendeteksi keberadaan makanan dengan organ penciumannya. Pada umur 21-30 hari, sidat dapat mendeteksi makanan dengan cepat walaupun bersembunyi dan menghabiskannya dalam waktu singkat, Pada fase ini sidat sudah mulai tumbuh dan dapat dilihat beberapa ikan dapat tumbuh lebih cepat.

Ikan sidat budidaya tumbuh dengan cepat pada suhu 23-28 oC. Untuk mencapai ukuran pasar (200 g/ekor) dibutuhkan 1,5 tahun pemeliharaan di Taiwan, sedangkan di Inggris dibutuhkan waktu 4 tahun hal ini tentunya berkaitan dengan suhu dinegara tersebut yang cenderung dingin. Hal ini berkaitan dengan perbedaan suhu di kedua negara tersebut. Sidat pada umumnya memerlukan waktu lebih dari 2 tahun untuk mencapai ukuran konsumsi di habitat alaminya. Nilai PH dapat mempengaruhi pertumbuhan bagi biota bahkan dapat menyebabkan kematian. Lokasi pemeliharaan sidat harus memiliki pH antara 6,5-8,0 agar menunjang aktivitas makan dan pertumbuhan ikan sidat. Pernafasan pada ikan sidat dilakukan dengan 2 cara yaitu melalui insang dan kulit, dengan perbandingan 40 % insang dan 60 % kulit. Kisaran oksigen yang dapat menunjang pertumbuhan ikan sidat adalah > 5 mg/L . Apabila oksigen terlarut berada di bawah 1 mg/L ikan sidat tidak dapat bernafas dan akan naik ke permukaan untuk mengambil udara (Tesch 2003).

Kebutuhan Nutrisi Ikan Sidat

Ikan membutuhkan pakan dengan kandungan nutrisi yang seimbang untuk tumbuh secara optimal. NRC (1993) menyatakan, pakan yang dibuat dari bahan baku yang mengandung nutrien dan energi akan berguna dalam pertumbuhan, reproduksi, dan kesehatan ikan. Ketika terjadi kekurangan nutrien dan energi maka pertumbuhan ikan akan menurun dan mudah terserang penyakit.

Nutrien yang terkandung dalam pakan ikan adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Nutrien utama yang dibutuhkan ikan untuk dapat tumbuh secara optimal adalah protein. Protein sangat penting bagi tubuh ikan karena hampir 65-75% berat kering tubuh ikan merupakan protein. Protein sendiri merupakan kumpulan dari asam amino esensial dan nonesensial yang berantai dan membentuk ikatan peptida (NRC 1993). Jika kebutuhan ikan akan protein tidak mencukupi maka pertumbuhan akan berhenti dan terjadi penurunan


(18)

5 bobot tubuh karena protein pada jaringan tubuh akan dipecah kembali untuk mempertahan fungsi jaringan tubuh yang lebih penting (NRC 1993).

Kebutuhan ikan akan protein pun dipengaruhi oleh beberapa faktor. Watanabe (1988) lebih lanjut menyatakan bahwa kebutuhan ikan akan protein ditentukan oleh faktor ukuran ikan, suhu air, frekuensi pemberian pakan, energi dalam pakan, dan kualitas protein yang ada. Kandungan protein yang optimal untuk ikan dipengaruhi oleh keseimbangan protein dan energi, komposisi asam amino, kecernaan protein, dan sumber energi dalam pakan. Ketika energi berkurang maka protein akan dirombak oleh tubuh untuk dijadikan sebagai sumber energi sehingga pertumbuhan ikan akan terhambat mengingat fungsi utama protein untuk ikan yakni pembentukan sel baru.

Ikan sidat bersifat karnivora dan membutuhkan protein yang tinggi dibandingkan herbivora dan omnivora (Webster dan Lim 2002). Nose dan Arai (1972) dalam Webster (2002) melaporkan bahwa Anguilla japonica yang muda atau masih kecil membutuhkan lebih dari 45 % protein murni berbasis kasein. Tibbetset al (2000) dalam Webster (2002) memperkirakan bahwa level optimum protein untuk juvenil sidat amerika yaitu 47 % dengan pakan berbasis tepung ikan hearing. Dapat disimpulkan kebutuhan protein ikan sidat berkisar antara 45-47 % relatif lebih tinggi dibandingkan dengan spesies ikan lain.

Keberadaan nutrien lemak sangat penting dalam pakan ikan. NRC (1993) menyatakan, lemak berfungsi sebagai sumber energi yang dibutuhkan ikan dan merupakan sumber asam lemak esensial yang tidak dapat disintesis oleh tubuh. Khususnya untuk karnivora seperti sidat (Webster 2002), Penambahan lemak dalam pakan berfungsi sebagai protein sparing effect. Burgoset al (1989) dalam (Webster 2002) meneliti tentang penggantian protein dengan lemak, mereka melaporkan bahwa menurunnya level protein pakan dan meningkatnya level lemak pakan tidak menurunkan bobot sidat. Hal ini mengindikasikan bahwa ada kemungkinan pada batas tertentu protein dapat digantikan oleh lemak (protein sparing effect). Tsuda (1997) dalam (Webster 2002) menyatakan lemak untuk elver-juvenil berkisar antara 5-6 %.

Nutrien nonprotein lain yang berfungsi sebagai sumber energi adalah karbohidrat. Karbohidrat merupakan sumber energi termurah dan dapat menggantikan protein yang mahal untuk suplai energi dalam pakan ikan sehingga dapat mereduksi harga pakan. Sidat adalah ikan yang termasuk golongan ikan karnivora dan memiliki kemampuan yang terbatas dalam memanfaatkan karbohidrat (Webster 2002). Garcia et al (1991) dalam (Webster 2002) menyatakan disarankan level karbohidrat sampai level 40 %.

Atraktan

Daya tarik pakan (atraktan) dan rangsangan memakan perlu dipertimbangkan dalam formulasi pakan hewan akuatik. Pola kebiasaan ikan dalam mencari makanan dipengaruhi oleh rasa dan bau yang bereaksi secara kimia. Formulasi pakan harus dilengkapi dengan perangsang yang disebut atraktan untuk membuat asupan pakan ikan lebih efisien. Atraktan mengandung sinyal yang memungkinkan hewan akuatik mengenali pelet lebih baik sebagai sumber makanannya (Hertramp 2000). Pengambilan makanan pada ikan dipengaruhi oleh bahan kimia yang terdifusi dari makanan ke dalam air dan merangsang sel kemosensori ikan. Kebiasaan makan ikan dipengaruhi oleh


(19)

6

campuran bahan kimia yang terdapat dalam pakan sehingga sel-sel kemosensori pada ikan harus dirangsang agar menimbulkan respon terhadap pakan. Indera penciuman (olfaktori) dan indera perasa (gustatori) berpengaruh terhadap kebiasaan makan ikan. Olfaktori merupakan indera jarak jauh bertugas memberikan isyarat untuk mendekati makanan sedangkan gustatori merupakan indera jarak dekat yang memegang peranan penting dalam keputusan menerima atau menolak makanan. Ada 3 fase dalam mencari makan, yaitu pengenalan pakan, pencarian lokasi makanan, dan pengkonsumsian pakan (Hertramp 2000).

Aroma pakan ditentukan oleh jenis dan jumlah atraktan yang ditambahkan selama proses pembuatan pakan. Penambahan atraktan dimaksudkan untuk merangsang ikan guna mendekati dan mengkonsumsi pakan yang diberikan. Penambahan atraktan denganjenis dan jumlah yang tepat akan meningkatkan konsumsi pakan sehingga meningkatkan pula pertumbuhan ikan (Afrianto 2005). Yacoob dan Suresh (2003) menyatakan atraktan dalam pakan akan mengeluarkan sinyal kimia yang akan diterima oleh reseptor olfactory dan gustatory ikan, kemudian sinyal tersebut akan ditransmisikan ke central nervous system untuk diinterpretasikan sebagai makanan

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan April 2013 sampai Juni 2013 di CV Mitra Bina Usaha Taman Cimanggu Bogor. Analisis asam amino pakan dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu, serta analisisbproksimat pakan di Laboratorium Nutrisi dan analisis kualitas air di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Rancangan Penelitian Prosedur Penelitian

Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa benih ikan sidat yang berasal dari pembudidaya sidat yang berada di daerah Cimanggu Bogor dengan bobot rata-rata 2 g. Pada awal adaptasi ikan dipelihara pada akuarium yang dilengkapi dengan filter yang berisi kapas, karang jahe, zeolit dan bioball untuk menjaga kualitas air, shelter rafia untuk tempat berlindung dan diberikan pakan selama adaptasi, agar ikan terbiasa dengan pakan buatan. Pakan diberikan sekenyangnya dengan frekuensi pemberian pakan 4 kali sehari yaitu pukul 05.00, 11.00, 16.00 dan 21.00.

Penelitian dilakukan setelah 2 minggu diadaptasikan dengan pakan buatan. Ikan uji diseleksi dan ditimbang dengan bobot rata-rata 3 ± 0,50 g. Ikan dimasukkan ke dalam 12 akuarium berdimensi 100x50x40 cm dengan padat tebar 60 ekor per akuarium yang diisi air 150 L. unit perlakuan ditempatkan secara acak agar mengikuti kaidah statistika. Pergantian air dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari sebanyak 10 %. Akuarium ditempatkan di dalam ruangan yang


(20)

7 cahayanya redup sehingga wadah menjadi gelap agar merangsang ikan sidat yang memiliki sifat nokturnal untuk makan pakan yang diberikan. Pakan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan untuk ikan kerapu. Pakan ini ditepungkan dengan blender kemudian ditambahkan atraktan sesuai dengan perlakuan. Analisis proksimat pakan dilakukan sebelum dan sesudah pakan ditambahkan atraktan (Tabel 2). Pakan diberikan sekenyangnya dengan frekuensi pemberian pakan 4 kali sehari yaitu pukul 05.00, 11.00, 16.00 dan 21.00. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 45 hari. Pengambilan dilakukan setiap 15 hari sekali. Sebelum diberi perlakuan dan sebelum pengambilan contoh ikan dipuasakan 24 jam.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan masing-masing diulang 3 kali. Perlakuan tersebut adalah perlakuan K (kontrol), pakan tidak ditambahkan atraktan; pada pakan perlakuan R, ditambahkan berupa tepung udang rebon sebanyak 2 % dari jumlah pakan yang dibuat; pada pakan perlakuan C, ditambahkan tepung cumi sebanyak 2 % dari jumlah pakan yang akan dibuat; serta pada pakan perlakuan CR,ditambahkan tepung cumi 1 % dan tepung udang rebon 1 %.

Tabel 2 Proksimat pakan kontrol, rebon, cumi dan cumi rebon

Proksimat Bahan Pakan

Perlakuan1)

K R C CR

Protein 45.95 46.35 46.41 46.11

Lemak 8.46 8.22 8.82 8.44

Serat kasar 1.31 2.26 1.32 3.18

BETN2) 25.26 24.03 24.68 23.66

Air 7.07 6.64 6.79 6.42

Abu 11.95 12.5 11.98 12.19

DE (kkal/kg)3) 2925.01 2888.82 2955.77 2888.99

Ket :1)K: kontrol;R: rebon 2%;C: cumi 2%; CR: cumi rebon 1%

2)

BETN: Bahan ekstrak tanpa nitrogen

3)


(21)

8

Tabel 3 Profil asam amino pakan perlakuan (% Protein)

Asam Amino

Perlakuan

R CR C K

Asparti Acid 4.06 4 4.2 3.89

Glutamic Acid 6.83 6.64 6.98 6.54

Serin 2.06 2.02 2.11 1.98

Histidin 0.94 0.94 0.99 0.92

Glisin 2.52 2.54 2.65 2.43

Threonin 1.76 1.76 1.84 1.71

Arginin 2.83 2.76 2.9 2.68

Alanin 2.56 2.58 2.66 2.51

Tyrosin 1.33 1.33 1.36 1.3

Methionin 1.07 1.09 1.13 1.05

Valin 1.93 1.9 1.97 1.83

Phenylalanin 1.87 1.85 1.93 1.8

I-leusin 1.62 1.64 1.7 1.59

Leusin 3.05 3.05 3.21 2.99

Lysin 2.63 2.69 2.93 2.68

Ket : K: kontrol;R: rebon 2%;C: cumi 2%; CR: cumi 1% rebon 1%

Pengumpulan Data

Analisis proksimat dilakukan pada pakan perlakuan serta ikan awal dan ikan akhir pemeliharaan. Pengujian pakan perlakuan dilakukan guna menentukan protein kasar, lemak kasar, kadar abu, kadar air, serat kasar serta profil asam aminonya. Ikan awal dan akhir hanya dilakukan uji untuk menentukan kadar air, protein kasar, dan lemak kasar. Metode analisis proksimat dan analisis asam amino HPLC terlampir, semua analisis kimia dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan FPIK IPB untuk proksimat, sedangkan untuk asam amino dilakukan di laboratorium kimia terpadu IPB.

Pengambilan sampel untuk analisis kimia air dilakukan pada awal dan akhir percobaan. Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu(0 C) menggunakan termometer, oksigen terlarut(mg/l) menggunakan DO meter, pH air menggunakan pH meter, alkalinitas (mg/l) menggunakan titimetri serta total amonium nitrogen/TAN (mg/l) menggunakan spektrofotometer. Analisis dilakukan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur Departemen Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Parameter biologi yang diamati setiap 15 hari sekali. Parameter tersebut meliputi kematian, bobot ikan, jumlah konsumsi pakan, serta kandungan protein dan lemak daging ikan. Parameter tersebut digunakan untuk menghitung:


(22)

9 Sintasan (%)

Laju pertumbuhan harian ( ) dihitung dengan menggunakan rumus dari Huisman (1987):

Keterangan: = Laju pertumbuhan harian (%/hari)

= Panjang rata-rata ikan pada akhir pemeliharaan (g) = Panjang rata-rata ikan pada awal pemeliharaan (g) t = Lama pemeliharaan (hari)

Efisiensi pakan dihitung dengan menggunakan rumus (Zonneveld et al., 1991):

EP = (Wt + D )- Wo x 100 % F

Keterangan : Wt = bobot rata-rata ikan pada waktu t (g) Wo = bobot rata-rata ikan pada waktu awal (g)

D = bobot ikan mati selama pemeliharaan (g) F = jumlah pakan yang diberikan (g)

Jumlah konsumsi pakan dihitung dengan mengurangkan jumlah pakan pakan awal dengan jumlah pakan yang tersisa pada akhir pemeliharaan.

Retensi protein dihitung dengan menggunakan rumus:

Retensi Protein = Protein tubuh akhir protein tubuh awal x 100 % Total protein yang dikonsumsi

Retensi lemak dihitung dengan menggunakan rumus:

Retensi Protein = Lemak tubuh akhir lemak tubuh awal x 100 % Total lemak yang dikonsumsi


(23)

10

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian terhadap 4 jenis pakan uji dengan sumber atraktan yang berbeda, yaitu kontrol (tanpa penambahan atraktan), tepung udang rebon 2%, tepung cumi 2% serta kombinasi tepung cumi dan rebon (masing-masing 1%) menghasilkan parameter sintasan, jumlah konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan seperti tertera dalam Tabel 4.

Tabel 4 Rata-rata Jumlah Konsumsi Pakan (JKP), Sintasan (S), Laju Pertumbuhan Harian (LPH) dan Efisiensi Pakan (EP)

Parameter Perlakuan

K R C CR

S (%) 91.82 ± 8.20 93.84 ± 6.65 99.44 ± 0.98 96.41 ± 4.83

JKP (g) 101.49 ± 7.03b 109.75 ± 3.90b 159.66 ± 7.47a 150.66 ± 26.41a

LPH (%) 0.64 ± 0.06b 0.82 ± 0.1ab 0.92 ± 0.11a 0.88 ± 0.21ab

EP (%) 64.06 ± 3.90b 69.44 ± 6.80ab 76.77 ± 1.15a 74.90 ± 2.6ab

Keterangan :

 Superscipt = Notasi beda nyata antar perlakuan

 Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

Atraktan dan rangsangan memakan perlu dipertimbangkan dalam formulasi pakan hewan akuatik. Pola kebiasaan ikan dalam mencari makanan dipengaruhi oleh rasa dan bau yang bereaksi secara kimia. Formulasi pakan harus dilengkapi dengan perangsang (atraktan) untuk membuat asupan pakan ikan lebih efisien. Tabel 5 menunjukkan jumlah konsumsi pakan dengan penambahan tepung cumi 2% (159.66 g) dan campuran cumi rebon 1 % (150.66 g) sebagai atraktan lebih tinggi dibandingkan perlakuan rebon 2 % (109.75 g) dan kontrol (101.49 g). Hertramp & Pascual (2000) menyatakan, bahwa atraktan mengandung sinyal yang memungkinkan hewan akuatik mengenali pelet lebih baik sebagai sumber makanannya, sehingga ikan memakan pakan yang diberikan. Kandungan asam amino glisin dan alanin sebesar 2.65 % dan 2,66 % pada pakan perlakuan tepung cumi serta pada cumi rebon sebesar 2.54 % dan 2.58 % memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah konsumsi pakan. Hal ini menyebabkan jumlah konsumsi pakan perlakuan atraktan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan rebon. Kedua asam amino ini berfungsi sebagai atraktan sehingga sidat dengan indera penciumannya dapat mengenali pakan yang kemudian dimakan. Mackie dan Mitchell (1983) menyatakan penggunaan pakan yang mengandung glisin dan alanin berdampak positif terhadap konsumsi pakan pada ikan Anguilla anguilla. Glisin dan betain yang terkandung dalam pakan akan diterima oleh reseptor olfactory dan gustatory ikan sidat yang kemudian ditransmisikan ke central nervous system untuk diintrepretasikan pelet tersebut sebagai makanan, sehingga pelet yang mengandung glisin dan betain dimakan oleh ikan sidat hal ini sejalan dengan Yacoob dan Suresh (2003) yang menyatakan atraktan dalam pakan akan mengeluarkan sinyal kimia yang akan diterima oleh reseptor olfactory dan


(24)

11 gustatory ikan, kemudian sinyal tersebut akan ditransmisikan ke central nervous systemuntuk diinterpretasikan sebagai makanan

Tabel 4 menunjukkan laju pertumbuhan perlakuan cumi, rebon dan cumi rebon lebih tinggi dibandingkan kontrol hal ini disebabkan nilai protein perlakuan penambahan tepung cumi, rebon dan cumi rebon memiliki protein yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Watanabe (1988) menyatakan pertumbuhan erat kaitannya dengan ketersediaan protein dalam pakan, sehingga pertumbuhan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya protein pakan. Jumlah konsumsi pakan perlakuan cumi, rebon dan cumi rebon lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan jumlah protein pakan yang tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh ikan lebih banyak sehingga protein tersebut dapat dimanfaatkan ikan untuk pertumbuhan. Pertumbuhan cumi, cumi rebon dan rebon secara berurutan lebih tinggi dibandingkan kontrol, begitu pula pada jumlah konsumsi pakan. Hal ini menunjukkan ketiga perlakuan tersebut dapat lebih efisien dalam memanfaatkan pakan, nilai efisiensi pakan dari ketiga perlakuan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Pertumbuhan yang baik menunjukkan ikan dapat memanfaatkan pakan sebagai sumber energi untuk tumbuh dan memanfaatkan pakan secara efisiensi.

Kualitas air yang didapatkan selama penelitian (tabel 5) masih dalam rentang toleransi ikan sidat. Hal ini menyebabkan sintasan menjadi tinggi, yaitu di atas 90%. Tingkat kelangsungan hidup ikan merupakan bagian yang penting dalam usaha akuakultur. Kelangsungan hidup ikan dipengaruhi oleh faktor kesehatan ikan, kondisi lingkungan budidaya dan genetika ikan itu sendiri. Hasil penelitian ini secara umum tingkat kelangsungan hidupnya cukup tinggi berkisar antara 91.82-99.44%. Hal ini menunjukkan bahwa ikan dapat hidup pada kualitas air yang ada dalam wadah pemeliharaan. Ikan sidat dapat hidup nyaman dalam wadah dengan air yang di jaga kualitasnya sehingga ikan dapat tumbuh berkembang dengan memanfaatkan pakan yang diberikan.

Tabel 5 Parameter kualitas Air

Parameter Awal Akhir

Oksigen terlarut (mg/l) 6.1 5.6

pH 6.73 6.37

Suhu (0C) 27.5 27.5

Total Amoniak (mg/l) 0.07 0.1

Alkalinitas (CaCO3) 36 40

Selama penelitian ikan sidat menunjukkan pertumbuhan. Hal ini terlihat dari terjadinya peningkatan bobot rata-rata ikan sidat seiring bertambahnya waktu pemeliharaan. Data perubahan bobot rata-rata benih ikan sidat (Anguilla marmorata) untuk setiap perlakuan tertera pada Gambar 1.


(25)

12

Gambar 1 Bobot rata-rata individu ikan sidat Kontrol (tanpa atraktan), Rebon (2% tepung udang rebon), Cumi (2% tepung cumi), Cumi Rebon (masing-masing 1%).

Gambar 1 menunjukkan bobot rata-rata tertinggi dicapai pada perlakuan penambahan atraktan tepung cumi 2% yaitu sebesar 5.78 g, sedangkan bobot rata-rata terendah yaitu perlakuan kontrol tanpa penambahan atraktan yaitu sebesar 4.83 g. Hal ini menunjukkan ikan dapat bertahan hidup dengan baik pada media pemeliharaan dan perlakuan pakan yang diberikan. Halver (2002) menyatakan nutrisi yang sesuai harus diperhatikan sebagai faktor kritis dalam mendukung pertumbuhan dan kesehatan ikan. Pakan yang disiapkan tidak hanya mengandung nutrien esensial yang disyaratkan untuk fungsi fisiologis, namun juga disiapkan sebagai media yang mengandung komponen lain yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan pertumbuhan ikan.


(26)

13 Retensi protein tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan tepung cumi 2% sebesar 17.25% (Gambar 2), hasil ini dicapai disebabkan kandungan protein dan energi pakan cumi paling besar yaitu 46.41% dan 2955.77 kkal/kg dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Shimeno et al. (1995) menyatakan bahwa peningkatan energi pakan karena penggunaan lemak yang lebih banyak akan menekan katabolisme asam amino sehingga sedikit asam amino yang digunakan sebagai sumber energi (manitenance tubuh). Apabila energi yang berasal dari lemak dan karbohidrat dalam pakan cukup, maka protein akan dimanfaatkan lebih efisien untuk pertumbuhan sehingga jumlah protein yang disimpan tubuh bertambah. Hal ini juga sejalan dengan perlakuan rebon dan cumi+rebon yang memiliki nilai retensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Retensi lemak pada perlakuan cumi, rebon dan cumi rebon lebih tinggi dibandingkan kontrol, yang menunjukkan pada perlakuan tersebut menggunakan karbohidrat (BETN) dan lemak sebagai lemak struktural dalam tubuh. NRC (1993) menyatakan apabila energi yang berasal dari karbohidrat dan lemak berlebih maka akan disimpan dalam bentuk lemak dalam tubuh, sintesis lemak yang berasal dari karbohidrat menjadi asam lemak dan trigliserida terjadi di organ hati dan jaringan lemak.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Pemberian atraktan tepung cumi memberikan jumlah konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian serta efisiensi pakan yang terbaik yaitu berturut-turut 159.66 ± 7.47 g, 0.92 ± 0.11 %, 76.77 ± 1.15 % sehingga dapat dijadikan bahan atraktan untuk ikan sidatAnguilla marmorata.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan atraktan tersebut yang diformulasikan dalam pakan sidat.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R. 2005. Strategi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Sidat Anguilla spp. di Indonesia.J Iktiologi Indonesia. 5:2.

Afrianto E, Liviawaty E. 2005.Pakan Ikan. Yogyakarta (ID): Kanisius Pr.

Arief M. 2011. Pengaruh Pemberian Pakan Buatan, Pakan Alami dan Kombinasinya Terhadap Pertumbuhan, Rasio Konversi Pakan dan Tingkat Kelulusanhidupan Ikan Sidat (Anguilla bicolor). J Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 3:1.

Anonim, 2013. Marbled Eel [internet]. [diunduh 2013 Okt 10]. Tersedia pada: http://en.wikipedia.org/wiki/Marbled_eel.

Anonim. 2013. Anguilla japonica [internet]. [diunduh 2013 Feb 28]. Tersedia pada: www.fao.org/fishery/culturedspecies/Anguilla_japonica/en#tcNA 00EA.


(27)

14

Boyd, C.E. 1982. Water Quality Managemen For Pond Fish Culture. Elsevier Science Publishing Company, Inc. New York. 318 p.

Gernat AG. 2001. The Effect of Using Different Levels of Shrimp Meal in Laying Hen Diets. J Poultry Science. 80 : 633-636.

Halver JE. 2002.Fish Nutrition. New York (US): Academic Pr.

Hertrampf J.W. dan Pascual FP. 2000.Handbook on Ingredients for Aquaculture Feeds. London (UK) : Kluwer Academic Publisher.

Hirt Chabbert JA, Skalli A, Young OA, Gisbert E. 2012. Effect of Feeding Stimulants on The Feed Consumption, Growth and Survival at Glass Eel and Elver Stages in The European Eel (Anguilla anguilla). J Aquaculture Nutrition. 18: 152-166.

Huisman EA. 1987.The Principles of Fish Culture Production. Netherland (NT): Wageningen University.

Kamstra A, Heinsbroek LTN. 1991. Effect of Atractans on Start of Feeding of Glass Eel,Anguilla anguilla.J Aquaculture and Fisheries Management. 22:47-56.

Mackie AM, Mitchell AI. 1983. Studies on The Chemical Nature of Feeding Stimulants for The Juvenile European Eel Anguilla anguilla. J Fish Biol. 22:425-430.

Marui T, Caprio J, Hara TJ. 1992. Teleost gustation In: Fish Chemore-ception. London (UK): Chapman & Hall Pr.

National Research Council. 1993. Nutrien Requirement of Fish. Washington DC (US) : National Academy Press.

Ringuet S. 2002. Their Harvest and Trade in Europe and Asia.Traffic Bull. 19:2. Shimeno SD, Kheyyal, Shikata T. 1995. Metabolic Response To Dietary Lipid To

Protein Ratio In Common Carp. J. Fisheries Sciences. 61: 977-980. Suitha IM. 2008. Teknik Pendederan Glass Eel/Elver Ikan sidat. Makalah yang

Disampaikan dalam Indonesia Aquaculture 2008 Tanggal 17 20 November 2008 di Hotel Inna Garuda, Yogyakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan.

Tesch FW. 2003. The Eel Biology and Management of Anguillid Eels. British (UK) : Blackwell Publishing.

Watanabe T. 1988.Fish Nutrition and Mariculture. Tokyo (JP): JICA

Webster Carl D and Chhorn Lim. 2002. Nutrien Requirement and Feeding of Finfish for Aquaculture. Kentucky (US) : Aquaculture Research Center. Yacoob SY dan Suresh VA. 2003. Attractants Basics Compounds Enhance

Identification, Consumption of Aquafeed. J. Global Aquaculture Advocate.


(28)

15


(29)

16

Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat (Takeuchi, 1988)

Prosedur analisis kadar air

Kadar air = (X1+ A) X2 x 100%

A

Prosedur analisis kadar abu

Kadar abu = (X2 X1) x 100%

A

Panaskan cawan pada suhu 105-110OC selama 1 jam, dinginkan dalam desikator dan timbang(X1)

Timbang bahan 2-3 gram(A)

lalu masukkan ke dalam cawan

Cawan dan bahan dipanaskan selama 4 jam pada suhu 105-110OC, dinginkan dan timbang

(X2)

Panaskan cawan pada suhu 105-110OC selama 1 jam, dinginkan dalam desikator dan timbang(X1)

Timbang bahan 2-3 gram(A)

lalu masukkan ke dalam cawan

Cawan dan bahan dipanaskan di dalam tanur dengan suhu 600OC, dinginkan dan timbang(X2)


(30)

17

Prosedur analisis kadar protein 1. Tahap oksidasi

2. Tahap destruksi

3. Tahap titrasi

Timbang bahan 0,5 gram(A) Timbang katalis 3 gram H2SO4pekat 10 ml

Masukkan dalam Labu Kjedhal dan panaskan hingga berwarna hijau bening, dinginkan, dan encerkan hingga volume

100 ml

Masukkan 5 ml larutan hasil oksidasi ke dalam labu

destilasi

10 ml H2SO40,05 N 2-3 tetes indikator Phenolpthalein

Masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml

Destruksi selama 10 menit dari tetesan pertama

BLANKO

SAMPLE

Titrasi hasil destruksi dengan NaOH 0,05 N

Tirasi hingga 1 tetes setelah larutan menjadi bening


(31)

18

Kadar protein = 0,0007 x 6,25 x ( BLANKO SAMPLE) x 20 x100%

A

Prosedur analisis kadar lemak

Kadar Lemak = (X2 X1) x 100%

A

Panaskan labu pada suhu 104-110OC selama 1 jam, dinginkan dalam desikator dan timbang(X1)

Timbang bahan 2-3 gram(A)

lalu masukkan ke dalam selongsong

Panaskan labu di atashotplatehingga larutan perendam selongsong dalam Sochlet berwarna bening

Masukkan ke dalam tabung Sochlet dan beri 100-150 ml N-Hexan hingga selongsong terendam. Sisa N-Hexan dimasukkan ke dalam labu

Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 15 menit, dinginkan, lalu timbang(X2)


(32)

19

Prosedur analisis kadar serat kasar

Kadar serat kasar = (X2 X3 X1) x 100%

A

Timbang bahan 0,5 gram(A)

lalu masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml

Tambahkan 50 ml H2SO40,3 N

lalu panaskan di atashotplate

Setelah 30 menit tambahkan 25 ml NaOH 1,5 N lalu panaskan kembali selama 30 menit

Pasang kertas saring pada labu Buchner yang telah terhubung denganvacumm

pump

Panaskan kertas saring dalam oven, dinginkan, dan timbang(X1)

Lakukan penyaringan larutan bahan dengan pembilasan secara berurutan sebagai berikut :

1. 50 ml air panas 2. 50 ml H2SO40,3 N

3. 50 ml air panas 4. 25 ml Aceton

Masukkan kertas saring hasil penyaringan ke dalam cawan porselin

Panaskan cawan porselin pada suhu 105-110oC selama

1 jam lalu dinginkan

Panaskan pada suhu 105-110oC selama 1 jam, dinginkan, dan timbang(X2)

Panaskan dalam tanur pada suhu 600oC hingga berwarna putih, netralkan panas dalam


(33)

20

Lampiran 2. Analisis Statistika

6/27/2013 7:54:23 PM

Welcome to Minitab, press F1 for help.

General Linear Model: JKP versus Perlakuan

Factor Type Levels Values

Perlakuan fixed 4 C, CR, K, R

Analysis of Variance for JKP, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Perlakuan 3 7582.3 7582.3 2527.4 12.35 0.002

Error 8 1636.7 1636.7 204.6

Total 11 9219.0

S = 14.3034 R-Sq = 82.25% R-Sq(adj) = 75.59%

Unusual Observations for JKP

Obs JKP Fit SE Fit Residual St Resid

12 120.660 150.627 8.258 -29.967 -2.57 R

R denotes an observation with a large standardized residual.

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence

Perlakuan N Mean Grouping C 3 159.7 A

CR 3 150.6 A R 3 109.8 B K 3 101.5 B

Means that do not share a letter are significantly different.

General Linear Model: EP versus Perlakuan Factor Type Levels Values

Perlakuan fixed 4 C, CR, K, R

Analysis of Variance for EP, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P

Perlakuan 3 296.39 296.39 98.80 5.67 0.022

Error 8 139.37 139.37 17.42 Total 11 435.76


(34)

21

Unusual Observations for EP

Obs EP Fit SE Fit Residual St Resid

6 77.2300 69.4408 2.4098 7.7891 2.29 R

R denotes an observation with a large standardized residual.

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence

Perlakuan N Mean Grouping C 3 76.8 A

CR 3 74.9 A B R 3 69.4 A B

K 3 64.1 B

Means that do not share a letter are significantly different.

General Linear Model: LPH versus Perlakuan Factor Type Levels Values

Perlakuan fixed 4 C, CR, K, R

Analysis of Variance for LPH, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Perlakuan 3 0.118329 0.118329 0.039443 4.62 0.037 Error 8 0.068234 0.068234 0.008529

Total 11 0.186563

S = 0.0923537 R-Sq = 63.43% R-Sq(adj) = 49.71%

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence

Perlakuan N Mean Grouping C 3 0.9 A

R 3 0.8 A B CR 3 0.8 A B K 3 0.6 B


(35)

22

Lampiran 3 Analisis Asam Amino Preparasi Sampel

1. Tentukan kadar protein dari sampel dengan metode Kjeldahl

2. Masukkan sampel 3 mg protein ke dalam ampul, tambahkan 1 ml HCL 6N 3. Bekukan campuran tersebut dalam es kering aseton menggunakan freeze

dryer

4. Ampul divakum kembali 20 menit, kemudian tutup bagian tengah tabung dengan cara memanaskannya di atas api

5. Masukkan ampul yang telah ditutup ke dalam oven pada suhu 1100C selama 24 jam

6. Dinginkan sampel yang telah dihidrolisis pada suhu kamar. Pindahkan isinya ke dalam labu evaporator 50 ml, bilas ampul dengan 2 ml HCL 0.01 N dan masukkan cairan bilasan ke dalam labu evarator, ulangi 2-3 kali

7. Keringkan sampel dengan freeze dryer dalam keadaan vakum, untuk mengubah sistein menjadi sistin tambahkan 10 20 ml air ke dalam sampel dan keringkan dengan freeze dryer, ulangi 2 -3 kali

Analisa asam amino dengan HPLC

1. Larutkan sampel yang telah dihidrolisis dalam 5 ml HCL 0.01 N kemudian saring dengan kertas milipore

2. Tambahkan buffer Kalium Borat pH 10.4 dengan perbandingan 1 : 1

3. Masukkan 10 µl sampel ke dalam vial kosong dan tambahkan 25 µl pereaksi OPA, biarkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna

4. Injeksikan ke dalam kolom HPLC sebanyak 5 µl kemudian tunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai, waktu yang diperlukan sekitar 25 menit Perhitungan persen asam amino dalam sampel

µmol Asam Amino x Mr Asam Amino x 100 µg sampel


(36)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 20 Agustus 1987, dari pasangan Sutopo, MM.Pem dan Sri Purwanti. Pada tahun 1999 menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 21 Karet Tengsin dan di tahun 2002 lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 40 Jakarta. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 35 Jakarta. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2011 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan kuliah (S2) di Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penelitian yang dilakukan oleh penulis untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor adalah mengenai Palatabilitas dan Pertumbuhan Sidat Anguilla marmorata dengan Pemberian Atraktan Tepung Cumi Dan Tepung Udang Rebon .


(1)

Kadar protein = 0,0007 x 6,25 x ( BLANKO SAMPLE) x 20 x100%

A

Prosedur analisis kadar lemak

Kadar Lemak = (X2 X1) x 100%

A

Panaskan labu pada suhu 104-110OC selama 1 jam, dinginkan dalam desikator dan timbang(X1)

Timbang bahan 2-3 gram(A)

lalu masukkan ke dalam selongsong

Panaskan labu di atashotplatehingga larutan perendam selongsong dalam Sochlet berwarna bening

Masukkan ke dalam tabung Sochlet dan beri 100-150 ml N-Hexan hingga selongsong terendam. Sisa N-Hexan dimasukkan ke dalam labu

Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 15 menit, dinginkan, lalu timbang(X2)


(2)

Prosedur analisis kadar serat kasar

Kadar serat kasar = (X2 X3 X1) x 100%

A

Timbang bahan 0,5 gram(A)

lalu masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml

Tambahkan 50 ml H2SO40,3 N lalu panaskan di atashotplate

Setelah 30 menit tambahkan 25 ml NaOH 1,5 N lalu panaskan kembali selama 30 menit

Pasang kertas saring pada labu Buchner yang telah terhubung denganvacumm

pump

Panaskan kertas saring dalam oven, dinginkan, dan timbang(X1)

Lakukan penyaringan larutan bahan dengan pembilasan secara berurutan sebagai berikut :

1. 50 ml air panas 2. 50 ml H2SO40,3 N 3. 50 ml air panas 4. 25 ml Aceton

Masukkan kertas saring hasil penyaringan ke dalam cawan porselin

Panaskan cawan porselin pada suhu 105-110oC selama

1 jam lalu dinginkan

Panaskan pada suhu 105-110oC selama 1 jam, dinginkan, dan timbang(X2)

Panaskan dalam tanur pada suhu 600oC hingga berwarna putih, netralkan panas dalam


(3)

Lampiran 2. Analisis Statistika

6/27/2013 7:54:23 PM

Welcome to Minitab, press F1 for help.

General Linear Model: JKP versus Perlakuan

Factor Type Levels Values Perlakuan fixed 4 C, CR, K, R

Analysis of Variance for JKP, using Adjusted SS for Tests Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Perlakuan 3 7582.3 7582.3 2527.4 12.35 0.002 Error 8 1636.7 1636.7 204.6

Total 11 9219.0

S = 14.3034 R-Sq = 82.25% R-Sq(adj) = 75.59%

Unusual Observations for JKP

Obs JKP Fit SE Fit Residual St Resid 12 120.660 150.627 8.258 -29.967 -2.57 R

R denotes an observation with a large standardized residual.

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence Perlakuan N Mean Grouping

C 3 159.7 A CR 3 150.6 A R 3 109.8 B K 3 101.5 B

Means that do not share a letter are significantly different.

General Linear Model: EP versus Perlakuan

Factor Type Levels Values Perlakuan fixed 4 C, CR, K, R

Analysis of Variance for EP, using Adjusted SS for Tests Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Perlakuan 3 296.39 296.39 98.80 5.67 0.022 Error 8 139.37 139.37 17.42

Total 11 435.76


(4)

Obs EP Fit SE Fit Residual St Resid 6 77.2300 69.4408 2.4098 7.7891 2.29 R

R denotes an observation with a large standardized residual.

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence Perlakuan N Mean Grouping

C 3 76.8 A CR 3 74.9 A B R 3 69.4 A B

K 3 64.1 B

Means that do not share a letter are significantly different.

General Linear Model: LPH versus Perlakuan

Factor Type Levels Values Perlakuan fixed 4 C, CR, K, R

Analysis of Variance for LPH, using Adjusted SS for Tests Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Perlakuan 3 0.118329 0.118329 0.039443 4.62 0.037 Error 8 0.068234 0.068234 0.008529

Total 11 0.186563

S = 0.0923537 R-Sq = 63.43% R-Sq(adj) = 49.71%

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence Perlakuan N Mean Grouping

C 3 0.9 A R 3 0.8 A B CR 3 0.8 A B K 3 0.6 B


(5)

Lampiran 3 Analisis Asam Amino Preparasi Sampel

1. Tentukan kadar protein dari sampel dengan metode Kjeldahl

2. Masukkan sampel 3 mg protein ke dalam ampul, tambahkan 1 ml HCL 6N 3. Bekukan campuran tersebut dalam es kering aseton menggunakan freeze

dryer

4. Ampul divakum kembali 20 menit, kemudian tutup bagian tengah tabung dengan cara memanaskannya di atas api

5. Masukkan ampul yang telah ditutup ke dalam oven pada suhu 1100C selama 24 jam

6. Dinginkan sampel yang telah dihidrolisis pada suhu kamar. Pindahkan isinya ke dalam labu evaporator 50 ml, bilas ampul dengan 2 ml HCL 0.01 N dan masukkan cairan bilasan ke dalam labu evarator, ulangi 2-3 kali

7. Keringkan sampel dengan freeze dryer dalam keadaan vakum, untuk mengubah sistein menjadi sistin tambahkan 10 20 ml air ke dalam sampel dan keringkan dengan freeze dryer, ulangi 2 -3 kali

Analisa asam amino dengan HPLC

1. Larutkan sampel yang telah dihidrolisis dalam 5 ml HCL 0.01 N kemudian saring dengan kertas milipore

2. Tambahkan buffer Kalium Borat pH 10.4 dengan perbandingan 1 : 1

3. Masukkan 10 µl sampel ke dalam vial kosong dan tambahkan 25 µl pereaksi OPA, biarkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna

4. Injeksikan ke dalam kolom HPLC sebanyak 5 µl kemudian tunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai, waktu yang diperlukan sekitar 25 menit Perhitungan persen asam amino dalam sampel

µmol Asam Amino x Mr Asam Amino x 100 µg sampel


(6)

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 20 Agustus 1987, dari pasangan Sutopo, MM.Pem dan Sri Purwanti. Pada tahun 1999 menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 21 Karet Tengsin dan di tahun 2002 lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 40 Jakarta. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 35 Jakarta. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2011 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan kuliah (S2) di Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penelitian yang dilakukan oleh penulis untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor adalah mengenai Palatabilitas dan Pertumbuhan Sidat Anguilla marmorata dengan Pemberian Atraktan Tepung Cumi Dan Tepung Udang Rebon .