Analisis Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Dengan Tiga Mitra Dagang: Fenomena J- Curve

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RIIL TERHADAP
NERACA PERDAGANGAN BILATERAL INDONESIA
DENGAN TIGA MITRA DAGANG: FENOMENA J-CURVE

HAPSARI ADININGSIH

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Pengaruh Nilai Tukar
Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Dengan Tiga Mitra
Dagang: Fenomena J-Curve adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Hapsari Adiningsih
NIM H14090060

ABSTRAK
HAPSARI ADININGSIH. Analisis Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap
Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Dengan Tiga Mitra Dagang: Fenomena
kurva-J. Dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh nilai tukar riil (Real
Exchange Rate/RER) terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan tiga
mitra dagang utamanya, yaitu: Amerika Serikat, Cina, dan Jepang, baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini juga menginvestigasi
terpenuhinya kondisi Marshall-Lerner dan keberadaan fenomena kurva-J pada
neraca perdagangan bilateral Indonesia antara 1996:Q1 hingga 2011:Q4 dengan
menggunakan metode Vector Error Correction Model (VECM). Penelitian ini
mengindikasikan bahwa (i) dalam jangka panjang, RER memiliki pengaruh
negatif terhadap neraca perdagangan bilateral dengan Amerika Serikat dan
pengaruh positif terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan China

dan Jepang. (ii) Dalam jangka pendek, RER tidak memiliki pengaruh terhadap
neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan Amerika Serikat dan memiliki
pengaruh positif terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan China
dan Jepang. (iii) kondisi Marshall-Lerner dan fenomena kurva-J hanya terlihat
pada neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan China dan Jepang.
Kata kunci: fenomena kurva-J, neraca perdagangan, nilai tukar riil, VECM

ABSTRACT
HAPSARI ADININGSIH. Analyze the Effect of Real Exchange Rate on the
Indonesia’s Bilateral Trade Balance With Three Trading Partner: J-Curve
Phenomenon. Supervised by HERMANTO SIREGAR.
The purpose of this study is to analyze the effect of real exchange rate
(RER) on the Indonesia’s bilateral trade balance with its three major trading
partners, namely: the United States, China, and Japan, both in the short run and in
the long run. This study also investigates Marshall-Lerner Condition and the
existence of J-Curve on the Indonesia’s bilateral trade balance between 1996:Q1
to 2011:Q4 within a Vector Error Correction Model (VECM). The study indicates
that (i) in the long-run, RER has a positive impact in long-run on Indonesia’s
bilateral trade balance with China and Japan. In the other hand, RER has a
negative impact on Indonesia’s bilateral trade balance with United States. (ii) In

the short-run, RER doesn’t has an impact on Indonesia’s bilateral trade balance
with United States and has a positive impact on Indonesia’s bilateral trade balance
with China and Japan. (iii) Marshall-Lerner Condition and J-Curve Phenomenon
only seen on Indonesia’s bilateral trade balance with China and Japan.
Keyword: J-Curve phenomenon, Real Exchange Rate (RER), trade balance,
VECM

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RIIL TERHADAP
NERACA PERDAGANGAN BILATERAL INDONESIA
DENGAN TIGA MITRA DAGANG: FENOMENA J-CURVE

HAPSARI ADININGSIH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan
Bilateral Indonesia Dengan Tiga Mitra Dagang: Fenomena J- Curve
Nama
: Hapsari Adiningsih
NIM
: H14090060

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Analisis Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan
Bilateral Indonesia Dengan Tiga Mitra Dagang: Fenomena J-Curve”. Shalawat
dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi
tauladan bagi umatnya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor.
Tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk menganalisis pengaruh nilai tukar riil
terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan tiga mitra dagang
utamanya (Amerika Serikat, Cina, dan Jepang) baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Penelitian ini juga menginvestigasi terpenuhinya kondisi
Marshall-Lerner dan keberadaan fenomena kurva-J pada neraca perdagangan
bilateral Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi
pemerintah dan pihak terkait (eksportir dan importir) dalam membuat kebijakan
dan mengambil keputusan terkait dengan kegiatan perdagangan (ekspor dan
impor) dengan negara lain (terutama mitra dagang).

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Ayahanda Sogol Sugiarto
dan Ibunda Sri Sukanti, kakak dan adik tersayang Fani Budiman dan Astika Indira
Khansa beserta keluarga besar atas doa, kasih sayang, dukungan, dan perhatian
yang telah senantiasa diberikan. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec selaku dosen pembimbing
skripsi yang dengan sabar dan membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Noer Azam Achsani selaku dosen penguji utama dan Ibu Ir.
Dewi Ulfah Wardani, M.Si, selaku dosen penguji dari komisi pendidikan
yang telah memberi saran-saran yang membangun serta ilmu yang
bermanfaat untuk penyempurnaan skripsi ini.
3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
4. Kak vevi, staf Ecthink, dan staf Kementrian Perdagangan atas bantuan yang
diberikan selama proses pencarian data.
5. Kak Rina dan Kak Heni atas saran dan ilmu-ilmu yang telah diberikan
selama proses pengolahan data.
6. Sahabat satu bimbingan, Bronson Marpaung atas segala dukungan,

semangat, dan suka dukanya selama proses penyelesaian skripsi kita masingmasing.
7. Sahabat penulis Bagastari, Yeni, Ika, Indri, Risma, serta teman-teman Ilmu
Ekonomi 46 atas kebersamaannya selama tiga tahun serta doa dan
dukungannya.
8. Sahabat penulis Devi, Abieta, Nisa, Mona, Arsy, Icha, Yulis, Chika, Indie
serta teman-teman kostan Rumah Warna lainnya atas kebersamaan,
keceriaan, doa, dan dukungannya.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi
ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih terdapat
kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis maupun pihak yang
membutuhkan.
Bogor, Juni 2013

Hapsari Adiningsih

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


5

Tujuan Penelitian

5

Manfaat Penelitian

6

Ruang Lingkup Penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA

6

METODOLOGI PENELITIAN


19

GAMBARAN UMUM NERACA PERDAGANGAN INDONESIA DAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

32

SIMPULAN DAN SARAN

55

Simpulan

55


Saran

55

DAFTAR PUSTAKA

56

LAMPIRAN

58

RIWAYAT HIDUP

89

DAFTAR TABEL
1 Pergerakan nilai tukar riil Rupiah terhadap mata uang
negara mitra dagang utama Indonesia periode 2005-2011
2 Hasil uji akar unit (unit root) pada tingkat level
3 Hasil uji akar unit (unit root) pada tingkat first difference
4 Hasil uji stabilitas VAR
5 Hasil estimasi VECM model bilateral Indonesia-Amerika Serikat
6 Hasil estimasi VECM model bilateral Indonesia-China
7 Hasil estimasi VECM model bilateral Indonesia-Jepang
8 Dekomposisi varians dari model neraca perdagangan bilateral
Indonesia–Amerika Serikat dalam beberapa titik kuartal
9 Dekomposisi varians dari model neraca perdagangan bilateral
Indonesia–China dalam beberapa titik kuartal
10 Dekomposisi varians dari model neraca perdagangan bilateral
Indonesia–Jepang dalam beberapa titik kuartal54

4
33
34
35
36
40
43
51
53

DAFTAR GAMBAR
1 Rata-rata pangsa ekspor Indonesia selama periode 2005-2011
2 Rata-rata pangsa ekspor Indonesia selama periode 2005-2011
3 Pergerakan neraca perdagangan (nilai ekspor-nilai impor)
Indonesia dengan mitra dagang utama tahun 2005-2011
4 Hubungan kurs riil dengan net ekspor
5 Hubungan tingkat suku bunga dengan neraca perdagangan
6 Kurva-J
7 Kerangka Pemikiran
8 Perkembangan neraca perdagangan bilateral Indonesia
dengan tiga mitra dagang utamanya selama periode 1996-2011
9 Perkembangan PDB riil Jepang triwulanan selama periode 1996-2011
10 Perkembangan PDB riil China triwulanan selama periode 1996-2011
11 Perkembangan PDB riil Amerika Serikat triwulanan selama periode
1996-2011
12 Perkembangan PDB riil Indonesia triwulanan selama periode 1996-2011
13 Perkembangan nilai tukar riil Rupiah terhadap mata uang negara
mitra dagang utama Indonesia triwulanan selama periode 1996-2011
14 Perkembangan Suku Bunga di Empat Negara triwulanan selama
periode 1996-2011
15 Respon neraca perdagangan bilateral IndonesiaAmerikaSerikat terhadap guncangan nilai tukar efektif riil
16 Respon neraca perdagangan bilateral Indonesia–China terhadap
guncangan nilai tukar efektif riil
17 Respon neraca perdagangan bilateral Indonesia–Jepang terhadap
guncangan nilai tukar efektif riil
18 Dekomposisi varians dari model neraca perdagangan bilateral
Indonesia–Amerika Serikat
19 Dekomposisi varians dari model neraca perdagangan bilateral
Indonesia–China
20 Dekomposisi varians dari model neraca perdagangan bilateral
Indonesia–Jepang

2
3
5
9
10
11
19
24
27
28
29
30
31
32
47
48
50
51
52
54

DAFTAR LAMPIRAN
1 Komoditas utama dalam kegiatan ekspor antara Indonesia
Dengan mitra dagang utama dan rata-rata pangsa ekspor selama
periode 2006-2011
2 Komoditas utama dalam kegiatan impor antara Indonesia
Dengan mitra dagang utama dan rata-rata pangsa ekspor selama
periode 2006-2011
59
3 Uji Stasionerritas pada tingkat level
4 Uji stasionaritas pada tingkat first difference
5 Uji Lag Optimal
6 Uji Stabilitas VAR
7 Uji Kointegrasi
8 Estimasi Vector Error Correction Model (VECM)
9 Impuls Response Function (IRF)
10 Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)

58

60
63
67
68
70
72
84
85

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Era baru yang kini membuka kesempatan kerjasama antar negara adalah
integrasi ekonomi yang timbul karena negara yang bersangkutan menganut sistem
perekonomian terbuka. Era ini ditandai dengan semakin berkembangnya
kesepakatan integrasi bilateral terutama integrasi ekonomi antar negara dan antar
kawasan dunia. Integrasi ekonomi dilaksanakan dengan konsep memberikan
manfaat ekonomi bagi negara-negara anggota maupun non-anggota. Prinsip dasar
integrasi ekonomi adalah mengurangi atau menghilangkan semua hambatan
perdagangan di antara negara anggota dalam kawasan tertentu untuk dapat
meningkatkan arus barang dan jasa dengan bebas ke luar masuk melintasi batas
negara masing-masing anggota, sehingga volume perdagangan semakin tinggi.
Peningkatan volume perdagangan ini mendorong peningkatan produksi,
peningkatan efisiensi produksi, peningkatan kesempatan kerja, dan penurunan
biaya produksi sehingga dapat meningkatkan daya saing produk dan pada
akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Indonesia merupakan salah satu negara yang turut aktif dalam integrasi
ekonomi dan kerjasama perdagangan baik yang bersifat bilateral, regional maupun
internasional. Meskipun keterlibatan Indonesia dalam berbagai kerjasama
perdagangan tersebut memberikan tantangan terhadap produk dalam negeri,
tujuan dari semua perjanjian tersebut adalah adanya dampak positif bagi
perekonomian negara-negara yang terlibat dan ekonomi Indonesia pada khususnya.
Terkait dengan kawasan regional, Indonesia tergabung dalam integrasi
ekonomi di antara negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) dimulai sejak tahun
1967 dalam deklarasi di Bangkok. Selanjutnya berlaku Asean Free Trade Area
(AFTA) yang ditandatangani pada tanggal 28 Januari 1992. Dalam
perkembangannya, kerjasama diperluas dengan melibatkan berbagai negara
lainnya termasuk dengan Cina yang dikenal sebagai ACFTA.
Tidak hanya di tingkat regional, Indonesia juga memiliki hubungan
perdagangan bilateral dengan beberapa negara di dunia, misalnya hubungan
perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Amerika, Indonesia dengan Jepang,
dan sebagainya. Hubungan perdagangan ini dilakukan oleh Indonesia karena
perdagangan internasional tersebut memberikan kontribusi yang cukup besar
terhadap pendapatan nasional bagi Indonesia. Terjadinya perdagangan
internasional diharapkan mampu meningkatkan penerimaan negara terutama dari
permintaan barang ekspor. Peningkatan nilai ekspor yang lebih besar dari nilai
impor mampu memperbaiki nilai neraca perdagangan dan pada akhirnya akan
mempengaruhi balance of payment.
Berdasarkan data rata-rata pangsa pasar ekspor Indonesia (Gambar 1),
Jepang, Amerika Serikat, China, dan Korea Selatan merupakan empat negara
tujuan ekspor utama Indonesia selama enam tahun terakhir. Total pangsa pasar
empat negara ini mencapai 45,39% dari total kegiatan ekspor Indonesia. Produk
ekspor Indonesia ditujukan mayoritas untuk negara Jepang sebesar 18,92%.
Urutan kedua tujuan ekspor Indonesia adalah ke negara Amerika Serikat sebesar
9,85% diikuti urutan ketiga yaitu China sebesar 9,16%. Korea Selatan berada di

2

urutan keempat dengan pangsa sebesar 9,16% dan 7.46%. Pangsa ekspor
Indonesia ke empat negara ini secara total mencapai angka 45,93% dari ekspor
total Indonesia. Sementara itu, pangsa ekspor sebesar 54,61% diambil alih oleh
berbagai negara lain yang menjadi tujuan ekspor Indonesia seperti india, negaranegara di kawasan eropa, dan sebagainya.

PANGSA PASAR EKSPOR

JEPANG

18.92%

AMERIKA SERIKAT
9.85%
54.61%

CHINA
KOREA SELATAN

9.16%

LAINNYA

7.46%

Gambar 1 Rata-rata pangsa ekspor Indonesia selama periode 2005-2011
Sumber: International Financial Statistic (IFS), diolah (2013)
Pada tahun 2011, nilai total barang yang diekspor ke Jepang mencapai
US$ 33,714 M atau meningkat 30,77% dibanding tahun 2010 (US$ 25,781 M).
Sementara untuk nilai total barang yang diekspor ke Amerika Serikat mencapai
US$ 16,497 M atau meningkat 15.35% dibanding tahun 2010 (US$ 14,301 M).
Untuk negara China, nilai total barang yang diekspor mencapai angka US$ 22,941
M atau meningkat sebanyak 46.19% dibanding tahun 2010 (US$ 15,692 M).
Berdasarkan data pangsa impor Indonesia secara total (Gambar 2), secara
umum Jepang, Amerika Serikat, China, masih menjadi mitra dagang untuk
pemenuhan kebutuhan barang impor Indonesia disamping menjadi pasar ekspor
utama untuk barang-barang Indonesia. Produk yang diimpor oleh Indonesia
mayoritas berasal dari negara Singapura yakni sebesar 15,50%. Urutan kedua
negara asal barang yang diimpor oleh Indonesia adalah dari negara China sebesar
12,65%, diikuti Negara Jepang sebesar 10,72%, Amerika Serikat sebesar 6,61%.
Malaysia menempati posisi kelima untuk negara yang menjadi mitra dagang untuk
barang-barang yang diimpor yakni sebesar 6,08%. Sementara itu, pangsa impor
sebesar 48,44% diambil alih oleh berbagai negara lain yang menjadi negara asal
barang yang diimpor Indonesia.
Pada tahun 2011, nilai total barang yang diimpor dari Singapura mencapai
US$ 25,964 M atau meningkat 28,28% dibanding tahun 2010 (US$ 20,240 M).
Sementara untuk nilai total barang yang diimpor dari China mencapai US$ 26,212
M atau meningkat 28,34% dibanding tahun 2010 (US$ 20,424 M). Untuk negara
Jepang, nilai total barang yang diimpor mencapai angka US$ 19,436 M atau

3

meningkat sebanyak 14,56% dibanding tahun 2010 (US$ 16,965 M). Di sisi lain,
nilai total barang yang diimpor oleh Indonesia dari Amerika Serikat mencapai
angka US$ 10,834 M atau meningkat sebanyak 15,06% dibanding tahun 2010
(US$ 9,415 M).

PANGSA PASAR IMPOR
15.50%
SINGAPURA
CHINA
12.65%

48.44%

JEPANG
AMERIKA SERIKAT

10.72%
6.08%

6.61%

MALAYSIA
LAINNYA

Gambar 2 Rata-rata pangsa impor Indonesia selama periode 2005-2011
Sumber: International Financial Statistic (IFS), diolah (2013)
Salah satu faktor yang mempengaruhi kegiatan perdagangan internasional
suatu negara adalah nilai tukar mata uang domestik terhadap nilai mata uang asing.
Dengan kata lain, nilai tukar menjadi indikator penting dalam sebuah negara yang
menganut sistem perekonomian terbuka. Semakin tinggi nilai tukar riil, berarti
harga barang-barang domestik relatif lebih murah dibandingkan harga barangbarang luar negeri. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya transaksi ekspor di
negara tersebut, sehingga berpengaruh terhadap nilai ekspor bersih (neraca
perdagangan) (Mankiw, 2006). Oleh karena itu, nilai tukar sangat penting dalam
menentukan daya saing produk suatu negara.
Indonesia telah memberlakukan kebijakan nilai tukar mengambang bebas
sejak 14 Agustus 1997 atau sejak terjadinya krisis Asia pada tahun 1997. Dengan
diterapkannya sistem nilai mengambang maka penentuan nilai tukar rupiah
diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Penentuan nilai tukar rupiah
berdasarkan mekanisme pasar ini membuat nilai tukar berfluktuasi dan tidak stabil
setiap tahunnya (tabel 1). Dampak dari tidak stabilnya nilai rupiah akan membawa
pengaruh terhadap nilai ekspor Indonesia yang berkaitan dengan neraca
perdagangan, mengingat nilai tukar merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi nilai neraca perdagangan suatu negara. Beberapa ahli ekonomi
berpendapat bahwa terdapat hubungan positif antara nilai tukar dengan neraca
perdagangan.

4

Tabel 1 Pergerakan nilai tukar riil Rupiah terhadap mata uang negara mitra
dagang utama Indonesia periode 2005-2011
Rp/US$
RP/Yen
RP/Yuan
2005
9,170.97
76.33
1,129.83
2006
8,130.45
67.33
1,035.46
2007
8,169.54
68.25
1,098.59
2008
8,929.69
91.32
1,300.11
2009
7,444.81
74.67
1,090.11
2010
6,769.01
72.13
1,032.34
2011
6,732.74
74.13
1,100.73
Sumber: FX Sauder (2013), diolah
Berdasarkan data pada Tabel 1, nilai tukar rupiah terhadap mata uang
negara lain berfluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 2005, nilai Rp/US$ sebesar
Rp 9,170.97/US$. Kemudian di tahun-tahun berikutnya rupiah sedikit berfluktuasi
hingga tahun 2011 pada level Rp 6,732.74/US$. Di sisi lain, nilai tukar Rp/Yen
pada tahun 2005 sebesar Rp 76.33/Yen. Pada tahun-tahun berikutnya, nilai tukar
Rp/Yen sangat berfluktuasi dalam rentang Rp 67.33/Yen (nilai Rupiah terkuat
pada tahun 2006) hingga Rp 91.32/Yen (nilai Rupiah terlemah pada tahun 2008).
Sementara itu, nilai tukar Rp/Yuan pada tahun 2005 sebesar Rp 1,129.83/Yuan.
Nilai tukar ini terus berfluktuasi dalam rentang Rp 1,032.34/Yuan (nilai Rupiah
terkuat pada tahun 2010) hingga Rp 1,300.11/Yuan (nilai Rupiah terlemah pada
tahun 2008).
Sedangkan untuk perdagangan internasional, neraca perdagangan
Indonesia dengan tiga mitra dagang utamanya (China, Jepang, dan Amerika
Serikat) juga turut berfluktuasi (Gambar 3). Depresiasi Rupiah memang turut
memperbaiki neraca perdagangan Indonesia. Sebaliknya, apresiasi Rupiah akan
memperburuk neraca perdagangan Indonesia. Misalnya, saat Rupiah terdepresiasi
dari Rp 72.13/Yen pada tahun 2007 menjadi Rp 74.13/Yen pada tahun 2008,
neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan Jepang meningkat dari US$ 8.82
M menjadi US$ 14.28 M. Kasus dengan China, depresiasi Rupiah yang terjadi
pada tahun 2011 yaitu dari Rp 1,032.34/Yuan pada tahun 2010 menjadi Rp
1,100.73/Yuan pada tahun 2008 juga meningkatkan kinerja neraca perdagangan.
Hal ini terbukti dari menurunnya atau mengecilnya defisit neraca perdagangan
bilateral Indonesia dengan China dari deficit US$ 4.73 M pada tahun 2010
menjadi defisit US$ 3.27 M pada tahun 2011.
Namun lain halnya dengan kasus Amerika Serikat. Apresiasi Rupiah pada
tahun yang terjadi yaitu dari Rp 6,769.01/US$ di tahun 2010 menjadi Rp
6,732.74/US$ di tahun 2011 tidak membuat neraca perdagangan memburuk,
melainkan membaik. Kinerja neraca perdagangan meningkat dari US$ 4.88 M di
tahun 2010 menjadi US$ 5.66 M di tahun 2011.

5

20.00

MILYAR US$

15.00
10.00

Jepang

5.00

Amerika Serikat
China

0.00
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
-5.00
-10.00

Gambar 3 Pergerakan neraca perdagangan (nilai ekspor-nilai impor) Indonesia
dengan mitra dagang utama tahun 2005-201
Sumber: International Financial Statistic (2013), diolah

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraiaan di atas, berikut merupakan perumusan masalah yang
akan diteliti:
1. Bagaimana pengaruh jangka pendek dan jangka panjang nilai tukar riil
terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan Amerika Serikat?
Apakah kondisi Marshall-Lerner terpenuhi? Dan Apakah terjadi fenomena JCurve pada kasus bilateral antara Indonesia dengan Amerika Serikat?
2. Bagaimana pengaruh jangka pendek dan jangka panjang nilai tukar riil
terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan China? Apakah
kondisi Marshall-Lerner terpenuhi? Dan Apakah terjadi fenomena J-Curve
pada kasus bilateral antara Indonesia dengan China?
3. Bagaimana pengaruh jangka pendek dan jangka panjang nilai tukar riil
terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan Jepang? Apakah
kondisi Marshall-Lerner terpenuhi? Dan Apakah terjadi fenomena J-Curve
pada kasus bilateral antara Indonesia dengan Jepang?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang nilai tukar bilateral
riil terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan Amerika Serikat,
menguji terpenuhinya kondisi Marshall-Lerner serta melihat terjadinya
fenomena J-Curve pada kasus bilateral antara Indonesia dengan Amerika
Serikat
2. Menganalisa pengaruh jangka pendek dan jangka panjang nilai tukar bilateral
riil terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan China, menguji

6

terpenuhinya kondisi Marshall-Lerner serta melihat terjadinya fenomena JCurve pada kasus bilateral antara Indonesia dengan China.
3. Menganalisa pengaruh jangka pendek dan jangka panjang nilai tukar bilateral
riil terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan Jepang, menguji
terpenuhinya kondisi Marshall-Lerner serta melihat terjadinya fenomena JCurve pada kasus bilateral antara Indonesia dengan Jepang.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat bagi beberapa pihak, Adapun manfaat-manfaat
penelitian sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah dan pihak terkait (eksportir dan importir), penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan dan
mengambil keputusan terkait dengan kegiatan perdagangan (ekspor dan impor)
dengan negara lain (terutama mitra dagang);
2. Bagi akademisi, dapat dijadikan sebagai bahan kajian mengenai pengaruh nilai
tukar terhadap neraca perdagangan bilateral secara lebih mendalam dan sebagai
rujukan untuk penelitian selanjutnya;
3. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai
kondisi Marshall-Lerner dan fenomena J-Curve yang terjadi di neraca
perdagangan bilateral Indonesia dengan mitra dagang utamanya

Ruang Lingkup Penelitian
Fokus penelitian ini adalah melihat bagaimana hubungan jangka pendek
dan jangka panjang antara nilai tukar riil (Real Exchange Rate/RER) dan neraca
perdagangan serta mengestimasi apakah fenomena J-Curve terjadi di kasus neraca
perdagangan Indonesia dengan ketiga mitra dagang utamanya. Nilai ekspor dan
impor yang digunakan adalah nilai ekspor dan impor barang secara agregat, tidak
hanya terbatas pada salah satu sektor misalnya hanya sektor migas dan atau non
migas. Variabel yang digunakan dalam penelitian mencakup PDB domestik
(Indonesia), PDB mitra dagang, RER, serta suku bunga (Indonesia dan mitra
dagang).

TINJAUAN PUSTAKA
Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional merupakan konsekuensi dari adanya sistem
perekonomian terbuka yaitu mengekspor barang dan jasa ke luar negeri,
mengimpor barang dan jasa dari luar negeri, serta meminjam dan memberi
pinjaman pada pasar modal dunia (Mankiw, 2006). Manfaat adanya perdagangan
adalah memungkinkan setiap negara untuk memperoleh barang yang tidak
memiliki keunggulan komparatif pada biaya oportunitas yang lebih rendah

7

daripada yang mereka jumpai jika mereka harus memproduksi sendiri semua
komoditi yang dibutuhkan (Lipsey RG, Steiner PO, dan Purcvis DD, 1992).
Kegiatan perdagangan internasional ini juga akan mempengaruhi balance
of payment atau neraca pembayaran suatu negara. Neraca pembayaran suatu
negara merupakan suatu catatan sistematis mengenai semua transaksi ekonomi
antarpenduduk negara tersebut dengan negara-negara lainnya selama periode
tertentu. Komponen neraca pembayaran terdiri dari tiga komponen. Komponen
pertama yaitu neraca perdagangan yang merupakan selisih nilai ekspor dan impor
barang. Komponen kedua yaitu neraca jasa-jasa yang merupakan selisih antara
ekspor jasa dan impor jasa. Apabila kedua neraca itu digabung, akan diperoleh
neraca transaksi berjalan atau current account. Komponen ketiga dalam neraca
pembayaran adalah neraca yang menyangkut lalu lintas modal atau capital
account. (Halwani, 2002).
Kegiatan perdagangan internasional akan mempengaruhi current account.
Jika dalam suatu negara kegiatan ekspornya lebih banyak daripada kegiatan
impornya maka akan terjadi surplus dalam current account. Dan sebaliknya jika
nilai ekspor lebih kecil daripada nilai impor maka current account akan
mengalami defisit.

Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan (balance of trade) adalah sebuah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara nilai ekspor dan impor barang.
Neraca perdagangan dikatakan surplus apabila nilai ekspor barang melebihi nilai
impornya (Halwani, 2002). Neraca perdagangan biasa disebut dengan ekspor netto.
Di dalam neraca tersebut, transaksi yang dicatat adalah seluruh transaksi ekspor
dan impor barang dengan ketentuan sebagai berikut (Hady, 2004):
1. Ekspor barang dicatat sebagai transaksi kredit atau positif
2. Impor barang dicatat sebagai transaksi debit atau negatif
Bagi setiap negara tentunya kondisi surplus lebih diharapkan. Terjadinya
surplus perdagangan berarti jumlah ekspor yang dilakukan oleh sebuah negara
lebih banyak dibandingkan impornya. Kondisi ini berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Model neraca perdagangan dapat dijelaskan oleh model dua negara seperti
yang dituliskan oleh Rose dan Yellen (1989) dalam Bahmani-Oskooee dan
Kantipong (2001). Secara matematis, kita dapat menuliskan fungsi dari
permintaan impor domestik dan permintaan impor luar negeri sebagai berikut,
M = M (Y, P m ,)
(1)
M* = M*(Y*, P* m )
(2)
Dimana M adalah volume impor dalam negeri, M* adalah volume impor
luar negeri (ekspor oleh domestik), Y adalah PDB riil domestik, Y* adalah PDB
riil luar negeri, P m adalah harga relatif barang impor terhadap barang domestik di
dalam negeri, dan P* m adalah harga relatif barang impor terhadap barang
domestik di luar negeri. Di sisi lain, penawaran ekspor dapat diasumsikan hanya
tergantung pada harga relatif seperti dalam fungsi sebagai berikut,
X = X (P x )
(3)

8

X* = X*(P* x )
(4)
dimana X adalah penawaran barang ekspor dari negara asal, X* adalah
penawaran barang ekspor dari luar negeri, P x adalah harga relatif barang ekspor
domestik, dan P* x adalah harga relatif barang ekspor di negara asal (mitra
dagang).
Berdasarkan persamaan permintaan dan penawaran di atas, maka kondisi
keseimbangan dapat dirumuskan sebagai berikut:
M = X*
(5)
M* = X
(6)
Telah diketahui bahwa P m = RER.P* x dan P* m = P x /RER dimana nilai
tukar riil RER = (P*.E/P), sehingga kuantitas perdagangan dalam keseimbangan
dengan harga relatif merupakan fungsi dari RER, Y, dan Y*. Oleh karena itu,
model neraca perdagangan juga merupakan fungsi dari RER, Y, dan Y*. atau
dengan kata lain nilai tukar riil, pendapatan riil domestik, pendapatan riil luar
negeri merupakan faktor utama penentu neraca perdagangan atau ekspor neto.
Neraca perdagangan barang (TB) = f(Y, Y*, RER)
(7)

Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP)
adalah penghitungan yang digunakan oleh suatu negara sebagai ukuran utama bagi
aktivitas perekonomian nasionalnya. Tetapi pada dasarnya PDB mengukur seluruh
volume produksi dari suatu wilayah (negara) secara geografis.
Gross domestic product (GDP) hanya mencakup barang dan jasa akhir,
yaitu barang dan jasa yang dijual kepada pengguna yang terakhir. Untuk barang
dan jasa yang dibeli untuk diproses lagi dan dijual lagi (Barang dan jasa
intermediate) tidak dimasukkan dalam GDP untuk menghindari masalah double
counting atau penghitungan ganda, yaitu menghitung suatu produk lebih dari satu
kali (Lipsey RG, Steiner PO, dan Purcvis DD, 1992).
Produk Domestik Bruto (PDB) memiliki dua tipe, yaitu PDB nominal dan
PDB riil. PDB nominal yaitu nilai barang dan jasa yang diukur dengan harga
berlaku. Artinya PDB nominal yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun
dinilai tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sementara, PDB riil yaitu nilai
barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut
harga konstan. Artinya, PDB riil menunjukkan apa yang akan terjadi terhadap
pengeluaran atas output jika jumlah berubah tetapi harga tidak berubah (Mankiw,
2006).
Setiap perbedaan antara pendapatan nasional nominal (GDP nominal)
dengan pendapatan nasional riil (GDP riil) untuk suatu tahun tertentu pasti
disebabkan oleh perubahan harga-harga antara tahun itu dengan tahun dasar yang
digunakan dalam menghitung pendapatan riil. Jadi, perbandingan semacam itu
menunjukkan suatu indeks harga yang berkaitan dengan kedua tahun itu
(Lipsey,dkk, 1987). Indeks harga implisit (deflator implisit) atau bisa juga disebut
GDB deflator ini didefinisikan sebagai berikut:
Deflator GDP = GDP nominal
GDP riil

(8)

9

Kita juga dapat menuliskan persamaan (8) dengan,
GDP riil = GDP nominal
(9)
Deflator GDP
Dengan bentuk persamaan ini, kita dapat melihat bagaimana deflator
memperoleh namanya: yaitu digunakan untuk mendeflasi (menghilangkan inflasi)
dari GDP nominal untuk menghasilkan GDP riil (Mankiw, 2006).

Nilai Tukar
Kurs (exchange rate) atau nilai tukar antara dua negara adalah tingkat
harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan
perdagangan. Para ekonom membedakan nilai tukar mata uang domestik terhadap
mata uang asing menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai
tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua
negara. Sedangkan, nilai tukar riil (real exchange rate) adalah harga relatif
barang-barang di kedua negara.
Nilai tukar riil menyatakan tingkat di mana kita bisa memperdagangkan
barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain
(Mankiw,2006). Dengan kata lain, nilai tukar riil ialah rasio harga-harga di luar
negeri dengan harga domestik yang diukur dengan mata uang yang sama. Hal ini
mengukur daya saing suatu negara dalam perdagangan internasional. Nilai tukar
riil didefinisikan sebagai (Dornbusch dkk, 2008):
Nilai tukar riil = Nilai tukar nominal x Rasio tingkat harga
ϵ
=
E
x
(P f /P)
(10)
dimana;
P = Tingkat harga barang domestik
P f = Tingkat harga barang luar negeri
Nilai tukar riil diasumsikan sama dengan 1. Jika nilai tukar lebih dari 1
berarti barang di luar negeri lebih mahal dari barang dalam negeri. Hal ini
berimplikasi bahwa masyarakat, baik dalam maupun luar negeri, mengalihkan
sebagian pengeluaran mereka ke barang-barang produksi dalam negeri. Hal ini
sering digambarkan sebagai kenaikan daya saing produk-produk dalam negeri
(Dornbusch, dkk, 2008). Hubungan antara nilai tukar riil dengan neraca
perdagangan dapat dijelaskan dalam Gambar 4 (Mankiw, 2006).
Kurs riil,ϵ

NX(ϵ)
Ekspor neto, NX
Gambar 4 Hubungan Kurs riil dengan Net Ekspor

10

Sumber: Mankiw (2006)
Suku Bunga
Dalam perekonomian terbuka, pasar uang dan pasar barang memiliki
keterkaitan satu sama lain. Selain neraca perdagangan, dalam sistem
perekonomian terbuka terjadi pula arus modal internasional. Hubungan antara
pasar uang dan pasar barang dapat dijelaskan oleh persamaan pendapatan nasional
dalam bentuk tabungan dan investasi (Mankiw, 2000).
Y = C + I + G + NX
Y – C – G = I + NX
S = I + NX
S – I = NX
NX = S – I(r*)
(11)
Persamaan diatas menunjukkan bahwa ekspor neto suatu perekonomian
harus selalu sama dengan selisih antara tabungan dan investasi atau arus modal
keluar neto. Investasi bergantung pada tingkat bunga riil dunia. Mengingat
Indonesia merupakan negara dengan perekonomian kecil terbuka, sehingga
tingkat bunga riil sama dengan tingkat bunga riil dunia (r = r*). Hubungan antara
tingkat suku bunga dengan neraca perdagangan dijelaskan dalam Gambar 5.
S
Tingkat bunga (r)

r = r*
NX

I(r) 2
I(r) 1
Investasi, Tabungan, I,S

Gambar 5 Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Neraca Perdagangan
Sumber: Mankiw (2006)
Jika tingkat suku bunga menurun maka permintaan terhadap barangbarang investasi akan meningkat pada setiap tingkat bunga (asumsi r = r*).
Meningkatnya investasi menyebabkan kurva investasi bergeser dari I(r)1 ke I(r)2
pada tingkat dunia tertentu. Dampak dari investasi yang meningkat akan
menyebabkan investasi harus dibiayai dengan utang luar negeri karena tabungan
tidak berubah, yang berarti arus modal keluar neto adalah negatif. Karena NX = S
– I, kenaikan dalam I menunjukkan penurunan dalam NX atau neraca
perdagangan.

11

Konsep J-Curve
Devaluasi pada dasarnya merupakan penyesuaian harga pesaing di luar
negeri terhadap biaya dalam negeri. Ketika mata uang domestik terhadap mata
uang luar negeri didevaluasi, maka barang yang diimpor harganya dalam rupiah
menjadi naik secara proporsional. Penyesuaian yang lambat untuk peningkatan
volume perdagangan dari perubahan harga yang disebabkan oleh devaluasi
menyebabkan perubahan dengan fenomena yang dikenal dengan Kurva-J (JCurve) (Halwani, 2002).

Current
Account
Surplus

+5

T3
(+)

Time
T1

Current
Account
berkurang
Deficit (-)

T2

-2

T 1 = Posisi Defisit
T 2 = Posisi defisit
T 3 = Posisi surplus

Gambar 6 Kurva-J (J-Curve)
Sumber : Hamdy Hady (2004)
Keterangan:
1. Kebijakan devaluasi biasanya dalam jangka pendek justru akan lebih
memperberat sisi deficit current account
2. Hal ini dapat terjadi karena perubahan kuantitas ekspor dan impor sebagai
akibat perubahan harga yang disebabkan oleh devaluasi memerlukan waktu
penyesuaian.
3. Biasanya dalam waktu singkat justru penerimaan devisa ekspor relatif akan
lebih cepat menurun karena adanya penyesuaian-penyesuaian harga barang
ekspor di dalam negeri sehingga ekspor menjadi tertunda dan diperlukan
kontrak baru, sedangkan pengeluaran devisa untuk impor menurun lebih
lambat karena harga barang impor di luar negeri dalam valas tidak akan
berubah.
4. Biasanya setelah periode tertentu (satu hingga tiga bulan penyesuaian harga
ekspor dan impor), kurva J akan mulai menaik dan ini berarti devaluasi akan
memperbaiki posisi current account (lebih tepatnya neraca perdagangan).

12

Marshall-Lerner Condition
Alfred Marshall dan Abba Lerner menyatakan bahwa depresiasi nilai tukar
riil akan meningkatkan kinerja current account apabila volume ekspor dan volume
impor elastis (lebih besar dari 1) terhadap perubahan nilai tukar riil. Dampak
perubahan nilai tukar riil terhadap current account dibagai ke dalam volume effect
dan value effect.
Volume effect adalah dampak perubahan unit output ekspor dan impor
akibat dari perubahan nilai tukar riil. Mereka beragumen bahwa nilai volume effect
adalah positf karena elatisitas ekspor positif (perubahan permintaan volume
ekspor terhadap perubahan nilai tukar riil > 0) dan elastisitas impor negatif
(perubahan permintaan volume ekspor terhadap perubahan nilai tukar riil < 0).
Sementara value effect adalah kenaikan nilai impor atas dasar harga domestik
akibat dari perubahan nilai tukar riil. Sehingga perubahan current account secara
netto dapat menjadi positif atau negatif tergantung pada elastisitas ekspor dan
impor.
Dalam analisa Marshall-Lerner Condition diasumsikan bahwa neraca
jasa=0 sehingga current account (CA) sama dengan trade balance (neraca
perdagangan. Jika CA dinyatakan dalam unit output domestik maka dapat ditulis
sebagai berikut:
CA (EP*/P,Y d ) = EX(EP*/P)-IM(EP*/P,Y d )
(12)
Dimana CA= Current Account, EX= ekspor, IM= impor, EP*/P= nilai tukar
riil, dan Y d = pendapatan domestik riil. Dalam persamaan (12) diasumsikan bahwa
pendapatan luar negeri (Y f ) adalah konstan.
Misalkan q sebagai nilai tukar riil dan EX* sebagai domestic import dilihat
dari sisi luar negeri (volume ekspor luar negeri ke domestik), maka:
IM= q x EX*
(13)
Sehingga, jika persamaan (13) disubstitusikan ke persamaan (12), maka:
CA (q,Y d ) = EX(q) - q x EX*(q,Y d )
(14)
Jika EX q merepresentasikan dampak dari kenaikan 1 (depresiasi nilai tukar
riil) pada permintaan ekspor dan EX* q merepresentasikan dampak dari kenaikan q
pada volume impor, maka dapat ditulis:
EX q = ∆EX/∆q
(15)
EX* q = ∆EX*/∆q
(16)
Dimana, EX q > 0 sedangkan EX* q < 0. Dengan depresiasi nilai tukar riil
maka harga produk di pasar global menjadi lebih murah sehingga daya saing
meningkat. Oleh karena itu, depresiasi akan meningkatkan permintaan ekspor
(EX*) dan menrunkan permintaan impor dari luar neger (EX*).
Jika superscript 1 mewakili nilai awal CA dan superscript 2 mewakili nilai
setelah q berubah, maka dampak perubahan nilai tukar riil terhadap current
account adalah sebagai berikut:
∆CA = CA2 – CA1 = (EX2 – q2. EX*2) – (EX1 – q1.EX*1)
(17)
2
1
2
2
1
1
2
1
2
1
∆CA = (EX – EX ) – q . ∆EX* + q .EX* + (q .EX* – q .EX* ) (18)
∆CA = ∆EX – (q2. ∆EX*) – (∆q.EX*1)
(19)
Dengan membagi sisi kiri dan kanan dengan ∆q maka akan diperoleh reaksi
current account terhadap perubahan nilai tukar, yaitu:
∆CA/∆q = EX q – (q2. EX* q ) – EX*1
(20)

13

Dampak perbuhan nilai tukar riil terhadap current account dibagai ke
dalam volume effect dan value effect. Besaran EX q dan EX* q mencerminkan
volume effect. Nilai volume effect selalu posistif karena EX q > 0 dan EX* q < 0.
Sementara EX*1 mencerminkan value effect dan ini akan memperburuk CA
karena dengan meningkatnya nilai tukar riil (q) maka akan meningkatkan nilai
impor (pada volume impor semula yang tetap) dalam harga domestik (Astiyah dan
Santoso, 2005).
Selanjutnya untuk mengetahui dampak depresiasi terhadap ekspor dan
impor domestik, maka perlu mengetahui bagaimana elastisitas ekspor dan impor
terhadap perubahan nilai tukar riil, yaitu sebagai berikut:
η = (q1/EX1) . EX q
(21)
η* = -(q1/E*X1) . EX* q
(22)
Atau dengan kata lain, persamaan permintaan ekspor dan impor dalam
jangka panjang secara umum adalah:
EX q = α x + β*y* t + η reer t
EX* q = α m + βy t – η* reer t
(23)
sehingga persamaan neraca perdagangan (EX q -EX* q ) jangka panjang secara
umum adalah
tb t = α x - α m + β*y* t - βy t + (η + η* – 1) rer t
(24)
tb t = α + β*y* t - βyt + η** rer t
(25)
*
dimana tb adalah trade balance (neraca perdagangan), y adalah PDB mitra
dagang, y merupakan PDB domestik, η adalah elastisitas permintaan ekspor, η*
adalah elastisitas permintaan impor, rer adalah nilai tukar riil, α = α x - α m dan η**
= (η + η* – 1). Koefisien rer t (η**) memberikan kondisi Marshall-Lerner untuk
suatu depresiasi (peningkatan rer) yang akan meningkatkan neraca perdagangan.
Menurut Marshall-Lerner Condition, depresiasi riil dari suatu mata uang
akan meningkatkan kinerja trade balance jika jumlah dari elastisitas permintaan
impor dan ekspor terhadap nilai tukar riil lebih besar dari 1 (>1). Sehingga, jika
persamaan (25) tersebut terpenuhi maka dikatakan bahwa Marshall-Lerner
Condition terpenuhi (Batiz, 1994).

Metode Analisis (Vector Error Correction Model/VECM)
Vector Error Correction Model (VECM) adalah VAR yang terestriksi
yang digunakan untuk variabel yang nonstasioner tetapi memiliki potensi
terkointegrasi. Setelah dilakukan pengujian pada model yang digunakan maka
dianjurkan untuk memasukan persamaan kointegrasi ke dalam model yang
digunakan. Pada data time series kebanyakan memiliki tingkat stasioneritas pada
first difference atau I(1). VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi
kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Oleh karena itu, VECM sering
disebut sebagai desain VAR bagi series nonstasioner yang memiliki hubungan
kointegrasi. Dengan demikian, dalam VECM terdapat speed of adjustment dari
jangka pendek ke jangka panjang. Adapun spesifikasi model VECM secara
Umum adalah sebagai berikut :
Δyt = µ 0x + µ 1x t + π x yt-1 + ∑�−1
�=1 Г ix Δy t-i + ε t
R

(26)

14

Dimana :
Yt
= Vektor yang berisi variabel yang akan dianalisis dalam penelitian
(vektor dari variabel endogen : X/M, RER, Y, Y*, R, R*)
i
= Lag order
µ 0x
= vektor intersep
μ 1x
= Vektor Koefisien Regresi,
t
= Time trend
Πx
= α x β’, dimana β’ mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang,
α
= Matriks Loading atau matriks parameter speed of adjusment,
Y t-i
= Variabel in-level
(k-1) = Ordo VECM dari VAR,
Γ
= Matriks Koefisien Regresi
εt
= Error term
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai analisis efek Kurva-J telah dilakukan sebelumnya
oleh Yasmina Guechari (2012) menggunakan teknik kointegrasi dan analisis
Error Correction Model (ECM) adalah. Yasmina Guechari menganalisis pengaruh
jangka pendek dan jangka panjang dari nilai tukar riil efektif (Real Effective
Exchange Rate/REER) pada neraca perdagangan Algeria baik secara agregat
maupun bilateral (Amerika Serikat dan Perancis). Dalam analisis ini, Yasmina
menggunakan data time series selama periode 1981:Q1 hingga 2009:Q4. Varabel
yang digunakan adalah log neraca perdagangan (agregat dan bilateral) yang
didefinisikan sebagai rasio ekspor dan impor, log REER, log pendapatan domestik
(Algeria), dan log pendapatan luar negeri sebagai mitra dagang utamanya
(Amerika dan Perancis).
Hasil yang diperoleh Yasmina Guechari yaitu REER memiliki pengaruh
yang signifikan (negatif dalam jangka pendek dan positif dalam jangka panjang)
pada neraca perdagangan bilateral dan agregat. Melalui uji granger causality antar
variabel, didapatkan bahwa ada hubungan sebab akibat antara nilai tukar dengan
neraca perdagangan agregat dan bilateral (Amerika Serikat dan Perancis). Hasil
analisis generalized impulse response membuktikan bahwa kurva-J terjadi pada
neraca perdagangan Algeria secara agregat dan bilateral dengan Amerika Serikat.
Sementara, neraca perdagangan Algeria dengan Perancis menunjukkan kurva-J
yang lemah. Secara umum dapat disimpulkan bahwa devaluasi mata uang Algeria
akan memberikan keuntungan bagi neraca perdagangan Algeria.
Penelitian mengenai analisis efek Kurva-J juga telah dilakukan oleh
Hassan Kimbugwe (2006). Kimbugwe menguji hipotesis Kurva-J dalam jangka
pendek dan jangka panjang dari hubungan perdagangan bilateral Turki dengan 9
mitra dagang utamanya (Austria, Belgia, Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Italia,
Swiss, Amerika). Penelitian ini menggunakan data agregat dan data disagregat
secara tahunan pada periode 1960-2000. Data-data tersebut diuji menggunakan
metode yang berlandaskan pada pendekatan Bound Testing baru untuk teknik
kointegrasi yaitu Autoregressive Distributed Lag (ARDL), teknik kointegrasi
multivariasi, analisis generalized impulse response functions serta uji CUSUM

15

and CUSUMQ untuk melihat kestabilan hubungan jangka panjang antar variabelvariabel yang diuji yaitu antara neraca perdagangan dengan nilai tukar riil, PDB
riil domestik (Turki), dan PDB riil mitra dagang utamanya (Austria, Belgia,
Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Italia, Swiss, Amerika).
Hasil yang diperoleh Kimbugwe adalah adanya hubungan kointegrasi
dalam jangka panjang antara variabel neraca perdagangan riil, nilai tukar riil, PDB
riil domestik (PDB Turki) dan PDB riil 9 mitra utama dagangnya. Namun di sisi
lain, penulis tidak dapat menemukan fakta yang mendukung hipotesis Kurva-J
dalam jangka pendek untuk negara Turki. Bagaimanapun, penggunaan
generalised impulse response function ternyata tetap dapat membuktikan bahwa
depresisi nilai mata uang Turki (Lira) akan meningkatkan neraca perdagangan
dalam keseimbangan jangka panjang hanya untuk kasus perdagangan bilateral
antara Turki dengan Inggris dan Belgia.
Peneliti lain yang menguji fenomena J-Curve dengan menggunakan teknik
pendekatan Bound Testing untuk teknik kointegrasi yaitu Autoregressive
Distributed Lag (ARDL) seperti yang digunakan Kimbugwe adalah Mohsen
Bahmani-Oskoee dan Jehanzeb Cheema (2009), Abdorreza Soleymani, Soo Y.
Chua, dan Behnaz Saboori (2011), serta Mohsen Bahmani-Oskooee and
Tatchawan Kantipong (2001). Ketiga kelompok peneliti tersebut secara umum
menggunakan teknik pendekatan Bound Testing untuk meneliti fenomena J-Curve
di negara yang berbeda.
Adapun masing-masing tujuan penelitian yang dilakukan oleh ketiga
kelompok peneliti tersebut yaitu: Mohsen Bahmani-Oskoee dan Jehanzeb
Cheema (2009) menggunakan pendekatan Bound Testing untuk menguji
fenomena J-Curve antara Pakistan dengan 13 mitra dagang utamanya yaitu China,
Perancis, Jerman, Hongkong, Italia, Jepang, Korea, Kuwait, Malaysia, Arab Saudi,
U.A.E., Inggris, dan Amerika dengan menggunakan data perdagangan bilateral
secara kuartalan selama periode 1980:Q1 hingga 2003:Q4. Variabel yang
digunakan adalah neraca perdagangan Pakistan dengan mitra dagang utamanaya
yang didefinisikan sebagai rasio impor impor nominal terhadap ekspor
nominalnya dengan mitra dagang utama, PDB riil Pakistan, PDB riil negara lain
yang menjadi mitra dagang utamanya, dan nilai tukar riil bilateral. Di samping
menggunakan pendekatan Bound Testing, Bahmani-Oskoee Cheema juga
menggunakan pendekatan kointegrasi Johansen untuk melihat hubungan jangka
panjang antar variabel. Sementara Abdorreza Soleymani, Soo Y. Chua, dan
Behnaz Saboori (2011) menggunakan teknik pendekatan Bound Testing dan juga
error correction model (ECM) untuk menginvestigasi respon jangka pendek dan
jangka panjang neraca perdagangan antara Malaysia dengan China terhadap
depresiasi nilai riil mata uang Ringgit. Penulis menggunakan data 53 industri
secara kuartalan selama periode 1993Q1-2009Q4. Sedangkan di sisi lain, Mohsen
Bahmani-Oskooee and Tatchawan Kantipong (2001) juga menguji fenomena
J-Curve (respon jangka pendek dan jangka panjang neraca perdagangan terhadap
depresiasi nilai tukar) antara Thailand dengan lima mitra dagang utamanya yaitu
Jerman, Jepang, singapura, Inggris, dan Amerika Serikat. Data yang dianalisis
adalah data kuartalan selama periode 1973:Q1 hingga 1997:Q4.
Dengan menggunakan pendekatan Bound Testing, Bahmani-Oskoee dan
Cheema (2009) dapat membuktikan bahwa depresiasi nilai tukar memberikan
memberikan pengaruh jangka pendek terhadap neraca perdagangan walaupun

16

tidak konsisten dengan hipotesis kurva-J. Dalam jangka panjang, terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara nilai tukar riil dan neraca
perdagangan antara Pakistan dengan hampir setengah dari mitra dagang utamanya
yaitu China, Hong Kong, Jepang, Kuwait, dan U.A.E. implikasi kebijakan dari
penemuan kedua penulis ini adalah tidak semua mitra dagang terpengaruh
terhadap depresiasi riil nilai mata uang Pakistan (Rupee). Di sisi lain, penggunaan
pendekatan kointegrasi Johansen tidak dapat membuktikan hipotesis Kurva–J
maupun dampak jangka panjang yang signifikan dari perubahan nilai tukar riil
terhadap neraca perdagangan bilateral.
Pengujian yang telah dilakukan oleh Abdorreza Soleymani, Soo Y. Chua,
dan Behnaz Saboori (2011) dengan menggunakan metode pendekatan Bound
testing dan ECM didapatkan hasil bahwa meskipun depresiasi mata uang Ringgit
memberikan pengaruh yang signifikan dalam jangka pendek terhadap neraca
perdagangan di level industri secara mayoritas, pengaruh dalam jangka pendek
tersebut jika diterjemahkan ke dalam jangka panjang hanya akan memberikan
pengaruh yang positif hanya kepaada 11 industri dari 53 industri yang diteliti.
Mohsen Bahmani-Oskooee and Tatchawan Kantipong (2001) juga
menggunakan metode penelitian Autoregressive Distributed Lag (ARDL) untuk
meneliti kasus fenomena J-Curve untuk negara Thailand. Hasil yang diperoleh
adalah fenomena J-Curve hanya terjadi antara hubungan perdagangan bilateral
Thailand dengan Jepang serta hubungan perdagangan bilateral Thailand dengan
Amerika Serikat. Sementara hubungan perdagangan bilateral antara Thailand
dengan Jerman, Inggris, dan Singapura tidak menunjukkan adanya fenomena Jcurve.
Hasil yang diperoleh Mohsen Bahmani-Oskooee and Tatchawan
Kantipong tersebut sedikit berbeda dengan hasil penelitian selanjutnya yang
dilakukan oleh Olugbenga Onafowora (2003). Onafowora menggunakan metode
yang berbeda yaitu Vector Error Correction Model (VECM) dan analisis
Generalized Impulse Response Function untuk meneliti pengaruh jangka pendek
dan jangka panjang dari perubahan nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan riil
(fenomena J-Curve) antara tiga Negara di ASEAN (Thailand, Malaysia, dan
Indonesia) dalam hubungan perdagangan bilateral dengan Amerika dan Jepang.
Dalam analisis ekonometrika ini, Onafowora menggunakan data untuk variabel
neraca perdagangan Thailand, Malaysia, dan Indonesia dengan mitra dagangnya
yaitu Amerika dan Jepang, PDB riil Thailand PDB riil Malaysia, PDB riil
Indonesia, PDB riil Amerika, PDB riil Jepang sebagai menjadi mitra dagangnya,
dan nilai tukar riil bilateral secara kuartalan selama periode 1980:Q1 hingga
2001:Q4.
Onafowora menemukan bahwa terdapat fenomena J-Curve dalam jangka
pendek di dalam hubungan perd