Analisis Pengaruh Cadangan Devisa, Pendalaman Sektor Keuangan, dan Gejolak Nilai Tukar Perdagangan Terhadap Stabilisasi Nilai Tukar Riil Rupiah di Indonesia

(1)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation X1 11 32774.19 125931.00 80031.02 30956.68

X2 11 38.79 48.85 43.67 3.06

X3 11 97.82 165.07 121.35 23.59

Y 11 5254.74 9943.64 7650.92 1596.46

Valid N (listwise) 11

Model Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .967(a) .934 .906 489.26773 2.133

a Predictors: (Constant), X3, X2, X1 b Dependent Variable: Y

ANOVA(b)

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 23811154.281 3 7937051.427 33.156 .000(a)

Residual 1675680.362 7 239382.909

Total 25486834.644 10

a Predictors: (Constant), X3, X2, X1 b Dependent Variable: Y

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 2056.679 3131.537 .657 .532

X1 .030 .007 .581 4.132 .004 .475 2.103

X2 139.290 53.200 .267 2.618 .034 .906 1.104

X3

-23.782 9.826 -.351

-2.420 .046 .446 2.244 a Dependent Variable: Y


(2)

Regression Standardized Residual 2 1 0 -1 -2 F re q u e n c y 3 2 1 0 Histogram Dependent Variable: Y

Mean =2.91E-15฀ Std. Dev. =0.837฀N =11

Observed Cum Prob

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 E x p e c te d C u m P ro b 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Y


(3)

Regression Studentized Residual 2 1 0 -1 -2 R e g re s s io n S ta n d a rd iz e d P re d ic te d V a lu e 2 1 0 -1 -2 Scatterplot Dependent Variable: Y

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Predicted Value

N 11

Normal Parameters(a,b) Mean 7650.92

Std. Deviation 1543.09

Most Extreme Differences Absolute .222

Positive .150

Negative -.222

Kolmogorov-Smirnov Z .735

Asymp. Sig. (2-tailed) .652

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Thamrin dan Tantri, Francis. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan, Edisi Pertama, Cetakan Ketiga, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Asmanto, Priadi dan Suryandari, Sekar. 2008. Cadangan Devisa, Financial

Deepening dan Stabilisasi Nilai Tukar Riil Rupiah Akibat Gejolak Nilai Tukar Perdagangan. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Volume

11 No.2, Oktober 2008.

Carbaugh , Robert . J . 2004. International Economics. 9th Ed . USA . Thomson. Erlina, Sri Mulyani. 2007. Metodologi Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi dan

Manajemen. Cetakan Pertama. Medan: USU Press.

Feriyanto, Andri. 2015. Perdagangan Internasional: Kupas Tuntas Prosedur

Ekspor Impor, Jakarta: Mediatera.

Gandhi, Dyah Virgoana, 2006. Pengelolaan Cadangan Devisa Di Bank

Indonesia. Seri Kebanksentralan. No.17. Pusat Pendidikan dan Studi

Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia. Maret 2006.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan SPSS, Edisi Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Manurung, Jonni dan Manurung Adler Haymans. 2009. Ekonomi Keuangan dan

Kebijakan Moneter, Jakarta: Salemba Empat.

Nopirin. 1995. Ekonomi Internasional. Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE.

Republik Indonesia. Peraturan Bank Indonesia No 13/20/PBI/2011 Tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri.

Ruslan, Dede. 2011. Analisis Financial Deepening Di Indonesia. Journal of Indonesian Applied Economics. Vol. 5 No. 2 Oktober 2011.

Siregar, Syofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan

Perhitungan Manual dan SPSS. Jakarta: Kencana.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis, Edisi Keduabelas. Bandung: CV. Alfabeta.

Sujarweni, V. Wiratna. 2014. SPSS untuk Penelitian, Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.


(5)

Supriana, Tavi. 2008. Ekonomi Makro, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Medan: USU Press.

Suryandari, Sekar. 2008. Pengaruh International Reserves dan Financial

Deepening dalam Perannya sebagai Penstabil Nilai Tukar Riil Akibat Terms of Trade Shock. Skripsi: Universitas Airlangga.


(6)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Erlina (2007:62) menyatakan “desain penelitian merupakan suatu rancangan dan struktur penelitian yang dibuat sedemikian rupa agar memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian”. Penelitian ini termasuk penelitian asosiatif atau hubungan yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antara dua variabel atau lebih (Siregar, 2013:7). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak nilai tukar perdagangan terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, dapat ditentukan apakah variabel-variabel tersebut berpengaruh atau tidak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menghasilkan data riil berupa angka dan dapat diukur dengan pasti.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Indonesia dan waktu penelitian tahun 2005-2015.


(7)

Batasan operasional merupakan batasan variabel-variabel yang akan diteliti sesuai perumusan masalah. Batasan operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas adalah cadangan devisa (X1), pendalaman sektor keuangan

(X2) dan gejolak nilai tukar perdagangan (X3). 2. Variabel terikat (Y) adalah nilai tukar riil Rupiah.

3.4. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan variabel yang akan diteliti atau diamti. Penjelasan dari variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas terdiri dari:

a. Cadangan devisa (X1) yaitu seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh otoritas moneter dan dapat digunakan setiap waktu guna membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas moneter.

b. Pendalaman sektor keuangan (X2) yaitu perkembangan sektor keuangan suatu negara. Pendalaman sektor keuangan (financial deepening) dapat diukur dengan menggunakan rasio antara aset keuangan dalam negeri terhadap GDP yaitu:

% 100 2

× =

GDP M FD

Keterangan: M2 dalam penelitian ini meliputi uang kartal, uang giral, uang kuasai dan surat berharga selain saham; dan GDP (Gross Domestic

Product) merupakan nilai dari output dalam negeri. Hasil rasio ini

menunjukkan rasio penggunaan M2 untuk menghasilkan setiap GDP. Semakin kecil rasio tersebut menunjukkan semakin dangkal sektor


(8)

keuangan suatu negara dan semakin besar rasio tersebut menunjukkan semakin dalam sektor keuangan suatu negara.

c. Gejolak nilai tukar perdagangan (X3), yaitu perbandingan antara indeks harga ekspor dengan indeks harga impor. Kenaikan ekspor menunjukkan perbaikan di dalam nilai tukar perdagangan, artinya untuk sejumlah tertentu ekspor dapat diperoleh jumlah impor yang lebih banyak dengan melalui hubungan harga. Formulasinya dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut:

% 100 × =

Pm Px N

Di mana, Px adalah nilai ekspor; Pm adalah nilai impor; dan 100 adalah indeks tahun dasar.

2. Variabel terikat adalah nilai tukar riil Rupiah (Real Exchange Rate) adalah

harga relatif suatu mata uang negara Republik Indonesia dibandingkan dengan mata uang negara lain. Nilai tukar yang digunakan adalah kurs akhir tahun nilai tukar Rupiah terhadap US$. Nilai ini diperoleh dengan mengalikan antara nilai tukar nominal dalam negeri dengan Consumer Price Index (CPI) luar negeri dibagi dengan CPI dalam negeri, atau dengan rumus:

DN

LN

CPI

CPI Nominal

Kurs ×

=

RER

Dimana: RER = nilai tukar riil Rupiah, CPILN = Indeks harga konsumen luar negeri dan CPIDN = Indeks harga konsumen dalam negeri


(9)

Skala pengukuran variabel yang digunakan adalah skala rasio. Menurut Nazir (2006:132), skala rasio memberikan keterangan tentang nilai absolut dari objek yang diukur.

3.6. Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2008:115), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi penelitian adalah cadangan devisa, broad money, gross domestic product (GDP), nilai ekspor, nilai impor dan nilai tukar riil Rupiah mulai tahun 1945-2015.

Sampel adalah sebagian dari anggota populasi yang dipandang dapat mewakili populasi. Sampel penelitian cadangan devisa, broad money, gross

domestic product (GDP), indeks harga ekspor, indeks harga impor, nilai tukar

nominal, indeks harga konsumen luar negeri, dan indeks harga konsumen dalam negeri tahun 2005-2015. Teknik pengambilan sampel adalah convinience sampling, yaitu pengambilan sampel dipermudah.

3.7. Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sugiyono (2008:225), menyatakan data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya berupa dokumen.


(10)

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi. Hal ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang sudah diolah sebelumnya dari objek penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari situs www.bi.go.id berupa cadangan devisa, broad

money, gross domestic product (GDP), indeks harga ekspor, indeks harga impor,

nilai tukar nominal, indeks harga konsumen luar negeri, dan indeks harga konsumen dalam negeri.

3.9. Teknik Analisis Data 3.9.1. Uji Asumsi Klasik

Asumsi yang mendasari model regresi adalah asumsi klasik, yaitu: 1. Uji normalitas

Uji normalitas data dilakukan sebelum data diolah berdasarkan model-model penelitian. Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Sujarweni (2014:52), menyatakan normalitas data dapat dilihat dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Pengambilan keputusan:

- Jika signifikansi > 0,05, maka data berdistribusi normal - Jika signifikansi < 0,05, maka data tidak berdistribusi normal

Uji normalitas juga dapat dilakukan melalui analisis grafik dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik normal p-p plot of

regression standardized residual. Jika data menyebar disekitar garis diagonal

dan mengikuti arah garis diagonal grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.


(11)

2. Uji multikolinieritas

Sujarweni (2014:185), menyatakan ”uji multikolinieritas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan antara variabel independen dalam satu model”. Kemiripan antar variabel independen akan mengkibatkan korelasi yang sangat kuat. Uji multikolinieritas diukur dari

Variance Inflating Factor (VIF). Jika VIF > 10, maka terjadi multikolinieritas,

sebaliknya jika VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas. 3. Uji autokorelasi

Sujarweni (2014:186), menyatakan uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada periode tertentu dengan variabel sebelumnya. Mendeteksi autokorelasi dengan menggunakan nilai Durbin Watson dibandingkan dengan tabel Durbin Watson (dl dan du). Kriteria: jika du < dw < 4 – du, maka tidak terjadi autokorelasi. 4. Heteroskedastisitas.

Sujarweni (2014:186), menyatakan heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain. Cara memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dengan pola gambar scatterplot, regresi yang tidak terjadi heteroskedastisitas jika:

a. Titik-titik menyebar di atas dan di bawah atau disekitar angka 0. b. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.

c. Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melembar kemudian menyempit dan melebar kembali.


(12)

d. Penyebaran titik-titik data tidak berpola.

3.9.2. Analisis Persamaan Regresi Linear

Teknik analisis yang digunakan adalah persamaan regresi linear berganda yang berguna untuk mengetahui pengaruh cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak nilai tukar perdagangan terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah (Sugiyono, 2008:277), dengan rumus:

Y = a = b1X1 + b2X2 + b3X3 + εi Keterangan : X1 = Cadangan devisa (Juta US$)

X2 = Pendalaman sektor keuangan (%) X3 = Gejolak nilai tukar perdagangan (%) Y = Stabilisasi nilai tukar riil Rupiah (Rp/US$) b = Koefisien regresi

εi = Kesalahan estimasi a = Nilai konstanta

3.9.2. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Ghozali (2006:83), menyatakan koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen terhadap variabel independen. Besarnya koefisien determinasi ini adalah 0 sampai dengan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir


(13)

semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2006:83).

3.9.3. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan: 1. Uji F (digunakan untuk menguji hipotesis secara simultan).

H0 : bi = 0, artinya cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak nilai tukar perdagangan tidak berpengaruh signifikan secara simultan terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia. Ha : bi ≠ 0, artinya cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak

nilai tukar perdagangan berpengaruh signifikan secara simultan terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.

Kriteria pengambilan keputusan:

H0 diterima jika Fhitung < Ftabelpada α = 5 % Ha diterima jika Fhitung > Ftabelpada α = 5 %,

2. Uji t (digunakan untuk menguji hipotesis secara parsial).

H0 : bi = 0, artinya cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak nilai tukar perdagangan tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia. Ha : b1 ≠ 0, artinya cadangan devisa berpengaruh signifikan secara parsial

terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.

Ha : b2 ≠ 0, artinya pendalaman sektor keuangan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.


(14)

Ha : b3 ≠ 0, artinya gejolak nilai tukar perdagangan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.

Kriteria pengambilan keputusan:

H0 diterima jika thitung < Ftabelpada α = 5 % Ha diterima jika thitung > Ftabelpada α = 5 %,

Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan Software SPSS (Statistical

Package for Social Sciences) versi 20.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Cadangan Devisa

Cadangan devisa menunjukkan aktiva luar negeri yang dikuasai oleh otoritas moneter yang digunakan untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas moneter. Untuk lebih jelasnya, disajikan cadangan devisa Indonesia tahun 2005-2015 disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4.1

Cadangan Devisa Indonesia Tahun 2005-2015 (Juta US$) Tahun Cadangan devisa (jutaan US$) Naik/turun (Persen)

2005 32.774,19 -

2006 40.697,00 24,17%

2007 54.556,00 34,05%

2008 49.164,00 -9,88%

2009 80.369,00 63,47%

2010 89.751,00 11,67%

2011 103.380,00 15,19%

2012 105.343,00 1,90%


(15)

2014 105.504,00 13,60%

2015 125.931,00 19,36%

Sumber: Hasil Olahan penulis dari www.bi.go.id

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa cadangan devisa Indonesia tahun 2006, 2007, 2009, 2010, 2011, 2012, 2014 dan tahun 2015 mengalami kenaikan. Akan tetapi, cadangan devisa Indonesia tahun 2008 dan tahun 2013 mengalami penurunan. Dengan demikian, cadangan devisa yang dikuasai oleh otoritas moneter untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran dan menstabilkan moneter berfluktuasi dari tahun 2005-2015.

4.1.2. Pendalaman Sektor Keuangan

Pendalaman sektor keuangan menggambarkan perkembangan sektor keuangan negara Republik Indonesia. Pendalaman sektor keuangan diukur dengan menggunakan rasio antara M2 (uang kartal, uang giral, uang kuasi dan surat berharga selain saham) dengan produk domestik bruto (gross domestic product). Pendalaman sektor keuangan (financial deepening) Indonesia tahun 2005-2015 disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4.2

Pendalaman Sektor Keuangan di Indonesia

Tahun M2

(milyar Rp)

GDP (Milyar Rp)

Pendalaman sektor keuangan (persen)

Naik/turun (Persen)

2005 1.202.762,00 2.774.281,10 43,35% -

2006 1.382.493,00 3.339.216,80 41,40% -4,50%

2007 1.649.662,00 3.950.893,20 41,75% 0,85%

2008 1.895.839,00 3.950.893,20 47,99% 14,92%

2009 2.141.383,70 4.948.688,40 43,27% -9,82%

2010 2.471.205,79 5.603.871,20 44,10% 1,91%

2011 2.877.219,57 6.864.133,10 41,92% -4,95%

2012 3.307.507,00 7.831.726,00 42,23% 0,75%

2013 3.730.197,00 9.615.704,50 38,79% -8,14%

2014 4.173.327,00 8.542.693,50 48,85% 25,93%


(16)

Sumber: Hasil Olahan Penulis dari www.bps.go.id

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa financial deepening Indonesia tahun 2007, 2008, 2010, 2012 dan tahun 2014 mengalami peningkatan. Akan tetapi pendalaman sektor keuangan tahun 2006, 2009, 2011, 2013 dan tahun 2015 mengalami penurunan. Dari data tersebut, terlihat bahwa financial deepening Indonesia mulai tahun 2005 sampai tahun 2015 berfluktuasi. Tinggi rendahnya pendalaman sektor keuangan (financial deepening) dipengaruhi oleh M2 (uang kartal, uang giral, uang kuasai dan surat berharga selain saham), serta produk domestik bruto yang dihasilkan oleh suatu negara.

4.1.3. Gejolak Nilai Tukar Perdagangan

Gejolak nilai tukar perdagangan merupakan perbandingan antara indeks harga ekspor dengan indeks harga impor. Gejolak nilai tukar perdagangan Indonesia tahun 2005-2015 disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4.3

Gejolak Nilai Tukar Perdagangan Indonesia Tahun 2005-2015 Tahun Ekspor

(Juta US$)

Impor (Juta US$)

Gejolak nilai tukar perdagangan (%)

Naik/turun (persen) 2005 85.659,95 57.700,88 148,46% - 2006 100.798,62 61.065,47 165,07% 11,19% 2007 114.100,89 74.473,43 153,21% -7,18% 2008 137.020,40 129.197,31 106,06% -30,78% 2009 116.510,03 96.829,24 120,33% 13,46% 2010 157.779,10 135.663,28 116,30% -3,34% 2011 203.496,62 177.435,56 114,69% -1,39% 2012 190.031,85 191.691,00 99,13% -13,56% 2013 182.551,79 186.628,67 97,82% -1,33% 2014 175.980,84 178.178,82 98,77% 0,97% 2015 150.253,94 130.617,51 115,03% 16,47%


(17)

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa gejolak nilai tukar perdagangan Indonesia tahun 2006, 2009, 2014 dan tahun 2015 mengalami peningkatan. Akan tetapi, gejolak nilai tukar perdagangan Indonesia tahun 2007, 2008, 2010, 2011, 2012 dan 2013 mengalami penurunan. Tinggi rendahnya gejolak nilai tukar perdagangan Indonesia dipengaruhi oleh ekspor impor.

4.1.4. Nilai Tukar Riil Rupiah

Nilai tukar mata uang suatu negara berfluktuasi karena berbagai faktor, baik secara internal dan eksternal, dimana penguatan atau pelemahan sebuah mata uang dapat juga diartikan perkembangan ekonomi suatu negara. Faktor-faktor lainnya yang menyebabkan nilai tukar Rupiah terus mengalami penurunan yaitu impor barang masuk terlalu tinggi, yang menyebabkan nilai impor lebih tinggi dibandingkan nilai ekspor Indonesia ke negara-negara lain, dan hal ini juga berarti bahwa perekonomian Indonesia masih bergantung kepada impor dan bukan produksi dalam negeri. Selain itu juga disebabkan oleh faktor inflasi yang tinggi, mendukung, serta kebijakan fiskal yang kurang ketat dan kurangnya intervensi oleh Bank Indonesia. Nilai tukar riil Rupiah diukur dengan mengalikan antara nilai tukar nominal dalam negeri dengan Consumer Price Index (CPI) luar negeri dibagi dengan CPI dalam negeri. Nilai tukar riil Rupiah di Indonesia tahun 2005-2015 disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4.4

Nilai Tukar Riil Rupiah di Indonesia Tahun 2005-2015 Tahun Nilai kurs

(Rp/US$) CPILN CPIDN

Nilai tukar riil Rp (Rp/US$)

Naik/turun (Persen)


(18)

2005 6.912,25 104,50 136,86 5.277,88 -

2006 7.171,32 106,90 145,89 5.254,74 (23,14) 2007 8.271,39 109,70 155,50 5.835,19 580,45 2008 7.595,65 113,40 113,86 7.564,96 1.729,78 2009 8.474,90 117,10 117,03 8.479,97 915,01 2010 9.190,52 106,20 125,17 7.797,66 (682,31) 2011 9.250,61 110,20 129,91 7.847,10 49,44 2012 10.077,57 109,80 135,49 8.166,78 319,68 2013 10.934,35 111,70 146,84 8.317,67 150,89 2014 10.271,64 115,20 119,00 9.943,64 1.625,97 2015 10.117,95 117,60 122,99 9.674,53 (269,10)

Sumber: Hasil Olahan Penulis dari www.bps.go.id

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa nilai tukar riil Rupiah di Indonesia tahun 2007, 2008, 2009, 2011, 2012, 2013 dan tahun 2014 meningkat. Akan tetapi, nilai tukar riil Rupiah tahun 2006, 2010 dan tahun 2015 menurun.

4.1.5. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif untuk mengetahui nilai maximum, minimum, mean (rata-rata) dan standard deviation variabel penelitian. Statistik deskriptif disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4.5

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

X1 11 32.774,19 125.931,00 80.031,02 30.956,68

X2 11 38,79 48,85 43,67 3,06

X3 11 97,82 165,07 121,35 23,59

Y 11 5.254,74 9.943,64 7.650,92 1.596,46

Valid N (listwise) 11

Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti 2016

Berdasarkan tabel di atas, diketahui time series sebanyak 11 tahun dengan penjelasan deskriptif variabel penelitian, sebagai berikut:


(19)

1. Cadangan devisa Indonesia terendah sebesar US$ 32.774,19 milyar, tertinggi sebesar US$ 125.931,00 milyar, rata-rata (mean) sebesar US$ 80.031,02 milyar dengan standar deviasi US$ 30.956,68 milyar.

2. Pendalaman sektor keuangan (financial deepening) terendah sebesar 38,79%, tertinggi sebesar 48,85%, rata-rata (mean) sebesar 43,67% dengan standar deviasi 3,06%.

3. Gejolak nilai tukar perdagangan terendah sebesar 97,82%, tertinggi sebesar 165,07%, rata-rata (mean) sebesar 121,35% dengan standar deviasi 23,59%. 4. Nilai tukar riil Rupiah (real exchange rate) terendah Rp 5.254,74/US$,

tertinggi sebesar Rp 9.943,64/US$, rata-rata (mean) sebesar Rp 7.650,92/US$ dengan standar deviasi Rp 1.596,46/US$.

4.1.6. Hasil Uji Asumsi Klasik 4.1.6.1. Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan grafik histogram, normal

probability plot dan uji Kolmogorov-Smirnov. Dasar pengambilan keputusan

normalitas dengan menggunakan grafit probability plot adalah:

a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal menunjukkan pola berditribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, tidak menunjukkan pola berdistribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.


(20)

Pada uji Kolmogorov-Smirnov, apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka data residual berdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka data residual tidak berdistribusi normal. Berdasarkan

print output SPSS, diperoleh hasil uji normalitas, seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas

Unstandardized

Predicted Value

N 11

Normal Parameters(a,b) Mean 7.650,92

Std. Deviation 1.543,09

Most Extreme Differences Absolute 0,222

Positive 0,150

Negative -0,222

Kolmogorov-Smirnov Z 0,735

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,652

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti 2016

Dari Tabel 4.6, diketahui nilai Kolmogorov-Sminorv (K-S) sebesar 0,735 dengan tingkat signifikan 0,652 lebih besar dari 0,05. Artinya, variabel penelitian terdistribusi normal, karena tingkat signifikan 0,652 > 0,05.

Normalitas dapat dideteksi melalui pengamatan histogram seperti yang disajikan pada gambar berikut:


(21)

Regression Standardized Residual

2 1

0 -1

-2

F

re

q

u

e

n

c

y

3

2

1

0

Histogram Dependent Variable: Y

Mean =2.91E-15฀ Std. Dev. =0.837฀N =11

Gambar 4.1. Histogram

Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti 2016

Dari gambar di atas (setelah moderating) terlihat bahwa grafik histogram memberikan pola distribusi yang normal. Dilihat dari gambar 4.2, terlihat bahwa data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal menunjukkan pola distribusi normal. Dengan demikian, model regresi memenuhi asumsi normalitas.


(22)

Observed Cum Prob 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 E x p e c te d C u m P ro b 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Y

Gambar 4.4. Normal P-P Plot of Regression Standartized Residual

Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti 2016

4.1.6.2. Hasil Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terdapat korelasi antar variabel independen (cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak nilai tukar perdagangan). Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat VIF antar variabel independen. Nilai cut-off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikoloniearitas adalah Tolerance < 1 sedangkan Variance Inflation Factor (VIF) < 10. Jika VIF menunjukkan angka > 10 dan nilai tolerance > 1, hal ini berarti terdapat gejala multikolinearitas. Sebaliknya, jika nilai VIF < 10 dan nilai tolerance < 1, berarti tidak terdapat multikolinieritas. Berdasarkan print output SPSS, diperoleh hasil uji multikolinearitas seperti pada tabel berikut:


(23)

Tabel 4.7

Hasil Uji Multikolinearitas

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

X1 0,475 2,103

X2 0,906 1,104

X3 0,446 2,244

Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti 2016

Dari tabel di atas, terlihat bahwa nilai tolerance untuk variabel cadangan devisa (X1) sebesar 0,475 dengan nilai VIF (Variance Inflation Factor) sebesar 2,103. Nilai tolerance untuk variabel pendalaman sektor keuangan (X2) sebesar 0,906 dengan nilai VIF sebesar 1,104. Nilai tolerance untuk variabel gejolak nilai tukar perdagangan (X3) sebesar 0,446 dengan nilai VIF sebesar 2,244. Hasil uji multikolinieritas menunjukkan bahwa rata-rata nilai VIF < 10 dan nilai tolerance < 1. Artinya, variabel independen tidak mengalami multikolinieritas.

4.1.6.3. Hasil Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada suatu periode dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya dalam model regresi. Dari print output SPSS, diperoleh hasil uji autokorelasi seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.8 Hasil Uji Autokorelasi

Model Durbin-Watson

1 2,133

Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti 2016

Dari tabel di atas, diketahui nilai Durbin Watson Test sebesar 2,133. Artinya, variabel dependen tidak terjadi autokorelasi.


(24)

4.1.6.4. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji ini dapat dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependend) yaitu Zpred dengan residualnya Sresid. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar dan menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu, maka tidak terjadi heterokedastisitas. Berdasarkan print output SPSS, diperoleh hasil uji heteroskedastisitas seperti pada gambar berikut:

Regression Studentized Residual

2 1 0 -1 -2 R eg re ss io n S ta n d ar d iz ed P re d ic te d V al u e 2 1 0 -1 -2 Scatterplot Dependent Variable: Y

Gambar 4.3. Scatterplot

Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti 2016

Dari gambar tersebut di atas, terlihat bahwa titik-titik menyebar di atas dan di bawah, tidak mengumpul, penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola


(25)

bergelombang melembar kemudian menyempit dan melebar kembali. Artinya, tidak terjadi heteroskedastisitas.

4.2. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda berguna untuk mengetahui besar pengaruh variabel bebas (cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak nilai tukar perdagangan) terhadap variabel terikat (nilai tukar riil Rupiah). Berdasarkan

print output SPSS, diperoleh persamaan regresi linear berganda dan uji t, sebagai

berikut:

Tabel 4.9

Persamaan Regresi Linear Berganda

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 2.056,679 3131,537 0,657 0,532

X1 0,030 0,007 0,581 4,132 0,004

X2 139,290 53,200 0,267 2,618 0,034

X3 -23,782 9,826 -0,351 -2,420 0,046

a Dependent Variable: Y

Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti 2016

Dari tabel di atas, diperoleh persamaan regresi linear berganda adalah: Y = 2.056,679 + 0,030X1 + 139,290X2 – 23,782X3

Dari persamaan regresi linear berganda tersebut, masing-masing variabel independen dapat diinterpretasikan pengaruhnya terhadap nilai tukar riil Rupiah, sebagai berikut:

1. Nilai konstanta (a) sebesar 2.056,679 menyatakan bahwa jika variabel independen konstan atau bernilai nol, maka nilai tukar riil Rupiah akan naik sebesar Rp 2.056,679/US$.


(26)

2. Nilai koefisien cadangan devisa (X1) sebesar 0,030. Hal ini menunjukkan bahwa jika variabel cadangan devisa bertambah US$ 1 juta, maka nilai tukar riil rupiah akan meningkat sebesar Rp 0,030/US$.

3. Nilai koefisien pendalaman sektor keuangan (X2) sebesar 139,290. Hal ini menunjukkan bahwa jika variabel pendalaman sektor keuangan bertambah 1%, maka nilai tukar riil rupiah akan meningkat sebesar Rp 139,290/US$. 4. Nilai koefisien gejolak nilai tukar perdagangan (X3) sebesar 23,782. Hal ini

menunjukkan bahwa jika variabel gejolak nilai tukar perdagangan turun 1%, maka nilai tukar riil rupiah akan meningkat sebesar Rp 23,782/US$.

4.3. Pengujian Hipotesis

4.3.1. Uji Signifikansi Parsial (t-test)

Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel variabel dependen. Variabel independen dikatakan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen apabila variabel dependen tersebut memiliki nilai signifikansi (sig) di bawah 0,05. Hasil uji t, disajikan sebagai berikut:

Tabel 4.10 Hasil Uji t

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 2.056,679 3131,537 0,657 0,532

X1 0,030 0,007 0,581 4,132 0,004

X2 139,290 53,200 0,267 2,618 0,034

X3 -23,782 9,826 -0,351 -2,420 0,046

a Dependent Variable: Y


(27)

Dari tabel 4.10, dapat diinterpretasikan hasil uji t, sebagai berikut:

1. Untuk variabel cadangan devisa nilai thitung (4,132) > ttabel (2,262) dengan tingkat signifikansi (sig) sebesar 0,004 < 0,05, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa cadangan devisa berpengaruh signifikan secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.

2. Untuk variabel pendalaman sektor keuangan nilai thitung (2,618) > ttabel (2,262) dengan tingkat signifikansi (sig) sebesar 0,034 < 0,05, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa pendalaman sektor keuangan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.

3. Untuk variabel gejolak nilai tukar perdagangan nilai thitung (-2,420) > ttabel (2,262) dengan tingkat signifikansi (sig) sebesar 0,046 < 0,05, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa gejolak nilai tukar perdagangan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.

4.3.2. Uji Signifikansi Simultan (F-test)

Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara simultan atau bersama-sama terhadap variabel variabel dependen. Variabel independen dikatakan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen apabila variabel dependen tersebut memiliki nilai signifikansi (sig) di bawah 0,05. Berdasarkan print output SPSS versi 20, diperoleh hasil uji signifikansi simultan (F-test), sebagai berikut:


(28)

Tabel 4.11

Hasil Uji Signifikansi Simultan (F-test)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 23.811.154,281 3 7.937.051.427 33,156 0,000(a)

Residual 1.675.680,362 7 239.382.909

Total 25.486.834,644 10

a Predictors: (Constant), X3, X2, X1 b Dependent Variable: Y

Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti 2016

Berdasarkan tabel di atas, diketahui nilai Fhitung (33,156) > Ftabel (4,35) dengan tingkat signifikan sebesar 0,000 < 0,05, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya, cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak nilai tukar perdagangan berpengaruh signifikan secara simultan terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia. Dengan demikian, hipotesis diterima.

4.3.3. Uji Koefisien Determinan (R Square)

Nilai koefisien korelasi menunjukkan keeratan hubungan antara variabel

independent terhadap variabel dependent. Nilai koefisien determinan (R Square)

menunjukkan sejauh mana variabel dependent dapat dijelaskan oleh variabel

independent. Dari print output SPSS, diperoleh hasil uji koefisien korelasi dan

koefisien determinan (R Square), sebagai berikut: Tabel 4.12

Hasil Uji Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinan (R Square)

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

1 0,967(a) 0,934 0,906 489,26773

a Predictors: (Constant), X3, X2, X1 b Dependent Variable: Y


(29)

Dari tabel 4.12, diketahui nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,967. Hal ini menunjukkan bahwa cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak nilai tukar perdagangan mempunyai hubungan yang sangat kuat terhadap nilai tukar riil Rupiah di Indonesia. Nilai koefisien determinan (R Square) sebesar 0,934. Artinya, variabel nilai tukar riil Rupiah dapat dijelaskan oleh variasi variabel cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak nilai tukar perdagangan sebesar 93,4%, sedangkan 6,6% lagi dijelaskan oleh faktor lainnya yang tidak dimasukkan dalam dalam model penelitian. Standard error of estimate sebesar 489,26773. Semakin kecil angka ini, semakin tepat model regresi dalam memprediksi nilai tukar riil Rupiah.

4.4. Pembahasan Hasil Penelitian

4.4.1. Pengaruh Cadangan Devisa Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah

Untuk variabel cadangan devisa nilai thitung (4,132) > ttabel (2,262) dengan tingkat signifikansi (sig) sebesar 0,004 < 0,05, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa cadangan devisa berpengaruh signifikan secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Asmanto dan Suryandari (2008) yang menyimpulkan bahwa cadangan devisa berpengaruh signifikan terhadap stabilisasi nilai tukar riil rupiah di Indonesia. Selain itu, juga mendukung penelitian Suryandari (2009), yang menyimpulkan bahwa international reserves berpengaruh signifikan terhadap stabilitas nilai tukar riil akibat terms of trade


(30)

pelaksana kebijakan moneter. Cadangan devisa berguna untuk membiayai transaksi impor yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendukung proses pembangunan dan menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Cadangan devisa digunakan untuk menghadapi ketidakpastian keadaan di masa mendatang, sehingga bila terjadi penurunan nilai tukar riil rupiah, maka cadangan devisa dapat digunakan untuk menstabilkan nilai tukar riil Rupiah. Perbaikan term

of trade dapat meningkatkan aliran modal masuk ke dalam negeri, sehingga nilai

tukar riil rupiah meningkat. Salah satu bentuk aliran modal yang masuk ke dalam negeri yaitu dapat berupa devisa yang berasal dari perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara Indonesia melalui ekspor ke negara-negara lain. Negara-negara tujuan ekspor Indonesia adalah:

1. Asean meliputi: Singapura, Malaysia, Thailand dan negara-negara Asean lainnya.

2. Uni Eropa: Jerman, Italia, Belanda dan Uni Eropa lainnya.

3. Negara utama lainnya adalah Cina, Jepang, Amerika Serikat, India, Australia, Korea Selatan, dan Taiwan.

Barang yang diekspor oleh Indonesia adalah migas dan non migas. Migas berupa minyak mentah, hasil minyak dan gas; sedangkan non migas berupa hasil pertanian, hasil pengolahan dan pertambangan lainnya. Kenaikan ekspor akan meningkatkan cadangan devisa karena mata uang asing semakin banyak yang masuk ke dalam negeri. Selain itu, permintaan negara-negara yang menjadi tujuan ekspor terhadap mata uang rupiah semakin meningkat, sehingga nilai tukar riil rupiah meningkat. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk menjaga


(31)

stabilitas nilai tukar rupiah dan optimisme terhadap perekonomian nasional melalui penetapan kebijakan bahwa para eksportir harus menggunakan perbankan dalam negeri di dalam aktivitas ekspornya. Namun eksportir tidak menggunakan perbankan dalam negeri karena bank dalam negeri tidak mampu memberikan fasilitas yang memadai dalam bertransaksi ekspor-impor sebagaimana yang dilakukan oleh bank di luar negeri. Dalam hal ini, bank korespondensi yang dimiliki di dalam negeri terbatas dan insentif yang tidak kompetitif jika dibandingkan dengan bank di luar negeri. Kondisi ini mengakibatkan devisa yang bersumber dari ekspor barang tidak sepenuhnya dinikmati oleh Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut dan meningkatkan cadangan devisa, pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia menetapkan Peraturan Bank Indonesia No 13/20/PBI/2011, yang mewajibkan transaksi atas devisa yang diterima dari hasil ekspor dan utang luar negeri harus melalui bank devisa di dalam negeri.

3.4.2. Pengaruh Pendalaman Sektor Keuangan Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah

Untuk variabel pendalaman sektor keuangan nilai thitung (2,618) > ttabel (2,262) dengan tingkat signifikansi (sig) sebesar 0,034 < 0,05, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa pendalaman sektor keuangan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Asmanto dan Suryandari (2008) yang menyimpulkan bahwa financial deepening berpengaruh signifikan terhadap stabilisasi nilai tukar riil rupiah di Indonesia. Hasil penelitian ini juga


(32)

mendukung penelitian Ruslan (2011), yang menyimpulkan bahwa financial

deepening berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar mata uang. Pendalaman

sektor keuangan dapat meningkatkan perekonomian dalam negeri, hal ini tercapai bilaman diikuti dengan intermediasi perbankan dan invesasi yang sesuai dengan kinerja perekonomian nasional. Jika kondisi perekonomian nasional membaik, maka pendalaman sektor keuangan meningkat, sehingga nilai tukar riil rupiah meningkat.

3.4.3. Pengaruh Gejolak Nilai Tukar Perdagangan Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah

Untuk variabel gejolak nilai tukar perdagangan nilai thitung (-2,420) > ttabel (2,262) dengan tingkat signifikansi (sig) sebesar 0,046 < 0,05, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa gejolak nilai tukar perdagangan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Asmanto dan Suryandari (2008) yang menyimpulkan bahwa gejolak nilai tukar perdagangan berpengaruh signifikan terhadap stabilisasi nilai tukar riil rupiah di Indonesia.

Perbaikan nilai tukar perdagangan dalam artian ekspor meningkat, dapat meningkatkan aliran modal masuk yang berasal dari perdagangan yang selanjutnya dapat mengapresiasi nilai tukar riil. Gejolak nilai tukar perdagangan dipengaruhi oleh nilai perdagangan internasional yang dilakukan oleh suatu negara ke negara lain. Gejolak nilai tukar perdagangan diukur dari perbandingan antara nilai ekspor dengan nilai impor. Untuk meningkatkan nilai tukar riil rupiah,


(33)

negara Indonesia berusaha meningkatkan ekspor ke negara lain. Dalam hal ini, pemerintah perlu meningkatkan penerimaan ekspor Indonesia dengan menciptakan suatu iklim yang memungkinkan ekspor Indonesia meningkat secara terus menerus dan stabil. Perlunya menjaga harga komoditas ekspor Indonesia agar tetap kompetitif di pasar internasional. Peningkatan ekspor dapat memperbaiki nilai tukar perdagangan, sehingga permintaan terhadap mata uang Rupiah meningkat, sehingga nilai tukar riil rupiah meningkat.


(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:

1. Persamaan regresi linear berganda yang diperoleh adalah Y = 2.056,679 + 0,030X1 + 139,290X2 – 23,782X3. Hal ini berarti bahwa jika cadangan devisa dan pendalaman sektor keuangan meningkat, maka nilai tukar riil rupiah naik. Akan tetapi, jika gejolak nilai tukar perdagangan meningkat, maka nilai tukar rupiah turun.

2. Hasil uji t, menunjukkan bahwa variabel cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak nilai tukar perdagangan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.

3. Hasil uji F, menunjukkan bahwa variabel cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak nilai tukar perdagangan berpengaruh signifikan secara simultan terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.

5.2. Saran

Adapun saran yang diberikan sebagai bahan pertimbangan kepada Bank Indonesia dan pemerintah negara Republik Indonesia adalah:

1. Hendaknya Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter mampu menjaga cadangan devisa yang cukup dan stabil, sehingga bank sentral mampu menjaga stabilitasi nilai tukar riil rupiah.


(35)

2. Sebaiknya Bank Indonesia menetapkan kebijakan yang mendorong fungsi intermediasi bank-bank di Indonesia untuk menjaga jumlah uang beredar, sehingga pendalaman sektor keuangan semakin baik, dan hal ini dapat meningkatkan nilai tukar riil rupiah.

3. Untuk mengantisipasi gejolak nilai tukar perdagangan, sebaiknya pemerintah menciptakan iklim yang memungkinkan ekspor Indonesia meningkat terus menerus, sehingga pendapatan dan cadangan devisa meningkat, dan pada akhirnya nilai tukar riil rupiah dapat ditingkatkan.


(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cadangan Devisa

Kebutuhan cadangan devisa bagi suatu negara mempunyai tujuan dan manfaat seperti halnya manfaat kekayaan bagi suatu individu. Motif kepemilikan international reserves dapat disamakan dengan motif seseorang untuk memegang uang yaitu untuk motif transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi. Motif transaksi antara lain untuk membiayai transaksi impor yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendukung proses pembangunan, motif berjaga-jaga berkaitan dengan mengelola nilai tukar, serta motif yang ketiga adalah untuk lebih memenuhi kebutuhan diversifikasi kekayaan (memperoleh return dari kegiatan investasi dengan international reserves (Gandhi dalam Asmanto dan Suryadari, 2008:124).

Abdullah dan Tantri (2014:88), “cadangan devisa adalah cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia, yang tercatat pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas, uang kertas asing dan tagihan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri”.

Cadangan devisa mencakup pula hak atas devisa yang setiap waktu dapat ditarik dari suatu badan keuangan internasional. Bank Indonesia mengupayakan agar cadangan devisa yang dipelihara mencapai jumlah yang oleh Bank Indonesia


(37)

dianggap cukup untuk melaksanakan kebijakan moneter. Pengelolaan cadangan devisa oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melalui berbagai jenis transaksi devisa yaitu menjual, membeli, dan/atau menempatkan devisa, emas dan surat-surat berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman. Pengelolaan dan pemeliharaan cadangan devisa didasarkan pada prinsip keamanan dan kesiagaan memenuhi kewajiban segera tanpa mengabaikan prinsip untuk memperoleh pendapatan yang optimal. Tujuan pengelolaan dan pemeliharaan cadangan devisa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya menjaga nilai tukar (Abdullah dan Tantri, 2014:88).

Pinjaman luar negeri yang diterima Bank Indonesia adalah pinjaman luar negeri yang atas nama dan menjadi tanggung jawab Bank Indonesia sebagai badan hukum. Pinjaman ini semata-mata digunakan dalam rangka pengelolaan cadangan devisa untuk memperkuat posisi neraca pembayaran sebagian dari pelaksanaan kebijakan moneter. Dengan demikian, pinjaman ini tidak mengganggu dan tidak termasuk dalam anggaran pendapatan dan belanja negara. Jumlah pinjaman tersebut disesuaikan dengan kemampuan Bank Indonesia untuk membayar kembali pelaksanaan pinjaman harus dapat dipantau oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui hasil pemeriksaan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.

Jhingan dalam Asmanto dan Suryadari (2008:124) menyatakan bahwa “International liquidity (generally used as a synonym for international reserves)

is defined as the aggregate stock of internally acceptable assets held by the central bank to settle a deficit in a country»s balance of payments”. Cadangan


(38)

devisa merupakan asset dari bank sentral yang dipergunakan untuk mengatasi ketidakseimbangan neraca pembayaran.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa cadangan devisa sebagai seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh otoritas moneter dan dapat digunakan setiap waktu guna membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas moneter.

Kecukupan cadangan devisa ditentukan oleh besarnya kebutuhan impor dan sistem nilai tukar yang digunakan. Dalam sistem nilai tukar yang mengambang bebas, fungsi cadangan devisa adalah untuk menjaga stabilitas nilai tukar hanya terbatas pada tindakan untuk mengurangi fluktuasi nilai tukar yang terlalu tajam. Oleh karena itu, cadangan devisa yang dibutuhkan tidak perlu sebesar cadangan devisa yang dibutuhkan apabila negara tersebut mengadopsi sistem nilai tukar tetap. Wujud utama dari cadangan devisa adalah emas, hard

currencies yang pada umumnya dalam bentuk empat jenis mata uang utama yang

dianggap paling berpengaruh di dunia, yaitu: US dollar, Euro, Poundsterling dan Yen serta surat-surat berharga terbitan IMF yang biasa disebut sebagai Special

Drawing Rights (SDRs). Penjelasan lebih rinci mengenai komponen international

reserves sebagaimana dijelaskan oleh Gandhi (2006: 4).

Berkaitan dengan sifat dari rezim nilai tukar (sistem nilai tukar tetap, mengambang dan mengambang terkendali) di negara yang menganut sistem nilai tukar tetap pada umumnya memerlukan cadangan devisa yang besar untuk mempertahankan nilai tukar pada level yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan oleh ketakutan negara itu akan ketidakpastian dalam sistem nilai tukar mengambang


(39)

bebas yang diterapkannya. Dengan demikian, cadangan devisa sebagai upaya untuk berjaga-jaga dalam menghadapi fluktuasi nilai tukarnya otoritas moneter negara tersebut membutuhkan cadangan devisa dalam jumlah yang dianggap memadai guna stabilisasi nilai tukar.

Pada sistem nilai tukar mengambang, terjadinya pergerakan nilai tukar dapat diatasi sendiri oleh mekanisme pasar, sehingga jumlah cadangan devisa yang dibutuhkan tidak sebanyak yang dibutuhkan oleh suatu negara dengan sistem nilai tukar tetap yang rigid.

Carbaugh (2004:516), menyatakan bahwa “tujuan utama dari cadangan devisa adalah untuk memfasilitasi pemerintah dalam melakukan intervensi pasar sebagai upaya untuk menstabilkan nilai tukar”. Suatu negara dengan aktivitas stabilisasi yang aktif memerlukan jumlah cadangan devisa yang besar pula.

Keterbukaan perekonomian suatu negara tercermin dengan semakin besarnya transaksi perdagangan dan aliran modal antar negara. Semakin terbuka perekonomian suatu negara kebutuhan cadangan devisanya cenderung semakin besar guna membiayai transaksi perdagangan. Parameter yang biasa dipakai untuk mengukur kecukupan cadangan devisa sehubungan dengan transaksi perdagangan antar negara adalah marginal propensity to import. Semakin besar angka

propensity tersebut menunjukkan semakin besarnya kebutuhan cadangan devisa

yang harus dimiliki dan semakin kecil angka propensity tersebut menunjukkan semakin kecilnya kebutuhan cadangan devisa yang harus dimiliki (Gandhi, 2006:11). Dengan tersedianya cadangan devisa yang mencukupi, maka apabila suatu negara menghadapi kondisi terms of trade yang buruk yang kemudian akan


(40)

berpengaruh pada nilai tukar riilnya, maka cadangan devisa dapat berperan sebagai absorber.

2.2. Pendalaman Sektor Keuangan

Keberadaan sektor keuangan dapat dilihat dari beberapa indikator dalam perkembangannya. Dalam hal ini terdapat beberapa pandangan mengenai indikator untuk mengetahui perkembangan sektor keuangan di suatu negara. Diantaranya pendapat yang dikemukakan oleh Lynch dalam Ruslan (2011:185), yang menyatakan terdapat 5 indikator untuk mengetahui perkembangan sektor keuangan suatu negara, yakni:

1. Ukuran kuantitatif (quantity measures)

Indikator kuantitatif bersifat moneter dan kredit, seperti rasio uang dalam arti sempit terhadap PDB, rasio uang dalam arti luas terhadap PDB dan rasio kredit sektor swasta terhadap PDB. Indikator kuantitatif ini untuk mengukur pembangunan dan kedalaman sektor keuangan.

2. Ukuran struktural (structural measures)

Indikator struktural menganalisa struktur sistem keuangan dan menentukan pentingnya elemen-elemen yang berbeda-beda pada sistem keuangan. Rasio-rasio yang digunakan sebagai indikator adalah : Rasio-rasio uang dalam arti luas terhadap PDB, rasio pengeluaran pasar sekuritas terhadap uang dalam arti luas.

3. Harga sektor keuangan (financial prices)

Indikator ini dilihat dari tingkat bungan kredit dan pinjaman sektor riil. 4. Skala Produk (product range)


(41)

Indikator ini dilihat dari berbagai jenis-jenis instrumen keuangan yang terdapat di pasar keuangan, seperti produk keuangan dan bisnis (commercial

paper,corporate bond, listed equity), produk investasi, produk pengelolaan

risiko dan nilai tukar luar negeri. 5. Biaya Transaksi (transaction cost)

Indikator ini dilihat dari spread suku bunga.

Berkaitan dengan indikator kuantitatif untuk melihat perkembangan sektor keuangan dalam pembangunan dengan menggunakan rasio antara aset keuangan dalam negeri terhadap PDB (seperti: rasio M1/GDP, M2/GDP, M3/GDP, M4/GDP), maka perkembangan dalam rasio aset keuangan terhadap PDB menunjukkan pendalaman keuangan. Perkembangan yang semakin besar dalam rasio tersebut menunjukkan semakin dalam sektor keuangan suatu negara. Sebaliknya semakin kecil rasio tersebut menunjukkan semakin dangkal sektor keuangan suatu negara.

Shaw dalam Ruslan (2011:185), “pendalaman keuangan (financial

deepening) merupakan akumulasi dari aktiva-aktiva keuangan yang lebih cepat

dari pada akumulasi kekayaan yang bukan keuangan”. Pendalaman keuangan ditunjukkan oleh semakin besarnya rasio antara jumlah uang beredar (M2) dengan PDB. Sebaliknya semakin kecil rasio antara jumlah uang beredar (M2) dengan PDB menunjukkan semakin dangkal sektor kuangan suatu negara. Ukuran pendalaman keuangan suatu negara ditunjukkan oleh rasio antara jumlah kekayaan yang dinyatakan dengan uang (financial asset) dengan pendapatan nasional. Semakin tinggi rasionya mempunyai arti bahwa penggunaan uang dalam


(42)

perekonomian suatu negara semakin dalam. Semakin tinggi pendalaman keuangan semakin besar penggunaan uang dalam perekonomian dan semakin besar serta semakin meluas kegiatan lembaga keuangan maupun pasar uang dalam perekonomian (Wardhana dalam Ruslan (2011:185).

Menurut King dan Levine dalam Asmanto dan Suryadari (2008), merancang 4 ukuran dalam perhitungan perkembangan sektor keuangan. Pertama, ukuran dari kedalaman sektor keuangan adalah rasio dari kewajiban lancar (liquid

liabilities) dari sistem keuangan terhadap GDP. Kewajiban lancar dalam hal ini

adalah M3, namun apabila M3 tidak bisa didapatkan, maka digunakan M2. Hal ini sejalan dengan IMF dalam database International Financial Statistic. Kedua, adalah rasio dari deposit money bank domestic asset dibagi dengan deposit money

bank domestic asset ditambah dengan central bank domestic asset yang

menggambarkan institusi keuangan yang lebih spesifik. Ketiga, rasio kredit dari sektor swasta non keuangan dibagi dengan total kredit domestik. Keempat, adalah rasio kredit sektor swasta non-keuangan dibagi dengan GDP. Dua yang terakhir ini menggambarkan ukuran kuangan sektor dan tingkat pinjaman publik.

Penggunaan rasio M2 terhadap GDP sebagai indikator financial deepening juga dibenarkan oleh King dan Levine dalam Asmanto dan Suryandari (2008). Semakin kecil rasio tersebut, semakin dangkal sektor keuangan suatu negara. Suatu negara dikatakan memiliki sektor keuangan yang dalam apabila M2 > 20% dari GDP dan dangkal apabila M2 < 20% dari GDP (Aizenman dan Crichton, 2006:20). Telah disebutkan bahwa apabila terjadi gejolak pada nilai tukar akibat


(43)

terms of trade shock, maka negara dengan sektor keuangan yang dalam akan

mampu menstabilkan nilai tukarnya secara otomatis melalui mekanisme pasar.

2.3. Gejolak Nilai Tukar Perdagangan

Perdagangan internasional memberikan gambaran tentang hubungan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain. Perdagangan internasional membahas tentang keseimbangan neraca perdagangan internasional, blok perdagangan dan kebijakan pemerintah suatu negara dalam mengatur perdagangan internasionalnya. Perdagangan internasional membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan ekonomi antara satu negara dengan negara lain, kegiatan pertukaran hasil output satu negara dengan yang lain, pertukaran saran dan faktor produksi, serta hubungan kredit (konsekuensi utang-piutang).

Feriyanto (2015:10), menyatakan “perdagangan internasional adalah kegiatan perekonomian dan perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama”.

Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan, antar individu dengan pemerintah suatu negara dan pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Jika dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, maka perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas negara, barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara ke negara lain melalui bermacam peraturan, serta antara satu negara dengan negara lain terdapat perbedaan dalam bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, hukum


(44)

dalam perdagangan dan sebagainya. Setiap negara yang melakukan perdagangan dengan negara lain tentunya akan memperoleh manfaat bagi negara tersebut.

Feriyanto (2015:11), menyatakan manfaat melakukan perdagangan internasional adalah:

1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri. 2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi.

3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan. 4. Transfer teknologi modern.

Setiap negara dalam kehidupan di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negara-negara lain di sekitarnya. Biasanya bentuk kerja sama atau interaksi itu berbentuk perdagangan antar negara atau yang lebih dikenal dengan istilah perdagangan internasional.

Terdapat beberapa konsep tentang nilai tukar perdagangan (terms of trade, TOT). Konsep pertama merupakan konsep yang paling umum digunakan, yaitu

net barter terms of trade atau juga dapat disebut commodity terms of trade. Net barter terms of trade adalah perbandingan antara indeks harga ekspor dengan

indeks harga impor. Kenaikan ekspor menunjukkan perbaikan di dalam nilai tukar perdagangan, artinya untuk sejumlah tertentu ekspor dapat diperoleh jumlah impor yang lebih banyak dengan melalui hubungan harga (Nopirin dalam Asmanto dan Suryadari, 2008:126). Formulasinya sebagai berikut:

% 100 × =

Pm Px N

Di mana, Px adalah indeks harga ekspor; Pm adalah indeks harga impor; dan 100 adalah indeks tahun dasar. Bila N >100 atau terjadi kenaikan net barter terms of


(45)

trade, berarti terjadi perkembangan perdagangan luar negeri yang positif karena

dengan nilai ekspor tertentu diperoleh nilai impor yang lebih besar.

Konsep kedua adalah gross barter terms of trade merupakan perbandingan antara indeks volume impor dengan indeks volume ekspor. Konsep ini menjadi tidak penting karena kurang memberikan gambaran tentang perubahan harga. Oleh karena itu, apabila konsep terms of trade tanpa diberi penjelasan apa-apa maka yang dimaksud adalah konsep net barter terms of trade.

Konsep ketiga adalah income terms of trade yang dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut :

Qx Pm

Px Qx N

I = × = ×

Dimana: N adalah net barter terms of trade; Px adalah indeks harga ekspor; Pm adalah indeks harga impor; dan Qx adalah indeks kuantitas ekspor. Berdasarkan konsep ini, kenaikan income terms of trade menunjukkan bahwa suatu negara dapat memperoleh jumlah impor yang lebih besar dengan dasar kenaikan nilai ekspornya.

Bagi negara-negara yang sedang berkembang, selain variabel harga juga sangat penting untuk menilai terms of trade ini dengan mempertimbangkan volume ekspornya karena kenaikan harga ekspor yang tinggi mungkin diimbangi dengan turunnya volume ekspor.

Asmanto dan Suryadari (2008:126) menyatakan bahwa perbaikan TOT dapat timbul sebagai akibat:

1. Harga ekspor naik sedang harga impor tetap; 2. Harga ekspor tetap sedang harga impor turun;


(46)

3. Harga ekspor naik dengan proporsi yang lebih besar daripada naiknya harga impor;

4. Harga ekspor turun dengan proporsi yang lebih kecil daripada turunnya harga impor.

Mekanisme bagaimana TOT dapat berpengaruh pada nilai tukar riil adalah dapat dilihat dari sebuah mekanisme sederhana yaitu perbaikan TOT akan meningkatkan aliran modal masuk yang berasal dari perdagangan yang selanjutnya dapat mengapresiasi nilai tukar riil dan sebaliknya. Memburuknya TOT akan mengakibatkan permintaan valuta asing meningkat, sehingga akan mendepresiasi nilai tukar riil. Terkait dengan jenis produksi yang diperdagangkan, maka secara umum nilai tukar perdagangan komoditi (commodity terms of trade atau net barter terms of trade) negara-negara berkembang cenderung mengalami kemerosotan dari waktu ke waktu. Salah satu penyebab utamanya adalah sebagian besar atau bahkan semua kenaikan produktivitas yang terjadi di negara-negara maju dialirkan ke para pekerjanya dalam bentuk upah dan pendapatan yang lebih tinggi, sedangkan sebagian besar atau seluruh kenaikan produktivitas yang berlangsung di negara-negara berkembang diwujudkan sebagai harga-harga produk yang lebih murah.

2.4. Nilai Tukar Riil

Perubahan kecil dalam nilai mata uang akibat kekuatan pasar tidak mengharuskan bank sentral melakukan intervensi pasar mata uang luar negeri. Masyarakat atau lembaga keuangan dapat menjual atau membeli mata uang luar negeri untuk mencegah perubahan besar dari nilai tukar mata uang dalam jangka


(47)

panjang. Suatu negara yang mengalami surplus neraca pembayaran tidak menginginkan nilai tukar mata uang negara tersebut apresiasi karena harga produk ekspor menjadi relatif lebih mahal. Apresiasi nilai tukar mata uang akan mengurangi penjualan perusahaan dan surplus neraca pembayaran internasional, jumlah pengangguran naik dan diikuti oleh penjualan mata uang domestik pada pasar uang luar negeri untuk meningkatkan cadangan internasional. Sebaliknya, negara yang mengalami defisit neraca pembayaran internasional tidak menginginkan nilai tukar mata uang negara tersebut depresiasi karena harga relatif produk impor menjadi lebih mahal dan menciptakan stimulus inflasi. Manurung 2009:274), menyatakan bahwa “suatu negara sering kali membeli mata uang domestik pada pasar uang luar negeri dan melepas cadangan internasional untuk menjaga nilai tukar suatu mata uang tetap tinggi atau kuat”.

Sistem keuangan internasional sekarang adalah sistem nilai tukar tetap dan fleksibel. Fluktuasi nilai tukar merupakan respon kekuatan pasar, bukan ditentukan oleh aksi jual beli mata uang. IMF sebagai pemberi pinjaman internasional tidak pernah menganjurkan agar nilai mata uang suatu negara tetap. IMF secara langsung menyediakan pinjaman kepada negara yang mengalami defisit necara pembayaran internasional. Sisi lain yang penting dari sistem keuangan internasional sekarang ini adalah keberlanjutan sistem transaksi keuangan internasional dengan konversi dalam bentuk emas. Sejak tahun 1970, IMF telah menerbitkan suatu kertas emas sebagai subsitusi emas yang dikenal sebagai hak penarikan khusus (Special Drawing Right-SDR). Mirip seperti emas, fungsi SDR adalah cadangan internasional. SDR diterbitkan oleh IMF bilamana


(48)

diputuskan untuk meningkatkan cadangan internasional, perdagangan dunia dan pertumbuhan ekonomi. Penggunaan emas dalam transaksi internasional masih dilakukan oleh IMF dengan cara menghilangkan harga resmi emas sejak tahun 1975 dan penjualan emnas. Sekarang ini harga emas ditentukan oleh kekuatan pasar, spekulator dapat membeli atau menjual emas sesuai dengan kekuatan pasar.

Manurung (2009:277), menyebutkan bahwa pertimbangan nilai tukar mata uang penting dalam sistem nilai tukar fleksibel karena nilai tukar mata uang memainkan peranan penting terhadap kebijakan moneter. Jika bank sentral tidak menginginkan nilai tukar mata uang depresiasi maka kontraksi moneter perlu dilakukan untuk mengurangi jumlah penawaran uang dan meningkatkan tingkat suku bunga domestik. Apresiasi nilai tukar mata uang domestik akan mengurangi persaingan industri domestik, tetapi arus modal masuk akan naik sehingga ekspansi moneter dari bank sentral perlu untuk mendorong depresiasi nilai tukar mata uang domestik. Sebaliknya, depresiasi nilai tukar mata uang domestik akan meningkatkan persaingan industri domestik tetapi arus modal masuk turun, sehingga kontraksi moneter dari bank sentral perlu untuk mendorong apresiasi nilai tukar mata uang domestik. Dengan demikian, salah satu tujuan kebijakan moneter dari bank sentral adalah menjaga stabilitas nilai tukar mata uang dalam jangka panjang.

Supriana (2008:201), menyatakan bahwa “nilai tukar atau kurs valuta asing menunjukkan harga atau nilai mata uang sesuatu negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain”. Nilai tukar valuta asing dapat juga didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang


(49)

dibutuhkan, untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Nilai tukar antar dua negara akan berubah seiring dengan berubahnya waktu.

Supriana (2008:202), menyatakan nilai tukar valuta asing dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:

1. Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate).

Dalam sistem ini nilai tukar ditentukan oleh pemerintah. Pemerintah melakukan intervensi dalam menentukan nilai tukar valuta asing. Tujuannya adalah untuk memastikan nilai tukar yang terjadi tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap perekonomian.

2. Sistem nilai tukar mengambang (flexible exchange rate).

Dalam sistem ini, nilai tukar ditentukan oleh besarnya jumlah permintaan dan jumlah penawaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran uang asing menjadi faktor-faktor yang menentukan besarnya nilai tukar uang asing. Sistem ini tidak membutuhkan cadangan devisa dan bank sentral juga tidakperlu mengintervensi pasar karena kurs mata uang ditetapkan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran mata uang yang bersangkutan. Setiap negara memiliki sebuah mata uang yang menunjukkan harga-harga barang dan jasa. Nilai tukar diartikan sebagai harga suatu mata uang terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar nominal biasa disebut nilai tukar (Pugel dalam Asmanto dan Suryandari, 2008:128). Nilai tukar nominal merupakan harga relatif dimana seseorang dapat memperdagangkan mata uang suatu negara dengan mata uang lainnya. Nilai tukar riil rupiah diperoleh dengan mengalikan antara nilai


(50)

tukar nominal dalam negeri dengan Consumer Price Index (CPI) luar negeri dibagi dengan CPI dalam negeri, atau dengan rumus:

DN

LN

CPI

CPI Nominal

Kurs ×

=

RER

Perubahan dalam permintaan dan penawaran valuta asing menyebabkan perubahan dalam nilai tukar valuta asing. Supriana (2008:202) menyatakan faktor yang dapat mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing adalah:

1. Perubahan preferensi masyarakat

Cita rasa masyarakat mempengaruhi pola konsumsi mereka atas barang-barang yang diproduksi, di dalam negeri atau barang-barang impor. Perbaikan kualitas barang-barang impor menyebabkan keinginan masyarakat untuk mengimpor bertambah besar. Pertumbuhan impor membutuhkan valuta asing dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini menyebabkan permintaan valuta asing bertambah, sehingga harga valuta asing meningkat. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing.

2. Perubahan harga barang ekspor dan impor

Harga sesuatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah suatu barang akan diimpor atau diekspor. Sesuai dengan teori permintaan dan penawaran barang dalam negeri yang dijual dengan harga relatif murah akan menaikkan jumlah ekspor dan bila harganya naik, maka jumlah ekspor berkurang. Naik turunnya harga barang ekspor dan impor akan mempengaruhi penawaran dan permintaan atas mata uang negara tersebut. 3. Kenaikan harga umum (inflasi)


(51)

Inflasi sangat besar pengaruhnya kepada nilai tukar. Inflasi cenderung untuk menurunkan nilai tukar. Inflasi menyebabkan harga-harga di dalam negeri relatif lebih mahal dari harga-harga di luar negeri oleh karena itu inflasi cenderung meningkatkan impor. Inflasi juga menyebabkan harga-harga barang ekspor menjadi lebih mahal, oleh karena itu inflasi cenderung mengurangi ekspor. Hal ini menyebabkan permintaan atas valuta asing meningkat. Peningkatan permintaan akan menyebabkan harga juga meningkat.

4. Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi

Naik turunnya suku bunga dan tingkat pengembalian investasi sangat penting perannya dalam mempengaruhi aliran modal. Suku bunga dan tingkat pengembalian yang rendah cenderung akan menyebabkan modal dalam negeri mengalir ke luar negeri. Sedangkan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang tinggi akan menyebabkan modal luar negeri masuk ke negara itu. Apabila lebih banyak modal mengalir ke dalam suatu negara, permintaan ke atas mata uangnya bertambah, maka nilai mata uang negara tersebut akan meningkat. Nilai mata uang suatu negara akan merosot, apabila lebih banyak modal negara dialirkan ke luar negeri dari pada ke dalam negeri, karena suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang tinggi di negara lain jika dibandingkan dengan dalam negeri.

5. Pertumbuhan ekonomi

Pengaruh pertumbuhan ekonomi kepada nilai tukar mata uang tergantung kepada penyebab pertumbuhan ekonomi yang berlaku. Apabila pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh perkembangan ekspor, maka permintaan ke atas mata uang negara itu akan naik. Jika pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh


(52)

impor yang berkembang lebih cepat dari ekspor, penawaran mata uang negara lebih cepat bertambah dari permintaannya dan oleh karenanya nilai mata uang negara tersebut akan merosot.

2.5. Peneliti Terdahulu

Tabel 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Hasil penelitian

1. Asmanto, Priadi dan Suryandari, Sekar (2008) Cadangan devisa, financial deepening

dan stabilisasi nilai tukar riil rupiah akibat gejolak nilai tukar perdagangan

Secara simultan variabel-variabel yang digunakan dalam estimasi keseluruhan maupun estimasi spesifik memiliki pengaruh yang signifikan

Secara parsial menunjukkan pengaruh masing-masing variabel bebas yang signifikan terhadap variabel nilai tukar riil (variabel dependen) pada estimasi secara keseluruhan.

2. Ruslan, Dede. (2011)

Analisis financial

deepening di Indonesia

Variabel tingkat bunga dan pendapatan nasional memiliki pengaruh signifikan terhadap financial

deepening Indonesia selama tahun

1980-2007. Sedangkan variabel kurs nilai tukar Rp/US$ tidak memiliki pengaruh terhadap financial deepening Indonesia.

Diantara variabel-variabel yang ada, variabel pendapatan nasional memiliki penaruh terbesar terhadap perkembangan financial deepening di Indonesia selama tahun 1980-2007

3. Suryandari, Sekar (2008)

Pengaruh international

reserves dan financial deepening dalam

perannya sebagai penstabil nilai tukar riil akibat terms of trade

shock

Variabel international reserves mitigation term berperan sebagai

penstabil nilai tukar riil akibat terms of

trade shock secara keseluruhan negara,

sedangkan secara spesifik untuk negara Indonesia tidak diperoleh hasil bahwa international reserves berperan sebagai penstabil nilai tukar riil. Variabel financial deepening mitigation term menunjukkan bahwa

untuk keseluruhan negara, variabel ini tidak berfungsi sebagai penstabil nilai tukar riil namun untuk negara


(53)

Indonesia financial deepening

mitigation term berfungsi sebagai penstabil nilai tukar riil akibat terms of

trade shock melalui mekanisme

penyesuaian otomatis yang telah berjalan dengan baik.

2.6. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Feriyanto (2015:13), menyatakan bahwa “perdagangan internasional juga dipengaruhi oleh faktor kebutuhan akan devisa suatu negara”. Dalam memenuhi segala kebutuhannya setiap negara harus memiliki cadangan devisa yang digunakan dalam melakukan pembangunan, salah satu sumber devisa adalah pemasukan dari perdagangan internasional.

Kecukupan cadangan devisa mampu mengikuti perkembangan indikator moneter terutama nilai tukar rupiah dan perkembangan pasar valuta asing, dikarenakan bahwa devisa merupakan salah satu alat dan sumber pembiayaan yang penting bagi perekonomian suatu bangsa dan negara. Pemilikan dan penggunaan devisa serta sistem nilai tukar harus diatur sebaik-baiknya untuk memperlancar lalu lintas perdagangan, investasi dan pembayaran dengan luar negeri.

Cadangan devisa (X1)

Pendalaman Sektor Keuangan (X2)

Gejolak Nilai Tukar Perdagangan (X3)

Stabilisasi Nilai Tukar Riil Rupiah (Y)


(54)

Naik turunnya nilai tukar mata uang pada dasarnya dipengaruhi oleh banyak faktor sesuai dengan sistem yang dianutnya. Dalam sistem nilai tukar tetap, maka nilai kurs mata uang domestik terhadap mata uang asing besar kecilnya ditentukan oleh kebijakan pemerintah. Dalam sistem nilai tukar mengambang, maka nilai tukar mata uang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jumlah uang beredar, inflasi tingkat bunga dan pendapatan (Kuncoro dalam Ruslan, 2011:186).

Baik dalam sistem nilai tukar tetap maupun dalam sistem nilai tukar mengambang fluktuasi nilai tukar mata uang berdampak pada perekonomian. Suatu apresiasi mata uang domestik terhadap mata uang asing dapat menyebabakan semakin meningkatnya permintaan masyarakat akan barang dan jasa. Bila terjadi keadaan kelebihan permintaan, maka hal tersebut dapat mengakibatkan inflasi yang tinggi. Apabila mata uang uang domestik mengalami depresiasi terhadap mata uang asing, maka yang hal tersebut dapat mengakibatkan masyarakat akan terus memburu mata uang asing. Kondisi ini dikarenakan masyarakat akan menyimpan sebagian kekayaan dalam bentuk mata uang asing, sehingga secara umum depresiasi nilai tukar mata uang akan berdampak negatif terhadap pendalaman sektor keuangan.

Efektifnya pengaruh pendalaman sektor keuangan memungkinkan untuk meningkatkan perekonomian domestik yang lebih baik. Dalam hal ini, peranan

financial deepening harus diikuti dengan intermediasi perbankan dan investasi

yang sesuai dengan kebutuhan kinerja perekonomian. Kondisi perekonomian yang lebih baik dengan ditunjang intermediasi perbankan nasional yang memadai memungkinkan untuk meningkatkan output domestik yang berpengaruh pula pada


(55)

stabilitas nilai tukar. Dengan membaiknya perekonomian nasional, memungkinkan untuk terlepas dari gejolak yang terjadi pada perekonomian dunia.

Efektifitas terms of trade perlu dilakukan untuk upaya stabilitas nilai tukar. Effective terms of trade yang memiliki arah pengaruh negatif terhadap nilai tukar riil perlu disikapi dengan membuka lebar upaya-upaya perdagangan internasional dan aliran modal jangka panjang dari luar negeri. Kondisi ini dapat didorong dengan meningkatkan volume ekspor nasional untuk mempercepat apresiasi dan stabilitas nilai tukar Rupiah. Hal ini sangat mungkin dilakukan pada kondisi seperti sekarang dengan tetap memperhatikan kondisi perekonomian global yang belum sepenuhnya stabil.

2.7. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Adapun hipotesis penelitian ini adalah:

1. Cadangan devisa berpengaruh signifikan secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.

2. Pendalaman sektor keuangan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.

3. Gejolak nilai tukar perdagangan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.

4. Cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak nilai tukar perdagangan berpengaruh signifikan secara simultan terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.


(56)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perekonomian dunia mengakibatkan perkembangan ekonomi Indonesia semakin terintegrasi sebagai konsekuensi dari sistem perekonomian terbuka yang berhubungan dan tidak lepas dari hubungan internasional. Dampak perkembangan neraca pembayaran suatu negara mengakibatkan keterbukaan perekonomian yang meliputi arus perdagangan dan lalu lintas modal terhadap luar negeri suatu negara. Salah satu bentuk aliran modal yang masuk ke dalam negeri berupa devisa yang berasal dari perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara.

Ekspor memberikan keuntungan bagi suatu negara berupa kenaikan pendapatan, kenaikan devisa, transfer modal dan semakin banyaknya kesempatan kerja. Kenaikan impor suatu negara akan menambah barang-barang yang dapat dikonsumsi dan barang modal untuk kebutuhan industri di suatu negara serta terjadinya transfer teknologi.

Pada dasarnya cadangan devisa berfungsi sebagai buffer stock untuk berjaga-jaga guna menghadapi ketidakpastian keadaan yang akan datang, sehingga apabila terjadi depresiasi nilai tukar riil akibat memburuknya terms of

trade, maka cadangan devisa berfungsi sebagai penstabil. Perbaikan terms of trade akan meningkatkan aliran modal masuk, sehingga akan kembali mendorong


(57)

Indonesia sebagai negara yang sedang memiliki karakter yang tidak berbeda jauh dengan negara sedang berkembang lainnya. Tujuan pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam proses pembangunannya dihadapkan pada permasalahan dalam keterbatasan modal untuk membiayai investasi pembangunan. Berbagai upaya telah dilakukan guna meningkatkan peran sektor keuangan dalam pembiayaan pembangunan secara mandiri dan tidak tergantung dari bantuan luar negeri. Hal ini dimaksudkan supaya terjadi financial

deepening dalam perkembangan sektor keuangan dalam perekonomian nasional.

Peranan cadangan devisa di dalam rezim devisa bebas yang dianut Indonesia tereliminir akibat dari bebasnya arus devisa masuk-keluar. Dengan mudahnya devisa masuk-keluar, maka stabilitas nilai tukar mata uang dapat terjaga karena terjadinya pelemahan atau penguatan nilai tukar secara mekanisme pasar dapat diatasi dengan supply dan demand devisa secara bebas. Namun pada kenyataannya, pasar valuta asing Indonesia bersifat tidak simetris dimana supply cenderung berasal dari hot money, sedangnya demand yang bersifat fundamental untuk impor atau membayar hutang luar negeri relatif besar. Sementara supply devisa yang terutama berasal dari hasil ekspor pada kenyataan tidak sepenuhnya masuk ke Indonesia, atau lebih banyak mengendap di bank-bank di luar negeri. Kondisi ini menyebabkan rentannya stabilitas nilai tukar rupiah dari goncangan

sudden reversal, sehingga diperlukan pertahanan psikologis berupa cadangan

devisa yang kuat.

Upaya memperkuat pertahanan ekonomi dari goncangan nilai tukar semakin meningkat seiring dengan pelemahan ekonomi global. Krisis utang


(58)

pemerintah di beberapa Negara Eropa dan defisit fiskal Amerika Serikat telah menimbulkan gejolak di pasar global, dimana pasar saham melemah dan harga komoditas dunia menurun. Dampak dari gejolak pasar global telah menjalar ke perekonomian Indonesia berupa turunnya harga saham dan pelemahan nilai tukar rupiah yang sangat cepat. Dalam upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan optimisme terhadap perekonomian nasional, diperlukan kehadiran otoritas moneter dan fiskal. Ketersediaan cadangan devisa yang memadai telah menjadi amunisi dalam stabilisasi rupiah, sehingga rupiah saat ini berada pada tingkat yang sesuai secara fundamental.

Faktor penyebab rendahnya angka devisa yang diterima Indonesia adalah keengganan para eksportir Indonesia menggunakan perbankan dalam negeri di dalam aktivitas ekspornya. Alasan utama yang dikemukakan adalah bank di dalam negeri belum mampu memberikan fasilitas yang memadai dalam bertransaksi ekspor-impor sebagaimana yang dilakukan oleh bank di luar negeri. Salah satu faktor hambatan transaksi oleh bank dalam negeri adalah terbatasnya bank korespondensi yang dimiliki oleh bank di dalam negeri dan insentif yang kurang kompetitif. Kondisi ini, eksportir hanya memanfaatkan bank dalam negeri untuk bertransaksi terkait membayar biaya operasional atau hutang di dalam negeri, sehingga devisa yang masuk relatif terbatas. Akibatnya, devisa yang bersumber dari menjual barang yang diproduksi di Indonesia tidak dapat sepenuhnya dinikmati oleh Indonesia.

Dalam rangka memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dan ketahanan ekonomi Indonesia dari gejolak ekonomi global, maka Indonesia sangat


(1)

Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan masukan selama pengerjaan skripsi ini.

6. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si., selaku dosen pembaca skripsi.

7. Seluruh Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan yang bernilai bagi penulis.

8. Seluruh mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, khususnya mahasiswa program studi Ekonomi Pembangunan angkatan 2009.

Dan kepada semua pihak-pihak terkait yang tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu namanya yang juga turut mendukung dan membantu dalam penyusunan skripsi ini, saya menyampaikan banyak terimakasih.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Tuhan memberkati.

Medan, Maret 2016 Penulis

NIM. 090501091


(2)

vi DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Cadangan Devisa ... 9

2.2. Pendalaman Sektor Keuangan ... 13

2.3. Gejolak Nilai Tukar Perdagangan ... 16

2.4. Nilai Tukar Riil ... 19

2.5. Peneliti Terdahulu ... 25

2.6. Kerangka Konseptual ... 26

2.7. Hipotesis ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis Penelitian ... 30

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 30

3.3. Batasan Operasional ... 30

3.4. Definisi Operasional ... 31

3.5. Skala Pengukuran Variabel ... 32

3.6. Populasi dan Sampel ... 32

3.7. Jenis Data ... 33

3.8. Metode Pengumpulan Data ... 33

3.9. Teknik Analisis Data ... 34

3.9.1. Uji Asumsi Klasik ... 34

3.9.2. Analisis Persamaan Regresi Linear ... 35

3.9.3. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 36

3.9.4. Uji Hipotesis ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1. Hasil Penelitian ... 38


(3)

4.1.2. Pendalaman Sektor Keuangan ... 39

4.1.3. Gejolak Nilai Tukar Perdagangan ... 40

4.1.4. Nilai Tukar Riil Rupiah ... 40

4.1.5. Statistik Deskriptif ... 42

4.1.6. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 43

4.1.6.1. Hasil Uji Normalitas ... 43

4.1.6.2. Hasil Uji Multikolinieritas ... 45

4.1.6.3. Hasil Uji Autokorelasi ... 46

4.1.6.4. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 47

4.2. Analisis Regresi Linear Berganda ... 48

4.3. Pengujian Hipotesis ... 49

4.3.1. Uji Signifikansi Parsial (t-test) ... 49

4.3.2. Uji Signifikansi Simultan (F-test) ... 50

4.3.3. Uji Koefisien Determinan (R Square) ... 51

4.4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 52

4.4.1. Pengaruh Cadangan Devisa Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah... 53

4.4.2. Pengaruh Pendalaman Sektor Keuangan Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah ... 54

4.4.3. Pengaruh Gejolak Nilai Tukar Perdagangan Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

5.1. Kesimpulan ... 57

5.2. Saran ... 57


(4)

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12

Hasil Penelitian Terdahulu……….…..….…... Cadangan Devisa Indonesia Tahun 2005-2015

Pendalaman Sektor Keuangan di Indonesia Tahun 2005-2015……….……… Gejolak Nilai Tukar Perdagangan Indonesia Tahun 2005-2015………. Nilai Tukar Riil Rupiah di Indonesia Tahun 2005-2015.

Descriptive Statistics……….

Hasil Uji Normalitas………. Hasil Uji Multikolinearitas……… Hasil Uji Autokorelasi……….………. Persamaan Regresi Linear Berganda……… Hasil Uji t……….. Hasil Uji Signifikansi Simultan (F-test)……… Hasil Uji Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinan (R Square)………. 25 38 39 40 41 42 43 45 46 47 49 51 51


(5)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3

Kerangka Konseptual……….……….…… Histogram ……….……….

Normal P-P Plot of Regression Standartized Residual … Scatterplot...

26 44 45 47


(6)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3

Output SPSS ……….

Nilai-nilai Dalam Distribusi t……….………….. Criteria Values fo the F Dist. (α = 0,05)………..

61 66 67