Peranan Amelioran Tanah Mineral Diperkaya dengan Besi Terak Baja terhadap Perubahan Kadar Serat dan Produktivitas Gambut Disawahkan

PERANAN AMELIORAN TANAH MINERAL
DIPERKAYA DENGAN BESI TERAK BAJA
TERHADAP PERUBAHAN KADAR SERAT DAN
PRODUKTIVITAS GAMBUT DISAWAHKAN

OLEH
NICOLAS

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

ABSTRAK
NICOLAS. Peranan Arnelioran Tanah Mineral diperkaya dengan Besi Terak Baja
Terhadap Perubahan Kadar Serat dan Produktivitas Gambut Disawahkan. Dibimbing
Oleh DASUN HERUDJITO, SUPIANDI SABIHAM dan UNDANG KURNIA.
Ameliorasi sangat diperlukan dalam reklarnasi gambut tropika yang urnumnya
diketahui memiliki kesuburan dan produktivitas rendah untuk pengembangan
pertanian. Karena itu telah dilakukan penelitian untuk mengkaji peranan tanah
mineral (TM) dan terak baja (TB) serta formulasinya terhadap perubahan sifat fisik,
laju pelepasan karbon dan produktivitas gambut sawah pa& fisiografi gambut pantai
di Samuda dan gambut transisi di Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur Provinsi

Kalimantan Tengah pada bulan September 2000 sampai Maret 2001. Penetapan dosis
amelioran didasarkan pada 5 % erapan maksimum Fe gambut tiap lokasi, kandungan
Fe bahan amelioran, serta kelarutan Fe bahan amelioran setelah ditarnbahkan pada
gambut.
Hasil penelitian menunjukkan laju perubahan serat gambut pantai Samuda
tanpa peremasan (serat aktual) berkisar 1,7 - 2,5 % per enam bulan sedangkan di
Sampit berkisar 1,9 sampai 4,3 % per enam bulan, Laju terendah pada gambut
Samuda diperoleh pada pemberian 7,15 ton TMIha + 0,58 ton TB/ha, sedangkan di
Sampit terendah pada kontrol. Laju penurunan kadar serat dengan peremasan (serat
kasar) pada garnbut Samuda sekitar 2,3 sampai 7,5 % sedangkan di Sampit sekitar 2,O
sampai 6,l % per enam bulan. Penurunan kadar serat kasar terendah diperoleh pada
kontrol dan memiliki pola sama untuk kedua lokasi. Laju penurunan kadar serat
gambut cenderung meningkat seiring dengan peningkatan porsi terak bajji bahan
amelioran.
Pemberian arnelioran cendemg menurunkan porositas, pori aerasi, karbon
organik dan kadar air lapang gambut, sebaiiknya pemberian amelioran cenderung
meningkatkan kadar abu dan retensi air pada gambut. Pemberian amelioran TM tanpa
TB cenderung menekan laju pelepasan karbon paling tinggi, sedangkan dengan
meningkatnya porsi TB bahan amelioran cenderung menurunkan daya tekan terhadap
laju pelepasan karbon dari gambut. Pemberian TB 5,79 tonha tanpa TM pada gambut

Samuda meningkatkan hasil gabah bersih 373 % dari 4,l to& menjadi 5,6 ton/ha,
sedangkan di Sampit pemberian TB 5,O tonfha meningkatkan hasil gabah 140 % dari
2,l tonlha menjadi 5,l ton/ha. Pemberian amelioran TM 4,O tonlha + TB 2,O ton/ha
(formulasi A5 60 % TM + 40 % TB) pada gambut Sampit telah mampu
meningkatkan hasil gabah bersih hampir 100 % dari 2,l tonha menjadi 4,2 tonha.

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis dengan Judul : " Peranan
Amelioran Tanah Mineral Diperkaya dengan Besi Terak Baja

terhadap

Perubahan Kadar Serat dan Produktivitas Gambut Disawahkan " adalah benar
merupakan karaya asli saya yang belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data
dan informasi yang digunakzn telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa
kebenarannya.

Bogor, 9

PERANAN AMELIORAN TANAH MINERAL
DIPERKAYA DENGAN BESI TERAK BAJA

TERHADAP PERUBAHAN KADAR SERAT DAN
PRODUKTIVITAS GAMBUT DISAWAHKAN

NICOLAS

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Tanah

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis

: Peranan

Nama Mahasiswa


:N i c o 1a s

NRP

: 98035

Program Studi

: Ilmu Tanah

Amelioran Tanah Mineral Diperkaya
dengan Besi Terak Baja terhadap Perubahan Kadar
Serat dan Produktivitas Gambut Disawahkan

1 Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

\

Dr. Dasun Herudiito, M.$c.

Ketua

1
Prof.Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Apr.
Anggota

Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu Tanah

Prof.Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc,

Tanggal Lulus : 29 Agustus 2002

Dr. Ir. U n d a n ~Kurnia, M.Sc.
Anggota
'

RIWAYAT HIDUP
NICOLAS, dilahirkan di Minanga Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan
pada tanggal 30 Nopember 1962 sebagai putra sulung dari pasangan ayah Johanis

Malla dengan ibu Maria Lomo.
Tahun 1982 penulis lulus dari SMA Katolik Makale Tana Toraja dan pada
tahun yang sama lulus seleksi UMPTN proyek Perintis 111 Universitas Hasanuddin
Ujung Pandang pada Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian jurusan Ilmu Tanah dan
menamatkannya pada tahun 1990.
Penulis diterima bekerja sebagai tenaga honorer pelaksana penelitian lapangan
pada Balai Penelitian Tanaman Pangan Maros untuk wilayah Irian Jaya pada Tahun
1992 dan diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil tahun 1993 sebagai staf
peneliti Balittan Maros yang dipekerjakan di Kanwil Pertanian Provinsi Irian Jaya.
Dengan adanya reorganisasi Badan Litbang Pertanian tahun 1995 di Iri,an Jaya
didirikan Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) yang berlokasi di Koya
Barat, Kota Madya Jayapura. Penulis menjadi salah seorang staf peneliti non-klas

pada LPTP koya Barat yang sekarang telah berubah menjadi Balai Pengkajian
Tehologi Pertanian (BPTP) Papua.
Pada tahun 1998 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan
(tugas belajar) dan diterima di Program studi Ilmu Tanah pada Fakultas Pascasarjana
IPB dengan beasiswa dari PAATP Badan Litbang Departemen Pertanian.

PRAKATA

Puji clan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulisan laporan hasil penelitian
ini dapat tersusun menjadi satu tesis. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat akademik dalam menyelesaikan program Magister Sains pada program
Pascasarjana Intitut Pertanian Bogor.
Penelitian dengan judul Peranan Amelioran Tanah Mineral Diperkaya
dengan Besi Terak Baja terhadap Perubahan Kadar Serat dan Produktivitas
Gambut Disawahkan telah dilaksanakan di Kabupaten Kotawaringin Timur,

Kalimantan Tengah.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
bapak : Dr. Dasun Herudjito, M.Sc. selaku ketua, Prof.Dr. Ir. Supiandi Sabihan,
M.Agr. dan Dr. Ir. Undang Kurnia, M.Sc. masing-masing selaku anggota komisi
pembimbing atas kesediaannya membimbing penulis dalam penyusunan rencana
penelitian sampai pada penyelesaian tesis ini.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Badan Litbang Deptan
melalui Komisi Pembinaan Tenaga Badan Litbang Deptan yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan PPS di IPB.

cada an yang


sama disampaikan kepada Pemimpin Proyek PAATP Badan Litbang Deptan yang
telah menyediakan dana pendidikan (beasiswa) kepada penulis. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada Ketua Peneliti HIBAH Tim IPB, TA 2000rL001 yang telah
memberi b m w biaya kegiatan lapang dalam pelaksanaan penelitian ini.
Akhirnya penulis rnznysrdari bahwa dalarn tesis ini masih banyak terdapat
k e b g a n baik materi maupun penyajianya. Oleh karena itu penulis dengan rendah
hati menghargai setiap sumbang-saran dari berbagai pihak demi perbaikan
kekurangan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat sebagai salah satu masukan dalam
pengelolaan gambut sawah pada masa yang akan datang.
Bogor, Agustus 2002
Penulis

DAFTAR IS1

DAFTAR TABEL ..............................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ...........................................................


x

.................................................................................
Latar belakang ............................................................................
Tujuan Penelitian .......................................................................
Hipotesis ...................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
Potensi Gambut di Indonesia..................................................

1

4
4

Sifat Fisik Gambut ....................................................

8

* Retensi Air pada Gambut .....................................

* Ketersediaan Air ....................................................

* Pornsitas ...............................................................

11
12
12
13
14

Pemanfaatan Gambut untuk Pertanian ........................................

16

Dekomposisi Gambut dan Laju Pelepasan Karbon ................

17

Keragaan Tanaman Padi di Lahan Garnbut..........................


18

Ameliorasi Gambut ....................................................

20

PENDAHULUAN

* Kapasitas Menahan Air .............................................

* Kerapatan Lindak ....................................................

BAHAN DAN METODE PENELITIAN ...............................................

1

5
5

23

Tempat dan Waktu .....................................................

23

Bahan dan Alat .........................................................

23

Metode Pelaksanaan ...................................................

24

Kegiatan Laboratorium .................................................

24

Kegiatan Lapang ......................................

25

Persiapan Percobaan Lapang ..........................................
A . Pesemaian.............................................................
B . Pengolahan Tanah ..................................................
C. Penanaman dan Pemeliharaan......................................
D.Pengamatan ..........................................................

27
27
27
28
29

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................
Pengaruh Perlakuan Arnelioran Terhadap Sifat Fisik Gambut ....
* Kandungan Serat .......................................................
* Porositas dan Sebaran Pori .........................................
* Pori Aerasi ..........................................
* Kadar Air Kondisi Lapang ...........................................
*Bobot Isi clan Bobot Jenis Partikel ........................
*Kadar Abu dan C-Organik Total .....................................
Emisi C02 dan CHs Akibat Ameliorasi Gambut Sawah ........
Pengaruh Ameliorasi Terhadap Produksi Padi Sawah ...........
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................

58

Kesimpulan ...............................................................

58

Saran .......................................................................

59

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
LAMPIRAN

.....................................................................

60

66

Lampiran
Halaman
1. Deskripsi Profil Tanah Gambut Pantai-Samuda

.............................

2. Deskripsi Profil Tanah Gambut Transisi Sampit .............................

3. Data Hasil Pengamatan Kadar Serat Gambut Pantai pada Berbagai
Perlakuan Formulasi Bahan h e l i o r a n yang Dicobakan.. .............
4. Sidik Ragam Perubahan Kandungan Serat Gambut Pantai Samuda
yang Tidak Digerus.. .......................................................
5. Sidik Ragam Perubahan Kandungan Serat Gambut Pantai Samuda
yang Digerus .................................................................

6. Data Hasi Pengamatan Kadar Serat Gambut Transisi Sampit pada
Berbagai Perlakuan Amelioran yang Dicobakan.. ......................

7. Sidik Ragam Perubahan Kandungan Serat Gambut Transisi Sampit
yang tidak Digerus ..........................................................

8. Sidik Ragam Perubahan Kandungan Serat Gambut Transisi Sampit
yang Digerus .................................................................
9. Data Hasil Pengamatan Bobot Isi ,Volume Pori Total dan Kadar Air
pada berbagai Tegangan (pF) Gambut Pantai Samuda pada
Berbagai Perlakuan Amelioran ............................................
10. Data Hasil Pengamatan Pori Drainase Sangat Cepat, Cepat dan Lambat
serta Air Tesedia Gambut Pantai Samuda pada
Berbagai Perlakuan Ameliorar, ................................................

11. Data H a i l Pengamatan Bobot Isi ,Volume Pori Total dan Kadar Air
pa& berbagai Tegangan (pF) Gambut Transisi Sampit pada
Berbagai Perlakuan Amelioran ...........................................

71

12. Data Hasil Pengamatan Pori Drainase Sangat Cepat, Cepat dan Larnbat
serta Air Tesedia Gambut Transisi Sampit pada
Berbagai Perlakuan Amelioran .................................................
13. Data Hasil Pengamatan Kadar Air Lapang Gambut Pantai pada Berbagai
Perlakuan Amelioran Sebelum dm Sesudah Penelitian ................

71
72

14. Sidik Ragam Perubahan Kadar Air Lapang Gambut Pantai Samuda pada
Berbagai Perlakuan Amelioran .............................................

72

15. Data Hasil Pengamatan Kadar Air Lapang Gambut Transisi Sampit pada
Berbagai Perlakuan Amelioran Sebelurn dan Sesudah Penelitian .....

72

16. Sidik Ragam Perubahan Kadar Air Lapang Gambut Transisi Sampit pada
Berbagai Perlakuan Amelioran .............................................

72

17. Data Hasil Pengamatan Kadar Abu Gambut Pantai Samuda pada
Berbagai Perlakuan Amelioran .............................................

73

18. Sidik Ragam Perubahan Kadar Abu Gambut Pantai Samuda pada
Berbagai Perlakuan Amelioran .............................................

73

19. Data Hasil Pengamatan Kadar Abu Gambut Transisi Sampit pada
Berbagai Perlakuan Amelioran. .............................................

73

20. Sidik Ragam Perubahan Kadar Abu Gambut Transisi Sampit pada
Berbagai Perlakuan Amelioran .............................................

74

2 1. Data Hasil Pengamatan C-Organik Total Gambut Pantai Samuda
pada Berbagai Perlakuan Amelioran .......................................

74

22. Sidik Ragam Perubahan C-Organik Total Gambut Pantai Samuda
pada Berbagai Perlakuan Amelioran ........................................

74

23. Data Hasil Pengamatan C-Organik Total Gambut Transisi Sampit
pada Berbagai Perlakuan kmelioran .......................................

75

24. Sidik Ragam Peruballan C-Organik Total Gambut Transisi Sampit
pada Berbagai Perlakw Amelioran ........................................

75

25. Hasil Pengukuran Laju Emisi COz Menurut Faser Pertumbuhan Padi
Sawah Akibat Pemberian Amelioran ...........................

76

26. Hasil Pengukuran Laju Emisi CH4 Menurut Faser Pertumbuhan Padi
Sawah Akibat Pemberian Arnelioran ...........................

76

27. Prosedur Penetapan Kadar Abu Bahan Organik dan C-Organuk Total
metode Dray Cornbution .....................................................

77

28 - 3 1 Gambar dan Peta Lokasi

DAFTAR GAMBAR
halaman

Nomor
Teks
1. Perubahan Kadar Serat Gambut Pantai Samuda Akibat Ameliorasi .....

33

2. Perubahan Kadar Serat Gambut Pantai Samuda Akibat Arneliorasi .....

35

3. Perubahan Pori Aerasi dan Air Tersedia garnbut Samuda dan Sampit
Akibat Ameliorasi .......................................

41

4. Perubahan Kadar Air Kondisi Lapang gambut Samuda dan Sampit
Akibat Ameliorasi .......................................

44

Lampiran

1. Gambar Cara Pengambilan Contoh Gambut dan Contoh Gas
di Lapang untuk Keper!uan Analisis Laboratorium .................

78

2. Grafik Hubungan Perubahan Kandungan Serat dengan Tingkat
Dekomposisi Gambut Pantai Samuda pada Berbagai
Perlakuan Amelioran yangh dicobakan ......................
3. Grafik Hubungan Perubahan Kandungan Serat dengan Tigkat
Dekomposisi Gambut Transisi Sampit pada Berbagai
Perlakm Amelioran yangh dicobakan ......................

4. Gambar Situasi Lokasi Penelitian .............................

83

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Tanah gambut (Histosol) di Indonesia merupakan golongan tanah yang
menempati urutan kedua terluas setelah tanah podzolik (Puslittanah, 1981; Halim
1989). Luasnya diperkirakan sekitar 16,5 sampai 27 juta ha dan wilayah
penyebarannya adalah di daerah rawa belakang pantai Sumatera, Kalimantan dan
Irian Jaya (Papua) serta terdapat sekelompok kecil di Sulawesi, Jawa dan Kepulauan
Maluku (Hardjowigeno, 1989).

Dari segi luas dan fisiografi daerah, garnbut memiliki potensi yang cukup
besar untuk dijadikan perluasan areal pertanian (ekstensifikasi), karena gambut pada
umumnya menempati areal dengan fisiografi yang relatif datar. Masalah yang
dihadapi dalam pengembangan gambut untuk pertanian adalah tingkat kesuburan
tanahnya rendah, sehingga produktivitasnya rendah dan lingkungan fisik y a n ~mudah
rusak (fragile) menyebabkan gambut tergolong lahan marginal untuk pertanian.
Menurut Hardjowigeno (1989), gambut yang cukup sesuai untuk dikembangkan
sebagai lahan sawah adalah gambut dangkal yaitu gambut ymg ketebalannya kurang

dari 90 cm.
Rendahnya tingkat hasil tanaman di lahan gambut disebabkan oleh adanya
kendala fisik lahan yang belum sepenuhnya dapat diatasi dengan baik, antara lain
tanahnya bereaksi masam, sifat fisiic tanah jelek dan umumnya tanah dalam kondisi
tergenang. Untuk mempertahankan garnbut dalam kondisi tergenang, perlu dicari
tanaman yang membutuhkan genangan diantaranya adalah padi sawah. Masalah

pengembangan padi sawah dilahan gambut adalah gejala kemunan yang disebabkan
oleh tingginya asam-asam organik meracun (Sabiham et al., 1997) dan kahat hara
mikro khususnya Cu, Zn dan Mo (Driessen clan Suhardjo, 1976), sehingga perlu
direklamasi.
Penelitian ameliorasi menggunakan abu p e m b w a n gambut maupun abu
dari sumber lain oleh Ismunadji dan Soepardi (1984), pengapuran dan pemberian
tanah mineral serta pemupukm oleh Team IPB (1984) dan Halim (1987) merupakan
rangkaian tindakan reklarnasi yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas
tanarnan di lahan gambut, namun hasilnya belum memuaskan.
Pengelolaan lahan dalam upaya reklamasi gambut umumnya diawali dengan
membuang air berlebih (didrainase) agar pengolahan tanah mudah dilakukan. Selain
itu drainase dilakukan untuk membuang sebagian asam-asam organik yang dapat
bersifat meracun terhadap tanarnan dan untuk memperbaiki sifat fisik gambut. Narnun
demikian pengelolaan tata air yang tidak tepat malahan dapat menimbulkan persoalan
fisik, antara lain terjadinya kering tidak balik (irreversible drying) dan penurunan
permukaan lahanlsubsidensi bila drainase terjadi secara berlebihan (Notohadiprawiro,
1997; Widjaja-Adhi, 1997).

Dari hasil penelitian Salampak (1993) dan Saragih (1996) diketahui bahwa
kation Fe memiliki affinitas yang tinggi terhadap senyawa organik dari gambut,
sehingga penambahan kation-kation tersebut dapat meningkatkan stabilitas gambut
melalui mekanisme erapan pa& tapak reaktif. Dengan mekanisme erapan tersebut,
asam-asam organik monomer membentuk senyawa kompleks dengan ikatan yang
kuat dan relatif tahan terhadap proses dekomposisi.

3

Bahan yang mengandung Fe cukup tinggi seperti yang dilaporkan Salampak
(1999)diantaranya adalah tanah mineral asal Pundu Kalimantan Tengah yaitu sebesar
22,06 %. Selanjutnya Suwarno dan Goto (1997b) meleporkan bahwa terak baja asal
Cilegon Jawa Barat mengandung Fe rata-rata 45,45 %. Selain kandungan Fe yang
tinggi, terak baja juga masih mengandung unsur hara lain seperti Ca, Mg dan Si yang
sangat dibutuhkan padi sawah di lahan gambut. Dari informasi tersebut, tanah mineral
dan terak baja cukup layak diteliti sebagai bahan amelioran gambut yang disawahkan.
Abdwachman et al., (1998) menyatakan untuk memproduktifkan lahan
gambut yang sudah disawahkan dibutuhkan teknologi pemupukan, pengelolaan air
dan ameliorasi dan peluang penelitian dititik beratkan pada teknik ameliorasi.
Ameliorasi, selain dapat meningkatkan kesuburan tanah, besar kemungkinan juga

akan mempengaruhi sifat fisik tanah. Rachim (1995) melaporkan bahwa pemberian
kation polivalen seperti Fe, A1 dan Cu menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik tanah.
Hardjowigeno (1989) dan Widjaja Adhi (1984) menyatakan sifat fiiik tanah
banyak yang saling berkaitan. Untuk gambut, jumlah, bentuk dan ukuran serat
menentukan jumlah dan sebaran ukuran pori. Ruang pori total ditentukan oleh bobot
isi dan h b o t jenis rata-rata, sedangkan sebaran ukuran pori dipengaruhi oleh sebaran
fraksi (serat) clan struktur. Jumm, bentuk clan ukuran serat berperan penting dalam
penentuan tingkat kematangan gambut, dan tingkat kematangan dipengaruhi oleh laju
dekomposisi.
Berdasarkan pemyataan-pernyataan di atas, dianggap perlu untuk melakukan
penelitian sifat fisik gambut dalam kaitannya dengan amelicrasi lahan sawah.

Tujuan Peneiitian
1.

Mengkaji peranan amelioran, berupa tanah mineral yang diperkaya dengan besi
terak baja terhadap laju dekomposisi gambut dengan indikator perubahan
kandungan serat gambut yang disawahkan.

2.

Menentukan formulasi bahan arnelioran berupa perimbangan tanah mineral dan
terak baja yang dapat meningkatkan hasil tanaman dan memperbaiki sifat fisik
gambut yang disawahkan.

Hipotesis

1. Ameliorasi lahan gambut menggunakan bahan tanah mineral yang diperkaya
dengan besi terak baja dapat menghambat laju dekomposisi bahan organik yang
dicirikan oleh perubahan kandungan serat.

2. Formulasi tanah mineral dengan terak baja dalarn perimbangan yang tepat sebagai
bahan amelioran dapat meningkatkan hasil padi sawah dan memperbaiki sifat
fisik gambut.

TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Gambut di Indonesia
Tanah gambut adalah tanah yang berbahan induk organik atau berasal dari
sisa-sisa tanaman masa lampau dan berdasarkan kriteria USDA (1998) digolongkan
kedalam Order Histosol. Sebagai tanah gambut/histosol harus memenuhi syarat
khusus dalam ha1 bahan organik minimal 12 - 18% C-Organik (tergantung kandungan
liat fraksi mineralnya) dan ketebalannya minimal 40 cm (USDA, 1998). Persyaratan
kandungan C-Organik dalam klasifikasi Histosol adalah jika fraksi mineralnya tidak
mengandung liat kandungan C-Organiknya minimal 12 % dan jika fraksi mineralnya
mengandung liat 60 % atau lebih maka kandungan C-Organiknya minimal 18 %.
Apabila fiaksi mineralnya mengandung liat kurang dari 60 % maka C-Organiknya
hams memenuhi kriteria minimal 12 % ditarnbah 0,l kali persen liat. Sedangkan
ketebalan minimal (40 cm) didasarkan pada pengalaman reklamasi gambut di
,

Belanda yang mengalami penurunan permukaan secara drastis pada tahun pertama
setelah reklamasi setebal 40 cm (Pons, 1962 dalam Abdullah, 1997), kemudian
penurunan selanjutnya berjalan lambat.
Mengacu pada batasan penggolongan tanah gambut seperti di atas maka luas

lahan gambut Indonesia diperkirakan 27 juta ha ( Hardjowigeno, 1989) dan dari
luasan tersebut diperkirakan menempati sekitar 73 % dari gambut Asia atau sekitar
50% dari total gambut tropika dunia (Dai, 1989). Diticjau daii segi luasnya, gambut
merupakan sumber daya alam yang potensial untuk dikelola sebagai areal
ekstensifikasi pertanian meskipun tidak seluruh lahan gambut sesuai untuk dikelola

6
menjadi areal pertanian. Luas gambut yang potensial untuk dikembangkan sebagai

lahan pertanian s e w a urnurn diperkirakan sekitar 6 - 9 juta ha (Rajagukguk, 1989;
Dai, 1989). Potensi tersebut ditunjang oleh bentuk fisiografi lahan gambuthergambut
yang relatif datar.
Menurut Hadjowigeno (1 989) pengelolaan gambut seharusnya didasarkan
pada karakteristiknya. Andrisse (1988) memberikan sistem kiasifikasi tanah gambut
yang didasarkan pada enarn karakteristik yaitu : (1) topografi dan morfologi, (2)
vegetasi permukaan, (3) sifat kimia gambut, (4) vegetasi asli pembentuk gambut, (5)
sifat fisika gambut, dan (6) proses genesis gambut. Klasifikasi berdasarkan topografi
dan geomorfologi berhubungan dengan aspek bentang lahan (landscape) sehingga
dikenal adanya gambut dataran rendah (low moor), gambut transisi (transisional
moor), dan gambut dataran tinggi (high moor). Berdasarkan vegetasi permukaan,
gambut sering dihubungkan dengan kepentingan pengelolaan pada saat reklamasi
lahan gambut. Berdasarkan sifat kimia, gambut dikaitkan dengan karakteristik kimia
lingkungannya terutama tingkat kesuburan gambut sehingga dikenal gambut subur
(eutrophic),

kesuburan

sedang

(mesotrophic) dan

gambut

kurang

subur

(oligotrophic). Berdasarkan vegetasi asli pembentuknya gambut dihubungkan dengan
bahan gambut yang berasal dari jenis vegetasi tertentu yang menyusunnya, sehingga
diienal adanya gambut yang berasal dari lurnut ( Moss peat), rumput-rumputan (sawgrass peat), kayu-kayuan (Woody peats). Berdasarkan sifat fisiknya gambut
dihubungkan dengan tingkat dekomposisi bahan penyusunnya, sehingga dikenal
adanya gambut fibrik, hemik dan saprik. Sedangkan berdasarkan proses genetiknya
gambut dihubungkan dengan iklim yang mempengaruhi pembentukan dan

7
perkembangannya, sehingga dikenal adanya istilah gambut tropika (tropical peat) dan
gambut daerah sedang (temperate peat).
Masalah yang dihadapi dalam pemanfaatan lahan gambut menjadi areal
pertanian adalah tingkat produktivitasnya yang rendah. Dilaporkan bahwa sampai
saat ini produktivitas lahan gambut di Indonesia khususnya untuk tanaman pangan
masih sangat rendah (Radjagukguk, 1989). Salah satu hasil penelitian yang cukup
menarik perhatian selama ini seperti diungkapkan oleh Salarnpak (1999) bahwa pada
tanah gambut Berengbengkel Kalimantan Tengah (gambut pencialaman) tanaman
padi sawah hanya dapat bertahan turnbuh sampai delapan minggu setelah tanarn,
kemudian layu, kering dan mati. Di Sampit (gambut transisi) pertumbuhan padi juga
terhambat, tanaman tumbuh kerdil dan mati. Tim Fakultas Pertanian IPB (1986)
melaporkan bahwa tanaman padi hanya dapat turnbuh baik dan berproduksi pada
gambut dangkal. Produksi gabah yang diperoleh pada gambut dengan ketebalan 60 100 cm berkisar antara 0,s - 1,6 tonha.
Gambut tropika di Indonesia dari segi kesuburan tanah uiurnnya termasuk
oligotropik yaitu tingkat kesuburannya rendah, kecuali pada beberapa tempat dalam
areal yang relatif sempit terdapat gambut yang subur (Andrisse, 1976 dan Rachim,
1995). Kandungan nitrogen total tanah gambut menurut Tim Fakultas Pertanian IPB
(1976) berkisar antara 4800 hingga 7200 kg N/ha atau setara 1,2 % -1,8 % pada
lapisan 0

- 20 cm, dan sebagian besar dalam bentuk N kompleks organik. Gambut

Berengbengkel menurut beberapa peneliti mengandung N-total sebesar 1,81 % dan
C-organik 56,03 % dengan nisbah C/N sebesar 30,96 (Halim, 1987). Sabiham,

8
Prasetyo dan Salampak, (1997) memperoleh kandungan N total sebesar 1,82% dan Corganik 57,23% dengan nisbah CM sebesar 3 1,44.
Kandungan kation-kation basa (Ca, Mg, K, dan Na) umumnya terdapat dalam
jumlah yang rendah terutama pada gambut tebal. Semakin tebal gambut, kandungan
abu semakin rendah dan kandungan Ca dan Mg menurun mengikuti kedalamannya
(Driesen dan Soepraptohardjo, 1974). Rendahnya ketersediaan kation-kation basa dan
tingginya kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah gambut menyebabkan nilai
kejenuhan basa (KB) yang rendah. Upaya untuk meningkatkan KB pada tanah
gambut adalah dengan penarnbahan basa-basa atau dengan menurunkan nilai KTK
tanah (Halim, 1987). Peningkatan KB melalui penurunan KTK tanah dapat dilakukan
dengan pemberian tanah mineral yang mempunyai KTK rendah (Hardjowigeno,
1997).
Kandungan unsur mikro pada tanah gambut umumnya dslam jumlah yang
sangat rendah sehingga peleparan unsur rnikro dari proses rnineralisasi jugi rendah.
Dengan demikian, uilsur mikro kurang tersedia bagi tanaman dan menimbulkan
gejala defisiensi pada tanaman (Rachim, 1995). Pada tanah yang mengadung bahan
organik tin&, ketersediaan unsur mikro seperti Cu, Fe dan Mn sangat rendah karena
diikat oleh senyawa-sznyawa organik (Tan, 1998)

Sifat fisik gambut
Sifat fisik gambut

sangat penting dalam upaya reklamasi

lahan

gambuthergambut terutama dalam hubungannya dengan pengelolaan air. Haris
(1998) menyatakan bahwa pentingnya sifat fisik gambut berkaitan erat dengan

mekanika tanah, keteknikan tanah dan konservasi lahan gambut. Sifat fisik yang khas
pada gambut adalah penyusutan tidak dapat balik, p e n m a n muka lahan dan mudah
tererosi baik oleh air maupun angin. Dengan demikian karaktiristik fisik bahan
gambut hams mendapat perhatian yang utama khususnya dalam perhitungan
pengelolaan tanah dan air, sehingga gambut sebagai l&an pertanian terjamin
kelestariannya.
Sifat-sifat fisik tanah gambut yang penting diketahui adalah tingkat
dekomposisinya yang sangat menentukan volume, ukuran dan bentuk serat, struktur,
kerapatan lindak (bulk density) dan kering tidak balik (Widjaja-Adhi, 1984) serta
kemungkinan terjadinya subsidense setelah didrainase (Bouman dan Driessen, 1985).
Kerapatan lindak gambut tropika umurnnya berkisar 0,05 - 0,40 g/cm3 yang sangat
ditentukan oleh tingkat pelapukan bahan organiknya, kandungan bahan mineral dan
kepadatannya (Kyurna et al., 1992).
Tanah gambut yang dijumpai di Indonesia merupakan tanah yang tkrbentuk
dari bahan organik pada daerah yang terendam dan apabila dibuka dan dikelola untuk
pertanian tergolong tanah-tanah marginal dengan tingkat produktivitas yang rendah,
mudah rusak bila terjadi kekeringan berlebihan, dapat mengalami subsidense bila
didrainase. Menurut Driessen Etan Subagyo (1 975 dalam Hardjowigeno 1989) faktorfaktor yang mempengaruhi penurunan permukaan lahan garnbut (subsidens) adalah
pembakaran sewaktu pembukaan lahan dan setelah panen setiap musim, oksidasi
karena drainase, dekomposisi dan pengolahan tanah serta pencucian.
Sifat-sifat tanah gambut banyak yang saling berkaitan. Jumlah, bentuk dan

ukuran serat yang sangat tergantung pada tingkat kematangannya menentukan jumlah

.

dan sebaran ukuran pori. Jumlah dan sebaran ukuran pori menentukm sifat retensi

air, daya simpan air dan hantaran hidraulik (Widjaja-Adhi, 1984)
Menurut sistem klasifikasi tanah SSS-USDA (1998), b e r k k a n atas tingkat
dekomposisinya, gambut dikelompokkan menjadi (1) gambut fibrist, bila bahan
gambut terdiri atas 314 atau lebih bahan organik kasar (serat); (2) gambut hemist, bila
bahan gambut mengandung 116 sampai 314 bahan organik kasar; cian (3) gambut
saprist, bila bahan gambut mengandung bahan ~rganikkasar kurang dari 116 bagian.
Kategori bahan organik kasar (serat) dalam ha1 ini adalah bahan organik yang berasal
dari serasah tanaman yang berukuran lebih kecil atau sama dengan 2 mm tidak
termasuk akar hidup dan tidak dapat 1010s saringan 100 mesh (Widjaja Adhi, 1988).
Tingkat dekomposisi bahan gambut menentukan kemarnpuannya dalarn
menyerap dan menahan air. Mutalib et al., (1991) menyatakan bahwa kandungan air
gambut pada kondisi lapang berkisar antara 1 sampai 13 kali lipat berat keringnya.
Dengan kondisi demikian menyebabkan garnbut mengapung clan memiliki~'vo1urne
pori yang tinggi sehingga menjadikan gambut mempunyai kerapatan lindak cian daya
sangga beban (bearing capacity) yang rendah. Kondisi ini menyebabkan tanaman
pohon mudah -bang

bila diumhakan di lahan gambut, demikian pula dengan

tanarnan padi di gambut dalam, sering berpindah tempat dzu4 jalur penanaman semula
(Taher, 1992).
Beberapa sifat fisik tmah yang perlu diketahui dalam pengelolaan lahan
gambut untuk pertanian seperti yang dikemukakan oleh Andriesse (1988) antara lain :
retensi air, ketersediaan air, konduktifitas hidrolik, kapasitas menyerap air, kerapatan
lindak, porositas, sisa pijar (kadar abu), kering tak balik, dan sifat basah-kering.

Pennasalahan sifat fisik gambut sangat sulit diperbaiki dan merupakan hambatan
yang permanen dalam menentukan kesesuaian lahan untuk perbnian dibandingkan
dengan persoalan kekurangan dan keseimbangan unsur hara dalam tanah.
Retensi Air pada Gambut

Gambut memiliki daya menampung air (kapasitas) sangat besar tetapi daya
isapnya (retensi) sangat rendah bila sudah mengalami penurunan kadar air. Dalam
kondisi jenuh, kandungan air gambut mencapai 4,5 - 30 kali bobot keringnya, namun
memiliki isapan matriks yang rendah sehingga apabila permukaan air tanahnya
diturunkan pada kedalaman tertentu dalam waktu singkat kandungan airnya menurun
secara drastis. Dyal(1960 dalam Andrisse, 1988) melaporkan bahwa retensi air tanah
gambut menurut tingkat dekomposisinya berbeda pada tekanan yang berbeda. Hal
tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Salah satu sifat gambut yang sangat spesifik. yaitu apabila kadar air
diturunkan melampaui kadar air kritisnya maka gambut tidak mampu lagi nienyerap
air, sehingga tzrbentuk pasir semu ( Salmah, 1991; Haris 1998). Hal ini berhubungan
dengan kerapatan lindak (bulk density) yang reridah dan porositas yang tinggi.
Besarnya kerapatan lindak d m porositas bergantung pada tingkat dekomposisi bahan

organik d m h d u n g a n mineral bahan gambut.
Tabel 1. Sifat retensi air tanah gambut berdasarkan tingkat dekomposisi

Ketersediaan Air
Air tersedia bagi tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang terkandung
dalarn tanah antara kapasitas lapang ( hisapan matriks pada pF 2,5) atau kadar air
pada tekanan 0,33 bar dan titik layu permanen (hisapan matriks pada pF4,2) atau
kadar air pada tekanan 15 bar. Untuk tujuan pengelolaan konsep air tersedia ini perlu
dibedakan antara tanah mineral dengan gambut. Hal ini berhubungan dengan
kandungan bahan padatan yang dikandungnya. Vulume bahan padatan pada tanah
organik sangat sedikit, sehingga air yang diretensi pada tekanan yang sangat rendah
(jenuh) jumlahnya cukup besar dibanding dengan tanah mineral (Driessen dan
Soehardjo, 1976). Sedangkan pada tanah mineral jumlah air yang dapat ditahan pada
tekanan yang besar masih cukup tinggi tergantung pada teksturnya.
Menurut Hardjowigeno (1989) meskipun kandungan air gambut tinggi
khususnya pada tii~gkathemik, air tersedianya rendah karena kandungan air tanah
pada titik layu permanen cukup tinggi.

Kapasitas Menahan Air

Jumlah air yang ditahan oleh tanah merupakan fungsi dari tinggi air tanah.
Kapasitets menahan air tanah gambut dinyatakan dalam berat air per satuan berat
kering bahan. Kapasitas menahan air tanah gambut berbeda sesuai dengan tingkat
dekomposisinya. Gambut pada tingkat dekomposisi awal (fibrik) memiliki kapasitas
menahan air sebesar 20 kali berat keringnya, sedangkan pada tingkat dekomposisi
lanjut (saprik) memiliki kapasitas menahan air kurang dari setengah kapasitas bahan
fibrik (Lucas, 1982 dalam Haris, 1998). Berdasarkan tingkat dekomposisi bahan

gambut, kisaran kandungan air gambut fibrik sebesar 850 % - 3000 %, hernik sebesar
450 %

- 850 % dan saprik kurang dari 450 % terhadap berat kering oven bahan

garnbut (Soil Survey Staff, 1975 dalam Andriesse, 1988).
Beberapa hasil penelitian pada gambut tropika yang didominasi oleh kayukayuan di Malaysia menunjukkan bahwa gambut fibrik mempunyai kemampuan
menahan air sebesar 15 - 30 kali berat keringnya (Tay, 1969 dalam Andriesse, 1988).
Penelitia~tentang kapasitas menahan air untuk gambut tropika hingga sekarang
masih sangat sedikit.
Kerapatan Lindak

Kerapatan lindak atau bobot isi yaitu bobot massa padat gambut tiap satuan
volume dan dinyatakan dengan satuan glcc merupakan salah satu sifat gambut yang
penting, karena banyak menentukan sifat-sifat fisik tanah yang lain. Tanah garnbut
umumnya mempunyai kerapatan lindak yang sangat kecil yaitu berkisar antara 0,05 0,2 g/cc untuk gambut yang belurn diusahakan dan 0,l

.-

0,4 pada gambut yang telah

diusahakan (Kyuma et al., 1992). Driessen dan Rochimah (1976) melaporkan
beberapa data kerapatan lindak yang didapatkan pada beberapa sekuen gambut di
Kaiimantan Tengah dan Kalimantan Barat seperti pada Tabel 2.
-a

Tabel 2. Rata-rata nilai kerapatan lindak (glcc) pada sekuen Sebangau,
Kalimantan Tengah dan Durian Rasau Kalimantan Barat
(Driessen dan Rochimah 1976)
Sekuen wilayah
Sebangau
Durian Rasau

Hutan rawa
carnpuran
0,14

Daerah transisi

Hutan Padang

0,18

0,11

0,23

0,09

0,lO

1

Porositas
Menurut Islami dan Utomo (1 995) kedudukan ruang pori tanah sangat penting
untuk pertumbuhan tanaman. Proses-proses fisik maupun kimia yang terjadi di dalam
tanah terdapat pada-dan lewat ruang pori. Pori adalah tempat tersimpan air dan udara,
tempat pergerakan air dan unsur hara. Akar tanaman pun tumbuh clan berkembang
lewat pori-pori tanah.
Porositas tanah gambut memegang peranan penting dalam pergerakan air
tanah. Garnbut pada tingkat kematangan fibrik memiliki pergerakan air yang tinggi

karena memiliki pori Oesar yang dominan, sedangkan gambut saprik oleh karena
pelapukannya yang sudah lanjut menyebabkan berkurangnya ruang pori makro
sehingga laju pergerakan airnya lebih rendah. Penetapan porositas total tanah dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus :

Porositas (%) = ( 100 (BJ - BI))/ BJ = 1 - BUBJ

. . . . . . . . . . . . . . . (1)

Dimana : BI = Bobot isi

BJ

=

Kerapatan jenis bahan

Berdasarkan nunus di atas Driessen dm Rochimah (1976) menghitung ratarata porositas garnbut di Indonesia ddam persen volume seperti disajikan pada
Tabel 3. Untuk bahan gambut kerapatan jenis bahan (BJ) sangat bergantung pada
jenis bahan asal pembentuk gambut dan kandungan mineralnya.

Tabel 3. Hasil perhitungan total ruang pori (prositas) gambut tropika
@riessen dan Rochimah, 1976)
1

1Y3

194

195

% volume

0,10

92,3

92,9

93,3

0,15

88,5

89,3

90,O

0,20

84,6

85,7

86,7

0,25

80,O

82,l

83,3

Hasil penelitian terdahulu telah menetapkan kerapatan jenis bahan gambut
tanpa tercampur tanah mineral sebesar 1,43 g/cc, sedangkan kerapatan jenis tanah
mineral telah ditetapkan sebesar 2,66 g/cc. Dari ketentuan tersebut Bournan dan
Driessen ( 1985 ) menyajikan metode pendekatan untuk menentukan kerapatan jenis
gambut berdasarkan kandungan abu sebagai berikut :

BJ

= 1/[{(1 - Abu)/1,43)

+ { Abu/2,66 }I

. . . . . . . . . . . . . . . . (2)

= 11(0,7 - 0,32 Abu)

Dimana :
Abu = sisa pijar yang merupakan gambaran fraksi mineral gambut.
Dengan demikian berdasarkan persamaan (1) dan (2) total porositas gambut
dapat ditentukan sebagai berikut :
Porositas = 1 - BI(0,7 - 0,32 Abu)

......................................

(3)

Persamaan (3) dianggap lebih mendekati untuk digunakan dalam perhitungan
volume pori total pada lahan gambut yang sudah diusahakan sebagai lahan pertanian.

Pemanfaatan Gambut untuk Pertanian
Menurut Radjagukguk (1989) bahwa pada prinsipnya pemanfaatan gambut
dapat dibedakan atas dua kategori yaitu : (1) Gambut untuk dikonsumsi dan (2)
Gambut yang tidak dikonsumsi. Pemanfaatan pada kategori pertama, gambut
digolongkan sebagai bahan energi, kimia dan industri yang berarti tidak dapat
diperbaharui lagi. Pemanfaatan gambut pada kategori kedua memandangnya bukan
sebagai bahan energi, industri dan kimia, tetapi untuk pertanaman. Dalam hal ini
gambut dapat dipandang sebagai sumberdaya alam yang dapat diperbaharui jika
pengelolaannya disesuaikan dengan potensi kemampuan lahannya.
Driessen (1978 dalam Dai, 1989) menyatakan bahwa fraksi-fraksi inorganic
pada lapisan permukaan gambut setelah direklamasi ternyata mengalami penurunan
cukup drastis. Hal ini disebabkan karena terputusnya daur nutrisi oleh tanaman,
terjadinya pelepasan hara dari bahan organik yang melapuk serta terjadinya
pemadatan pada lapisan permukaan setelah didrainase. Kadar abu, K20, P205 dan
Si02 m e n w setelah dlakukan penebangan vegetasi hutan sedangkan CaO dan
MgO cenderung meningkat.
Pemanf-

lahan gambut untuk pertanian perlu disertai dengan upaya

konservasi lahan agar usaha pertanian yang berkesinambungan dan berkelanjutan
dapat dicapai. Sistem pertanian yang berkelanjutan (sustainable) tersebut harus
memiliki jaminad yaitu tersedianya modal dan teknologi yang adaptif (adaptable)
dengan lingkungan setempat, dapat dilanjutkan (recapable) oleh masyarakat serta
sesuai dengan sosio-agricultural setempat (Sinukaban, 1999).

17
Pemanfaatan gambut untuk budidaya padi sawah, meskipun tidak terlalu
bermasalah dalam ha1 kebutuhan air, masih banyak masalah lain yang berhubungan
dengan sifat gambut yang perlu diatasi, seperti tingkat kemasaman, status dan
keseimbangan hara, tingginya kandungan asam-asam organik yang bersifat meracun
bagi tanaman serta salah satu kendala yang paling permanen menurut Andrisse (1988)
adalah penurunan permukaan lahan gambut akibat proses dekomposisi.
Dekomposisi gambut sebagai akibat kdanya drainase dan reklamasi adalah
faktor yang harus di~erhatikandalarn perencanaan penggunaan lahan gambut untuk
pertanian (Kyurna et al., 1992). Suasana oksidasi dan reduksi yang ditentukan oleh
tingginya muka air tanah sangat menentukan regulasi ernisi CH4 dan COl sehingga
rnenyebabkan bahan garnbut terdekornposisi dengan cepat.

Dekomposisi Gambut dan Laju Pelepasan Karbon
Tingkat emisi karbon karena adanya konversi hutan gambut untuk pertanian
diungkapkan oleh Immirzi dan Maltby (1992, dalam Maltby, 1997), dimana pada
hutan berkisar antara 0,3 sarnpai 2,O ton Cha, padang rumput 0,3 sampai 2,O ton C h a
dan tanarnan pangan (daerah tropika) berkisar antara 5 sampai 42 ton Cha. Laju ratarata emisi CH4 dari gambut yang dikonversi menjadi lahan pertanian sebesar 3,49
mg/m2/jam dan pada lahan yang dikonversi menjadi lahan sawah yang ditanam
dengan varitas lokal dengan ketebalan gambut 1 m sebesar 3,21 mglm2/jam. Dari
inkubasi bahan gambut selama selama 7 hari, Chapman et al., (1996) mendapatkan
emisi CH4 dari gambut yang telah didrainase dalam suasana yang anaerob
melepaskan 4500 ng CH4/g bahan gambut segar, sementara dari gambut yang alami

18
hanya 10 ng C m g . Selanjutnya mereka mengestimasi dari percobaan inkubasi
gambut dalam koniisi yang anaerob bahwa gambut yang ketebalannya 1 m akan
melepaskan CH4 sebesar 1,I 0 mg/m2/jam dan C02 sebesar 7 1,9 mg/m2/jam.
Pembentukm CH4 dan C 0 2 di lahan basah sangat ditentukan oleh temperatur,
dan keseimbangannya mengarah ke pembentukan CH4 di saat temperatur meningkat
(Tsutsuki dan Pormampemma, 1987). Pembahan pola penggunaan lahan yang
menyebabkan laha11 menjadi lebih terbuka dapat meningkatkan rata-rata fluktuasi
temperatur harian. Temperatur udara antara bulan September 1994 sampai Juli 1995
di hutan gambut Kalimantan Tengah dengan rata-rata harian, maksimum dan
minimum bertumt-lurut 25,5 OC, 28,3 OC, dan 23,4 OC, sementara lahan terbuka 27,5
OC, 34,l OC, dan 2!2,6 OC (Takahashi dan Yonetani, 1997). Pembahan temperatur
harian maksimum clan minimum karena adanya drainase gambut berkorelasi positif
dengan evolusi hari dari CO2 (Kyuma et al., 1992).

Keragaan Tanaman Padi di Lahan Gambut
Padi mempakan salah satu tanaman pangan penghasil biji yang dapat tumbuh
dan berproduksi dengan baik pada kondisi tanah tergenang. Hal ini merupakan salah
satu sifar khas tarlaman padi yang mempunyai ~emampuanuntuk mengoksidasi
daerah perakarann).a pada lapisan permukaan tanah sedalm~1 - 1,5 cm walaupun
dalam kondisi tergmang (Sanches, 1992). Lebih lanjut dinyatakan bahwa padi adalah
salah satu tanaman pangan yang banyak dihasilkan dan menempati lahan terluas di
daerah tropika. Diperkirakan lebih dari 90 % hasil padi berasal dari Asia Tropika, dan
pada umumnya diusahakan pada tanah Entisol, Inseptisol, Vertisol, dan Mollisol

19
yang relatif subur. Persediaan lalian-lahan subw tersebut sekarang ini mendapat
tekanan dari alih h g s i lahan untuk pembangunan non-pertanian sehingga
pembukaan lahan ~ertanianbaru diarahkan kepada lahan-lahan marginal. Gambut
adalah salah satu lahan marginal

altematif untuk pengembangan budidaya padi

sawah didasarkan pada kondisi fisik lahannya.
Sampai saat ini pertumbuhan dan produksi padi di lahan gambut belum sesuai
dengan yang diharapkan.

Aplikasi amelioran tanah mineral berkadar besi tinggi

dengan dosis 2,596 dan 5% erapan maksimum Fe pada gambut pantai Samuda
masing-masing baru memberikan hasil gabah sebesar 1,22 dan 2,06 tonha
(Salampak, 1999), sedangkan tanpa amelioran hanya menghasilkan gabah 0,37
tonha. Gustia et a! (1989) melaporkan bahwa dengan pengapuran sebanyak 17,42
tonha pada gambut dari Labuhan Batu dengan menanam padi varietas IR 64
diperoleh hasil gabah 4,3 tonlha, sedangkan varietas lokal pada perlakuan yang sama
diperoleh hasil 3,7 tonlha. Hal ini berarti peluang peningkatan produksi padi varietas
unggul di lahan ganlbut masih memungkinkan melalui penerapan teknologi
ameliorasi.
Tingkat keznburan tanah gambut sangat menentukan produktivitas tanaman
yang diusahakan. Kesuburan gambut tergantung pada tingkat dekomposisinya,
ketebalannya, kandungan mineral serta reaksi tanahnya. Tim IPB (1971 dalam
Hardjowigeno, 19119) melaporkan bahwa produksi padi di lahan gambut mampu
mencapai hasil 3,2

- 4,4

tonha pada ketebalan gambut 30 - 60 cm, sedangkan pada

gambut yang ketzbalnnya lebih dari 90 cm perturnbuhan padi sangat jelek
(Hardjowigeno, 19:$9).

20
Ameliorasi menggunakan tanah mineral 3 kg/m alur setara dengan 60 tonha
dibarengi dengan pemupukan urea, TSP dan KC1 masing-masing 100kgha
memberikan produksi gabah 4,7 kwtha sedangkan apabila ditingkatkan 6 kg/m alur
dan KC1 200 kgha memberikan hasil 8,l kw/ha ( Tim IPB, 1986;Abdullah, 1997).

Ameliorasi Gambut

Pembentukm senyawa kompleks merupakan suatu reaksi antara ion logam
dan ligan melalui enggunaan pasangan elektron (Stevenson, 1982 dalam Tan, 1998).
Pembentukan kompleks antara molekul organik dengan ion logam yang membentuk
lebih dari satu i k ~ t a nbiasanya akan meningkatkan kestabilan kompleks tersebut,
sehingga proses df gradasi yang melepaskan C-organik ke udara dapat ditekan. Juga,
adanya fenomena ikatan antara logam dan senyawa organik memungkinkan beberapa
kation dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan reaktivitas asam-asam fenolat,
sehingga tidak mernbahayakan tanaman (Rachim, 1995).
Efisiensi pemupukan pada lahan gambut masih sangat rendah. Menurut Mott

(1 981 dalam Rachim, 1995) rendahnya efisiensi pemupukan pada gambut karena
gambut merupakai~bahan penukar (exchanger) yang lemah, sehingga kalion-kation
yang terikat mudah lepas dan tercuci demikian juga terhadap anion seperti hsfat.
Oleh karena itu masih dibutuhkan penelitian untuk meningkatkan efisiensi
pemupukan pada lahan gambut dengan menambahkan bahan yang mengandung
kation polivalen se pert Fe atau A1 yang dapat meningkatkan residu pupuk.
Untuk meningkatkan produktivitas gambut telah dilakukan beberapa
penelitian di Indonesia. Pencampuran tanah mineral dari tanggul sungai (Halim,

21
1987) dan Pembe~.iankapur, abu sawmill, berbagai surnber fosfat dan pemberian
pupuk kandang (Subiksa et al. 1997), meningkatkan hasil dan dapat diaplikasikan
secara baik, walaupun informasi yang diperoleh belum terlalu mendasar karena
penelaahan lebih banyak pada usaha peningkatan kation-kation logam yang
diperlukan tanaman.
Tim IPB 11984) dan Halim (1987) telah melakukan penelitian pemberian
tanah mineral pada tanah gambut. Prinsipnya adalah menurunkan aktivitas senyawa
organik dan asanl fenol karena akan terbentuk senyawa kompleks antara kationkation dari tanah mineral dengan asam-asam fenol. Aplikasinya menimbulkan
masalah, menyangkut pengadaan tanah mineral dan daerah asal tanah mineral terkait
dengan kerusakar lingkungan. Menurut Halim (1987) tanaman akan menunjukkan
pertumbuhan yang baik di lahan gambut apabila diaplikasikan tanah mineral sebesar
60 ton/ha. Oleh klrena itu penelitian perbaikan sifat-sifat gambut terus dilakukan.
Saragih (1 996) telah meneliti perilaku kation polivalen seperti A)", ca2+,
cu2+, ~ e ~ ~+e," , ~

n dan
~ zn2+
+ terhadap pembentukan ikatan logam-organik.

Hasilnya menunjukkan bahwa diantara kation-kation tersebut, kation ~ e Iebih
~ +
efektif dan stabil membentuk ikatan dengan senyawa-senyawa organik yang ada
dalam gambut. Selanjutnya Salampak (1999) melaporkan bahwa pemberian
amelioran tanah mineral berkadar besi tinggi selain dapat menurunkan konsentrasi
asam-asam feno'at juga dapat menjadi agen pengikat fosfor (P) dalam gambut.
Dengan adanya pengikatan hara oleh gambut ini diharapkan dapat mengutangi
kehilangan hara yang diberikan melalui pemupukan akibat pencucian. Selain itu

22
adanya retensi P oleh tanah gambut diharapkan akan terdapat residu pupuk P yang
dapat dimanfaatkar: tanaman pada musim tanam berikutnya (Rachim, 1995)
Berdasarkan pada erapan maksimum Fe dan tingkat kelarutan Fe dari tanah
mineral sebagai bahan ameliorvl di Kalimantan Tengah, Salampak (1999)
melaporkan bahwa untuk ameliorasi gambut pantai Samuda dibutuhkan tanah mineral
sekitar 8,O tonlha dan gambut transisi Sampit 7,O toniha untuk memenuhi 5,0%
erapan maksimum Fe. Pada penelitian tersebut digunakan tanah mineral dengan
kandungan Fe203sebesar 22,06 % dan tingkat kelarutan Fe dari tanah mineral dalam
gambut sebesar 24,07 %. Erapan maksimum Fe gambut pantai-Samuda 21077,55
ug/g, Transisi-Saml~it17593,29 ug/g.
Selain tandl mineral bahan yang kaya akan kation polivalen adalah terak baja
(electrical furnace slag). Hasil analisis terak baja asal Indonesia (Suwamo dan Goto,
1997a) diketahui mengandung Fez03 (442 - 467 g/kg), CaO (209 - 226 glkg), MgO

(98 - 122 gikg), (Si02 121 - 160 glkg), A120, (50,2 - 86,5 glkg), dan Mn02 (12,7 17.5).

Berdasarki~n kandungan

kation-kation

tersebut,

terak

baja

dapat

dipertimbangkan scbagai bahan amelioran alternatif %tau sebagai suplemen untuk
mengurangi volumc: kebutuhan bahan tanah mineral.
Terak baja selama ini belum banyak digunakan di bidang pertanian khususnya
di Indonesia, meskipun bahan ini cukup potensial sebagai bahan untuk pengapuran
(Suwarno dan Gotc~,1997b). Pemberian terak baja telah meningkatkan pertumbuhan
dan hasil padi terutma pada pengisian gabah pada tanah sawah. Applikasi terak baja
(electric furnace a'ag) pada tanah Regosol dan Aluvial dapat meningkatkan pH
tanah, Ca dan Mg dapat ditukar, dan Si tersedia (Suwarno dan Goto, 1997b).

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian terdiri dari dua kegiatan utama yaitu : (1) Analisis Laboratorium
dan (2) percobaan lapang. Analisis laboratorium dilakukan terhadap sampel tanah
mineral dan terak baja serta sampel gambut, dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan
Kesuburan Tanah dan Laboratorium Mineralogi Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Sedangkan percobaan lapang dilakukan di lahan petani pada dua fisiografi
pembentukan gambut yaitu gambut pantai di Handil Sohor Kelurahan Samuda
Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, dan gambut transisi di daerah Sampit, Kabupaten
Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah pada gambut dengan tingkat kematangan
hemik. Waktu pelaksanaan mulai bulan September 2000 sampai Maret 2001.
Bahan dan Alat
Bahan yang dianalisis di laboratorium adalan contoh bahan gambut dari lokasi
percobaan lapang sebelum dan setelah penelitian. Bahan-bahan yang digunakan di
lapang pada percobaan