Peningkatan produktivitas dan stabilitas tanah gambut dengan pemberian tanah mineral yang diperkaya oleh bahan berkadar besi tinggi

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN STABIUTAS
TANAH GAMBUT DENGAN PEMBERIAN TANAH
MINERAL YANG DIPERKAYA OLEH BAHAN
BERKADAR BESI TINGGI

Oleh :
MUUADY D. MARIO

PROGRAM PASCASARJANA
I N S r I T U T PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
MUUADY D. MARIO. Peningkatan Produktivitas d a n Stabilitas Tanah Garnbut
dengan Pemberian Tanah Mineral yang Diperkaya oleh Bahan Berkadar Besi
Tinggi (di bawah birnbingan Prof. Dr I r Supiandi Sabiharn, M.Agr. sebagai Ketua Kornisi
Pernbirnbing, Prof. Dr I r Sarwono Hardjowigeno, M.Sc., Dr I r Abdul Rachirn, MS., Dr I r
Fred Rurnawas dan Dr I r Rizaldi Boer, M.Agr. masing-masing sebagai Anggota Kornisi
Pernbirnbing.
t


Rendahnya produktivitas dan stabilitas tanah garnbut disebabkan oleh berbagai
faktor pernbatas, diantaranya kandungan asarn-asarn fenolat yang tinggi sehingga
bersifat racun bagi tanarnan, kernasarnan tanah yang tinggi, kapasitas tukar kation
yang sangat tinggi dengan kejenuhan basa sangat rendah serta tingginya laju
kehilangan karbon organik dari tanah garnbut. Penambahan kation polivalen Fe serta
basa-basa dari bahan tanah mineral yang diperkaya dengan pernberian terak baja
sebagai bahan arnelioran diharapkan dapat rnengurangi pengaruh bumk dari asarnasarn fenolat serta dapat rnembentuk ikatan komplek yang dapat mengurangi laju
dekornposisi bahan organik pada tanah garnbut.
Penelitian dilakukan pada tiga fisiografi garnbut di Kalimantan Tengah yakni;
garnbut pedalarnan di Berengbengkel, garnbut transisi di Sarnpit dan gambut pantai di
Sarnuda. Sebagai bahan arnelioran digunakan tanah mineral yang rnengandung besi
tinggi (Fe20a = 22,0696) yang dikornbinasikan dengan terak bap (Fe20p= 42,6096)
dalam beberapa kornbinasi yang didasarkan pada taraf 5% erapan maksirnurn.
Perlakuan arnelioran yang dicobakan adalah A0 = tanpa arnelioran, A1 = 100% tanah
mineral, A2 = 90% tanah mineral + 10% terak baja, A3 = 80% tanah mineral + 20°/0
terak baja, A4 = 70% tanah mineral + 30% terak baja, A5 = 60% tanah mineral dan
40% terak baja, A6 = 50% tanah mineral dan 50% terak baja, dan A7 = 100% terak
baja.
Konsentrasi asarn fenolat garnbut pedalarnan lebih tinggi dibanding gambut
transisi dan garnbut pantai. Konsentrasi asarn-asarn fenolat dari yang tertinggi hingga

terendah adalah asarn ferulat z asarn sinapat > asarn p-kumarat > asarn phidroksibenzoat >asam vanilat > asarn siringat. Pemberian arnelioran meningkatkan
ketersediaan ham terutama basa-basa dalarn tanah gambut, rneskipun kecenderungan
terjadi penurunan pH tanah.
Pernberian amelioran berpengaruh nyata dalam rneningkatkan perturnbuhan
dan produksi padi. Peningkatan proporsi terak baja dikuti oleh peningkatan tinggi
tanarnan, jumlah anakan rnaksirnurn dan produktif serta bobot gabah. Ernisi COz dan
CH, tertinggi diperoleh pada tanah garnbilt pedalarnan diikuti garnbut Transisi dan
Gambut Pantai. Pengkayaan tanah mineral dengan pemberian terak baja dapat
meningkatkan stabilitas gambut dengan rnernperkecil rata-rata kehilangan karbon
s e b e ~ 0,597
r
ton C/ha/tahun (28%) pada garnbut pedalaman, 0,609 ton C/ha/tahun
(30%) pada garnbut transisi dan 0,628 ton C/ha/tahun (31%) pada garnbut pantai.

ABSTRACT

MUUADY D. MARIO. The effect of Mineral Soil Enriched with Basic Slag on the
Productivity and Stability of Peats. (Under supervision of Prof. Dr Ir Supiandi
Sabiham as Chairman, and Prof. Dr Ir Sarwono Hardjowigeno, Dr I r Abdul Rachim, Dr
I r Fred Rumawas and Dr I r Rizaldi Boer as Members).


The low productivity and stability of peats are mainly caused by constraints such
as: high phenolic acid contents which are phytotoxic t o plants, very high acidity, high
cation exchange capacity combined with a very low base saturation and the high losses
of organic carbon upon reclamation. The addition of mineral soil enriched with basic
slag which contains high levels of cationic irons, is expected t o reduce the harmful
effects of these phenolic acids and forms complex bonding improving peat stability.
The experiments were carried out i n three locations based on the physiography
i.e. inland peat at Berengbengkel, transitional peat at Sampit and coastal peat at
Samuda, Central Kalimantan. The ameliorant was a combination of Fe-rich mineral soil
(Fe203= 22.06%) and the basic slag (Fez03 = 42.60%) on the various levels based
on 5 % of the maximum adsorption of Fe 3f. The ameliorant d o ~ g e swere A0 =
without treatment, A1 = 100 % mineral soil, A2 = 90 O/O mineral soil + 10 OO/ slag, A3
= 80 O h mineral soil + 20 O h slag, A4 = 70 O h mineral soil + 30 % slag, A5 = 60 O/O
mineral soil + 40 % slag, A6 = 50 % mineral soil + 50 % slag, A7 = 100 % slag.
The concentration of phenolic acids were highest in inland peat compare t o that
of the other kinds of peat. The phenolic acid concentration ranging from highest to the
lowest were respectively ferulic acid = sinapic acid > p-coumaric acid > phidroxybenzoic acid > vanilic acid > syringic acid. The addition of ameliorants increased
the availability of bases, although there was a tendency lowering soil pH.
Growth and production improved significantly by the addition of ameliorants.

Increasing the proportion of basic slag Increased plant height, numbers of productive
tillers, and grain weight. The highest levels of COz and CH, emissions were found in
inland peat, followed by transitional and coastal peats. I t is estimated that the total
carbon losses by emission of CH, and C02 from paddy field around 2,086 ton C/ha/year
in the inland peat, 1,986 ton C/ha/year in the transitional peat and 1,967 ton C/ha/year
in the coastal peat. Peat stability and therefore carbon losses were reducing by addition
of the ameliorant. The annual decrease of carbon were 0,597 t o C/ha (28%) in the
inland peat, 0,609 ton C/ha (30%) in the transitional peat and 0,628 ton C/ha (31%) in
coastal peat

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasj yang berjudul:
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS D A N STABILITAS TANAH GAMBUT
DENGAN PEMBERIAN TANAH MINERAL YANG DIPERKAYA
OLEH BAHAN BERKADAR BESI T I N G G I

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan ~nformasiyang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.


Bogor, Pebruari 2002

Muliadv D. Mario
NRP.975101/TNH

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN STABILITAS TANAH
GAMBUT DENGAN PEMBERIAN TANAH MINERAL YANG
DIPERKAYA OLEH BAHAN BERKADAR BESI T I N G G I

Oleh :
M U U A D Y D. MARIO
975101/TNH

Disertasi
sebagai sakah satu syarat untuk memperoleh gelar
DoMor pada
Program Pascasarjana, Institut Pertanaian Bogor

PROGRAM PASCASAFUANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul

: PENINGKATAN PRODUKTIVTTAS DAN STABIUTAS
TANAH GAMBUT DENGAN PEMBERIAN TANAH
MINERAL
YANG
DIPERKAYA
OLEH
BAHAN
BERKADAR BESI TINGGI

Nama Mahasiswa : MUUADY D. MARIO
Nomor Pokok

:

975101


Program Studi

:

ILMU TAMAH

Menyetujui :
1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Suviandi Sabiham, M-Asr.
Ketua

-

-

(--

--


_A'

Prof. Dr Ir Sa
Anggota

Dr Ir Fred Rumawas
Anggota

*

Mengetahui,

2. Ketua Program Stud1
u Tanah

Dr Ir Sudarsono. MSc.

Tanggal Lulus : 8 Pebruari 2002


rogram Pascasajana

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gorontalo, pada tanggal 10 Mei 1969 dari ayah Machmud
Dg. Mario (Almarhum) dan ibu Asnah Kyai Modjo (Almarhumah).

Penulis merupakan

putra pertarna dari dua bersaudara.
Pendidikan dasar ditempuh penulis di SD Negeri I 1 Manado dan lulus pada
tahun 1981. Penulis rneneruskan ke SMP Negeri I Manado dan lulus pada tahun 1984.
Tahun 1987 penulis lulus dari SMA Negeri I Manado dan pada tahun yang sarna penulis
terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi Manado,
rnelalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Bakat), dan lulus Sarjana Pertanian jurusan
Ilrnu Tanah pada tahun 1992 dengan predikat Cum ~ a b d e . Selanjutnya tahun 1996
penulis mengikuti program S2 pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dan
pada tahun 1998 atas prestasi yang diperoleh selarna mengikuti program S2, penulis
diprornosikan untuk mengikuti program 53 langsung.
Pada tahun 1994 penulis diterima sebagai Staf Peneliti pada Balai Penelitian

Kelapa Manado, dan ditempatkan dalarn Kelornpok Peneliti Agroekologi.

Kernudian

pada tahun 1995 rnelalui Program Reorganisasi Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Penulis dipindahtugaskan ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Birornaru,
Sulawesi Tengah dan hingga s a t ini penulis bertugas sebagai Staf Peneliti pada Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru.
Penulis menikah dengan Ir Rida Iswati, MSi staf pengajar Fakultas Pertanian
UNRAM pada tanggal 27 Pebruari 2000 di Mataram.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S W atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Terirna kasih yang sebesar-besarnya
diucapkan kepada Prof. Dr I r Supiandi Sabiharn, M.Agr. selaku Ketua Kornisi
Pernbirnbing yang

telah


banyak

rnernberikan

bimbingan

perencanaan, pelaksanaan hingga penulisan disertasi ini.

dan

saran

dalam

Penghargaan yang sama

disarnpaikan pula kepada Prof. Dr Ir H. Sarwono Hardjowigeno, MSc., Dr I r H. Abdul
Rachirn, MS., Dr Ir Fred Rurnawas, MSc., Dr Ir Rizaldi Boer, M.Agr. masing-rnasing
selaku Anggota Komisi Pernbirnbing atas saran-saran dalam pelaksanaan penelitian
hingga penulisan disertasi ini.
Penghargaan dan ucapan terirna kasih disarnpaikan :
1. Kepada Kornisi Pernbinaan Tenaga Badan Penelitian dan Pengernbangan Pertanian,

atas pernberian kesempatan belajar dan beasiswa

pada Program Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor.
2.

Kepada Pirnpinan Proyek Agr~cultureResearch and Management I1 beserta staf,
atas kesempatan untuk mernperoleh bantuan biaya hidup, buku dan penelitian.

3. Kepada Direktur Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah

rnernberikan kesempatan belajar,

serta

kepada staf

pengajar yang

telah

mernbekali ilrnu agar dapat berkembang lebih jauh.
4.

Kepada Pirnpinan Proyek Penelitian Hibah Tim, Batch IV, URGE-Project 1999-2000
beserta staf atas segala fasilitas dan bantuan dana penelitian.

5. Kepada Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah atas
pernberian kesernpatan tugas belajar pada Program Paxasaj a n a IPB.
6. Kepada

keluarga Ir. Husen Hasni, Msi, beserta istri dan kedua keponakanku

tercinta Reza dan Nizar atas segala dukungan, bantuan dan fasilitas yang diberikan
hingga selesainya disertasi ini.
7. Kepada Dr I r Salarnpak Dohong, Drs Salundik Gohong, Msi., I r Suwido H. Lirnin,

MS., I r Panji Surawijaya, I r Ici P. Kulu, dan Ir Untung, MS., Awad Dukuy, SE.,
Mahing, Joice, Evie, Hutajulu, Hayan, Ahmad serta seluruh Staf Peniliti dan
Karyawan Cimtrop, Universitas Palangkaraya atas segala bantuan dan fasilitas
yang diberikan selarna pelaksanaan penelitian dan penyelesaian disertasi.
8. Kepada Kepala Laboratorium Kimia 8ahan Alarn Bioteknologi LIP1 beserta staf atas

segala bantuan dan pelayanan yang diberikan dalarn pelaksanaan penelitian ini.
9. Kepada kepala Laboratoriurn Kimia dan Kesuburan Tanah Fakuitas Pertanian IPB

beserta staf a b s segala saran, bantuan dan fasilitas yang diberikan.
10. Kepada rekan-rekan rnahasiswa pa-

rjana IPB, terutarna I r Siti Zahra, MP, I r

Nicholas, I r Rima Purnamayani, !r Faiz Sxchia, MSc, Ir &madi %ad, MS., I:
Bambang Mahmudi, MSi., Ir Afra Makalew, MSc.,
Ir Asrniun N.A.,

I r Sudarmo, MS., Ir Ai Dariah,

MS., Ir Delfian. MP dan I r Endang Hilrni, Msi., atas ssga!~

kerjasarna dan persahabatannya selarna studi di Program Pascasarjana IPB.
11. Kepada kedua Orang tuaku almarhurn,

bapak mertua,

adikku,

dan seluruh

keluarga yang senantiasa rnegiringi perjalanan studiku dengan doa dan dorongan
sernangat.

12. Uepada istriku tercinta dinda Rida Iswati atas segala dorongan semangat,

kesabaran, perhatian, pengertian sera pengorbanan yang telah diberikan dengan
tulus hingga selesainya studi studi program Doktor.

13. Uepada semua pihak yang telah banyak membantu baik material maupun spritual
sehingga penelitian dan penulisan disertasi dapat diselesaikan.
Semoga disertasi ini berrnanfaat bagi pengembangan ilrnu dan para pengarnbil
kebijakan dalam pengembangan pertanian di lahan gambut.

Bogor, Pebruari, 2002
Uu/iady 0. Mario

DAFTAR IS1 .............................................................................................................

Halaman
xi

DAFTAR TABEL .........................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................
PENDAHULUAN ...................................................................................................
Latar Belakang .................................... ..........................................................
Tujuan ...........................................................................................................
Hipotesis .......................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................
Pengertian dan Proses Pernbentukan Gambut ...................................
. .....
Pengertian tanah gambut ......................................................................
Pembentukan tanah garnbut .................................................................
Klasifikasi tanah Gambut ...................................................................

xiii
XV

1
1

5
5

6
6
6
9
11

Sifat Umum Tanah Gambut .......................................................................... 13
13
Kesuburan tanah gambut ....................................................................
Ketersediaan unsur hara ........................................................................ 15
Kemasaman tanah .................................................................................
16
Kapasitas Tukar Kation dan b a s - b a s ..............................................
17
Asam-asam Fenolat dalam Tanah Gambut ...............................................
.
.........
Pengaruh asam-asam fenolat terhadap tanaman ................... .

18
19

..........
Pembentukan Senyawa Kornplek Organo-Kation ........................... .
.
Konsep dasar pembentukan senyawa komplek ...................................
Erapan kation dan stabilitas kompleks ................................................

22
22
23

Gas Rumah Kaca ...........................................................................................

26

BAHAN DAN METODA .............................................................................................
Pengambilan Contoh Tanah

..............................................................................

30

30

Pelaksanaan Penelitian ......................................................................................

31

Percobaan 1. Pengaruh Pemberian Tanah Mineral yang Diperkaya oleh
Bahan Berkadar Besi Tinggi Terhadap Beberapa Sifat Kimia
Tanah Gambut .......................................................................

31

Kelarutan Fe dari bahan amelioran .............................................................
Pengaruh amelioran terhadap beberapa derivat asam-asam fenolat .........
Pengaruh amelioran terhada perubahan beberapasifat kimia tanah gambut

31
35
36

Percobaan 2. Pengaruh Pernberian Tanah Mineral yang Diperkaya oleh
Bahan Berkadar Besi Tinggi Terhadap Produksi Tanaman Padi
......... .........., ........... .................. . .......... . . . .
Sawah ..... . . ................
Percobaan 3. Pengaruh Pemberian Tanah Mineral yang Diperkaya oleh
Bahan Berkadar Besi Tinggi Terhadap Ernisi COz dan CH4.........
KEADAAN UMUM TANAH D I LOKASI PENELITIAN ...................................................
lenis Tanah ..............................................................................
.....................
Sifat-sifat Kimia Tanah Gambut
Tingkat Humifikasi Garnbut ...........................................................................
Kadar Air Kritis ...............................................................................................
.....
Laju Emisi CH4 dan COz ........ ... .........
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................... .
.........................................................
Pengaruh Bahan Amelioran terhadap Sifat Kirnia Tanah Gambut ........................
........................
Kelarutan Fe dari Bahan Arneliomn
Penentuan Dosis Bahan Amelioran ...............................................................
Pengaruh Baham Amelioran Terhadap Konsentrasi Asam-asam Fenolat .....
Penoaruh f3ahan Amelioran Terhadap Perubahan Sifat KimiaTanah
Gambut................................................ . .,.......... .........,........... ..........................

-

Pengaruh Bahan Amelioran terhadap ProduMivitas Tanah Gambut . ........ . . ..........
Kandungan Logam Berat ..................................... .........................................
Pengaruh 6ahan Arnelioran terhadap Stabilitas Tanah Garnbut ...........................
PEMBAHASAN UMUM ................................................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN . ............... . . .......... ............. , ......... , , , ........ . , ...................... . .
DAFTAR PUSTAKA ............... . . ............... .
.........., . .........., , .......... . ........., , ........ . ............

DAFTAR TABEL

Nomor
1.

2.
3.
4.

5.

Halaman

I&&s

Sifat-sifat kimia tanah gambut pedalaman (Berengbengkel), gambut
transisi (Sarnpit) dan gambut pantai (samuda) .....................................

43

Pengaruh pemberian kation ~e~~terhadap produksi COz dan CH, serta
nilai pH, Eh dan Fe-larut ................................................................

47

Kelarutan Fe dari tanah mineral yang diperkaya oleh bahan berkadar
besi tinggi (wg/g) ....................................................................................

48

Kebutuhan tanah mineral dan terak baja untuk tanah gambut pedalaman (Berengbengkel), gambut tmnsisi (Sampit) dan gambut
pantai (samuda) ....................................................................................

51

Pengaruh amelioran terhadap pertumbuhan padi pada tanah gambut
pedalaman (Berengbengkel), transisi (Sampit) dan pantai (Samuda) ....

63

6.

Pengaruh amelioran terhadap gabah bersih IR - 6 4 .............................

..

65

7.

Rata-rata kandungan logam berat dalam gabah padi pada berbagai perlakuan amelioran ......................................................................

67

Pengaruh pemberian amelioran terhadap emisi CO, dan emisi CH,
pada gambut pedataman (Berengbengkel), gambut transisi (Sampit)
gambut pantai (Samuda) ......................................................................

73

Estimasi kehilangan k a h n pada perlakuan pemberian amelioran dan
tanpa amelioran (ton/ha/tahun) .........................................................

75

8.

9.

1.

Metoda analisis sifat kimia tanah

...........................................................

98

2.

Diskripsi Profil Tanah Gambut
Berengbengkel (Pedalaman),
Sampit (Transisi), dan Gambut Samuda (Pantai) Kalimantan
Tengah ...................................... ..............................................................

99

Kriteria Penilaian Kandungan Unsur dan kernasaman Tanah
Daerah Pasang Surut. ............................................................................
Kornposisi Kimia Bahan Arnelioran Terak baja (Electric Furnace Slag)
(Suwarno, 1998) ....................................................................................
Sifat Kirnia Tanah Bahan Amelioran Tanah Mineral dari PunduKasongan Kalimantan tengah ................................................................
Kelarutan Fe dari Tanah Mineral yang Diperkaya oleh Bahan
Berkadar Besi tinggi (pg/g) ..................................................................
Hasil Analisis Beberapa Derivat Asam Fenolat dalarn Tanah garnbut
Berengbengkel
(pedalarnan), Sampit (Traansisi), dan Samuda
(Garnbut Pasang Surut) yang Diberi Perlakuan Bahan Arnelioran .........
Interaksi Asam-asam Fenolat (%) dari TanahGarnbut Berengbengkel,
Sarnpit dan Sarnuda dengan Tanah Mineral yang Diperkayan Oleh
Bahan Berkadar Besi Tinggi ..................................................................
Pengaruh Pernberian Tanah mineral yang Diperkaya oleh Bahan
Berkadar Besi Tinggi Terhadap Sifat Kimia Tanah Gambut
Berengbengkel (pedalaman), Garnbut Sarnpit (transisi), dan Gambut
b r n u d a (Pantai) ....................................................................................
Pengaruh Pemberian Tanah Mineral yang Diperkaya Oleh Bahan
Berkadar Besi Tinggi Terhadap Emisi CH, dan COz pada Tanah
Garnbut Pedalaman Berengbengkel, Gambut ransisi Sarnpit dan
Gambut Pantai Samuda ..........................................................................
Data Rata-rata Temperatur Sungkup OC (T,), Perubahan Konsentrasi
Metan dalarn Sungkup setelah Periode t Menit (6[CH41/6t), Laju Ernisi
Metan mg.rn-2jam-1 (bM), dan Standar Deviasi (Stdev) pada Gambut
Pantai Sarnuda, Gambut Pedalaman (Berengbengkel) dan Garnbut
Transisi (Sarnpit) .......................................................................................
Data Rata-rata Tempemtur Sungkup 'C (T,),
Perubahan Konsentrasi
Metan dalarn Sungkup setelah Periode t Menit (6[CH4]/6t), Laju Emisi
COz mg.m-?am-' (+M), dan Standar Deviasi (Stdev) pada Gambut
Pantai Sarnuda, Garnbut Pedalaman (Berengbengkel) dan Garnbut
Transisi (Sampit) .......................................................................................
Rata-rata Pengamatan Tinggi Tanaman, Anakan Maksimum, dan
Anakan
Produktif
Akibat
Pernberian Arnelioran pada Tanah
Garnbut Berengbengkel (Pedalaman), Garnbut Sampit eransisi) dan
Garnbut Samuda (Pantai) ......................................................................

-

DAITAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1.

Skema Disintegrasi Lignin (Orlov, 1995) .............................................

20

2.

Contoh Dua Reaksi Pengkelatan (Tan, 1993) ........................................

24

3.

Kemungkinan Reaksi
Antara Logam dan Senyawa Organik
(Senesi, 1994) ........................................................................................

27

Sungkup (chamber) Untuk Pengambilan Sampel CH, dan COz di
lapang (Boer eta/,1996) .....................................................................

39

5.

Peta Lokasi Penelitian .............................................................................

43

6.

Pengaruh Pemberian -Amelioran Terhadap Konsentrasi Asarn- asam
Fenolat (mM) dan Interaksi Fe-Asam Fenolat (%) ...............................

55

Hubungan Antara
Gabah Bersih,
KB dan PH Tanah Garnb~
Pedalaman (Berengbengkel),
Gambut
Transisi
(Sampit) dz
Garnbut pantai (Samuda) ....................................................................

60

Emisi CH, dan C02 Gambut Pedalaman (Berengbengkel), Gambut
Transisi (Sampit) dan Gambut pantai (Samuda) pada 0 MST ...........

69

Emisi CH, dan COz Garnbut Pedalaman (Berengbengkel), Gambut
Transisi (Sampit) dan Garnbut pantai (Samuda) pada 4 MST ...........

70

4.

7.

8.

9.

.............................

10.

Interaksi antara Fe dan Derivat Asam-asam Fenolat

11.

Hubungan antara Konsentrasi Asam Fenolat (mM), Kejenuhan Basa
(%), dan Gabah Bersih (gmQ) ................................................................

82

Hubungan antara Perlakuan Arnelioran, Emisi CH4, dan Konsentrasi
Asarn Fenolat .....................................................................................

85

Hubungan antara Perlakuan Arnelioran, Ernisi C H , dan Konsentrasi
Asam Fenolat ..........................................................................................

86

12.
13.

80

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan lahan gambut untuk usaha pertanian terus rneningkat, baik
untuk pertanian lahan kering rnaupun untuk pertanian lahan basah. Walaupun
perluasan areal pertanian dapat dilakukan pada lahan kering, tetapi perluasan areal
pertanian di lahan gambut saat ini tetah rnendapat cukup perhatian. Berdasarkan
luasan yang dimilikinya, yakni sekitar 21.9 juta ha (Andrieae, 1988) lahan gambut
rnemiliki potensi yang besar untuk dikernbangkan. Narnun demikian pemanfatan ini
dibatasi oleh rendahnya produktivitas tanah gambut. Tanah gambut umurnnya bereaksi
sangat rnasam, kandungan unsur hara sangat rendah, KTK sangat tinggi, tetapi
kejenuhan basanya sangat rendah (Hardjowigeno, 1996).

Setain itu mengandung

1992; Sabiham, 1997).
asam-asam organik bersifat racun bagi tanarnan (Tadano eta/.,

Kendala lain yang dihadapi jika pengefolaan lahan garnbut tidak didasarkan atas
sifat dan kelakuan inheren gambut rnenyebabkan terjadinya proses destabilisasi.
Proses ini rnenghasilkan bahan yang tidak tahan terhadap perubahan bentuk atau sifat
kirnia tanah (Sollin el a/.,1996).

Akibat dari proses destabilisasi ini antara lain

rnenyebabkan meningkatnya laju kehilangan C-organik dari tanah gambut serta
berkurang atau hilangnya fungsi gambut sebagai media turnbuh tanaman misalnya
rnelalui proses kering tidak balik (irreversibe drying).

Namun demikian dalam

penelitian ini tinjauan stabilitas gambut dibatasi hanya pada iaju kehilangan C-organik
akibat rneningkatnya proses dekomposisi bahan garnbut.
Perubahan lingkungan yang terjadi saat dilakukan pembukaan lahan garnbut
untuk pertanian,

menurunkan ketahanan gambut terhadap proses destabilisasi.

Perubahan kondisi tanah dari kondisi anaerob berubah menjadi lebih aerob akibat
dilakukan drainase mendorong proses dekomposisi berlangsung dengan cepat, yang
akhirnya menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah garnbut (subsiden).
Sebagaimana dilaporkan Di Delta Upang mengalami subsiden 2,0 - 5 cm per tahun
selarna 8 tahun pengusahaan pertama (Chambers, 1979), 6,5 cm pada tahun pertarna
pembukaan lahan gambut di UPTA TeIang (P4S IPB, 1982 d m Koswara, 1985) dan
rata-rata 10 crn per tahun di perkebunan PT. Riau Sakti Plantation (Sabiham, 1996).
Peningkatan laju dekomposisi bahan organik pada tanah garnbut rnendorong
peningkatan konsentrasi gas-gas rurnah kaca terutama dalam bentuk COz dan CH,,
yang berdampak pada keseimbangan panas global dan menyebabkan terjadinya
kenaikan suhu global permukaan. Seperti dilaporkan oleh, Boer eta/.(1996) Laju emisi
metan pada hutan gambut sekitar 5,71 mg.m-2.jarn" sedangkan sawah pada tanah
.
.gambut berkisar 9,40 m ~ . r n - ~jam-'.

3ika proses drainase berlangsung terus dan

gambut dikeringkan secara berlebihan akan terjadi proses kering tidak balik. Proses ini
akan mengakibatkan hilangnya fungsi garnbut sebagai media turnbuh tanarnan serta
rawan terhadap bahaya kebakaran.
Secara tradisional untuk meningkatkan produktivitas tanah garnbut, petani
urnumnya menggunakan abu hasil pembakaran gambut.

Dalam jangka pendek

tindakan ini mampu memberikan perbaikan melalui sumbangan mineral dan efek
pengapuran dari abu hasil pembakaran. Akan tetapi dalam jangka panjang tindakan ini
sangat tidak produktif, karena selain perbaikan tersebut hanya bersifat sementara,
tindakan ini juga akan menyebabkan hilangnya lapisan gambut. Kemudian akan diikuti
dengan munculnya lapisan bawah berupa pasir kuarsa ataupun endapan pirit yang
relatif lebih berrnasalah.

Dengan

pendekatan

teknologi

berbagai

upaya

telah

dilakukan

untuk

memberdayakan tanah gambut sebagai lahan pertanian. Diantaranya, pengapuran,
pemberian pupuk lengkap (N, PI K, Cu, Zn, fe, Mn, B), pemberian abu volkan, serta
pernberian pupuk organik (Hardjowigeno, 1996; Mario dan Pandi, 2000).
umumnya

perbaikan yang

dilakukan hanya

berorientasi

untuk

Narnun

meningkatkan

produktivitas tanah gambut tanpa memperhatikan stabilitasnya. Padahal pemeliharaan
lahan gambut agar keberadaannya tetap lestari

rnerupakan ha1 penting yang perlu

dilakukan. Menurut Hardjowigeno (1996) l a w n gambut bukan hanya merupakan lahan
marjinal produktivitasnya,
ekosisternnya.

tetapi juga

rnerupakan lahan yanq

rentan

(fragile)

Walaupun produktivitas lahan gambut dapat ditingkatkan dengan

berbagai cara, namun usaha-usaha untuk mencegah degradasi lahan yang berlangsung
perlu dilakukan.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kation Cu, Zn, dan Fe(III), selain
dapat menurunkan reaktivitas asam-asam organik yang bersifat toksik, juga dapat
rneningkatkan stabilitas tanah gambut rnelalui mekanisrne erapan kation pada tapak
reaktif dari senyawa-senyawa organik pada tanah garnbut sehingga membentuk
senyawa komplek yang rnerupakan bentuk ikatan yang kuat dan tahan terhadap proses
dekomposisi (Tan, 1993).

Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian Saragih (1996)

yang membandingkan erapan beberapa kation seperti; ~ e ~ Cu2+,
+ , Ca2+, zn2+, Mn2+ r
dan A I ~ +pada senyawa-senyawa organik dari tanah gambut,

menunjukkan ~ e ~ +

memiliki afinitas tertinggi dan paling stabil berinteraksi dibanding kation lainnya.
Penggunaan tanah mineral berkadar besi tinggi sebagai bahan arnelioran
rnerupakan implernentasi dari hasil penelitian tersebut. Bahan ini tergolong rnudah dan

relatif

murah diperoleh karena tersedia di sekitar lahan garnbut.

Salampak (1999)

melaporkan pernberian tanah mineral berkadar besi tinggi sampai dosis 7,540 erapan
rnaksirnurn atau setara dengan 7,s ton per ha tanah mineral untuk tanah gambut
pedaiarnan Berengbengkel, 10 ton per ha untuk gambut transisi Sampit, dan 11,9 ton
per ha untuk gambut pantai Samuda marnpu menurunkan konsentrasi asam-asam
fenolat sekitar 30% dan rnarnpu rneningkatkan produksi padi s e b e ~ 2,51
r
ton per ha
atau sekitar 400% (garnbut pantai, Samuda) dan 2,18 to per ha atau sekitar 300%
(garnbut transisi, Sarnpit).
Narnun demikian hasil yang diperoleh Salampak (1999) belurn optimal karena
pada tanah garnbut Berengbengkei,

pernberian tanah

mineral

belum

mampu

memberikan perbaikan. Bahkan tanarnan mati pada urnur 36 hari setelah tanam.

Di

sarnping itu pengarnbilan tanah mineral dalam jumlah yang besar menirnbulkan
rnasalah baru karena dapat menimbulkan dampak negatif terhadap Iingkungan
sekitarnya.
Penggunaan terak baja dibidang pertanian dalarn upaya rnemperbaiki harkat
kesuburan tanah rnaupun dampaknya terhadap peningkatan produksi komoditas
pertanian telah banyak ditetiti.

Akan tetapi khususnya pada tanah garnbut informasi

yang diperoleh sangat terbatas dan belurn rnendasar.

Bahan ini rnerupakan hasil

sarnping dari industri baja dengan produksi per tahun mencapai

*

350 ribu ton.

Potensi dari beberapa sifat kirnia terutama terhadap adanya beberapa unsur ham yang
dikandung dalarn terak baja, rnenyebabkan bahan ini dapat digunakan sebagai bahan
ameliorasi tanah (Cristenson, 1982).

Pengkayaan tanah minerat sebagai amelioran

dengan pemarnpuran terak baja, dirnaksudkan untuk meningkatkan kualitas tanah
mineral sebagai bahan arnelioran dan mengurangi jurnlah tanah mineral yang akan

digunakan.

Selain itu juga untuk meningkatkan nilai guna terak baja sebagai hasil

samping dari industri baja.
Penelitian ini disusun dalam suatu rangkaian percobaan untuk mengkaji
penggunaan tanah mineral yang diperkaya oleh terak baja, sebagai sumber kation Fe
untuk menurunkan konsentrasi asam-asam fenolat dalam tanah gambut, meningkatkan
produktivitas tanah gambut yang ditunjukkan oleh respon tanaman padi sawah, serta
meningkatkan stabilitas tanah gambut melalui penekanan penurunan laju ernisi COz
dan CH,.

Tujuan Penelitian
1. Menyusun paket teknologi perbaikan sifat kimia tanah gambut dengan pemberian

tanah mineral yang diperkaya oleh bahan berkadar besi tinggi, dalam kaitannya
dengan peningkatan produktivitas tanah gambut yang disawahkan.
2. Mempelajari pengaruh pemberian tanah mineral yang diperkaya oleh bahan

berkadar besi tinggi terhadap stabilitas tanah gambut dengan penekanan laju
kehilangan C-organik melalui emisi emisi C02 dan CH4.

Hipotesis
1. Pemberian tanah rninetal yang diperkaya oleh bahan berkadar besi tinggi dapat

menurunkan ieaktivitas beberapa derivat asam fenolat dalam tanah gambut dan
rneningkatkan produksi padi.
2. Pemberian tanah mineral yang diperkaya oleh bahan berkadar besi tinggi dapat
meningkatkan stabilitas tanah gambut, dengan penekanan laju kehilangan Corganik melalui emisi CO;! dan CH4di tanah garnbut.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian dan Proses Pembentukan Tanah Gambut
Pengertian Tanah Gambut
Tanah Garnbut

dikenal

dengan

berbagai narna.

Istilah tanah gambut

merupakan istilah Indonesia untuk tanah-tanah yang bahan tanahnya sebagian besar
bahan organik.

Nama garnbut berasal dari narna suatu desa di dekat Banjarmasin,

Kalimantan Selatan, dimana sebagian besar tanahnya adalah bahan tanah organik. Di
daerah inilah pertanian di tanah organik berhasil dengan baik untuk pertarna kalinya,
sehingga tanah organik mendapatkan nama tanah gambut. Nama lain tanah garnbut
pada berbagai negara adalah; mire (Finlandia), moor (Jerrnan), bog (Irlandia, Rusia
dan Amerika), muskeg (Kanada), muck (Skandinavia, Inggris), peat (Amerika, Inggris),
Veen (Belanda) (Hardjowigeno, 1998).
Tanah gambut merupakan tanah yang dicirikan oleh kandungan bahan organik
yang tinggi berupa sisa-sisa jaringan turnbuhan. Hardjowigeno (1998) rnengernukakan
terdapat dua ha1 utarna yang rnenjadi dasar pendefinisian tanah organik

yaitu : (1)

kandungan bahan organik minimum dan (2) ketebalan minimum. Kedua persyaratan
tersebut harus mernenuhi ketentuan yang menunjukkan bahwa sifat-sifat tanah lebih
banyak dipengaruhi oleh sifat bahan organik daripada sifat bahan (tanah) mineralnya.
Narnun demikian kriteria kandungan dan ketebalan lapisan bahan organik
merupakan surnber ketidaksepakatan dari banyak pakar. Brady (1990) rnembedakan
tanah gambut berdasarkan perbedaan kandungan bahan organiknya, apabita berkisar

antara 18 hingga 50 persen dinyatakan sebagai mucks, dan jjika lebih dari 50 persen
disebut pea&.

Kanapathy (1975) membedakan tanah gambut berdasarkan komposisi

fraksi mineral, jika kandungan fraksi mineralnya kurang dari 35 persen disebut peas,
sedangkan mucks memiliki kandungan fraksi mineral antara 35 hingga 55 persen.
Selanjutnya Soil Survey Staff (1975) dan Daubenmire (1959) membedakan mucks dan
peats berdasarkan perbedaan tingkat pelapukan bahan organiknya, dimana mucks lebih
melapuk dibanding peats. Tetapi kedua istilah ini tidak banyak digunakan secara resrni,
lebih banyak digunakan istilah tanah organik.
Polak (1950) menyatakan bahwa tanah organik adalah tanah yang memiliki
kandungan bahan organik lebih dari 65

persen.

Sedangkan

McKinzie (1974)

menggunakan kriteria ketebalan bahan organik setengah dari-ketebalan solum tanah 80
cm atau lebih tanpa memperhatikan hamparan batuan.
Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999) mengajukan kriteria yang lebih
terinci dan kuantitatif untuk mendefinisikan tanah organik. Untuk membedakan tanah
organik dan tanah mineral

, terlebih

dahulu perlu dipahami pengeti~antentang bahan

tanah organik dan bahan tanah mineral.

Bahan tanah organik adalah bahan tanah

dengan diameter < 2 mm dan memenuhi syarat-syarat berikut :
1. Jenuh air kurang dari 30 hari (kumulatif) dan mengandung C-organik sebesar 20

persen atau lebih, atau
2. Jenuh air selama 30 hari atau lebih per tahun (kumulatif) dan mengandung Corganik (tidak termasuk akar-akar hidup) sebesar:
a) 18 persen atau lebih (setara dengan 30 persen bahan organik atau lebih) bila
fraksi tanah mineral mengandung liat 60 persen atau lebih, atau

b) 12 persen atau lebih (setara 20 persen bahan organik atau lebih) bila fraksi
tanah mineral tanpa liat atau,

c)

12 persen ditarnbah (persen liat dikalikan 0.1)

bila fraksi tanah mineral

rnengandung kurang dari 60 persen Iliat.
Sedangkan bahan tanah mineral adalah bahan tanah yang mengandung C-organik lebih
rendah dari ketentuan yang berlaku pada tanah mineral.
Berdasarkan kriteria klasifikasi Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999) tanah
garnbut digolongkan ke dalam tanah organik atau Histosol dengan sifat-sifat:
1.

Tidak rnempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60 persen atau lebih ketebalan
diantara perrnukaan tanah dan kedalaman 60 crn, atau diantara perrnukaan tanah
hingga ke kontak densik, litik,

atau paralitik atau duripan, apabila lebih dangkaf;

dan
2.

Mernpunyai bahan tanah organik yang tebalnya adalah sebagai berikut:
a.

Pada tanah berkerikil atau berbatu (bersinder, fragmental, berbatu apung) dan
ada

kontak litik atau paralitik dibawahnya;

tebal

bahan organik tidak

disyaratkan asalkan disela-sela kerikil/batu tersebut terisi oleh bahan tanah
organik; atau
b. Pada tanah berkerikil atau berbatu tetapi tidak ada kontak litik atau paralitik
dibawahnya,

tebal lapisan tanah organik ditambah dengan tebal lapisan

berkerikil atau berbatu yang sela-selanya terisi bahan tanah organik 40 c m
atau lebih (dihitung dari permukaan tanah hingga kedalaman 50 cm); atau
c.

Pada tanah berkerikil atau berbatu,
dibawahnya, tebal lapisan

tetapi ada kontal litik atau paralitik

bahan tanah organik 2/3 tebal tanah atau lebih

sarnpai kontawparalitik, tebal tanah mineral (bila ada) adalah 10 cm atau
kurang;atau
d. Jenuh air selama 30 hari atau lebih, tiap tahun pada tahun-tahun normal (atau
telah didrainase), mempunyai batas atas di dalam 40 crn dari permukaan
tanah, dan rnemiliki ketebalan total salah satu berikut:

-

Apabila tiga perempat bagian volumenya atau lebih terdiri dari serat-serat
lumut, atau apabila berat jenisnya, lembab, sebesar kurang 0.1 g.cm3, 60

-

crn atau lebih; atau

Apabila terdiri dari bahan saprik atau hemik, atau bahan fibrik kurang dari
3/4 (berdasarkan volume) terdiri dari serat-serat lumut dan berat jenisnya,

lembab sebesar 0.1 g.cm-' atau febih, 40 cm atau lebih

Pernbentukan Tanah Garnbut
Pembentukan gambut di Indonesia dimulai sejak periode Holosen yaitu pada
waktu terjadinya transgresi air laut akibat mencairnya es di kutub (Andriesse, 1974).
Peristiwa ini t eqadi sekitar 4200 sarnpai 6800 tahun yang lalu (Morley. 1981; Sabiham,

1988). Pada periode sebelum Holosen yaitu Pleistosen, perrnukaan laut berada kira-kira
60 m di bawah permukaan laut sekarang. Kenaikan permukaan laut pada periode
Holosen menyebabkan daratan disekitar pantai menjadi tergenang dan batas pantai
bergeser lebih ke pedalaman membentuk rawa-rawa. Akibatnya vegetasi yang ada
menjadi terbenam oleh air dan rnengalami

proses dekomposisi secara larnbat,

sehingga te rjadi akumulasi bahan organik (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974).
Hardjowigeno, (1993) rnengemukakan garnbut terbentuk dari bahan organik
yang terdekomposisi secara anaerob dirnana laju penarnbahan bahan organik lebih

cepat dari pada laju dekomposisinya. Keadaan demikian t e j a d i pada tempat-tempat
yang selalu tergenang air sehingga sirkulasi oksigen sangat terlambat. Hal ini akan
mernperlambat proses dekornposisi bahan organik dan tejadilah akurnulasi bahan
organik.
Hal serupa dikemukakan oleh Maltby (1997) bahwa tanah gambut terbentuk
akibat akumulasi bahan organik sebagai hasil perombakan tidak sernpurna dari sisa
jaringan

tanaman

yang

mati

pada

suatu

kondisi

air

yang

berlimpah

yang

mengakibatkan kekurangan oksigen. Akumulasi ini dipicu oleh faktor-faktor lingkungan
antara lain pH rendah dan pasokan hara sedikit. Pada saat proses perombakan bahan
organik berjalan larnbat dan sisa-sisa tumbuhan terus rnenimbun maka terbentuklah
deposit garnbut.

-

Van Heuveln eta/.,(1960) rnernbedakan proses pembentukan garnbut dalarn

dua tahap;

(1) proses geogenesis, rnerupakan proses akurnulasi bahan organik

(menghasilkan bahan induk), (2) proses pedogenesis, merupakan proses pernatangan
gambut yang t e j a d i pada awal reklamasi atau pengeringan tanah garnbut yang
rneliputi,

(a) pematangan fisik, proses pernatangan disebabkan dehidratasi akibat

drainase dan evaporasi,

(b)

pernatangan

kirniawi,

diakibatkan oleh kehilangan

kelembaban dan masuknya udara kedalarn pori-pori tanah garnbut, (c) pematangan
biologi, akibat pencarnpuran oleh mikrofauna (moulding), yang menghasilkan mu//atau
moder. Pembentukan mu// terjadi pada tanah gambut yang rnengandung liat dan pH
tinggi atau sedang. Sedangkan pembentukan m o d e r t erjadi pada lapisan atas (topsoi,
tanpa atau dengan kadar liat yang rendah.
Pada kondisi curah hujan yang tinggi, keadaan yang sangat basah pada tanah
gambut tetap terjaga, dengan demikian penimbunan bahan organik berlangsung terus;

akibatnya perrnukaan tanah gambut meningkat dan membentuk gambut yang tebal.
Tanah garnbut yang tebal ini dikenal sebagai tanah gambut ornbrogen atau gambut air
hujan,

yaitu tanah garnbut yang pernbentukannya

dipengaruhi oleh air hujan

(Andriesse, 1974). Tanah garnbut ini urnurnnya dikenal sebagai garnbut pedalaman.
Menurut Hardjowigeno, (1996) tebalnya garnbut ornbrogen ini menyebabkan akar
tanaman tidak rnampu lagi rnencapai tanah mineral dibawahnya selain itu juga luapan
air sungai tidak dapat lagi rnenggenangi perrnukaan tanah gambut ini. Hal ini
menyebabkan garnbut ombrogen tidak subur.
Pembentukan garnbut pantai dimulai dari akurnulasi bahan organik d i daerah
belakang tanggul sungai (/evee) yaitu di daerah backswamp. Pada waktu garnbut
belum tebal, akar-akar tanarnan rnasih dapat mengambil unsur hara dari tanah mineral
di bawahnya serta mendapat tambahan unsur hara dari luapan air sungai, sehingga
vegetasi yang turnbuh juga kaya unsur hara. Bila vegetasi ini membusuk akan
mernbentuk tanah garnbut yang subur (Hardjowigeno, 1996).
Gambut transisi berada diantara garnbut pantai dan garnbut pedalarnan yang
rnernpunyai sifat-sifat transisi dengan vegetasi mangrove dan hutan kayu-kayuan
berdaun lebar (Angiospermae) (Riwandi, 2000).

Klasifikasi Tanah Gambut
Cara-cara klasifikasi tanah garnbut sangat dipengaruhi oleh latar belakang ilrnu
pengetahuan yang ditekuni oleh orang yang rnengklasifikasikan. Sedangkan kerincian
dalam klasifikasinya sanqat dipengaruhi oleh sejauh rnana orang tersebut mengetahui
keragaman sifat-sifat tanah gambut yang ditemukan diberbagai wilayah (Hardjowigeno,
1998).

Andriesse (1974)

rnengusulkan klasifikasi tanah gambut didasarkan pada;

asosiasi tumbuhan yang rnernbentuk tanah garnbut (kornposisi fisik), kornposisi kimia,
fisiografi rawa garnbut, dan jenis bahan mineral d i bawah garnbut, serta ketebalan
gambut itu sendiri.

Faktor-faktor ini penting dalarn mengkaji nilai kegunaan lahan

gambut untuk pertanian serta potensi reklarnasi yang lebih ditekankan pada tujuan
praktis.
Dalarn sistern klasifikasi Pusat Penelitian Tanah (1983) tanah gambut atau
Organosol dibagi dalam tiga kategori, yaitu; Organosol Fibrik, yang didominasi oleh
bahan fibrik sedalarn 50 crn atau berfapis sampai 80 crn dari perrnukaan.

Organosol

Hemik, yang didominasi bahan hernik sedalarn 50 crn atau berlapis sarnpai 80 crn dari
perrnukaan,

dan Organosof Saprik, ialah Organosol selain Organosol Fibirik dan

Organosol Hernik, yang umumnya didominasi oleh bahan saprik.
Berdasarkan klasifikasi tanah FA0 (1974) tanah gambut di~olongkansebagai
Histosol, dan dibagi rnenjadi: Histosol Gelik, Histosol Distrik, dan Histosol Eutrik.
Histosol Gelik rnempunyai sifat permafrost sarnpai kedalarnan 200 cm dari permukaan.
Histosol Distrik adalah H~stosolyang mempunyai pH (HzO) kurang dari 5.5, sekurangkurangnya pada beberapa bagian lapisan antara 20 dan 50

cm dari permukaan.

Histosol Eutrik adalah Histosol lain yang tidak tergolong ke dalam Histosol

Gleik

dan

Histosol Distrik serta rnempunyai pH lebih dari dan sarna dengan 5.5 dan kejenuhan
basa lebih dari 50 persen.
Menurut Hardjowigeno (1998) awalnya klasifikasi tanah garnbut rnasih sangat
terbatas dan sederhana namun dengan rneningkatnya pengetahuan tentang sifat-sifat
tanah gambut maka Wasifikasi tanah garnbut menjadi sangat rinci seperti yang

disajikan dalam Kunci Taksonorni Tanah.

Histosol rnenurut Taksonorni Tanah

(Soil

Survey Staff, 1999), pada kategori subordo dibedakan berdasarkan jenuh air atau tidak
selama

pernbentukan,

dan

tingkat

dekornposisinya.

Histosol

yang

selarna

pembentukannya hanya jenuh air selarna kurang dari 30 hari disebut Folist, sedangkan
yang selarna pernbentukannya jenuh air dalam jangka panjang adalah Fibrist (sedikit
terlapuk), Hemist (pelapukan sedang), dan Saprist (pelapukan lanjut).

Pada tingkat

great group klasifikasi Histosol sebagian besar didasarkan pada regim suhu tanah,
regim kelembaban tanah, asal bahan serat (spagnum), ada tidaknya horison sulfurik,
bahan sulfidik,

atau bahan humiluvik.

Pada tingkat subgroup didasarkan pada

keberadaan lapisan air, lapisan mineral (terik), limnik, batuan (litik), fluvaquentik, asal
bahan serat (spagnik),

dan lapisan bahan organik lain (fibrik,

hemik,

saprik).

Sedangkan pada tingkat farnili dibedakan rnenurut kelas ukuran butir (hanya digunakan
dalam subgroup terik), kelas rnineralogi, kelas reaksi tanah (euik, dysik), regim suhu
tanah, dan kedalaman tanah.

Sifat Umum Tanah Garnbut

Kesuburan Tanah G a m b u t
Kualitas gambut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya, jenis
garnbut, jenis turnbuhan pembentuk garnbut dan lingkungan pembentukan garnbut.
Andrjesse (1974) mengemukakan bahwa kesuburan alamiah tanah garnbut sangat
beragarn tergantung pada berbagai faktor, seperti ketebalan lapisan tanah garnbut dan
tingkat dekomposisi, kornposisi penyusun garnbut dan tanah mineral yang berada di
bagian bawah lapisan tanah garnbut.

Gambut yang terbentuk diatas endapan pasir kuarsa lebih miskin dibanding
yang terbentuk diatas endapan liat dan dari daerah vulkan. Garnbut yang dipengaruhi
air sungai yang berhulu di daerah vulkan lebih kaya dibandingkan yang berhulu
didaerah rawa atau tergantung hanya pada air hujan saja (Widjaja-Adhi, 1988).
Ketebalan garnbut dan jenis

tanah

mineral yang ada dibawahnya juga

berpengaruh terhadap kesuburan tanah garnbut. Garnbut tebal pada umurnnya lebih
miskin dari garnbut tipis. Narnun kenyataannya dilapangan menunjukkan tidak semua
gambut tipis baik diusahakan untuk pertanian. Ternyata gambut tipis yang berada
diatas pasir kuarsa rniskin unsur hara (Widjaja-Adhi, 1988).
Polak (1941 dalam Ismunadji dan Soepardi, 1984) rnengusulkan beberapa
faktor yang dapat dipakai sebagai pertirnbangan dalarn mengklasifikasikan gambut
sekaligus rnenentukan kesuburan tanahnya, yakni: (a) posisi relatif gambut terhadap
air, yaitu berada diatas atau dibawah muka gambut, (b) pembentukan garnbut terjadi
secara lokal (autochUIone) atau dari luar (al/ochChone), (c) kandungan bahan organik,
(d) kornposisi vegetasi dan (e) keberhasilan mernbentuk lapisan gambut.
Fleischer (da/am Driessen dan Soepraptohardjo, 1974) menggolongkan gambut
ke dalam tiga tingkat kesuburan yang didasarkan pada kandungan N, KzO, PzO5, CaO
dan kadar abunya, yaitu: (1) garnbut eutrofik mernpunyai tingkat kesuburan yang
tinggi, (2) garnbut mesotrofik dengan tingkat kesuburan sedang, dan (3) gambut
oligotrofik mempunyai tingkat kesuburan yang rendah.
Menurut Leiwakabessy (1978) tingginya kandungan basa-basa gambut eutrofik
disebabkan pembentukannya antara lain dipengaruhi oleh air payau (carnpuran air laut
dan air sungai).

Sedangkan pembentukan gambut rnesotrofik dipengaruhi oleh air

sungai dan gambut oligotrofik dipengaruhi oleh air hujan.

Umurnnya gambut di

Sumatera Selatan bersifat eutrofik dan mesotrofik, d i Jambi bersifat mesotrofik dan
oligotrofik, sedangkan di Katimantan bersifat oligotrofik.

Ketersediaan Unsur Hara
Ketersediaan unsur hara terutama unsur-unsur rnakro seperti N, P, dan K serta
sejumtah unsur mikro dalam tanah gambut tergolong rendah. Kadar N (N-total) dalam
tanah gambut tergolong tinggi, tapi sebagian besar dalam bentuk tidak tersedia, karena
dalarn bentuk N-organik. Nitrogen tanah dalarn bentuk kornplek organik dapat menjadi
tersedia bagi tanaman apabila telah diubah menjadi N-anorganik rnelalui mineralisasi
(Stevenson, 1994). Kandungan N-total tanah gambut berkisar antara 2000-4000 kg
N/ha pada lapisan 0-20 cm dari perrnukaan tanah (Driessen, 1978).
Seperti halnya Nitrogen, fosfor (P) pada tanah gambut sebagian besar dijurnpai
dalam bentuk P-organik, yang dapat rnenjadi tersedia jika telah mengalami proses
mineralisasi oleh jasad mikro. Menurut Tisdale, et a/., (1985) proses mineralisasi Porganik oleh jasad rnikro sangat dipengaruhi oleh nisbah C dan P.

Pada keadaan

nisbah C dan P rnencapai 300 akan terjadi imobilisasi P oleh jasad mikro, P akan
digunakan sebagai energi dan penyusun struktur sel jasad rnikro.

Sedangkan pada

nisbah C dan P rnencapai 200, proses mineralisasi akan bejalan lebih cepat daripada
proses imobilisasi, sehingga P akan dapat lebih tenedia bagi tanaman.

Proses

rnineralisasi ini akan lebih konstan bila nisbah C, N dan P mencapai lebih sebesar 100 :
10 : 1.

Dengan demikian proses mineralisasi yang t e j a d i pada tanah gambut

berlangsung larnbat, karena nisbah C dan P sangat lebar (Miller dan Donahue, 1990).
Berbeda dengan tanah mineral yang urnurnnya mengandung berbagai jenis
mineral yang kaya akan unsur Kalium, seperti mineral mika dan feldspar. Pada tanah

garnbut,

kandungan unsur ini tergolong rendah. Hal ini menurut Ismunadji dan

Soepardi, (1984) karena urnurnnya tanah garnbut di Indonesia tergolong ke dalarn
garnbut ornbrogen yang bersifat oligotropik.

Selain itu unsur K terikat karena gaya-

gaya kolurnbik dan elektrostatik sehingga rnudah digantikan unsur lain (Senesi, 1994).
Kandungan unsur rnikro tanah garnbut urnurnnya terdapat dalarn jurnlah yang
sangat rendah. Menurut Kanapathy (1972) tanah-tanah yang berkadar bahan organik
tinggi seperti garnbut, sebagian besar hara rnikro, terutarna tembaga dikhelat cukup
kuat oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanarnan.

Andriesse (1988)

rnengemukakan grup karboksilat dan fenolat dari tanah garnbut dapat mernbentuk
ikatan kompleks dengan unsur rnikro, sehingga mengakibatkan unsur rnikro rnenjadi
tidak