Emisi Metan (CH4) pada Lahan Gambut yang Disawahkan dengan Penambahan Amelioran

EMISI METAN (CH4) PADA LAHAN GAMBUT YANG DISAWAHKAN
DENGAN PENAMBAHAN AMELIORAN

SARI WIRYANINGTYAS

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ABSTRAK
SARI WIRYANINGTYAS. Emisi Metan (CH4) pada Lahan Gambut yang Disawahkan dengan
Penambahan Amelioran. Dibimbing oleh IBNUL QAYIM dan PRIHASTO SETYANTO.
Penelitian ini dilakukan di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Kabupaten Pati dari bulan
Maret-Juli 2007. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan amelioran yang dapat
meningkatkan produktivitas padi di lahan gambut dengan emisi CH4 rendah. Percobaan disusun
secara acak kelompok dengan 3 ulangan, sebagai perlakuan yaitu tanpa amelioran, dolomit, zeolit,
dan terak baja. Emisi CH4 diukur langsung dari lahan sawah dengan sistem automated closed
chambers. Hasil penelitian menunjukkan bahwa emisi CH4 sangat beragam antara 496.9-764.4
kg/ha/musim. Emisi CH4 tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa amelioran (764.4 kg/ha) diikuti

oleh zeolit (698.7 kg/ha), terak baja (543.0 kg/ha), dan dolomit (496.9 kg/ha). Hasil pengamatan
menunjukkan hubungan yang nyata antara fluks CH4 dengan pH pada perlakuan tanpa amelioran,
zeolit, terak baja, dan jumlah anakan pada perlakuan zeolit. Sedangkan hasil gabah antar amelioran
tersebut tidak berbeda nyata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan dolomit
merupakan amelioran yang potensial dalam menekan emisi CH4 di sawah lahan gambut.

ABSTRACT
SARI WIRYANINGTYAS. Methane (CH4) Emission from Paddy Peat Soil Amended with
Ameliorants. Supervised by IBNUL QAYIM and PRIHASTO SETYANTO.
This study was conducted in Indonesian Agricultural Environment Research Institute in
District of Pati started from March to July 2007. The objectives of this research was to obtain
ameliorant that increased rice paddy peat soil production with lower CH4 emission. This
experiment was arranged in a completely randomized block design with three replications and 4
treatments are: without ameliorant, dolomite, zeolite, and slag. Methane emission was measured
using automated closed chamber technique. The result of experiment showed that total CH4
emission varied between 496.9 kg/ha/season to 764.4 kg/ha/season. The highest CH4 emission
occur in without ameliorant treatment (764.4 kg/ha) followed by zeolite (698.7 kg/ha), slag (543.0
kg/ha), and dolomite (496.9 kg/ha). There were some significant relationships between CH4 fluxes
with pH in without ameliorant, zeolite, slag treatments and number of tillers in zeolite treatment.
There was no significant difference in yield among ameliorants. This study showed that dolomite

was potential ameliorant to mitigate CH4 emission in rice paddy at peat soils.

EMISI METAN (CH4) PADA LAHAN GAMBUT YANG DISAWAHKAN
DENGAN PENAMBAHAN AMELIORAN

SARI WIRYANINGTYAS

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada Departemen Biologi
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul : Emisi Metan (CH4) pada Lahan Gambut yang Disawahkan dengan
Penambahan Amelioran

Nama : Sari Wiryaningtyas
NIM

: G34103004

Menyetujui :

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Ir. Ibnul Qayim

Dr. Ir. Prihasto Setyanto, Msc.

NIP 131878948

NIP 080119823

Mengetahui :

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA.
NIP 131578806

Tanggal lulus :

PRAKATA
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Emisi Metan (CH4) pada Lahan
Gambut yang Disawahkan dengan Penambahan Amelioran” tepat pada waktunya. Penelitian
ini dibiayai oleh Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan, Pati, Jawa Tengah.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu selama
kegiatan penelitian berlangsung. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ibnul
Qayim selaku pembimbing pertama dari Departemen Biologi FMIPA IPB dan Bapak Dr. Ir.
Prihasto Setyanto, Msc selaku pembimbing kedua dari Balai Penelitian Lingkungan Pertanian;
Bapak Nono Sutrisno selaku kepala Balai, Bapak Asep Nugraha atas semua nasehatnya, keluarga
besar GRK atas bantuan dan kerjasamanya (Mbak Titi, Mbak Lina, Mbak Rina, Mbak Mira, Pak
Yarpani, Pak Jumari, Pak Yoto, Pak Darmin, Kak Surya dan Kak Yono), tim Lab Terpadu (Bu

Yulis, Mas Fitra, Mita), terima kasih juga kepada Bu Harsih, Bu Sasa, Mohenk, Pur, Pak Juwari,
dan semua crew balai yang telah menjadi keluarga baru bagi penulis selama di Jakenan. Kedua
orang tua dan adik-adik tercinta yang telah memberi dukungan bagi penulis baik spiritual dan
material, teman-teman seperjuangan di mess Balingtan, Tika,Yulis, Tini, Rika, Mbak Erna,Kiki
dan Om Funny. Untuk temanku Inun, Irni, Fida yang selalu tidak bosan memberi semangat, Mbak
Nana, Mbak Eka, uncle Joni yang terus memberi motivasi dan nasehat-nasehatnya. Tidak lupa
juga pada C22 crews dan teman-teman Biologi ’40 yang telah memberi dukungan semangat.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kendal pada tanggal 9 Mei 1985, putri sulung dari empat bersaudara dari
pasangan Bapak Bambang Iriyanto dengan Ibu Nina Nurkania.
Penulis lulus dari SMUN 1 Kendal pada tahun 2003 dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program studi
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan di Biologi, penulis pernah melakukan praktik lapangan dengan
judul ”Pengaruh Oksigen Terlarut (DO), Temperatur, dan pH pada Pertumbuhan Bakteri dalam
Pengolahan Limbah Cair di PT Capsugel Indonesia”. Organisasi yang pernah diikuti oleh penulis
antara lain sekretaris organisasi pecinta alam (OWA), anggota Bioworld divisi kascing, anggota
WMH (Wahana Muslim Himabio), dan anggota HIMABIO. Penulis juga pernah menjadi asisten
praktikum mata kuliah Biologi Dasar pada tahun 2005-2007 serta mendapat beasiswa Ikatan

Belajar Mandiri (IJARI) pada tahun 2005.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. ii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................... ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................................................. 1
Tujuan ............................................................................................................................... 1
Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................................... 1
Bahan dan Metode
Bahan dan Alat ................................................................................................................. 1
Metode Penelitian ............................................................................................................. 2
HASIL
Fluks CH4 selama satu musim tanam ............................................................................... 4
Derajat keasaman (pH) dan potensial redoks (Eh) ........................................................... 5
Parameter pertumbuhan tanaman……………………………………………………....... 6
Hasil dan komponen hasil ................................................................................................... 7
Hubungan fluks CH4 dengan pH dan parameter tanaman.................................................... 9

PEMBAHASAN .........................................................................................................................
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ...........................................................................................................................
Saran .................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................
LAMPIRAN ................................................................................................................................

9
12
12
12
15

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Halaman

Analisis contoh tanah gambut ................................................................................................. 2
Tinggi tanaman, jumlah anakan, dan fluks CH4 dari 4 perlakuan amelioran ........................... 7
Total emisi CH4 sebelum tanam pindah, per 2 minggu, dan setelah panen.............................. 7
Gabah kering giling (GKG), potensi hasil, dan total emisi CH4 selama satu
musim tanam di Kebun Percobaan Balingtan (n=3±SD) ........................................................ 8

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Susunan perlakuan di lapangan ............................................................................................... 2
Mikroplot untuk penanaman padi ........................................................................................... 2
Letak tanaman padi dalam mikroplot yang diamati ............................................................... 3
Fluks CH4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada
sawah lahan gambut ............................................................................................................... 4
5 Fluks CH4 kumulatif selama satu musim tanam dari beberapa perlakuan amelioran
pada sawah lahan gambut ....................................................................................................... 4
6 Fluktuasi pH dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam ........................................... 5
7 Kumulatif pH dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam ........................................ 5
8 Potensial redoks (Eh) dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam ............................. 6
9 Potensial redoks kumulatif dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam ..................... 6
10 Hubungan antara pH (x) dan fluks CH4 (y) dari beberapa perlakuan

(a)tanpa amelioran, (b) zeolit, (c) terak baja ......................................................................... 8
11 Hubungan antara jumlah anakan (x) dan fluks CH4 (y) dari perlakuan zeolit ......................... 9
12 Skema alur produksi CH4 di lahan gambut ............................................................................. 10
13 Skema alur produksi CH4 di lahan sawah ............................................................................... 11
1
2
3
4

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Jadwal kegiatan penelitian emisi metan pada lahan gambut
yang disawahkan dengan penambahan amelioran................................................................... 15
2 Fluks CH4 (mg/m2/hari) selama satu musim tanam (Maret-Juni) ........................................... 16
3 Pengukuran pH selama satu musim tanam ............................................................................. 17
4 Pengukuran potensial redoks tanah (mV) selama satu musim tanam ..................................... 18
5 Data parameter tinggi tanaman dan jumlah anakan ................................................................ 19
6 Hubungan regresi antara fluks CH4 dengan pH dan jumlah anakan........................................ 21
7 Hubungan regresi antara fluks CH4 dengan hasil panen dan
biomassa panen ..................................................................................................................... 22


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Isu pemanasan global semakin meningkat
dari tahun ke tahun. Fenomena yang
disebabkan oleh efek gas rumah kaca (GRK)
semakin menjadi perhatian dunia saat ini.
Metan (CH4) merupakan salah satu gas rumah
kaca yang mampu menyerap panas radiasi
gelombang panjang matahari selain uap air
(H2O), karbondioksida (CO2), dan N2O
(Agus&Irawan 2004). Pada skala global
konsentrasi gas CH4 meningkat sekitar 1 %
setiap tahun. Konsentrasi CH4 di udara saat
ini sebesar 1.72 ppm atau 2 kali lebih besar
dari konsentrasi saat pra industri yaitu 0.8
ppm (Segers&Kenger 1997). Menurut
Setyanto (2004), CH4 dihasilkan melalui
proses dekomposisi bahan organik secara
anaerobik pada lahan rawa dan sawah. Lahan

tersebut
merupakan salah satu sumber
penyumbang gas CH4 yang cukup signifikan,
karena dengan kondisi tanah tergenang
sangat sesuai bagi bakteri metanogen
(Wihardjaka&Makarim 2001).
Pemanfaatan lahan potensial pertanian di
terdesak
akibat
laju
Jawa
semakin
pembangunan dan kepadatan penduduk.
Akhir-akhir ini tumpuan harapan untuk
memasok pangan nasional mulai banyak
diarahkan pada pemanfaatan lahan pasang
surut. Lahan pasang surut terdiri atas lahan
potensial, lahan sulfat masam, lahan gambut,
dan lahan salin (Sawiyo et al. 2000). Lahan
pasang surut umumnya didominasi oleh tanah
gambut dan tanah sulfat masam yang
termasuk dalam ekosistem marginal (Najiyati
et al. 2005). Luas lahan pasang surut di
Indonesia sekitar 20.1 juta ha, 2 juta ha
diantaranya tergolong lahan potensial, 6.7 juta
ha lahan sulfat masam, 11 juta ha lahan
gambut, dan 0.4 juta ha lahan salin (Hartatik
et al. 2004). Lahan gambut yang berpotensi
untuk dikembangkan diperkirakan seluas 5.6
juta ha, sedangkan untuk lahan pertanian
masih terbatas, kurang dari 1 juta ha.
Pengolahan
lahan
gambut
harus
memperhatikan peraturan yang berlaku agar
tidak mengganggu keseimbangan ekosistem di
dalamnya. Keppres No 32 tahun 1990
menyatakan bahwa gambut dengan kedalaman
3 m atau lebih termasuk kategori kawasan
lindung yang tidak boleh diganggu.
Lahan gambut menyimpan cadangan
karbon yang sangat besar berupa bahan
organik yang terakumulasi selama ribuan
tahun. Pengelolaan tanah gambut yang tidak
bijak akan berdampak terhadap meningkatnya

emisi gas rumah kaca seperti CH4 (Sabiham
2003).
Gambut tropis dapat menjadi sumber GRK
karena banyak mengandung karbon tanah dan
nitrogen. Bahan organik di tanah gambut
secara alami terdekomposisi secara lambat
dan berlangsung terus-menerus (Inubushi et
al. 2003). Lahan gambut umumnya memiliki
tingkat kesuburan yang rendah, miskin unsur
hara, dan pH tanah yang sangat rendah
(kisaran 3-5), sehingga memerlukan bahan
amelioran sebelum dimanfaatkan untuk lahan
pertanian. Amelioran merupakan bahan yang
dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui
perbaikan kondisi fisik dan kimia.
Murnita (2001) melaporkan bahwa
pemberian
amelioran
zeolit
dapat
meningkatkan erapan maksimum K+. Barchia
(2002) membuktikan bahwa pemberian
amelioran berupa terak baja pada lahan
gambut transisi dapat meningkatkan stabilitas
dan produktivitas gambut. Sedangkan Mario
(2002) menunjukkan bahwa pemakaian terak
baja sebagai amelioran dapat menurunkan
emisi CH4 dan CO2.
Penelitian emisi CH4 pada lahan gambut
yang disawahkan perlu dilaksanakan secara
komperhensif dan terukur. Apabila tidak
dilakukan, tuduhan sebagai kontributor emisi
gas CH4 akan dilontarkan oleh negara maju
apabila memanfaatkan lahan tersebut. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk
mencari teknologi yang tepat selain dapat
meningkatkan produksi padi juga menekan
emisi gas CH4 dari lahan gambut.
Tujuan
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mendapatkan bahan amelioran yang dapat
meningkatkan produktivitas padi di lahan
gambut dengan emisi CH4 rendah.
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan MaretJuli 2007 di Balai Penelitian Lingkungan
Pertanian, Jakenan, Pati.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih padi
varietas Batanghari, bahan amelioran berupa
dolomit, zeolit, dan terak baja, pupuk N, P,
dan K, Bento, Pastac
Alat yang digunakan antara lain sistem
sampling gas dan pengukuran gas otomatis,

2

kromatografi gas, komputer, dan alat-alat
bercocok tanam.
Metode
a. Pengambilan sampel tanah
Tanah gambut diambil dari Kecamatan
Gambut, Kalimantan Selatan, dengan tipe
gambut dangkal sebanyak 8 ton. Tanah
tersebut ditempatkan dalam petak mikroplot
berukuran 1.5 m x 1.5 m dengan tinggi 0.5
m. Analisis tanah dilakukan untuk mengetahui
unsur-unsur kandungan haranya (Tabel 1).
b. Rancangan percobaan
Penelitian
dilaksanakan
di
Kebun
Percobaan Balingtan menggunakan rancangan
acak kelompok dengan 4 jenis perlakuan dan
3 ulangan.
c. Perlakuan
Perlakuan yang diberikan adalah tanpa
amelioran, dolomit 2 ton/ha, zeolit 2 ton/ha,
dan terak baja 5 ton/ha. Susunan perlakuan di
lapangan dapat dilihat pada Gambar 1.

III

1

4

2

3

II

3

2

4

1

I

4

1

3

2

U

3 kali selama pertumbuhan. Pengendalian
hama dan penyakit dilakukan secara intensif.
Tabel 1 Analisis contoh tanah gambut
Sifat Fisika dan Kimia Tanah

Hasil Analisa

pH
H2O
KCl
Tekstur Tanah (%)
Pasir
Debu
Liat
Bahan Organik C (%)
(Walkey & Black)
Bahan Organik N (%)
(Kjeldhal)
Nisbah C/N
Nilai Tukar Kation (cmol/kg)
NH4-Acetat 1N, pH7
Ca
Mg
K
Na
KTK (cmol/kg)
Total (%)
Fe
S
Pirit (%)
P2O5 (ppm)
(Bray 1)
K2O (ppm)
(Morgan)
Asam humat (%)
Asam fulvat (%)

3.7
2.7
50.42
0.58
87

3.76
5.54
0.95
0.49
117.67
0.28
0.24
0.45
51.5
478
21.67
4.79

Sumber:Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah

plastik
0.3 m

Keterangan :
Perlakuan amelioran :
1. Tanpa amelioran
2. Dolomit
3. Zeolit
4. Terak baja
Gambar 1 Susunan perlakuan di lapangan
d. Penanaman dan perawatan tanaman
padi
Sebelum gambut ditempatkan, petak
mikroplot dilapisi plastik untuk menghindari
pencampuran antara tanah gambut dengan
tanah di sekitarnya. Terbentuknya pirit dapat
dicegah dengan cara penggenangan air pada
tanah gambut (Gambar 2). Bibit berumur 21
hari setelah semai dari varietas padi
Batanghari ditanam pada jarak tanam 20 cm x
20 cm dengan 3 bibit/rumpun. Pupuk dasar
yang diberikan berupa 90 kg N + 60 kg P2O5
+ 60 kg K2O/ ha. Pupuk N dan K diberikan

permukaan
tanah

0.5 m
1.5 m

Gambar 2 Mikroplot untuk penanaman padi
e. Pengamatan parameter pertumbuhan
tanaman
Parameter pertumbuhan tanaman seperti
tinggi tanaman, jumlah anakan, dan klorofil
diukur setiap 2 minggu sekali selama
pertumbuhan tanaman dan mulai diukur pada
saat tanaman berumur 14 HST. Tata letak
tanaman padi dalam mikroplot yang akan
diamati parameter pertumbuhan tanaman
dapat dilihat pada Gambar 3.
1) Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur dari permukaan
tanah hingga ujung daun atau malai yang
paling tinggi.

3

2) Jumlah anakan
Jumlah anakan dihitung dari banyaknya
anakan aktif dari tanaman padi yang memiliki
minimal tiga helai daun.
3) Klorofil daun
Pengukuran klorofil daun dilakukan
menggunakan alat klorofimeter. Daun yang
diambil untuk pengukuran yaitu daun ketiga
dari ujung tanaman padi.
4) Komponen hasil
Komponen hasil terdiri dari: (i) biomassa
basah dan kering, (ii) jumlah malai, (iii) gabah
kering panen dan kering giling, (iv) berat
1000 butir gabah isi yang diambil dari
tanaman padi yang berasal dari areal boks
penangkap gas. Dari luar boks diambil sampel
per 2 rumpun, yaitu jumlah malai/rumpun dan
jumlah gabah hampa dan isi.
µ

γ

γ

γ

γ

α

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

γ

α

γ

γ

β

γ

γ
γ

U

γ

Keterangan :
α : tinggi tanaman dan jumlah anakan
β : boks penangkap gas ukuran 1 m x 1 m
µ : mikroplot ukuran 1.5 m x 1.5 m
γ : tanaman padi
Gambar 3 Letak tanaman padi dalam
mikroplot yang diamati
f. Pengamatan emisi CH4
1) Cara pengambilan sampel gas
Setiap mikroplot dipasang boks berukuran
1 m x 1 m x 1m. Boks terbuat dari flexiglass
yang dilengkapi dengan pompa hidrolik yang
berfungsi untuk membuka dan menutupnya
tutup boks secara otomatis. Di dalam boks
dilengkapi 2 buah kipas elektrik untuk
mencampur gas supaya homogen. Sampel gas
dari dalam boks dihisap secara otomatis
menuju alat kromatografi gas (GC).

2) Jadwal pengambilan sampel gas
Sampel gas diambil setiap 4 hari sekali
selama pertumbuhan tanaman dan tiap 2 jam
sekali. Pengambilan sampel gas dilakukan
pada pukul 6 pagi hingga 4 sore. Jadwal
kegiatan terlampir pada Lampiran 1.
mengukur
dan
menghitung
3) Cara
konsentrasi gas CH4
Perangkat GC terdiri dari data logger ,
sampling valve, GC, dan integrator. Untuk
mengatur membuka dan menutupnya boks dan
mengukur suhu secara otomatis digunakan
data logger. Sampling valve digunakan untuk
mengatur masuknya sampel gas ke GC.
Sebelumnya, sampel gas disaring terlebih
dahulu dengan filter yang berisi gas N2 dan
H2. Sampel gas CH4 dianalisis menggunakan
GC yang dilengkapi dengan FID (Flame
Ionization Detector). Peak yang dihasilkan
dari analisis GC akan diinterpretasikan dalam
bentuk area oleh integrator.
Untuk menghitung emisi gas CH4
digunakan rumus sebagai berikut (IAEA
1993) :
E=

dc Vch mW
273.2
x
x
x
dt Ach mV (273.2 + T )

:Emisi gas CH4 (mg/m2/hari)
:Perbedaan konsentrasi CH4 per
waktu (ppm/menit)
Vch
:Volume boks (m3)
Ach
:Luas boks (m2)
mW
:Berat molekul CH4 (g)
mV
:Tetapan volume molekul CH4
(22.41 l)
T
:Suhu rata-rata selama
pengambilan sampel (0C)
Nilai 273.2 : Tetapan suhu Kelvin
E
dc/dt

g. Pengamatan Eh dan pH tanah gambut
Potensial redoks tanah dan pH tanah
diukur setiap 4 hari sekali, bersamaan saat
mengambil sampel gas otomatis.
1) Eh tanah
Potensial redoks tanah (Eh) diukur
menggunakan alat Eh-meter dan elektroda
yang ditancapkan ke dalam tanah sekitar 10
cm sebagai konduktornya.
2) pH tanah
Derajat
keasaman
(pH)
diukur
menggunakan alat pH-meter.
h. Analisis dan Interpretasi data
Data emisi CH4 dianalisis menggunakan
program SAS untuk melihat perbedaan antar
perlakuan
dalam
tampilan
ANOVA.
Sedangkan untuk melihat sejauh mana

4

perbedaan antar perlakuan digunakan uji
Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Analisis regresi digunakan untuk melihat
hubungan antara parameter yang diamati
dengan emisi CH4.

HASIL
a. Fluks CH4 selama satu musim tanam
Pola fluktuasi CH4 sangat beragam selama
fase pertumbuhan tanaman padi. Hasil fluks
CH4 menunjukkan bahwa pada fase awal
vegetatif cenderung rendah dan cenderung
naik selama pertumbuhan hingga mencapai
anakan maksimum (56 HST).

Fluks CH4 cenderung turun pada fase
generatif dan pengeringan menjelang panen.
Gambar 4 menyajikan pola fluks CH4 antar
perlakuan yaitu tanpa amelioran, dolomit,
zeolit, dan terak baja pada sawah lahan
gambut. Pola fluktuasi CH4 juga lebih terlihat
jelas pada grafik kumulatif CH4 (Gambar 5).
Pada fluks kumulatif CH4 menunjukkan laju
fluktuasi dolomit cenderung lebih rendah,
kemudian diikuti oleh terak baja, zeolit, dan
paling tinggi adalah tanpa amelioran. Nilai
fluks yang beragam dapat dilihat pada
Lampiran 2.

Pengeringan
menjelang panen

T anpa
amelioran
Dolomit
1600

Fluks CH4 (mg/m2/hari)

Fase generatif

Zeolit

1400

Fase vegetatif

Panen

T erak baja

1200
1000
800
600
400

Tapin

200

-1
3
-9
-5
-1
3
7
11
15
19
23
27
31
34
38
42
46
50
54
58
62
66
70
74
78
82
86
90
94
98

0

Hari setelah tanam (HST)

Gambar 4 Fluks CH4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada
sawah lahan gambut

Fluks kumulatif CH4 (mg/m2 )

25000

20000

Tanpa amelioran

Dolomit

Zeolit

Terak baja

15000

10000

5000

0
-13 -9 -5 -1 3

7 11 15 19 23 27 31 34 38 42 46 50 54 58 62 66 70 74 78 82 86 90 94 98

Hari setelah tanam (HST)

Gambar 5 Fluks CH4 kumulatif selama satu musim tanam dari beberapa
perlakuan amelioran pada sawah lahan gambut

5

pH kumulatif

Gambar 6 Fluktuasi pH dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam

200.0
180.0
160.0
140.0
120.0
100.0
80.0
60.0
40.0
20.0
0.0

Tanpa amelioran
Dolomit
Zeolit
Terak baja

-17

-9

-1

7

15

23

31

38

46

54

62

70

78

86

94

Hari setelah tanam (HST)

Gambar 7 Kumulatif pH dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam
b. Derajat keasaman (pH) dan potensial
redoks (Eh)
Derajat keasaman (pH) dari tanah gambut
cenderung
rendah
sebelum
dilakukan
penggenangan
sekitar
4-5.
Setelah
penggenangan, pH perlahan-lahan naik dan
cenderung naik setelah penambahan amelioran
berupa dolomit, zeolit, dan terak baja (Gambar
6). Pada saat pengeringan menjelang panen
nilai pH cenderung turun dari 6.4 - 5.5.Selama
satu musim tanam nilai pH dari terak baja
sekitar 5.6-6.6, dolomit mencapai pH 5.2-7.3,
zeolit mencapai pH sekitar 4.8-6.4, dan tanpa
amelioran mencapai pH 4.7-6.2 (Lampiran 3).
Grafik pH kumulatif memperlihatkan terak
baja mampu meningkatkan pH tanah gambut
mendekati netral jika dibandingkan dengan
perlakuan yang lain (Gambar 7).

Potensial redoks merupakan petunjuk
status oksidasi dan reduksi tanah yang dapat
terjadi secara bersamaan. Selama satu musim
tanam, potensial redoks yang dihasilkan
sangat variatif. Gambar 10 menyajikan bahwa
pada potensial redoks terjadi penurunan nilai
Eh saat tanah digenangi dari +168.5 mV
hingga -82.4 mV dan cenderung berfluktuasi
sesuai kondisi tanah. Pada saat pengeringan
menjelang panen nilai Eh cenderung naik
sekitar -77.8mV hingga 116.23mV (Lampiran
4). Nilai potensial redoks mencapai titik
optimum pada -150 mV yaitu pada perlakuan
terak baja. Terak baja cenderung lebih rendah
nilai potensial redoksnya jika dibandingkan
dengan perlakuan yang lain (Gambar 9).

6

200

Penggenangan

Pengeringan
menjelang panen

Potensial redoks (mV)

150
100
50
0
-50 3

7 11 15 19 23 27 31 34 38 42 46 50 54 58 62 66 70 74 78 82 86 90 94 98

-100
-150
-200

Tanpa amelioran

Dolomit

Zeolit

Terak baja
Hari setelah tanam (HST)

Potensial redoks kumulatif (mV)

Gambar 8 Potensial redoks (Eh) dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam

600
400
200
0
-200 3 7 11 15 19 23 27 31 34 38 42 46 50 54 58 62 66 70 74 78 82 86 90 94 98
-400
-600
-800
-1000
-1200
Tanpa amelioran
Dolomit
-1400
-1600
Zeolit
Terak baja
-1800
-2000
Hari setelah tanam (HST)

Gambar 9 Potensial redoks kumulatif dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam

c. Parameter pertumbuhan tanaman
Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT)
pada beberapa parameter pertumbuhan
tanaman dilakukan untuk melihat sejauh mana
perbedaan antar perlakuan. Tabel 2
menyajikan perbedaan tinggi tanaman dan
jumlah anakan dari beberapa perlakuan
amelioran. Parameter pertumbuhan tanaman
diukur setiap dua minggu sekali (Lampiran 5).
Tinggi tanaman dan jumlah anakan dari 4
macam perlakuan tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata pada 14, 28, 42, 56, 70,
dan 84 HST. Terak baja memiliki tinggi
tanaman sebesar 109.2 cm, kemudian diikuti

oleh tanpa amelioran sebesar 105 cm, dolomit
dan zeolit sebesar 104 cm dan 103.3 cm.
Anakan maksimum dicapai pada saat usia
tanaman 56 HST dengan jumlah anakan
tertinggi 29 pada perlakuan terak baja,
kemudian diikuti oleh zeolit sebanyak 21,
dolomit dan tanpa amelioran sebanyak 18.
Fluks CH4 tidak berbeda nyata pada 14,
28, dan 84 HST. Fluks CH4 menunjukkan
perbedaan yang nyata antar perlakuannya
pada 42, 54, dan 70 HST. Pada 42 dan 54
HST, dolomit tidak berbeda nyata dengan
terak baja, tetapi berbeda nyata dengan
perlakuan tanpa amelioran dan zeolit.

7

Tabel 2 Tinggi tanaman, jumlah anakan, dan fluks CH4 dari 4 perlakuan amelioran
14

28

42

56

70

84

Tanpa amelioran
Dolomit
Zeolit
Terak baja

34.5
29.3
28.7
32.3

a
a
a
a

48.2
45.7
46.7
49.2

a
a
a
a

Tinggi tanaman
62.2 a
87.3 a
62.0 a
83.2 a
62.5 a
86.7 a
64.3 a
87.2 a

105.0
104.8
105.4
105.0

a
a
a
a

105.0
104.0
103.3
109.2

a
a
a
a

Tanpa amelioran
Dolomit
Zeolit
Terak baja

4
4
5
4

a
a
a
a

11
12
12
13

a
a
a
a

Jumlah anakan
16 a
18 a
16 a
18 a
16 a
21 a
17 a
29 a

17
18
19
19

a
a
a
a

14
18
18
18

a
a
a
a

Fluks CH 4
Tanpa amelioran
Dolomit
Zeolit
Terak baja

14
868.4
569.8
731.6
581.9

a
a
a
a

28
972.6
782.5
791.2
701.7

a
a
a
a

42
1074
559.4
1090
668

a
b
a
b

54
573.3
367.3
577.8
374.9

a
b
a
b

70
893.4
592.7
785.7
659.8

84
a 769.6 a
b
547 a
a 725.3 a
ab 768.9 a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata berdasarkan
uji Duncan pada 0.05

Tabel 3 Total emisi CH4 sebelum tanam pindah, per 2 minggu, dan setelah panen
Total emisi CH4 (kg/ha/musim)
sebelum tapin
2 minggu ke-1
2 minggu ke-2
2 minggu ke-3
2 minggu ke-4
2 minggu ke-5
2 minggu ke-6
setelah panen

Zeolit
Terak baja
Tanpa amelioran
Dolomit
Average SD Average SD Average SD Average SD
55.86 17.55
31.39 3.40 35.70 6.25
36.77 5.56
91.21 6.67
78.39 7.90 76.22 14.80
70.23 15.98
139.17 13.09
93.89 16.86 118.67 37.41
95.77 3.89
125.97 28.81
72.96 6.62 127.19 30.08
83.50 9.30
141.74 22.94
71.30 8.28 117.90 26.56
85.05 6.47
125.97 27.95
84.72 12.52 120.17 29.92
82.55 5.44
115.67 16.87
78.43 14.55 114.29 16.18 101.03 10.19
71.84 15.86
54.16 6.10 67.56 34.82
53.21 25.74

Pada umur 70 HST, zeolit tidak berbeda nyata
dengan perlakuan tanpa amelioran tetapi
berbeda nyata dengan dolomit, sedangkan
terak baja tidak berbeda nyata dengan tiga
perlakuan yang lain. Dolomit memiliki nilai
fluks CH4 paling rendah dibandingkan dengan
perlakuan yang lain pada 54 HST sebesar
367.3 (mg/m2/hari).
Tabel 3 menyajikan perbedaan total emisi
CH4 pada saat sebelum tanam pindah, per 2
minggu setelah tanam pindah, dan setelah
panen. Total emisi CH4 sebelum tanam pindah
lebih rendah dibandingkan setelah tanam
pindah, sedangkan total emisi CH4 lebih tinggi
pada saat padi telah ditanam pindah ke lahan

sawah dan turun kembali setelah panen. Hal
ini menunjukkan tanaman padi mempunyai
peranan dalam mengemisikan CH4 ke
atmosfer.
d. Hasil dan komponen hasil
Hasil gabah kering giling (GKG), potensi
hasil, biomassa panen, dan total emisi CH4
disajikan pada Tabel 4. GKG dan potensi hasil
gabah tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata berdasarkan uji Duncan pada p = 0.05.
Biomassa panen menunjukkan perbedaan
yang nyata antara terak baja dengan zeolit,
dolomit, dan tanpa amelioran.

8
Tabel 4 Gabah kering giling (GKG), potensi hasil, dan total emisi CH4 selama satu
musim tanam di Kebun Percobaan Balingtan (n=3 ± SD)

Perlakuan

GKG

Potensi hasil

1

Biomassa panen

---------------------- t/ha-----------------------5.2 + 1.15 a 5.5 + 0.50 a 5.5 + 0.81
5.2 + 1.34 a 5.6 + 0.97 a 5.2 + 0.83
5.0 + 0.76 a 5.7 + 2.08 a 5.2 + 0.82
6.0 + 0.89 a 5.7 + 0.38 a 7.1 + 1.39

Tanpa amelioran
Dolomit
Zeolit
Terak baja

b
b
b
a

Total Emisi CH4
(kg/ha)
764.4
496.9
698.7
543.0

+
+
+
+

41.12
41.09
155.03
16.88

a
c
ab
bc

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata
berdasarkan uji Duncan pada p = 0.05
Potensi hasil dihitung berdasarkan rumus ∑ malai/m2 x ∑ gabah/malai x % gabah isi/anakan x
berat 1000 butir x 10 -7

1

.

40
30

y = -20.825x 2 + 239.58x - 660.31
r = 0.69**, n = 26

40
30
20

10
0
4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

10
0
4.0

4.5

5.0

5.5
pH

pH

(b)

(mg/m 2/hari)

(a)

50

4

4.0

Fluks CH

4

20

20

Fluks CH

Fluks CH 4 (mg/m 2 /hari)

y = 14.973x 2 - 154.01x + 415.69
r = 0.40*, n = 28

50

(mg/m 2 /hari)

Terak baja berbeda nyata dengan tanpa
amelioran. Total emisi CH4 terendah terdapat
pada perlakuan dolomit yaitu sebesar 496.9 ±
41.09 kg/ha dan tertinggi pada perlakuan
tanpa amelioran sebesar 764.4 ± 41.12 kg/ha.

Terak baja memiliki biomassa panen paling
tinggi sebesar 7.1 ± 1.39 t/ha jika
dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
Total emisi CH4 selama satu musim tanam
menunjukkan perbedaan yang nyata antar
perlakuannya. Zeolit berbeda nyata dengan
dolomit, tetapi tidak jauh berbeda dengan
tanpa amelioran.

y = 97.696x 3 - 1781.3x 2 + 10822x - 21886
r = 0.52**, n = 27

40
30

10
0
5.5

6.0

6.5

7.0

pH

(c)
Gambar 10 Hubungan antara pH (x) dan fluks CH4 (y) dari beberapa perlakuan
(a) tanpa amelioran, (b) zeolit, (c) terak baja

6.0

6.5

Fluks CH4 (mg/m2 /hari)

9

1400

14 HST

28 HST

1200

42 HST

56 HST

1000

70 HST

84 HST

800
600
400
y = -5.5377x 2 + 127.02x + 394.09
r = 0.68*,n = 12

200
0
0

5

10

15

20

25

Jumlah anakan

Gambar 11 Hubungan antara jumlah anakan (x) dan fluks CH4 (y) dari
perlakuan zeolit
* nyata pada taraf uji p = 0.05
** nyata pada taraf uji p = 0.05 dan 0.01

e. Hubungan fluks CH4 dengan pH dan
parameter tanaman
Hubungan antara pH dan fluks CH4
disajikan pada Gambar 10. Fluks CH4 diambil
dari pengambilan sampel pada jam 06.00
WIB, demikian juga dengan pH. Pada Gambar
10 terlihat adanya hubungan yang nyata antara
fluks CH4 dan pH pada perlakuan tanpa
amelioran, zeolit, dan terak baja, sedangkan
pada dolomit tidak menunjukkan hubungan
yang nyata (Lampiran 6). Tanpa amelioran
memiliki kofisien korelasi (r) nyata pada taraf
uji 0.05 dengan nilai 0.40. Sedangkan zeolit
dan terak baja nilai koefisien korelasinya
masing-masing 0.69 dan 0.52 nyata pada taraf
uji 0.05 dan 0.01.
Fluks CH4 juga dipengaruhi oleh
parameter pertumbuhan tanaman seperti
jumlah
anakan.
Pada
Gambar
11
menunjukkan hubungan yang nyata antara
jumlah anakan dan fluks CH4 dari perlakuan
zeolit pada taraf uji 0.05 dengan nilai
koefisien korelasi sebesar 0.68, sedangkan
pada ketiga perlakuan lainnya tidak
menunjukkan
hubungan
yang
nyata
(Lampiran 6). Hasil panen dan biomassa
panen tidak menunjukkan hubungan yang
nyata dengan fluks CH4 ( Lampiran 7 ).

PEMBAHASAN
Fluks CH4 yang diemisikan selama satu
musim tanaman padi sangat beragam pola
fluktuasinya. Tanaman padi memiliki tiga fase
pertumbuhan yaitu fase vegetatif, generatif,
dan fase pemasakan (Ismunadji et al. 1988).

Fase
vegetatif
dimulai
pada
saat
perkecambahan biji sampai primordia. Pada
awal fase ini CH4 yang dihasilkan cenderung
lebih rendah karena hasil fotosintat banyak
dimanfaatkan
oleh
tanaman
untuk
pertumbuhan awal sehingga eksudat yang
dihasilkan lebih sedikit. Eksudat akar
merupakan
senyawa
organik
yang
mengandung gula, asam amino, dan asam
organik lain sebagai penyusun bahan yang
segera tersedia bagi metanogen (Kimura et
al.1991). Tanaman padi memiliki kemampuan
berbeda dalam melepaskan eksudat akar
dalam tanah. Hal ini semakin tergantung dari
efisiensi penguraian fotosintat oleh tanaman.
Semakin efisien dalam mengurai fotosintat
(dalam membentuk biji padi), semakin kecil
eksudat akar yang dilepaskan dan akhirnya
berpengaruh terhadap pembentukan CH4
(Aulakh et al 2001). Fase generatif dimulai
pada
saat
primordia
sampai
tahap
pembungaan. Pada fase ini fluks CH4
cenderung turun karena fotosintat banyak
digunakan untuk pembentukan bakal bunga.
Fase pemasakan dimulai dari tahap
pembungaan hingga pengisian malai.
Fluks CH4 juga mengalami penurunan
pada saat pengeringan menjelang panen dan
setelah panen. Hal itu disebabkan perubahan
kondisi tanah yang sebelumnya tergenang
menjadi kering Penggenangan menyebabkan
kondisi tanah bersifat anaerob dan pH tanah
semakin meningkat mendekati netral,
sehingga pertumbuhan populasi bakteri
metanogen juga semakin meningkat. Bakteri
metanogen hidup pada pH 6-8 (Conrad 1996),
sedangkan padi pada lahan sawah tumbuh
ideal pada pH 6-7.

10

Skema alur produksi CH4 di lahan gambut
disajikan seperti pada Gambar 12.
Pemberian
amelioran
cenderung
meningkatkan stabilitas tanah gambut melalui
penurunan emisi CH4 dan CO2. Hal ini
berkaitan erat dengan terbentuknya senyawa
kompleks/khelat antara asam-asam organik
dari gambut dengan kation logam Fe3+ dari
amelioran (Mario 2002).
Dolomit merupakan salah satu jenis kapur
yang digunakan untuk kesuburan tanah dan
mengurangi keasaman. Dolomit termasuk
rumpun mineral karbonat, mineral dolomit
murni secara teoritis mengandung 45,6%
MgCO3 atau 21,9% MgO dan 54,3% CaCO3
atau 30,4% CaO. Rumus kimia mineral
dolomit dapat ditulis meliputi CaCO3.MgCO3
atau CaMg(CO3)2. (Puslitbang Teknologi
Mineral dan Batubara 2005). Terak baja
merupakan hasil sampingan atau residu dari
industri besi-baja dan banyak mengandung
unsur-unsur
yang
mampu
memenuhi
kebutuhan tanaman, seperti Ca, Mg, dan Si
(Mario 2002). Komposisi kimia terak baja
meliputi Fe2O3, CaO, SiO2, MgO, Al2O3,
P2O5, K2O, Na2O (Goto&Suwarno 1997).
Zeolit merupakan mineral kristalin grup
aluminosilikat terhidrasi yang mengandung
kation alkali dan alkali tanah seperti K+, Ca2+,
dan Mg2+. Komposisi kimia zeolit meliputi
SiO2, Al2O3, K2O, Na2O, Ca2O, Mg2O, Fe2O3
(Yogiyahtadi et al. 1997). Ketiga bahan
amelioran tersebut mengandung unsur O2
sehingga diharapkan bakteri metanotrof dapat
berkembang baik dan menekan aktivitas
bakteri metanogen yang hidup pada kondisi
anaerob.

Kondisi ini menyebabkan pengelolaan padi
sawah dapat mengakibatkan populasi bakteri
metanogen
meningkat.
Pengeringan
menyebabkan kondisi tanah bersifat aerob
sehingga mengakibatkan populasi bakteri
metanogen menurun. Bakteri metanogen
hidup pada kondisi anaerob (Neue & Roger
1994). Kondisi aerob pada tanah juga
mengakibatkan populasi bakteri metanotrof
meningkat
Bakteri
metanotrof
akan
sebagai
sumber
memanfaatkan
CH4
energinya, sehingga CH4 yang diemisikan ke
atmosfer menurun.
Dekomposisi tanah gambut dalam kondisi
reduktif maupun oksidatif menyebabkan
kehilangan C-organik dalam bentuk gas CH4
dan CO2 yang diemisikan ke atmosfer (Mario
2003). Tanah gambut yang digunakan
termasuk ke dalam golongan gambut fibrik.
Hal itu berdasarkan analisis tanah yang
dilakukan menunjukkan kandungan C organik
dan nilai C/N sangat tinggi sebesar 50.42%
dan 87%. Fibrik adalah bahan organik yang
masih sedikit mengalami proses dekomposisi
(Andriesse 1988). Menurut Sabiham dan
Sulistyono (2000), gambut dengan tingkat
dekomposisi fibrik menghasilkan CO2 dan
CH4 lebih tinggi. Bahan organik di gambut
secara alami terdekomposisi secara lambat
tetapi terus-menerus. Dekomposisi bahan
organik merupakan degradasi senyawa
organik kompleks menjadi senyawa sederhana
(Inubushi et al. 2003). Menurut Sabiham et
al. (2003), pada lingkungan gambut yang
reduktif laju dekomposisi gambut sangat
lambat dan banyak dihasilkan asam organik
beracun dan CH4, sedangkan pada keadaan
oksidasi pelepasan C menjadi lebih meningkat
terutama dalam bentuk CO2.

atmosphere

CO2

photosynthesis
Plant biomass

Aerobic
respiration

H2O

Methane oxidation

acrotelm
catotelm

Peat
biomass

Anaerobic
oxidation

Microbial
biomass
CO2

CH4

H2O

polymers
methanogenesis

H2

hydrolysis
sugars
CO2

H2, CO2, acetate fatty
acids, alcohols
fermentation

advection

Recalcitrant
carbon

Bedrock

Gambar 12 Skema alur produksi CH4 di lahan gambut (Brown 1997)
B

B

11

Berdasarkan penelitian terbukti bahwa
pemberian amelioran dapat menekan emisi
CH4 untuk dolomit sebesar 35%, zeolit 8.6%,
dan terak baja sebesar 29% dibandingkan
tanpa amelioran. Kisaran penurunan emisi
CH4 dengan pemberian terak baja hampir
sama dengan penelitian Mario (2002) yaitu
sebesar 25.11% dengan pemberian bahan
tanah mineral yang berkadar besi tinggi.
CH4 dihasilkan dari proses dekomposisi
bahan organik oleh bakteri metanogen pada
lahan yang tergenang. Bakteri metanogen
hidup pada pH 6-8, dengan pH optimumnya
sekitar 6-7 dan suhu optimumnya dalam
menghasilkan CH4 adalah 30-40°C (Conrad
1996). Lahan gambut memiliki pH sangat
asam antara 3-5. Kondisi keasaman yang
tinggi ini menyebabkan tidak aktifnya
mikroorganisme terutama bakteri tanah
(Najiyati et al. 2005). Dekomposisi bahan
organik dalam suasana anaerob pada tanah
gambut menghasilkan senyawa-senyawa
organik seperti protein, asam-asam organik,
dan senyawa pembentuk humus. Asam-asam
tersebut berwarna hitam dan membuat suasana
tanah menjadi masam dan beracun bagi
tanaman (Najiyati et al. 2005). Pengapuran
tanah asam dengan bahan yang mengandung
Ca atau Mg akan menggeser kedudukan H+ di
permukaan koloid sehingga menetralisir
keasaman tanah. Ca dan Mg dapat bergabung
dengan asam terlarut yang mungkin ada
sehingga sifat keasamannya rusak (Kuswandi
1993). Dolomit, zeolit, dan terak baja
mengandung Ca dan Mg sehingga dapat
meningkatkan pH yang asam pada tanah
gambut.

Terak baja sebagai amelioran mampu
menekan laju penurunan pH tanah gambut
dibandingkan dengan dolomit dan zeolit. pH
tanah gambut pada perlakuan tanpa amelioran,
zeolit, dan terak baja memiliki hubungan yang
nyata dengan fluks CH4. Semakin tinggi pH
maka semakin tinggi pula fluks CH4. Hal itu
disebabkan aktivitas bakteri metanogen yang
tinggi pada pH optimumnya, yaitu sekitar 6-7
akibat
penambahan
amelioran
dan
penggenangan.
Kemampuan tanah melakukan pertukaran
elektron dikenal dengan potensial redoks (Eh)
tanah, proses redoks ini terjadi pada hampir
semua jenis tanah. Kondisi oksidasi maupun
reduksi dapat terjadi secara bersamaan
(Setyanto 2004). Saat lapisan permukaan
tanah berada pada kondisi oksidasi, lapisan
bawah dapat berada pada kondisi reduksi
akibat fluktuasi permukaan air tanah (Wang et
al. 1994). Produksi CH4 terjadi pada potensial
redoks kurang dari -200 mV terutama setelah
2 minggu penggenangan (IRRI 1998).
Tahapan proses potensial redoks yang terjadi
di lahan tergenang adalah berkurangnya
kandungan O2 tanah, reduksi NO3, Mn4+, Fe3+,
SO4, dan reduksi CO2 membentuk CH4 (Neue
et al. 1994). Terak baja memiliki nilai
potensial redoks yang relatif rendah tetapi
tidak meningkatkan nilai emisi CH4 karena
adanya senyawa khelat antara asam-asam
organik dari gambut dengan Fe3+ dari terak
baja yang sangat tinggi sehingga lebih stabil.
Total emisi CH4 setelah tanam pindah
(tapin) lebih tinggi dibandingkan sebelum
tapin dan setelah panen.

Gambar 13 Skema alur produksi CH4 di lahan sawah (IRRI 1998)
B

B

12

Hal ini disebabkan adanya peranan tanaman
padi dalam mengemisikan CH4 ke atmosfer
melalui struktur aerenkima padi. Pelepasan
gas CH4 melalui aerenkima tanaman padi
dapat mencapai 90% (Holzapfel-Pschorn et
al.1986). Tanaman padi juga menghasilkan
eksudat akar yang merupakan substrat tersedia
bagi bakteri metanogen, sehingga total emisi
CH4 semakin meningkat pada padi yang
disawahkan. Total emisi pada sawah tanah
inceptisol
sekitar
57.87-282.93
kg/ha
(Hartini 2008), sedangkan sawah lahan
gambut sekitar 496.9-764.4 kg/ha. Hal ini
menunjukkan emisi CH4 pada sawah lahan
gambut lebih besar.
Jumlah anakan memiliki hubungan yang
nyata dengan fluks CH4 pada perlakuan zeolit
(Gambar 11). Semakin banyak jumlah anakan
maka CH4 yang diemisikan semakin tinggi.
Hal itu disebabkan banyaknya jumlah
aerenkima yang berperan sebagai cerobong
keluarnya CH4 ke atmosfer. Hubungan yang
nyata hanya ditemukan pada perlakuan zeolit.
Hal itu diduga pada perlakuan lain CH4 yang
diemisikan lebih banyak melalui proses
ebulisi dan difusi. CH4 keluar dari lahan
sawah ke atmosfer melalui tiga proses yaitu :
ebulisi (gelembung udara), difusi, dan
transpor vaskular melalui aerenkima (Wang et
al. 1994). Skema alur produksi CH4 di lahan
sawah disajikan seperti pada Gambar 13.
Aerenkima terletak pada akar, batang, dan
daun tanaman padi yang berfungsi sebagai
cerobong pertukaran gas dari dalam tanah ke
atmosfer. Perbedaan gradien konsentrasi air di
sekitar akar dengan ruang antar sel pada akar
menyebabkan CH4 terlarut terdifusi. Pada
dinding korteks, CH4 terlarut berubah menjadi
gas dan disalurkan ke batang melalui
pembuluh aerenkima (IRRI 1998).
Analisis statistik menunjukkan hasil padi
gabah kering giling (GKG) antara tanpa
pemberian dan pemberian amelioran tidak
berbeda nyata. Terkait dengan teknologi
mitigasi CH4 pada tanah gambut, pemberian
dolomit adalah yang terbaik karena secara
signifikan mampu menekan CH4 dari lahan
sawah dan tidak mengurangi produktivitas
tanaman.

SIMPULAN
Hasil penelitian selama selama satu musim
bahwa
dolomit
sebagai
menunjukkan
amelioran mengemisi CH4 paling rendah yaitu
496.9 kg/ha, diikuti oleh terak baja, zeolit, dan
tanpa amelioran berturut-turut 543.0 kg/ha,
698.7 kg/ha, dan 764.4 kg/ha.

Hasil gabah tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata antar perlakuannya dan berkisar
5.2 – 6.0 ton/ha. Dolomit adalah amelioran
terbaik dari empat perlakuan amelioran yang
diuji pada lahan gambut yang disawahkan
karena emisi CH4 yang dihasilkan rendah
dengan hasil gabah yang tidak berbeda
dibandingkan perlakuan lainnya. CH4 yang
diemisikan pada perlakuan tanpa amelioran,
zeolit, dan terak baja memiliki hubungan yang
nyata dengan pH, sedangkan pada perlakuan
zeolit memiliki hubungan yang nyata dengan
jumlah anakan.

SARAN
Analisis terhadap bahan amelioran perlu
dilakukan untuk mengetahui kandungan unsur
hara dan unsur berbahaya lainnya yang
terkandung di dalamnya, sehingga dapat
dibandingkan antar perlakuannya. Penelitian
sebaiknya dilakukan selama dua musim
sebagai pembanding.

DAFTAR PUSTAKA
Agus F, Irawan. 2004. Alih guna dana
lingkungan lahan sawah. Di dalam: Agus
F, Adimihardja A, Hardjowigeno S, Fagi
AM, Hartatik W, editor. Tanah Sawah
dan Teknologi Pengelolaannya. Bogor:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah
dan Agroklimat .
Andriesse JP. 1988. Nature and Management
of Tropical Peat Soils. Roma : FAO Soils
Bulletin.
Aulakh MS, Wassmann R, Bueno C
Kreuwieser J & H Rennenberg. 2001.
Characterization of root exudates at
different growth stages of ten rice (Oryza
sativa L.) cultivars. Plant Biology 3: 139148.
Barchia MF. 2002. Emisi karbon dan
produktivitas tanah pada lahan gambut
yang diperkaya bahan mineral berkadar
besi tinggi pada sistem olah tanah yang
berbeda. [disertasi]. Bogor: Program Pasca
sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Brown DA. 1997. Microbiology of Methane
Production in Peatlands. Di dalam: Parkyn
LS, Ingram HAP, editor. Conserving of
Peatlands.
Wallingford:
CAB
International.
Conrad R. 1996. Soil microorganism as
controllers of atmospheric trace gases

13

(H2, CO, CH4, OCS, N2O, and NO).
Microbial Reviews 60: 609-640.
Hartatik, Idris K, Sabiham dkk. Penggunaan
fosfat alam pada tanah gambut yang diberi
bahan amelioran terhadap asam-asam
fenolat dan pertumbuhan tanaman padi.
Seminar Nasional Inovasi Teknologi
Sumber Daya tanah dan Iklim; Bogor 1415 September 2004.
Hartini. 2008. Identifikasi emisi metan (CH4)
pada berbagai sistem pengelolaan tanaman
padi di lahan pertanian. [skripsi]. Bogor:
Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Holzapfel-Pschorn A, Conrad R, W
Seiler.1986. Effects of vegetation on the
emission of methane from submerged
paddy soil. Plant and Soil 92:223-233.
[IAEA]InternationalAtomicEnergyAgency.
1993. Manual on Measurement of
Methane and Nitrous Oxide Emission
from Agricultural. Vienna: IAEA.
[IRRI] International Rice Research Institute.
1998. Methane Emission from Ricefields.
Manila: IRRI.
Inubushi K, Furukawa Y, Hadi A, Purnomo E,
Tsuruta H. 2003. Seasonal change of CO2,
CH4, dan N2O fluxes in relation to land use
change in tropical peatlands located in
coastal area of South Kalimantan. J
Chemosphere 52 : 603-608.
Ismunadji M, Partohardjono S, Syam S,
Widjono A. 1988. Padi Buku 1. Bogor:
Pertanian-Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Tanaman Pangan Bogor.
Kuswandi.
1993.
Pengapuran
Tanah
Pertanian. Yogyakarta: Kanisius.
Kimura MD, H Murakami, H Wada. 1991.
CO2, H2, and CH4 production in rice
rhizosphere.Soil Sci.Plant Nutr 37:55-60.
Mario MD. 2002. Peningkatan produktivitas
dan stabilitas tanah gambut dengan
pemberian tanah mineral yang diperkaya
oleh bahan bahan berkadar besi tinggi.
[disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Mario MD. 2003. Use of ameliorant to reduce
methane and carbon dioxide emissions
from rice paddy at peat solis of Central
Kalimantan. Indonesian Soil and Climate
Journal 21: 1-6.
Murnita. 2001. Peranan bahan amelioran
besi dan zeolit terhadap perilaku kalium
dan produksi padi pada tanah gambut
pantai dan peralihan Jambi. [disertasi].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Najiyati S, Muslihat L, Suryadiputra INN.
2005. Panduan Pengelolaan Lahan

Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan.
Bogor: Wetlands International-Indonesia
Programme.
Neue HU, Wassmann R, Lantin RS. 1994.
Mitigation option for methane emission
from rice fields. Di dalam: Peng S,
Ingram KT, Neue HU, Ziska LH, editor.
Climate Change and Rice. Manila: IRRI.
hlm 136-144.
Sabiham S, Mario MD, Barchia MF. 2003.
Emisi-C dan produktivitas tanah pada
lahan gambut yang diusahakan untuk
pertanian. Di dalam: Sebaran Gambut di
Indonesia. Seri Prosiding 02. Bogor:
WetlandsInternational-Indonesia
Programme.
Sabiham S, Sulistyono N. 2000. Kajian
beberapa sifat inheren dan perilaku
gambut: kehilangan CO2 dan CH4 melalui
proses reduksi-oksidasi. J Tanah Trop
(10).
Sawiyo, Subardja D, Djaenudin D. 2000.
Potensi lahan rawa di daerah Kapuas
Murung dan Kapuas Barat untuk
pengembangan pertanian. J Litbang
Pertanian 19(1): 9-15.
Segers & Kenger SWM. 1997. Methane
production as a function of anaerobic
carbon mineralization. Soil Biology &
Biochemistry 30 : 1107-1117.
Setyanto P. 2004. Mitigasi gas metana dari
lahan sawah. Di dalam Agus F,
Adimihardja A, Hardjowigeno S,
Fagi
AM, Hartatik W, editor. Tanah Sawah
dan Teknologi Pengelolaannya. Bogor:
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat . hlm 287-303.
Wang Z, Kludze K, Crozier CR, Patrick WH.
1994. Soil characteristics affecting
methane production and emission in
flooded rice. Di dalam: Peng S, Ingram
KT, Neue HU, Ziska LH, editor. Climate
Change and Rice. Manila: IRRI. hlm 8090.
Wihardjaka A. Makarim AK. 2001. Emisi gas
metan melalui beberapa varietas padi
tanah inceptisol yang disawahkan.
J Penelitian Pertanian Tanaman Pangan
20: 10-15.
Yogiyahtadi S, Ciptodi B, Sugianto R.
Pemanfaatan zeolit sebagai campuran
pupuk
anorganik
dalam
upaya
meningkatkan produktivitas tanaman tebu.
Prosiding Konferensi Energi SDA dan
Lingkungan;Jakarta: 11-12
Maret
1997. Jakarta: BPPT.

14

15

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Penelitian Emisi Metana pada Lahan Gambut yang Disawahkan dengan Penambahan Amelioran
Tgl H S T Fe bru ari

HST

Mare t

HST

1

2

2

3

Apri l

CH 4

HST

Me i

HST

Ju n i

HST

32

63

93

33

64

94

3

4

34

4

5

35

66

36

67

97

37

68

98

5

6

6

Rendam benih

7

CH 4

CH 4

7

8

38

8

9

39

70

10

40

71

9

Sem ai/sebar

10

Am bil cont oh t anah

41

72

12

42

73

12

13

43

13

CH 4

14
15

C H4 & PT III & p en g u k u ran k lo ro fil

P upuk III

74

14

P T I & pengukuran klorofil

44

75

15

CH 4

45

76

16

46

CH 4 & sem prot Furadan

77

16

P enam bahan am elioran

17

47

Sem prot Bent o

78

17

CH 4

18

18

19

19

20

20

21

21

CH 4

22
OT , & pengairan

24
25

P ra-survey

CH 4

P upuk II (N & K)

22
23

23

48
CH4 & sem prot P ast ac

CH 4

Sem prot Bent o

80

50

CH 4

81

51

83

53

84

54

25

55

26

56

26

27

CH 4

57

27

28

P T II & pengukuran klorofil

58

28

29

29

CH 4

30

30

Ta na m pinda h, ppk. Dsr.& P upuk I (N & K)

31

31

82

52

24

CH 4

60

1

Ket : setiap pengambilan sampel CH4 dilakukan pengukuran Eh, pH, dan suhu
PT : parameter ti