Konferensi Inter-Indonesia 19-22 Juli 1949 dan 31 Juli–2 Agustus 1949

88 Buku Guru SDMI Kelas VI mengurus pengembalian kekuasaan pemerintah RI, mengamati pemilihan, mengajukan usul mengenai berbagai hal yang dapat mem bantu tercapai­ nya penyelesaian.

9. Perjanjian Roem-Royen 17 April – 7 Mei 1949

Sejalan dengan perlawanan gerilya di Jawa dan Sumatra yang makin meluas, usaha­usaha diplomasi berjalan terus. UNCI mengadakan perundingan dengan para pemimpin RI di Bangka. Sementara itu, Dewan Keamanan PBB pada tanggal 23 Maret 1949 memerintahkan UNCI untuk membantu pelaksanaan resolusi DK PBB tanggal 28 Januari 1949. UNCI berhasil membawa Indonesia dan Belanda ke meja perundingan tanggal 17 April 1949. Dimulailah perundingan pendahuluan di Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin Mr. Mohammad Roem dan delegasi Belanda oleh Dr. Van Royen. Pertemuan dipimpin wakil UNCI Merle Cohran Amerika Serikat. Akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai persetujuan, setiap delegasi mengeluarkan pernyataan sendiri­sendiri. Per­ nyataan delegasi Indonesia adalah: 1. Soekarno dan Hatta dikembalikan ke Yogyakarta. 2. Kesediaan mengadakan penghentian tembak menembak. 3. Kesediaan mengikuti Konferensi Meja Bundar setelah pengembalian Pemerintah RI ke Yogyakarta. 4. Bersedia bekerja sama dalam memulihkan perdamaian dan tertib hukum. Pernyataan dari pihak Belanda adalah. 1. Menghentikan gerakan militer dan membebaskan tahanan politik. 2. Menyetujui kembalinya Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta. 3. Menyetujui Republik Indonesia sebagai bagian dari negara Indonesia Serikat. 4. Berusaha menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar. Soekarno dan Hatta dikembalikan ke Yogyakarta tanggal 6 Juli 1949. Pengembalian Yogyakarta ke tangan RI diikuti dengan penarikan mundur tentara Belanda dari kota tersebut. Tentara Belanda berhasil menduduki Yogyakarta sejak tanggal 19 Desember 1948–6 Juli 1949.

10. Konferensi Inter-Indonesia 19-22 Juli 1949 dan 31 Juli–2 Agustus 1949

Sebelum KMB berlangsung, dilakukan pendekatan dan koordinasi dengan negara­negara bagian BFO terutama berkaitan dengan pembentukan RIS. Konferensi Inter­Indonesia dilakukan untuk menciptakan kesamaan pandang­ an menghadapi Belanda dalam KMB. Konferensi Inter­Indonesia I diadakan di Yogyakarta tanggal 19–22 Juli 1949 dipimpin M Hatta. Konferensi Inter­ Indonesia II diadakan di Jakarta tanggal 30 Juli–2 Agustus 1949 dipimpin Sultan Hamid Ketua BFO. Pembicaraan dalam Konferensi Inter­Indonesia hampir semuanya difokuskan pada masalah pembentukan RIS, antara lain: • Masalah tata susunan dan hak Pemerintah RIS, • Kerja sama antara RIS dan Belanda dalam Perserikatan Uni. Hasil positif Konferensi Inter­Indonesia adalah disepakatinya beberapa hal berikut ini. 1. Negara Indonesia Serikat yang nantinya akan dibentuk di Indonesia ber­ nama Republik Indonesia Serikat RIS. 2. Bendera kebangsaan adalah Merah Putih. 89 Tema 2 Subtema 2: Bekerja Sama Mencapai Tujuan 3. Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya. 4. Hari 17 Agustus adalah Hari Nasional. Dalam bidang militer, Konferensi Inter­Indonesia memutuskan hal­hal berikut. 1. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat APRIS adalah Angkatan Perang Nasional. 2. TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima orang­orang Indonesia yang ada dalam KNIL dan kesatuan­kesatuan tentara Belanda lain dengan syarat­syarat yang akan ditentukan lebih lanjut. 3. Pertahanan negara adalah semata­mata hak Pemerintah RIS, negara­ negara bagian tidak mempunyai angkatan perang sendiri. Kesepakatan tersebut mempunyai arti penting sebab perpecahan yang telah dilakukan oleh Belanda sebelumnya, melalui bentuk negara bagian telah di­ hapuskan. Kesepakatan ini juga merupakan bekal untuk menghadapi Belanda dalam beberapa perundingan selanjutnya. Pada tanggal 1 Agustus 1949, pihak RI dan Belanda mencapai persetujuan penghentian tembak­menembak mulai berlaku di Jawa tanggal 11 Agustus dan di Sumatra tanggal 15 Agustus. Tercapainya kesepakatan tersebut memungkinkan terselenggaranya KMB di Den Haag, Belanda.

11. Konferensi Meja Bundar 23 Agustus 1949–2 November 1949