Oleh Al Gore Aktivis Perubahan Iklim

Oleh: Al Gore – Aktivis Perubahan Iklim
Kita, spesies manusia, sedang berkonfrontasi dengan kedaruratan planet bumi – suatu ancaman
terhadap keberlanjutan peradaban kita yang sedang menghimpun potensi yang menakutkan dan
destruktif. Akan tetapi ada juga berita yang membawa harapan: kita memiliki kemampuan
mengatasi krisis ini dan menghindari keadaan terburuk – walau tidak semua – dari semua
akibatnya, apabila kita bertindak tegas, tanpa keraguan, dan cepat.
Akan tetapi, walau makin bertambah jumlah pengeculaian, masih banyak pemimpin dunia yang
sikap dan tindakan mereka dapat dilukiskan dengan baik dengan kata-kata Winston Churchil
ketika memperingatkan mereka yang mengabaikan ancaman Adolf Hitler: “Mereka melangkah
dalam paradoks yang aneh, memutuskan untuk tidak mengambil keputusan, mencari solusi untuk
tidak menemukan solusi, tegas tetapi tanpa arah yang jelas, begitu berkuasa tetapi tak berdaya”.
Hari ini kita membuang 70 juta ton lagi polusi pemanasan global ke dalam atmosfir yang
mengelilingi planet kita, seakan-akan atmosfir ini suatu tempat pembuangan limbah terbuka. Dan
besok, kita akan membuang jumlah yang sedikit lebih besar itu, dengan konsentrasi kumulatif
yang kini memerangkap makin banyak panas dari matahari.
Sebagai akibatnya, bumi kita menderita demam. Dan “suhu badan” planet bumi kita semakin
meningkat. Para ahli telah memberitahukna kepada kita bahwa demam bumi tidak akan sembuh
sendiri. Kita meminta pendapat kedua. Dan ketiga. Dan ke empat. Dan simpulan yang konsisten,
dinyatakan kembali dengan peringatan kekuatiran yang semakin besar, bahwa fundamen kita
yang salah.
Kitalah yang salah, dan kita harus memperbaikinya.

Dalam tahun-tahun sejak Hadiah (Nobel) ini diberikan, relasi menyeluruh antara manusia dan
bumi telah bertransformasi secara radikal. Dan kita masih saja belum sadar akan dampak aksiaksi kumulatif yang kita lakukan terhadap bumi.
Sesungguhnya, tanpa menyadarinya, kita sedang memerangi bumi itu sendiri. Sekarang, kita dan
iklim bumi terperangkap dalam hubungan yang sangat dikenal oleh para perancang perang:
“Keniscayaan kehancuran bersama”.
Sekaranglah waktunya untuk berdamai dengan planet bumi kita.
Kita harus memobilisasi dengan cepat peradaban kita secara mendesak dan dengan tekad yang
kuat yang sebelumnya diperlihatkan oleh bangsa-bangsa ketika menghadapi perang. Kita harus
meninggalkan anggapan bahwa aksi-aksi perorangan, terisolasi dan privat merupakan jawaban.
Aksi-aksi semacam ini memang bisa menolong, tetapi tidak membawa kita lebih jauh ke depan
tanpa aksi kolektif. Pada saat yang sama kita harus memastikan bahwa dalam memobilisasi
secara global, kita tidak mengundang lahirnya konformitas ideologi dan isme imitasi baru.

Ini berarti mengadopsi prinsip-prinsip, nilai-nilai, hukum-hukum dan kesepakatan-kesepakatan
yang membebaskan kreativitas pada setiap tingkat masyarakat dalam respons yang berlipatganda yang lahir secara bersamaan dan spontan. Kesadaran baru ini memerlukan perluasan
kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam kemanusiaan kita. Para inovator yang akan
menciptakan cara baru untuk memanfaatkan energi surya secara murah atau menciptakan mesin
yang justru mengurangi karbon (carbon negative) bisa tinggal di Lagos atau Mumbai atau
Montevideo. Kita harus menjamin para penemu dan entrepreneur di seluruh dunia memiliki
kesempatan mengubah dunia.

Kita harus memahami kaitan antara krisis iklim dan penyebab kemiskinan, kelaparan, HIV-AIDS
dan pandemik lain. Karena masalah-masalah ini saling terkait, solusinya juga harus saling
terkait. Kita harus memulai dengan menjadikan penyelamatan lingkungan global sebagai prinsip
sentral yang mengarahkan masyarakat dunia.
Lima belas tahun lalu, saya menjelaskan hal itu di Pertemuan Tingkat Tinggi Bumi di Rio de
Janeiro. Sepuluh tahun lalu, saya menyajikannya di Kyoto. Minggu ini, saya akan mendesak para
delegasi di Bali untuk mengadopsi mandat yang kuat untuk sebuah kesepakatan yang melahirkan
pembatasan emisi global universal dan menggunakan pasar perdagangan emisi untuk
mengalokasikan sumber-sumber daya secara efisien pada peluang-peluang paling efektif untuk
pengurangan emisi secara cepat.
Kesepakatan ini harus diratifikasi dan diberlakukan secara efektif di seluruh dunia pada
permulaan tahun 2010 – dua tahun lebih cepat dari yang direncanakan sekarang. Kecepatan
respons kita harus ditingkatkan untuk mengimbangi kecepatan krisis itu sendiri.
Para kepala negara harus bertemu di awal tahun depan untuk mengkaji apa yang telah dicapai di
Bali dan mengambil tanggungjawab pribadi untuk mengatasi krisis ini. Mengingat seriusnya
masalah yang kita hadapi, bukan hal yang luar biasa untuk mengharapkan para kepala negara ini
bertemu sekali setiap tiga bulan sampai kesepakatan tercapai.
Kita juga memerlukan moratorium terhadap pembangunan fasilitas pembangkitan yang
menggunakan batubara tanpa kemampuan memerangkap dan menyimpan karbon dioksida.
Dan yang paling penting dari semuanya, kita harus memberikan harga pada karbon – dengan

pajak karbon dioksida yang nanti akan dikembalikan kepada masyarakat secara progresif,
berdasarkan undang-undang masing-masing negara, dalam cara-cara yang akan memindahkan
beban perpajakan dari pekerjaan ke polusi. Ini merupakan cara paling sederhana dan efektif
untuk mempercepat pemecahan krisis ini.
Dunia memerlukan aliansi – terutama aliansi bangsa-bangsa yang bobotnya paling besar dalam
skala neraca dunia. Saya salut kepada Eropa dan Jepang atas langkah-langkah yang telah mereka
ambil beberapa tahun terakhir untuk menghadapi tantangan, dan kepada pemerintahan baru di
Australia, yang telah menjadikan solusi krisis iklim sebagai prioritas utamanya.
Akan tetapi hasil usaha ini akan sangat dipengaruhi oleh dua bangsa yang hingga sekarang belum
berbuat banyak: AS dan Cina. Sementara India sedang bertumbuh cepat, harus jelas bahwa kedua

negara penghasil emisi terbesar itulah – dan terutama negaraku sendiri (AS) – yang diharapkan
mengambil tindakan besar dan nyata, atau mereka akan diadili oleh sejarah atas kelalaian mereka
untuk bertindak.
Kedua negara (AS dan Cina) harus berhenti menggunakan sikap yang lain sebagai alasan
ketidakmajuan; sebaliknya, mereka harus membuat suatu agenda untuk kelangsungan hidup
bersama dalam lingkungan global yang kita hidupi bersama.
Jalan di depan kita sulit. Batas luar yang kini kita anggap layak masih jauh dari apa yang harus
kita lakukan.
Maka saya ingin mengakhiri seperti saya mulai, dengan sebuah visi dari dua masa depan.

Generasi mendatang akan bertanya kepada kita satu dari dua pertanyaan berikut. Mungkin
mereka bertanya: “Apa yang kalian pikirkan di masa lalu; mengapa kalian tidak bertindak ?”
Atau mereka akan bertanya: “Bagaimanda kalian menemukan dorangan moral untuk membahas
dan pada akhirnya memecahkan krisis yang menurut banyak orang mustahil terpecahkan ?”
Kita memiliki segala yang kita perlukan untuk memulai, kecuali banrangkali kemauan politik,
tetapi kemauan politik adalah suatu sumber daya terbarukan.
Maka marilah kita memperbaharuainya, dan mengatakan secara bersama-sama: “Kita memiliki
tujuan. Kita banyak. Untuk tujuan ini kita bangkit, dan kita akan bertindak.”


Kuliah Nobel yang diberikan oleh Pemenang Nobel Perdamaian 2007, Al Gore – Oslo,
10 Desember 2007. Terjemahan bebas oleh E. Halawa.