Apa Itu Bahasa Isyarat

Sistem Isyarat Bahasa Indonesia vs Bahasa
Isyarat Indonesia

Tweet
?

Ditulis oleh solider pada Kam, 03/05/2015 - 16:24

Saat orang dengar bertemu dengan orang dengar, mereka
akan saling berbicara untuk berkomunikasi. Namun, bagaimana
dengan orang tuli saat ingin berkomunikas dengan sesama tuli?
Mereka akan menggunakan bahasa ibu mereka, yakni bahasa
isyarat.
Dengan
menggunakan
bahasa
isyarat,
akan
mempermudah mereka dalam berkomunikasi karena bahasa
isyarat merupakan bahasa alami mereka.
Bahasa isyarat di Indonesia ada dua, yaitu Sistem Isyarat

Bahasa Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo).
SIBI diciptakan dengan beberapa alasan, di antaranya untuk
merepresentasikan Bahasa Indonesia pada tangan, untuk
mengajarkan Bahasa Indonesia secara yang sesuai dengan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), dan karena mudah dipelajari
oleh orang yang sudah bisa berbahasa Indonesia.
SIBI dibuat oleh pemerintah tanpa melibatkan tuli dan dasar
pembuatannya mengacu pada Bahasa Indoensia lisan. SIBI
dibuat hanya dengan mengubah Bahasa Indonesia lisan
menjadi Bahasa Isyarat namun kosa kata isyaratnya banyak
diambil dari bahasa isyarat Amerika. Tata bahasa yang
digunakan dalam Bahasa Isyarat mengikuti bahasa Indonesia
yang mengandalkan urutan kalimat dan satu isyarat untuk
kata-kata berhomonim.

Sudah benar saat pemerintah memfasilitasi tulisan Braille
untuk akses komunikasi anak tuna netra, karena mereka sudah
lama mengenal Bahasa Indonesia. Dengan mendengarkan
orang yang berbicara secara lisan, tata Bahasa Indonesia
sudah diketahui sebelum mereka mengenal tulisan Braille.

Proses menghubungkan tulisan Braille dan Bahasa Indonesia itu
menjadi mudah diakses oleh anak tuna netra.
Namun bagaimana dengan anak tuli yang dijejali SIBI oleh
pemerintah? Apakah sudah sesuai dengan kebutuhan anak tuli
dan mampu diakses dengan mudah bagi mereka? Anak tuli
belum pernah mengenal Bahasa Indonesia karena mereka tidak
mendengar. Proses menghubungkan SIBI dan Bahasa Indonesia
tidak berjalan karena anak-anak tuli belum tahu tata Bahasa
Indonesia. Di sinilah SIBI gagal sebagai sistem untuk
merepresentasikan Bahasa Indonesia yang belum diketahui.
Penerjemahan SIBI berupa kalimat lengkap dengan awalan dan
akhiran. Contohnya kata perjalanan, dalam SIBI akan
diterjemahkan menjadi per-jalan-an. Satu kata dengan 3
gerakan. Namun saat dihubungkan menjadi kalimat “mobil itu
sedang dalam perjalanan ke sini”, kata “perjalanan” ini tetap
dengan gerakan dua jari yang mengisyaratkan orang berjalan.
Sehingga banyak tuli menangkap bahwa mobil berjalan seperti
orang berjalan, bukan dengan menggunakan roda. Sedangkan
dalam BISINDO, berjalannya mobil hanya dengan satu kata
disertai ekspresi untuk menunjukkan kejadian yang sedang

berlangsung.
Contoh
kata
lainnya
adalah
“pengangguran”.
SIBI
menggunakan tiga gerakan yang mengeja peng-anggur-an.
Disini terdapat kata anggur yang diisyarat layaknya buah
anggur. Padahal tidak ada hubungan kata anggur dan
pengangguran, karena anggur adalah nama buah sendangkan
pengangguran berarti tidak punya pekerjaan. Sedangkan dalam
BISINDO, penggangguran diisyaratkan dengan mengepalkan
satu tangan dan mengetuknya ke bagian bawah pipi sebanyak
dua kali yang berarti tidak memiliki kegiatan yang dilakukan
atau tidak memiliki pekerjaan.
Guru di Sekolah Luar Biasa di Indonesia masih banyak yang
mengajar dengan menggunakan SIBI dan oral atau bahasa bibir

kepada siswa tuli. Dalam dunia akademis, BISINDO belum

dipercaya mampu menjadi bahasa pengantar yang efektif.
Sayangnya dampak penggunaan SIBI kepada siswa tuli
membuktikan bahwa mereka tidak memahami informasi yang
disampaikan gurunya secara maksimal. Tidak sedikit pula yang
menjadi salah paham dengan informasinya yang disampaikan.
Inilah yang amat disayangkan. Dengan menggunakan SIBI,
siswa tuli tidak bisa mengakses informasi secara maksimal.
Banyak pengetahuan yang tidak dapat dipahami oleh siswa tuli
di sekolah. Pemerintah dan masyarakat umum belum banyak
yang menyadari hak tuli dalam berkomunikasi. Padahal sudah
dijamin pada Pasal 24 ayat 3 Konvensi Hak Penyandang
Disabilitas Perserikatan Bangsa Bangsa bahwa Negara-Negara
pihak harus mengambil langkah-langkah yang layak, termasuk
memfasilitasi pembelajaran bahasa isyarat dan pemajuan
identitas lingustik masyarakat tuli.
Melalui bahasa isyarat, anak tuli mampu mengembangkan
pikirannya dan belajar berbagai hal, termasuk belajar bahasa
lisan. Tanpa dibekali bahasa isyarat yang memadai, mereka
akan mengalami masalah dalam mengembangkan pikirannya
sehingga mereka mengalami berbagai masalah. 1


1 http://solider.or.id/2015/03/05/sistem-isyarat-bahasa-indonesia-vs-bahasa-isyaratindonesia