COORDINATION BETWEEN DINAS PERDAGANGAN DAN PASAR, DINAS TATA KOTA DAN PARIWISATA, AND DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA METRO CITY IN STRAIGHTENED UP STREET VENDORS IN METRO CITY KOORDINASI ANTARA DINAS PERDAGANGAN DAN PASAR, DINAS TATA KOTA DA

(1)

ABSTRACT

COORDINATION BETWEEN DINAS PERDAGANGAN DAN PASAR, DINAS TATA KOTA DAN PARIWISATA, AND DINAS PERHUBUNGAN

KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA METRO CITY IN STRAIGHTENED UP STREET VENDORS IN METRO CITY

By

NOVIA BELLADINA

Metro City local government organize its activities through coordination between their apparatus. Coordination done with intention that the government of Metro City could be a whole unity in achieving its goal. In this case Metro City do the coordination among existing agencies in its region in order to fulfill one of its development program, namely the structuring and regulating street vendors. The problem of straightening up the street vendors in Metro City until now has not resolved properly although efforts have been made to overcome these chaotic. Not well-organized location of the vendors is a complex problem because in addition to damaging the aesthetic beauty and violating the city hall, the existence of street vendors can also causing traffic jam.

The purpose of this research is to determine the coordination between Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, and Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Metro City in straightened up street vendors in Metro City. Meanwhile, the type of research used descriptive research pertained to qualitative research methods. This research uses data processing techniques through in depth interview with related parties, then supported by observation and documentation.

The results showed that coordination between Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, and Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Metro City largely accomplished. Nevertheless, there is an indicator that has not been obtained optimally, it is agreement and commitment.


(2)

ABSTRAK

KOORDINASI ANTARA DINAS PERDAGANGAN DAN PASAR, DINAS TATA KOTA DAN PARIWISATA, DAN DINAS PERHUBUNGAN

KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KOTA METRO DALAM PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA METRO

Oleh

NOVIA BELLADINA

Pemerintah Kota Metro menyelenggarakan aktivitasnya melalui koordinasi antar aparaturnya. Koordinasi dilakukan dengan maksud agar pemerintah Kota Metro dapat menjadi satu kesatuan yang utuh dalam mencapai tujuannya. Dalam hal ini Kota Metro melakukan koordinasi antar instansi yang ada didaerahnya dalam rangka memenuhi salah satu program pembangunannya yaitu penataan dan penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL). Permasalahan penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro sampai saat ini belum teratasi dengan baik walaupun telah dilakukan upaya untuk mengatasi kesemerawutan tersebut. Tidak tertatanya lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan masalah kompleks karena selain merusak keindahan dan melanggar estetika ruang kota, keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) juga dapat menimbulkan kemacetan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Koordinasi Antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro. Sementara itu, tipe penelitian yang digunakan tergolong penelitian deskriptif dengan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini menggunakan teknik pengolahan data melalui wawancara secara mendalam dengan pihak-pihak terkait kemudian didukung dengan observasi dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinasi antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro sebagian besar terlaksana. Meskipun demikian, terdapat


(3)

indikator yang belum tercapai secara maksimal, yakni Kesepakatan dan Komitmen.


(4)

KOORDINASI ANTARA DINAS PERDAGANGAN DAN PASAR, DINAS TATA KOTA DAN PARIWISATA, DAN DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KOTA METRO DALAM PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)

DI KOTA METRO

Oleh

Novia Belladina

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA ILMU PEMERINTAHAN

pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkap Novia Belladina, dilahirkan di Metro pada tanggal 11 November 1991. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara yang merupakan anak dari pasangan Bapak Syaifullah Yusuf dan Ibu Mardalena.

Jenjang pendidikan akademis penulis diawali dari Taman Kanak-kanak Pertiwi Kota Metro yang selesai pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar Pertiwi Teladan Kota Metro dan lulus pada tahun 2003. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Kota Metro pada tahun 2006. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswi program Diploma 1 (D1) pada Lembaga Bahasa Inggris Bandar Lampung (LBI BL) yang diselesaikan pada tahun 2010. Selanjutnya pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai mahasiswi jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.


(9)

MOTO

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya

(Q.S. Al Baqarah: 286)

Self-pity is our worst enemy and if we yield to it, we can never do anything good

in the world.

(Hellen Keller)

Jangan lihat masa lampau dengan penyesalan,

jangan lihat masa depan dengan ketakutan.

Tapi lihatlah sekitarmu dengan penuh kesadaran

(James Thurber)

Selalu berikan yang terbaik maka kita akan mendapatkan yang terbaik pula

(Novia Belladina)


(10)

PERSEMBAHAN

Segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT

yang telah memberikan segala nikmat iman, islam, dan tetap selalu

melimpahkan rahmat kekuatan untuk tetap berada di jalanNya.

Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi besar

Muhammad SAW.

Kupersembahkan skripsi ini kepada:

Motivasi, Semangat dan Tujuan Hidupku

Abah Syaifullah Yusuf, BA dan Umi Mardalena, Amd. Kep

Terima kasih untuk segala-galanya

Kakak dan adikku tersayang

Putri Marissa Oktaviani, SKM, Doddy Soelaiman, S.E dan Cinda Marsya

Diandara

Saudara dan sahabatku yang terbaik

Terima kasih untuk semua warna dan suka duka kebersamaanya


(11)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Koordinasi Antara Dinas perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana (S1) pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan, bimbingan, nasehat, saran, dan perhatian dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung atas bantuannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan sekaligus Pembimbing Utama atas kesediaannya meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, bantuan, saran, nasehat, dan masukan dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(12)

skripsi ini menjadi lebih bermakna dan berarti.

4. Ibu Dwi Wahyu Handayani, M.IP selaku dosen pembimbing akademik yang telah memotivasi dan memberikan nasihat kepada penulis selama menjadi mahasiswi.

5. Bapak Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung yang telah memotivasi dan memberikan nasihat kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung yang telah memberikan banyak pelajaran berharga baik akademik maupun moral selama menempuh pendidikan. 7. Bapak dan Ibu staf administrasi di Jurusan maupun di Dekanat yang telah

memberikan bantuan demi terselesaikannya semua proses pembelajaran dan skripsi ini.

8. Pimpinan dan seluruh jajaran Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kedua Orangtuaku, Abah Syaifullah Yusuf dan Umi Mardalena yang telah membesarkan dan mendidik dengan penuh ketulusan dan kasih sayang. Terima kasih atas segala doa, nasehat, kesabaran, materi, dan kasih sayang yang telah diberikan dalam setiap proses kehidupan ku.


(13)

10. Itah Putri Marissa Oktaviani, SKM dan Rajo Iwan Apriansyah serta Aten Doddy Soelaiman, S.E dan juga adikku Cinda Marsya Diandara yang telah memberikan nasihat, saran dan motivasi kepada penulis selama ini.

11. Sahabat-sahabatku selama menempuh pendidikan di jurusan ini: Shiawlin Ratu Ajeng, Dwi Haryanti, dan Oktia Nita yang telah memberikan kecerian, kenangan dan semangat kepada penulis.

12. Seluruh masyarakat Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Lampung Timur dan teman-teman sewaktu KKN Tematik Unila Januari 2013. Terima kasih atas kerjasama, bantuan, dan pengajaran yang telah diberikan saat melakukan pengabdian kepada masyarakat.

13. Teman-teman angkatan 2010 Ilmu Pemerintahan serta kakak dan adik tingkat di Ilmu Pemerintahan. Terima kasih atas seluruh bantuan dan kerjasamanya selama ini.

14. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, tetapi telah berjasa dalam membantu penulis menyelesaikan pendidikan.

Akhir kata semoga segala kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, tetapi besar harapan penulis semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 8 Juli 2014 Penulis


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 8

C.Tujuan Penelitian ... 8

D.Kegunaan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A.Organisasi ... 10

B.Manajemen ... 11

C.Koordinasi ... 14

1. Pengertian Koordinasi ... 14

2. Unsur Koordinasi ... 18

3. Fungsi Koordinasi ... 20

4. Jenis dan Hambatan Koordinasi ... 23

a. Jenis Koordinasi ... 23

b. Hambatan Koordinasi ... 26

5. Koordinasi yang Ideal ... 28

6. Indikator Koordinasi ... 29

D.Koordinasi Antar Instansi Pemerintah ... 32

E. Dinas Daerah ... 34

F. Pedagang Kaki Lima (PKL) ... 37

G.Pasar ... 39

H.Penyuluhan Sosial ... 41

I. Kerangka Pikir ... 45

III. METODE PENELITIAN ... 48

A.Tipe Penelitian ... 48


(15)

ii

C.Informan Penelitian ... 51

D.Jenis Data ... 53

E. Teknik Pengumpulan Data ... 54

F. Teknik Pengolahan Data ... 56

G.Teknik Analisis Data ... 58

IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 61

A. Koordinasi Antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dalam penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) ... 61

B. Profil Dinas Perdagangan dan Pasar ... 65

C. Profil Dinas Tata Kota dan Pariwisata ... 72

D. Profil Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika ... 79

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 89

A. Keterangan Informan ... 89

B. Hasil dan Pembahasan ... 90

1. Pelaksanaan Koordinasi Antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima ... 90

2. Hambatan dalam Pelaksanaan Koordinasi Antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro ... 143

VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 152

A. Simpulan ... 152

B. Saran ... 153 DAFTAR PUSTAKA


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi pegawai dinas perdagangan dan pasar kota

metro menurut golongan dan jenis kelamin ... 70

2. Komposisi pegawai dinas tata kota dan pariwisata kota metro menurut tingkat pendidikan ... 78

3. Komposisi pegawai dinas tata kota dan pariwisata kota metro menurut pangkat dan golongan ... 78

4. Sarana dan prasana yang dimiliki oleh dinas tata kota dan pariwisata kota metro ... 79

5. Komposisi pegawai dinas perhubungan, komunikasi dan informatika kota metro menurut tingkat pendidikan ... 86

6. Komposisi pegawai dinas perhubungan, komunikasi dan informatika kota metro yang memiliki kualifikasi ... 87

7. Jumlah sarana dan peralatan kantor ... 88

8. Keterangan informan ... 89

9. Data rapat ... 97

10.Data tentang pengetahuan yang diberikan dan ketaatan yang harus dilakukan ...107

11.Data pembagian tugas ...120

12.Data penetapan kesepakatan oleh pimpinan rapat...128

13.Data besaran honor ...136


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(18)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Koordinasi mempunyai arti yang sangat penting terutama di antara aparatur pemerintah dalam era otonomi daerah seperti saat ini. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar dari program pembangunan mempunyai sifat antar sektor yang pelaksanaannya melibatkan lebih dari satu instansi pemerintah. Keberhasilan pelaksanaan program pada akhirnya ditentukan oleh kerjasama yang baik antara instansi yang terlibat dan disinilah koordinasi antar instansi memegang peranan penting. Keseluruhan pelaksanaan pembangunan di daerah harus dikoordinasikan dan dilaksanakan secara serasi dan selaras sehingga memberi manfaat yang sebesar-besarnya dan memberikan sumbangan yang nyata dalam tujuan pembangunan.

Koordinasi mempunyai arti yang sangat penting dalam setiap proses administrasi pemerintahan. Mengingat pemerintah pada hakekatnya merupakan suatu organisasi yang sangat besar yang terdiri dari berbagai unsur aparatur pemerintah sebagai bagiannya yang harus bergerak sebagai kesatuan yang bulat berdasarkan pendekatan sistem (system approach). Oleh sebab itu, di samping peranannya dalam administrasi pada setiap unsur aparatur pemerintah, koordinasi juga mempunyai arti yang menentukan dalam administrasi sebagai


(19)

2

satu keseluruhan aparatur pemerintah. Adanya koordinasi yang baik di antara unsur aparatur pemerintah, diharapkan akan lebih terjamin pencapaian tujuan pemerintah secara keseluruhan.

Koordinasi hanya mungkin menjadi efektif apabila adanya kesadaran dan kesediaan sukarela dari semua anggota organisasi atau pimpinan-pimpinan organisasi untuk melakukan kerjasama antar instansi ke dalam pelaksanaan kerja di bawah pengarahan seseorang yang mempunyai kewenangan fungsional tertentu.

Kota Metro yang akan dibahas dalam penelitian ini merupakan daerah otonom. Hal tersebut berdasarkan pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Way Kanan, Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Timur, dan Kotamadya Daerah Tingkat II Metro. Oleh sebab itu, kordinasi merupakan hal yang sangat penting bagi pemerintahan Kota Metro.

Kota Metro menyelenggarakan pemerintahannya dengan melakukan koordinasi antar aparatur pemerintahnya. Koordinasi dilakukan dengan tujuan agar pemerintah Kota Metro dapat menjadi satu kesatuan yang utuh dalam mencapai tujuannya. Dalam hal ini Kota Metro melakukan koordinasi antar instansi yang ada didaerahnya dalam rangka memenuhi salah satu program pembangunannya yaitu penataan dan penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL).

Permasalahan penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro sampai saat ini belum teratasi dengan baik walaupun telah dilakukan upaya untuk


(20)

mengatasi kesemerawutan Pedagang Kaki Lima (PKL). Tidak tertatanya lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan masalah kompleks karena selain merusak keindahan dan melanggar estetika ruang kota, keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) juga dapat menimbulkan kemacetan. Oleh sebab itu, diperlukan langkah perencanaan yang matang.

Permasalahan Pedagang Kaki Lima atau PKL semakin mendapat perhatian, baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat pengguna jalan raya. Kesemerawutan dan ketertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan masalah yang dihadapi daerah perkotaan, baik kota besar maupun kota berkembang, tidak terkecuali Kota Metro.

Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan para pedagang yang melakukan aktifitas perdagangannya pada area yang bukan tempatnya. Misalnya, pada trotoar ataupun bahu jalan yang merupakan fasilitas bagi pengguna jalan raya. Pedagang Kaki Lima yang dimaksud adalah Pedagang Kaki Lima yang berdagang di Jalan Agus Salim, Jalan Cut Nyak Din, Jalan Uyung Lorong Pangat, Nuban Ria dan sekitarnya di kecamatan Metro Pusat. Berdasarkan pengamatan penulis keadaan daerah yang dimaksudkan tersebut memang merupakan daerah dengan keberadaan pedagang kaki lima yang tidak tertata dengan baik. Terjadi kesemerawutan di daerah tersebut disebabkan semakin banyaknya jumlah pedagang kaki lima yang berdagang di area tersebut.

Permasalahan ini berawal dari upaya pemerintah untuk menertibkan PKL di lokasi tersebut. Pada mulanya pemerintah yaitu Dinas Perdagangan dan Pasar mengeluarkan surat edaran No.05/03/D.11/2012 tanggal 9 Januari 2012 yang


(21)

4

memuat tentang instruksi pengosongan lapak PKL di Jalan KH Arsyad dan Jalan Baru.

Melalui surat edaran tersebut PKL diinstruksikan untuk melakukan pengosongan lokasi dan akan dipindahkan ke lantai dua Pasar Kopindo Kota Metro. Namun para PKL yang dimaksud serempak menolak surat edaran tersebut dengan alasan mereka telah melakukan negosiasi dengan pemerintah mengenai lokasi yang akan dijadikan area PKL sementara, yakni berlokasi di lantai 2 pasar Cendrawasih atau di halaman parkirnya. Meskipun belum ada kesimpulan kesepakatan tersebut para PKL tetap akan menempati daerah yang mereka usulkan.

(http://sentanaonline.com/detail_news/main/5758/1/12/01/2012/index.php diakses pada 14 Januari 2014)

Langkah selanjutnya pemerintah mengeluarkan kebijakan lainnya yaitu memindahkan atau merelokasi para pedagang kaki lima di Pasar Kopindo dan sekitarnya ke Pasar Induk Tradisional Modern Tejoagung di Kecamatan Metro Timur. Namun kebijakan tersebut bukan tidak beralasan, tetapi merujuk pada Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 05 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 16 Tahun 2002 Tentang Ketertiban Umum, Kebersihan Dan Keindahan Kota Metro.

Meskipun pemerintah telah melakukan upaya pemindahan tersebut, namun para pedagang tetap pada pendirian awalnya. Para pedagang tersebut tetap berdagang di daerah Pasar Cendrawasih dan sekitarnya. Bahkan mereka


(22)

mendirikan lapak tetapnya di area parkir Pasar Cendrawasih dan membuat kesemerawutan daerah tersebut.

Pemerintah Daerah Kota Metro pada akhirnya memutuskan membentuk tim khusus untuk menangani permasalahan tersebut. Tim yang dimaksud adalah Tim Pemindahan dan Penataan Pedagang Kaki Lima dan Hamparan dari Jl. Agus Salim, Jl. Cut Nyak Din, Jl. Uyung Lorong Pangat, Nuban Ria dan Sekitarnya Kecamatan Metro Pusat ke Pasar Tradisional Modern Tejo Agung Kecamatan Metro Timur Kota Metro.

Pembentukan tim tersebut tercantum dalam Keputusan Walikota Metro Nomor 120.A/KPTS/D-11/2013 pada tanggal 1 Maret 2013. Dalam Keputusan Walikota tersebut tercantum anggota Tim Pemindahan dan Penataan Pedagang Kaki Lima yang berasal dari beberapa instansi daerah Kota Metro diantaranya yaitu Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan pariwisata, Dinas PU dan Perumahan, BAPPEDA, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro. Namun dalam penelitian ini penulis membatasi hanya pada tiga instansi yaitu Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro.

Koordinasi antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dalam melakukan penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan proses kesepakatan bersama oleh ketiga instansi tersebut sebagai unsur pelaksana otonomi daerah yang melaksanakan urusan pemerintah daerah yang menangani penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam komponen waktu, tempat, fungsi


(23)

6

dan kepentingan. Sehingga kegiatan Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro terarah pada tujuan yang ditetapkan bersama dan keberhasilan yang dicapai pun merupakan keberhasilan bersama.

Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan hingga saat ini belum terlihat jelas keberhasilan yang diperoleh oleh Tim Pemindahan Dan Penataan pedagang kaki lima tersebut. Karena pada kenyatanya Pedagang Kaki Lima (PKL) di daerah yang dimaksudkan tersebut masih belum tertata dengan baik. Masih terdapat pedagang kaki lima yang tidak pindah ke Pasar Tejo Agung dan masih tetap berdagang di sekitar Pasar Kopindo. Selain itu, menurut laporan dari media Radar Lampung (http://radarmetro.co.id/berita-utama/1881-separuh-pasar-tejoagung-lumpuh diakses pada 30 Januari 2014) hingga akhir 2013 kondisi pasar Tejo Agung yang merupakan tempat relokasi PKL justru sepi pedagang, karena sebagian lapak masih tidak terisi oleh para pedagang.

Pada kenyataannya hingga saat ini Pasar Kopindo yang seharusnya sudah dikosongkan ternyata justru semakin padat dan tidak teratur. Hal ini disebabkan oleh daerah yang seharusnya dikosongkan tersebut justru menjadi lahan parkir. Selain itu, masih banyak terlihat para pedagang kaki lima yang berdagang di lokasi tersebut.

(http://radarmetro.co.id/kecamatan/1921-pasar-kopindo-semakin-padat diakses pada 30 Januari 2014).

Menurut hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Bapak Welly Alhendri selaku ketua DPD Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Kota


(24)

Metro pada tanggal 3 Februari 2014 bahwa kebijakan pemindahan dan penataan pedagang kaki lima tersebut cenderung dipaksakan serta semakin memperburuk keadaan. Hal tersebut disebabkan bahwa pemerintah tidak memberikan sosialisasi yang cukup serta tidak memberikan tempat pemindahan yang tepat. Sehingga hal tersebut justru berujung pada kesemerawutan pedagang kaki lima. Sampai saat ini juga jumlah pedagang kaki lima di area tersebut tidak mengalami perubahan. Saat ini yang terjadi justru lokasi pedagang kaki lima yang semakin tidak teratur.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, kesemerawutan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang belum teratasi hingga saat ini diduga adalah akibat lemahnya koordinasi antar instansi yang terlibat didalamnya. Hal tersebut berdasarkan pada pengamatan yang peneliti lakukan terhadap Tim Pemindahan dan Penataan Pedagang Kaki Lima yang terdiri dari berbagai instansi pemerintah. Tim tersebut juga melibatkan unsur penertiban seperti satpam pasar, polisi pamong praja, serta pihak kepolisian. Unsur-unsur tersebut seharusnya dapat dikoordinasikan untuk menertibkan para pedagang yang belum pindah. Namun pada kenyataannya selama ini tidak ada kegiatan penertiban yang dimaksud. Hingga saat ini pedagang dibiarkan berdagang dipinggir jalan, dan tidak terlihat adanya tindakan dari Tim Pemindahan dan Penataan untuk menertibkan PKL.

Menyadari adanya permasalahan tersebut, maka dirasakan adanya kebutuhan yang harus dilaksanakan dalam suatu kajian mengenai penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro yang kiranya dapat mempermudah satuan


(25)

8

kerja yang bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya yaitu menertibkan Pedagang Kaki Lima (PKL).

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai koordinasi antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dalam penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada Latar Belakang Masalah, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut :

Bagaimana Koordinasi Antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro ?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

Untuk mengetahui Koordinasi Antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro.


(26)

D.Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan pengembangan Ilmu Pengetahuan yang berkenaan dengan salah satu kajian Manajemen Pemerintahan khususnya mengenai koordinasi antar lembaga.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, referensi dan sumbangan pemikiran bagi Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dalam rangka meningkatkan koordinasi penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Organisasi

Organisasi bukanlah sekedar kumpulan orang dan bukan pula hanya sekedar pembagian kerja, karena pembagian kerja hanyalah salah satu asas organisasi. Salah satu asas tidaklah dapat menjadi pengertian umum, atau dengan perkataan lain arti sebagian tidak dapat menjadi arti keseluruhan. Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan organisasi yaitu, orang-orang, kerjasama dan tujuan tertentu. Hal ini didukung oleh Ralph Currier dan Alan C. Filley dalam (Sutarto, 2012:32) :

“It has been pointed out that an organization consist of a group of individuals cooperating under the direction of executive leadership toward the accomplishment of certain common objectives”

(Telah dinyatakan bahwa suatu organisasi terdiri dari sekelompok orang yang bekerjasama di bawah pengarahan kepemimpinan seorang eksekutif bagi pencapaian tujuan-tujuan umum yang pasti).

Hal ini serupa dengan pernyataan Joseph L. Massie yang dikutip oleh Sutarto (2012:33) :

“Organization will be defined as the structure and process by which a cooperative group of human beings allocates its task among it members, identifies relationships, and integrates its activities toward common objectives”

(Organisasi akan dirumuskan sebagai struktur dan proses kelompok orang yang bekerjasama yang membagi tugas-tugasnya di antara para anggota, menetapkan hubungan-hubungan, dan menyatukan aktivitas-aktivitasnya ke arah tujuan bersama).


(28)

Berdasarkan definisi di atas, pengertian organisasi dalam penelitian ini yaitu sekelompok orang yang melakukan hubungan kerjasama dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Dalam lingkup penelitian ini yaitu Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika merupakan sekelompok orang yang berada di bawah suatu organisasi yang bernama Pemerintah Daerah Kota Metro. Dalam hal ini sekelompok orang tersebut melakukan kerjasama dalam rangka mewujudkan tujuan bersama yaitu tertibnya pedagang kaki lima.

B.Manajemen

1. Pengertian Manajemen

Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi, manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. (Hasibuan, 2011:2)

Menurut pernyataan G.R.Terry yang dikutip dalam Hasibuan (2011:2) bahwa :

“Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources”


(29)

12

(Manajemen adalah suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya).

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pengertian manajemen pada penelitian ini yaitu suatu proses yang dijalankan oleh dua orang atau lebih dalam bentuk kerjasama pada suatu organisasi dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.

2. Fungsi Manajemen

George R. Terry dalam Hasibuan (2011:38) menyatakan bahwa manajemen terbagi ke dalam empat fungsi, yaitu :

a. Planning

Planning atau perencanaan adalah proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan, dengan memilih yang terbaik dari alternatif-alternatif yang ada. Sehingga dapat dikatakan bahwa perencanaan adalah permasalahan mengenai memilih yang terbaik dari beberapa alternatif yang ada.

b. Organizing

Organizing atau pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokan, dan pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang yang secara relatif didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut.


(30)

c. Actuating

Actuating atau pengarahan adalah membuat semua anggota kelompok agar mau bekerjasama dan bekerja secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian.

d. Controlling

Controlling atau pengendalian merupakan pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan dapat terselenggara.

Fungsi manajemen juga diungkapkan oleh Prof. Drs. Oey Liang Lee dalam Hasibuan (2011:38). Menurut pandangannya bahwa fungsi manajemen terbagi ke dalam lima bagian, yaitu :

a. Perencanaan b. Pengorganisasian c. Pengarahan d. Pengkoordinasian e. Pengontrolan.

Hal tersebut serupa dengan pembagian fungsi manajemen yang disebutkan oleh George R. Terry di atas. Dimana fungsi manajemen terbagi ke dalam fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan. Hanya saja Prof. Drs. Oey Liang Lee menambahkan satu fungsi lagi yaitu fungsi pengkoordinasian yang selanjutnya akan dibahas dalam penelitian ini.


(31)

14

C.Koordinasi

1. Pengertian Koordinasi

Koordinasi dan hubungan kerja merupakan dua pengertian yang saling berkaitan, karena koordinasi hanya akan tercapai dengan adanya hubungan kerja yang efektif. Selain itu, koordinasi dilakukan dengan tujuan untuk menyatukan seluruh unsur yang ada dalam organisasi sehingga organisasi tersebut dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini didukung oleh Handayaningrat (1984:117) :

Hubungan kerja adalah bentuk komunikasi yang membantu tercapainya koordinasi. Oleh sebab itu dikatakan bahwa hasil akhir dari komunikasi (hubungan kerja) ialah tercapainya koordinasi dengan cara yang efektif dan efisien. Koordinasi dimaksudkan sebagai usaha menyatukan kegiatan-kegiatan dari satuan-satuan kerja (unit-unit) organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai kesatuan yang utuh guna melaksanakan seluruh tugas organisasi agar dapat mencapai tujuannya.

Dilihat dari pendekatan empirik, koordinasi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat untuk saling memberi informasi dan menyepakati hal tertentu, sehingga di satu sisi proses pelaksanaan tugas dan keberhasilan pihak yang satu mendukung pihak yang lain. Pendekatan normatif, koordinasi diartikan sebagai kewenangan untuk menggerakkan, menyerasikan, dan menyeimbangkan kegiatan-kegiatan yang spesifik atau berbeda-beda, agar semuanya terarah pada pencapaian tujuan tertentu pada saat yang ditetapkan. Pendekatan fungsional, koordinasi dilakukan guna mengurangi dampak negatif spesialisasi dan mengefektifkan pembagian kerja. (Ndraha, 2003: 290)


(32)

Koordinasi sendiri dalam konteks penelitian ini didefinisikan sebagai suatu bentuk kerjasama yang melibatkan berbagai instansi yang memiliki tingkat hierarki yang sejajar dalam mewujudkan suatu pembangunan secara efektif dan efisien sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Hal ini didukung oleh pemikiran Kartasasmita (1997: 25) bahwa koordinasi merupakan jawaban terhadap kebutuhan desentralisasi, karena perkembangan masyarakat dan upaya pembangunan yang makin kompleks. Dengan demikian koordinasi merupakan upaya untuk menghasilkan pembangunan yang efisien dalam pemanfaatan sumber daya untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran secara optimal.

Menurut Syafrudin (1976: 220) koordinasi dalam pelaksanaan suatu rencana pada dasarnya merupakan salah satu aspek dari pengendalian yang sangat penting. Hal ini bahwa koordinasi merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang menghubungi, bertujuan untuk menyerasikan tiap langkah dan kegiatan dalam organisasi agar tercapai gerak yang cepat untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.

Koordinasi menurut Dr. Awaluddin Djamin, M.P.A. dalam Hasibuan (2011: 86) diartikan sebagai suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi. Dengan demikian koordinasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mampu menyelaraskan pelaksanaan tugas maupun kegiatan dalam suatu organisasi.


(33)

16

Ndraha dalam Kybernology (2003: 291), menyatakan :

Koordinasi dapat didefinisikan sebagai proses penyepakatan bersama secara mengikat berbagai kegiatan atau unsur yang berbeda-beda sedemikian rupa sehingga di sisi yang satu semua kegiatan atau unsur itu terarah pada pencapaian suatu tujuan yang ditetapkan dan di sisi lain, keberhasilan kegiatan yang satu tidak merusak keberhasilan kegiatan yang lain.

Herujito (2006: 123), kordinasi adalah suatu proses yang mengatur pembagian kerja dari berbagai orang/kelompok dapat tersusun, koordinasi diartikan sebagai proses dalam melakukan spesialisasi kerja dari berbagai instansi yang mempunyai kegiatan kerja yang berbeda-beda sehingga dapat menjadi suatu kesatuan yang utuh yang terintegrasi secara efisien.

Menurut Prof. Prajudi dalam Kencana (2011: 124), bahwa manajemen pemerintahan merupakan pengambangan dan pemanfaatan pada semua faktor serta sumber daya yang menurut suatu perencanaan diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu tujuan kerja tertentu dan dari berbagai fungsi manajemen koordinasi lebih cenderung dibutuhkan.

Handayaningrat (1985: 88) menyatakan bahwa koordinasi adalah usaha penyesuaian dari bagian yang berbeda-beda, agar kegiatan dari bagian-bagian itu dapat selesai tepat pada waktunya, sehingga masing-masing anggota dapat memberikan sumbangan usahanya secara maksimal, agar diperoeh hasil secara keseluruhan.

Integrasi dan sinkronisasi merupakan hal yang penting di dalam koordinasi. Sehingga di dalam koordinasi mengandung suatu keharusan bagi penyelarasan seluruh unsur kegiatan di samping penyesuaian perencanaan,


(34)

dan keharusan adanya komunikasi yang teratur di antara sesama pejabat/petugas yang bersangkutan. Selain itu semua kegiatan yang berkaitan dengan koordinasi tersebut harus berlandaskan kepada ketentuan hukum yang berlaku. Hal tersebut sesuai didukung oleh Syafrudin (1976: 221)

Bagi penyelenggaraan pemerintahan terutama di daerah, koordinasi bukan hanya bekerjasama, melainkan juga integrasi dan sinkronisasi yang mengandung keharusan penyelarasan unsur-unsur jumlah dan peraturan waktu kegiatan di samping penyesuaian perencanaan, dan keharusan adanya komunikasi yang teratur di antara sesama pejabat/petugas yang bersangkutan dengan memahami dan mengindahkan ketentuan hukum yang berlaku sebagai suatu peraturan pelaksanaannya.

Koordinasi merupakan fungsi organisasi, begitu suatu organisasi dibentuk atau terbentuk maka koordinasi internal dan eksternal harus berjalan. Koordinasi juga merupakan syarat mutlak untuk menjamin agar semua kegiatan kerja dalam organisasi dapat berjalan dengan harmonis dan efisien. Sehingga tujuan yang telah ditetapkan bersama dapat tercapai.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, koordinasi pada penelitian ini adalah sebagai proses kesepakatan bersama secara mengikat dalam melaksanakan berbagai tugas tertentu sehingga disatu sisi semua pelaksanaan kegiatan tersebut terarah pada tujuan pemerintahan yang ditetapkan bersama dan di sisi lain keberhasilan pihak yang satu tidak dirusak keberhasilan pihak yang lain.

Secara empiris dapat dilihat bahwa dalam konteks penelitian ini yaitu adanya kesepakatan bersama secara mengikat yang dilakukan oleh Dinas


(35)

18

Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika dalam melaksanakan berbagai tugas terkait penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro yang terarah pada tujuan yang telah ditetapkan bersama.

2. Unsur Koordinasi

Menurut Kencana (2011: 126), unsur-unsur koordinasi meliputi : 1. Pengaturan

2. Sinkronisasi

3. Kepentingan Bersama 4. Tujuan Bersama

Dari unsur-unsur yang dikemukakan di atas jelas bahwa kordinasi merupakan usaha untuk menyatukan atau mengintegrasikan kegiatan/program yang disusun sesuai dengan waktu yang ditentukan sehingga semua kegiatan yang direncanakan berjalan serentak sesuai dengan tujuan yang ditetapkan bersama.

Unsur koordinasi antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro antara lain :

1. Usaha-usaha sinkronisasi : penyesuaian kegiatan-kegiatan koordinasi yang dijalankan secara bersamaan dan berurutan antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro.


(36)

2. Pengaturan waktu : ketepatan waktu dalam melakukan kegiatan koordinasi sehingga pelaksanaan kegiatan tidak keluar dari waktu yang telah ditetapkan.

3. Kepentingan bersama : yaitu kegiatan organisasi yang dilaksanakan demi mencapai sasaran bersama dalam melakukan penertiban PKL

4. Tujuan bersama : koordinasi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dalam penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, unsur-unsur koordinasi dalam penelitian ini adalah :

1. Usaha-usaha sinkronisasi yang teratur (ordely synchronization of effort), kegiatan koordinasi berjalan serentak dan berurutan.

2. Pengaturan, yaitu pengaturan waktu dan ketepatan waktu koordinasi 3. Kepentingan bersama, yaitu koordinasi merupakan pandangan

menyeluruh dalam mencapai sasaran bersama.

4. Tujuan bersama, yaitu koordinasi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

Unsur-unsur koordinasi menggambarkan hal-hal yang perlu ada di dalam suatu koordinasi sehingga organisasi atau institusi dapat mengetahui apa saja yang membuat suatu pelaksanaan koordinasi berjalan baik. Bila masing-masing instansi, atau organisasi menyadari hal tersebut maka pelaksanaan kegiatan bisa berjalan serentak dan berurutan sesuai dengan tujuan yang diinginkan bersama.


(37)

20

3. Fungsi Koordinasi

Koordinasi pada dasarnya dilakukan sebagai upaya sinkronisasi program/kegiatan yang dibuat oleh suatu organisasi atau instansi agar dapat berjalan serentak dan berurutan tanpa menyebabkan permasalahan yang akhirnya menimbulkan konflik di antara organisasi yang saling berkoordinasi. Untuk itu keberadaan koordinasi dianggap penting dalam suatu lembaga atau institusi.

Hasibuan (2011: 86) mengemukakan hal-hal yang menyebabkan dibutuhkannya koordinasi dalam suatu organisasi :

a. Untuk mencegah terjadinya kekacauan, konflik dan kekosongan atau duplikasi pekerjaan

b. Agar orang-orang dan pekerjaannya diselaraskan serta diarahkan untuk pencapaian tujuan perusahaan

c. Agar sarana dan prasarana dimanfaatkan untuk mencapai tujuan

d. Agar pekerjaan masing-masing individu dapat membantu tercapainya tujuan organisasi

e. Agar semua tugas, kegiatan, dan pekerjaan terintegrasi kepada sasaran yang diinginkan

Berdasarkan pendapat ahli di atas koordinasi merupakan hal yang penting agar semua tindakan yang ditujukan serta memberikan sumbangannya kepada tujuan organisasi. Selain itu koordinasi juga memiliki beberapa


(38)

fungsi seperti yang diungkapkan oleh Handayaningrat (1984: 119-121), fungsi koordinasi tersebut yaitu :

1. Sebagai salah satu fungsi manajemen, disamping adanya fungsi perencanaan, penyusunan pegawai, pembinaan kerja, motivasi dan pengawasan. Dengan kata lain koordinasi adalah fungsi organik dari pimpinan.

2. Untuk menjamin kelancaran mekanisme prosedur kerja dari berbagai komponen dalam organisasi. Kelancaran mekanisme prosedur kerja harus dapat terjamin dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dengan menghindari seminimal mungkin perselisihan (friction) yang timbul antara sesama komponen organisasi dan mengusahakan semaksimal mungkin kerjasama di antara komponen-komponen tersebut.

3. Sebagai usaha yang mengarahkan dan menyatukan kegiatan yang mengandung makna adanya keterpaduan (integrasi) yang dilakukan secara serasi dan simultan/sinkronisasi dari seluruh tindakan yang dijalankan oleh organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi yang diperlukan untuk mencapai tujuannya. Hal itu sesuai dengan prinsip : koordinasi, integrasi dan sinkronisasi.

4. Sebagai faktor dominan dalam kelangsungan hidup suatu organisasi pada tingkat tertentu dan ditentukan oleh kualitas usaha koordinasi yang dijalankan. Peningkatan kualitas koordinasi merupakan usaha yang perlu dilakukan secara terus menerus karena tidak hanya masalah teknis semata


(39)

22

tetapi tergantung dari sikap, tindakan dan langkah dari pemegang fungsi organik dari pimpinan.

5. Untuk melahirkan jaringan hubungan kerja/komunikasi. Jaringan hubungan kerja tersebut berbentuk saluran hubungan kerja yang membutuhkan berbagai pusat pengambilan keputusan dalam organisasi. Hubungan kerja ini perlu dipelihara agar terhindar dari berbagai rintangan yang akan membawa organisasi ke situasi yang tidak berfungsi sehingga tidak berjalan secara efektif dan efisien.

6. Sebagai usaha untuk menyelaraskan setiap tindakan, langkah dan sikap yang terpadu dari para pejabat pengambil keputusan dan para pelaksana. Dalam organisasi yang besar dan kompleks, pertumbuhan organisasi akan menyebabkan penambahan beban kerja, penambahan fungsi-fungsi yang harus dilaksanakan dan penambahan jabatan yang perlu dikoordinasikan.

7. Untuk penataan spesialisasi dalam berbagai keanekaragaman tugas. Karena timbulnya spesialisasi yang semakin tajam merupakan konsekuensi logis dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berdasarkan uraian di atas, fungsi koordinasi pada penelitian ini adalah usaha untuk menyelaraskan setiap tindakan, langkah dan sikap yang terpadu dari para pejabat pengambil keputusan dan para pelaksana, penataan spesialisasi dalam berbagai keanekaragaman tugas, melahirkan jaringan hubungan kerja/komunikasi atau dapat dikatakan sebagai salah satu fungsi manajemen, di samping adanya fungsi perencanaan, penyusunan pegawai,


(40)

pembinaan kerja, motivasi dan pengawasan untuk menjamin kelancaran mekanisme prosedur kerja dari berbagai komponen dalam organisasi.

4. Jenis dan Hambatan Koordinasi a. Jenis Koordinasi

Koordinasi dimaksudkan untuk menyerasikan dan menyatukan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat, pimpinan dan kelompok pejabat pelaksana. Suatu tindakan pelaksanaan yang terkoordinasikan berarti kegiatan para kelompok pejabat baik dari pimpinan dan para pelaksana menjadi serasi, seirama dan terpadu dalam pencapaian tujuan bersama. Jenis-jenis koordinasi menurut Sri Ratna (2005: 29) meliputi beberapa aspek seperti berdasarkan luasnya, lingkupnya dan kegiatan pemerintahan.

1. Berdasarkan luasnya

a. Koordinasi yang paling sempit, terdapat dalam diri seseorang. Bertujuan mengkoordinasikan anggota tubuhnya agar efektif dan efisien.

b. Koordinasi yang paling luas, antara pribadi dengan pribadi.

c. Koordinasi yang lebih luas lagi, antara kelompok dengan kelompok.

2. Berdasarkan lingkupnya


(41)

24

b. Koordinasi Ekstern, yaitu koordinasi yang terjadi antara berbagai organisasi.

3. Berdasarkan kegiatan dalam pembangunan dan pemerintahan

a. Koordinasi Hirarki (Koordinasi Vertikal) adalah koordinasi yang dilakukan oleh seorang pejabat dalam suatu instansi pemerintah terhadap pejabat atau instansi dibawahnya.

b. Koordinasi Fungsional adalah koordinasi yang dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasarkan asas fungsionalisasi.

c. Koordinasi Fungsionalisasi Horizontal adalah kordinasi yang dilakukan oleh seorang pejabat atau instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang setingkat dan mempunyai program berkaitan. d. Koordinasi Fungsional Diagonal yaitu koordinasi yang dilakukan

oleh seorang pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang lebih rendah tingkatnya.

e. Koordinasi Fungsional Teritorial yaitu koordinasi yang dilakukan seorang pejabat atau instansi terhadap pejabat atau instansi lain yang berada dalam suatu wilayah atau teritorial tertentu.

f. Koordinasi Instansional adalah koordinasi terhadap beberapa instansi yang menangani suatu urusan tertentu yang bersangkutan.

Berdasarkan teori mengenai jenis koordinasi di atas, koordinasi pada penelitian ini bersifat situasional. Jika dilihat berdasarkan luasnya, koordinasi antara ketiga dinas dapat dikatakan koordinasi yang paling


(42)

luas apabila terjadi hubungan koordinasi antara individu anggota Tim Pemindahan dan Penataan PKL. Kemudian, koordinasi antara ketiga dinas ini dapat juga dikatakan koordinasi lebih luas lagi apabila koordinasi ini dilakukan antara dinas yang satu dengan dinas yang lain.

Berdasarkan lingkupnya koordinasi antara ketiga dinas dapat dikatakan koordinasi intern apabila terjadi hubungan koordinasi di dalam suatu dinas. Selain itu, koordinasi ini dapat juga dikatakan koordinasi ekstern karena koordinasi ini dilakukan antar pejabat dari berbagai organisasi atau antar organisasi.

Berdasarkan kegiatan dalam pembangunan dan pemerintahan koordinasi antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dapat dikatakan sebagai Koordinasi Hirarki (Koordinasi Vertikal) apabila koordinasi yang dilakukan oleh seorang Walikota atau Sekretaris Daerah Kota Metro terhadap Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro.

Koordinasi antara ketiga dinas ini juga dapat dikatakan sebagai Koordinasi Fungsional karena instansi-instansi tersebut memiliki tugas yang saling berkaitan. Selain itu, dapat pula dikatakan sebagai Koordinasi Fungsionalisasi Horizontal karena kordinasi ini dilakukan antar pejabat dari masing-masing dinas yang memiliki tingkat hirarki yang sama dan mempunyai program berkaitan.


(43)

26

Koordinasi antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dapat juga tergolong ke dalam Koordinasi Fungsional Diagonal sebab koordinasi ini juga dilakukan oleh Walikota Metro terhadap Kepala Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, serta Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro. Selain itu, Koordinasi ini dapat digolongkan ke dalam Koordinasi Instansional sebab koordinasi ini berlangsung terhadap beberapa instansi yang menangani suatu urusan tertentu yang bersangkutan.

b. Hambatan Koordinasi

Meskipun pada umumnya telah disadari pentingnya koordinasi dalam proses administrasi/manajemen pemerintah, tetapi pada kenyataannya dalam praktek tidak jarang ditemukan berbagai hambatan yang menyebabkan kurang efektifnya pelaksanaan koordinasi yang diperlukan, sehingga pencapaian sasaran/tujuan tidak selalu berjalan sebagaimana yang diharapkan

Menurut Handayaningrat (1984: 129) berbagai faktor yang dapat menghambat tercapainya koordinasi adalah sebagai berikut :

1. Hambatan-hambatan dalam koordinasi vertikal (struktural)

Dalam koordinasi vertikal (struktural) sering terjadi hambatan-hambatan yang disebabkan oleh perumusan tugas, wewenang dan tanggung jawab tiap-tiap satuan kerja atau unit kerja yang kurang


(44)

jelas. Selain itu adanya hubungan dan tata kerja serta prosedur kerja kurang dipahami oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan terkadang menimbulkan keraguan. Sebenarnya hambatan-hambatan yang demikian tidak perlu timbul karena di antara yang mengkoordinasikan dan dikoordinasikan memiliki hubungan komando dalam susunan organisasi yang bersifat hirarkis.

2. Hambatan-hambatan dalam koordinasi fungsional

Hambatan-hambatan yang timbul pada koordinasi fungsional baik horizontal maupun diagonal disebabkan karena di antara yang mengkoordinasikan dan dikoordinasikan tidak memiliki hubungan hirarkis (garis komando). Sedangkan hubungan keduanya terjadi karena adanya kaitan bahkan interdependensi atas dasar fungsi masing-masing.

Berdasarkan uraian di atas, maka hambatan koordinasi pada penelitian ini adalah hambatan koordinasi fungsional yaitu hambatan yang disebabkan karena koordinasi antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro tidak terdapat hubungan hirarkis (garis komando), sedangkan hubungan ketiganya terjadi karena adanya kaitan yaitu melakukan penertiban PKL.


(45)

28

5. Koordinasi yang Ideal

Koordinasi merupakan sebuah keharusan dalam suatu organisasi. Dengan adanya koordinasi, kegiatan-kegiatan yang terdapat didalamnya dapat disatukan sehingga suatu organisasi dapat berjalan menjadi satu kesatuan yang utuh dalam menjalankan tugas organisasi untuk mencapai tujuannya. Hal ini sejalan dengan pernyataan A.E. Benn yang dikutip dalam Sutarto (2012: 142) :

“The arrangement of group efforts in a continuous and orderly manner so as to provide unification of action in the persuit of a comon goal.” (Koordinasi : Penyusunan usaha-usaha kelompok didalam suatu kelangsungan dan keteraturan sikap sehingga menciptakan kesatuan tindakan dalam mengusahakan tercapainya tujuan bersama.)

Koordinasi yang ideal dibutuhkan untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Koordinasi yang baik atau koordinasi yang ideal adalah koordinasi yang dapat memberikan pembagian kerja yang seimbang serta sesuai dengan kemampuan atau spesialisasi yang dimiliki oleh masing-masing anggota koordinasi tersebut. Meskipun tugas atau kegiatannya telah terbagi masing-masing tetapi dalam pelaksanaannya tetap perlu saling menyesuaikan dengan kegiatan anggota lainnya. Sehingga akan tercipta keselarasan dalam organisasi tersebut. Hal ini sesuai dengan arti koordinasi menurut E.F.L. Brech yang dikutip oleh Sutarto (2012: 144) :

“Balancing and keeping the team together, by ensuring a suitable allocation of working activities to the various members, and seeing that these are performed with due harmony among the members themselves”

(Menseimbangkan dan mengeratkan tim, dengan memberikan alokasi kegiatan bekerja yang sesuai kepada masing-masing anggotanya, dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya antara para anggota itu sendiri.)


(46)

Hal serupa diungkapkan oleh Herbert G. Hicks dalam (Sutarto, 2012: 145) : “The principle of coordination explain the effective organizatonal performance is achieved when all persons and resources are synchronized, balanced and given direction.”

(Prinsip koordinasi menerangkan bahwa pelaksanaan organisasi itu efektif apabila semua orang dan sumber disinkronkan, diseimbangkan dan diberian pengarahan.)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, koordinasi yang ideal dalam penelitian ini adalah koordinasi yang didasarkan atas keselarasan dalam berbagai aspek, baik kesatuan tindakan, kesatuan usaha, penyesuaian antar bagian, keseimbangan antar bagian maupun sinkronisasi semuanya berdasarkan keselarasan. Sehingga di dalam suatu organisasi terdapat keselarasan aktivitas antar satuan organisasi maupun keselarasan tugas antar pejabat.

6. Indikator Koordinasi

Indikator koordinasi yang efektif diperlukan untuk menjalankan koordinasi agar dapat berjalan sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh lembaga/instansi yang saling berkoordinasi. Indikator koordinasi yang efektif dapat dijadikan dasar untuk melaksanakan koordinasi yang baik. Pada dasarnya indikator koordinasi yang efektif merupakan suatu hal untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi/instansi dari pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi misi dari


(47)

masing-30

masing instansi. Oleh sebab itu, koordinasi yang efektif merupakan analisis atas keberhasilan dan kegagalan setiap instansi dalam berkoordinasi.

Terdapat beberapa Indikator koordinasi yang efektif menurut Taliziduhu Ndraha (2003: 297) dalam proses manajemen, meliputi :

1. Informasi, komunikasi, dan teknologi informasi

2. Kesadaran pentingnya koordinasi; berkoordinasi; koordinasi built-in di dalam setiap job atau task

3. Kompetensi partisipan, kalender pemerintahan. Peserta forum koordinasi harus pejabat yang berkompeten mengambil keputusan. Untuk menjamin kehadiran pejabat yang demikian, harus ditetapkan kalender pemerintahan (koordinasi) yang ditaati sepenuhnya dari atas ke bawah.

4. Kesepakatan dan komitmen. Kesepakatan dan komitmen harus digandakan (diprogramkan) oleh setiap pihak secara institusional (formal).

5. Penetapan kesepakatan oleh setiap pihak yang berkoordinasi. 6. Insentif koordinasi, yaitu sanksi pihak yang ingkar atau tidak

menaati kesepakatan bersama. Sanksi itu datang dari pihak atasan yang terkait.

7. Feedback sebagai masukan-balik kedalam proses koordinasi selanjutnya.

Ketujuh indikator tersebut yang akan digunakan untuk melihat seperti apa koordinasi yang berjalan selama ini antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dalam penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro. Koordinasi antara ketiga instansi pemerintah tersebut dapat dikatakan efektif apabila memenuhi tujuh indikator koordinasi yang diantaranya adalah adanya komunikasi. Komunikasi adalah pendekatan utama dalam koordinasi, karena dalam pengaturan ruang dan waktu yang memperlancar pencapaian tujuan organisasi, adalah hubungan antar individu ataupun instansi.


(48)

Adanya kesadaran pentingnya koordinasi, dalam hal ini yaitu sejauh mana tingkat pengetahuan dan ketaatan para pelaksana koordinasi antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro terhadap pelaksanaan dan hasil koordinasi. Koordinasi tidak akan berlangsung secara efektif apabila para pelaksana tidak menyadari pentingnya koordinasi.

Adanya kompetensi partisipan, yaitu seperti apa koordinasi yang dijalankan, ada atau tidaknya pejabat atau ahli pembangunan yang terlibat dalam pelaksanaan koordinasi dan yang terakhir adalah kesepakatan, komitmen dan insentif koordinasi, apakah di dalam pelaksanaan koordinasi yang dijalankan ketiga dinas terdapat hal-hal tersebut. Mulai dari ada tidaknya bentuk kesepakatan, ada tidaknya pelaksanaan kegiatan, ada tidaknya sanksi bagi pelanggar kesepakatan dan ada tidaknya insentif bagi pelaksana koordinasi.

Koordinasi merupakan sebuah proses yang meliputi beberapa langkah. Sebagai proses, input koordinasi adalah saling memberi informasi tentang hal-hal tertentu melalui komunikasi. Sumber informasi (sender) menyampaikan berita tertentu kepada masyarakat umum atau unit kerja lainnya (receiver). Unit kerja yang berkepentingan, dapat langsung menyesuaikan diri dengan informasi itu, atau memberikan feedback kepada sender atau masyarakat. (Ndraha, 2003: 296)


(49)

32

Koordinasi dapat dilakukan melalui atau dengan cara rapat-rapat koordinasi, permintaan data, dan pendapat dari instansi, konsultasi, lokakarya dan lain-lain. Koordinasi melalui rapat-rapat atau sidang-sidang yang dilakukan baik pada tingkat pimpinan maupun pada tingkat pelaksana memiliki arti yang sangat penting, tidak hanya semata-semata dalam pengambilan keputusan terhadap masalah yang timbul dalam pelaksanaan, akan tetapi dipergunakan sebagai sarana dalam menyatukan seluruh fungsi yang ada dalam organisasi.

D.Koordinasi Antar Instansi Pemerintah

Koordinasi mempunyai arti yang sangat penting terutama di antara aparatur pemerintah. Hal ini disebabkan karena sebagian besar dari program yang ada, mempunyai sifat antar sektor yang pelaksanaannya melibatkan lebih dari satu pemerintah. Keberhasilan pelaksanaan program yang demikian pada tingkat yang dominan ditentukan oleh kerjasama yang baik di antara instansi yang bersangkutan, dimana koordinasi memainkan peranan yang sangat penting. (Inpres No. 48/1967)

Pelaksanaan hubungan kerja pada tingkat daerah, semua instansi vertikal secara teknis, organisatoris dan administratif bertanggung jawab kepada Menteri yang bersangkutan (hubungan hirarkis), tetapi taktis operasionalnya tunduk kepada koordinasi Gubernur/Kepala Daerah. Instansi pemerintah yang ada di daerah mempunyai hubungan hirarkis dengan kepala daerah tetapi secara teknis fungsional mendapat bimbingan dari departemen yang bertugas dalam bidang teknis yang sama. (Inpres No. 48/1967)


(50)

Penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang berdasarkan atas asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, mendudukkan Gubernur, Walikota/Bupati sebagai Kepala Daerah yang mempunyai wewenang koordinasi sebagai salah satu dalam lingkup tugas pemerintahan umum yang menjadi wewenang Pemerintah Pusat. Berdasarkan hal tersebut Kepala Daerah merupakan pejabat yang berwenang dan berkewajiban untuk mengkoordinasikan dan juga sebagai koordinator tunggal di wilayah kerjanya. Dalam hubungannya dengan fungsi koordinasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan instansi vertikal sangat erat hubungannya satu dengan yang lainnya karena itu perlu dikoordinasikan dengan sebaik-baiknya.

Penyelenggaraan pemerintahan, terutama koordinasi antar instansi bukan hanya kerjasama, melainkan integrasi dan sinkronisasi yang mendukung keharusan penyelarasan unsur-unsur jumlah dan penentuan waktu kegiatan. Penyesuaian perencanaan dan keharusan adanya komunikasi yang teratur antar sesama pejabat/petugas yang bersangkutan, dan dari setiap penyelenggara pemerintahan harus dapat memahami tugas pokok dan fungsinya yang berlaku sebagai peraturan pelaksanaan. Oleh sebab itu, seperti yang diungkapkan Syafruddin (1976: 221) dengan pengendalian dan koordinasi yang baik maka penyelenggaraan pemerintahan :

a. Dapat menghilangkan dan mencegah titik pertentangan.

b. Para petugas/pejabat pelaksana terpaksa berpikir dan berbuat dalam hubungan, sasaran dan tujuan utama.


(51)

34

d. Dapat mengembangkan prakarsa dan daya improvisasi para pejabat atau petugas karena dalam rangkaian koordinasi mereka mau tidak mau mendapatkan cara dan jalan yang cocok bagi pelaksana tugas secara menyeluruh dan mencapai keseimbangan dan keserasian.

Koordinasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah koordinasi yang dilakukan antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dalam penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro. Hal ini dapat berupa forum diskusi, rapat pertemuan langsung dan tidak langsung yang bersifat saling memberikan informasi.

E.Dinas Daerah

Dinas daerah adalah unsur pelaksana pemerintah daerah. Daerah dapat berarti Provinsi, Kabupaten, atau Kota. Dinas Daerah menyelenggarakan fungsi: perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya, pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum, serta pembinaan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Dinas_Daerah, diakses pada tanggal 9 Juli 2014 pukul 14:30 wib)

Menurut UU No 32 Tahun 2004 Pasal 124 Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang


(52)

memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah. Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.

1. Dinas Daerah Provinsi

Dinas Daerah Provinsi merupakan unsur pelaksana Pemerintah Provinsi dimpimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah Provinsi. Dinas Daerah Provinsi mempunyai tugas melaksanakan kewenangan desentralisasi. Selain itu, Dinas Daerah dapat ditugaskan untuk melaksanakan penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan oleh pemerintah kepada gubernur selaku wakil pemerintah dalam rangka dekonsentrasi. Dalam melaksanakan tugas tersebut, dinas daerah provinsi menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya, pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum, pembinaan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya

(http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ipem4425/HubunganKelembagaanPusat -DaerahMenurutUU.htm, diakses pada 9 Juli 2014)

Untuk melaksanakan kewengan Provinsi di Daerah Kabupaten/Kota, dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah (UPTD) provinsi yang wilayah kerjanya meliputi satu atau beberapa Daerah Kabupaten/Kota. UPTD tersebut merupakan bagian dari Dinas Daerah Provinsi.

Dinas Daerah Provinsi sebanyak-banyaknya terdiri atas 10 Dinas, dan khusus untuk Provinsi DKI Jakarta sebanyak-banyaknya terdiri atas 14


(53)

36

Dinas. Setiap Daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga penamaan atau nomenklatur Dinas Daerah dapat berbeda di tiap Provinsi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Dinas_Daerah, diakses pada 9 Juli 2014)

2. Dinas Daerah Kabupaten/Kota

Dinas Daerah Kabupaten/Kota merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten/Kota dimpimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah. Dinas Daerah Kabupaten/Kota mempunyai tugas melaksanakan kewenangan desentralisasi. Dalam melaksanakan tugas tersebut, dinas daerah kabupaten/kota menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya, pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum, pembinaan terhadap unit pelaksana teknis dinas dalam lingkup tugasnya.

(http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ipem4425/HubunganKelembagaanPusat -DaerahMenurutUU.htm, diakses pada 9 Juli 2014)

Pada Dinas Daerah Kabupaten/Kota dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah (UPTD) Kabupaten/Kota untuk melaksanakan sebagian tugas Dinas yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa kecamatan. Dinas Daerah Kabupaten/Kota sebanyak-banyaknya terdiri atas 14 Dinas.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Dinas_Daerah, diakses pada tanggal 9 Juli 2014 pukul 14:30 wib )


(54)

Berdasarkan pengertian di atas, pada penelitian ini Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika merupakan Dinas Daerah Kabupaten/Kota. Ketiga dinas tersebut merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kota Metro dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota Metro melalui Sekretaris Daerah Kota Metro. Ketiga Dinas Daerah Kabupaten/Kota tersebut mempunyai tugas melaksanakan kewenangan desentralisasi. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Dinas Daerah Kota Metro menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya, pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum, pembinaan terhadap unit pelaksana teknis dinas dalam lingkup tugasnya.

F. Pedagang Kaki Lima (PKL)

Pedagang kaki lima, atau yang sering disebut PKL merupakan sebuah komunitas pedagang, yang kebanyakan berjualan dengan memanfaatkan area pinggir jalan raya. Mereka menggelar dagangannya atau gerobaknya, di pinggir perlintasan jalan raya. Hal ini sejalan dengan pernyataan McGee dan Yeung yang dikutip dalam Jurnal Karakteristik Sosial Ekonomi Pedagang Kaki Lima di UPTD Pasar Ngemplak Kabupaten Tulungagung oleh Haryo Prasetyo Widigdo :

Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah pedagang yang di dalam usahanya mempergunakan sarana yang mudah dibongkar pasang/dipindahkan serta mempergunakan bagian jalan/trotoar, dan tempat-tempat untuk kepentingan umum yang bukan diperuntukkan tempat usaha atau tempat lain yang bukan miliknya. Rumusan tersebut mengindikasikan bahwa PKL dibedakan dari pedagang lain berdasar jenis peruntukan dan status kepemilikan lokasi usaha mereka, bukan berdasar kekuatan


(55)

38

modal, cara kerja ataupun status legalitas mereka. Istilah PKL sebenarnya telah ada dari jaman Raffles yaitu berasal dari istilah 5 feet yang berarti jalur di pinggir jalan selebar lima kaki. Di Amerika, pedagang semacam ini disebut dengan Hawkers yang memiliki pengertian orang-orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual di tempat umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar.

Pedagang Kaki Lima (PKL) di beberapa kota saat ini identik dengan masalah kemacetan lalulintas dan kesemrawutan, karena kelompok pedagang ini memanfaatkan trotoar dan fasilitas umum lainnya sebagai media untuk berdagang. Karena keberadaannnya yang mengganggu ketertiban daerah untuk itu pemerintah Kota Metro membuat Peraturan Daerah yang mengatur adanya pelarangan bagi pedagang untuk melakukan aktifitas dagangnya di daerah yang merupakan ruang bagi kepentingan umum. Peraturan tersebut tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 05 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 16 Tahun 2002 Tentang Ketertiban Umum, Kebersihan Dan Keindahan Kota Metro yang berbunyi :

1. Dilarang mempergunakan jalan umum atau trotoar atau pada teras depan bangunan pertokoan/bangunan pasar yang menghadap pada jalan umum untuk pedagang kaki lima atau usaha lainnya kecuali pada tempat-tempat yang ditentukan/ditunjuk oleh Walikota. (Pasal 14)

2. Orang dan atau badan dilarang melakukan kegiatan mata pencaharian di tempat-tempat milik/dikuasai oleh Pemerintah Daerah, kecuali memiliki Izin dari Walikota. (Pasal 17)

Meskipun ada peraturan tertulis yang melarang hal tersebut tetap tidak membuat Pedagang Kaki Lima berdagang pada tempatnya. Untuk itu Pemerintah Daerah Kota Metro melakukan upaya lainnya dengan melakukan penataan pedagang kaki lima dan asongan dengan maksud dan tujuan sebagai berikut :


(56)

1. Tertibnya tempat berusaha pedagang kaki lima dan asongan 2. Terpenuhinya kenyamanan dan kerapihan tempat usaha pedagang 3. Tergambarnya luas areal pasar dan peta wilayah pasar

4. Terdatanya para pedagang sehingga akan mempermudah upaya penggalian pendapatan asli daerah (PAD)

5. Dalam upaya program peningkatan sarana dan prasarana pasar akan lebih mudah penyusunan anggaran

Untuk itu diperlukan koordinasi antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dalam penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) yang melanggar Peraturan Daerah tersebut agar tidak mengganggu aktifitas masyarakat serta tidak merusak keindahan kota.

G.Pasar

Pasar adalah salah satu dari berbagai sistem, institusi, prosedur, hubungan sosial dan infrastruktur dimana usaha menjual barang, jasa dan tenaga kerja untuk orang-orang dengan imbalan uang. Barang dan jasa yang dijual menggunakan alat pembayaran yang sah seperti uang fiat. Kegiatan ini merupakan bagian dari perekonomian. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar, diakses pada 19 Juni 2014)

Ada dua peran di pasar, pembeli dan penjual. Pasar memfasilitasi perdagangan dan memungkinkan distribusi dan alokasi sumber daya dalam masyarakat. Pasar mengizinkan semua item yang diperdagangkan untuk dievaluasi dan


(57)

40

harga. Sebuah pasar muncul lebih atau kurang spontan atau sengaja dibangun oleh interaksi manusia untuk memungkinkan pertukaran hak (kepemilikan) jasa dan barang. Persaingan sangat penting dalam pasar, dan memisahkan pasar dari perdagangan. Dua orang mungkin melakukan perdagangan, tetapi dibutuhkan setidaknya tiga orang untuk memiliki pasar, sehingga ada persaingan pada setidaknya satu dari dua belah pihak. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar, diakses pada 19 Juni 2014)

1. Pasar Tradisional

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar, diakses pada 19 Juni 2014)

Beberapa pasar tradisional yang terkenal antara lain adalah pasar Beringharjo di Yogyakarta, pasar Klewer di Solo, pasar Johar di Semarang. Pasar tradisional di seluruh Indonesia terus mencoba bertahan menghadapi


(58)

serangan dari pasar modern. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar, diakses pada 19 Juni 2014)

2. Pasar Modern

Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah hypermart, pasar swalayan (super market), dan mini market. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar, diakses pada 19 Juni 2014)

H.Penyuluhan Sosial

1. Definisi Penyuluhan Sosial

Salah satu tugas dari Tim Pemindahan dan Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah melakukan penyuluhan sosial kepada para pedagang kaki lima yang akan dipindahkan. Penyuluhan sosial yang dilakukan yaitu berupa sosialisasi mengenai program pemindahan dan penataan pedagang kaki lima di sekitar Pasar Kopindo ke Pasar Tejo Agung yang berada di Metro Timur. Sosialisasi tersebut dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini dilakukan oleh


(59)

42

Tim Pemindahan dan Penatan Pedagang Kaki Lima (PKL) kepada para pedagang kaki lima yang bersangkutan.

Penyuluhan Sosial sendiri berasal dari kata suluh, berarti sesuatu yang dinyalakan, seperti lilin, obor yang sifatnya menerangi. Pada hakekatnya menerangi adalah sebuah usaha untuk mengubah sesuatu yang gelap menjadi terang. Usaha mengubah gelap menjadi terang, ketika dianalogikan dengan penyuluhan sosial adalah usaha merubah perilaku individu atau kelompok masyarakat dari ‘kegelapan’ pengetahuan, menjadi pemahaman bagaimana melakukan partisipasi aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

(http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=180 98 diakses pada 30 Juni 2014)

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penyuluhan sosial dalam penelitian ini yaitu usaha yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Tim Pemindahan dan Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL), guna merubah perilaku pedagang kaki lima yang akan dipindahkan dengan maksud agar para pedagang kaki lima yang bersangkutan tersebut mendapatkan pemahaman dan pengetahuan mengenai program pemindahan pedagang kaki lima tersebut.

2. Penyuluhan sosial secara persuasif

Usaha mengubah perilaku individu atau masyarakat luas dalam penyuluhan sosial dilakukan dengan pola-pola komunikasi tertentu yang sifatnya


(60)

mempengaruhi (influence), pola komunikasi tersebut dikaterogikan ke dalam komunikasi persuasif. Komunikasi persuasif pada hakekatnya mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku orang lain melalui kegiatan komunikasi, baik secara verbal maupun non verbal.

Burgon & Huffner menyatakan beberapa pendapat dari beberapa ahli mengenai definisi komunikasi persuasif sebagai berikut :

1. Proses komunikasi yang bertujuan mempengaruhi pemikiran dan pendapat orang lain agar menyesuaikan pendapat dan keinginan komunikator.

2. Proses komunikasi yang mengajak atau membujuk orang lain dengan tujuan mengubah sikap, keyakinan dan pendapat sesuai keinginan komunikator.

(http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=1 8098 diakses pada 30 Juni 2014)

Seorang penyuluh juga harus memperhatikan kondisi/ karakteristik sasaran penyuluhan dari sisi demografis, pola komunikasi, budaya, kebiasaan/ gaya hidup dan sebagainya. Kemudian menetapkan strategi yang akan dilakukan. Ketika mengungkapkan pesan-pesan kepada sasaran penyuluhan, pada tahap inilah komunikasi persuasif dilakukan.

(http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=180 98 diakses pada 30 Juni 2014)

Sasaran penyuluhan memiliki 3 sikap yang dia pilih setelah mendapatkan penyuluhan, ada yang bersikap netral, menerima dan bahkan ada yang


(61)

44

bersikap menolak. Jika sasaran dapat menerima dan berubah perilakunya, maka penyuluhan dikatakan berhasil, jika netral maka harus dimantapkan kembali oleh penyuluh sosial, apalagi jika bersikap menolak maka penyuluhan belum dikatakan berhasil, sehingga harus dilakukan penyuluhan lagi sehingga sampai pada tahap menerima. Oleh sebab itu, penyuluhan tidak dapat dilakukan hanya satu kali ketika yang diharapkan adalah perubahan perilaku yang signifikan pada khalayak sasarannya.

(http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=180 98 diakses pada 30 Juni 2014)

Pendekatan Komunikasi Persuasif yang efektif menurut Burgon dan Huffner:

a. Pendekatan berdasarkan bukti, yaitu mengungkapkan data atau fakta yang terjadi sebagai bukti argumentatif agar berkesan lebih kuat terhadap ajakan.

b. Pendekatan berdasarkan ketakutan, yaitu menggunakan fenomena yang menakutkan bagi audience atau komunikator dengan tujuan mengajak mereka menuruti pesan yang diberikan komunikator. Misalnya, dalam hal ini jika para pedagang kaki lima tidak melakukan pemindahan maka memberikan foto maupun ilustrasi mengenai gambaran beberapa tahun kemudian akan terjadi kemactan total maupun kondisi tempat berdagang yang sangat tidak kondusif seperti menumpuknya sampah.

c. Pendekatan berdasarkan humor, yaitu menggunakan humor atau fantasi yang bersifat lucu dengan tujuan memudahkan masyarakat mengingat


(62)

pesan karena mempunyai efek emosi yang positif. Contoh, penyuluhan menggunakan humor yang melekat di hati masyarakat.

(http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=1 8098 diakses pada 30 Juni 2014)

Berdasarkan pemaparan di atas dapat diartikan bahwa penyuluhan sosial dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan komunikasi persuasif. Proses komunikasi ini dilakukan untuk mengajak atau membujuk pedagang kaki lima dengan tujuan mengubah sikap, keyakinan dan pendapat sesuai dengan tujuan dari program pemindahan dan penataan pedagang kaki lima di Kota Metro.

I. Kerangka Pikir

Permasalahan Pedagang Kaki Lima atau biasa disingkat PKL semakin banyak mendapat perhatian, baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat pengguna sarana jalan raya. Kesemrawutan dan ketertiban Pedagang Kaki Lima merupakan masalah yang dihadapi daerah perkotaan, baik kota besar maupun kota berkembang tidak terkecuali Kota Metro.

Koordinasi antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro yaitu dalam penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) yang terdapat di Kota Metro. Koordinasi yang dilakukan oleh ketiga instansi tersebut yaitu bermuara pada Tim Pemindahan dan Penataan Pedagang Kaki Lima dan Hamparan dari Jalan Agus Salim, Jalan Cut Nyak Din, Jalan Uyung Lorong Pangat, Nuban


(1)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Kesemerawutan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang belum teratasi hingga saat ini diduga adalah akibat lemahnya koordinasi antar instansi yang terlibat di dalamnya. Untuk membuktikan hal tersebut peneliti menganalisis koordinasi yang berjalan antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dengan menggunakan indikator koordinasi yang efektif menurut Taliziduhu Ndraha.

Setelah dianalisis dengan menggunakan ketujuh indikator tersebut peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa koordinasi antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro selama ini sudah sebagian besar terlaksana. Meskipun demikian, terdapat beberapa indikator yang ketercapaiannya belum maksimal. Hal ini disebabkan oleh masih lemahnya bentuk kesepakatan yang terjalin antara ketiga dinas tersebut. Hal ini dibuktikan dengan adanya ketidakmampuan Dinas Perdagangan dan Pasar untuk menjalankan kesepakatan dan komitmennya dalam melakukan sosialisasi kepada PKL yang


(2)

153

akan dipindahkan. Ditambah lagi dengan tidak ditetapkannya sanksi secara jelas untuk mencegah terjadinya pelanggaran.

Berdasarkan hasil pengamatan serta wawancara yang peneliti lakukan dapat disimpulkan bahwa terdapatnya hambatan yang ikut mempengaruhi proses koordinasi yang berlangsung. Keadaan PKL yang tidak kunjung tertib ini disebabkan oleh akar berdirinya kegiatan penertiban ini yang kurang memperhatikan kepentingan PKL yang akan dipindahkan. Selain itu tanggung jawab pemerintah sebagai penyelenggara kegiatan juga sebagai pelayan masyarakat tidak begitu terlihat. Hal tersebut dibuktikan dengan belum adanya kelanjutan kegiatan dalam upaya menyelesaikan permasalahan PKL hingga saat ini.

B.Saran

Merujuk pada simpulan di atas, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar koordinasi antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dapat ditempuh dengan cara yang baik jika dikaitkan dengan indikator koordinasi yang efektif tersebut, yaitu :

1. Dalam menetapkan suatu kebijakan maupun program pemerintahan, pemerintah diharapkan berorientasi kepada masyarakat. Dalam hal ini yaitu penertiban PKL, sudah seharusnya pemerintah bertindak dengan memikirkan dampak bagi pedagang yang akan dipindahkan. Pemerintah


(3)

154

seharusnya dapat memberikan fasilitas dan memperhatikan kebutuhan masyarakat.

2. Keterangan mengenai informasi terkait permasalahan PKL yang dikomunikasikan dalam rapat saja tidak cukup, karena tindakan-tindakan yang tepat harus diambil untuk menciptakan dan menghasilkan koordinasi yang diharapkan. Untuk itu diperlukan tindakan yang tepat dari pemerintah dalam mewujudkan penertiban PKL. Seperti melakukan sosialisasi secara persuasif kepada para PKL, memberikan fasilitas yang memadai bagi para PKL, serta menentukan lokasi pemindahan strategis. Apabila memang tidak ditemukan tempat lain selain Pasar Tejo Agung, pemerintah diharapkan dapat melakukan promosi atau himbauan kepada seluruh masyarakat Kota Metro untuk berbelanja di Pasar Tejo Agung.

3. Penetapan sanksi secara jelas juga dibutuhkan dalam pelaksanaan koordinasi. Hal tersebut dapat memberikan kesan tegas, sehingga dapat meminimalisir terjadinya pelanggaran.


(4)

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Basrowi & Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Rineka Cipta. Jakarta

Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta

Handayaningrat, Soewarno. 1984. Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan Nasional. CV. Haji Masagung. Jakarta.

________________________. 1985. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. PT. Gunung Agung. Jakarta.

Hasibuan, Malayu S.P. 2011. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah (edisi revisi). Edisi Revisi. Bumi Aksara. Jakarta.

Herujito, Yayat M. 2006. Dasar-Dasar Manajemen. PT Grasindo. Jakarta Kartasasmita, Ginandjar. 1997. Administrasi Pembangunan. LP3ES. Jakarta Nawawi, Hadari. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University

Press. Yogyakarta

Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernologi : Ilmu Pemerintahan Baru. Rineka Cipta. Jakarta

Ratna, Sri. 2006. Pengorganisasian dan Koordinasi Kerja. Departemen Agama. Jakarta

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Graha Ilmu. Yogyakarta

Sutarto. 2012. Dasar-Dasar Organisasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Syafei, Inu Kencana. 2011. Sistem Pemerintahan Indonesia (edisi revisi). Rineka Cipta. Jakarta.


(6)

Syarifudin, Ateng. 1976. Pengaturan Koordinasi Pemerintahan di Daerah. Tarsito. Bandung

Dokumen :

Widigdo, Haryo Prasetyo. 2013. Jurnal Karakteristik Sosial Ekonomi Pedagang Kaki Lima di UPTD Pasar Ngemplak Kabupaten Tulungagung. Universitas Negeri Surabaya

Keputusan Walikota Metro Nomor 120.A/KPTS/D-11/2013

Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 05 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 16 Tahun 2002 Tentang Ketertiban Umum, Kebersihan Dan Keindahan Kota Metro

Media :

Early Febriana, M.Si. Komunikasi Persuasif dalam Penyuluhan Sosial. http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=1 8098 diakses pada 30 Juni 2014

Redaksi Radar Metro. Pasar Kopindo Semakin Padat. 17 Januari 2014. Radar Metro. http://radarmetro.co.id/kecamatan/1921-pasar-kopindo-semakin-padat. Diakses pada 30 Januari 2014

Redaksi Radar Metro. Separuh Pasar Tejoagung Lumpuh. 18 November 2013. Radar Metro. http://radarmetro.co.id/berita-utama/1881-separuh-pasar-tejoagung-lumpuh. Diakses pada 30 Januari 2014

Redaksi Sentana Online. PKL Gelar Orasi Tolak Pemindahan Lokasi

Penampungan. 12 Januari 2012. Sentana Online.

http://sentanaonline.com/detail_news/main/5758/1/12/01/2012/index.php Diakses pada 14 Januari 2014

Universitas Terbuka. Hubungan Kelembagaan Pusat dan Daerah Menurut UU. http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ipem4425/HubunganKelembagaanPu sat-DaerahMenurutUU.htm. Diakses pada tanggal 9 Juli 2014

Wikipedia. Dinas Daerah. http://id.wikipedia.org/wiki/Dinas_Daerah. diakses pada 9 Juli 2014