Bab 1 Pendahuluan
1.1. Pendahuluan
Penyelenggaraan sebuah ibadah Kristen identik dengan praktek nyanyian dan musik, meskipun keduanya tidak selalu ditemukan dalam ibadah Kristen. Nyanyian
dan musik menjadi salah satu dimensi penting untuk membuat jemaat berpartisipasi aktif dalam menghasilkan ibadah bagi Tuhan. Pada bab ini penulis akan
menyampaikan beberapa hal berkaitan dengan dasar penulisan skripsi ini antara lain latar belakang masalah yang mendasari penulisan, batasan masalah dalam
melaksanakan penelitian dan penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode yang digunakan, signifikansi penulisan, tinjauan pustaka yang menjadi jendela teori
pada Bab 2 dan sistematika penulisan skripsi ini.
1.2. Latar Belakang Masalah
Iman Kristen adalah iman yang bernyanyi, sehingga jemaat yang bernyanyi menjadi satu bentuk yang paling penting dari penginjilan gereja.
1
Bernyanyi telah menjadi satu identitas yang melekat bagi umat Kristen. Dalam tiap peribadatan, baik
ibadah rutin di hari Minggu maupun ibadah khusus, musik dan nyanyian jemaat tidak dapat dilepaskan dari dalamnya. Menurut James F. White, musik merupakan medium
yang lebih ekspresif untuk menyampaikan intensitas perasaan melalui kepelbagaian kecepatan, pola titik nada, keras lembut, melodi dan ritme daripada kata-kata yang
diucapkan. Nyanyian jemaat memberikan kesempatan bagi jemaat untuk mengekspresikan diri dalam ibadah. Nyanyian jemaat memiliki keuntungan khusus
dalam memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk mempersembahkan suara
1
Kenneth W. Osbeck, 101 Hymn Stories, Michigan: Kregel Publication,1982, xi.
terbaik yang dapat diciptakan kepada Allah, ini tidak dapat diganti dengan usaha orang lain. Melalui musik atau nyanyian yang dilantunkan jemaat diantarkan untuk
berintegrasi dalam persekutuan bersama Allah. David Ray mengutip pernyataan Agustinus yang berkata bahwa seseorang yang bernyanyi dengan baik atau indah
sebenarnya ia berdoa dua kali, karena seseorang yang bernyanyi harus mengerti dan memahami apa yang sedang ia lakukan dalam bernyanyi.
2
Dengan pernyataan ini maka nyanyian jemaat dan musik merupakan aspek penting dalam peribadatan
karena membantu jemaat untuk mengekspresikan perasaannya yang terdalam lewat tiap kata dalam lirik sebuah lagu. Pujian yang dilantunkan membawa tiap pribadi
merasakan dan menyambut kehadiran Allah di tengah-tengah peribadatan. Dengan kata lain, ketika pujian yang dilantunkan tidak dapat mengekspresikan isi hati
terdalam seseorang atau tidak dapat membawa jemaat kepada suasana ibadah yang bersemangat maka pujian ini hanya bersifat seremonial atau hanya bagian dari
upacara yang terangkum dalam liturgi. Liturgi yang sebenarnya tidak hanya mengatur jalannya ibadah agar teratur tetapi harus mampu menyentuh emosi tiap
jemaat, sehingga ini juga berkaitan dengan lagu pujian dan musik yang dipilih.
3
Di gereja masa kini, sentuhan kepada tiap jemaat menjadi satu penekanan penting dalam mengadakan peribadatan atau acara khusus yang merupakan program
gereja. Jemaat yang tak jarang datang dengan membawa beban psikologis mengharapkan satu penyegaran iman dengan apa yang disajikan oleh gereja. Dengan
realita ini, tuntutan bagi gereja masa kini adalah menyajikan suatu ibadah yang dirasa mampu memenuhi kebutuhan jemaat tanpa meninggalkan nilai-nilai kekristenan atau
2
David Ray, Gereja yang Hidup: Ide-ide Segar Menjadikan Ibadah Lebih Indah, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009, 150.
3
Manati I. Zega, Tiga Hal yang Dicari Jemaat di Gereja Anda ,Surakarta, 28 April 2009 dalam http:www.glorianet.orgindex.phpmanati1050-jemaat diakses tanggal 30 Januari 2012.
esensi utama yang ada dalam Injil. Gereja masa kini dituntut untuk senantiasa memperbarui diri guna memenuhi kebutuhan anggotanya sebagai jawaban atas tugas
dan panggilannya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat diberikan lewat pemilihan tema- tema yang berkaitan langsung dengan realita keseharian jemaat, penyajian khotbah
yang tidak membosankan, variasi ibadah, dan penyajian musik gereja yang mampu mengekspresikan diri jemaat.
Masalah yang banyak ditemui oleh gereja di masa kini adalah berpindahnya anggota jemaat yang ada di suatu gereja ke gereja yang lain dengan salah satu alasan
tidak didapatinya rasa bersekutu dengan Allah yang intim lewat nyanyian jemaat dan musik gereja yang ditampilkan dalam ibadah.
4
Jemaat yang merasa kering ketika pujian yang dilantunkan tidak dapat mengekspresikan kerinduannya untuk beribadah
dan tidak mampu menyentuh emosinya lebih memilih untuk mengikuti ibadah yang diadakan oleh gereja lain, yang dinilai lebih mampu mengakomodasi kebutuhannya
untuk bersekutu bersama Allah. Permasalahan ini saya temukan juga di Gereja Kristen Muria Indonesia GKMI Pecangaan, yaitu banyaknya bangku yang kosong
saat Ibadah Minggu. Permasalahan Musik Gereja memang tidak menjadi faktor utama berpindahnya jemaat GKMI Pecangaan ke gereja lain, tetapi salah satu hal
yang menyebabkan Jemaat terutama kaum muda yang telah menempuh pendidikan di luar kota merasa lebih nyaman beribadah di gereja lain adalah rasa kurang
mendapatkan sentuhan lewat pujian dan musik yang disajikan oleh gereja. GKMI Pecangaan yang merupakan bagian dari Sinode Muria, menggunakan
buku pujian yang diakui dan dipakai oleh seluruh GKMI di Indonesia, yaitu Puji- Pujian Rohani 1 dan Puji-Pujian Rohani 2. Buku PPR 1 diterbitkan pertama kali
4
Winnardo Saragih, Misi Musik: Menyembah atau Menghujat Allah?, Yogyakarta: Andi, 2008, 90.
tahun 1971, sedangkan PPR 2 diterbitkan tahun 1994. Selain itu, GKMI Pecangaan juga menggunakan lagu-lagu kontemporer rohani dalam ibadah Minggu yang
terangkum dalam buku “Pujian Bagi Kristus” yang dicetak sendiri, dengan alasan untuk menjawab keinginan jemaat akan lagu-lagu segar dan tanggapan atas lagu-lagu
himne di dalam PPR 1 dan PPR 2 yang kurang menyentuh. Seorang Pendeta di GKMI Pecangaan mengatakan bahwa nyanyian jemaat yang ada di dalam PPR 1 dan
PPR 2 sudah tidak mampu mewakili kerinduan jemaat untuk memuji karena terjemahan yang kurang bisa dipahami oleh jemaat awam. Perihal pemilihan
nyanyian jemaat, terjadi pertentangan antara jemaat tua yang masih mempertahankan PPR 1 dan PPR 2 dan jemaat muda yang menginginkan lagu pujian kontemporer
rohani yang bersifat lebih dinamis dalam hal pola ritmik, progresi melodik, dan harmoniknya.
Di sisi lain pengelolaan musik gereja yang hanya dipercayakan kepada satu orang membuat penyajian musik saat ibadah menjadi kering. Dalam penyajiannya,
nyanyian jemaat hanya diiringi oleh satu orang pemain
synthesizer
yang telah berusia lebih dari lima puluh tahun. Melihat permasalahan di atas, sebagai salah seorang
jemaat yang bertumbuh di GKMI Pecangaan saya merasa prihatin dan tertarik untuk menyusun skripsi ini dengan judul:
“Studi tentang Peran Nyanyian dan Musik Gerejawi di GKMI Pecangaan”
1.3. Batasan Masalah