ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN

YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA

Oleh

ANDIKA NAFI SAPUTRA

Kejahatan yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana tentu bukan merupakan hal yang baru terjadi, seperti pada perkara Nomor. 241/Pid.B./2011/PN.Mgl tentang tindak pidana kesusilaan yang pelakunya adalah seorang anak. Majelis Hakim kemudian menjatuhkan putusan bebas terhadap terdakwa dikarenakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana anak ditinjau dari hukum pidana? dan (2) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan bebas dalam perkara tindak pidana kesusilaan yang dilakukan oleh anak?

Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Metode pengumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara. Metode penyajian data dilakukan melalui proses editing, sistematis, dan klasifikasi. Metode analisis data yang dipergunakan adalah metode analisis kualitatif, dan menarik keimpulan secara deduktif.

Berdasarkan penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban pidana anak ditinjau dari hukum pidana pada saat ini lebih mengedepankan keadilan restoratif dan diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Pada perkara nomor : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl terdakwa tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana oleh karena dalam putusan Hakim menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, ini berarti kesalahan terdakwa tidak terbukti. Oleh karena itu, terdakwa tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana sebab asas dalam pertanggungjawaban pidana adalah “tidak dipidana jika tidak mempunyai kesalahan”. Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas adalah perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan karena menurut penilaian Hakim seluruh alat bukti


(2)

Andika Nafi Saputra yang diajukan tidak cukup atau tidak memadai membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, atau kesalahan yang terbukti juga tidak didukung oleh keyakinan Hakim.

Pengaturan pertanggungjawaban pidana anak saat ini dirasa sudah tepat, namun penegak hukum harus mempertimbangkan kembali apakah seorang anak tersebut pantas dihukum atau tidak. Apabila seorang anak telah melakukan tindak pidana yang dirasa dapat meresahkan masyarakat maka sebaiknya anak tersebut dihukum pidana. Di kemudian hari sebaiknya tidak perlu sampai ke tahap pengadilan apabila korban memang telah menyatakan tidak ada unsur paksaan dan bujuk rayu dalam kasus serupa, lebih baik diselesaikan secara kekeluargaan antara pihak terdakwa dan pihak korban.


(3)

ABSTRACT

AN ANALYSIS OF FREE DECISION ON THE CASE NUMBER: 241 / Pid.B / 2011 / PN.Mgl ON CRIME DECENCY PERFORMED BY

CHILDREN IN MENGGALA

By :

ANDIKA NAFI SAPUTRA

Crimes involving children as criminals is certainly not a new thing happening, as on the case Number. 241 / Pid.B. / 2011 / PN.Mgl on crime decency performed by children. Panel of Judges then imposing acquittal of the defendant because the Prosecutor's indictment was not proven beyond reasonable doubt. The problem in this study were: (1) How do children of criminal liability in terms of criminal law? and (2) What is the basis for the consideration of the judge in imposing acquittal in criminal decency committed by a child?

The approach used in this study were normative and empirical jurudical approaches. Data collecting technique was obtained through library research and interviews. Data presentation technique is done through the editing process, systematic, and classification. Data analysis technique which was used; qualitative analysis technique, and draw the conclusion deductively.

Based on research and discussion, it can be concluded that the criminal responsibility of children in terms of criminal law emphasizes on restorative justice and diversion of children who committed the crime. On the case number: 241 / Pid.B / 2011 / PN.Mgl defendant can’t received criminal liability because the Judge said the defendant has not proven legally guilty of a criminal offense is prosecuted by the Public Prosecutor, this means the offense the defendant has not proven. Therefore, the defendant can not incur criminal responsibility for criminal accountability is fundamental in "not convicted if does not have an error". Basic considerations in giving free desicion is alleged act to the defendant was not proven legally and convincingly as in the judgment of all the evidence presented was not sufficient or insufficient refute the charges to the accused, or proven error is also not supported by the judge belifes.

Criminal liability rules for children seem has been appropriate, but law enforcement should considerate wether the child deserve to be punished or not. If a child has committed a criminal act that can be considered disturbing the public


(4)

Andika Nafi Saputra then the child should be punished. Later, it should not need to get to the stage of the court if the victim is already stated there is no element of coercion and persuasion in such cases, it will be better resolved amicably between the defendant and the victim.


(5)

ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN

YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA

Oleh:

Andika Nafi Saputra Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(6)

ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN

YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA ( Skripsi )

ANDIKA NAFI SAPUTRA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(7)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan ... 17

B. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Kesusilaan ... 22

C. Pengertian Anak ... 28

III.METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 31

B. Sumber dan Jenis Data ... 32

C. Penentuan Narasumber... 33

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 34


(8)

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ... 37 B. Gambaran Umum Putusan Putusan PN Menggala Nomor

241/Pid.B/2011/PN.Mgl Tentang Tindak Pidana Kesusilaan Yang

Dilakukan Oleh Anak Di Menggala ... 38 C. Pertanggungjawaban Pidana Anak Ditinjau dari Hukum Pidana ... 40 D. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Bebas ... 48

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 55 B. Saran... ... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

(10)

(11)

MOTO

Dengan kenikmatan yang diberikan Allah kepadamu, carilah kebahagiaan akhirat, tetapi jangan engkau lupakan nasibmu dalam dunia ini, berbuatlah kebaikan

(kepada orang lain) seperti Tuhan telah berbuat kebaikan kepadamu (Q.S At Taubah 45)

Bicaralah jujur walau itu menyakitkan (Penulis)

Jadilah seperti sebuah lilin yang rela mengorbankan dirinya untuk menyinari orang lain dalam kegelapan

(Penulis)

Lakukan yang paling mungkin dan Tuhan akan memberikan yang terbaik (Penulis)


(12)

Kupersembahkan Karya kecilku ini Kepada:

Kedua Orang Tuaku

Terima kasih untuk semua kasih sayang, doa, dukungan dan

segala pengorbanan yang selalu diberikan kepadaku sehingga

aku bisa menjadi orang yang berhasil

Kakak Kandungku dan Kakak Iparku

Terima kasih atas doa, dukungan dan kasih sayang yang telah

diberikan kepadaku.

Semua Keluarga Besarku

Terimakasih telah memberikan doa dan semangat yang tak

terkira selama ini.

Almamater tercinta Universitas Lampung

Serta untuk seseorang yang kelak akan mendampingiku di

setiap langkah hidup, tempat curahan hati, menikmati


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, pada tanggal 25 Desember 1991, anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Bapak Drs. Endy HS dan Ibu Elva Elina. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Tunas Harapan pada tahun 1998. Sekolah Dasar (SD) di SDN 2 Kotabumi Ilir pada tahun 2004, kemudian melanjutkan studinya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2007 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis diterima masuk Perguruan Tinggi Negeri dan sekaligus terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, melalui jalur SNMPTN. Pada tahun 2013, penulis mengikuti program pengabdian kepada masyarakat yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Gunung Sugih Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran selama 40 hari.


(14)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: “ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH

ANAK DI MENGGALA”

Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat dorongan, bantuan, arahan serta masukan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto selaku Rektor Universitas Lampung. 2. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

3. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

4. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini.

5. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini.


(15)

6. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah memberikan masukan, arahan, dan bantuan dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak A. Irzal Fardiansah, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah memberikan masukan, arahan, dan bantuan dalam penulisan skripsi ini.

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen pengajar, Staf Administrasi maupun karyawan-karyawan di bagian Fakultas Hukum Universitas Lampung, terima kasih atas bantuannya.

9. Bapak Rudiyanto, S.H., selaku Jaksa di Kejaksaan Negeri Menggala yang telah menjadi responden dan telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pendapat.

10. Bapak Ade Satriawan, S.H., M.H., selaku Hakim di Pengadilan Negeri Menggala yang telah menjadi responden dan telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pendapat.

11. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua ku tercinta Bapak Drs. Endy HS dan Ibu Elva Elina, Kakak Kandungku susi Dina Safitri S.H. dan Kakak Iparku bang Leonardo Adiguna, S.H., yang senantiasa memberikan motivasi, kasih sayang , dukungan, perhatian, perhatian, dan selalu mendoakan serta mengharapkan keberhasilanku.

12. Nyaik, Minak Atu (Alm), Ibu, Umi, Nyanya, Tang Adong, Paksu, Mamah Diana, Biksu dan Manda, terima kasih atas semua doa dan dukungannya.

13. Kanjeng Andre, Mahkota, Minak Arda, Abang Naldo, Simpulan, Rara, Adit, Aldi, Zalfa, Nisa, Daeng, Farhan, Adel, Opang, Kaila, Raisya, Fayaza, Ukum,


(16)

Aska, Terima kasih untuk semua sepupu dan keponakan yang udah ngehibur disaat pikiran lagi penat dengan kegiatan kampus.

14. Seseorang yang sudah menemani lebih dari 5 tahun sejak dari masa SMA, Yuni Elmita Sari (Hoshi), terima kasih untuk semua doa, dukungan dan waktunya yang selalu ada disaat susah dan senang.

15. Sahabat-sahabat seperjuangan di Fakultas Hukum, Agung Wahyudi, Echo Wardoyo, Afrizal Vatikawa, Andi Kusnadi, Andi Siswanto, Ruhly Kesuma, Indra Saputra, Aryo Budi, Begiyama, Aryo Adityo Novran, Indra Sukma, Doddy Irwansyah, Dani Aji Nugraha, Bang Sulis, Bang Ridho, Bang Fajar, Bang Gagan, dll.

16. Rekan-rekan KKN di Desa Gunung Sugih, Ranu, Bang Ari, Citra, Maya, Desty, Hasna, Rosma, Tara, Mutia, sukses untuk kita semua.

17. Sahabat-sahabat semasa sekolah, Bramastya Wisnu Aji, Reno Pemiwar Adha, Hidayat, Bayu Adib Rudini Utama, Chena Dewantara, Riyando Ardika Arya, Rama Malindo Rahman, Asep Hardiyanto, Isna Mega Pratiwi, Ana Melisa, Amelia, Laili Fatimah, A. Haidir Ali, terima kasih telah memberikan doa dan bantuannya.

18. Almamater tercinta, Universitas Lampung yang telah menghantarkanku menuju keberhasilan

19. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, semangat, dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.


(17)

Semoga Allah SWT. memberikan balasan yang terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan dan tetap menanamkan semangat untuk berbuat baik dalam diri kita. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga hasil skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, 23 Oktober 2014 Penulis


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, kemudian juga dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang kesemuanya mengemukakan prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak.

Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional kedepan. Oleh karena itu diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial


(19)

2 serta perlindungan dari segala kemungkinan yang membahayakan atau merusak masa depan anak.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sementara menurut Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Kejahatan yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana tentu bukan merupakan hal yang baru terjadi. Dewasa ini banyak kejadian-kejadian kriminal seperti pencurian, penjambretan ataupun tindak pidana kesusilaan yang dilakukan oleh seorang anak. Batasan tentang kenakalan anak ditekankan terhadap perilaku anak yang merupakan perbuatan yang melanggar norma, tetapi bila dilakukan oleh orang dewasa disebut dengan kejahatan, karena tidak etis rasanya apabila pelaku anak disebut dengan penjahat anak bukan kenakalan anak karena mengingat anak yang melakukan tindak pidana tersebut masih butuh pengawasan ataupun tindakan pembinaan.1

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menganut double track system. Yang dimaksud dengan double

1Nashriana,

Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2011 hlm. 29.


(20)

3

track system adalah sistem dua jalur dimana selain mengatur sanksi pidana juga mengatur tindakan.2 Terkait dengan sanksi yang dijatuhkan terhadap anak nakal, UU Sistem Peradilan Pidana Anak telah mengaturnya yaitu dalam Pasal 71 yaitu pidana pokok terhadap anak yang melakukan tindak pidana adalah pidana peringatan, pidana dengan syarat, dan pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat serta perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana.

Ditinjau dari teori-teori pemidanaan, sanksi pidana lebih menekankan pada unsur pembalasan karena dengan beranggapan bahwa suatu pemidanaan dapat mencapai tiga hal, yakni untuk melindungi tata tertib hukum, untuk mencegah orang melakukan kejahatan dan untuk membuat orang jera melakukan kejahatan.3 Sedangkan sanksi tindakan lebih bersifat mendidik, tidak membalas guna menciptakan pencegahan khusus yaitu tujuan yang ingin dicapai adalah membuat jera, memperbaiki, dan membuat penjahat itu sendiri menjadi tidak mampu untuk melakukan itu lagi.4 Singkatnya, sanksi pidana merupakan implementasi dari pengenaan sanksi pidana pada pelaku dan sanksi tindakan berorientasi pada keamanan dan perlindungan masyarakat.

Putusan pengadilan atau putusan hakim merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa putusan pengadilan sebagai pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa putusan pidana, putusan lepas dan putusan bebas dari segala tuntutan hukum dalam hal

2

Damang, Double Track System, Diakses terakhir pada tanggal: 13 November 2013, http://www.negarahukum.com/hukum/double-track-system.html.

3

P.A.F. Lamintang & Theo Lamintang,Hukum Penitensier Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm. 13.

4


(21)

4 serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Berarti segala putusan sepenuhnya merupakan keyakinan dan kebebasan kekuasaan dari hakim.

Makna keyakinan hakim bukan perasaan hakim pribadi sebagai manusia akan tetapi keyakinan yang didukung oleh alat bukti yang sah. Menurut Pasal 183 KUHAP, Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Pada Putusan Nomor. 241/Pid.B./2011/PN.Mgl tentang tindak pidana kesusilaan yang dilakukan oleh anak, Bayu Arif Bin Wakijo diajukan ke pengadilan atas laporan orang tua saksi korban Puji Rahayu Binti Mukidi karena telah melakukan persetubuhan dengan saksi korban pada hari minggu tanggal 15 Mei 2011 sekitar pukul 16.00 WIB di rumah temannya yaitu saksi Hengki Deby Setiawan Bin Jumirin. Atas dasar laporan itu Jaksa Penuntut Umum mendakwa terdakwa Bayu Arif Bin Wakijo dengan Pasal 81 Ayat (2) dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan dan denda Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) subsidair 1 (satu) bulan kurungan. Selama proses persidangan berlangsung pihak keluarga korban dan terdakwa telah membuat perjanjian damai di antara keduanya. Majelis Hakim kemudian menjatuhkan putusan bebas terhadap terdakwa dikarenakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.


(22)

5 Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas kasus ini lebih lanjut melalui penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Putusan Bebas Pada Perkara Nomor : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl Tentang Tindak Pidana Kesusilaan Yang Dilakukan Oleh Anak Di Menggala”.

B. Pemasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya, maka penulis dapat merumuskan permasalahan yaitu:

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana anak ditinjau dari hukum pidana? b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan

putusan bebas dalam perkara tindak pidana kesusilaan yang dilakukan oleh anak?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pembahasan masalah skripsi ini jika dilihat dari aspek substansi merupakan bagian dari ilmu hukum pidana khususnya pertanggungjawaban pidana anak ditinjau dari hukum pidana dan dasar pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan bebas terhadap terdakwa. Sedangkan dilihat dari aspek lokasi penelitian hanya sebatas tingkat Pengadilan Negeri Menggala, meskipun proses peradilan mencapai tingkat kasasi.


(23)

6 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana anak ditinjau dari hukum pidana.

b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bebas dalam perkara tindak pidana kesusilaan yang dilakukan oleh anak.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis

a. Kegunaan Teoritis

Kegunaan penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan kajian hukum pidana, khususnya pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana kesusilaan yang dilakukan oleh anak.

b. Kegunaan Praktis

Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi bagi masyarakat, aparatur penegak hukum dan pihak lain yang ingin mengetahui dan memahami tentang tindak pidana kesusilaan yang dilakukan oleh anak.


(24)

7 D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi yang dianggap relevan oleh peneliti.5 Kerangka teoritis dapat disebut juga suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Setiap penelitian itu akan ada suatu kerangka teoritis yang menjadi acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.6 Berdasarkan definisi tersebut maka kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindak sendiri atau pihak lain.7 Pada waktu membicarakan pengertian perbuatan pidana, telah diajukan bahwa dalam istilah tersebut tidak termasuk pertanggungjawaban. Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan dengan suatu pidana. Apakah orang yang melakukan perbuatan kemudian juga dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan, ini tergantung dari soal apakah dalam melakukan perbuatan ini dia mempunyai kesalahan. Sebab asas dalam pertanggungjawaban pidana adalah “tidak dipidana jika tidak mempunyai kesalahan” (Geen straf

5

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cetakan Ke 3, Jakarta : Universitas Indonesia Press, 2007, hlm. 125.

6Ibid

, hlm.125.

7


(25)

8

zonder schuld; Actus non facit reum nisi mens sit rea). Asas ini memang tidak disebutkan di dalam hukum tertulis akan tetapi asas ini berlaku dalam penerapannya di indonesia.8

Kesalahan menurut hukum pidana (shute in ruime zin) terdiri dari 3 (tiga) unsur: 1. Toerekening strafbaarheid (dapat dipertanggungjawabkan) pembuat.

a. Suatu sikap psikis pembuat berhubungan dengan kelakuannya. b. Kelakuan yang sengaja.

2. Kelakuan dengan sikap kurang berhati-hati atau lalai (unsur kealpaan :culva, schute in enge zin).

3. Tidak ada alasan-alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana pembuat (unsur Toerekenbaar heid).9

Pertanggungjawaban tanpa adanya kesalahan dari pihak yang melanggar dinamakan leer van het materiele feit (fait materiele).10 Dalam buku-buku Belanda yang pada umumnya tidak mengadakan pemisahan antara dilarangnya perbuatan (strafbaar heid van het feit) dan dipidananya orang yang melakukan perbuatan tersebut (strafbaar heid van de persoon). Dengan kata lain, schuld

(kesalahan) tidak dapat dimengerti tanpa adanya wederrechttelijkeheid (sifat melawan hukum), tapi sebaliknya sifat melawan hukum mungkin ada tanpa adanya kesalahan. Moeljatno mengartikannya, orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana. Tetapi meskipun melakukan perbuatan pidana, tidak selalu dia dapat dipidana.11

Berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana di atas, maka terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana mengenai pertanggungjawaban pidana tersebut telah dicantumkan di dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012,

8

Moeljatno,Asas-asas Hukum Pidana Edisi Revisi, Jakarta : Rineka Cipta, 2008, hlm.165.

9

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sapta Artha Jaya, 2003, hlm.130.

10

Ibid, hlm. 165.

11


(26)

9 bahwa terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam undang-undang ini.

b. Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana

Menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman selanjutnya disebut Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman menyatakan, bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Menurut Pasal 28 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.

Kebijakan yang dibuat dalam bentuk pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka disebut dengan putusan pengadilan, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 butir ke 11 KUHAP yang menyatakan bahwa:

“Putusan pengadilan merupakan pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini”.

Hakim sebagai orang yang menjalankan hukum berdasarkan demi keadilan di dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara yang ditanganinya tetap


(27)

10 berlandaskan aturan yang berlaku dalam undang-undang dan memakai pertimbangan berdasarkan data-data yang autentik serta para saksi yang dapat dipercaya. Tugas hakim tersebut dalam mempertimbangkan untuk menjatuhkan suatu putusan bebas dapat dilihat dalam Pasal 191 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) yang menyatakan :

“jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”.

Pengambilan putusan oleh hakim di pengadilan adalah didasarkan pada surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam sidang pengadilan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 191 KUHAP. Dengan demikian surat dakwaan dari penuntut umum merupakan dasar hukum acara pidana, karena dengan berdasarkan pada dakwaan itulah pemeriksaan sidang pengadilan itu dilakukan. Suatu persidangan di pengadilan seorang hakim tidak dapat menjatuhkan pidana diluar batas-batas dakwaan,12 tetapi hakim tidak terikat kepada surat dakwaan tersebut. Hal ini didasarkan pada Pasal 183 KUHAP, yang menyatakan:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukanya”.

12


(28)

11 Hakim dalam memutus suatu perkara harus berdasarkan pada alat bukti yang sah Pasal 184 KUHAP tersebut yang dimaksud dengan alat bukti adalah:

1. Keterangan Saksi

Keterangan saksi berkaitan dengan keterangan dari saksi korban maupun saksi dari terdakwa yang mengetahui secara langsung kronologi peristiwa. 2. Keterangan Ahli

Keterangan ahli digunakan oleh hakim dalam menentukan suatu tindak pidana apabila sudah layak dan memenuhi unsur dari perbuatan pidana tersebut yang nantinya akan diputus.

3. Surat

Surat dapat berupa akta, perjanjian, nota-nota dan surat lainya yang berkaitan erat dengan kasus sebagai bahan pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara.

4. Petunjuk

Petunjuk biasanya ditemukan bahwa apabila ada petunjuk atau fakta lain dipersidangan maupun telah hakim gali ditengah masyarakat.

5. Keterangan Terdakwa

Keterangan terdakwa berkaitan dengan kasus yang sedang dihadapi untuk dinilai oleh hakim dalam rangka pengumpulan alat bukti guna menjadi dasar pertimbangan hakim.

Mengenai alat bukti yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan hakim, terdapat dalam Pasal 183 dan 184 KUHAP, menurut KUHAP harus ada alat-alat bukti yang sah, dimana alat bukti tersebut berupa keterangan ahli, surat,


(29)

12 petunjuk, dan keterangan terdakwa seperti hal ini bertujuan untuk mendapat keyakinan hakim bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah.

Mackenzie berpendapat bahwa ada beberapa teori pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara yaitu sebagai berikut :13

1. Teori Keseimbangan

Keseimbangan di sini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara.

2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi

Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi daripada pengetahuan dari hakim 3. Teori Pendekatan Keilmuan

Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau

instink semata, tetapi harus dilengkapi sengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya.

4. Teori Pendekatan Pengalaman

Pengalaman seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari.

13

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm.106.


(30)

13 5. Teori Ratio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan.

6. Teori Kebijaksanaan

Aspek ini menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua ikut bertanggungjawab untuk membimbing, membina, mendidik, dan melindungi anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat, dan bagi bangsanya.

Putusan hakim harus berdasar penafsiran hukum yang sesuai dengan rasa keadilan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat, juga faktor lain yang mempengaruhi seperti faktor budaya, sosial, ekonomi, politik dan lain-lain. Hakim dalam memberikan putusan terhadap kasus yang sama dapat berbeda karena antara hakim yang satu dengan yang lainnya mempunyai cara pandang serta dasar pertimbangan yang berbeda pula.

2. Konseptual

Soerjono Soekanto menyatakan, konseptual adalah Kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin atau yang akan diteliti.14 Kerangka yang menggambarkan konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti, baik dalam penelitian hukum normatif maupun empiris. Biasanya telah merumuskan

14


(31)

14 dalam definisi-definisi tertentu atau telah menjalankan lebih lanjut dari konsep tertentu.15

Kerangka Konseptual merupakan kerangka yang menghubungkan atau menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti yang berkaitan dengan istilah.16 Upaya memudahkan pengertian yang terkandung dalam kalimat pada judul penelitian ini, maka dalam kerangka konseptual penulis akan menguraikan pengertian-pengertian yang berhubungan erat dengan penulisan skripsi ini, yaitu sebagai berikut:

a. Analisis adalah suatu proses berfikir manusia tentang sesuatu kejadian atau peristiwa untuk memberikan suatu jawaban atas kejadian atau peristiwa tersebut.17

b. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 angka (11) KUHAP).

c. Putusan bebas adalah jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di persidangan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas (Pasal 191 Ayat (1) KUHAP).

15

Sanusi Husin, Penuntun Praktis Penulisan Skripsi. Bandar Lampung: Fakultas Hukum Universitas Lampung, 1991, hlm. 9.

16

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cetakan Ke 3, jakarta: Universitas Indonesia Pers, 2007, hlm.32.

17Ibid.


(32)

15 d. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.18

e. Tindak pidana kesusilaan adalah tindak pidana yang berhubungan dengan masalah kesusilaan.19

f. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak dalam kandungan (Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002). Sementara menurut Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam memahami permasalahan dan pembahasan dari tema atau judul di atas, maka penulisan skripsi ini disusun dalam 5 (lima) bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini memuat tentang latar belakang permasalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

18

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana Edisi Revisi, Jakarta : Rineka Cipta, 2008, hlm.54.

19Pengertian Tindak Pidana Kesusilaan, Diakses terakhir pada tanggal : 19 Mei 2014,


(33)

16 II. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka berisi beberapa pengertian serta pemahaman terhadap objek penelitian dan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian di dalam skripsi ini.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang menjelaskan metode yang dilakukan untuk memperoleh dan mengolah data yang akurat. Adapun metode yang digunakan terdiri dari pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, serta analisa data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat dalam penelitian, terdiri dari deskripsi dan analisis dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana kesusilaan yang dilakukan oleh anak.

V. PENUTUP

Bab ini merupakan hasil akhir yang berisikan kesimpulan dari penulisan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan saran yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan

Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : “Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan, atau bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”. Apabila ketentuan tersebut dijabarkan secara lebih rinci maka dapat dilihat bahwa setiap keputusan hakim (putusan pengadilan) merupakan salah satu dari tiga kemungkinan, yaitu :

1. Putusan bebas.

Berkenaan dengan putusan bebas (vrijspraak) adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 191 Ayat (1) KUHAP, yaitu : “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”. Menurut Pasal 191 Ayat (1) KUHAP yang dimaksud dengan “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan” adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.


(35)

18 Jika konteks diatas ditarik suatu konklusi dasar, secara sistematis ketentuan Pasal 191 Ayat (1) KUHAP beserta penjelasannya menentukan putusan bebas dapat terjadi apabila :

a. Dari hasil pemeriksaan di depan sidang pengadilan.

b. Kesalahan terdakwa atas pebuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum karena :

1) Tidak terdapat alat bukti seperti ditentukan asas minimum pembuktian menurut undang-undang secara negatif (negatief wettelijke bewijs theorie) sebagaimana dianut KUHAP.

2) Majelis hakim berpendirian bahwa terhadap asas minimum pembuktian sesuai undang-undang telah terpenuhi dengan adanya dua alat bukti tetapi, majelis hakim tidak dapat menjatuhkan pidana karena tidak yakin akan kesalahan terdakwa.

Dalam praktik peradilan, jika seorang terdakwa oleh majelis hakim dijatuhi putusan “vrijspraak”, pada hakikatnya amar putusannya haruslah berisikan :

“pembebasan terdakwa secara sah dan meyakinkan dari segala dakwaan; memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, serta martabatnya; memerintahkan terdakwa segera dibebaskan dari tahanan setelah putusan diucapkan apabila terdakwa ditahan; dan pembebanan biaya perkara kepada Negara”.


(36)

19 2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum.

Mengenai penjatuhan putusan lepas dari segala tuntutan hukum dicantumkan pada Pasal 191 Ayat (2) KUHAP yang menyebutkan “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.

Seseorang tidak dapat dijatuhi putusan pidana apabila di dalam melakukan perbuatan pidana ia memiliki alasan pembenar. Alasan pembenar yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar.20

3. Pemidanaan atau penjatuhan pidana.

Adapun mengenai kapan suatu putusan pemidanaan atau penjatuhan pidana dijatuhkan, telah diatur di dalam Pasal 193 Ayat (1) KUHAP sebagai berikut : “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana”.

Hak terdakwa setelah putusan pemidanaan diucapkan oleh hakim ketua sidang diatur di dalam Pasal 196 Ayat (3) KUHAP adalah sebagai berikut :

a. Hak segera menerima atau menolak putusan (Pasal 196 Ayat (3) butir a KUHAP);

b. Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, dalam tenggang waktu yang ditentukan yaitu tujuh hari sesudah

20


(37)

20 putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir (Pasal 196 Ayat (3) butir b jo. Pasal 233 Ayat (2) KUHAP); c. Hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang

ditentukan oleh undang-undang, untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan (Pasal 196 Ayat (3) butir c KUHAP);

d. Hak minta banding dalam tenggang waktu tujuh hari setelah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 Ayat (2) KUHAP (Pasal 196 Ayat (3) butir d jo. Pasal 233 Ayat (2) KUHAP);

e. Hak segera mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud pada butir a (menolak putusan) dalam waktu seperti yang ditentukan dala Pasal 235 Ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan banding dalam perkara itu tidak boleh diajukan lagi (Pasal 196 Ayat (3) butir e KUHAP).

Pada Pasal 197 KUHAP diatur formalitas yang seharusnya dipenuhi suatu putusan hakim, ketentuan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Surat putusan pemidanaan memuat :

a. Kepala putusan yang ditulisakan berbunyi : “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;

b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa;

c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;

d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi penentuan kesalahan terdakwa;

e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;

f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemdanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa;


(38)

21 g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali

perkara diperiksa oleh hakim tunggal;

h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah dipenuhi semua unsur dalam rumusan delik disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;

i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;

j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;

k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;

l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus, dan nama panitera.

2. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, g, h, j, k, dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.

3. Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan dalam undang-undang ini.

Ada hal-hal khusus yang terdapat dalam proses penjatuhan sanksi terhadap Anak Nakal sesuai dengan Pasal 60 dan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, yaitu :

Pasal 60 menentukan :

(1) Sebelum menjatuhkan putusan, Hakim memberikan kesempatan kepada orang tua/Wali dan/atau pendamping untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi Anak.

(2) Dalam hal tertentu Anak Korban diberi kesempatan oleh Hakim untuk menyampaikan pendapat tentang perkara yang bersangkutan.

(3) Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara. (4) Dalam hal laporan penelitian kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) tidak dipertimbangkan dalam putusan Hakim, putusan batal demi hukum.


(39)

22 Pasal 61 menentukan :

(1) Pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat tidak dihadiri oleh anak.

(2) Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tetap harus

dirahasiakan oleh media massa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dengan hanya menggunakan inisial tanpa gambar.

B. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Kesusilaan

1. Pengertian Tindak Pidana

Strafbaar feit merupakan istilah asli bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan berbagai arti diantaranya yaitu, tindak pidana, delik, perbuatan pidana, peristiwa pidana maupun perbuatan yang dapat dipidana. Kata

Strafbaar feit terdiri dari 3 kata, yakni straf, baar dan feit. Berbagai istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan sebagai pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh, sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.21

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat di artikan secara yuridis atau kriminologi. Mengenai pengertian tindak pidana ini ada 2 (dua) pandangan aliran, yaitu:

1. Pandangan Monistis,

“aliran/pandangan yang tidak memisahkan antara pengertian perbuatan pidana dengan pertanggungjawaban pidana”.

21


(40)

23 2. Pandangan Dualistis,

“pandangan yang memisahkan antara dilarangnya suatu perbuatan pidana (criminal at atau actus reus) dan dapat dipertanggungjawabkannya si pembuat (criminal responsibility atau mens rea)”.

Tindak pidana merupakan suatu pengertian yang yuridis, lain halnya dengan kejahatan yang biasa diartikan secara yuridis ataupun kriminologis. Istilah tindak pidana adalah terjemahan dari bahasa Belanda yaitu Strafbaar Feit atau Delict.22

Beberapa sarjana memberikan pengertian perbuatan pidana, tindak pidana ataupun

strafbaar feit, diantaranya menurut R. Soesilo mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan undang-undang yang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan pidana.23 Menurut Moeljatno perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.

Soedjono berpendapat bahwa kejahatan adalah perbuatan manusia yang melanggar atau bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah hukum, tegasnya perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan kaidah hukum dan tidak memenuhi atau melawan perintah-perintah yang telah ditetapkan dalam kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat.24 Sedangkan Wirjono Projodikoro menyatakan bahwa tindak pidana itu adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat

22

R.Soesilo,Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus, Bogor: Politae, 1984, hlm .4.

23Ibid

. hlm.5.

24


(41)

24 dikenakan hukuman pidana.25 Lalu Simons dalam bukunya merumuskan strafbaar feit adalah suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukanoleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya yang dinyatakan dapat dihukum.26

KUHP menentukan bahwa tindak pidana digolongkan menjadi kejahatan dan pelanggaran. Penggolongan jenis-jenis delik yang ada dalam KUHP terdiri dari Kejahatan, disusun dalam Buku II KUHP, sedangkan Pelanggaran, disusun dalam Buku III KUHP. Undang-undang hanya memberikan penggolongan kejahatan dan pelanggaran, akan tetapi tidak memberikan arti yang jelas, risalah penjelasan undang-undang. Berdasarkan beberapa pengertian dari pendapat sarjana di atas dapat diketahui bahwa tindak pidana merupakan suatu perbuatan atau kejadian tertentu yang dilakukan oleh seseorang, beberapa orang atau badan hukum yang menimbulkan suatu akibat karena melanggar peraturan perundang-undangan yang ada.

Pada hakikatnya, setiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah (fakta) oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya.27 Duet Cristhine-Cansil memberikan lima rumusan, selain harus bersifat melanggar hukum, perbuatan pidana haruslah merupakan Handeling

(perbuatan manusia), Strafbaar gesteld (diancam dengan pidana),

25

Wirjono Projodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta : Eresco, 1986, hlm.50.

26

Simons, Pelajaran Hukum Pidana, Bandung :Pioner Jaya, 1992, hlm 127.

27


(42)

25

toerekeningsvatbaar (dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab), dan adanya schuld (terjadi karena kesalahan).28

Moeljatno menyebutkan bahwa perbuatan pidana terdiri dari lima elemen. Yaitu kelakuan dan akibat (perbuatan), hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan, keadaan tambahan yang memberatkan pidana, unsur melawan hukum yang subjektif, dan unsur melawan hukum yang objektif.29 Moeljatno membedakan unsur tindak pidana berdasarkan perbuatan dan pelaku dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu :

1. Unsur subjektif berupa : a. Perbuatan manusia

b. Mengandung unsur kesalahan 2. Unsur objektif berupa :

a. Bersifat melawan hukum b. Ada aturannya30

M. Bassar Sudrajad menyatakan unsur-unsur yang terkandung dalam suatu delik adalah terdiri dari :

a. Unsur melawan hukum b. Unsur merugikan masyarakat c. Dilarang oleh aturan hukum pidana d. Pelakunya dapat diancam pidana31

28

Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Jakarta: Pradnya Paramita,2007,hlm.38.

29

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Op.Cit,hlm.69.

30 Ibid

, hlm.64.

31


(43)

26 Walaupun pendapat dari rumusan berbeda-beda namun pada hakikatnya ada persamaannya, ialah tidak memisahkan antara unsur-unsur mengenai perbuatannya dengan unsur yang mengenai diri orangnya (pelaku). Perbuatan pidana memiliki beberapa unsur yang tanpa kehadiran unsur tersebut maka perbuatan pidana tidaklah bisa disebut sebagai delik atau perbuatan pidana. Pertama, perbuatan pidana merupakan perbuatan manusia. Kedua, bersifat melawan hukum. Kedua unsur inilah yang disepakati oleh hampir seluruh sarjana hukum. Selain itu ada beberapa unsur penting yang meski tidak disepakati oleh seluruh sarjana, namun merupakan bagian penting dari perbuatan pidana. Pertama, kesalahan baik berupa kesengajaan ataupun kelalaian. Kedua, hal ihwal yang terdapat dalam rumusan KUHP yang tanpa adanya keadaan tersebut sebuah perbuatan pidana tidak dihitung pernah terjadi.32

2. Tindak Pidana Kesusilaan

Tindak pidana kesusilaan adalah tindak pidana yang berhubungan dengan masalah kesusilaan.33

Ketentuan tindak pidana kesusilaan dalam KUHP dapat dikelompokkan menjadi : a. Bentuk kejahatan diatur dalam pasal 281-289 KUHP

b. Bentuk pelanggaran diatur dalam pasal 532-535 KUHAP

Salah satu bentuk tindak pidana kesusilaan adalah persetubuhan. Persetubuhan adalah peraduan alat kelamin laki-laki dan alat kelamin perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, dimana alat kelamin laki-laki harus masuk

32

Nis, Miftah Lan. Pengertian dan unsur-unsur Tindak Pidana. 2 Februari 2014. http://miftahlan.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-unsur-unsur-tindak.html. [19:40].

33 Pengertian Tindak Pidana Kesusilaan, Diakses terakhir pada tanggal : 19 Mei 2014,


(44)

27 kedalam alat kelamin perempuan dan mengeluarkan air mani.34 Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ditemukan pengertian dari persetubuhan akan tetapi persetubuhan termasuk perbuatan cabul.

Perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, kesemuanya itu didalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan atau buah dada dan sebagainya.35

Perbuatan cabul masuk dalam Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesopanan. Yang menjadi dasar hukum perbuatan cabul terhadap anak dibawah umur diatur dalam Pasal 287 KUHP.

Pasal 287 menentukan :

(1) Barangsiapa bersetubuh dengan wanita diluar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. (2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita

belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.

Sanksi pidana mengenai perbuatan cabul terhadap anak diatur pula didalam undang-undang diluar KUHP, yaitu terdapat dalam Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagai berikut :

34

A. Wira Pratiwi, 2013,Skripsi : Tinjauan Yuridis tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak Secara Berlanjut (Studi Kasus Putusan No. 794/Pid. B/2012/PN. Mks.).

35A. David Prayuda Sajuli,2012, Skripsi : Analisis Putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih Nomor


(45)

28 Pasal 81 menentukan :

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 82 menentukan :

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

C. Pengertian Anak

Pengertian dan batasan umur bagi seorang anak didalam beberapa hukum positif Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Pada Pasal 45 KUHP, anak adalah seseorang yang belum berusia 16 (enam belas) tahun.

2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pada Pasal 330 KUH Perdata, orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum genap mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin.


(46)

29 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Berdasarkan ketentuan Pasal 47 Ayat (1) dan Pasal 50 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, batasan untuk disebut anak adalah belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan.

4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Pada Pasal 1 Ayat (2) UU No. 4 Tahun 1979 ditentukan bahwa yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

Pada Pasal 1 Ayat (1) UU No. 3 Tahun 1997, anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Pada Pasal 1 Ayat (5) UU No. 39 Tahun 1999, anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Pada Pasal 1 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.


(47)

30 8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak

Pada Pasal 1 angka 3, 4, dan 5, yang disebut anak adalah seseorang yang telah mencapai umur 12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka yang akan penulis gunakan sebagai acuan mengenai pengertian dan batasan umur anak di dalam penelitian ini adalah pengertian anak didalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.


(48)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan skripsi ini, sedangkan pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan dengan melakukan penelitian lapangan (field research), yaitu dengan melihat fakta-fakta yang ada dalam praktik yang ada di lapangan dengan tujuan melihat kenyataan atau fakta-fakta yang konkrit mengenai analisis putusan bebas pada perkara Nomor : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl tentang tindak pidana kesusilaan yang dilakukan oleh anak di Menggala.

Kedua pendekatan ini yaitu secara secara yuridis normatif dan yuridis empiris, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang sesungguhnya terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.


(49)

32 B. Sumber dan Jenis Data

Penulis menggunakan sumber data dalam rangka penyelesaian skripsi ini, bersumber pada dua jenis data, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden di lapangan. Penelitian lapangan terutama yang menyangkut pokok bahasan skripsi ini. Data ini diperoleh dengan melakukan wawancara dengan responden dan observasi yang terkait dengan putusan bebas pada perkara Nomor : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl tentang tindak pidana kesusilaan yang dilakukan oleh anak di Menggala.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip, dan menelaah peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen, kamus, artikel dan literatur hukum lainnya yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas, yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Merupakan bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dalam hal ini bahan hukum primer terdiri dari :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan


(50)

33 b. Bahan Hukum Sekunder

Merupakan bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta memahami bahan hukum primer, seperti literature dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Bahan hokum sekunder penelitian ini meliputi :

1. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

2. Putusan Pengadilan Negeri Menggala Nomor. 241/Pid b/2011/PN. Mgl

c. Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan-bahan yang berguna untuk memberikan informasi, petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hokum sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, media massa, artikel, makalah, naskah, paper, jurnal, internet yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas atau diteliti dalam skripsi ini.

C. Penentuan Narasumber

Berkaitan dengan permasalahan penelitian, maka data lapangan akan diperoleh dari para narasumber. Narasumber adalah seseorang yang memberikan pendapat atas objek yang diteliti.36 Narasumber ditentukan secara purposive yaitu penunjukan langsung narasumber tidak secara acak untuk mendapatkan data

36

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,


(51)

34 lapangan, dengan anggapan narasumber yang ditunjuk menguasai permasalahan dalam penelitian ini.37 Narasumber tersebut adalah :

1. Hakim dari Pengadilan Negeri Menggala : 1 orang 2. Jaksa dari Kejaksaan Negeri Menggala : 1 orang 3. Dosen Pidana Fakultas Hukum Unila : 1 orang+

Jumlah : 3 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pelaksanaan pengumpulan data digunakan cara dengan studi kepustakaan dan studi lapangan, yaitu sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan penulis dengan maksud untuk memperoleh data sekunder dengan cara mengumpulkan data dengan membaca, memahami, mengutip, merangkum, dan membuat catatan-catatan dari berbagai literatur, peraturan perundang-undangan, buku-buku, media massa dan bahan tertulis lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk memperoleh data primer dengan metode wawancara (interview) secara langsung dengan narasumber/responden sebagai usaha mengumpulkan data dengan mengajukan

37

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, tanpa kota penerbit : LP3ES, 1989, hlm.155.


(52)

35 pertanyaan secara lisan, maupun dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya terlebih dahulu.

2. Prosedur Pengolahan Data

Metode yang digunakan dalam prosedur pengolahan data ini yaitu : a. Seleksi Data

Yaitu memeriksa dan memilih data sesuai dengan objek yang akan dibahas, juga dengan mempelajari dan menelaah data yang diperoleh dari hasil penelitian.

b. Klasifikasi Data

Yaitu mengklasifikasikan/mengelompokan data yang diperoleh menurut jenisnya dan sesuai dengan kerangka yang telah ditetapkan untuk memudahkan dalam menganalisis data.

c. Sistematisasi Data

Yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada setiap pokok secara sistematis sehingga memudahkan interprestasi data dan tercipta keteraturan dalam menjawab permasalahan sehingga mudah untuk dibahas.

E. Analisis Data

Setelah dilakukan pengumpulan data dan pengolahan data, kemudian diadakan analisis data. Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipahami. Analisis data yang diperoleh dilakukan melalui analisis kualitatif, yang dilakukan dengan cara menguraikan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dalam bentuk kalimat-kalimat yang disusun secara sistematis, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang


(53)

36 masalah yang di teliti. Sedangkan dalam mengambil kesimpulan dan hasil analisis tersebut penulis menggunakan metode induktif, yaitu suatu cara berfikir yang dilaksanakan pada fakta-fakta yang bersifat khusus yang kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum, selanjutnya dengan beberapa kesimpulan tersebut dapat diajukan saran sebagai rekomendasi.


(54)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap putusan Pengadilan Negeri Menggala Nomor : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl Tentang Tindak Pidana Kesusilaan Yang Dilakukan Oleh Anak, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban pidana anak ditinjau dari hukum pidana pada saat ini lebih mengedepankan keadilan restoratif dan diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Pada perkara nomor : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl terdakwa tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana oleh karena dalam putusan Hakim menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, ini berarti kesalahan terdakwa tidak terbukti. Oleh karena itu, terdakwa tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana sebab asas dalam pertanggungjawaban pidana adalah “tidak dipidana jika tidak mempunyai kesalahan”.

2. Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas adalah perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan karena menurut penilaian Hakim seluruh alat bukti yang diajukan tidak cukup atau tidak memadai membuktikan kesalahan yang


(55)

56

didakwakan kepada terdakwa, atau kesalahan yang terbukti juga tidak didukung oleh keyakinan Hakim.

B. Saran

1. Pengaturan pertanggungjawaban pidana anak saat ini dirasa sudah tepat, namun penegak hukum harus mempertimbangkan kembali apakah seorang anak tersebut pantas dihukum atau tidak. Apabila seorang anak telah melakukan tindak pidana yang dirasa dapat meresahkan masyarakat maka sebaiknya anak tersebut dihukum pidana.

2. Di kemudian hari sebaiknya tidak perlu sampai ke tahap pengadilan apabila korban memang telah menyatakan tidak ada unsur paksaan dan bujuk rayu dalam kasus serupa, lebih baik diselesaikan secara kekeluargaan antara pihak terdakwa dan pihak korban.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Andrisman, Tri. 2008. Buku Ajar Hukum Pidana. Universitas Lampung: Bandar Lampung.

Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian. Rajawali Pers: Jakarta. ---. 2002. Pengantar Hukum Pidana Bag 1. Grafindo: Jakarta.

D, Soedjono. 1977. Ilmu Kejiwaan Kejahatan. Karya Nusantara: Bandung. Djamil, M Nasir. 2012. Anak Bukan Untuk Dihukum. Sinar Grafika: Jakarta. Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif

dan Empiris. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Hamzah, Andi. 2005.KUHP dan KUHAP. Rineka Cipta: Jakarta.

---.2003. Hukum Acara Pidana Indonesia. Sapta Artha Jaya: Jakarta. Husein, Harun M. 1994. Surat Dakwaan Tehnik Penyusunan, Fungsi dan

Permasalahan, Rineka Cipta: Jakarta.

Husin, Sanusi. 1991. Penuntun Praktis Penulisan Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Lampung: Bandar Lampung.

Kansil dan Cristhine Kansil. 2007. Pokok-Pokok Hukum Pidana. Pradnya Paramita: Jakarta.

Lamintang, P.A.F. & Theo Lamintang. 2010. Hukum Penitensier Indonesia. Sinar Grafika: Jakarta.

Moeljatno. 2008. Asas-asas Hukum Pidana Edisi Revisi. Rineka Cipta: Jakarta. Nashriana. 2011. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia. P.T Raja


(57)

Poerwadarminta, WJS. 1998. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Tanpa penerbit: Jakarta.

Pratiwi, A. Wira. 2013. Skripsi : Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak Secara Berlanjut (Studi Kasus Putusan No. 794/Pid. B/2012/PN.Mks.)

Projodikoro, Wirjono. 1986. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Eresco: Jakarta.

Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif. Sinar Grafika: Jakarta.

Sajuli, A. David Prayuda. 2012. Skripsi : Analisis Putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih Nomor : 219/Pid.A/2011/PN.GS Dalam Perkara Persetubuhan Yang Dilakukan Oleh Anak.

Saleh, Roeslan. 1983. “Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana” dua

pengertian dalam Hukum Pidana, Aksara Baru: Jakarta. Simons. 1992. Pelajaran Hukum Pidana. Pioner Jaya: Bandung.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES: tanpa kota penerbit.

Soekanto, Soerjono. 1986. Penelitian Hukum Normatif. Rajawali Pers: Jakarta. ---.2007. Pengantar Penelitian Hukum Cetakan Ke 3.Universitas

Indonesia Pers: Jakarta.

Soesilo, R. 1984. Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus. Politae: Bogor.


(58)

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 2009. Bumi Aksara. Jakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 2009. Bumi Aksara.

Jakarta.

Buku Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Buku Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Buku Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak.

Lain-lain :

Putusan Perkara Nomor 241/Pid.B/2011/PN.Mgl.

Damang, Double Track System, 13 November 2013, http://www.negarahukum.com/hukum/double-track-system.html. Nis, Miftah Lan. Pengertian dan unsur-unsur Tindak Pidana. 2 Februari 2014.

http://miftah-lan.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-unsur-unsur-tindak.html. [19:40].

Pengertian Tindak Pidana Kesusilaan, Diakses terakhir pada tanggal : 19 Mei 2014, http://hukumpidana1.blogspot.com/2012/04/pengertian-tindak-pidana-kesusilaan.html

Pertanggungjawaban Pidana, Diakses terakhir pada tanggal : 12 Oktober 2014, http://syarifblackdolphin.wordpress.com/2012/01/11/pertanggungjawa ban-pidana/


(1)

36 masalah yang di teliti. Sedangkan dalam mengambil kesimpulan dan hasil analisis tersebut penulis menggunakan metode induktif, yaitu suatu cara berfikir yang dilaksanakan pada fakta-fakta yang bersifat khusus yang kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum, selanjutnya dengan beberapa kesimpulan tersebut dapat diajukan saran sebagai rekomendasi.


(2)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap putusan Pengadilan Negeri Menggala Nomor : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl Tentang Tindak Pidana Kesusilaan Yang Dilakukan Oleh Anak, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban pidana anak ditinjau dari hukum pidana pada saat ini lebih mengedepankan keadilan restoratif dan diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Pada perkara nomor : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl terdakwa tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana oleh karena dalam putusan Hakim menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, ini berarti kesalahan terdakwa tidak terbukti. Oleh karena itu, terdakwa tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana sebab asas dalam pertanggungjawaban pidana adalah “tidak dipidana jika tidak mempunyai kesalahan”.

2. Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas adalah perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan karena menurut penilaian Hakim seluruh alat bukti yang diajukan tidak cukup atau tidak memadai membuktikan kesalahan yang


(3)

56

didakwakan kepada terdakwa, atau kesalahan yang terbukti juga tidak didukung oleh keyakinan Hakim.

B. Saran

1. Pengaturan pertanggungjawaban pidana anak saat ini dirasa sudah tepat, namun penegak hukum harus mempertimbangkan kembali apakah seorang anak tersebut pantas dihukum atau tidak. Apabila seorang anak telah melakukan tindak pidana yang dirasa dapat meresahkan masyarakat maka sebaiknya anak tersebut dihukum pidana.

2. Di kemudian hari sebaiknya tidak perlu sampai ke tahap pengadilan apabila korban memang telah menyatakan tidak ada unsur paksaan dan bujuk rayu dalam kasus serupa, lebih baik diselesaikan secara kekeluargaan antara pihak terdakwa dan pihak korban.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Andrisman, Tri. 2008. Buku Ajar Hukum Pidana. Universitas Lampung: Bandar Lampung.

Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian. Rajawali Pers: Jakarta. ---. 2002. Pengantar Hukum Pidana Bag 1. Grafindo: Jakarta.

D, Soedjono. 1977. Ilmu Kejiwaan Kejahatan. Karya Nusantara: Bandung. Djamil, M Nasir. 2012. Anak Bukan Untuk Dihukum. Sinar Grafika: Jakarta. Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif

dan Empiris. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Hamzah, Andi. 2005.KUHP dan KUHAP. Rineka Cipta: Jakarta.

---.2003. Hukum Acara Pidana Indonesia. Sapta Artha Jaya: Jakarta. Husein, Harun M. 1994. Surat Dakwaan Tehnik Penyusunan, Fungsi dan

Permasalahan, Rineka Cipta: Jakarta.

Husin, Sanusi. 1991. Penuntun Praktis Penulisan Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Lampung: Bandar Lampung.

Kansil dan Cristhine Kansil. 2007. Pokok-Pokok Hukum Pidana. Pradnya Paramita: Jakarta.

Lamintang, P.A.F. & Theo Lamintang. 2010. Hukum Penitensier Indonesia. Sinar Grafika: Jakarta.

Moeljatno. 2008. Asas-asas Hukum Pidana Edisi Revisi. Rineka Cipta: Jakarta. Nashriana. 2011. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia. P.T Raja


(5)

Poerwadarminta, WJS. 1998. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Tanpa penerbit: Jakarta.

Pratiwi, A. Wira. 2013. Skripsi : Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak Secara Berlanjut (Studi Kasus Putusan No. 794/Pid. B/2012/PN.Mks.)

Projodikoro, Wirjono. 1986. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Eresco: Jakarta.

Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif. Sinar Grafika: Jakarta.

Sajuli, A. David Prayuda. 2012. Skripsi : Analisis Putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih Nomor : 219/Pid.A/2011/PN.GS Dalam Perkara Persetubuhan Yang Dilakukan Oleh Anak.

Saleh, Roeslan. 1983. “Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana” dua pengertian dalam Hukum Pidana, Aksara Baru: Jakarta.

Simons. 1992. Pelajaran Hukum Pidana. Pioner Jaya: Bandung.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES: tanpa kota penerbit.

Soekanto, Soerjono. 1986. Penelitian Hukum Normatif. Rajawali Pers: Jakarta. ---.2007. Pengantar Penelitian Hukum Cetakan Ke 3.Universitas

Indonesia Pers: Jakarta.

Soesilo, R. 1984. Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus. Politae: Bogor.


(6)

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 2009. Bumi Aksara. Jakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 2009. Bumi Aksara.

Jakarta.

Buku Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Buku Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Buku Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak.

Lain-lain :

Putusan Perkara Nomor 241/Pid.B/2011/PN.Mgl.

Damang, Double Track System, 13 November 2013, http://www.negarahukum.com/hukum/double-track-system.html. Nis, Miftah Lan. Pengertian dan unsur-unsur Tindak Pidana. 2 Februari 2014.

http://miftah-lan.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-unsur-unsur-tindak.html. [19:40].

Pengertian Tindak Pidana Kesusilaan, Diakses terakhir pada tanggal : 19 Mei 2014, http://hukumpidana1.blogspot.com/2012/04/pengertian-tindak-pidana-kesusilaan.html

Pertanggungjawaban Pidana, Diakses terakhir pada tanggal : 12 Oktober 2014, http://syarifblackdolphin.wordpress.com/2012/01/11/pertanggungjawa ban-pidana/