JUDUL INDONESIA: ANALISIS TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DILAKUKAN ISTRI TERHADAP SUAMI DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI

(1)

ABSTRAK

ANALISIS TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DILAKUKAN ISTRI TERHADAP SUAMI DALAM PERSPEKTIF

KRIMINOLOGI

Oleh

ERIK BARCELLONA

Sekarang ini kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak hanya dilakukan oleh suami terhadap istri, tetapi istri terhadap suami. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Sehingga kekerasan dalam rumah tangga harus segera dihilangkan atau dihapuskan. Adapun permasalahan yang menjadi acuan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakah perspektif krimininologi tindak pidana KDRT yang dilakukan istri terhadap suami, apakah faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana KDRT yang dilakukan istri terhadap suami dalam perspektif kriminologi dan penerapan hukum terhadap pelaku KDRT yang dilakukan istri terhadap suami.

Penelitian ini dilakuka menggunakan pendekatan masalah melalui pendekatan yuridis normatif, yuridis empiris dan pendekatan kriminologi dengan data primer dan data sekunder dimana masing-masing data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan dilapangan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan telah dilakukan dengan wawancara, faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga adalah faktor ekonomi, pendidikan, agama, perilaku, relasi kekuasaan dan kebudayaan. Faktor yang paling utama adalah faktor ekonomi, faktor relasi kekuasaan dan faktor perilaku atau psikis pelaku. Penerapan hukuman terhadap pelaku KDRT disesuaikan dengan Pasal-pasal dalam KUHP dan UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (PKDRT), bahwasannya kekerasan yang terjadi meliputi kekerasan terhadap fisik korban harus dikenakan hukuman sesuai aturan yang berlaku.


(2)

Berdasarkan kesimpulan tersebut perlu ditingkatkan sosialisasi tentang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, para penegak hukum sebaiknya bersikap tegas dalam memberikan sanksi kepada pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Perlu adanya layanan dari pemerintah terhadap para korban kekerasan dengan mendirikan rumah aman dan pelayanan kesehatan bagi korbannya. Sebaiknya setiap pasangan dalam rumah tangga harus mengerti tentang keagamaan serta mengikuti adat istiadat dalam kehidupan mereka. Setiap pasangan harusnya memiliki latar belakang pendidikan yang baik dan bersikap saling terbuka antar pasangannya.

Kata Kunci : Perspektif Kriminologi, KDRT, Tindak Pidana Kekerasan Istri Terhadap Suami


(3)

ANALISIS TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DILAKUKAN ISTRI TERHADAP SUAMI DALAM PERSPEKTIF

KRIMINOLOGI Oleh

ERIK BARCELLONA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Desa Gunung Batin Udik, Lampung Tengah pada tanggal 11 Agustus 1992 dan merupakan anak pertama dari 3 (tiga) bersaudara dari pasangan Bapak Yeri Indawan dan Ibu Sulasmik.

Pendidikan yang telah diselesaikan adalah Taman Kanak-kanak Astra Ksetra, Tulang Bawang diselesaikan pada tahun 1998. Sekolah Dasar Negeri II Astra Ksetra, Tulang Bawang lulus pada tahun 2004. Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Bandar Agung, Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2007, lalu peneliti melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Yayasan Pembina Unila Bandar Lampung yang lulus pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 peneliti terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri Lokal. Peneliti Mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Labuhan Ratu VI Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur, Propinsi Lampung pada 17 januari – 26 Februari tahun 2013. Selanjutnya peneliti melakukan penelitian pada Polresta Bandar Lampung dan LSM DAMAR, sebagai objek bahan penulisan skripsi.


(7)

MOTO

“Hidup Cuma Sekali Hiduplah Yang Berarti”

(DEDE SUNANDAR)

“Jika Anda Tidak Mengerjakan Pahala Sebaiknya Anda Tidak Melakukan Dosa” (ERIK BARCELLONA)

“Kepuasan Terletak Pada Usaha, Bukan Pada Hasil. Berusaha Dengan Keras Adalah Kemenangan Yang Hakiki”

(Gandhi)

“Jangan Minta Pulang Kita Ini Bujang”


(8)

PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan yang telah memberikan kesempatan sehingga dapat ku selesaikan sebuah karya ilmiah ini dan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang selalu kita harapkan Syafaatnya di hari akhir kelak. Aku

persembahkan karya ini kepada:

Untuk kedua orang tua yang aku hormati dan aku hargai, Emak dan Bapak yang selalu mencintai, menyayangi, mendo’akan dan mendidikku:

YERI INDAWAN SULASMIK

Serta untuk adik-adikku yang senantiasa memberikan dukungan kepada ku dengan kasih sayang yang tulus, serta seluruh keluarga yang melengkapi

hari-hariku:

ERISA TIRTA KURNIA ERIN TRI LATIFAH

Untuk sahabat dan teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan dukungan dan motivasi serta menemaniku dalam suka dan duka dalam mencapai


(9)

SANWACANA

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarrakatu

Alhamdulillahirobbil’alamiin, segala puji syukur hanyalah milik Allah SWT,

Rabb seluruh alam yang telah memberikan Rahmat dan Taufik serta Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Tanpa adanya kemudahan yang diberikan takkan mungkin dapat terlaksana, oleh karenanya hamba senantiasa bersyukur atas segala yang diberikan. Sholawat serta salam semoga Allah limpahkan kepada sebaik-baik contoh dan tauladan Nabi paling Agung Nabi Muhammad SAW, Beliau yang telah memberikan perubahan kepada dunia dari zaman kebodohan kepada zaman yang penuh pencerahan.

Dalam penulisan ini tidak terlepas dari adanya bantuan, partisipasi dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H selaku ketua Bagian Hukum Pidana.


(10)

banyak memberi bimbimgan dan arahan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Deni Achmad, S.H., M.H selaku pembimbing II yang telah memberikan banyak bantuan, masukkan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H selaku pembahas I yang telah banyak memberikan kritikan dan saran yang sangat berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak A. Irzal Fardiansyah, S.H., M.H selaku pembahas II yang telah banyak memberikan kritikan dan saran yang sangat membangun kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan dan diajarkan dengan ikhlas.

9. Seluruh staf baik di bagian Hukum Pidana Mba Sri, Mba Yanti, Babe. Maupun di bagian Akademik dan Kemahasiswaan yang tidak kalah pentingnya dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.

10. Orang tua terhormat dan terkasih, bapak Yeri Indawan dan emak Sulasmik yang telah banyak berkorban demi anaknya menuntut ilmu, yang telah


(11)

11. Saudari-saudari ku, Erisa Tirta Kurnia dan Erin Tri Latifah yang telah banyak memberikan semangat serta doa untuk kelancaran dalam pengerjaan skripsi ini.

12. Guru-guru ku selama menduduki bangku Taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Penulis ucapkan terimakasih atas ilmu yang telah diberikan.

13. Pihak penyidik unit PPA dari Polresta Bandar Lampung yang telah memberikan informasi dan bantuannya selama penulis melakukan riset dalam penulisan skripsi ini.

14. Direktur ekskutif LSM DAMAR beserta staf jajarannya yang telah memberikan informasi dan bantuannya selama penulis melakukan riset dalam penulisan skripsi ini.

15. Teman-teman sekaligus keluarga baru, pengalaman baru di Kuliah Kerja Nyata (KKN) Moch, Hadi, Mario, Anggew, Sinta, Andria, Sahara, Eva, dan Riska Serta Bapak Karyanto dan seluruh keluarga yang telah menerima kami di kediamannya. Bapak Prayitno selaku Kepala Desa Labuhan Ratu VI beserta istri dan keluarga.

16. Sahabat - sahabat terbaikku Aldy Fernanda, Ade Putra Ramadhani, Qodryansyah, Adelina Syahputri, Agritia Gita Pratiwi, Mardhotila dan


(12)

17. Teman-teman seangkatan yang selalu hadir, selalu memberi cerita menyenangkan dan moment tak terlupakan selama perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Lampung: Novan, Ario, Anggi, Sarwo, Ridho, Alfin, Amek, Sudi, Ijal, Icat, Dicky, Silva, Vinda, Itqoh, Dimas, Alhuda, Sandi, Willy, Kamal serta yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya penulis ucapkan terimakasih.

18. Saudara, teman, rekan yang lain dan tidak bisa disebutkan satu persatu yang saya yakin berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari dan ikut berpartisipasi, membantu dalam penulisan skripsi ini penulis ucapkan terimakasih.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa, dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun akan selalu diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih semoga Allah SWT memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua serta semoga tali silahtuhrahmi diantara kita tetap erat dan kita dipertemukan kembali dalam keridhoan-Nya. Aamiin Allahuma Ya Rabbil’alamin.

Bandar Lampung, April 2014 Penulis


(13)

iv DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

1. Tujuan Penelitian ... 7

2. Kegunaan Penelitian... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 7

1. Kerangka Teori... 7

2. Konseptual ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian, Jenis Tindak Pidana dan Tindak Pidana KDRT ... 13

1. Pengertian Tindak Pidana ... 13

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga ... 15

B. Kekerasan dalam Rumah Tangga... 17

1. Pengertian Rumah Tangga ... 17

2. Ruang Lingkup Rumah Tangga ... 19

3. Jenis-jenis Kekerasan dalam Rumah Tangga ... 20

4. Sanksi Pidana dalam Kekerasan Rumah Tangga ... 23

C. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan ... 24

1. Faktor Intern ... 25

2. Faktor Ekstern ... 27


(14)

v

B. Sumber dan jenis Data ... 35

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 36

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 36

E. Analisis Data ... 37

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik responden ... 39

B. Kronologis Kasus ... 40

C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana KDRT yang Dilakukan Istri terhadap Suami dalam Perspektif Kriminologi ... 41

D. Perspektif Krimininologi Tindak Pidana KDRT yang Dilakukan Istri terhadap Suami ... 48

E. Penerapan Hukum terhadap Pelaku KDRT Istri terhadap Suami ... 54

V. PENUTUP A. Simpulan ... 60

B. Saran ... 61


(15)

1.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga disamping beberapa anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua anggota/individu dalam keluarga. Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan tidak adanya konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental, emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga. Keluarga disebut disharmonis apabila terjadi sebaliknya.

Didalam kehidupan berumah tangga kita menginginkan keadaan yang harmonis dan baik dalam setiap harinya, tetapi tidak menutup kemungkinan akan terjadi suatu konflik didalam kehidupan berumah tangga. Dimana konflik-konflik ini dapat menyebabkan suatu tindak pidana. Tindak pidana yang terjadi


(16)

didalam sebuah keluarga inilah yang disebut dengan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga).

Kekerasan yang terdapat di dalam rumah tangga pada umumnya meliputi berbagai bentuk seperti kekerasan fisik, ekonomi, psikis, termasuk pemerkosaan, pemukulan terhadap istri,suami,anak dan keluarga lain yang berada dalam keluarga tersebut. Kekerasan dalam rumah tangga ini umumnya paling sulit untuk diungkapkan, karena selain di anggap sebagai urusan internal suatu rumah tangga, juga ada kecenderungan masyarakat menyalahkan korbannya.

Rencana Aksi Nasional Pengahapusan Kekerasan terhadap Perempuan melalui Kepres RI No.129 tahun 1998 ini hanya mengatur tentang kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan sebagai korban saja, sehingga pada tahun 2004 dikeluarkan Undang-Undang No.23 tahun 2004 yang berisikan tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (disingkat UU KDRT) yang mengatur tidak hanya isteri atau perempuan yang menjadi korban, melainkan suami dan anakpun termasuk didalamnya. Bukan bearti korban tindak pidana KDRT adalah porsinya hanya untuk perempuan dan lebih lanjut tidak bearti perempuan tidak bisa menjadi pelaku tindak pidana KDRT. Bahwa perempuan (yang hendak dilindungi UU PKDRT) bisa menjadi pelaku tindak pidana KDRT terlihat dari :1

a. Asas penghapusan KDRT yakni Nondiskriminasi (Pasal 3 huruf c UU PKDRT)

1

Guse Prayudi. Berbagai Aspek Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Merkid Press. 2012. Yogyakarta. Hlm. 12


(17)

b. Cara perumusan tindak pidana KDRT (tersebut dalam Bab VIII UU PKDRT), yaitu dengan awalan kata : “Setiap orang”. Dari perumusan ini dapat diambil kesimpulan , bahwa yang dimaksudkan dengan “setiap

orang” baik dalam jenis kelamin laki-laki maupun perempuan.

c. Dilihat dari perumusan tentang korban KDRT, yakni orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan meliputi:

1. Suami,isteri, dan anak

2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau

3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

Artinya isteri (perempuan) bisa menjadi pelaku tindak pidana KDRT dengan korban suami, anak, keluarga atau pembantunya.

d. Adanya penunjukan langsung dalam rumusan Pasal 44 Ayat (4), Pasal 45

Ayat (2), Pasal 53 dengan adanya frasa “dilakukan oleh suami terhadap

isteri atau sebaliknya.

Berdasarkan hal tersebut “isteri atau perempuan” dapat menjadi subjek/pelaku

tindak pidana KDRT dan karenanya “suami atau laki-laki” menurut UU ini dapat

juga menjadi korban dari tindak pidana KDRT. Ketentuan ini harus dibaca dan diterapkan secara berimbang, jangan sampai apabila pelaku KDRT adalah laki-laki yang diterapkan adalah pasal-pasal tindak pidana dalam UU PKDRT, sedangkan apabila pelaku KDRT adalah perempuan yang diterapkan bukan


(18)

psaal-pasal dalam UU PKDRT misalnya hanya menerapkan psaal-pasal dalam KUHP, hal yang sama juga terjadi jika pelakunya adalah anak (laki-laki). KDRT secara khusus sering menimpa kaum perempuan, dengan suami sebagai pelakunya menerima konsekuensi hukumannya terhadap tindak pidana tersebut. Dalam hal KDRT yang dilakukan istri terhadap suami, tidak menutup kemungkinan menerima dampak atau konsekuensi hukumannya jika perempuan sebagai pelaku kekerasan, dengan ketentuan dalam UU PKDRT dalam Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 dan Pasal 49 atau dilihat dari unsur “penganiayaan” yang di atur dalam KUHP Pasal 351.

Kejahatan terhadap lingkup rumah tangga sebenarnya merupakan kejahatan yang cukup serius dalam hal ancaman pidananya. Ancaman pidanan yang tinggi tersebut diterapkan karena akibat yang ditimbulkan oleh kejahatan tersebut menimbulkan penderitaan yang berkepanjangan serta kerugian psikologis yang mendalam.

Pada kenyataan tindakan secara fisik dan ancaman psikologis serta penelantaran rumah tangga seringkali terjadi dalam kehidupan masyarakat, sehingga diperlukan perangkat hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga. Untuk itulah pembaharuan terhadap masalah ini dipandang perlu untuk segera dilaksanakan. Berdasarkan pemikiran tersebut maka terbitlah peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, ini terkait dengan beberapa peraturan perundang-undangan sebelumnya, antara lain KUHP, KUHAP,


(19)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut Mitra Kalyana, aktifis perempuan dan anak, kekerasan dalam rumah tangga adalah perubahan fisik, lingkungan dan kata-kata yang terjadi ditempat dimana seseorang seharusnya bisa merasa aman yaitu rumah.2

Undang-Undang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini mengatur antara lain ihwal pencegahan dan perlindungan serta pemulihan terhadap korban kekerasan dalm rumah tangga, juga mengatur secara spesifik kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dengan unsur-unsur tindak pidana yang berbeda dengan tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam KUHP. Selain itu, UU PKDRT juga mengatur ihwal kewajiban bagi aparat penegak hukum, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, atau pembimbing rohani untuk melindungi korban agar mereka lebih sensitive dan responsive terhadap kepentingan rumah tangga yang sejak awal diarahkan pada keutuhan dan kerukunan rumah tangga. 3

Berdasarka fakta kasus yang terdapat dalam berita di internet kasus yang dialami pasangan Nursulis Prihati (35) Ahmad Abdullah (38), dimana Ahmad Abdullah menjadi korban KDRT, yakni dipukul dan dicakar oleh istrinya.4Pertengkaran antara Nurkulis dan Abdulllah terjadi pada Minggu (21/04/2013) sekitar pukul 20.00 di kediaman mereka yang terletak di Jalan Raya Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

2

Mitra Kalyana. Menghadapi Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Komunikasi dan Informasi Perempuan. 1999. Jakarta. Hlm 24

3Ibid

. Hlm 4

4

http://health.kompas.com/read/2013/04/22/12580949/Cekcok.Istri.Pukul.dan.Cakar.Suami Diakses Tanggal 13 November 2013. Pukul 09:29


(20)

Kekerasan ini berawal dengan percekcokan kemudian si isteri marah lalu memukul, mencakar, dan mendorong suaminnya hingga menyebabkan luka-luka, kata staf Humas Polresta Jakarta Selatan, Aiptu Broto Suwarno, Senin siang. Abdullah mengalami luka memar di bagian pipi, bibir, dan hidung. Kemudian, dia melaporkan isterinya ke polisi. Untuk sementara, Nursulis pulang ke rumah orangtuanya yang berada di Jatiasih, Bekasi.

Berdasarkan kajian kriminologi, memiliki makna studi ilmiah tentang sifat, tingkat, penyebab, dan pengendalian perilaku kriminal baik yang terdapat dalam diri idividu maupun dalam kehidupan social, budaya, politik, dan ekonomi5. Disini Penulis ingin menggali tentang sebab-sebab dan akibat dari terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang dilakukan Isteri Terhadap Suami.

Berdasarkan uraian di atas saya sebagai penulis, akan menulis skripsi saya yang

berjudul “Analisis Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga yang

Dilakukan Istri Terhadap Suami dalam Perspektif Kriminologi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah:

a. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana KDRT yang dilakukan istri terhadap suami dalam perspektif kriminologi?

b. Perspektif krimininologi tindak pidana KDRT yang dilakukan istri terhadap suami?

5


(21)

c. Bagaimana penerapan hukum terhadap pelaku KDRT yang dilakukan istri terhadap suami?

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian

a. Untuk mengetahui faktor penyebab serta akibat yang ditimbulkan dari kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh istri terhadap suami. b. Untuk mengetahui perspektif kriminologi terhadap tindak pidana KDRT yang

dilakukan istri terhadap suami.

c. Untuk mengetahui penerapan hukum terhadap pelaku KDRT yang dilakukan istri terhadap suami.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis, kegunaan penulis skripsi ini diharapkan dapat menambah bahan kepustakaan ilmu pengetahuan hukum serta untuk mengembangkan ilmu hukum yang penulis dapatkan, khususnya ilmu pidana dan kriminologi. b. Secara praktis, diharapkan penulis ini dapat memberikan informasi dan

menyumbangkan pemikiran kepada aparat penegak hukum dalam menyelesaikan masalah KDRT.

D. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori

Menurut Soerjono Soekanto, kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya


(22)

bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.6

Dalam masalah kejahatan maka teori yang bertujuan mengenai faktor sebab timbulnya (faktor etiologi) secara umum dibagi tiga, yaitu :

a. Teori yang menggunakan pendekatan biologis

Yaitu pendekatan yang digunakan dalam kriminologi untuk menjelaskan sebab musabab atau sumber kejahatan berdasarkan fakta-fakta dari proses biologis.7

b. Teori yang menggunakan pendekatan psikologis

Yaitu pendekatan yang digunakan kriminologi dalam menjelaskan sebab musabab atau sumber kejahatan berdasarkan masalah-masalah kepribadian dan tekanan-tekanan kejiwaan yang dapat mendorong seseorang berbuat kejahatan.8

c. Teori yang menggunakan pendekatan sosiologi

Yaitu pendekatan yang digunakan kriminologi dalam menjelaskan faktor-faktor sebab musabab dan sumber timbulnya kejahatan berdasarkan interaksi sosial, proses-proses sosial, struktur-struktur social dalam masyarakat termasuk unsur-unsur kebudayaan.9

Disini penyebab terjadinya tindak pidana atau kekerasan dapat dilakukan pelaku dari berbagai jenis dorongan atau motivasi seperti dijelaskan dalam Kamus Pintar Bahasa Indonesia , bahwa terdapat dua jenis motivasi yaitu motivasi intrinsik dan

6

Soerjono Soekanto. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Rajawali pers.1983. Jakarta. Hlm 125

7 Ibid.

HLm 125

8Ibid

. Hlm 126

9Ibid


(23)

ekstrinsik. Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah dorongan atau keinginan pada diri sendiri yang tidak perlu disertai perangsang dari luar, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah dorongan dari luar diri seseorang.10 Dalam penyelesain atau penjatuhan sanksi terhadap pelaku tindak pidana KDRT, akan dilihat dari tindak pidana KDRT menurut Pasal 44 sampai Pasal 50 dalam UU No.23 Tahun 2004 tentang UU PKDRT dan tindak pidana kekerasan atau penganiayaan menurut Pasal 351 KUHP. Penerapan atau penjatuhan hukuman terhadap pelaku menurut Sudarto dalam kebijakan hukum pidana terbagi menjadi 2 (dua) :

1. Kebijakan secara penal (hukum pidana)

Kebijakan hukum pidana melalui jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat

“represif” (penindasan/pemberantasan/penumpasan) setelah kejahatan tersebut

terjadi. Menurut Sudarto yang dimaksud dengan upaya represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah terjadinya kejahatan atau tindak pidana, termasuk upaya represif yaitu penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai dilakukannya pidana.11

Penegakan hukum pidana pada hakikatnya merupakan penegakan kebijakan melalui beberapa tahapan, yaitu:

a. Tahap Formulasi

Yaitu tahapan penegakan hukum “in abstracta” oleh pembuatan undang-undang,

tahap ini pula disebut sebagai tahap kebijakan legislatif.

b. Tahap Aplikasi

10Kamus Pintar Bahasa Indonesia

. Citra Aditya Bakti, Bandung. 1996. Hlm 775

11


(24)

Yaitu penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai dengan pengadilan, tahap ini dapat pula disebut dengan tahap kebijakan.

c. Tahap Eksekusi

Yaitu tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkret oleh aparat-aparat pelaksanaan hukum pidana, tahap ini dapat pula disebut dengan tahap kebijakan eksekutif atau administratif.12

2. Kebijakan non penal (diluar jalur hukum)

Kebijakan hukum pidana melalui jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat “preventif” (pencegahan/penangkalan/pengendalian) yang dilakukan sebelum kejahatan tersebut terjadi. Sarana non penal biasa disebut sebagai upaya preventif, yaitu upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan. Non penal merupakan upaya pencegahan, penangkalan, dan pengendalian sebelum kejahatan terjadi maka sasaran utamanya adalah mengenai faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial secara langsung atau tidak langsung menimbulkan kejahatan.

Usaha-usaha non penal penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral dan agama. Meningkatkan usaha-usaha kesejahteraan anak dan remaja, kegiatan patroli dan pengawasan

12

Arief Barda Nawawi dan Muladi. Kebijakan Hukum Pidana.Citra Aditya. Bandung.1996.hlm. 157


(25)

lainnya secara kontinu oleh polisi dan aparat keamanan lainnya. Usaha-usaha non penal memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu. Dengan demikian, dilihat dari politik kriminil keseluruhan kegiatan preventif yang non penal itu sebenarnya mempunyai kedudukan yang sangat strategis, memegang posisi kunci diintesifkan dan diefektifkan.

Kegagalan dalam mengarap posisi strategis ini justru akan berakibat sangat fatal bagi usaha penanggulangan kejahatan. Oleh karena itu suatu kebijakan kriminal harus dapat mengintegrasikan dan mengharmonisasikan seluruh kegiatan preventif yang non penal itu kedalam suatu sistem kegiatan negara yang teratur. Tujuan utama dari sarana non penal adalah memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu. Penggunaan sarana non penal adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan yaitu meliputi bidang yang sangat luas sekal di seluruh sektor kebijakan sosial.13

2. Konseptual

Menurut Soerjono Soekanto, kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan antara konsep-konsep khusus yang merupakan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang digunakan dalam penulisan atau penelitian.14 Berdasarkan definisi di atas maka penelitian akan melakukan analisis pokok-pokok bahasan dalam penelitian inii dan memberikan batasan pengertian yang berhubungan dengan judul, yaitu: “Analisis Tindak Pidana KDRT Yang Dilakukan Isteri Terhadap Suami Dalam Perspektif Kriminologi”.

Adapun batasan pengertian dari istilah yang digunakan adalah sebagai berikut:

13

Arief Barda nawawi.Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung.PT.Citra Aditya Bakti. 2002. hlm 42

14


(26)

a. Analisis adalah memecah atau menguraikan suatu keadaan atau masalah kedalam beberapa bagian atau elemen dan memisahkan bagian tersebut untuk dihubungkan dengan keseluruhan atau dibandingkan dengan yang lain.15 b. Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu

yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.16

c. Perspektif kriminologi adalah sebuah ilmu yang salah satu tugasnya mencandrakan dan menganalisis kriminalitas khususnya kejahatan kekerasan sebagai gejala sosial, melihat bentuk kejahatan dengan menggunakan kekerasan yang menjadi subjek penelitian tersebut, merupakan suatu bentuk dari perilaku menyimpang (deviant behaviour).17

d. Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap sesseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaann, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.18

E. Sistematika Penulisan

I. PENDAHULUAN

15

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.1997. Hlm 276

16

Moeljatno. Kitab Undang-Undang Hukum Pudana. Bumi Aksara. 2007. Jakarta. Hlm. 6

17

Yesmil Anwar & Adang. Kriminologi. PT Refika Aditama.2013. Bandung. Hlm. 420

18

Undang-Undang No 23 tahun 2004, tentang Pengahapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga Pasal 1 angka 1


(27)

Merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan kerangka konseptual, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep kajian yang berhubungan dengan penyusunan skripsi dan diambil dari berbagai refrensi atau bahan pustaka terdiri dari pengertian dan jenis tindak pidana, rumah tangga dan ruang lingkup rumah tangga dan kekerasan dalam rumah tangga.

III. METODE PENELITIAN

Berisi metode yang digunakan dalam penelitian , terdiri dari Pendekatan Masalah, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data serta Analisis Data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Merupakan pembahsan tentang berbagai hal yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini, yang menjelaskan tentang analisis tindak pidana KDRT yang dilakukan isteri terhadap suami dalam perspektif kriminologi.

V. PENUTUP

Merupakan bab yang berisi kesimpulan secara ringkas dari hasil penelitian dan pembahasan serta memuat tentang saran penulis dengan pembahasan yang dibahas.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Jenis Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif) yang berhubungan dengan perbuatan yang melanggar hukum pidana. Banyak pengertian tindak pidana seperti yang dijelaskan oleh beberapa ahli sebagai berikut:

Menurut Vos, tindak pidana adalah salah kelakuan yang diancam oleh peraturan perundang-undangan, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan ancaman pidana.17

Menurut Simons, tindak pidana adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.18

Menurut Prodjodikoro, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dikenakan hukuman pidana.19

17

Tri Andrisman. Hukum Pidana. Universitas Lampung. 2007. Bandar Lampung. Hlm 81

18Ibid

. Hlm 81

19Ibid


(29)

Menurut Pompe mendefinisikan tindak pidana menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan sipelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum sedangkan menurut hukum positif adalah suatu kejadian yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.20

Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang memiliki unsur dan dua sifat yang berkaitan, unsur-unsur yang dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

a. Subyektif adalah berhubungan dengan diri sipelaku dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung dihatinya.

b. Obyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaannya, yaitu dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari sipelaku itu harus dilakukan.21

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diketahui tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, dimana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.

20Ibid

. Hlm 81

21


(30)

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Menurut Moeljatno, jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu, antara lain sebagai berikut:22

a. Menurut Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) dibedakan antara lain kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran” itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku III melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam PerUndang-Undangan secara keseluruhan.

b. Cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (Formeel Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 351 KUHP yaitu tentang penganiayaan. Tindak pidana materil inti larangannya adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung jawabkan dan dipidana.

c. Dilihat dari bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP antara lain sebagai berikut: Pasal 310 KUHP (penghinaan) yaitu sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seorang, Pasal 322 KUHP (membuka rahasia) yaitu dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena

22Ibid


(31)

jabatan atau pencariannya.Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal 360 Ayat 2 KUHP yang menyebabkan orang lain luka-luka.

d. Berdasarkan macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan aktif juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan penipuan (Pasal 378 KUHP).Tindak pidana dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Tindak pidana murni adalah tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif, misalnya diatur dalam Pasal 224,304 dan 552 KUHP. 2. Tindak pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya

berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui bayinya sehingga bayi tersebut meninggal.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis tindak pidana terdiri dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, tindak pidana formil dan tindak pidana materil, tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja serta tindak pidana aktif dan tindak pidana pasif.

Klasifikasi tindak pidana menurut system KUHP dibagi menjadi dua bagian, kejahatan (minsdrijven) yang diatur Dalam Buku II KUHP dan pelanggaran


(32)

overtredigen yang diatur dalam Buku III KUHP. Pembagian perbedaan kejahatan dan pelanggaran didasarkan atas perbedaan prinsipil, yaitu :

a. kejahatan adalah rechtsdelict, artinya perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan keadilan. Pertentangan ini terlepas perbuatan itu diancam pidana dalam suatu Perundang-undangan atau tidak. Jadi, perbuatan itu benar-benar dirasakan masyarakat sebagai bertentangan dengan keadilan.

b. Pelanggaran adalah wetsdelict, artinya perbuatan-perbuatan yang didasari oleh masyarakat sebagai suatu tindak pidana karena undang-undang menyebutkan sebagai delik. 23

Dua macam cara menentukan perbedaan antara golongan tindak pidana kejahatan dan pelanggaran, yaitu :

1. Meneliti dari sifat pembentuk undang-undang.

2. Meneliti sifat-sifat yang berbeda antara tindak-tindak pidana yang termuat dalam Buku II KUHP di satu pihak dan tindak-tindak pidana yang termuat dalam Buku III KUHP di pihak lain.

B. Kekerasan dalam Rumah Tangga 1. Pengertian Rumah Tangga

Berdasarkan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, menyatakan bahwa keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, dan damai merupakan dambaan setiap orang dlam rumah tangga. Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan

23


(33)

tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga terebut.

Menurut Departemen Kesehatan RI, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.24Rumah tangga adalah pangkal tindakan ekonomi, segala kegiatan dalam rumah tangga lebih dipusatkan pada pemuasan kebutuhan anggota keluarga, baik kebutuhan saat ini maupun kebutuhan masa depan. Dengan kata lain, rumah tangga bertindak menurut prinsip ekonomi.25

Menurut Rika Saraswati, dan kerukunan rumah tangga dapat tergantung jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirinya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidaksamaan atau ketidkadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumh tangga terebut. Pengertian rumah tangga adalah sekelompok orang yang tinggal dalam satu rumah atau mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau sensus dan mengurus kebutuhan sehari-hari bersama menjadi satu.

Menurut Purniati, rumah tangga dapat diartikan sebagai semua orang yang tinggal bersama di satu tempat kediaman. Rumah Tangga adalah suatu unit sosial yang berorientasi pada tugas, unit ini lebih besar dari individu tetapi lebih kecil dari pada ketetanggaan atau komunitas.

24

http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2104939-pengertian-keluarga-menurut-para-ahli/#ixzz2inQNNp1S. Diakses Tanggal 19 Oktober 2013. Pukul 19:26

25

http://matakristal.com/pengertian-rumah-tangga-konsumsi. Diakses Tanggal 19 Oktober 2013. Pukul 19:43


(34)

Menurut Ensiklopedia Nasional jilid ke-14, yang dimaksud dengan “rumah” adalah tempat tinggal atau bangunan untuk tinggal manusia. Kata ini melingkup segala bentuk tempat tinggal manusia dari istana smpai pondok yang paling sederhana. Sementara rumah tangga memiliki pengertian tempat tinggal beserta penghuninya dan apa-apa yang ada didalamnya.26

2. Ruang Lingkup Rumah Tangga

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, disebutkan:

A. Lingkup rumah tangga meliputi:

a. Suami, istri, dan anak

Suami adalah pria yang menjadi pasangan hidup resmi seorsng wanita (istri)27, istri adalah wanita (perempuan) yang telah menikah atau bersuami28 dan anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan anatar seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak.29

b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang yang dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan atau

26

http://islamposting.wordpress.com/2012/03/11/pengertian-dan-konsekuensi-rumah-tangga-islami. Diakses Tanggal 13 November 2013. Pukul 19:47

27

http://artikata.com/arti-352152-suami.html. Diakses Tanggal 13 November 2013. Pukul 10:07

28Ibid

.

29


(35)

c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

B.Orang yang bekerja dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.

Dalam Rancangan Undang-Undang Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang diusulkan oleh DPR-RI, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan lingkup rumah tangga adalah:

a. Pasangan atau mantan pasangan di dalam maupun diluar perkawinan. b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarrga karena darah,

perkawinan, adopsi dan hubungan adat dan atau agama.

c. Orang yang bekerja membantu kehidupan kehidupan rumah tangga orang lain yang menetap atau tidak disebuah rumah tang.

d. Orang yang masih tinggal dan atau pernah tinggal bersama.

Berdasarkan hal di atas, dapat diketahui bahwa ruang lingkup rumah tangga terdiri dari suami, istri dan anak, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga, orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

3. Jenis-jenis Kekerasan dalam Rumah Tangga

Dalam Undang-Undang PKDRT, istilah “tindak pidana” juga digunakan untuk menyebut perbuatan yang melanggar larangan undang-undang tersebut, meskipun dalam tataran empirik istilah “Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga”


(36)

kurang dikenal, karena istilah yang memasyarakat untuk menyebut hal tersebut adalah “kekerasan dalam rumah tangga” (KDRT), hal ini terutama karena judul UU PKDRT juga mencantumkan frasa “tindak pidana” di depan “kekerasan dalam rumah tangga”, jadi terlihat UU PKDRT penekanannya pada “penghapusan KDRT secara umum” bukan semata penghapusan pada “tindak pidana KDRT -nya”.30

Pengertian tindak pidana KDRT terdapat dalam Pasal 1 angka 1 dalam UU PKDRT yang penyebutannya adalah “kekerasan dalam rumah tangga” adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya keseng-saraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya. Kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga, menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, meliputi:

a. Kekerasan Fisik

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6).

30

Guse Prayudi. Berbagai Aspek Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Merkid Press. 2012. Yogyakarta. Hlm. 8


(37)

b. Kekerasan Psikis

Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan/attau penderitaan psikis berat pada seseorang (Pasal 6)

c. Kekerasan Seksual, meliputi :

1) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga terebut.

2) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam ingkup rumah tangga dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu (Pasal 8).

d. Penelantaran Rumah Tangga, meliputi:

1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

2) Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (Pasal 9)

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga terdiri dari fisik, kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga.


(38)

4. Sanksi Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga

Segala sesuatu perbuatan yang menyalahi aturan maka akan ada sanksi yang mengikutinya, demikian pula jika suatu tindakan atau perbuatan tersebut adalah tindak pidana maka sanksi yang akan mengikutinya adalah sanksi pidana. Sanksi pidana kekerasan dalam rumah tangga dijelaskan dalam Pasal 44 Ayat (1)Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah:

“Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dengan atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

Dalam tataran normatif empirik, bagaimana cara untuk mewujudkan keseimbangan antara menindak pelaku kekrasan dalam rumah tangga disatu sis dan memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera disisi lain. UU PKDRT terlihat mengimplementasikan “keseimbangan” tersebut dengan membuat rumusan tindak pidana ringan jika yang melakukannya adalah suami terhadap atau sebaliknya yakni terdapat dalam :

o Pasal 44 Ayat (4) UU PKDRT, dimana jika terjadi Kekerasan fisik yang

dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan maka hal ini dijadikan alas an untuk meringankan tindak pidana tersebut, yang berbeda dengan KUHP,


(39)

penganiayaan yang dilakukan oleh isteri terhadap atau sebliknya merupakan pemidanaan berat.

o Pasal 45 Ayat (2) UU PKDRT, “ Dalam hal kekerasan psikis dilakukan

oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak mennimbulan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, maka hal ini dijadikan untuk meringankan tindak pidana tersebut.

Maksud UU PKDRT ini tentunya agar kalaupun terjadi pemidanaan, pidana yang dijatuhkan akan cenderung ringan sehingga akhirnya diharapkan perkawinan pelaku dan korban tidak akan pecah.

C. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan

Kriminologi termasuk matakuliah atau cabang ilmu yang baru. Berbeda dengan Hukum Pidana yang muncul begitu manusia bermasyarakat. Kriminologi baru berkembang tahun 1850 bersama-sama sosiologi, antropologi dan psikologi, cabang-cabang ilmu yang mempelajari gejala atau tingkah laku manusia dalam masyarakat. Harus diingat pula manusia adalah makhluk yang paling berkembang di antara makhluk lain.31

Menurut Moeljatno kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan kelakuan buruk dan tantang orangnya yang tersangkut pada kejahtan dan kelakuan buruk itu. Dengan kejahatan yang dimaksud pula pelanggaran, artinya

31


(40)

perbuatan menurut Undang-Undang diancam dengan pidana, dan kriminalitas meliputi kejahatan dan kelakuan buruk.32

Kriminologi menurut Soedjono Dirdjosisworo adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab, akibat, perbaikan dan pencegahan kejahatan sebagai gejala manusia dengan menghimpun sumbangan-sumbangan berbagai ilmu pengetahuan. Tegasnya, kriminologi merupakan sarana untuk mengetahui sebab-sebab kejahatan dan akibatnya, mempelajari cara-cara mencegah kemungkinan timbulnya kejahatan.33

Dalam bukunya, Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa merumuskan studi kriminologi meliputi34:

a. Perbuatan yang disebut kejahatan b. Pelaku kejahatan

c. Reaksi masyarakat yang ditujukan, baik terhadap perbuatan maupun terhadap pelakunya.

Menurut Abdul Syani35, faktor-faktor yang dapat menimbulkan tindakan kejahatan pada umumnya dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor yang bersumber dari dalam individu (intern) dan faktor yang bersumber dari luar diri individu itu sendiri (ekstern). Faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Faktor Intern

Faktor intern dibagi menjadi dua yaitu:

32

Moeljatno. Kriminologi Cet Kedua. Bina Aksara. 1986. Jakarta. Hlm 3

33

Indah Sri Utari. Aliran Dan Teori Dalam Kriminologi. 2012. Thafa Media. Yogyakarta. Hlm 4

34

Topo Santoso dan Eva Achjani. Kriminologi. Rajagrafindo Persada. Jakarta. 2006

35


(41)

a) Sifat khusus ini adalah keadaan psikologis diri individu.

Masalah kepribadian sering dapat menimbulkan kelakuan yang menyimpang, terlebih jika seseorang (individu) dapat dikategorikan tertekan perasaannya. Orang yang tertekan perasaanya mempunyai kecenderungan untuk melakukan penyimpangan, dan penyimpangan ini mungkin terhadap sistem sosial ataupun terhadap pola-pola kebudayaan. Terhadap beberapa sifat khusus yang dapat menimbulkan kejahatan, yaitu antara lain:

i. Sakit jiwa : orang yang tertekan sakit jiwa mempunyai kecenderungan untuk bersikap antisosial. Sakit jiwa ini biasanya disebabkan oleh adanya konflik mental yang berlebihan, atau mungkin juga karena pernah melakukan perbuatan yang dirasakan dosa besar dan berat, sehingga ia menjadi sakit jiwa. Oleh karena seseorang sakit jiwa, maka ia mempunyai kecenderungan untuk melakukan penyimpangan berupa tindakan kejahatan dalam ketidaksadarannya.

ii. Daya Emosional : masalah emosional erat hubungannya dengan masalah sosial yang dapat mendorong seseorang untuk berbuat menyimpang. Penyimpangan ini dapat mengarah kepada suatu perbuatan kriminal jika orang tersebut tidak mampu untuk mencapai keseimbangan antara emosinya dengan kehendak oraang lain.

iii. Rendahnya Mental : rendahnya mental ada hubungannya dengan daya intelegensia. Seseorang mempunyai daya intelegensia yang tajam dan dapat menilai realitas, maka semakin mudah ia untuk dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat. Sebaliknya, jika seseorang mempunyai daya


(42)

intelegensia rendah, sehingga ia kecenderungan rendah pula mentalnya, sehingga ia merasa tidak sanggup untuk berbuat sesuatu, takut salah, dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat.

iv. Anomi : secara psikologis, kepribadian manusia itu sifatnya dinamis, yang ditandai dengan adanya kehendak, berorganisasi, berbudaya, dan sebagainya. Sebagai ukuran orang akan menjadi anomi (kebingungan) adalah dikala ia berhadapan dengan situasi yang baru, ketika harus menyesuaikan diri dengan cara-cara yang baru pula, orang yang sedang dalam keadaan anomi sedikit banyak mempunyai kecenderungan untuk melakukan tindak kejahatan. Maka anomi dapat dianggap sebagai salah satu penyebab timbulnya kriminalitas.

b) Sifat umum dalam diri individu

Dapat dikategorikan atas beberapa macam, yaitu:

1. Umur : sejak kecil hingga dewasa, manusia selalu mengalami perubahan-perubahan didalam jasmani dan rohaninya. Perubahan-perubahan-perubahan tersebut dapat menyebabkan tiap-tiap masa manusia dapat berbuat kejahatan, hanya ada perbedaan dalam tingkat kejahatan, sesuai dengan perkembangan alam pikiran serta keadan-keadaan lain yang ada disekitar individu itu pada masanya.

2. Seks : hal ini berhubungan dengan keadaan fisik. Fisik laki-laki lebih kuat daripada wanita, maka kemungkinan untuk berbuat jahat lebih banyak (kejahtan umum, bukan khusus)


(43)

3. Pendidikan Individu : hal ini mempengaruhi keadaan jiwa, tingkah laku terutama intelegensinya.

4. Masalah Rekreasi : walaupun kelihatannya tidak penting, hal ini mempunyai hubungannya dengan kejahatan, sebab sangat kurangnya rekreasi dapat pula menimbulkan kejahatan-kejahatan didalam masyarakat.

2. Faktor Ekstern

Faktor-faktor berpokok pangkal pada lingkungan diluar dari diri manusia (ekstern), terutama hal-hal yang mempunyai hubungan dengan timbulnya kriminalitas. Pengaruh faktor-faktor luar inilah yang menentukan bagi seseorang untuk mengarah kepada perbuatan jahat lain :36

a) Faktor Ekonomi

Penjelasan bahwa faktor-faktor ekonomi itu dapat mengakibatkan timbulnya kriminalitas yaitu:

i. Perubahan Harga : keadaan-keadaan ekonomi dan kriminalitas mempunyai hubungan langsung, terutama mengenai kejahatan terhadap hak milik orang lain, atau katakanlah mengenai pencurian. Dalam hal ini, jika suatu saat terjadi perubahan harga (cenderung naik), maka terhadap kecenderungan angka kejahatan akan semakin meningkat.

ii. Pengangguran : rendahnya tingkat ekonomi disebabkan karena sempitnya lapangan kerja, pertambahan penduduk, dan lain-lainnya, sehingga dapat menyebabkan semakin banyaknya penganguran. Pengangguran dapat

36Ibid


(44)

dikatakan sebagai penyebab timbulnya kejahatan, yang kesemuanya itu dilatarbelakangi oleh kondisi buruk faktor ekonomi.

iii. Urbanisasi : Negara yang sedang berkembang banyak terjadi perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat. Salah satu perubahan-perubahan itu adalah urbanisasi. Urbanisasi dilakukan oleh banyak penduduk, terutama di Indonesia dimaksudkan untuk memperbaiki nasib atau mengubah penghidupannya agar lebih baik daripada sebelumnya. Bayangan semacam ini tampaknya tidak semudah apa yang dikatakan orang, tetapi ternyata mereka yang telah turut dalam arus urbanisasi, tidak sedikit yang mengalami kegagalan frutassi, dan sebagainya, yang kesemuanya itu banyak menimbulkan hal-hal yang negatif.

b) Faktor Agama

Florence Greenhoe Robins dalam bukunya, Education Sociology37: “Agama

merupakan salah satu social control yang utama melalui organisasinya/organisasi keamanan, agama itu sendiri dapat menentukan tingkah laku manusia sesuai dengan nil-nilai kegamannya”. Sebaliknya, jika agama itu tidak berfungsi bagi manusia, artinya hanya sekedar lambing saja, maka ia tidak akan bearti sama skali bahkan iman manusia menjadi lemah dan dengan mudah dapat melakukan hal-hal yang buruk karena sosial kontrolnya tadi tidak kuat.

37Ibid


(45)

c) Faktor Bacaan

Bacaan-bacaan yang buruk, porno, kriminal merupakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kriminalitas. Bacaan-bacaan demikian lebih besar daya tarinya atau pengaruhnya daripadda bacaan-bacaan yang menceritakan kejujuran, ilmu pengetahuan, dan kebenaran, sehingga cenderung dpat memberikan dorongan terhadap perbuatn-perbuatn yang melanggar atau kejahatan.

d) Faktor Film

Film tidak kalah penting pengaruhnya terhadap timbulnya kriminalitas daripada faktor bacaan. Seperti yang dikatakan oleh Sudjito Sostrodiharjo, jika seseorang menonton film gondok-gondokan, maka setelah keluar dari bioskop dia bersikap seperti pahlawan gondokan tersebut. Tambah lagi, menurut Cyril Burt dalam bukunya The Young Delinguent, terlebih jika seseorang mentalnya terbelakang dan lemah ingatan yang meniru adegan-adegan dari film itu, dan yang ditiru bukan bukan perbuatannya, tetapi juga karena dorongan jhatnya memang sudah ada padanya. Akhirnya Cyril Burt menyimpulkan bahwa film bearti dengan peranannya sebagai pengganti bentuk-bentuk hiburan yang lebih berbahaya.38

Mengacu pada penjelasan di atas, adapula beberapa faktor penyebab terjadinya kekerasan yang dijelaskan oleh beberapa ahli seperti Ibnu Fauzy yang menerangkan bahwa terdapat faktor keinginan, yaitusuatu kemauan yang sangat kuat yang mendorong si pelaku untuk melakukan sebuah kejahatan. Misalnya seseorang yang setelah menonton suatu adegan atau peristiwa yang secara tidak langsung telah menimbulkan hasrat yang begitu kuat dalam dirinya untuk meniru

38Ibid.


(46)

adegan tersebut39dan L. Moeljatno menjelaskan juga faktor penyebab terjadinya kekerasan dipengaruhi oleh faktor alkohol, faktor ini juga dianggap penting dalam mengakibatkan kriminalitas seperti: pelanggaran lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan kekerasan, pengemisan, bagi kejahatan seks dan penimbulan kebakaran, walaupun alkohol merupakan faktor yang kuat, masih juga merupakan tanda Tanya, sampai berapa jauh pengaruhnya.40

Dijelaskan dalam buku Wahyu Muljono, bahwa sumber-sumber kejahatan sebagian besar disebabkan oleh: kemiskinan, kekayaan yang tidak merata, peperangan, manusia dan pemberontakan. Buku ini juga mengatakan kalu pencegahan terhadap kejahatan lebih baik daripada penghukuman. Apalagi di saat ini hukuman sangat berat dan tidak adil atau dikatakan tidak sesuai dengan kejahatan yang dilakukan masyarakat. Hal-hal inilah yang kemudian memicu adanya penentangan-penentangan. Munculah ilmu kriminologi yang semakin lama semakin berkembang.41

D. Kekerasan dalam Rumah Tangga Dilihat dari Kriminologi

Dalam KDRT, perspektif kriminologi sebagai sebuah ilmu yang salah satu tugasnya mencandrakan dan menganalisis kriminalitas khususnya kejahatan kekerasan sebagai gejala sosial, melihat bentuk kejahatan dengan menggunakan kekerasan yang menjadi subjek penelitian tersebut, merupakan suatu bentuk dari perilaku menyimpang (deviant behaviour). Perilaku menyimpang ini biasanya diartikan sebagai setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan

39

Ibnu Bauzy. Ketika Nafsu Berbicara. Cendika Sentra Muslim. 2004. Jakarta. Hlm 54

40

L. Moeljatno. Kriminlogi. PT Bina Aksara. 1986. Jakarta. Hlm. 101

41


(47)

kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat. Penyimpangan adalah perbuatan yang mengabaikan norma dan penyimpangan ini terjadi apabila seseorang atau sebuah kelompok tidak memenuhi patokan baku dalam masyarakat.42

Kekerasan dalam pandangan hukum tidak memandang pelakunya adalah seorang wanita atau pria tetap harus di kenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam pandangan kriminologi dilihat dari sebab-sebab terjadinya kekerasan tersebut, kemudian dilihat dari keadaan yang mendorong dari dalam diri pelaku sehingga pelaku dapat melakukan kekerasan tersebut, serta reaksi masyarakat terhadap kekerasan yang terjadi di sekitarnya.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dilakukan istri terhadap suami dalam kasus yang dilampirkan oleh penulis disebabkan oleh faktor ekonomi seperti yang sudah dijelaskan dalam buku Abdul Syani “sosiologi kriminalitas” bahwa faktor

ekonomi juga termasuk kedalam penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, sebab istri melakukan kekerasan tersebut adalah suami yang tidak memiliki pekerjaan atau pengangguran, sehingga mengakibatkan rendahnya tingkat ekonomi dalam keluarga mereka. Akibat rendahnya tingkat perekonomian ini maka dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari akan sulit, sehingga inilah yang menjadi akar permasalahan istri melakukan kekerasan tersebut terhadap suaminya.

Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam perspektif hukum dan kriminologi.Secara terminologi KDRT adalah setiap perbuatan yang berakibat timbulnya

42


(48)

kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan seseorang secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Kalau dilihat dari sasaran serta bentuk dari KDRT paling banyak menimpa kaum perempuan walaupun ada korban itu dari kaum laki-laki tapi kalau dilihat dari persentasenya jauh lebih banyak dari kaum laki-laki. Kekerasan ini dampaknya dapat berupa kesengsaraan dan penderitaan para korbannya, baik secara fisik, psikis, ataupun ekonomi dan penelantaran ekonomi. Yang tidak kalah banyak juga berupa kekerasan seksual.

KDRT itu merupakan masalah yang universal bagi umat manusia, artinya KDRT itu dapat terjadi pada berbagai kalangan masyarakat, dan pelakunya sama sekali tidak dibedakan oleh status serta stratifikasi sosial ekonomi tertentu, tingkat usia, maupun profesi yang ditekuni. Disini permasalahan KDRT dapat menimpa pada siapa saja baik pelakunya sebagai pegawai, dokter atau polisi sekalipun.

KDRT mencakup secara luas kajian didalamnya termasuk juga Hak Asasi Manusia (HAM), dimana kekerasan dalam rumah tangga juga telah memasuki ranah HAM dimana kita ketahui bahwa didalam rumah tangga terdapat manusia-manusia didalamnya yang harus diberi kebebasan-kebebasan tertentu untuk mendapatkan hak-haknya sebagai manusia.Hak Asasi Manusia telah dituangkan


(49)

kedalam Undang-undang No 39 Tahun 1999 mempunyai asas-asas sebagai berikut:43

1. setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan. 2. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan

hukum yang adil serta mendapatkan kepastian hukum dan perlakuan yang sama didepan hukum.

3. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia tanpa diskriminasi.

43


(50)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam penelititan ini adalah menggunakan pendekatan yuridis normatif, yuridis empiris dan pendekatan kriminologi. Untuk itu diperlukan penelitian yang merupakan suatu rencana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan, teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan penulisan pada penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa, dan menelaah berbagai peraturan perundang-undangan serta dokumen yang erat hubungnnya dengan masalah yang akan diteliti yaitu tinjauan kriminologis terhadap tindak pidana KDRT yang dilakukan oleh isteri terrhadap suami.42

Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang digunakan untuk memperoleh data primer yang digunakan dengan wawancara dengan responden yaitu petugas yang berwenang dengan masalah yang akan diteliti yaitu tinjauan kriminologis terhadap tindak pidana KDRT yang dilakukan oleh isteri terrhadap suami.

42


(51)

Pendekatan kriminologi terbagi menjadi dua43:

a. Pendekatan deskriptif adalah suatu pendekatan dengan cara melakukan

observasidan pengumpulan data yang berkaitan dengan fakta-fakta tentang kejahatan dan pelaku kejahatan.

b. Pendekatan kasualitas adalah pendekatan sebab akibat.

c. Pendekatan normatif, kriminologi dikatakan sebagai idiografic discipline, karena kriminologi mempelajari fakta-fakta, sebab akibat dan

kemungkinan-kemungkinan dalam kasus yang sifatnya individual.

B. Sumber Data dan Jenis Data

Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan pihakPenyidik Reskrim Polresta Bandar Lampung dan Dosen Hukum Pidana Universitas Lampung untuk mendapatkan gambaran mengenai permasalahan yang diteliti.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, data sekunder diperoleh dengan mempelajari dan mengkaji literatur-literatur, dan perundang-undangan.44 Jenis data sekunder dalam skripsi ini dari bahan hukum

43

Yesmil Anwar &Adang. Kriminologi. PT Refika Aditama.2013. Bandung. Hlm. 38

44Ibid


(52)

primer yang diperoleh dalam studi dokumen, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, yang diperoleh melalui studi literatur, yaitu :

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, seperti berikut :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

b. Bahan sekunder dalam penelitian ini bersumber dari bahan-bahan hukum yang dapat membantu pemahaman dalam menganalisa serta memehami permasalahan, seperti teori atau pendapat para ahli dalam buku-buku hukum, dokumen atau makalah yang terkait dengan penelitian.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan primer dan sekunder, yang terdiri dari kamus, artikel atau berita serta berbagai keterangan media masa sebagai pelengkap

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah orang yang memberi atau mengetahui secara jelas untuk menjadi sumber informasi yang valid. Dalam penelitian skripsi ini yang dijadikan narasumber adalah pihak-pihak yang berkaitan dengan terjadinya tindak pidana KDRT yang dilakukan istri terhadap suami, Penyidik Reskrim Polresta Bandar Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila.

1. Penyidik Reskrim Polresta Bandar Lampung :1 (satu) orang 2. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila :1 (satu) orang


(53)

3. LSM DAMAR di Bandar Lampung :1 (satu) orang Jumlah :3 (tiga) orang

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara :

a. Studi pustaka (library research), yaitu melakukan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan menguntip dari buku-buku literature serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan.

b. Studi lapangan (field research) yang dilakukan melalui wawancara (interview) adalah sebagai usaha mengumpulkan data dengan cara mengajukan Tanya jawab dengan responden penelitian.

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a. Seleksi Data, yaitu melakukan pemeriksaan pada data yang terkumpul untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

b. Klasifikasi Data, yaitu menempatkan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk kepentingan penelitian.


(54)

c. Penyusunan Data, yaitu menyusun data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada sub pokok bahasan menurut sistematika penulisan sehingga mempermudah interpretasi data.

E. Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah secara deskrptif kualitatif, yaitu untuk mendeskripsikan data yang dihasilkan dari penelitian di lapangan ke dalam bentuk penjelasan, yakni mengenai keterangan-keterangan yang diberikan oleh aparat penegak hokum yang mengetahui masalah yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui serta diperoleh kesimpulan induktif, yaitu cara berpikir dalam mengambil kesimpulan secara umum yang didasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus.45

45

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. 1986. Jakarta. Hlm 122


(55)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Faktor utama penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dalam kasus ini yaitu seorang istri yang melakukan kekerasan terhadap suami yaitu faktor ekonomi, relasi kekusaan dan faktor perilaku atau psikis pelaku. Dimana dilihat dari faktor ekonomisuami tidak memiliki pekerjaan dan bergantung kepada istri. Istri merasa tidak mendapatkan nafkah secara utuh sementara kebutuhan keluarga semakin meningkat, dari faktor relasi kekuasaan Jika salah satu pihak merasa berkuasa atas segala sesuatu yang ada dalam keluarga tersebut, maka dia akan selalu merasa benar sehingga dapat mengatur segala sesuatunya dengan sesuka hati. Hal inilah yang dapat menjadikan istri untuk melakukan penekanan terhadap suaminya dan bahkan sampai terjadinya suatu kekerasan dalam rumah tangga dan dari perilaku atau psikis pelaku Faktor perilaku yang dapat menjadi penyebab kekerasan dalam rumah tangga adalah perilaku buruk seseorang seperti seseorang yang mempunyai sifat tempramen tinggi, gampang marah, kasar berbicara, suka main judi, pemabuk dan mudah tersinggung, pencemburu dan


(56)

sifat tersebut dapat dengan cepat terpengaruh untuk melakukan kekerasan terhadap orang-orang di sekelilingnya.

2. Dalam KDRT, perspektif kriminologi sebagai sebuah ilmu yang salah satu tugasnya mencandrakan (menggambarkan) dan menganalisis kriminalitas khususnya kejahatan kekerasan sebagai gejala sosial, melihat bentuk kejahatan dengan menggunakan kekerasan yang menjadi subjek penelitian tersebut, merupakan suatu bentuk dari perilaku menyimpang (deviant behaviour). Perilaku menyimpang ini biasanya diartikan sebagai setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat. Penyimpangan adalah perbuatan yang mengabaikan norma dan penyimpangan ini terjadi apabila seseorang atau sebuah kelompok tidak memenuhi patokan baku dalam masyarakat. Kekerasan dalam rumah tangga ini tidak dapat di tolererir siapapun pelakunya harus dikenakan sanksi yang tegas dari aparat penegak hukum dan sesuai pula dengan undang-undang yang berlaku. Setiap bentuk kekerasan pasti didasari oleh sebab-sebab tertentu baik dari dalam diri pelaku maupun dari luar diri si pelaku dan setiap bentuk kekerasan tersebut selalu diikuti dengan reaksi dari masyarakat sekitar, reaksi tersebut biasanya bersifat negatif atau menjatuhkan meskipun kadangpula reaksi masyarakat yang bersifat positif. Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan dalam rumah tangga sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut.


(57)

3. Penerapan hukum terhadap pelaku KDRT dalam kasus ini pelaku dijerat sesuai dengan UU PKDRT Pasal 44 Ayat (1) yang menyatakan “ setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

B. Saran

Selain kesimpulan yang telah dirumuskan di atas, penulis akan memberikan beberapa saran berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Sebaiknya setiap pasangan dalam rumah tangga harus saling mengerti dan menghormati. Dalam kehidupan berumah tangga sebaiknya dilandaskan oleh dasar-dasar keagamaan dan adat istiadat. Setiap pasangan harusnya memiliki latar belakang pendidikan yang baik agar pasangan tersebut dapat saling mengerti. Serta setiap individu pasangan sebaiknya selalu terbuka kepada pasangannya atas setiap segala sesuatu halnya agar tercipta kehidupan berumahtangga yang rukun dan harmonis.

2. Perlu ditingkatkannya sosialisasi tentang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga kepada seluruh kalangan masyarakat indonesia.

3. Para penegak hukum sebaiknya bersikap tegas dan aktif dalam menegakkan hukuman kepada pelaku kekerasan dalam rumah tangga.

4. Perlu adanya layanan dari pemerintah terhadap para korban kekerasan dengan mendirikan rumah aman dan pelayanan kesehatan bagi korbannya.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Yesmil & Adang. 2013. Kriminologi. PT Refika Aditama. Bandung.

Andrisman, Tri. 2007. Hukum Pidana. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Atmasamita Romli. 1997. Probema Kenakalan Remaja. Armico. Bandung.

Bauzy Ibnu. 2004. Ketika Nafsu Berbicara. Cendika Sentra Muslim. Jakarta.

Kalyana, Mitra. 1999. Menghadapi Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Komunikasi dan Informasi Perempuan. Jakarta.

Moeljatno. 2007. Kitab Undang-Undang Hukum Pudana. Bumi Aksara. Jakarta.

---1987. Azaz-Azaz Hukum Pidana. PT Bina Aksara. Jakarta

---1986. Kriminologi Cet Kedua. Bina Aksara. Jakarta

Moeljatno, NY, L. 1986. Kriminlogi. PT Bina Aksara. Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandar Lampung.

Muljono, Wahyu. 2012. Pengantar Teori Kriminologi. Pustaka Yustisia. Yogyakarta

Nawawi, Arief Barda. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.

Nawawi, Arief Barda dan Muladi.1996. Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya. Bandung.


(59)

Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa. 2001. Kriminologi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

---1983. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Rajawali pers. Jakarta.

Syani, Abdul. 1987. Sosiologis kriminalitas. Remaja Karya. Bandung.

Sri, Utari, Indah. 2012. Aliran Dan Teori Dalam Kriminologi. Thafa Media. Yogyakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia No 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga

http://eka.php0h.com/?p=61

http://health.kompas.com/read/2013/04/22/12580949/Cekcok.Istri.Pukul.dan.Caka r.Suami

http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2104939-pengertian-keluarga menurut-para-ahli

http://islamposting.wordpress.com/2012/03/11/pengertian-dan-konsekuensi-rumah-tangga-islami


(60)

http://untag45.blogspot.com/2013/02/pengertian-kriminologi-dan-pendekatannya.html


(1)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Faktor utama penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dalam kasus ini yaitu seorang istri yang melakukan kekerasan terhadap suami yaitu faktor ekonomi, relasi kekusaan dan faktor perilaku atau psikis pelaku. Dimana dilihat dari faktor ekonomisuami tidak memiliki pekerjaan dan bergantung kepada istri. Istri merasa tidak mendapatkan nafkah secara utuh sementara kebutuhan keluarga semakin meningkat, dari faktor relasi kekuasaan Jika salah satu pihak merasa berkuasa atas segala sesuatu yang ada dalam keluarga tersebut, maka dia akan selalu merasa benar sehingga dapat mengatur segala sesuatunya dengan sesuka hati. Hal inilah yang dapat menjadikan istri untuk melakukan penekanan terhadap suaminya dan bahkan sampai terjadinya suatu kekerasan dalam rumah tangga dan dari perilaku atau psikis pelaku Faktor perilaku yang dapat menjadi penyebab kekerasan dalam rumah tangga adalah perilaku buruk seseorang seperti seseorang yang mempunyai sifat tempramen tinggi, gampang marah, kasar berbicara, suka main judi, pemabuk dan mudah tersinggung, pencemburu dan


(2)

63

sifat tersebut dapat dengan cepat terpengaruh untuk melakukan kekerasan terhadap orang-orang di sekelilingnya.

2. Dalam KDRT, perspektif kriminologi sebagai sebuah ilmu yang salah satu tugasnya mencandrakan (menggambarkan) dan menganalisis kriminalitas khususnya kejahatan kekerasan sebagai gejala sosial, melihat bentuk kejahatan dengan menggunakan kekerasan yang menjadi subjek penelitian tersebut, merupakan suatu bentuk dari perilaku menyimpang (deviant behaviour). Perilaku menyimpang ini biasanya diartikan sebagai setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat. Penyimpangan adalah perbuatan yang mengabaikan norma dan penyimpangan ini terjadi apabila seseorang atau sebuah kelompok tidak memenuhi patokan baku dalam masyarakat. Kekerasan dalam rumah tangga ini tidak dapat di tolererir siapapun pelakunya harus dikenakan sanksi yang tegas dari aparat penegak hukum dan sesuai pula dengan undang-undang yang berlaku. Setiap bentuk kekerasan pasti didasari oleh sebab-sebab tertentu baik dari dalam diri pelaku maupun dari luar diri si pelaku dan setiap bentuk kekerasan tersebut selalu diikuti dengan reaksi dari masyarakat sekitar, reaksi tersebut biasanya bersifat negatif atau menjatuhkan meskipun kadangpula reaksi masyarakat yang bersifat positif. Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan dalam rumah tangga sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut.


(3)

64

3. Penerapan hukum terhadap pelaku KDRT dalam kasus ini pelaku dijerat sesuai dengan UU PKDRT Pasal 44 Ayat (1) yang menyatakan “ setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

B. Saran

Selain kesimpulan yang telah dirumuskan di atas, penulis akan memberikan beberapa saran berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Sebaiknya setiap pasangan dalam rumah tangga harus saling mengerti dan menghormati. Dalam kehidupan berumah tangga sebaiknya dilandaskan oleh dasar-dasar keagamaan dan adat istiadat. Setiap pasangan harusnya memiliki latar belakang pendidikan yang baik agar pasangan tersebut dapat saling mengerti. Serta setiap individu pasangan sebaiknya selalu terbuka kepada pasangannya atas setiap segala sesuatu halnya agar tercipta kehidupan berumahtangga yang rukun dan harmonis.

2. Perlu ditingkatkannya sosialisasi tentang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga kepada seluruh kalangan masyarakat indonesia.

3. Para penegak hukum sebaiknya bersikap tegas dan aktif dalam menegakkan hukuman kepada pelaku kekerasan dalam rumah tangga.

4. Perlu adanya layanan dari pemerintah terhadap para korban kekerasan dengan mendirikan rumah aman dan pelayanan kesehatan bagi korbannya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Yesmil & Adang. 2013. Kriminologi. PT Refika Aditama. Bandung. Andrisman, Tri. 2007. Hukum Pidana. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Atmasamita Romli. 1997. Probema Kenakalan Remaja. Armico. Bandung. Bauzy Ibnu. 2004. Ketika Nafsu Berbicara. Cendika Sentra Muslim. Jakarta. Kalyana, Mitra. 1999. Menghadapi Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Komunikasi dan Informasi Perempuan. Jakarta.

Moeljatno. 2007. Kitab Undang-Undang Hukum Pudana. Bumi Aksara. Jakarta. ---1987. Azaz-Azaz Hukum Pidana. PT Bina Aksara. Jakarta

---1986. Kriminologi Cet Kedua. Bina Aksara. Jakarta Moeljatno, NY, L. 1986. Kriminlogi. PT Bina Aksara. Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandar Lampung. Muljono, Wahyu. 2012. Pengantar Teori Kriminologi. Pustaka Yustisia.

Yogyakarta

Nawawi, Arief Barda. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.

Nawawi, Arief Barda dan Muladi.1996. Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya. Bandung.


(5)

Prayudi, Guse. 2012. Berbagai Aspek Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Merkid Press.Yogyakarta.

Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa. 2001. Kriminologi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

---1983. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Rajawali pers. Jakarta.

Syani, Abdul. 1987. Sosiologis kriminalitas. Remaja Karya. Bandung.

Sri, Utari, Indah. 2012. Aliran Dan Teori Dalam Kriminologi. Thafa Media. Yogyakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia No 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga

http://eka.php0h.com/?p=61

http://health.kompas.com/read/2013/04/22/12580949/Cekcok.Istri.Pukul.dan.Caka r.Suami

http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2104939-pengertian-keluarga menurut-para-ahli

http://islamposting.wordpress.com/2012/03/11/pengertian-dan-konsekuensi-rumah-tangga-islami


(6)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31627/3/Chapter%20II.pdf