Diversity of milk quality and butter based on the genotype of GH gene from Saanen and Etawah Grade goats
KERAGAAN KUALITAS SUSU SEGAR DAN
MENTEGA BERDASARKAN GENOTIPE
GEN GH DARI KAMBING SAANEN
DAN PERANAKAN ETAWAH
DINA TRI MARYA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
2
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keragaan Kualitas Susu Segar
dan Mentega Berdasarkan Genotipe Gen GH dari Kambing Saanen dan Peranakan
Etawah, adalah karya saya sendiri dibawah arahan dan bimbingan para
pembimbing. Karya ini belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2011
Dina Tri Marya
NRP. D151080091
3
ABSTRACT
DINA TRI MARYA. Diversity of milk quality and butter based on the genotype
of GH gene from Saanen and Etawah Grade goats. Supervised by RARAH
RATIH ADJIE MAHESWARI and CECE SUMANTRI.
The Growth hormone (GH) secreted by the pituitary gland plays an
important role in lactation. The objectives of this study were to observe the quality
of raw milk (fat, protein, density, and dry matter) and characteristics of butter
from Saanen and Etawah-Grade (EG) goat and to analyse the effect of GH gene
type in milk quality. The DNA of 89 goats (Saanen and EG) was evaluated.
Single-strand conformation polymorphisms (SSCP) was utilized to identify goat
growth hormone (gGH) gene. The results showed that there were exist five types
of GH gene in exon 4 consist of type CE, BC, CD, BB and CC. The CE, BC and
BB types were found in all population (Saanen and EG). The CD and CC type
only found in Saanen and EG goats respectively, but this diversity did not affect
milk quality of the raw milk of Saanen and EG goats. Diversity of genotypes of
GH gene also did not affect the characteristics of goat's milk butter.
Keywords: Goat milk, quality, butter, GH gene, Saanen, Etawah- Grade
4
RINGKASAN
DINA TRI MARYA. Keragaan Kualitas Susu Segar dan Mentega Berdasarkan
Genotipe Gen GH dari Kambing Saanen dan Peranakan Etawah (PE). Dibimbing
oleh RARAH. R. A. MAHESWARI dan CECE SUMANTRI.
Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone/GH) merupakan hormon yang
disekresikan oleh kelenjar hipofisis serta memainkan peranan penting dalam
laktasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas susu segar
(lemak, protein, BJ dan bahan kering), mempelajari karakteristik mentega dari
kambing Saanen dan Peranakan Etawah (PE) serta menganalisis pengaruh
keragaman gen GH terhadap kualitas susu. Evaluasi DNA dari 89 kambing
(Saanen dan PE) menggunakan metoda Single-strand Conformation
Polimorphysm (SSCP) untuk mengidentifikasi polimorfisme pada gen hormon
pertumbuhan kambing (gGH). Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing perah
(Saanen dan PE) menghasilkan ruas DNA sepanjang 200 bp. Berdasarkan hasil
SSCP pada gen GH mendapatkan lima pita DNA yang menunjukkan pola migrasi
yang berbeda, disebut tipe gen CE, BC, CD, BB dan CC. Gen CD hanya dijumpai
pada bangsa kambing Saanen sedangkan tipe gen CC hanya terdapat pada
kambing PE. Keragaman genotipe ini tidak berpengaruh terhadap kualitas susu
kedua bangsa kambing Saanen dan PE. Keragaman genotipe gen GH juga tidak
berpengaruh terhadap karakteristik mentega susu kambing Saanen.
Kata Kunci : Kualitas susu kambing, mentega, gen GH, Saanen, Peranakan
Etawah
5
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
untuk tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB
6
KERAGAAN KUALITAS SUSU SEGAR DAN
MENTEGA BERDASARKAN GENOTIPE
GEN GH DARI KAMBING SAANEN
DAN PERANAKAN ETAWAH
DINA TRI MARYA
Tesis
sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
7
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Ronny. R. Noor. M. Rur. Sc
8
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL TESIS
: Keragaan Kualitas Susu
Segar Dan Mentega
Berdasarkan Gen GH dari Kambing Saanen dan
Peranakan Etawah
NAMA
: Dina Tri Marya
NRP
: D151080091
PROGRAM STUDI
: Ilmu dan Teknologi Peternakan
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc
Anggota
Dr. Ir. Rarah.R.A.Maheswari, DEA
Ketua
Diketahui,
Kordinator Mayor Ilmu dan Teknologi
Peternakan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Rarah.R.A.Maheswari, DEA
Dr. Ir. Dahrul Syah. M.Sc. Agr
Tanggal Ujian: 1 Maret 2011
Tanggal lulus: 30 Mei 2011
9
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulisan thesis ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Tesis dengan judul “Keragaan Kualitas Susu Segar dan Mentega
Berdasarkan Genotipe Gen GH dari Kambing Saanen dan Peranakan
Etawah” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara genotipe gen GH pada
kambing Saanen dengan kualitas susu serta komposisi lemak mentega yang dapat
dijadikan alternatif dalam pelaksanaan seleksi kambing perah dengan produksi
tinggi dan kualitas lemak yang baik sebagai bahan baku pembuatan mentega.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Rarah.R.A.Maheswari, DEA
dan Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc atas bimbingan dan kesempatan yang
diberikan untuk menimba ilmu teknologi hasil susu dan ilmu pemuliaan dan
genetika ternak. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Penguji Luar Komisi
pada ujian Tesis Prof. Dr. Ir. Ronny. R. Noor. M. Rur. Sc.
Penghargaan setinggi-tingginya kepada kedua Orang tua tercinta Ir . H.
Mas Erdi dan Hj. Erita Saan atas bimbingan, perhatian dan doanya yang tak
pernah terbalaskan. Kepada kedua kakak penulis yang selalu memberikan
semangat, penulis juga sampaikan ucapan terimakasih. Ucapan terimakasih juga
kepada teman-teman di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, teman-teman
Pascasarjana angkatan 2008/2009 dan 2009/2010 atas bantuannya selama penulis
melaksanakan studi. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungannya. Penulis
mengharapkan semoga karya ini bermanfaat bagi upaya pengembangan keilmuan
dan peternakan di Indonesia.
Bogor, Mei 2011
Dina Tri Marya
10
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 29 Maret 1984 sebagai anak
ketiga dari pasangan Bapak Ir. H. Mas Erdi dan Ibu Hj. Erita Saan. Pendidikan
dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SD Negeri 72. Pendidikan lanjutan
menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP Negeri 19 Palembang.
Pendidikan lanjutan menengah tingkat atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMA
Negeri 3 Palembang. Penulis sempat melanjutkan pendidikan strata satu di FKIP
jurusan Biologi Universitas Sriwijaya pada tahun 2002, kemudian pindah ke
Program Studi Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran dan
lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2008, penulis terdaftar pada Mayor Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan Sekolah Pascasarjana IPB.
11
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
v
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...........................................................................
1
Tujuan ........................................................................................
2
Manfaat Penelitian……………………………………….……..
2
Hipotesis Penelitian…………...………………………….…….
3
TINJAUAN PUSTAKA
Kambing Perah………………....................................................
4
Kambing Saanen ...........................................................
4
Kambing Peranakan Etawah..........................................
5
Susu Kambing………………………………………………….
5
Mentega………………………………………………………...
8
Gen Growth Hormone (GH)…………...………………………
9
Mekanisme Kerja Gen Growth Hormone (GH)……………….
10
Penanda Molekuler…………………………………...………..
11
Analisis Keragaman Genetik…………………………...……...
12
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................
13
Materi ………… ........................................................................
13
Metode ………….......................................................................
15
Analisis Data ..............................................................................
21
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Peternakan Kambing Perah…………………...
23
Studi Polimorfisme pada Gen GH……………………………..
24
Amplifikasi Gen GH……………………………….
24
Identifikasi Gen GH pada Kambing Perah Saanen
dan Peranakan Etawah dengan Pendekatan PCRSSCP…………………………………….…………
Frekuensi Alel dan Genotipe …………….………..
Pengaruh Keragaman Gen GH terhadap Kualitas
Susu Segar Kambing Saanen dan PE Gen GH……
Kualitas Susu Kambing Perah…………………………………
Berat jenis……………………………………….…
24
25
26
29
30
Protein………………………………………….…..
31
Lemak………………………………………………
31
Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak …..
32
Mentega Susu Kambing Saanen dan PE……….…....................
32
Karakteristik Mentega Susu Kambing Saanen…………………
35
Rendemen ……………………………….…...……
35
Nilai pH ……………………….………….……….
36
Bilangan Peroksida………………………………...
36
Kadar Air…………………………………………..
37
Kadar Abu………………………………………….
37
Kadar Protein………………………………………
38
Kadar Lemak………………………………………
38
Karakteristik Organoleptik Mentega Kambing Saanen………..
40
Aroma……………………………………………… 40
Warna………………………….…………...………
Rasa…………………………..……………………
40
41
13
KESIMPULAN DAN ………………………………..………..
42
DAFTAR PUSTAKA …………...…………………………….
43
14
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Syarat mutu susu sapi segar berdasarkan SNI01-3141-1998 ...............
6
2.
Klasifikasi mutu susu kambing segar berdasarkan karakteristiknya......
7
3.
Primer untuk amplifikasi gen GH……………………………..…….....
13
4
Frekuensi genotipe dan alel gen GH kambing Saanen dan PE………..
25
5
Kualitas susu kambing Saanen berdasarkan tipe gen……………...…..
26
6
Kualitas susu kambing Peranakan Etawah berdasarkan tipe gen…...…
26
7
Komposisi asam lemak susu kambing Saanen………………...………
27
8
Rataan kualitas susu kambing Saanen berdasarkan laktasi………...…
29
9
Rataan kualitas kambing Peranakan Etawah berdasarkan laktasi…….
30
10 Komposisi asam lemak mentega susu kambing Saanen dan PE………
33
11 Karakteristik mentega susu kambing Saanen dengan genotipe berbeda
35
12 Rendemen mentega susu kambing Saanen berdasarkan genotipe gen
GH ……………………………………………………………………..
36
13 Komposisi
lemak
dan
asam
lemak
susu
kambing
Saanen…………….................................................................................
39
15
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram alir proses pembuatan mentega................................................... 21
2. Produk PCR gen GH exon 4………. …………………...……………….
24
3. Hasil visualisasi produk PCR-SSCP gen GH …...……………………..... 25
16
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh peternak
adalah kambing. Ternak kambing mempunyai peran strategis bagi masyarakat
Indonesia khususnya di daerah pedesaan. Ternak kambing selain sebagai sumber
pendapatan, juga memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi kesehatan dan
gizi manusia. Kelebihan lain yang dimiliki kambing adalah ternak ini sangat
efisien dalam mengubah hijauan pakan menjadi energi, modal usaha yang
diperlukan relatif kecil dan cukup adaptif terhadap berbagai kondisi lingkungan.
Ternak kambing disamping sebagai penghasil daging ada juga yang
menghasilkan susu atau dikenal dengan kambing perah. Kambing Saanen dan
Peranakan Etawah adalah bangsa kambing perah yang banyak dipelihara di
Indonesia. Susu kambing memiliki kelebihan dibandingkan dengan susu sapi
karena memiliki daya cerna yang tinggi, mempunyai ukuran butiran lemak susu
yang lebih kecil dibandingkan dengan susu sapi dan baik dikonsumsi bagi
penderita lactose intolerance karena mempunyai kandungan laktosa yang rendah.
Kualitas susu kambing sangat dipengaruhi oleh kadar lemak. Lemak susu
baik dalam bentuk susu cair, krim maupun mentega memiliki nilai ekonomis yang
tinggi. Salah satu gen yang berperan dalam mengontrol kadar lemak maupun
produksi susu adalah gen GH.
Penyebab kesenjangan antara produksi susu dan pemenuhan produk olahan
asal susu adalah rendahnya populasi dan potensi genetik ternak perah. Kondisi
manajemen pemeliharaan yang belum maksimal juga berpengaruh terhadap
kualitas susu maupun produk olahan yang dihasilkan. Usaha kambing perah di
Indonesia pada umumnya masih bersifat subsistem yaitu masih berskala kecil.
Pengetahuan serta keterampilan petani yang mencakup aspek reproduksi,
pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem pencatatan,
pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit juga masih rendah.
Perbaikan mutu genetik kambing perah melalui seleksi pada umumnya
banyak dilakukan secara konvensional berdasarkan morfologi dan produksi susu.
Sistem konvensional memerlukan waktu yang lama. Kemajuan teknologi pada
17
bidang molekular saat ini dapat membantu mempercepat seleksi dalam program
pembibitan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemanfaatan gen-gen penciri yang
berpengaruh pada sifat-sifat kualitatif yang bernilai ekonomis. Pada studi gen
kandidat terhadap
sifat-sifat produksi ternak, gen hormon pertumbuhan atau
growth hormone (GH) banyak diteliti untuk digunakan sebagai marker (penciri)
dalam seleksi ternak. Hal ini dikarenakan hormon tersebut merupakan hormon
regulator pertumbuhan, perkembangan tubuh ternak dan produksi susu. Penelitian
ini diharapkan dapat membantu melakukan seleksi terhadap kambing-kambing
perah yang memiliki sifat dan kualitas produksi yang diharapkan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis kualitas susu kambing Saanen dan Peranakan Etawah.
2. Mengidentifikasi polimorfisme gen GH pada kambing Saanen dan Peranakan
Etawah.
3. Mengkaji hubungan antara keragaman gen GH pada kambing Saanen dan
Peranakan Etawah dengan kualitas susu.
4. Mengkaji karakteristik mentega yang dihasilkan dari kambing Saanen dan
Peranakan Etawah.
Manfaat Penelitian
1. Diperoleh data tentang gen GH pada kambing perah Saanen dan Peranakan
Etawah.
2. Didapatkan informasi genetik calon tetua kambing perah (Saanen dan
Peranakan Etawah) sebagai penghasil susu untuk tujuan pengolahan mentega.
18
Hipotesis Penelitian
1. Adanya polimorfisme gen GH pada kambing perah Saanen dan Peranakan
Etawah.
2. Terdapat korelasi antara variasi genotipe GH dengan kualitas susu dan
mentega yang dihasilkan pada kambing Saanen dan Peranakan Etawah.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kambing Perah
Kambing diklasifikasikan kedalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, sub-ordo Ruminantia,
famili Bovidae, genus Capra dan spesies Capra hircus (Ensminger 2002).
Pemeliharaan kambing memberikan pengaruh besar terhadap sistem pertanian
pedesaan, karena kambing telah beradaptasi dengan baik di sebagian besar
wilayah Indonesia. Produksi susu kambing telah memberikan kontribusi sebesar
35% terhadap total produksi susu dunia, atau mengalami peningkatan cukup
berarti dari tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar 9 % (Weinsten 2005).
Kambing Saanen
Kambing Saanen berasal dari lembah Saanen di Swiss Barat. Kambing ini
berwarna putih, krem atau coklat muda dengan bulu yang panjang atau pendek,
telinga tegak, serta memiliki temperamen yang tenang dan jinak (Blakely & Bade
1992).
Kambing Saanen mempunyai produksi susu tertinggi dibandingkan
dengan bangsa kambing perah lainnya, oleh karena itu bangsa kambing ini
disebarluaskan ke banyak negara. Rata-rata produksi susu kambing Saanen di
daerah tropis adalah 1-3 kg per hari, sedangkan di daerah subtropik dapat
mencapai 5 kg per hari.
Jenis kambing Saanen banyak dipelihara sebagai
penghasil susu.
Kambing Saanen terkenal sebagai penghasil susu berkualitas dengan
kandungan lemak rendah (Winarno & Fernandez 2007). Produksi susu dengan
kandungan lemak antara 3-4% per masa laktasi yang berlangsung selama 250 hari
(Davendra & Burn 1994). Kambing jenis Saanen dapat dibedakan dari kambing
lainnya yaitu dengan ciri-ciri utama telinga dengan cuping kearah atas. Telinga
kecil, pendek, tegak ke arah depan dan samping. Kepala kecil dan berbentuk
lancip. Selain itu warna bulu biasanya putih atau krem, ambing serta puting besar
dan lunak, induk betina sering melahirkan anak kembar (Mulyono 2008).
5
Kambing Peranakan Etawah
Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara kambing
Ettawa dari India dengan kambing kacang yang penampilannya mirip Ettawa
tetapi lebih kecil dengan proporsi genotipe yang tidak jelas (Balitnak 2004). Ciri
khas kambing PE yaitu bentuk muka cembung melengkung dan dagu berjanggut,
di bawah leher terdapat gelambir yang tumbuh berawal dari sudut janggut, telinga
panjang, menggantung dan ujungnya agak melipat, tanduk berdiri tegak mengarah
kebelakang dengan ujung tanduk melingkar, tinggi tubuh (gumba) 70-90 cm,
tubuh besar, pipih, bentuk garis punggung seolah-olah mengombak kebelakang,
bulu tubuh tampak panjang di bagian leher, pundak, punggung, dan paha, bulu
paha panjang dan tebal, warna bulu putih, hitam hingga cokelat (Mulyono 2008).
Kambing PE digolongkan sebagai kambing tipe dwiguna yaitu sebagai
penghasil daging dan susu (Adiati et al. 2000).
Kambing PE memiliki ambing
yang besar, putingnya panjang. Produksi susunya berkisar 1.0-1.5 liter/ekor/hari
sepanjang masa laktasi antara 5-6 bulan, dengan masa kering 2-3 bulan (Balitnak
2004).
Susu Kambing
Susu menurut SNI01-3141-1998, susu adalah cairan yang berasal dari
ambing sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang
kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum
mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi
kemurniannya (DSN 1998).
Pemerintah untuk melindungi konsumen,
menetapkan standar khusus untuk suatu produk.
Indonesia saat ini baru
mempunyai standar untuk susu sapi segar yang tercantum dalam SNI 01-13411998 (Tabel 1) dan belum mempunyai standar susu kambing segar.
Susu kambing memiliki nilai gizi yang serupa dengan susu sapi. Susu
kambing terkenal karena kandungan atau nilai nutrisi dan dipercaya mempunyai
nilai medis sejak zaman dahulu. Karakteristik susu kambing dibandingkan dengan
susu sapi adalah (1) warna susu lebih putih (2) globula lemak susu lebih kecil
dengan diameter 0.73-0.58 µm (3) mengandung mineral kalsium, fosfor, vitamin
A, E dan B kompleks yang tinggi (4) dapat diminum oleh orang-orang yang alergi
susu sapi dan orang-orang yang mengalami gangguan pencernaan (5) dari segi
6
produktivitas, produksi susu kambing lebih cepat diperoleh karena kambing telah
dapat berproduksi pada umur 1.5 tahun, sedangkan sapi baru dapat berproduksi
pada umur 3-4 tahun, tergantung ras (Saleh 2004).
Tabel 1. Syarat mutu susu sapi segar berdasarkan SNI 01-3141-1998
No
1.
2.
Parameter
SUSUNAN SUSU
Berat Jenis (BJ) pada suhu 27,5oC
Kadar lemak
Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL)
atau Solid Non Fat (SNF)
Kadar protein
Cemaran logam berbahaya
- Timbal (Pb)
- Seng (Zn)
- Merkuri (Hg)
- Arsen (As)
KEADAAN SUSU
Organoleptik : warna, bau, rasa dan
kekentalan
Kotoran dan benda asing
Cemaran mikroba
- Total mikroba
- Salmonella
- Escherichia coli (patogen)
- Coliform
- Streptococcus group B
- Staphylococcus aureus
Jumlah sel radang
Uji Katalase
Uji Reduktase
Residu antibiotic, pestisida dan insektisida
Uji Alkohol (70%)
Derajat Asam
Uji Pemalsuan
Titik Beku
Uji Peroksidase
Syarat
Minimal 1,0280
Minimal 3,0%
Minimal 8,0%
Minimal 2,7%
Maksimum 0,3 ppm
Maksimum 0,5 ppm
Maksimum 0,5 ppm
Maksimum 0,5 ppm
Tidak ada perubahan
Negatif
Maksimum 1.000.000 CFU/ml
Negatif
Negatif
20 CFU/ml
Negatif
100 CFU/ml
Maksimum 40.000/ml
Maksimum 3 cc
2-5 jam
Sesuai dengan peraturan yang
berlaku
Negatif
6-7oSH
Negatif
-0,520 s/d -0,560 oC
Positif
Sumber: DSN 1998
Ketersediaan magnesium di dalam susu kambing, menurut Aliaga (2003)
lebih besar dibandingkan susu sapi dan mengandung jumlah vitamin D yang lebih
banyak. Magnesium memiliki arti penting, karena berhubungan dengan
metabolisme. Mineral magnesium dikenali sebagai kofaktor di dalam lebih dari
300 reaksi enzimatik yang mempengaruhi kegiatan metabolisme dan sintesa
7
protein dan asam nukleat. Susu kambing adalah sumber Ca dan asam amino
triptofan dan zat gizi lain yang sangat baik. Susu kambing tidak mengandung
protein yang menyebabkan alergi seperti yang terdapat pada susu sapi serta
mengandung olisakarida yang berperan sebagai anti-inflamasi (Mateljan 2008).
Menurut Thai Agricultural Standard (2008) susu kambing segar adalah susu
segar yang diperoleh dari induk kambing (Capra spp.) tidak kurang dari 3 hari
setelah kelahiran. Susu harus tidak dikurangi dan tidak ditambahkan komponen
lain. Tidak boleh mengalami suatu perlakuan kecuali pendinginan. Susu harus
tidak mengandung kolostrum.
Klasifikasi susu kambing berdasarkan mutu
digolongkan berdasarkan total mikroba, jumlah sel somatik ambing, kandungan
lemak dan bahan kering, dengan ketentuan parameter tersebut digunakan sebagai
kriteria untuk pemasaran susu kambing segar. Penggolongan mutu tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi mutu susu kambing segar berdasarkan karakteristiknya
Karakteristik
1. Total Mikroba (cfu/ml)
2. Sel Somatik (sel/ml)
3. Protein (%)
4. Lemak(%)
5. Total Solid (%)
Premium
< 5 x 104
< 7 x 105
> 3.7
>4
> 13
Kelas
Baik
5 x 104 - 105
7 x 105 - 106
> 3.4 – 3.7
> 3.5 – 4
> 12 – 13
Standar
> 105 - 2 x 105
> 106 - 1,5 x 106
3.1 – 3.4
3.25 – 3.5
11.7 - 12
Thai Agricultural Standard (2008) menetapkan beberapa syarat untuk susu
kambing segar, yaitu syarat secara umum dan pengelompokan berdasarkan mutu.
Syarat umum yaitu: normal, bersih dan berwarna putih atau krem, flavor normal
tanpa bahan asing dan pencampuran, ketika diuji dengan uji alkohol untuk
mengamati reaksi antara susu kambing segar dengan etil alkohol, endapan atau
gumpalan harus hanya sedikit dan berukuran kecil, pH harus diantara 6.5 – 6.8,
berat kering tanpa lemak tidak boleh kurang dari 8.25 %, titik beku tidak boleh di
atas – 0.530 oC, berat jenis harus tidak kurang dari 1.028 pada suhu 20 oC,
perubahan warna metilen blue harus lebih dari 4 jam, perubahan warna resazurin
pada satu jam pertama tidak kurang dari skala 4.5.
8
Mentega
Mentega berdasarkan
SNI01-3744-1995 (DSN, 1995) adalah produk
makanan berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau
campurannya dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan lain yang
diizinkan dan maksimal mengandung 80 % lemak susu.
Spreer (1998) menyatakan, mentega merupakan emulsi air dalam minyak
dengan kira-kira 18% air terdispersi didalam 80% lemak dengan sejumlah kecil
protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi (emulsifier). Mentega merupakan
lemak makanan dengan flavor dan cita rasa yang enak dan khas. Ciri khas ini pada
dasarnya merupakan komposisi alami dari lemak susu yang dihasilkan melalui
proses biokimia. Mentega mudah dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh (>90%)
karena kemampuan mentega mencair yang mendekati temperatur tubuh. Mentega
mengandung vitamin yang dapat larut dalam lemak, terutama vitamin A.
Apabila ditinjau dari segi kesehatan maka kandungan kolesterol yang
terdapat pada mentega sering menjadi perhatian utama, namun berdasarkan teori
lipid belum ada bukti yang nyata dari hubungan antara kolesterol makanan dan
kolesterol serum (dibentuk pada tubuh saat mencapai 1000mg/hari).
Proses pembuatan mentega melalui tahapan utama separasi krim, churning
dan kneading. Mentega diperoleh dari krim melalui proses agitasi yang disebut
churning. Krim diaduk dan dikocok sehingga menghancurkan membran yang
menyelubungi butir-butir lemak. Gumpalan-gumpalan lemak susu dipisahkan dari
bagian lain dan dicuci dengan air dingin beberapa kali untuk menghilangkan
buttermilk hasil ikutannya.
Working atau kneading dilakukan dengan tujuan
untuk mengeluarkan air yang tersisa dalam lemak butter fat (susu). Mentega
biasanya diberi garam dengan jumlah sekitar dua setengah persen untuk
meningkatkan citarasa dan sebagai pengawet (Winarno & Fernande 2007).
Menurut Hettinga (2005), mentega adalah salah satu bentuk pengawetan
komponen lemak susu. Karakteristik tekstur mentega secara signifikan tergantung
pada komposisi lemak susu dan metode pembuatannya. Jika komposisi kimia dari
lemak mentega diketahui, maka akan memudahkan untuk memilih parameter
teknologi yang tepat pada pembuatan mentega guna memperbaiki teksturnya. Hal
ini penting dilakukan pada industri pembuatan mentega guna menghasilkan
9
produk mentega dengan karakteristik yang konstan dan mengendalikan parameter
pembuatan mentega.
Lemak susu memiliki komposisi asam lemak yang cukup komplek.
Trigliserida merupakan komponen yang paling banyak mendominasi lemak susu
yaitu sebesar 98% (dengan sejumlah kecil digliserida, monogliserida dan asam
lemak bebas). Komponen lainnya yang terdapat dalam lemak susu yaitu
fosfolipid, sterol (kolesterol) serta sejumlah kecil vitamin yang larut dalam lemak
(terutama A, D dan E), antioksidan (tokoferol), pigmen (karoten) dan komponen
rasa (lakton, aldehid dan keton).
Asam lemak adalah asam monokarboksilat berantai lurus yang terdapat di
alam sebagai ester di dalam molekul lemak atau trigliserida. Hasil hidrolisis
trigliserida akan menghasilkan asam lemak jenuh dan tak jenuh berdasarkan ada
tidaknya ikatan rangkap rantai karbon di dalam molekulnya. Asam lemak tidak
jenuh (memiliki ikatan rangkap) yang terdapat dalam lemak dapat berada dalam
dua bentuk yakni isomer cis dan trans. Asam lemak tak jenuh alami biasanya
berada sebagai asam lemak cis, hanya sedikit bentuk trans.
Stuktur asam lemak pada mentega belum dipahami dengan jelas,
diperkirakan terdapat 400 jenis asam lemak yang ditemukan didalam lemak susu
dengan jumlah atom karbon C2 hingga C28, termasuk asam lemak dengan jumlah
atom karbon ganjil, jenuh, tak jenuh tunggal dan tak jenuh ganda, cis dan
trans, linear dan bercabang, dan berbagai keto-dan asam lemak hidroksi (Collomb
et al. 2002). Sekitar 20 asam lemak
merupakan komponen utama dalam
pembentukan lemak susu dan sisanya terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit,
sedangkan pada mentega hanya sekitar 15 asam lemak utama yang
dipertimbangkan (Hettinga 2005).
Gen Growth Hormon (GH)
Hormon pertumbuhan atau growth hormone (GH) merupakan hormon
anabolik yang disintesis dan disekresikan oleh sel somatotrof pada lobus anterior
pituitari (Ayuk & Stephard 2006). Protein GH terdiri atas 191 asam amino,
dengan berat molekul 22 kDa (Frago & Chowen 2005). Sintesis dan sekresi
protein tersebut dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin (Ardiyanti et al. 2009).
10
Protein ini memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
longitudinal pascanatal, pertumbuhan jaringan, laktasi, reproduksi, metabolism
lipida, protein dan karbohidrat. Pada ternak ruminansia, GH berperan dalam
pengaturan perkembangan kelenjar mamae (Akers 2002).
Protein GH disandikan oleh gen GH yang terletak pada kromosom 18
dengan panjang sekitar 200 bp yang tersusun atas lima ekson dan empat intron.
Gen GH telah digunakan secara luas sebagai penanda pada beberapa spesies
ternak seperti sapi (Bos taurus dan Bos indicus) (Zhou et al. 2005) dan kambing
(Capra hircus) (Boutinaud et al. 2003). Keragaman gen GH pada kambing
Algarvia (Portugis) yang diidentifikasikan dengan metode single strand
conformation polymorphism (SSCP) berhubungan dengan sifat produksi, lemak
dan protein susu (Boutinaud et al. 2003).
Mekanisme Kerja Growth Hormone
GH (Growth hormone) yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari pertama-tama
mengalir melalui pembuluh darah menuju ke organ hati. GH di dalam hati diubah
menjadi IGF-1 (Insulinlike Growth Factor 1), melalui peredaran darah bersama
aliran nutrien, IGF-1 dialirkan ke seluruh organ-organ yang ada di tubuh ternak.
IGF-1 inilah yang bertanggung jawab untuk memelihara seluruh organ-organ di
dalam tubuh manusia. Gen GH penting untuk pertumbuhan setelah kelahiran dan
metabolisme normal karbohidrat, lemak, nitrogen serta mineral. Growth hormone
tidak bekerja secara langsung dalam mempengaruhi pertumbuhan, tetapi melalui
perantaraan suatu peptida yang disebut somatomedin (IGF I dan IGF II) yang
produksinya diinduksi oleh growth hormone. Somatomedin yang produksi
utamanya di hati ini dipengaruhi juga oleh usia dan keadaan nutrisi ternak.
Somatomedin inilah yang akan berikatan dengan reseptor-reseptor dalam sel
tubuh guna merangsang pertumbuhan melalui:
1. Sintesis protein. Hormon pertumbuhan akan meningkatkan produksi
protein dan transportasinya ke sel-sel otot sehingga merangsang
pertumbuhan otot dan jaringan pada umumnya.
2. Metabolisme
karbohidrat.
Hormon
pertumbuhan
memiliki
efek
antagonis terhadap insulin, sehingga meningkatkan kadar gula dalam
11
darah, yang nantinya akan meningkatkan proses konversi karbohidrat
menjadi protein.
3. Metabolisme
lemak.
Hormon
pertumbuhan
akan
meningkatkan
penguraian lemak tubuh menjadi asam lemak bebas dan gliserol, sehingga
kadar lemak dalam darah meningkat.
4. Efek mirip prolaktin sehingga merangsang kelenjar ambing dan produksi
susu saat kebuntingan (Ohlsson et al.1998).
Penanda Molekuler
Penanda molekuler memiliki peranan penting dalam genetika ternak. Hal
tersebut merupakan salah satu faktor utama yang mendasari terjadinya proses
seleksi (Vignal et al. 2002). Penanda molekuler merupakan pemanfaatan dari
keragaman meliputi subsitusi, delesi, insersi dan inverse (Nei & Kumar 2000).
Polymerase chain reaction (PCR) merupakan suatu teknik untuk
menggandakan jumlah molekul DNA secara in vitro. Proses ini berjalan dengan
bantuan enzim polymerase dan primer. Primer merupakan oligonukleotida
spesifik pada DNA template. Enzim polymerase merupakan enzim yang dapat
mencetak urutan DNA baru. Hasil PCR dapat langsung divisualisasikan dengan
elektroforesis atau dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut (Williams 2005).
Polymerase chain reaction-single-strand conformation polymorphism atau
PCR-SSCP merupakan salah satu metode analisis lebih lanjut yang memanfaatkan
produk PCR.
Metode PCR-SSCP merupakan metode yang handal dalam
mendeteksi adanya mutasi secara cepat (Hayasi 1991). Metode ini didasarkan
pada asumsi bahwa perubahan asam nukleotida akan menyebabkan perubahan
pola migrasi dari bentuk ikatan utas tunggal DNA pada gel poliakrilamida, yang
disebut sebagai perubahan konformasi atau bentuk molekul. Pendeteksian dalam
SSCP dipengaruhi oleh matriks gel, kondisi elektroforesis, panjang fragmen dan
kandungan G+C (Nataraj et al. 1999).
Perbedaan konsentrasi akrilamida,
perbandingan akrilamida dengan bis-akrilamida, penggunaan gliserol, suhu
elektroforesis dan kondisi buffer dapat berpengaruh terhadap pendeteksian
keragaman (Barroso et al. 1999).
12
Single Strand Conformation Polymorphism (SSCP) merupakan suatu
metode analisis molekuler yang bertujuan untuk melihat perbedaan jumlah basa
antar fragmen dengan menggunakan gel poliakrilamid, yang masing-masing dapat
memisahkan 6-8 basa.
Template DNA pada poliakrilamid gel difragmentasi
dengan elektroforesis terkontrol yang disebut GenePhor. Genephor merupakan
horizontal elektroforesis kering, dengan suhu yang dapat diatur sedemikian rupa,
sehingga dapat memisahkan DNA pada tegangan tinggi tanpa menimbulkan panas
yang berlebihan pada poliakrilamid gel. Metode pewarnaan menggunakan metode
silver stainning. Hasil dari SSCP sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh
konsentrasi DNA sampel serta proses ekstraksi, amplifikasi, purifikasi dan
restriksi serta optimasi dalam pelaksanaan stainning. Teknik ini merupakan salah
satu teknik analisis polimorfisme dan banyak diterapkan untuk genotiping dengan
hasil cukup akurat.
Analisis Keragaman Genetik
Keragaman
genetik
dapat
digunakan
sebagai
parameter
dalam
mempelajari genetika populasi dan genetika evolusi. Tingkat keragaman dalam
populasi dapat digambarkan dari frekuensi alel yang merupakan rasio relatif suatu
alel terhadap keseluruhan alel yang ditemukan dalam satu populasi. Informasi
keragaman genetik suatu populasi menggunakan beberapa lokus, dapat
digambarkan melalui nilai heterozigositas (Nei & Kumar 2000).
Identifikasi keragaman genetik dalam suatu populasi berguna untuk
mengetahui dan melestarikan bangsa-bangsa dalam populasi terkait dengan
penciri suatu sifat khusus. Populasi alami biasanya memiliki keragaman genetik
yang tinggi. Informasi keragaman genetik suatu bangsa akan sangat bermanfaat
bagi keamanan dan ketersediaan bahan pangan yang berkesinambungan (Blott et
al. 2003).
13
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2010 hingga Januari 2011. Lokasi
pengambilan sampel darah dan susu kambing dilakukan di PT Fajar Taurus Dairy
Farm dan PT Elang 45. Analisis keragaman gen dilaksanakan di Laboratorium
Genetika Molekuler Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak Fakultas Peternakan
IPB, sementara pengujian kualitas susu dan produk olahan susu dilaksanakan di
Laboratorium Pengolahan Susu Bagian THT Fakultas Peternakan IPB dan
Laboratorium Terpadu IPB.
Materi
Sampel Darah Kambing
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kambing Saanen dan
Peranakan Etawah yang berjumlah 89 ekor. Pengambilan sampel darah dilakukan
untuk masing-masing individu ternak kambing. Alat dan bahan untuk
pengambilan sampel darah berupa venoject, vacutainer dan etanol. Ekstraksi
DNA menggunakan metode fenol kloroform (Sambrook et al.1989).
Primer
Primer adalah DNA utas tunggal dengan ukuran pendek, biasanya 18
sampai 25 basa, yang akan menempel pada DNA cetakan pada tempat yang
spesifik. Primer berguna untuk mengapit sekuen DNA target pada reaksi PCR.
Pada penelitian ini, primer forward dan reverse untuk mengamplifikasi gen GH
ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Primer untuk amplifikasi gen GH
No.
1.
2.
Sekuens (5'-3')
Forward GGA AGG GAC CCA ACA ATG CCA
Reverse CTG CCA GCA GGA CTT GGA GC
Pustaka
Kioka et al.
1989
Bahan dan Alat Analisis PCR
Bahan yang digunakan untuk PCR adalah DNA, pereaksi PCR (Master
mix- Genaid) yang terdiri atas enzim tag DNA polymerase, 10x buffer, larutan
MgCl2, dNTPs, primer forward dan reverse fragmen gen GH. Peralatan yang
14
digunakan adalah pipet tip, mikropipet, microtube eppendorf, microsentrifuge dan
mesin thermocycler.
Bahan dan Alat Analisis PCR-SSCP
Bahan yang digunakan untuk analisis PCR-SSCP adalah air destilasi steril,
akrilamida 30%, 5 x TBE, TEMED (tetramethylendiamine) dan APS (ammonium
persulfat) 10 %, loading dye dan marker 100 pb (Biorad). Alat yang digunakan
adalah dua buah kaca untuk cetakan gel, pipet berskala, tabung reaksi, sisir khusus
untuk sumur, pipet mikro Eppendorf 2 µl dengan tipsnya dan power supply 200
Volt.
Bahan dan Alat Pewarnaan Perak
Bahan yang digunakan adalah larutan yang terdiri atas 0.2 gram AgNO3;
80 µl NaOH 10 N ; 0.8 ml NH4OH dalam 200 ml air destilasi, larutan 6 gram
NaOH dengan 200 µl formaldehida dan asam asetat 200 µl dalam 200 ml air. Alat
yang digunakan adalah gelas ukur, labu Erlenmeyer dan water-bath shaker.
Bahan dan Alat Analisis Kualitas Susu Kambing dan Mentega
Sampel susu diambil dari ternak kambing Saanen dan PE. Pengolahan
susu yang dilakukan
adalah pemisahan lemak susu dengan separator krim.
Sebelum dilakukan pengolahan susu dilakukan pengujian terhadap kualitas susu
segar. Bahan yang digunakan untuk analisis susu dan mentega susu kambing
antara lain H2SO4, alkohol 70%, Aquadest, NaOH 0.1 N, amilalkohol, fenolftalin,
NaOH, kalium oksalat, K2SO4, HgO dan formalin. Peralatan yang digunakan
antara lain laktodensimeter, butirometer, pipet volumetric, pH-meter, inkubator,
autoklaf, timbangan analitik, termometer, labu Kjeldahl, alat titrasi, alat-alat gelas,
sentrifuse, wadah plastik, desikator, cawan porselen, tanur, alat ekstraksi Sokhlet,
oven 105ºC dan penangas air.
15
Metode
I.
Identifikasi Keragaman Molekuler
a.
Pengambilan Sampel Darah (Sulandari & Zein 2003)
Pengambilan sampel darah kambing dilakukan menggunakan venoject pada
bagian vena jugularis sebanyak 2 ml. Sampel darah selanjutnya dicampur dengan
etanol 70% untuk menghindari kerusakan sel-sel darah.
b.
Ekstraksi DNA ( Sambrook 1989)
DNA diekstraksi dengan menggunakan metode fenol kloroform (Sambrook
et al.1989). Sampel darah total yang disimpan dalam etanol 95% disentrifugasi
3500 rpm selama 5 menit. Endapan sel-sel darah yang diperoleh dicuci dengan
buffer TE sebanyak 2 kali. Sekitar 100 µl sel-sel darah yang telah bebas dari
etanol disuspensikan dengan 1xSTE sampai volume mencapai 350 µl. Sel-sel
darah kemudian dilisis dengan 20 µl proteinase K (10 mg/ml) dan 40 µl 10%
SDS. Campuran ini dikocok pelan-pelan selama 2 jam pada suhu 55 oC.
Pemurnian DNA dilakukan dengan metode fenol-kloroform, yaitu dengan
menambahkan 1/10 volume 5 M NaCl, 1 x volume larutan fenol, dan 1 x volume
kloroform iso amil alkohol (24:1), kemudian dikocok pelan-pelan pada suhu
ruang selama 2 jam. Fase DNA dipisahkan dari fase fenol dengan sentrifugasi
pada kecepatan 7000 rpm selama 5 menit. Molekul DNA diendapkan dengan
menambahkan 1/10 x volume 5 M NaCl dan 2 x volume etanol absolut. Endapan
DNA yang dihasilkan selanjutnya dicuci dengan etanol 70% kemudian
diendapkan lagi dengan kecepatan 7000 rpm selama 5 menit. Sisa etanol dibuang
dan diuapkan dengan menggunakan pompa vakum. DNA selanjutnya dilarutkan
dengan 80 µl 80% buffer TE.
c.
Amplifikasi Gen dengan Tehnik PCR
Teknik PCR dilakukan untuk memperbanyak (amplifikasi) fragmen gen
menjadi 2 n copy. Dengan perbanyakan ini maka fragmen gen target dapat
divisualisasikan pada gel elektroforesis.
16
Reaksi PCR dilakukan dengan volume total 25 µl dari campuran larutan yang
terdiri atas 2 µl DNA genom, 1 U enzim taq polimerase dan 10X buffernya (New
England Biolab); 2 mM dNTP mix; 2.5 mM MgCl2 dan dH2O steril. Kondisi
reaksi PCR dalam mesin thermocycler dirancang dengan suhu pradenaturasi 94 oC
selama 4 menit, selanjutnya 30 siklus reaksi yang terdiri atas denaturasi 95 oC
selama 30 detik, annealing (suhu spesifik primer) selama 1 menit, perpanjangan
72 oC selama 1 menit. Pemanjangan akhir pada suhu 72 oC selama 5 menit. Suhu
annealing untuk primer gen GH 60 oC.
d. Genotiping Teknik PCR-SSCP (Tegelstrom 1992)
Genotiping dengan teknik SSCP
menggunakan
elektroforesis gel
poliakrilamid 10%. Gel dibuat dengan cara pencampuran 14 ml air destilata; 2.5
ml larutan 5 x TBE; 8,3 ml larutan akrilamid 30%; 15 µl larutan TEMED dan 150
µl APS 10%. Sebanyak 2 µl produk PCR dicampur dengan + 25 µl loadying dye
(bromthymol blue 0.01%, xilene cyanol 0.01 dan gliserol 50%). Elektroforesis
dilakukan pada tegangan konstan 200 volt selama 16 jam. Setelah elektroforesis
selesai, gel diambil untuk dilakukan pewarnaan perak.
d. Visualisasi Pita DNA (Tegelstrom 1992)
Visualisasi pola pita hasil SSCP menggunakan metode silver stainning atau
pewarnaan perak. Tahapan pewarnaan perak yaitu gel dicuci secara bertahap
sebagai berikut: dengan larutan AgNO3 0.2 gram, 80 µl NaOH 10 N, 800µl
ammonia dalam 200 ml air destilasi selama 8 menit, kemudian dibilas dengan air
destilasi selama 2 menit. Proses memunculkan pita dalam gel melalui gel
perendam dalam larutan yang terdiri atas 6 gram NaOH/200 ml air destilata
selama 6 menit ditambah 200 µl formaldehid. Setelah pita muncul, larutan asam
asetat dituangkan untuk penghentian aktifitas oksidasi perak oleh formaldehida.
II. Analisis Kualitas Susu Segar
Analisis kualitas susu segar meliputi pemeriksaan BJ, kadar lemak, kadar
protein dan bahan kering tanpa lemak.
17
a.
Analisis Berat Jenis (Standar Nasional Indonesia 1992)
Pengukuran berat jenis dilakukan dengan alat laktodensimeter. Sebanyak
100 ml susu pada suhu antara 200C dimasukkan kedalam gelas ukur.
Laktodensimeter dicelupkan perlahan-lahan. Nilai berat jenis dapat dibaca pada
skala yang tertera pada laktodensimeter, kemudian dilakukan penyetaraan pada
suhu 27.50C. Setiap perbedaan 1 0C diatas atau di bawah 27.50C maka nilai berat
jenisnya ditambah atau dikurangi 0.0002.
b.
Analisis Kadar Lemak (Standar Nasional Indonesia 1992)
Pengukuran kadar lemak menggunakan metode Gerber. Sebanyak 10 ml
asam sulfat pekat dimasukkan kedalam butirometer, kemudian ditambahkan 10.5
ml susu secara hati-hati melalui dinding mulut butirometer dan ditambahkan 1 ml
amilalkohol. Setelah butirometer ditutup dengan sumbat karet dan dihomogenkan,
butirometer dimasukkan ke dalam penangas air pada suhu 60ºC selama ± 10
menit. Tahap selanjutnya adalah sentrifugasi dengan menggunakan sentrifuge
Gerber dengan kecepatan 1200 rpm selama 5 menit, kemudian butirometer
dimasukkan kembali kedalam penangas air minimal 2 menit. Butirometer
dipegang vertikal dan karet penutup diatur, sehingga tepat pada suatu garis pada
skala butirometer dan dibaca persen kadar lemaknya.
c.
Analisis Kadar Protein (Standar Nasional Indonesia 1992)
Dua puluh lima mililiter susu, 1 ml larutan kalium oksalat dan 0.25
fhenolftalin dimasukkan kedalam gelas beker, dicampur hingga homogen,
dibiarkan selama 2 menit. Setelah homogen, campuran dititrasi dengan larutan
NaOH dari buret sampai warnanya sama dengan warna standar (merah muda),
kemudian larutan formalin sebanyak 2.5 ml ditambahkan kedalam campuran yang
telah dititrasi, lalu dikocok hingga warna merah muda hilang, dibiarkan selama 1
menit. Campuran dititrasi kembali dengan NaOH sampai berwarna merah muda.
Dihitung dan dicatat jumlah NaOH yang terpakai (p ml). Blanko dibuat dengan 10
ml aquades ditambah 0.4 ml kalium oksalat jenuh, 2 ml formalin 40% serta 2-3
tetes fenolftalein 1%, lalu dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sampai terbentuk
warna merah muda dan dicatat banyaknya NaOH 0.1 N yang terpakai (q ml).
18
Kadar Protein dihitung dengan rumus berikut:
% protein = ( p-q ) x 1.95 (faktor formol untuk susu kambing)
d.
Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak (Standar Nasional
Indonesia 1992)
Perhitungan dilakukan setelah kadar lemak dan berat jenis diperoleh dengan
rumus:
BK
= 1.23 L + 2.71
100 (BJ – 1)
BJ
BKTL = BK – L
Keterangan :
BK
BKTL
L
BJ
: Bahan Kering
: Bahan Kering Tanpa Lemak
: Lemak
: Berat Jenis
III. Analisis Kualitas Mentega
Analisis kualitas kimia mentega yang dilakukan meliputi nilai pH, bilangan
peroksida, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, kadar air dan rendemen.
a. Nilai pH (Association of Official Analytical Chemist 1995)
Pengukuran nilai pH dilakukan dengan pH meter. Sebanyak 50 gram sampel
mentega dilelehkan, kemudian suhunya diturunkan sesuai dengan suhu ruang. pH
meter terlebih dahulu distandarisasi dengan buffer untuk pH 4 dan pH 7.
Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan elektroda pH meter kedalam sampel
dan skala di baca setelah jarum penunjuk berada pada posisi tetap.
b. Bilangan Peroksida (SNI 01 -3555 -1998)
Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan diletakkan dalam labu Erlenmeyer.
Ditambahkan 30 ml pelarut (terdiri atas 60% asam asetat glasial dan 40%
kloroform), lalu dihomogenkan. Ditambahkan 0.5 ml larutan potasium iodida
jenuh lalu dihomogenkan, didiamkan selama 2 menit dalam ruangan gelap.
Ditambahkan 30 ml air destilata dan selanjutnya larutan di titrasi dengan larutan
sodium tiosulfat 0.1 N.
19
Bilangan peroksida = A x N x B x 100/ G
Keterangan :
A = ml sodium tiosulfat yang dipakai
N = normalitas sodium tiosulfat
B = bobot equivalen oksigen
G = berat sampel (gram)
c.
Kadar Lemak (Association of Official Analytical Chemist 1995)
Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soklet yang akan
digunakan dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Lima gram contoh ditimbang dalam selongsong lemak kemudian ditutup dengan
kertas bebas lemak secukupnya, kemudian direflux selama 6 jam. Pelarut yang
ada dalam labu didestilasi kemudian pelarutnya ditampung. Selanjutnya labu
lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven selama 2 jam
sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemak tersebut
ditimbang.
Kadar lemak (%) = bobot labu lemak akhir – bobot labu lemak awal x 100%
Bobot sampel (g)
d. Kadar Protein (Association of Official Analytical Chemist 1995)
Metode yang digunakan adalah mikro Kjeldahl. Sampel sebanyak 0.1 gram
dimasukkan kedalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1 g K2SO4, 40 mg HgO dan
20 ml H2SO4.
Sampel yang diperoleh selanjutnya dididihkan sampai larutan
menjadi jernih (sekitar 1 jam). Larutan jernih yang diperoleh ini dipindahkan ke
dalam destilasi. Labu Kjeldahl
dicuci dengan air (1-2 ml), kemudian air
cuciannya dimasukkan kedalam alat destilasi dan ditambahkan 8- 10 ml larutan
NaOH-Na2S203.
Dibawah kondensor diletakkan labu Erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan
H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran metil merah 0.2 % dalam alkohol dan
metil biru 0.2 % dalam alkohol dengan perbandingan 1:2) ujung kondensor harus
terendam dalam larutan H3BO3. Isi labu Erlenmeyer diencerkan sampai 50 ml,
lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu.
Blanko dipersiapkan dengan cara yang sama, tetapi sebagai ganti mentega
digunakan aquades.
20
% N = (ml HCL – ml blanko) x N HCL x 14.007 x 100 %
Berat sampel (g)
% protein = % N x 6.38
e. Kadar Abu (Association of Official Analytical Chemist 1995)
Pengukuran kadar abu menggunakan metode pengabuan dalam tanur.
Sejumlah 5 gram sampel dimasukkan dalam cawan porselen yang telah
dikeringkan dan telah diketahui beratnya. Terlebih dahulu sampel dipanaskan
pada hot plate untuk menguapkan sebanyak mungkin zat organik yang ada
(sampai sampel tidak berasap lagi). Cawan selanjutnya dipindahkan kedalam
tanur dan dipanaskan pada suhu 300º C sampai semua karbon berwarna keabuan,
kemudian suhu dinaikkan sampai 450º C selama 5 jam (sampel berwarna putih).
Cawan dari tanur didinginkan dan ditimbang berat abu yang dihasilkan.
Kadar abu (%) =
bobot abu x 100%
bobot sampel
f. Kadar Air (SNI 01‐2891‐1992)
Cawan dikeringkan pada suhu 105º C selama 1 jam, diangkat dan didinginkan
dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel yang akan ditentukan kadar airnya
ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan kedalam cawan. Cawan yang berisi
sampel dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105º C sampai mencapai berat
konstan (6 jam). Kadar air dihitung berdasarkan persamaan berikut:
Kadar air (%) = bobot sampel awal-bobot sampel akhir x 100%
Bobot sampel awal
g. Rendemen Mentega (Association of Official Analytical Chemist 1995)
Besar rendemen dihitung berdasarkan persentase berat produk yang dihasilkan
terhadap berat awal bahan yang digunakan.
Rendemen mentega (%) =
Bobot mentega x 100%
Bobot susu segar
21
IV. Pembuatan Mentega
Proses pembuatan mentega diawali dengan pemisahan antara krim dan skim
susu menggunakan cream separator (merek Elecream). Krim yang diperoleh
selanjutnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan mentega. Diagram alir
pembuatan mentega disajikan pada Gambar 1.
Pemisahan Krim
Pasteurisasi 85◦C-15detik
Dinginkan hingga 7◦C
Churning 5-10ºC
Kneading
Mentega
Gambar 1 Diagram alir proses pembuatan mentega (Hunziker 2008)
Analisis Data
Frekuensi Alel dan Genotipe
Keragaman genotipe tiap-tiap individu dapat ditentukan dari pita-pita DNA
gen yang ditemukan. Masing-masing sampel dibandingkan berdasarkan pola
migrasi pita yang sama dan dihitung frekuensi alelnya. Frekuensi alel dihitung
berdasarkan rumus Nei & Kumar (2000) sebagai berikut:
22
2nii nij
j i
xi
2n
Keterangan :
xi = frekuensi alel,
nii = jumlah genotipe dari alel ke-i, dan
nij = jumlah alel ke-i terpaut alel ke-j (j≠i).
Frekuensi genotipe dapat diperkirakan dengan menghitung perbandingan
jumlah genotipe pada populasi. Menggunakan asumsi sebelumnya, maka
frekuensi genotipe AiAi (Χii) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Χii= nii / n
Keterangan:
Χii = frekuensi genotipe
nii = individu yang bergenotipe AiAi
n = jumlah total sampel
Kualitas Susu dan Mentega
Analisis perbedaan kualitas susu dan mentega antar genotipe gen GH
menggunakan metode analisis General Linear Model (GLM) dengan bantuan
software SAS 9.1.
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Peternakan Kambing Perah
Pengambilan sampel darah dan susu
kambing perah berlokasi di dua
peternakan yaitu peternakan PT Elang 45 dan PT Fajar Taurus Dairy Farm. PT
Elang 45 terletak di desa Sukajaya, kecamatan Taman Sari, kabupaten Bogor
dengan letak geografis berada pada ketinggian 15- 2500 meter di
MENTEGA BERDASARKAN GENOTIPE
GEN GH DARI KAMBING SAANEN
DAN PERANAKAN ETAWAH
DINA TRI MARYA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
2
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keragaan Kualitas Susu Segar
dan Mentega Berdasarkan Genotipe Gen GH dari Kambing Saanen dan Peranakan
Etawah, adalah karya saya sendiri dibawah arahan dan bimbingan para
pembimbing. Karya ini belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2011
Dina Tri Marya
NRP. D151080091
3
ABSTRACT
DINA TRI MARYA. Diversity of milk quality and butter based on the genotype
of GH gene from Saanen and Etawah Grade goats. Supervised by RARAH
RATIH ADJIE MAHESWARI and CECE SUMANTRI.
The Growth hormone (GH) secreted by the pituitary gland plays an
important role in lactation. The objectives of this study were to observe the quality
of raw milk (fat, protein, density, and dry matter) and characteristics of butter
from Saanen and Etawah-Grade (EG) goat and to analyse the effect of GH gene
type in milk quality. The DNA of 89 goats (Saanen and EG) was evaluated.
Single-strand conformation polymorphisms (SSCP) was utilized to identify goat
growth hormone (gGH) gene. The results showed that there were exist five types
of GH gene in exon 4 consist of type CE, BC, CD, BB and CC. The CE, BC and
BB types were found in all population (Saanen and EG). The CD and CC type
only found in Saanen and EG goats respectively, but this diversity did not affect
milk quality of the raw milk of Saanen and EG goats. Diversity of genotypes of
GH gene also did not affect the characteristics of goat's milk butter.
Keywords: Goat milk, quality, butter, GH gene, Saanen, Etawah- Grade
4
RINGKASAN
DINA TRI MARYA. Keragaan Kualitas Susu Segar dan Mentega Berdasarkan
Genotipe Gen GH dari Kambing Saanen dan Peranakan Etawah (PE). Dibimbing
oleh RARAH. R. A. MAHESWARI dan CECE SUMANTRI.
Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone/GH) merupakan hormon yang
disekresikan oleh kelenjar hipofisis serta memainkan peranan penting dalam
laktasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas susu segar
(lemak, protein, BJ dan bahan kering), mempelajari karakteristik mentega dari
kambing Saanen dan Peranakan Etawah (PE) serta menganalisis pengaruh
keragaman gen GH terhadap kualitas susu. Evaluasi DNA dari 89 kambing
(Saanen dan PE) menggunakan metoda Single-strand Conformation
Polimorphysm (SSCP) untuk mengidentifikasi polimorfisme pada gen hormon
pertumbuhan kambing (gGH). Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing perah
(Saanen dan PE) menghasilkan ruas DNA sepanjang 200 bp. Berdasarkan hasil
SSCP pada gen GH mendapatkan lima pita DNA yang menunjukkan pola migrasi
yang berbeda, disebut tipe gen CE, BC, CD, BB dan CC. Gen CD hanya dijumpai
pada bangsa kambing Saanen sedangkan tipe gen CC hanya terdapat pada
kambing PE. Keragaman genotipe ini tidak berpengaruh terhadap kualitas susu
kedua bangsa kambing Saanen dan PE. Keragaman genotipe gen GH juga tidak
berpengaruh terhadap karakteristik mentega susu kambing Saanen.
Kata Kunci : Kualitas susu kambing, mentega, gen GH, Saanen, Peranakan
Etawah
5
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
untuk tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB
6
KERAGAAN KUALITAS SUSU SEGAR DAN
MENTEGA BERDASARKAN GENOTIPE
GEN GH DARI KAMBING SAANEN
DAN PERANAKAN ETAWAH
DINA TRI MARYA
Tesis
sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
7
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Ronny. R. Noor. M. Rur. Sc
8
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL TESIS
: Keragaan Kualitas Susu
Segar Dan Mentega
Berdasarkan Gen GH dari Kambing Saanen dan
Peranakan Etawah
NAMA
: Dina Tri Marya
NRP
: D151080091
PROGRAM STUDI
: Ilmu dan Teknologi Peternakan
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc
Anggota
Dr. Ir. Rarah.R.A.Maheswari, DEA
Ketua
Diketahui,
Kordinator Mayor Ilmu dan Teknologi
Peternakan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Rarah.R.A.Maheswari, DEA
Dr. Ir. Dahrul Syah. M.Sc. Agr
Tanggal Ujian: 1 Maret 2011
Tanggal lulus: 30 Mei 2011
9
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulisan thesis ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Tesis dengan judul “Keragaan Kualitas Susu Segar dan Mentega
Berdasarkan Genotipe Gen GH dari Kambing Saanen dan Peranakan
Etawah” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara genotipe gen GH pada
kambing Saanen dengan kualitas susu serta komposisi lemak mentega yang dapat
dijadikan alternatif dalam pelaksanaan seleksi kambing perah dengan produksi
tinggi dan kualitas lemak yang baik sebagai bahan baku pembuatan mentega.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Rarah.R.A.Maheswari, DEA
dan Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc atas bimbingan dan kesempatan yang
diberikan untuk menimba ilmu teknologi hasil susu dan ilmu pemuliaan dan
genetika ternak. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Penguji Luar Komisi
pada ujian Tesis Prof. Dr. Ir. Ronny. R. Noor. M. Rur. Sc.
Penghargaan setinggi-tingginya kepada kedua Orang tua tercinta Ir . H.
Mas Erdi dan Hj. Erita Saan atas bimbingan, perhatian dan doanya yang tak
pernah terbalaskan. Kepada kedua kakak penulis yang selalu memberikan
semangat, penulis juga sampaikan ucapan terimakasih. Ucapan terimakasih juga
kepada teman-teman di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, teman-teman
Pascasarjana angkatan 2008/2009 dan 2009/2010 atas bantuannya selama penulis
melaksanakan studi. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungannya. Penulis
mengharapkan semoga karya ini bermanfaat bagi upaya pengembangan keilmuan
dan peternakan di Indonesia.
Bogor, Mei 2011
Dina Tri Marya
10
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 29 Maret 1984 sebagai anak
ketiga dari pasangan Bapak Ir. H. Mas Erdi dan Ibu Hj. Erita Saan. Pendidikan
dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SD Negeri 72. Pendidikan lanjutan
menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP Negeri 19 Palembang.
Pendidikan lanjutan menengah tingkat atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMA
Negeri 3 Palembang. Penulis sempat melanjutkan pendidikan strata satu di FKIP
jurusan Biologi Universitas Sriwijaya pada tahun 2002, kemudian pindah ke
Program Studi Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran dan
lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2008, penulis terdaftar pada Mayor Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan Sekolah Pascasarjana IPB.
11
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
v
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...........................................................................
1
Tujuan ........................................................................................
2
Manfaat Penelitian……………………………………….……..
2
Hipotesis Penelitian…………...………………………….…….
3
TINJAUAN PUSTAKA
Kambing Perah………………....................................................
4
Kambing Saanen ...........................................................
4
Kambing Peranakan Etawah..........................................
5
Susu Kambing………………………………………………….
5
Mentega………………………………………………………...
8
Gen Growth Hormone (GH)…………...………………………
9
Mekanisme Kerja Gen Growth Hormone (GH)……………….
10
Penanda Molekuler…………………………………...………..
11
Analisis Keragaman Genetik…………………………...……...
12
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................
13
Materi ………… ........................................................................
13
Metode ………….......................................................................
15
Analisis Data ..............................................................................
21
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Peternakan Kambing Perah…………………...
23
Studi Polimorfisme pada Gen GH……………………………..
24
Amplifikasi Gen GH……………………………….
24
Identifikasi Gen GH pada Kambing Perah Saanen
dan Peranakan Etawah dengan Pendekatan PCRSSCP…………………………………….…………
Frekuensi Alel dan Genotipe …………….………..
Pengaruh Keragaman Gen GH terhadap Kualitas
Susu Segar Kambing Saanen dan PE Gen GH……
Kualitas Susu Kambing Perah…………………………………
Berat jenis……………………………………….…
24
25
26
29
30
Protein………………………………………….…..
31
Lemak………………………………………………
31
Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak …..
32
Mentega Susu Kambing Saanen dan PE……….…....................
32
Karakteristik Mentega Susu Kambing Saanen…………………
35
Rendemen ……………………………….…...……
35
Nilai pH ……………………….………….……….
36
Bilangan Peroksida………………………………...
36
Kadar Air…………………………………………..
37
Kadar Abu………………………………………….
37
Kadar Protein………………………………………
38
Kadar Lemak………………………………………
38
Karakteristik Organoleptik Mentega Kambing Saanen………..
40
Aroma……………………………………………… 40
Warna………………………….…………...………
Rasa…………………………..……………………
40
41
13
KESIMPULAN DAN ………………………………..………..
42
DAFTAR PUSTAKA …………...…………………………….
43
14
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Syarat mutu susu sapi segar berdasarkan SNI01-3141-1998 ...............
6
2.
Klasifikasi mutu susu kambing segar berdasarkan karakteristiknya......
7
3.
Primer untuk amplifikasi gen GH……………………………..…….....
13
4
Frekuensi genotipe dan alel gen GH kambing Saanen dan PE………..
25
5
Kualitas susu kambing Saanen berdasarkan tipe gen……………...…..
26
6
Kualitas susu kambing Peranakan Etawah berdasarkan tipe gen…...…
26
7
Komposisi asam lemak susu kambing Saanen………………...………
27
8
Rataan kualitas susu kambing Saanen berdasarkan laktasi………...…
29
9
Rataan kualitas kambing Peranakan Etawah berdasarkan laktasi…….
30
10 Komposisi asam lemak mentega susu kambing Saanen dan PE………
33
11 Karakteristik mentega susu kambing Saanen dengan genotipe berbeda
35
12 Rendemen mentega susu kambing Saanen berdasarkan genotipe gen
GH ……………………………………………………………………..
36
13 Komposisi
lemak
dan
asam
lemak
susu
kambing
Saanen…………….................................................................................
39
15
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram alir proses pembuatan mentega................................................... 21
2. Produk PCR gen GH exon 4………. …………………...……………….
24
3. Hasil visualisasi produk PCR-SSCP gen GH …...……………………..... 25
16
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh peternak
adalah kambing. Ternak kambing mempunyai peran strategis bagi masyarakat
Indonesia khususnya di daerah pedesaan. Ternak kambing selain sebagai sumber
pendapatan, juga memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi kesehatan dan
gizi manusia. Kelebihan lain yang dimiliki kambing adalah ternak ini sangat
efisien dalam mengubah hijauan pakan menjadi energi, modal usaha yang
diperlukan relatif kecil dan cukup adaptif terhadap berbagai kondisi lingkungan.
Ternak kambing disamping sebagai penghasil daging ada juga yang
menghasilkan susu atau dikenal dengan kambing perah. Kambing Saanen dan
Peranakan Etawah adalah bangsa kambing perah yang banyak dipelihara di
Indonesia. Susu kambing memiliki kelebihan dibandingkan dengan susu sapi
karena memiliki daya cerna yang tinggi, mempunyai ukuran butiran lemak susu
yang lebih kecil dibandingkan dengan susu sapi dan baik dikonsumsi bagi
penderita lactose intolerance karena mempunyai kandungan laktosa yang rendah.
Kualitas susu kambing sangat dipengaruhi oleh kadar lemak. Lemak susu
baik dalam bentuk susu cair, krim maupun mentega memiliki nilai ekonomis yang
tinggi. Salah satu gen yang berperan dalam mengontrol kadar lemak maupun
produksi susu adalah gen GH.
Penyebab kesenjangan antara produksi susu dan pemenuhan produk olahan
asal susu adalah rendahnya populasi dan potensi genetik ternak perah. Kondisi
manajemen pemeliharaan yang belum maksimal juga berpengaruh terhadap
kualitas susu maupun produk olahan yang dihasilkan. Usaha kambing perah di
Indonesia pada umumnya masih bersifat subsistem yaitu masih berskala kecil.
Pengetahuan serta keterampilan petani yang mencakup aspek reproduksi,
pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem pencatatan,
pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit juga masih rendah.
Perbaikan mutu genetik kambing perah melalui seleksi pada umumnya
banyak dilakukan secara konvensional berdasarkan morfologi dan produksi susu.
Sistem konvensional memerlukan waktu yang lama. Kemajuan teknologi pada
17
bidang molekular saat ini dapat membantu mempercepat seleksi dalam program
pembibitan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemanfaatan gen-gen penciri yang
berpengaruh pada sifat-sifat kualitatif yang bernilai ekonomis. Pada studi gen
kandidat terhadap
sifat-sifat produksi ternak, gen hormon pertumbuhan atau
growth hormone (GH) banyak diteliti untuk digunakan sebagai marker (penciri)
dalam seleksi ternak. Hal ini dikarenakan hormon tersebut merupakan hormon
regulator pertumbuhan, perkembangan tubuh ternak dan produksi susu. Penelitian
ini diharapkan dapat membantu melakukan seleksi terhadap kambing-kambing
perah yang memiliki sifat dan kualitas produksi yang diharapkan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis kualitas susu kambing Saanen dan Peranakan Etawah.
2. Mengidentifikasi polimorfisme gen GH pada kambing Saanen dan Peranakan
Etawah.
3. Mengkaji hubungan antara keragaman gen GH pada kambing Saanen dan
Peranakan Etawah dengan kualitas susu.
4. Mengkaji karakteristik mentega yang dihasilkan dari kambing Saanen dan
Peranakan Etawah.
Manfaat Penelitian
1. Diperoleh data tentang gen GH pada kambing perah Saanen dan Peranakan
Etawah.
2. Didapatkan informasi genetik calon tetua kambing perah (Saanen dan
Peranakan Etawah) sebagai penghasil susu untuk tujuan pengolahan mentega.
18
Hipotesis Penelitian
1. Adanya polimorfisme gen GH pada kambing perah Saanen dan Peranakan
Etawah.
2. Terdapat korelasi antara variasi genotipe GH dengan kualitas susu dan
mentega yang dihasilkan pada kambing Saanen dan Peranakan Etawah.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kambing Perah
Kambing diklasifikasikan kedalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, sub-ordo Ruminantia,
famili Bovidae, genus Capra dan spesies Capra hircus (Ensminger 2002).
Pemeliharaan kambing memberikan pengaruh besar terhadap sistem pertanian
pedesaan, karena kambing telah beradaptasi dengan baik di sebagian besar
wilayah Indonesia. Produksi susu kambing telah memberikan kontribusi sebesar
35% terhadap total produksi susu dunia, atau mengalami peningkatan cukup
berarti dari tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar 9 % (Weinsten 2005).
Kambing Saanen
Kambing Saanen berasal dari lembah Saanen di Swiss Barat. Kambing ini
berwarna putih, krem atau coklat muda dengan bulu yang panjang atau pendek,
telinga tegak, serta memiliki temperamen yang tenang dan jinak (Blakely & Bade
1992).
Kambing Saanen mempunyai produksi susu tertinggi dibandingkan
dengan bangsa kambing perah lainnya, oleh karena itu bangsa kambing ini
disebarluaskan ke banyak negara. Rata-rata produksi susu kambing Saanen di
daerah tropis adalah 1-3 kg per hari, sedangkan di daerah subtropik dapat
mencapai 5 kg per hari.
Jenis kambing Saanen banyak dipelihara sebagai
penghasil susu.
Kambing Saanen terkenal sebagai penghasil susu berkualitas dengan
kandungan lemak rendah (Winarno & Fernandez 2007). Produksi susu dengan
kandungan lemak antara 3-4% per masa laktasi yang berlangsung selama 250 hari
(Davendra & Burn 1994). Kambing jenis Saanen dapat dibedakan dari kambing
lainnya yaitu dengan ciri-ciri utama telinga dengan cuping kearah atas. Telinga
kecil, pendek, tegak ke arah depan dan samping. Kepala kecil dan berbentuk
lancip. Selain itu warna bulu biasanya putih atau krem, ambing serta puting besar
dan lunak, induk betina sering melahirkan anak kembar (Mulyono 2008).
5
Kambing Peranakan Etawah
Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara kambing
Ettawa dari India dengan kambing kacang yang penampilannya mirip Ettawa
tetapi lebih kecil dengan proporsi genotipe yang tidak jelas (Balitnak 2004). Ciri
khas kambing PE yaitu bentuk muka cembung melengkung dan dagu berjanggut,
di bawah leher terdapat gelambir yang tumbuh berawal dari sudut janggut, telinga
panjang, menggantung dan ujungnya agak melipat, tanduk berdiri tegak mengarah
kebelakang dengan ujung tanduk melingkar, tinggi tubuh (gumba) 70-90 cm,
tubuh besar, pipih, bentuk garis punggung seolah-olah mengombak kebelakang,
bulu tubuh tampak panjang di bagian leher, pundak, punggung, dan paha, bulu
paha panjang dan tebal, warna bulu putih, hitam hingga cokelat (Mulyono 2008).
Kambing PE digolongkan sebagai kambing tipe dwiguna yaitu sebagai
penghasil daging dan susu (Adiati et al. 2000).
Kambing PE memiliki ambing
yang besar, putingnya panjang. Produksi susunya berkisar 1.0-1.5 liter/ekor/hari
sepanjang masa laktasi antara 5-6 bulan, dengan masa kering 2-3 bulan (Balitnak
2004).
Susu Kambing
Susu menurut SNI01-3141-1998, susu adalah cairan yang berasal dari
ambing sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang
kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum
mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi
kemurniannya (DSN 1998).
Pemerintah untuk melindungi konsumen,
menetapkan standar khusus untuk suatu produk.
Indonesia saat ini baru
mempunyai standar untuk susu sapi segar yang tercantum dalam SNI 01-13411998 (Tabel 1) dan belum mempunyai standar susu kambing segar.
Susu kambing memiliki nilai gizi yang serupa dengan susu sapi. Susu
kambing terkenal karena kandungan atau nilai nutrisi dan dipercaya mempunyai
nilai medis sejak zaman dahulu. Karakteristik susu kambing dibandingkan dengan
susu sapi adalah (1) warna susu lebih putih (2) globula lemak susu lebih kecil
dengan diameter 0.73-0.58 µm (3) mengandung mineral kalsium, fosfor, vitamin
A, E dan B kompleks yang tinggi (4) dapat diminum oleh orang-orang yang alergi
susu sapi dan orang-orang yang mengalami gangguan pencernaan (5) dari segi
6
produktivitas, produksi susu kambing lebih cepat diperoleh karena kambing telah
dapat berproduksi pada umur 1.5 tahun, sedangkan sapi baru dapat berproduksi
pada umur 3-4 tahun, tergantung ras (Saleh 2004).
Tabel 1. Syarat mutu susu sapi segar berdasarkan SNI 01-3141-1998
No
1.
2.
Parameter
SUSUNAN SUSU
Berat Jenis (BJ) pada suhu 27,5oC
Kadar lemak
Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL)
atau Solid Non Fat (SNF)
Kadar protein
Cemaran logam berbahaya
- Timbal (Pb)
- Seng (Zn)
- Merkuri (Hg)
- Arsen (As)
KEADAAN SUSU
Organoleptik : warna, bau, rasa dan
kekentalan
Kotoran dan benda asing
Cemaran mikroba
- Total mikroba
- Salmonella
- Escherichia coli (patogen)
- Coliform
- Streptococcus group B
- Staphylococcus aureus
Jumlah sel radang
Uji Katalase
Uji Reduktase
Residu antibiotic, pestisida dan insektisida
Uji Alkohol (70%)
Derajat Asam
Uji Pemalsuan
Titik Beku
Uji Peroksidase
Syarat
Minimal 1,0280
Minimal 3,0%
Minimal 8,0%
Minimal 2,7%
Maksimum 0,3 ppm
Maksimum 0,5 ppm
Maksimum 0,5 ppm
Maksimum 0,5 ppm
Tidak ada perubahan
Negatif
Maksimum 1.000.000 CFU/ml
Negatif
Negatif
20 CFU/ml
Negatif
100 CFU/ml
Maksimum 40.000/ml
Maksimum 3 cc
2-5 jam
Sesuai dengan peraturan yang
berlaku
Negatif
6-7oSH
Negatif
-0,520 s/d -0,560 oC
Positif
Sumber: DSN 1998
Ketersediaan magnesium di dalam susu kambing, menurut Aliaga (2003)
lebih besar dibandingkan susu sapi dan mengandung jumlah vitamin D yang lebih
banyak. Magnesium memiliki arti penting, karena berhubungan dengan
metabolisme. Mineral magnesium dikenali sebagai kofaktor di dalam lebih dari
300 reaksi enzimatik yang mempengaruhi kegiatan metabolisme dan sintesa
7
protein dan asam nukleat. Susu kambing adalah sumber Ca dan asam amino
triptofan dan zat gizi lain yang sangat baik. Susu kambing tidak mengandung
protein yang menyebabkan alergi seperti yang terdapat pada susu sapi serta
mengandung olisakarida yang berperan sebagai anti-inflamasi (Mateljan 2008).
Menurut Thai Agricultural Standard (2008) susu kambing segar adalah susu
segar yang diperoleh dari induk kambing (Capra spp.) tidak kurang dari 3 hari
setelah kelahiran. Susu harus tidak dikurangi dan tidak ditambahkan komponen
lain. Tidak boleh mengalami suatu perlakuan kecuali pendinginan. Susu harus
tidak mengandung kolostrum.
Klasifikasi susu kambing berdasarkan mutu
digolongkan berdasarkan total mikroba, jumlah sel somatik ambing, kandungan
lemak dan bahan kering, dengan ketentuan parameter tersebut digunakan sebagai
kriteria untuk pemasaran susu kambing segar. Penggolongan mutu tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi mutu susu kambing segar berdasarkan karakteristiknya
Karakteristik
1. Total Mikroba (cfu/ml)
2. Sel Somatik (sel/ml)
3. Protein (%)
4. Lemak(%)
5. Total Solid (%)
Premium
< 5 x 104
< 7 x 105
> 3.7
>4
> 13
Kelas
Baik
5 x 104 - 105
7 x 105 - 106
> 3.4 – 3.7
> 3.5 – 4
> 12 – 13
Standar
> 105 - 2 x 105
> 106 - 1,5 x 106
3.1 – 3.4
3.25 – 3.5
11.7 - 12
Thai Agricultural Standard (2008) menetapkan beberapa syarat untuk susu
kambing segar, yaitu syarat secara umum dan pengelompokan berdasarkan mutu.
Syarat umum yaitu: normal, bersih dan berwarna putih atau krem, flavor normal
tanpa bahan asing dan pencampuran, ketika diuji dengan uji alkohol untuk
mengamati reaksi antara susu kambing segar dengan etil alkohol, endapan atau
gumpalan harus hanya sedikit dan berukuran kecil, pH harus diantara 6.5 – 6.8,
berat kering tanpa lemak tidak boleh kurang dari 8.25 %, titik beku tidak boleh di
atas – 0.530 oC, berat jenis harus tidak kurang dari 1.028 pada suhu 20 oC,
perubahan warna metilen blue harus lebih dari 4 jam, perubahan warna resazurin
pada satu jam pertama tidak kurang dari skala 4.5.
8
Mentega
Mentega berdasarkan
SNI01-3744-1995 (DSN, 1995) adalah produk
makanan berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau
campurannya dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan lain yang
diizinkan dan maksimal mengandung 80 % lemak susu.
Spreer (1998) menyatakan, mentega merupakan emulsi air dalam minyak
dengan kira-kira 18% air terdispersi didalam 80% lemak dengan sejumlah kecil
protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi (emulsifier). Mentega merupakan
lemak makanan dengan flavor dan cita rasa yang enak dan khas. Ciri khas ini pada
dasarnya merupakan komposisi alami dari lemak susu yang dihasilkan melalui
proses biokimia. Mentega mudah dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh (>90%)
karena kemampuan mentega mencair yang mendekati temperatur tubuh. Mentega
mengandung vitamin yang dapat larut dalam lemak, terutama vitamin A.
Apabila ditinjau dari segi kesehatan maka kandungan kolesterol yang
terdapat pada mentega sering menjadi perhatian utama, namun berdasarkan teori
lipid belum ada bukti yang nyata dari hubungan antara kolesterol makanan dan
kolesterol serum (dibentuk pada tubuh saat mencapai 1000mg/hari).
Proses pembuatan mentega melalui tahapan utama separasi krim, churning
dan kneading. Mentega diperoleh dari krim melalui proses agitasi yang disebut
churning. Krim diaduk dan dikocok sehingga menghancurkan membran yang
menyelubungi butir-butir lemak. Gumpalan-gumpalan lemak susu dipisahkan dari
bagian lain dan dicuci dengan air dingin beberapa kali untuk menghilangkan
buttermilk hasil ikutannya.
Working atau kneading dilakukan dengan tujuan
untuk mengeluarkan air yang tersisa dalam lemak butter fat (susu). Mentega
biasanya diberi garam dengan jumlah sekitar dua setengah persen untuk
meningkatkan citarasa dan sebagai pengawet (Winarno & Fernande 2007).
Menurut Hettinga (2005), mentega adalah salah satu bentuk pengawetan
komponen lemak susu. Karakteristik tekstur mentega secara signifikan tergantung
pada komposisi lemak susu dan metode pembuatannya. Jika komposisi kimia dari
lemak mentega diketahui, maka akan memudahkan untuk memilih parameter
teknologi yang tepat pada pembuatan mentega guna memperbaiki teksturnya. Hal
ini penting dilakukan pada industri pembuatan mentega guna menghasilkan
9
produk mentega dengan karakteristik yang konstan dan mengendalikan parameter
pembuatan mentega.
Lemak susu memiliki komposisi asam lemak yang cukup komplek.
Trigliserida merupakan komponen yang paling banyak mendominasi lemak susu
yaitu sebesar 98% (dengan sejumlah kecil digliserida, monogliserida dan asam
lemak bebas). Komponen lainnya yang terdapat dalam lemak susu yaitu
fosfolipid, sterol (kolesterol) serta sejumlah kecil vitamin yang larut dalam lemak
(terutama A, D dan E), antioksidan (tokoferol), pigmen (karoten) dan komponen
rasa (lakton, aldehid dan keton).
Asam lemak adalah asam monokarboksilat berantai lurus yang terdapat di
alam sebagai ester di dalam molekul lemak atau trigliserida. Hasil hidrolisis
trigliserida akan menghasilkan asam lemak jenuh dan tak jenuh berdasarkan ada
tidaknya ikatan rangkap rantai karbon di dalam molekulnya. Asam lemak tidak
jenuh (memiliki ikatan rangkap) yang terdapat dalam lemak dapat berada dalam
dua bentuk yakni isomer cis dan trans. Asam lemak tak jenuh alami biasanya
berada sebagai asam lemak cis, hanya sedikit bentuk trans.
Stuktur asam lemak pada mentega belum dipahami dengan jelas,
diperkirakan terdapat 400 jenis asam lemak yang ditemukan didalam lemak susu
dengan jumlah atom karbon C2 hingga C28, termasuk asam lemak dengan jumlah
atom karbon ganjil, jenuh, tak jenuh tunggal dan tak jenuh ganda, cis dan
trans, linear dan bercabang, dan berbagai keto-dan asam lemak hidroksi (Collomb
et al. 2002). Sekitar 20 asam lemak
merupakan komponen utama dalam
pembentukan lemak susu dan sisanya terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit,
sedangkan pada mentega hanya sekitar 15 asam lemak utama yang
dipertimbangkan (Hettinga 2005).
Gen Growth Hormon (GH)
Hormon pertumbuhan atau growth hormone (GH) merupakan hormon
anabolik yang disintesis dan disekresikan oleh sel somatotrof pada lobus anterior
pituitari (Ayuk & Stephard 2006). Protein GH terdiri atas 191 asam amino,
dengan berat molekul 22 kDa (Frago & Chowen 2005). Sintesis dan sekresi
protein tersebut dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin (Ardiyanti et al. 2009).
10
Protein ini memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
longitudinal pascanatal, pertumbuhan jaringan, laktasi, reproduksi, metabolism
lipida, protein dan karbohidrat. Pada ternak ruminansia, GH berperan dalam
pengaturan perkembangan kelenjar mamae (Akers 2002).
Protein GH disandikan oleh gen GH yang terletak pada kromosom 18
dengan panjang sekitar 200 bp yang tersusun atas lima ekson dan empat intron.
Gen GH telah digunakan secara luas sebagai penanda pada beberapa spesies
ternak seperti sapi (Bos taurus dan Bos indicus) (Zhou et al. 2005) dan kambing
(Capra hircus) (Boutinaud et al. 2003). Keragaman gen GH pada kambing
Algarvia (Portugis) yang diidentifikasikan dengan metode single strand
conformation polymorphism (SSCP) berhubungan dengan sifat produksi, lemak
dan protein susu (Boutinaud et al. 2003).
Mekanisme Kerja Growth Hormone
GH (Growth hormone) yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari pertama-tama
mengalir melalui pembuluh darah menuju ke organ hati. GH di dalam hati diubah
menjadi IGF-1 (Insulinlike Growth Factor 1), melalui peredaran darah bersama
aliran nutrien, IGF-1 dialirkan ke seluruh organ-organ yang ada di tubuh ternak.
IGF-1 inilah yang bertanggung jawab untuk memelihara seluruh organ-organ di
dalam tubuh manusia. Gen GH penting untuk pertumbuhan setelah kelahiran dan
metabolisme normal karbohidrat, lemak, nitrogen serta mineral. Growth hormone
tidak bekerja secara langsung dalam mempengaruhi pertumbuhan, tetapi melalui
perantaraan suatu peptida yang disebut somatomedin (IGF I dan IGF II) yang
produksinya diinduksi oleh growth hormone. Somatomedin yang produksi
utamanya di hati ini dipengaruhi juga oleh usia dan keadaan nutrisi ternak.
Somatomedin inilah yang akan berikatan dengan reseptor-reseptor dalam sel
tubuh guna merangsang pertumbuhan melalui:
1. Sintesis protein. Hormon pertumbuhan akan meningkatkan produksi
protein dan transportasinya ke sel-sel otot sehingga merangsang
pertumbuhan otot dan jaringan pada umumnya.
2. Metabolisme
karbohidrat.
Hormon
pertumbuhan
memiliki
efek
antagonis terhadap insulin, sehingga meningkatkan kadar gula dalam
11
darah, yang nantinya akan meningkatkan proses konversi karbohidrat
menjadi protein.
3. Metabolisme
lemak.
Hormon
pertumbuhan
akan
meningkatkan
penguraian lemak tubuh menjadi asam lemak bebas dan gliserol, sehingga
kadar lemak dalam darah meningkat.
4. Efek mirip prolaktin sehingga merangsang kelenjar ambing dan produksi
susu saat kebuntingan (Ohlsson et al.1998).
Penanda Molekuler
Penanda molekuler memiliki peranan penting dalam genetika ternak. Hal
tersebut merupakan salah satu faktor utama yang mendasari terjadinya proses
seleksi (Vignal et al. 2002). Penanda molekuler merupakan pemanfaatan dari
keragaman meliputi subsitusi, delesi, insersi dan inverse (Nei & Kumar 2000).
Polymerase chain reaction (PCR) merupakan suatu teknik untuk
menggandakan jumlah molekul DNA secara in vitro. Proses ini berjalan dengan
bantuan enzim polymerase dan primer. Primer merupakan oligonukleotida
spesifik pada DNA template. Enzim polymerase merupakan enzim yang dapat
mencetak urutan DNA baru. Hasil PCR dapat langsung divisualisasikan dengan
elektroforesis atau dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut (Williams 2005).
Polymerase chain reaction-single-strand conformation polymorphism atau
PCR-SSCP merupakan salah satu metode analisis lebih lanjut yang memanfaatkan
produk PCR.
Metode PCR-SSCP merupakan metode yang handal dalam
mendeteksi adanya mutasi secara cepat (Hayasi 1991). Metode ini didasarkan
pada asumsi bahwa perubahan asam nukleotida akan menyebabkan perubahan
pola migrasi dari bentuk ikatan utas tunggal DNA pada gel poliakrilamida, yang
disebut sebagai perubahan konformasi atau bentuk molekul. Pendeteksian dalam
SSCP dipengaruhi oleh matriks gel, kondisi elektroforesis, panjang fragmen dan
kandungan G+C (Nataraj et al. 1999).
Perbedaan konsentrasi akrilamida,
perbandingan akrilamida dengan bis-akrilamida, penggunaan gliserol, suhu
elektroforesis dan kondisi buffer dapat berpengaruh terhadap pendeteksian
keragaman (Barroso et al. 1999).
12
Single Strand Conformation Polymorphism (SSCP) merupakan suatu
metode analisis molekuler yang bertujuan untuk melihat perbedaan jumlah basa
antar fragmen dengan menggunakan gel poliakrilamid, yang masing-masing dapat
memisahkan 6-8 basa.
Template DNA pada poliakrilamid gel difragmentasi
dengan elektroforesis terkontrol yang disebut GenePhor. Genephor merupakan
horizontal elektroforesis kering, dengan suhu yang dapat diatur sedemikian rupa,
sehingga dapat memisahkan DNA pada tegangan tinggi tanpa menimbulkan panas
yang berlebihan pada poliakrilamid gel. Metode pewarnaan menggunakan metode
silver stainning. Hasil dari SSCP sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh
konsentrasi DNA sampel serta proses ekstraksi, amplifikasi, purifikasi dan
restriksi serta optimasi dalam pelaksanaan stainning. Teknik ini merupakan salah
satu teknik analisis polimorfisme dan banyak diterapkan untuk genotiping dengan
hasil cukup akurat.
Analisis Keragaman Genetik
Keragaman
genetik
dapat
digunakan
sebagai
parameter
dalam
mempelajari genetika populasi dan genetika evolusi. Tingkat keragaman dalam
populasi dapat digambarkan dari frekuensi alel yang merupakan rasio relatif suatu
alel terhadap keseluruhan alel yang ditemukan dalam satu populasi. Informasi
keragaman genetik suatu populasi menggunakan beberapa lokus, dapat
digambarkan melalui nilai heterozigositas (Nei & Kumar 2000).
Identifikasi keragaman genetik dalam suatu populasi berguna untuk
mengetahui dan melestarikan bangsa-bangsa dalam populasi terkait dengan
penciri suatu sifat khusus. Populasi alami biasanya memiliki keragaman genetik
yang tinggi. Informasi keragaman genetik suatu bangsa akan sangat bermanfaat
bagi keamanan dan ketersediaan bahan pangan yang berkesinambungan (Blott et
al. 2003).
13
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2010 hingga Januari 2011. Lokasi
pengambilan sampel darah dan susu kambing dilakukan di PT Fajar Taurus Dairy
Farm dan PT Elang 45. Analisis keragaman gen dilaksanakan di Laboratorium
Genetika Molekuler Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak Fakultas Peternakan
IPB, sementara pengujian kualitas susu dan produk olahan susu dilaksanakan di
Laboratorium Pengolahan Susu Bagian THT Fakultas Peternakan IPB dan
Laboratorium Terpadu IPB.
Materi
Sampel Darah Kambing
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kambing Saanen dan
Peranakan Etawah yang berjumlah 89 ekor. Pengambilan sampel darah dilakukan
untuk masing-masing individu ternak kambing. Alat dan bahan untuk
pengambilan sampel darah berupa venoject, vacutainer dan etanol. Ekstraksi
DNA menggunakan metode fenol kloroform (Sambrook et al.1989).
Primer
Primer adalah DNA utas tunggal dengan ukuran pendek, biasanya 18
sampai 25 basa, yang akan menempel pada DNA cetakan pada tempat yang
spesifik. Primer berguna untuk mengapit sekuen DNA target pada reaksi PCR.
Pada penelitian ini, primer forward dan reverse untuk mengamplifikasi gen GH
ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Primer untuk amplifikasi gen GH
No.
1.
2.
Sekuens (5'-3')
Forward GGA AGG GAC CCA ACA ATG CCA
Reverse CTG CCA GCA GGA CTT GGA GC
Pustaka
Kioka et al.
1989
Bahan dan Alat Analisis PCR
Bahan yang digunakan untuk PCR adalah DNA, pereaksi PCR (Master
mix- Genaid) yang terdiri atas enzim tag DNA polymerase, 10x buffer, larutan
MgCl2, dNTPs, primer forward dan reverse fragmen gen GH. Peralatan yang
14
digunakan adalah pipet tip, mikropipet, microtube eppendorf, microsentrifuge dan
mesin thermocycler.
Bahan dan Alat Analisis PCR-SSCP
Bahan yang digunakan untuk analisis PCR-SSCP adalah air destilasi steril,
akrilamida 30%, 5 x TBE, TEMED (tetramethylendiamine) dan APS (ammonium
persulfat) 10 %, loading dye dan marker 100 pb (Biorad). Alat yang digunakan
adalah dua buah kaca untuk cetakan gel, pipet berskala, tabung reaksi, sisir khusus
untuk sumur, pipet mikro Eppendorf 2 µl dengan tipsnya dan power supply 200
Volt.
Bahan dan Alat Pewarnaan Perak
Bahan yang digunakan adalah larutan yang terdiri atas 0.2 gram AgNO3;
80 µl NaOH 10 N ; 0.8 ml NH4OH dalam 200 ml air destilasi, larutan 6 gram
NaOH dengan 200 µl formaldehida dan asam asetat 200 µl dalam 200 ml air. Alat
yang digunakan adalah gelas ukur, labu Erlenmeyer dan water-bath shaker.
Bahan dan Alat Analisis Kualitas Susu Kambing dan Mentega
Sampel susu diambil dari ternak kambing Saanen dan PE. Pengolahan
susu yang dilakukan
adalah pemisahan lemak susu dengan separator krim.
Sebelum dilakukan pengolahan susu dilakukan pengujian terhadap kualitas susu
segar. Bahan yang digunakan untuk analisis susu dan mentega susu kambing
antara lain H2SO4, alkohol 70%, Aquadest, NaOH 0.1 N, amilalkohol, fenolftalin,
NaOH, kalium oksalat, K2SO4, HgO dan formalin. Peralatan yang digunakan
antara lain laktodensimeter, butirometer, pipet volumetric, pH-meter, inkubator,
autoklaf, timbangan analitik, termometer, labu Kjeldahl, alat titrasi, alat-alat gelas,
sentrifuse, wadah plastik, desikator, cawan porselen, tanur, alat ekstraksi Sokhlet,
oven 105ºC dan penangas air.
15
Metode
I.
Identifikasi Keragaman Molekuler
a.
Pengambilan Sampel Darah (Sulandari & Zein 2003)
Pengambilan sampel darah kambing dilakukan menggunakan venoject pada
bagian vena jugularis sebanyak 2 ml. Sampel darah selanjutnya dicampur dengan
etanol 70% untuk menghindari kerusakan sel-sel darah.
b.
Ekstraksi DNA ( Sambrook 1989)
DNA diekstraksi dengan menggunakan metode fenol kloroform (Sambrook
et al.1989). Sampel darah total yang disimpan dalam etanol 95% disentrifugasi
3500 rpm selama 5 menit. Endapan sel-sel darah yang diperoleh dicuci dengan
buffer TE sebanyak 2 kali. Sekitar 100 µl sel-sel darah yang telah bebas dari
etanol disuspensikan dengan 1xSTE sampai volume mencapai 350 µl. Sel-sel
darah kemudian dilisis dengan 20 µl proteinase K (10 mg/ml) dan 40 µl 10%
SDS. Campuran ini dikocok pelan-pelan selama 2 jam pada suhu 55 oC.
Pemurnian DNA dilakukan dengan metode fenol-kloroform, yaitu dengan
menambahkan 1/10 volume 5 M NaCl, 1 x volume larutan fenol, dan 1 x volume
kloroform iso amil alkohol (24:1), kemudian dikocok pelan-pelan pada suhu
ruang selama 2 jam. Fase DNA dipisahkan dari fase fenol dengan sentrifugasi
pada kecepatan 7000 rpm selama 5 menit. Molekul DNA diendapkan dengan
menambahkan 1/10 x volume 5 M NaCl dan 2 x volume etanol absolut. Endapan
DNA yang dihasilkan selanjutnya dicuci dengan etanol 70% kemudian
diendapkan lagi dengan kecepatan 7000 rpm selama 5 menit. Sisa etanol dibuang
dan diuapkan dengan menggunakan pompa vakum. DNA selanjutnya dilarutkan
dengan 80 µl 80% buffer TE.
c.
Amplifikasi Gen dengan Tehnik PCR
Teknik PCR dilakukan untuk memperbanyak (amplifikasi) fragmen gen
menjadi 2 n copy. Dengan perbanyakan ini maka fragmen gen target dapat
divisualisasikan pada gel elektroforesis.
16
Reaksi PCR dilakukan dengan volume total 25 µl dari campuran larutan yang
terdiri atas 2 µl DNA genom, 1 U enzim taq polimerase dan 10X buffernya (New
England Biolab); 2 mM dNTP mix; 2.5 mM MgCl2 dan dH2O steril. Kondisi
reaksi PCR dalam mesin thermocycler dirancang dengan suhu pradenaturasi 94 oC
selama 4 menit, selanjutnya 30 siklus reaksi yang terdiri atas denaturasi 95 oC
selama 30 detik, annealing (suhu spesifik primer) selama 1 menit, perpanjangan
72 oC selama 1 menit. Pemanjangan akhir pada suhu 72 oC selama 5 menit. Suhu
annealing untuk primer gen GH 60 oC.
d. Genotiping Teknik PCR-SSCP (Tegelstrom 1992)
Genotiping dengan teknik SSCP
menggunakan
elektroforesis gel
poliakrilamid 10%. Gel dibuat dengan cara pencampuran 14 ml air destilata; 2.5
ml larutan 5 x TBE; 8,3 ml larutan akrilamid 30%; 15 µl larutan TEMED dan 150
µl APS 10%. Sebanyak 2 µl produk PCR dicampur dengan + 25 µl loadying dye
(bromthymol blue 0.01%, xilene cyanol 0.01 dan gliserol 50%). Elektroforesis
dilakukan pada tegangan konstan 200 volt selama 16 jam. Setelah elektroforesis
selesai, gel diambil untuk dilakukan pewarnaan perak.
d. Visualisasi Pita DNA (Tegelstrom 1992)
Visualisasi pola pita hasil SSCP menggunakan metode silver stainning atau
pewarnaan perak. Tahapan pewarnaan perak yaitu gel dicuci secara bertahap
sebagai berikut: dengan larutan AgNO3 0.2 gram, 80 µl NaOH 10 N, 800µl
ammonia dalam 200 ml air destilasi selama 8 menit, kemudian dibilas dengan air
destilasi selama 2 menit. Proses memunculkan pita dalam gel melalui gel
perendam dalam larutan yang terdiri atas 6 gram NaOH/200 ml air destilata
selama 6 menit ditambah 200 µl formaldehid. Setelah pita muncul, larutan asam
asetat dituangkan untuk penghentian aktifitas oksidasi perak oleh formaldehida.
II. Analisis Kualitas Susu Segar
Analisis kualitas susu segar meliputi pemeriksaan BJ, kadar lemak, kadar
protein dan bahan kering tanpa lemak.
17
a.
Analisis Berat Jenis (Standar Nasional Indonesia 1992)
Pengukuran berat jenis dilakukan dengan alat laktodensimeter. Sebanyak
100 ml susu pada suhu antara 200C dimasukkan kedalam gelas ukur.
Laktodensimeter dicelupkan perlahan-lahan. Nilai berat jenis dapat dibaca pada
skala yang tertera pada laktodensimeter, kemudian dilakukan penyetaraan pada
suhu 27.50C. Setiap perbedaan 1 0C diatas atau di bawah 27.50C maka nilai berat
jenisnya ditambah atau dikurangi 0.0002.
b.
Analisis Kadar Lemak (Standar Nasional Indonesia 1992)
Pengukuran kadar lemak menggunakan metode Gerber. Sebanyak 10 ml
asam sulfat pekat dimasukkan kedalam butirometer, kemudian ditambahkan 10.5
ml susu secara hati-hati melalui dinding mulut butirometer dan ditambahkan 1 ml
amilalkohol. Setelah butirometer ditutup dengan sumbat karet dan dihomogenkan,
butirometer dimasukkan ke dalam penangas air pada suhu 60ºC selama ± 10
menit. Tahap selanjutnya adalah sentrifugasi dengan menggunakan sentrifuge
Gerber dengan kecepatan 1200 rpm selama 5 menit, kemudian butirometer
dimasukkan kembali kedalam penangas air minimal 2 menit. Butirometer
dipegang vertikal dan karet penutup diatur, sehingga tepat pada suatu garis pada
skala butirometer dan dibaca persen kadar lemaknya.
c.
Analisis Kadar Protein (Standar Nasional Indonesia 1992)
Dua puluh lima mililiter susu, 1 ml larutan kalium oksalat dan 0.25
fhenolftalin dimasukkan kedalam gelas beker, dicampur hingga homogen,
dibiarkan selama 2 menit. Setelah homogen, campuran dititrasi dengan larutan
NaOH dari buret sampai warnanya sama dengan warna standar (merah muda),
kemudian larutan formalin sebanyak 2.5 ml ditambahkan kedalam campuran yang
telah dititrasi, lalu dikocok hingga warna merah muda hilang, dibiarkan selama 1
menit. Campuran dititrasi kembali dengan NaOH sampai berwarna merah muda.
Dihitung dan dicatat jumlah NaOH yang terpakai (p ml). Blanko dibuat dengan 10
ml aquades ditambah 0.4 ml kalium oksalat jenuh, 2 ml formalin 40% serta 2-3
tetes fenolftalein 1%, lalu dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sampai terbentuk
warna merah muda dan dicatat banyaknya NaOH 0.1 N yang terpakai (q ml).
18
Kadar Protein dihitung dengan rumus berikut:
% protein = ( p-q ) x 1.95 (faktor formol untuk susu kambing)
d.
Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak (Standar Nasional
Indonesia 1992)
Perhitungan dilakukan setelah kadar lemak dan berat jenis diperoleh dengan
rumus:
BK
= 1.23 L + 2.71
100 (BJ – 1)
BJ
BKTL = BK – L
Keterangan :
BK
BKTL
L
BJ
: Bahan Kering
: Bahan Kering Tanpa Lemak
: Lemak
: Berat Jenis
III. Analisis Kualitas Mentega
Analisis kualitas kimia mentega yang dilakukan meliputi nilai pH, bilangan
peroksida, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, kadar air dan rendemen.
a. Nilai pH (Association of Official Analytical Chemist 1995)
Pengukuran nilai pH dilakukan dengan pH meter. Sebanyak 50 gram sampel
mentega dilelehkan, kemudian suhunya diturunkan sesuai dengan suhu ruang. pH
meter terlebih dahulu distandarisasi dengan buffer untuk pH 4 dan pH 7.
Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan elektroda pH meter kedalam sampel
dan skala di baca setelah jarum penunjuk berada pada posisi tetap.
b. Bilangan Peroksida (SNI 01 -3555 -1998)
Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan diletakkan dalam labu Erlenmeyer.
Ditambahkan 30 ml pelarut (terdiri atas 60% asam asetat glasial dan 40%
kloroform), lalu dihomogenkan. Ditambahkan 0.5 ml larutan potasium iodida
jenuh lalu dihomogenkan, didiamkan selama 2 menit dalam ruangan gelap.
Ditambahkan 30 ml air destilata dan selanjutnya larutan di titrasi dengan larutan
sodium tiosulfat 0.1 N.
19
Bilangan peroksida = A x N x B x 100/ G
Keterangan :
A = ml sodium tiosulfat yang dipakai
N = normalitas sodium tiosulfat
B = bobot equivalen oksigen
G = berat sampel (gram)
c.
Kadar Lemak (Association of Official Analytical Chemist 1995)
Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soklet yang akan
digunakan dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Lima gram contoh ditimbang dalam selongsong lemak kemudian ditutup dengan
kertas bebas lemak secukupnya, kemudian direflux selama 6 jam. Pelarut yang
ada dalam labu didestilasi kemudian pelarutnya ditampung. Selanjutnya labu
lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven selama 2 jam
sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemak tersebut
ditimbang.
Kadar lemak (%) = bobot labu lemak akhir – bobot labu lemak awal x 100%
Bobot sampel (g)
d. Kadar Protein (Association of Official Analytical Chemist 1995)
Metode yang digunakan adalah mikro Kjeldahl. Sampel sebanyak 0.1 gram
dimasukkan kedalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1 g K2SO4, 40 mg HgO dan
20 ml H2SO4.
Sampel yang diperoleh selanjutnya dididihkan sampai larutan
menjadi jernih (sekitar 1 jam). Larutan jernih yang diperoleh ini dipindahkan ke
dalam destilasi. Labu Kjeldahl
dicuci dengan air (1-2 ml), kemudian air
cuciannya dimasukkan kedalam alat destilasi dan ditambahkan 8- 10 ml larutan
NaOH-Na2S203.
Dibawah kondensor diletakkan labu Erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan
H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran metil merah 0.2 % dalam alkohol dan
metil biru 0.2 % dalam alkohol dengan perbandingan 1:2) ujung kondensor harus
terendam dalam larutan H3BO3. Isi labu Erlenmeyer diencerkan sampai 50 ml,
lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu.
Blanko dipersiapkan dengan cara yang sama, tetapi sebagai ganti mentega
digunakan aquades.
20
% N = (ml HCL – ml blanko) x N HCL x 14.007 x 100 %
Berat sampel (g)
% protein = % N x 6.38
e. Kadar Abu (Association of Official Analytical Chemist 1995)
Pengukuran kadar abu menggunakan metode pengabuan dalam tanur.
Sejumlah 5 gram sampel dimasukkan dalam cawan porselen yang telah
dikeringkan dan telah diketahui beratnya. Terlebih dahulu sampel dipanaskan
pada hot plate untuk menguapkan sebanyak mungkin zat organik yang ada
(sampai sampel tidak berasap lagi). Cawan selanjutnya dipindahkan kedalam
tanur dan dipanaskan pada suhu 300º C sampai semua karbon berwarna keabuan,
kemudian suhu dinaikkan sampai 450º C selama 5 jam (sampel berwarna putih).
Cawan dari tanur didinginkan dan ditimbang berat abu yang dihasilkan.
Kadar abu (%) =
bobot abu x 100%
bobot sampel
f. Kadar Air (SNI 01‐2891‐1992)
Cawan dikeringkan pada suhu 105º C selama 1 jam, diangkat dan didinginkan
dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel yang akan ditentukan kadar airnya
ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan kedalam cawan. Cawan yang berisi
sampel dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105º C sampai mencapai berat
konstan (6 jam). Kadar air dihitung berdasarkan persamaan berikut:
Kadar air (%) = bobot sampel awal-bobot sampel akhir x 100%
Bobot sampel awal
g. Rendemen Mentega (Association of Official Analytical Chemist 1995)
Besar rendemen dihitung berdasarkan persentase berat produk yang dihasilkan
terhadap berat awal bahan yang digunakan.
Rendemen mentega (%) =
Bobot mentega x 100%
Bobot susu segar
21
IV. Pembuatan Mentega
Proses pembuatan mentega diawali dengan pemisahan antara krim dan skim
susu menggunakan cream separator (merek Elecream). Krim yang diperoleh
selanjutnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan mentega. Diagram alir
pembuatan mentega disajikan pada Gambar 1.
Pemisahan Krim
Pasteurisasi 85◦C-15detik
Dinginkan hingga 7◦C
Churning 5-10ºC
Kneading
Mentega
Gambar 1 Diagram alir proses pembuatan mentega (Hunziker 2008)
Analisis Data
Frekuensi Alel dan Genotipe
Keragaman genotipe tiap-tiap individu dapat ditentukan dari pita-pita DNA
gen yang ditemukan. Masing-masing sampel dibandingkan berdasarkan pola
migrasi pita yang sama dan dihitung frekuensi alelnya. Frekuensi alel dihitung
berdasarkan rumus Nei & Kumar (2000) sebagai berikut:
22
2nii nij
j i
xi
2n
Keterangan :
xi = frekuensi alel,
nii = jumlah genotipe dari alel ke-i, dan
nij = jumlah alel ke-i terpaut alel ke-j (j≠i).
Frekuensi genotipe dapat diperkirakan dengan menghitung perbandingan
jumlah genotipe pada populasi. Menggunakan asumsi sebelumnya, maka
frekuensi genotipe AiAi (Χii) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Χii= nii / n
Keterangan:
Χii = frekuensi genotipe
nii = individu yang bergenotipe AiAi
n = jumlah total sampel
Kualitas Susu dan Mentega
Analisis perbedaan kualitas susu dan mentega antar genotipe gen GH
menggunakan metode analisis General Linear Model (GLM) dengan bantuan
software SAS 9.1.
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Peternakan Kambing Perah
Pengambilan sampel darah dan susu
kambing perah berlokasi di dua
peternakan yaitu peternakan PT Elang 45 dan PT Fajar Taurus Dairy Farm. PT
Elang 45 terletak di desa Sukajaya, kecamatan Taman Sari, kabupaten Bogor
dengan letak geografis berada pada ketinggian 15- 2500 meter di