Effect of Torbangun and Katuk Leaf in Ration on Milk Yield and Milk Quality of Lactating Peranakan Etawah Goats

PENGARUH DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus Lour) DAN
DAUN KATUK (Sauropus androgynus L.Merr) PADA RANSUM
KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) LAKTASI
TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS SUSU

FARHANI ZAKARIA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Daun Torbangun (Coleus
amboinicus Lour) dan Daun Katuk (Sauropus androgynus L.Merr) pada Ransum
Kambing Peranakan Etawah (PE) Laktasi terhadap Kuantitas dan Kualitas Susu adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Agustus 2012

Farhani Zakaria
NRP D151080021

ABSTRACT
FARHANI ZAKARIA. Effect of Torbangun (Coleus amboinicus Lour) and Katuk
Leaf (Sauropus androgynus L.Merr) in Ration on Milk Yield and Milk Quality of
Lactating Peranakan Etawah Goats. Supervised by BAGUS PRIYO PURWANTO,
IDAT GALIH PERMANA and M RIZAL M DAMANIK.
A study was conducted to evaluate the effect of torbangun (Coleus amboinicus
Lour) and katuk leaf (Sauropus androgynus L.Merr) in ration on the milk yield and
milk quality of lactating Peranakan Etawah goats. The research was conducted in
Cordero Farm Curug Nangka, Ciapus Bogor for eight weeks. A randomized block
design with 5 treatments and 3 block was used in this experimental. The diets used in
this studi were: A = control (80% grasses + 20% consentrate), B = 5% torbangun leaf
(75% grasses + 20% consentrate + 5% torbangun leaf), C = 5% katuk leaf (75% grasses
+ 20% consentrate + 5% katuk leaf), D = 2.5% torbangun leaf + 2.5% katuk leaf (75%
grasses + 20% consentrate + 2.5% torbangun leaf + 2.5% katuk leaf), and E = diet D

with zinc. Data was analyzed statistically using ANOVA, ANCOVA and differences
between treatments were tested by DMRT. The results indicated that there were
increased on feed intake in C (6.6%), D (9.1%) and E (7.2%), increased on milk yield
in B (1.33%), C (0.89%), D (2.03%) and E (11.07%), and persistency increased in
(1.6% B; 1.3% C dan 2.7% E) compared to control (A). There were increased on milk
quality in fat (8.7% B; 8.0% C; 5.2% D and 8.2% E) and total solid (3.8% B; 3.0% C;
2.5% D and 4.2% E) compared to control (A). It could be concluded from this research
that torbangun and katuk leaves in combination with zinc supplement (E) were
effective in increased on the milk yield and milk quality on the level fat and total solid.
Key words : Peranakan etawah goats, torbangun leaf, katuk leaf, milk yield, milk
quality

RINGKASAN
FARHANI ZAKARIA. Pengaruh Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour) dan
Daun Katuk (Sauropus androgynus L. Merr) pada Ransum Kambing PE Laktasi
terhadap Kuantitas dan Kualitas Susu. Dibimbing oleh BAGUS PRIYO PURWANTO,
IDAT GALIH PERMANA dan M RIZAL M DAMANIK.
Produksi susu merupakan tujuan utama dari pemeliharaan kambing perah.
Upaya peningkatan produksi susu terus dilakukan melalui perbaikan mutu pakan yang
diberikan pada ternak masa laktasi. Perbaikan mutu pakan dapat dilakukan dengan

berbagai cara, diantaranya dengan fortifikasi, suplementasi maupun dengan
pemanfaatan jenis pakan yang berpotensi meningkatkan produksi susu. Dari berbagai
informasi diketahui bahwa daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) dan daun katuk
(Sauropus androgynus L.Merr) dapat digunakan untuk meningkatkan produksi susu.
Pada torbangun ditemukan tiga komponen utama yang bersifat laktagogum, komponen
zat gizi dan komponen farmakoseutika, sedangkan katuk memiliki efek laktagogum
dan kandungan sterolnya berperan meningkatkan produksi ASI. Penggunaan kedua
daun ini dalam ransum kambing PE laktasi perlu dilakukan, dengan harapan akan
terjadi peningkatan produksi susu dan sekaligus diharapkan kualitas susu dapat lebih
ditingkatkan.
Penelitian dilaksanakan di peternakan kambing “Cordero Farm” Curug Nangka
Ciapus Bogor selama 6,5 bulan mulai akhir Juni 2010 sampai awal Januari 2011.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh torbangun dan katuk terhadap
produksi susu dan kualitas susu kambing PE. Penelitian ini menggunakan 15 ekor
kambing PE laktasi 2-4 dengan bobot rata-rata 47,29 ± 4,07 kg. Penelitian ini
dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari 5 perlakuan dengan 3
kelompok berdasarkan bobot badan. Perlakuan terdiri dari: A= Kontrol (80% hijauan +
20% konsentrat), B= 5% Daun Torbangun (75% hijauan + 20% konsentrat + 5% daun
torbangun), C= 5% Daun Katuk (75% hijauan + 20% konsentrat + 5% daun katuk), D=
2,5% Daun Torbangun + 2,5% Daun Katuk (75% hijauan + 20% konsentrat + 2,5%

daun torbangun + 2,5% daun katuk), dan E= D + 20 ppm zink (seng). Pemberian
ransum dilakukan selama delapan minggu mulai minggu 2-9. Peubah yang diamati
adalah konsumsi pakan, produksi susu, persistensi dan analisa kualitas susu meliputi
berat jenis, kadar protein, kadar lemak, bahan kering dan bahan kering tanpa lemak.
Data dianalis dengan sidik ragam dan sidik peragam, jika terdapat perbedaan hasil akan
dilanjutkan dengan uji Duncan.
Pada pengamatan konsumsi pakan tidak terdapat pengaruh nyata antar
perlakuan baik konsumsi rumput gajah, konsumsi kulit kacang kedelai dan konsentrat
maupun total konsumsi pakan. Namun mampu meningkatkan konsumsi kulit kacang
kedelai dan konsentrat dan juga meningkatkan jumlah total konsumsi pakan
dibandingkan kontrol. Peningkatan tertinggi konsumsi kulit kacang kedelai dan
konsentrat pada perlakuan E dan peningkatan jumlah total konsumsi pakan tertinggi
pada perlakuan D. Rataan konsumsi rumput gajah berkisar 411,7 g/ekor/h – 521,9
g/ekor/h, konsumsi kulit kacang kedelai dan konsentrat berkisar 556,8 g/ekor/h – 687,0
g/ekor/h dan total konsumsi pakan adalah 1.014,8 g/ekor/h – 1.202,6 g/ekor/h.

Rata-rata produksi susu berkisar antara 1225,6 - 1557,1 ml/ekor/hari. Produksi
susu tertinggi terdapat pada perlakuan D, diikuti perlakuan A, C, E dan B (1557,1
ml/e/h, 1407,4 ml/e/h, 1287,5 ml/e/h, 1249,5 ml/e/h dan 1225,6 ml/e/h). Tidak terdapat
perbedaan antar perlakuan, namun bila ditinjau dari peningkatan produksi susu

perlakuan dibandingkan produksi susu pra perlakuan, maka terlihat ada peningkatan
pada semua perlakuan dibandingkan kontrol pada B, C, D dan E berturut-turut sebesar
1,33%; 0,89%; 2,03% dan 11,07% daripada kontrol (A) yang justru terjadi penurunan
produksi susu sebesar -1,48%, dengan peningkatan terbesar pada perlakuan E.
Persistensi produksi susu yaitu laju penurunan produksi susu setelah tercapai
puncak laktasi. Nilai persistensi berturut-turut A, B, C, D dan E (95,95 %; 97.51%;
97.18 %; 95.83 % dan 98.62%). Terlihat pemberian torbangun dan katuk baik secara
terpisah (B dan C) maupun kombinasi keduanya+Zn (E) mampu meningkatkan
persistensi sebesar 1,6% (B), 1,3% (C) dan 2,8% (E) dibandingkan kontrol (A), dengan
peningkatan tertinggi pada perlakuan E.
Kualitas susu kambing PE meliputi berat jenis (BJ), lemak, protein, bahan
kering (BK) dan bahan kering tanpa lemak (BKTL). Hasil analisa ragam tidak terdapat
perbedaan nyata antar perlakuan pada semua peubah kualitas susu. Berat Jenis susu
pada penelitian ini berkisar antara 1.0299 – 1.0306 dan masih berada pada kisaran
normal antara 1.0260 – 1.0420 (Edelsten, 1988). BJ dipengaruhi oleh kandungan
protein dan BKTL. Terlihat ada kecenderungan kadar protein yang tinggi akan
berpengaruh terhadap BJ dan juga terhadap BKTL. BJ tertinggi terdapat pada
perlakuan E. Hasil pengujian menunjukkan adanya korelasi positif antara BJ dengan
protein (r = 0,78) dan BJ dengan BKTL (r = 0,90).
Rata-rata kadar lemak susu pada penelitian ini berkisar antara 4,96% - 5,43%

dan sudah memenuhi syarat mutu susu segar menurut SNI (1998) dimana kadar lemak
susu minimum adalah 3,0 %. Berdasarkan Thai Agricultural Standard (2008), kadar
lemak susu kambing segar > 4 % adalah termasuk kategori premium. Walaupun tidak
ada pengaruh perlakuan, namun kadar lemak susu meningkat pada semua perlakuan
sebesar (B) 8,7%, (C) 8,0%, (D) 5,2% dan (E) 8,2%, dibandingkan kontrol (A).
Peningkatan tertinggi pada perlakuan B. Hasil pengujian statistik menunjukkan adanya
korelasi positif antara kadar lemak dengan BK (r = 0,93).
Kadar protein susu rata-rata berkisar antara 3.76% - 4.05% dengan kadar
protein tertinggi pada perlakuan E, dan memenuhi kriteria susu segar berdasarkan SNI
(1998) yaitu minimal 2,7%. Berdasarkan Thai Agricultural Standard (2008), kadar
protein susu kambing pada penelitian ini > 3,7% adalah termasuk kategori premium.
BK susu pada penelitian ini berkisar antara 14,06% - 14,68% dan berada diatas
batas minimal SNI (1998) yaitu 11% juga termasuk kategori premium (Thai
Agricultural Standard, 2008) karena >13%. Meskipun tidak berpengaruh nyata, namun
kadar BK meningkat sebesar 3,7% (B), 3,0% (C), 2,5% (D) dan 4,2% (E) dengan
peningkatan terbesar pada perlakuan E.

BKTL diperoleh dari hasil pengurangan BK dengan kadar lemak susu, dengan
BKTL tertinggi terdapat pada perlakuan E. Rata-rata BKTL hasil penelitian ini
berkisar 9,11% - 9,28% dan telah memenuhi standar SNI (1998) minimal 8,0%.

Pemberian torbangun dikombinasikan dengan katuk dan mineral seng (E) pada
ransum kambing PE laktasi meningkatkan jumlah total konsumsi pakan sebesar 7,1%,
dan meningkatkan volume produksi susu periode perlakuan dibandingkan periode pra
perlakuan sebesar 11,07% dibandingkan kontrol. Selain itu kombinasi torbangun,
katuk dan mineral seng juga mampu mempertahankan persistensi sebesar 2,7%, dan
juga meningkatkan kadar lemak susu dan BK susu masing-masing sebesar 8,2% dan
4,2% dibandingkan kontrol.

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis
Dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB

PENGARUH DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus Lour) DAN
DAUN KATUK (Sauropus androgynus L. Merr) PADA RANSUM
KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) LAKTASI

TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS SUSU

FARHANI ZAKARIA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Despal, S.Pt, MSc.Agr

HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis

Nama

NRP
Program Studi/Mayor

: Pengaruh Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour)
dan Daun Katuk (Sauropus androgynus L.Merr) pada
Ransum Kambing Peranakan Etawah (PE) Laktasi
terhadap Kuantitas dan Kualitas Susu
: Farhani Zakaria
: D151080021
: Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Bagus Priyo Purwanto, M.Agr
Ketua

Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc.Agr
Anggota


Drh. M. Rizal M Damanik, MRepSc,PhD
Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian : 29 Agustus 2012

Tanggal Lulus : 31 Agustus 2012

PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan berkat, rahmat, karunia dan hidayahNya, sehingga karya ilmiah ini
berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini yang dilaksanakan sejak
Juni 2010 sampai Januari 2011 ini adalah “Pengaruh Daun Torbangun (Coleus
amboinicus Lour) dan Daun Katuk (Sauropus androgynus L.Merr) pada Ransum
Kambing PE Laktasi terhadap Kuantitas dan Kualitas Susu”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr, selaku ketua komisi pembimbing,
Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc.Agr dan Drh. M. Rizal M Damanik, MRepSc,PhD
selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan
selama penelitian hingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Selain itu ucapan terima
kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Syauqi, Bapak Iwan dan Mas
Firman yang telah memberikan izin melaksanakan penelitian ini pada usaha kambing
PE “Cordero Farm”, Mas Eko, Mas Dwi, Mas Limik, Mang Iyan serta semua pegawai
yang telah membantu dengan tulus ikhlas selama penelitian.
Kepada Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, penulis menyampaikan terima
kasih atas beasiswa yang diberikan dan juga kepada Kepala Dinas Kesehatan Hewan
Dan Peternakan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang telah memberi izin selama
studi di Program Pascasarjana IPB. Kepada Bapak dan Ibu dosen mayor Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan terima kasih atas sumbangsih ilmu yang telah diberikan,
juga kepada Rektor dan Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Ketua
Departemen dan Ketua Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Institut
Pertanian Bogor. Tak lupa juga kepada Hilda Susanty, Rusdimansyah, Sutomo Syawal
dan teman-teman pascasarjana ITP 2008 terima kasih atas bantuan dan dukungannya,
juga kepada Pak Sukma, Pak Dedi dan Mbak Dian, terima kasih atas fasilitas dan
kerjasamanya di laboratorium.
Kepada suami tercinta Drh. Iskandar Mirza, MP, anak-anak tercinta Muna
Ulfia, Farah Rizkina dan Nurfaizah terima kasih yang sedalam-dalamnya atas segala
dukungan, doa, pengertian, kesabaran dan pengorbanan yang diberikan serta selalu
setia mendampingi dalam suka dan duka. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada
ibunda Hj. Chairani M dan Hj. Salamiah Arsyad, ayahanda Ir. H. Zakaria Ibrahim dan
Mahmud Ali (Alm) atas doa restu yang diberikan serta kepada seluruh keluarga besar
yang ada di Aceh terima kasih untuk kasih sayang dan doanya. Kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan sepenuhnya penulis ucapkan terima kasih. Semoga
tulisan ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2012
Farhani Zakaria

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
pada tanggal 5 Agustus 1970, merupakan putri kedua dari enam bersaudara, dari
Ayahanda Ir. H. Zakaria Ibrahim dan Ibunda Hj. Chairani M. Pendidikan dasar dan
menengah ditempuh di Meulaboh Kabupaten Aceh Barat dan pendidikan atas di
tempuh di kota Banda Aceh.
Pada tahun 1996 penulis meraih gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian
Jurusan Peternakan Universitas Syiahkuala. Sejak tahun 1998 penulis diangkat sebagai
Pegawai Negeri Sipil di Dinas Peternakan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam hingga
sekarang.
Kesempatan melanjutkan pendidikan baru dapat dilaksanakan pada tahun 2008
di Program Pascasarjana IPB Bogor pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan melalui beasiswa Pemerintah Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Tahun 1995 penulis menikah dengan Drh. Iskandar Mirza, MP dan telah
dikaruniai tiga orang putri yaitu Muna Ulfia (16 tahun), Farah Rizkina (15 tahun) dan
Nurfaizah (10 tahun).

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL…………………………………………………………...…….…..xv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….…………xvi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………….. .xvii
PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................................. 3
Tujuan .................................................................................................................. 4
Manfaat ................................................................................................................ 4
Hipotesis............................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 5
Kambing PE ......................................................................................................... 5
Asal Usul Kambing PE ............................................................................... 5
Karakteristik Kambing PE .......................................................................... 5
Produksi Susu Kambing PE ........................................................................ 7
Kualitas Susu Kambing............................................................................... 7
Pakan Ternak……..................................................................................... 10
Persistensi Produksi Susu.......................................................................... 11
Torbangun (Coleus amboinicus Lour) ............................................................... 12
Komposisi Zat Gizi ................................................................................... 13
Senyawa Aktif............................................................................................14
Manfaat…………… ............................................................................... 116
Katuk (Sauropus androgynus L. Merr) .............................................................. 17
Kandungan Kimia… ................................................................................. 18
Senyawa Aktif…… ................................................................................... 19
Manfaat…………… ................................................................................. 20
Mineral Seng (Zn) .............................................................................................. 22

Halaman
MATERI DAN METODE ............................................................................................. 23
Lokasi dan Waktu ............................................................................................... 23
Materi dan Peralatan ........................................................................................... 23
Rancangan Percobaan......................................................................................... 25
Prosedur Penelitian ........................................................................................... 226
Peubah yang Diamati........................................................................................ 226
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................................... 31
Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Pakan dan Bobot Badan .................... 31
Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Susu ..................................................... 37
Pengaruh Perlakuan terhadap Persistensi ......................................................... 446
Pengaruh Perlakuan terhadap Kualitas Susu ...................................................... 48
Berat Jenis Susu…..................................................................................... 49
Kadar Lemak Susu. ................................................................................... 50
Kadar Protein Susu ... .................................................................................53
Bahan Kering Susu. ................................................................................... 54
Bahan Kering Tanpa Lemak...................................................................... 55
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... .59
LAMPIRAN.…………………………………………………………………...............69

16

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Syarat mutu susu segar berdasarkan SNI 01-3141-1998............................................ 8
2 Penggolongan kualitas susu kambing berdasarkan karakteristiknya.......................... 9
3 Komposisi zat gizi dalam 100 gram daun torbangun dan daun katuk...................... 14
4 Kandungan senyawa aktif dalam Coleus amboinicus Lour ..................................... 15
5 Beberapa senyawa penting lainnya dalam daun torbangun...................................... 15
6 Komponen utama dan proporsinya dalam daun torbangun .................................... 116
7 Komposisi nutrien tepung daun katuk...................................................................... 18
8 Tujuh senyawa aktif tanaman katuk dan pengaruhnya terhadap fungsi
fisiologis dalam jaring .............................................................................................. 20
9 Perlakuan ransum pada kambing PE dalam penelitian............................................. 23
10 Rataan konsumsi bahan kering rumput gajah, kulit kacang kedelai dan
konsentrat dan total konsumsi pakan saat perlakuan .............................................. 31
11 Rataan total konsumsi bahan kering pakan setiap minggu...................................... 35
11 Rataan bobot badan awal dan akhir dari masing-masing kelompok perlakuan.. ….36
13

Rataan produksi susu pra perlakuan, priode perlakuan, peningkatan
selama periode perlakuan dibandingkan periode pra perlakuan,
total selama perlakuan dan total selama laktasi ...................................................... 38

14 Rataan produksi susu saat perlakuan, akhir perlakuan sampai kering
kandang dan selama laktasi..................................................................................... 45
15 Rataan persistensi produksi susu perminggu periode perlakuan, pasca
perlakuan sampai kering kandang dan penurunan periode perlakuan
dengan pasca perlakuan sampai kering kandang .................................................. 446
16 Pengaruh perlakuan terhadap kualitas susu............................................................. 49

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Kambing PE jantan dan kambing PE betina .............................................................. 6

2

Tanaman torbangun ................................................................................................. 12

3

Tanaman katuk......................................................................................................... 18

4

Alur tahapan penelitian ............................................................................................ 24

5

Rataan konsumsi bahan kering rumput gajah mingguan ......................................... 32

6

Rataan konsumsi bahan kering kulit kacang kedelai dan konsentrat mingguan...... 33

7

Rataan konsumsi bahan kering kulit kacang kedelai dan konsentrat periode
pra perlakuan sampai periode pasca perlakuan........................................................ 34

8

Kurva produksi susu priode 8 minggu perlakuan .................................................... 39

9

Kurva produksi susu selama laktasi......................................................................... 40

10 Kurva produksi susu pasca perlakuan sampai akhir ............................................... 43
11 Peningkatan produksi susu perlakuan dibandingkan pra
perlakuan………………………………………………………………………….44
12 Hubungan BJ dengan protein dan BKTL................................................................ 50
13 Hubungan antara lemak dengan BK ....................................................................... 52
14 Hubungan antara protein dengan BKTL ............................................................... 556

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Analisis ragam rataan konsumsi rumput gajah saat perlakuan ............................... 699
2

Analisis ragam rataan konsumsi kulit kacang kedelai dan konsentrat saat
perlakuan ............................................................................................................... 699

3 Analisis ragam rataan total konsumsi pakan saat perlakuan .................................. 699
4

Analisis ragam rataan total konsumsi bahan kering pakan minggu 1 ................... 699

5

Analisis ragam rataan total konsumsi bahan kering pakan minggu 2 ..................... 70

6

Analisis ragam rataan total konsumsi bahan kering pakan minggu 9 ..................... 70

7

Analisis ragam bobot badan awal masing-masing kelompok perlakuan................. 71

8

Analisis ragam bobot badan akhir masing-masing kelompok perlakuan ................ 71

9

Analisis ragam rataan produksi susu pra perlakuan ................................................ 71

10 Analisis ragam rataan produksi susu periode perlakuan ........................................ 72
11 Analisis sidik peragam rataan peningkatan produksi susu priode
perlakuan dibandingkan pra perlakuan .................................................................. 72
12 Analisis ragam rataan total produksi susu selama perlakuan ................................. 72
13 Analisis ragam rataan total produksi susu selama laktasi ...................................... 72
14 Analisis ragam rataan produksi susu pasca perlakuan sampai kering kandang ..... 73
15 Analisis ragam rataan persistensi produksi susu priode perlakuan ........................ 73
16

Analisis ragam rataan persistensi produksi susu pasca perlakuan
sampai kering kandang ......................................................................................... 73

17 Analisis ragam rataan berat jenis susu.................................................................... 73

Halaman
18

Analisis ragam rataan kadar lemak susu................................................................ 74

19 Analisis ragam rataan kadar protein susu ............................................................... 74
20

Analisis ragam rataan bahan kering susu............................................................... 74

21 Analisis ragam rataan bahan kering tanpa lemak susu ........................................... 74

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejalan dengan peningkatan pendidikan dan pengetahuan masyarakat
mendorong peningkatan kesadaran akan pentingnya peningkatan gizi. Salah satunya
yaitu peningkatan konsumsi protein hewani, melalui konsumsi daging, telur dan
susu. Susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang berasal dari sapi dan
kambing. Susu kambing saat ini sudah mulai diminati oleh masyarakat. Kambing
yang umum dipelihara untuk produksi susu adalah kambing Peranakan Etawah (PE).
Kambing PE mempunyai keunggulan mampu beradaptasi di sebagian besar wilayah
Indonesia, modal awal yang dibutuhkan relatif kecil dan perkembangbiakan relatif
lebih cepat, sehingga berpotensi untuk dipelihara oleh masyarakat kecil.
Kambing PE termasuk kambing tipe dwiguna sebagai penghasil daging dan
susu. Sebagai penghasil daging, memiliki nilai lebih dibanding kambing lokal yaitu
ukuran tubuh yang lebih besar, sehingga pada umur yang sama memiliki bobot
potong yang lebih berat. Kambing PE betina memiliki kemampuan menghasilkan
susu yang cukup baik. Susu kambing memiliki berbagai manfaat dan khasiat bagi
kesehatan manusia dan telah teruji mampu menyembuhkan berbagai macam
penyakit.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh United State Department of

Agriculture (USDA 1976), ditemukan bahwa susu kambing baik dikonsumsi untuk
berbagai keadaan terutama pencegahan terhadap penyakit, dan dianjurkan pada
penderita TBC, asma, anemia, hepatitis, kram otot dan tukak lambung.
Banyaknya manfaat susu kambing menyebabkan peminat susu kambing juga
bertambah banyak. Namun produksi susu kambing masih sedikit. Produksi susu
kambing PE pada beberapa peternakan berkisar antara 990-1500 ml/ekor/h (Atabany
2001; Balitnak 2004 dan Afandi 2007). Peningkatan produksi susu dapat dilakukan
melalui perbaikan mutu pakan yang sekaligus diharapkan kualitas susu dapat lebih
ditingkatkan. Kualitas dan kuantitas air susu berhubungan erat dengan berbagai
faktor antara lain genetik (bangsa), makanan, status nutrisi, hormonal, lingkungan,

2

kesehatan individu, periode laktasi, umur dan interval pemerahan (Brade 1992; Fox
& McSweeney 1998).
Perbaikan mutu pakan dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
dengan fortifikasi, suplementasi maupun dengan pemanfaatan jenis pakan yang
berpotensi meningkatkan produksi susu. Dari berbagai informasi diketahui bahwa
daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) dan daun katuk (Sauropus androgynus
L.Merr) dapat digunakan untuk meningkatkan produksi susu.
Daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) adalah jenis tanaman yang telah
lama dikenal masyarakat Batak sebagai tanaman yang berkhasiat memperlancar
sekresi ASI (air susu ibu) pada ibu menyusui (Damanik et al. 2001; 2006), karena
dalam tanaman ini ditemukan tiga komponen utama yang bersifat laktagogue yaitu
komponen yang menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi,
komponen zat gizi dan komponen farmakoseutika (Lawrence et al. 2005). Silitonga
(1993) melaporkan bahwa terjadi peningkatan produksi susu sampai 30% pada tikus
putih yang diakibatkan oleh peningkatan aktivitas sel epitel dan meningkatnya
metabolisme kelenjar mammae yang terlihat dari peningkatan kadar DNA dan RNA
kelenjar mammae. Hal yang sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan Santoso
(2001) yang memperlihatkan peningkatan produksi ASI sampai 47,5%.

Ini

diperkuat oleh Rumetor et al. (2008) yang menunjukkan bahwa produksi susu
kambing PE meningkat sampai 98,65% dengan suplementasi daun bangun-bangun
dan zink-vitamin E.
Disamping daun torbangun, daun katuk (Sauropus androgynus L.Merr) juga
digunakan untuk memperbanyak dan melancarkan air susu ibu (ASI) dengan cara
dibuat sayur atau dilalap (Heyne 1987). Daun katuk memiliki efek laktagogum pada
tikus (Sardjono et al. 1996), dan kandungan sterolnya berperan meningkatkan
produksi ASI (Prajonggo et al. 1990). Ekstrak daun katuk dapat meningkatkan
produksi ASI 50,7% dan tidak menurunkan kualitas ASI karena tidak menurunkan
kadar protein dan kadar lemak ASI (Sa’roni et al. 2004). Daun katuk juga dapat
dibuat berbagai produk yang potensial seperti tablet air susu ibu, pewarna makanan
dan pakan ternak (Yuliani 2001). Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa

3

peningkatan produksi air susu pada daun torbangun cenderung naik secara perlahan
namun turun juga secara perlahan (Wardani 2007 dan Rumetor 2008), sedangkan
daun katuk cenderung cepat peningkatan produksi air susu namun juga cepat
penurunannya (Arindhini 2007 dan Sidauruk 2008).
Pemberian pakan pada ruminansia masih dititikberatkan pada pemenuhan
kebutuhan protein dan energi untuk ternak itu sendiri.

Padahal zat gizi lain

fungsinya tak kalah penting seperti mineral, dan salah satu yang cukup penting
peranannya adalah seng (zink).

Berdasarkan laporan yang dikemukakan Little

(1986) kandungan seng pada pakan ternak ruminansia di Indonesia berkisar antara
20 dan 38 mg/kg bahan kering. Seng mempunyai banyak fungsi dalam tubuh dan
sangat penting bagi semua jenis hewan, karena terlibat dalam fungsi berbagai enzim
yang ada hubungannya dengan metabolisme karbohidrat, energi, degradasi dan
sintesis protein dan asam nukleat (Tillman 1991 dan Linder 1992).
Beberapa penelitian terdahulu tentang penambahan mineral seng pada pakan
ternak menunjukkan hasil baik. Penambahan seng 60 mg/kg bahan kering dalam
pakan telah meningkatkan produksi susu kambing PE 30% selama 5 bulan laktasi
daripada penambahan 40 mg/kg bahan kering (Adriani et al. 2004). Demikian juga
penambahan seng 20 mg/kg bahan kering yang dikombinasikan dengan vitamin E
berhasil meningkatkan produksi susu 67,22–98,65% pada kambing PE (Rumetor et
al. 2008).
Perumusan Masalah
Data dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa produksi susu kambing
PE bervariasi dan bahkan masih terbilang rendah. Produksi susu merupakan tujuan
utama dari pemeliharaan kambing perah. Upaya peningkatan produksi susu masih
terus dilakukan, seperti dengan memanfaatkan tanaman yang berpotensi untuk
meningkatkan produksi susu. Telah diketahui bahwa daun torbangun dan daun
katuk berkhasiat sebagai laktagogum yaitu komponen yang menstimulir produksi
kelenjar air susu pada induk laktasi. Selain itu kandungan seng dalam pakan ternak

4

ruminansia di Indonesia masih rendah. Penggunaan kedua daun ini dalam ransum
kambing PE laktasi dengan suplemen seng perlu dilakukan, dengan harapan akan
terjadi peningkatan produksi susu lebih cepat dan penurunan akan terjadi secara
perlahan serta sekaligus mempengaruhi kualitas susu kambing PE.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian daun
torbangun dan katuk dengan suplemen seng dalam ransum terhadap produksi dan
kualitas susu kambing PE.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh
pemberian daun torbangun dan katuk dengan suplemen seng dalam ransum terhadap
produksi dan kualitas susu kambing PE.
Hipotesis
Hipotesis yang hendak diuji dalam penelitian ini adalah:
H1: Pemberian daun torbangun dan daun katuk dapat meningkatkan produksi susu
kambing PE
H1: Pemberian daun torbangun dan daun katuk mampu mempengaruhi kualitas susu
kambing PE

TINJAUAN PUSTAKA
Kambing PE
Asal Usul Kambing PE
Kambing Peranakan Etawah (PE) yang ada di Indonesia berasal dari hasil
kawin tatar (grading up) antara kambing lokal (kambing kacang) dengan kambing
Ettawa dari India. Kambing Ettawa atau kambing Jamnapari menurut Mason (1981)
berasal dari distrik Ettawa daerah sungai Yamuma dan Chambal Propinsi Uttar
Pradesh, India.
Kambing Ettawa didatangkan berkali-kali ke Indonesia pada masa
penjajahan Belanda. Kambing Ettawa yang didatangkan ke Indonesia ditujukan
untuk memperbaiki kambing-kambing lokal yang memiliki tubuh kecil, karena
kambing Ettawa adalah bangsa kambing tipe besar. Menurut Heryadi (2004),
kambing PE merupakan hasil persilangan yang tidak terarah dan kurang terpola
antara kambing Ettawa asal India dan kambing lokal yaitu kambing kacang dengan
karakteristik yang lebih mendekati ke arah performa kambing Ettawa. Bangsa
kambing Ettawa adalah terbesar dari bangsa kambing yang ada di India (Mason
1981), sehingga diharapkan melalui persilangan antara kambing Ettawa dengan
kambing kacang akan muncul bangsa kambing baru yang lebih besar dari kambing
kacang dan mampu menghasilkan susu dengan baik.
Karakteristik Kambing PE
Kambing PE termasuk bangsa kambing tipe dwiguna (dual purpose).
Sebagai penghasil daging, bangsa kambing ini memiliki nilai lebih dibandingkan
kambing lokal, yaitu ukuran tubuh yang lebih besar dan pada umur yang sama
memiliki bobot potong yang lebih berat. Sebagai kambing lokal, kambing kacang
dapat dijumpai hampir disetiap daerah di Indonesia dan memiliki tubuh kecil
(Tillman 1981). Kambing kacang memiliki bobot badan berkisar 17-39 kg, telinga
pendek dan tegak lurus mengarah ke depan, warna bulu putih, hitam, coklat atau

6

kombinasinya. Jumlah anak sekelahiran rata-rata adalah 1,7 ekor dengan umur
beranak 15-16 bulan (Devendra & Mcleroy 1982).
Kambing PE (Gambar 1) mampu menghasilkan susu lebih banyak di
bandingkan kambing kacang dengan pertumbuhan yang lebih besar, sehingga
banyak dipelihara sebagai kambing perah atau dwiguna. Kambing jantan memiliki
bulu yang lebih tebal dan agak panjang pada bagian atas hidung, leher, pundak dan
punggung (Devendra & Burns 1994), mempunyai bentuk muka cembung (Basuki et
al. 1982). Bobot badan kambing Etawah jantan dewasa berkisar antara 69-90 kg
(Benerjee 1982). Dewasa kelamin jantan umur 135-137 hari (Davendra & Mcleroy
1982).

Sumber: etawajaya.com

Sumber: lensaindonesia.com

Kambing PE jantan

Kambing PE betina

Gambar 1 Kambing PE jantan dan kambing PE betina
Bobot badan kambing Etawah betina dewasa berkisar antara 45-65 kg
(Benerjee 1982), dengan ciri-ciri mempunyai daun telinga yang panjang berkisar
25-31 cm, tinggi 70-100 cm dengan warna bulu kombinasi antara putih, coklat dan
hitam. Terdapat bulu yang panjang pada bagian paha (Devendra & Burn 1994),
dewasa kelamin 153-454 hari, rata-rata betina beranak umur 12-13 bulan dengan
bobot lahir 3.28 kg dan bobot sapih 10,12 kg. Rata-rata jumlah anak perkelahiran
adalah 1,7 ekor (Devendra & Mcleroy 1982).

Menurut Novita et al. (2006),

7

kambing PE memiliki lama bunting 139-149 hari dengan rataan 148,53 hari, rataan
jumlah anak perkelahiran 1,63 ekor dengan kisaran 1-3 ekor, bobot lahir 3,37 kg
dengan kisaran 2,2-4,6 kg, bobot sapih 13,63 kg dengan kisaran 10,20-17,60 kg dan
rataan pertambahan bobot badan setelah sapih adalah 106 g/ekor/hari.
Produksi Susu Kambing PE
Susu merupakan hasil yang sangat penting dari ternak perah. Jumlah susu
yang dihasilkan dipengaruhi oleh jenis, umur, bangsa, jumlah anak yang dilahirkan
pada setiap kelahiran dan makanan. Pada umumnya ternak muda, produksi susunya
lebih sedikit dibanding ternak dewasa (Edey 1983). Sutama & Budiarsana (1997)
melaporkan bahwa produksi susu pada laktasi pertama rata-rata 497,5 g/ekor
sementara pada laktasi ketiga produksi susu dapat mencapai rata-rata 1486,4 g/ekor
(produksi susu 90 hari pertama laktasi). Produksi susu kambing PE pada beberapa
peternakan berkisar antara 990-1500 ml/ekor/h (Atabany 2001; Balitnak 2004 dan
Afandi 2007).
Kualitas Susu Kambing
Air susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia karena
kelezatan dan komposisi gizi yang ideal dan mengandung semua zat yang
dibutuhkan tubuh. Semua zat makanan yang dikandung air susu dapat diserap darah
dan dimanfaatkan tubuh (Saleh 2004).
Susu segar menurut Dewan Standarisasi Nasional (1998) dalam Standar
Nasional Indonesia nomor 01-3141-1998 didefinisikan sebagai cairan yang berasal
dari ambing ternak sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara yang benar, yang
kandungan kimianya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu dan belum mendapat
perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya.
Syarat mutu dan kriteria kualitas susu segar di Indonesia ditentukan berdasarkan SNI
01-3141-1998 (Tabel 1). Syarat mutu dan kriteria kualitas susu segar ini adalah

8

untuk susu sapi. Untuk kambing belum ada syarat mutu dan kriteria kualitas susu
segar, sehingga masih digunakan syarat mutu dan kriteria susu segar susu sapi.
Tabel 1 Syarat mutu susu segar berdasarkan SNI 01-3141-1998
Karakteristik
Komposisi Susu
• Berat Jenis (BJ) pada suhu 27.50C minimum
• Kadar Lemak minimum
• Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) atau
Solid Non Fat (SNF) minimum
• Kadar Protein minimum
Keadaan Susu
• Warna, bau, rasa dan kekentalan
• Kotoran dan Benda Asing
• Derajat Asam
• Titik Beku
• Angka Refraksi
• Angka Reduktase
Cemaran Terhadap Susu
Cemaran Mikroba Maksimum
• Total Kuman
• Salmonella
• Escherichia Coli (patogen)
• Coliform
• Streptococcus grup B
• Staphylococcus aureus
Cemaran Logam Berbahaya, maksimum
• Timbal (Pb)
• Seng (Zn)
• Merkuri (Hg)
• Arsen (As)
Jumlah Sel Radang Maksimum
Pengujian Terhadap Susu
• Uji Alkohol (70 %)
• Uji Katalase maksimum
• Uji Pemalsuan
• Uji Peroksidase
Sumber : Dewan Standarisasi Nasional-SNI Susu Segar (1998)

Syarat
1.0280
3.0 %
8.0 %
2.7 %

Tidak ada perubahan
Negatif
6 ~ 70 SH
-0,520 s/d 0,5600C
36 – 38
2 – 5 jam

1.000.000 CFU/ml
Negatif
Negatif
20 CFU/ml
Negatif
100 CFU/ml
Maksimum 0,3 ppm
Maksimum 0,5 ppm
Maksimum 0,5 ppm
Maksimum 0,5 ppm
Maksimum 400 CFU/ml

Negatif
3 cc
Negatif
Positif

9

Selain syarat mutu susu segar menurut SNI (1998) seperti tersebut di atas, masih ada
syarat dan kualitas susu segar khusus untuk susu segar dari ternak kambing
berdasarkan Thai Agricultural Standar (2008) yang tersaji pada Tabel 2.
Susu kambing mempunyai karakteristik warnanya lebih putih, globula lemak
susunya lebih kecil dan beremulsi dengan susu sehingga mudah dicerna, dan
mengandung mineral (Ca, P), vitamin A, E, dan B kompleks yang lebih tinggi
dibandingkan dengan susu sapi (Blakely & Bade 1991). Sutama & Budiarsana
(1997) menambahkan, susu kambing mempunyai karakteristik yang khas yaitu
warnanya lebih putih dari susu sapi, karena susu kambing tidak mengandung
karoten, yang menyebabkan warna agak kekuningan seperti susu sapi.
Tabel 2 Penggolongan kualitas susu kambing berdasarkan karakteristiknya
Kriteria kualitas
Karakreristik
Premium
Baik
Standar
1. Total Kuman (cfu/ml)

< 5 x 104

5 x 104 - 105

> 105 – 2 x 105

2. Sel Somatik (sel/ml)

< 7 x 105

7 x 105 – 106

> 106 – 1.5 x 106

3. Protein (%)

> 3.70

> 3.40 – 3.70

3.10 – 3.40

4. Lemak (%)

> 4.00

> 3.50 – 4.00

3.25 – 3.50

5. Bahan Kering (%)

> 13.00

> 12.00 – 13.00

11.70 – 12.00

Sumber : Thai Agricultural Standar (2008)

Kualitas susu ditentukan terutama oleh komposisi zat gizi yang terdapat
dalam susu, diantaranya kadar laktosa, lemak, protein, vitamin dan mineral. Selain
itu juga ditentukan oleh struktur dan beberapa sifat fisik seperti densitas, keasaman
dan potensial redoks (Walstra et al. 1999). Kualitas susu yang dihasilkan ternak
perah sangat bervariasi tergatung berbagai faktor diantaranya individu ternak,
bangsa, kesehatan, status nutrisi, tahap laktasi, umur dan interval pemerahan (Fox &
McSweeney, 1998).

10

Pakan Ternak
Menurut Sofyan et al. (2000), bahan makanan ternak dapat dibagi ke dalam
dua golongan berdasarkan kandungan serat kasar, yaitu bahan penguat (konsentrat)
dan hijauan. Konsentrat adalah satu atau campuran bahan makanan ternak yang
banyak mengandung zat makanan utama (protein, lemak, atau karbohidrat) dan
mempunyai serat kasar kurang dari 18%.

Hijauan adalah satu atau campuran

makanan ternak yang mempunyai kadar serat kasar lebih besar dari 18%. Bahan
pakan alami untuk ternak ruminansia adalah hijauan, baik berupa rumput-rumputan
maupun leguminosa.
Konsumsi pakan ruminansia dikontrol oleh faktor-faktor yang tidak sama
dengan non ruminansia. Pada ternak ruminansia salah satu variabel ternak yang
mempengaruhi konsumsi adalah kapasitas rumen.

Kapasitas rumen merupakan

faktor yang menentukan tingkat konsumsi ternak ruminansia. Kapasitas rumen erat
kaitannya dengan bobot badan metabolik (BB

0.75

), sehingga jumlah konsumsi

ditentukan oleh bobot badan tersebut. Ternak yang memiliki bobot badan metabolik
lebih besar (kapasitas rumen besar), mengkonsumsi pakan lebih banyak
dibandingkan ternak yang bobot badan metaboliknya lebih kecil (kapasitas rumen
kecil) (Despal et al. 2007). Selain itu faktor makanan juga dapat mempengaruhi
konsumsi diantaranya pakan, kecernaan, sifat bulky pakan dan hasil fermentasi
pakan dalam rumen.
Jumlah konsumsi pakan merupakan salah satu tanda terbaik produktivitas
ternak (Arora 1995).

Tingkat konsumsi zat makanan sangat mempengaruhi

performa produksi ternak, sedangkan tingkat konsumsi suatu pakan mencerminkan
tingkat palatabilitas pakan tersebut (Nursasih

2005).

Palatabilitas pakan

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya rasa, bentuk dan bau dari pakan itu
sendiri (Tillman et al. 1991).

Hewan ruminansia akan berhenti makan setelah

kapasitas rumennya terpenuhi, meskipun sesungguhnya masih membutuhkan
tambahan energi untuk metabolisme tubuhnya (Suryapratama 1999).

Menurut

Parakkasi (1999), tingkat konsumsi ternak dapat dipengaruhi oleh ternak itu sendiri

11

(bobot badan, jenis kelamin, umur, faktor genetik dan tipe bangsa), makanan yang
diberikan dan faktor lingkungan (temperatur, kelembaban dan sinar matahari).
Kambing perah mempunyai potensi genetik untuk memegang peranan
penting dalam menyediakan protein kualitas tinggi dari susu melalui konversi pakan
dari sumber hijauan non kompetitif (Budiarto 2006). Salah satu faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya produksi susu adalah dari segi pemberian pakan
dan minum. Pakan yang diberikan untuk ternak kambing harus dapat memenuhi
kebutuhannya untuk hidup pokok dan reproduksi (Ensminger 2001).
Menurut National Research Council (NRC) (2006), kebutuhan nutrisi yang
diperlukan kambing ialah energi, protein, mineral, vitamin dan air. Jumlah pakan
yang diberikan tergantung ukuran tubuh, kondisi kambing (pertumbuhan, bunting
dan laktasi), jenis kelamin (Sudono & Abdulgani 2002), umur dan kapasitas
produksi (Gall 1981). Pakan yang melebihi kebutuhan hidup pokoknya akan
dimanfaatkan untuk produksi yang lebih tinggi (Devendra & Burn 1994).
Persistensi Produksi Susu
Persistensi adalah bentuk penurunan (slope) kurva laktasi setelah puncak
produksi susu dicapai ( Fadlemoula et al. 2007). Cole & Null (2009) menyatakan
bahwa persistensi yang tinggi adalah penurunan produksi susu yang lambat dan
persistensi yang rendah adalah penurunan produksi susu yang cepat.
Persistensi produksi susu merupakan laju peningkatan produksi susu pada
kurva produksi susu menaik dan laju penurunan produksi susu saat kurva produksi
susu menurun. Produksi susu pada awal laktasi agak rendah, kemudian meningkat
dan mencapai puncak antara 4-8 minggu setelah beranak dan produksi susu
berangsur-angsur menurun sampai akhir laktasi. Perbedaan tingginya puncak
produksi susu yang dicapai disebabkan oleh faktor genetika, kondisi tubuh dan
kualitas pakan sehingga untuk mempertahankan persistensi produksi susu selama
laktasi tidak menurun secara drastis, maka perlu diperhatikan kondisi tubuh dan
pakan yang diberikan terutama dari segi kualitasnya (Tillman et al. 1991).

12

Torbangun (Coleus amboinicus Lour)
Tanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour) dapat dijumpai di beberapa
wilayah Indonesia dengan nama yang berbeda-beda.

Di daerah Sumatra Utara

tanaman ini dikenal dengan nama bangun-bangun atau torbangun (Damanik et al.
2001), ajeran atau acerang (Sunda), daun kucing (Jawa), daun kambing dan majha
nereng (Madura), iwak (Bali) dan di daerah Timor dikenal dengan kunu etu (Heyne
1987). Tanaman torbangun tumbuh di tempat-tempat yang tidak terlalu banyak
terkena sinar matahari dan di daerah yang cukup air atau tidak terlalu kering
(Anonymous 2008). Tanaman torbangun tumbuh liar didaerah pegunungan dan
tempat-tempat hingga ketinggian 1100 meter diatas permukaan laut (BPPT 2002).
Tanaman torbangun merupakan tanaman semak menjalar dengan ciri-ciri
berbatang tebal, agak berkayu dengan cabang-cabang yang mencapai ketinggian satu
meter dan berdaging lunak serta memiliki ruas pada daunnya. Tanaman torbangun
memiliki daun tunggal dan berwarna hijau, berbentuk seperti bulat telur, berujung
runcing dengan tepian yang bergerigi. Pada bagian batangnya terdapat ruas-ruas.
Bila bagian ruas batangnya menyentuh tanah, maka akar dapat keluar pada bagian
tersebut.

Batang muda berwarna hijau pucat.

Tanaman ini tergolong sukar

berbunga tapi sangat mudah dibiakkan dengan stek dan cepat berakar di dalam tanah
(Anonymous 2004). Tanaman torbangun dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: flickr.com

Gambar 2 Tanaman torbangun

13

Berdasarkan sistematika klasifikasi tanaman (Heyne 1987, USDA 2005),
tanaman torbangun termasuk dalam:
Kingdom
Sub Kingdom
Super Divisi
Divisi
Sub Divisi
Class
Order
Family
Sub Family
Genus
Spesies

: Plantae
: Tracheobionta
: Spermatophyta
: Magnoliophyta
: Angiospermae
: Dicothyledonae (Magnoliopsida)
: Solanales
: Labiatae
: Lamiaceae
: Coleus (Plectranthus)
: Coleus amboinicus Lour

Komposisi Zat Gizi
Berdasarkan hasil analisis memperlihatkan bahwa zat gizi yang terkandung
dalam tanaman torbangun cukup baik, dilihat dari kandungan protein sebesar
18,60% dan TDN 63,70%.
ini

Meskipun kadar lignin cukup tinggi, namum tanaman

memiliki kandungan dinding sel lebih rendah dibanding rumput (Benmoon

Pharma Research 2006). Tanaman torbangun adalah sejenis terna (Heyne 2007)
yaitu tumbuhan yang berbatang lunak (batang tidak berkayu) atau hanya
mengandung jaringan kayu sedikit sekali. Jika tumbuhan tersebut mati maka tidak
ada bagian batang yang tersisa di permukaan tanah (Depdiknas 2003).
Daun torbangun dapat dijadikan sebagai sumber pemenuhan zat gizi,
provitamin A (karoten) dan kalsium bagi ibu-ibu hamil. Komposisi zat gizi daun
torbangun ini terdapat dalam Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia tahun
1990, dimana dalam 100 gram daun torbangun terkandung kalsium sebanyak 279
mg, besi 13,6 mg dan karoten total 13288 μg. Kandungan kalsium, besi dan karoten
total pada daun torbangun jauh lebih besar jika dibandingkan dengan daun katuk
(Sauropus androgynus L.Merr) (Zakiah 2007). Data selengkapnya tentang
komposisi zat gizi daun torbangun dan daun katuk tercantum dalam Tabel 3.

14

Tanaman ini juga memiliki khasiat sebagai antipiretik, analgetik, obat luka,
obat batuk, dan sariawan (Depkes 1985).

Selain itu daun tanaman ini juga

mengandung Vitamin C, B1, B12, betakaroten, niacin, karvakrol, kalsium, asamasam lemak, asam oksalat dan serat (Duke 2000).
Tabel 3 Komposisi zat gizi dalam 100 gram daun torbangun dan daun katuk
Komposisi Zat Gizi
Energi (kalori)
Protein (gram)
Lemak (gram)
Karbohidrat (gram)
Serat (gram)
Abu (gram)
Ca (miligram)
Besi (miligram)
Fosfor (miligram)
Karoten Total (miligram)
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
Air

Daun Torbangun

Daun Katuk

27,0
1,3
0,6
4,0
1,0
1,6
279
13,6
40
13288
0,16
5,1
92,5

59
6,4
1,0
9,9
1,5
1,7
233
3,5
98
10020
164
81

Sumber: Mahmud et al. (1990)

Senyawa Aktif
Tanaman torbangun mengandung senyawa aktif antara lain barbatusi,
barbatuson (pada daun), koleol, forskholin (pada umbi-akar) dan phytosterol.
(Anonymous, 2004). Senyawa aktif adalah senyawa hasil metabolisme sekunder
(sekunder metabolit) yang diproduksi sebagai benteng pertahanan tumbuhan dari
pengaruh buruk lingkungan atau serangan hama penyakit. Senyawa aktif
mempunyai khasiat dan fungsi tertentu pada jenis tanaman tertentu. Analisis yang
dilakukan oleh Menendez & Gonzales (1999) dan Depkes (2005) menemukan
bahwa dalam beberapa jenis tanaman herba (terna) termasuk torbangun terdapat
komponen senyawa aktif seperti thymol dan carvacrol serta minyak atsiri. Dari 120
kg daun segar terkandung lebih kurang 25 ml minyak atsiri yang mengandung fenol
(isopropyl-otresol), sehingga dinyatakan bahwa tanaman torbangun dapat menjadi
antisepticum yang bernilai tinggi (Heyne 1987).

15

Menurut Mardisiswojo & Rajakmangu