Efek Jokowi di Pilkada Jabar

4 OPINI & EDITORIAL

SUARA PEMBARUAN

JUMAT, 2 NOVEMBER 2012

Pemimpin Umum:
Theo L Sambuaga

SP

Wakil Pemimpin Umum:
Randolph Latumahina
Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab:
Primus Dorimulu

Memihak Kebenaran

Editor at Large:
John Riady


Tajuk Rencana

Titik Terang Hambalang

P

engungkapan kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan Pusat
Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di
Hambalang, Bogor, Jawa Barat, atau dikenal dengan sebutan kasus
Hambalang, semakin menemukan titik terang. Hasil audit investigasi Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap kasus tersebut diharapkan memberi
amunisi tambahan buat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkarnya hingga tuntas.
Maklum, kerja KPK dalam mengusut kasus tersebut masih dipandang sebelah
mata. Selama diselidiki lebih dari setahun dengan memeriksa puluhan saksi, KPK
baru menetapkan satu tersangka, yakni Dedi Kusdinar, mantan kepala biro
keuangan dan rumah tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kempora).
Hasil kerja tersebut tak sebanding dengan pernyataan pimpinan KPK ke publik
bahwa dalam waktu dekat akan ada tersangka baru. Yang lebih menghebohkan,
tersangka baru adalah menteri aktif di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II.
Namun setelah lama ditunggu, tak ada tersangka baru yang ditetapkan.

Tak heran bila hasil audit BPK yang menyebutkan adanya penyimpangan dan
pembiaran yang dilakukan sejumlah pejabat negara atas proyek tersebut
membersitkan harapan baru dalam pengungkapan kasus Hambalang. Apalagi,
dalam laporan BPK disebut secara gamblang nama-nama pejabat yang melakukan penyimpangan dan pembiaran, sehingga merugikan keuangan negara
Rp 243,66 miliar.
Bertolak dari hasil audit tersebut, kita ingin menyampaikan tiga catatan.
Pertama, KPK tak perlu lagi defensif dengan mengemukakan berbagai alasan
tentang belum adanya tersangka baru kasus Hambalang. Selama ini KPK ragu
menetapkan tambahan tersangka, meski mungkin dua alat bukti telah dikantonginya. Kita yakin alat bukti yang masih kurang hanyalah alasan untuk menutupi fakta sesungguhnya, yakni adanya tekanan politik dari pihak-pihak tertentu. Bukan
rahasia lagi, kasus Hambalang disebut-sebut melibatkan elite politik dari the
ruling party, Partai Demokrat. Nama Menpora Andi Mallarangeng dan Ketua
Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, selalu dikaitkan dengan korupsi proyek senilai Rp 1,52 triliun itu.
Sebagai
penyelenggara
negara, nama Andi Mallarangeng
disebut BPK terindikasi melakuKita berharap hasil audit
kan penyimpangan terhadap perinvestigasi BPK membuat KPK aturan perundang-undangan dan
wewenang. BPK
lebih bernyali menuntaskan penyalahgunaan
menyebutkan ada penyimpangan

kasus Hambalang demi
dalam proses pelelangan, yakni
penegakan hukum dan tanpa sekretaris Kementerian Pemuda
dan Olahraga (sesmenpora) meembel-embel politik.
netapkan pemenang lelang konstruksi dengan nilai di atas Rp 50
miliar tanpa memperoleh pendelegasian dari menpora, sehingga diduga melanggar Keppres 80/2003. Menpora diduga membiarkan sesmenpora melaksanakan
kewenangan menpora serta tidak melaksanakan pengendalian dan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam PP 60/2008.
Bagi kita, temuan BPK tersebut seharusnya melengkapi berbagai temuan
KPK terkait dugaan keterlibatan Andi Mallarangeng. Tanpa berniat melakukan
trial by the press, kita mendesak KPK lebih serius menindaklanjuti hasil audit
investigasi BPK agar kasus Hambalang menjadi terang benderang. Sebagai
kader partai dan pejabat publik, Andi pasti tak nyaman karena namanya selalu
dikaitkan dengan korupsi Hambalang, sementara status hukumnya tak jelas
hingga kini.
Kedua, sudut pandang BPK dalam mengaudit kasus Hambalang tentu berbeda dengan KPK, sehingga kita tak bisa serta-merta memvonis nama-nama yang
disebutkan melakukan penyimpangan dan pembiaran, otomatis bersalah atau
tidak bersalah secara hukum. Bisa saja nama-nama yang disebutkan melakukan
kesalahan administratif, tapi tak melakukan tindak pidana korupsi. Untuk itu, KPK
harus lebih jeli dan hati-hati menilai setiap nama karena penetapan status

tersangka kepada mereka merupakan tolok ukur apakah lembaga ini murni
melakukan penegakan hukum atau sekadar menjadi alat penguasa untuk membungkam lawan politik.
Ketiga, segera tentukan nasib Anas Urbaningrum. Ketua umum Partai Demokrat ini memang bukan penyelenggara negara, tetapi berdasarkan pengakuan
sejumlah saksi dan terpidana M Nazaruddin, namanya selalu dikaitkan dengan
korupsi proyek APBN, termasuk Hambalang. Sebagai ketua umum, Anas disebutsebut mengetahui permainan proyek APBN oleh kader-kader partai di DPR dan
menerima sejumlah uang. Berdasarkan indikasi tersebut, KPK telah meminta
keterangan dari yang bersangkutan, tetapi hingga kini tak jelas status hukumnya.
Dalam Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan setiap
orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Terkait hal itu, tentu saja Anas bisa dijerat KPK, asal ada bukti yang kuat.
Namun, kita juga mengingatkan agar kasus ini tak dipolitisasi, sehingga menyandera Anas dan Partai Demokrat. Kita berharap hasil audit investigasi BPK membuat KPK lebih bernyali menuntaskan kasus Hambalang demi penegakan hukum
dan tanpa embel-embel politik.



S A S A R A N

Pemprov DKI Jakarta akan prioritaskan pembenahan kemacetan lalu lintas
– Kita tunggu langkah konkretnya, apakah kemacetan di Jakarta akan berkurang?

Nama oknum DPR pemalak BUMN akan dibuka dalam sidang Badan Kehormatan.
– Sesudah dibuka, lantas diapakan?

Hasil audit BPK atas kasus Hambalang, Menpora diindikasi lakukan pembiaran.
– Kita tunggu keberanian KPK menindaklanjuti hasil audit tersebut.

Tulisan opini panjang 900 - 1.000 kata disertai riwayat hidup singkat,
foto kopi NPWP, foto diri penulis dikirim ke [email protected].
Bila setelah dua minggu tidak ada pemberitahuan dari redaksi, penulis berhak mengirim ke media lain.

Efek Jokowi di Pilkada Jabar
IDING
R HASAN

P

emilihan kepala daerah (pilkada) Jawa

Barat sebentar lagi akan digelar, yakni
pada 2013. Sebagian partai-partai politik (parpol) telah menominasikan calon-calonnya. Sampai saat ini sudah tiga parpol
yang menyatakan secara resmi calonnya untuk memerebutkan posisi Gubernur Jabar.
Demokrat telah memutuskan Yusuf Macan
Effendy (Dede Yusuf), Golkar menominasikan Irianto M. Syaifudin (Yance) dan PKS
kembali menjagokan Ahmad Heryawan, masing-masing sebagai calon gubernur (cagub).
Sementara PDI-P tampaknya masih sedang
mempertimbangkan untuk mengusung
Rieke Diah Pitaloka.
Yang menarik adalah perhelatan Pilkada
Jabar 2013 digelar tidak lama setelah penyelenggaraan Pilkada DKI Tahun 2012 yang
telah dimenangkan pasangan Joko Widodo
(Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Kemenangan Jokowi dianggap sebagai fenomenal, selain karena tidak terduga-duga, juga mampu mengalahkan petahana (incumbent) Fauzi Bowo (Foke) yang didukung
oleh banyak parpol, seperti Demokrat, Golkar, PKS dan lain-lain. Sementara Jokowi
hanya didukung dua parpol saja, yakni
PDI-P dan Gerindra. Mungkinkah kemenangan Jokowi akan memberikan efek terhadap Pilkada Jabar?
Kekuatan Figur
Dalam konteks pemilihan umum di Indonesia, baik dalam skala nasional seperti pemilihan presiden (pilpres) maupun lokal seperti pilkada, kekuatan figur tampaknya masih cukup dominan. Kemenangan Jokowi di
Pilkada DKI 2012 yang belum lama berlangsung menjelaskan kecenderungan tersebut.

Demikian pula kemenangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Presiden
Republik Indonesia pada dua pemilu, yaitu
2004 dan 2009.
Dilihat dari realitas politik Indonesia seperti itu, maka parpol-parpol yang akan berkontestasi dalam Pilkada Jabar tampaknya
memang lebih mengedepankan kekuatan figur. Itulah kenapa parpol-parpol besar telah
menominasikan calon-calon yang diyakini
merupakan figur-figur kuat di Jabar. Salah
satu indikator kekuatan figur adalah popularitas. Dede Yusuf, misalnya, jelas memiliki
popularitas yang tinggi antar lain karena faktor keartisannya. Yance, meski bukan artis,
tetapi cukup dikenal di Jabar, selain mantan
Bupati Indramayu yang dianggap sukses, juga sekarang menjabat sebagai Ketua DPD
Golkar Jabar. Dibandingkan kader-kader beringin lainnya, Yance merupakan kader yang
paling populer.

Dominannya kekuatan figur dalam konteks politik Indonesia juga sebenarnya didukung oleh pola perilaku pemilih di negeri ini,
termasuk di Jawa Barat. Salah satu lembaga
survei pernah melansir hasil penelitian bahwa perilaku pemilih Indonesia, terutama di
Jabar cenderung menyukai figur populer.
Mereka pada umumnya tidak mau pusingpusing memikirkan program yang ditawarkan calon. Ini bisa jadi merupakan penjelasan mengapa pasangan Ahmad HeryawanDede Yusuf mampu keluar sebagai pemenang pada Pilkada Jabar yang lalu.
Dalam konteks seperti inilah, maka parpol-parpol yang sekalipun telah menetapkan

cagub populer masih tetap mencari pasangan
yang populer juga. Dede Yusuf yang notabene cagub terpopuler masih dipandang perlu
oleh Demokrat untuk dipasangkan dengan
Rieke sehingga ada wacana koalisi Demokrat-PDI-P. Demikian pula PKS mencoba
menjajaki untuk menduetkan Heryawan dengan Deddy Mizwar, salah seorang aktor
yang cukup populer. Yance juga sempat diwacanakan untuk berduet dengan Nurul Arifin, kader Golkar dari kalangan artis, hanya
saja Nurul tidak bersedia.



Koalisi antara orang parpol
dengan nonparpol tentu
akan jauh lebih mudah
daripada antar parpol
yang terlalu banyak
melakukan tawar menawar
(bargaining).

Realitas ini kian diperkuat oleh kecenderungan parpol-parpol di negeri ini yang sangat pragmatis dalam derajat akut. Parpolparpol berharap bahwa figur-figur yang populer akan menjadi pendulang suara (vote
getter) yang andal pada waktu pemilihan, sehingga mesin-mesin parpol tidak perlu bekerja terlalu keras. Dengan kata lain, parpol

hanya memikirkan kekuasaan belaka dengan
berupaya untuk meloloskan calonnya untuk
mendapatkan kemenangan. Tidak penting
benar apakah visi, misi dan program partai
dapat diketahui dan diserap oleh publik ataukah tidak.
Perlu Kehati-hatian
Bahwa efek Jokowi akan terasa dalam
perhelatan Pilkada Jabar mungkin sulit untuk dihindari. Namun, parpol juga harus berhati-hati dalam konteks tersebut. Artinya,
Pilkada DKI tentu tidak sama persis dengan
Pilkada Jabar. Karena itu, perlu ada perlakuan yang berbeda atau khusus terhadap Pilkada Jabar. Hal ini juga berlaku bagi partai
PDI-P sebagai pengusung utama Jokowi.
Pernyataan sebagian elite PDI-P untuk
melahirkan “Jokowi”-“Jokowi” baru dalam

sejumlah pilkada di Indonesia perlu disikapi
secara kritis. Figur seperti Jokowi tidak dapat dibentuk secara instan apalagi dilahirkan
melalui rekayasa. Jokowi menjadi tokoh seperti sekarang ini melalui proses yang alamiah, tidak dibuat-buat. Sikap kesederhanaan
dan kepopulisannya, misalnya, merupakan
sesuatu yang genuine. Karenanya, PDI-P tidak boleh sembarang menentukan calonnya.
Kemenangan Jokowi juga antara lain ditentukan oleh adanya cap kegagalan terhadap kepemimpinan Foke sehingga resistensi

publik sangat tinggi. Maka, kemunculan Jokowi dengan kekuatan figurnya itu seolah
menjadi alternatif yang menjanjikan perubahan nyata bagi publik Jakarta. Sementara
dalam Pilkada Jabar, pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf sekalipun tidak memiliki prestasi yang dianggap menonjol, tetapi
juga tidak dipandang gagal oleh publik Jabar. Karena itu, para pesaing Heryawan tidak
akan semudah Jokowi dalam berkontestasi.
Dari sisi ini, parpol-parpol harus lebih jeli dalam menentukan calon dan pasangannya
jika ingin keluar sebagai pemenang. Bagi
PDI-P sendiri, hemat penulis, pilihan yang
cukup tepat adalah segera menetapkan Rieke
sebagai cagub di Pilkada. Kepopuleran Rieke selama ini, bukan hanya karena faktor keartisannya saja, melainkan juga karena konsistensinya dalam memperjuangkan hak-hak
orang-orang tertindas, seperti kaum buruh,
TKI dan sebagainya. Ia bahkan kerap ikut turun aksi ke jalan ketika saluran-saluran komunikasi formal yang telah dilakukannya
ternyata tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Dengan demikian, sikap Rieke di atas
bukanlah dibuat-buat atau artifisial, tetapi
memang lahir dari dalam jiwanya.
Wacana untuk menduetkan Rieke dengan
Teten Masduki juga merupakan langkah
yang tepat. Ini akan menjadi perpaduan yang
pas dilihat dari berbagai segi. Dari segi jender, jelas ini merupakan hal yang tepat. Juga
dari segi latar belakang politik antara orang

parpol dan nonparpol. Koalisi antara orang
parpol dengan nonparpol tentu akan jauh lebih mudah daripada antar parpol yang terlalu
banyak melakukan tawar menawar (bargaining). Dari segi komitmennya terhadap pemberantasan korupsi, keduanya tidak diragukan lagi. Publik tahu bahwa selama ini Teten
merupakan seorang pegiat antikorupasi dan
pendiri Indonesian Corruption Watch (ICW)
yang sangat kritis
Bagaimanapun kecenderungan masyarakat Indonesia sekarang, tak terkecuali di
Jawa Barat, sedang mengharapkan pemimpin-pemimpin yang mampu memberantas
musuh terbesar di negeri ini, yaitu korupsi.
Maka, jelas duet Rieke-Teten akan menjadi
alternatif bagi para pemilih Jawa Barat. Tanpa harus berkoalisi dengan partai lainpun peluang pasangan ini sangat besar, apalagi fakta membuktikan bahwa koalisi parpol ternyata tidak berbanding lurus dengan suara
arus bawah.
PENULIS ADALAH DEPUTI DIREKTUR THE POLITICAL
LITERACY INSTITUTE, DOSEN KOMUNIKASI POLITIK
FISIP UIN JAKARTA

Harian Umum Sore

SUARA PEMBARUAN
Mulai terbit 4 Februari 1987 sebagai kelanjutan dari harian umum sore SINAR HARAPAN yang terbit pertama 27 April 1961.
Penerbit: PT Media Interaksi Utama
SK Menpen RI Nomor 224/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1987
Presiden Direktur: Theo L Sambuaga, Direktur: Randolph Latumahina, Drs Lukman Djaja MBA
Alamat Redaksi: Citra Graha Building, lantai 11
Jl Jend Gatot Subroto Kav 35-36 Jakarta-12950, Telepon (021) 2995 7500, Fax (021) 5277 981
BERITA SATU MEDIA HOLDINGS: President Director: Theo L Sambuaga, Publisher: Peter F Gontha, Chief Executive Officer: Sachin Gopalan, Director of Digital Media: John Riady, Head of Digital Media: Armando Siahaan,
General Affairs & Finance Director: Lukman Djaja, Circulation & Distribution Director: Daniel Rembeth, Marketing & Communications Director: Sari Kusumaningrum,
Dewan Redaksi: Sabam Siagian (Ketua), James T Riady, Tanri Abeng, Markus Parmadi, Soetikno Soedarjo, Baktinendra Prawiro MSc, Dr Anugerah Pekerti, Ir Jonathan L Parapak MSc, Bondan Winarno Penasihat Senior: Wim Tangkilisan, Samuel Tahir Redaktur Pelaksana: Aditya L Djono, Dwi Argo Santosa,
Asisten Redaktur Pelaksana: Anselmus Bata, Asni Ovier Dengen Paluin, Redaktur: Alexander Madji, Bernadus Wijayaka, Gatot Eko Cahyono, Marselius Rombe Baan, Marthin Brahmanto, M Zainuri, Noinsen Rumapea, Syafrul Mardhy Pasaribu, Surya Lesmana, Yuliantino Situmorang, Unggul Wirawan,
Asisten Redaktur: Agustinus Lesek, Heri S Soba, Irawati Diah Astuti, Jeis Montesori, Jeanny Aipassa, Kurniadi, Sumedi Tjahja Purnama, Steven Setiabudi Musa, Willy Masaharu Staf Redaksi: Ari Supriyanti Rikin, Daurina L Sinurat, Dina Manafe, Elvira Anna Siahaan, Gardi Gazarin, Hendro D Situmorang,
Hotman Siregar, Joanito De Saojoao, Lona Olavia, Miko Napitupulu, Natasia Christy Wahyuni, Novianti Setuningsih, Robertus Wardi, Ruht Semiono, Siprianus Edi Hardum, Yeremia Sukoyo, Dewi Gustiana (Tangerang), Laurensius Dami (Serang), Stefy Thenu (Semarang), Muhammad Hamzah (Banda Aceh),
Henry Sitinjak, Arnold H Sianturi (Medan), Bangun Paruhuman Lubis (Palembang), Radesman Saragih (Jambi), Usmin (Bengkulu), Margaretha Feybe Lumanauw (Batam), I Nyoman Mardika (Denpasar), Sahat Oloan Saragih (Pontianak), Barthel B Usin (Palangkaraya), M. Kiblat Said (Makassar), Fanny
Waworundeng (Manado), Adi Marsiela (Bandung), Fuska Sani Evani (Yogyakarta), Robert Isidorus Vanwi (Papua), Vonny Litamahuputty (Ambon), Pjs Kepala Sekretariat Redaksi: Rully Satriadi, Koordinator Tata Letak: Robert Prihatin, Koordinator Grafis: Antonius Budi Nurcahyo.
GM Iklan: Sri Rejeki Listyorini, GM Sirkulasi: Dahlan Hutabarat, GM Marketing&Communications: Enot Indarnoto, Alamat Iklan: Citra Graha Building, lantai 9, Jl Jend Gatot Subroto Kav 35-36 Jakarta-12950, Rekening: Bank Mandiri Cabang Jakarta Kota, Rek Giro: A/C.115.008600.2559,
Bank Ina Perdana, Jl Raya Pasar Minggu No. 2 B-C Rek. Giro No.002.0002.00014.6, BCA Cabang Millenia Rek. Giro No. 005-34-01411, Harga Langganan: Rp 68.000/bulan, Terbit 7 kali seminggu. Luar Kota Per Pos minimum langganan 3 bulan bayar di muka ditambah ongkos kirim.
Alamat Sirkulasi: Hotel Aryaduta Semanggi, Tower A First Floor, Jl Garnisun Dalam No. 8 Karet Semanggi, Jakarta 12930, Telp: 29957555 - 29957500 ext 3206 Percetakan: PT IMWP

http://www.suarapembaruan.com e-mail: [email protected]

Wartawan Suara Pembaruan dilengkapi dengan identitas diri.
Wartawan Suara Pembaruan tidak diperkenankan menerima pemberian dalam bentuk apa pun dalam hubungan pemberitaan.