Bila kerinduan melanda seseorang

Bila kerinduan melanda seseorang, maka tak ada yang mampu membendungnya. Kerinduan
laksana gelombang samudra yang sulit ditaklukkan. Dia akan berhenti jika berlabuh di tepi
pantai. Demikianlah perumpamaan kaum beriman yang merindukan ibadah sholat. Ibadah yang
terasa manis di hati. Hati mereka tak akan tenang, kecuali jika mereka telah menundukkan
kepala mereka sambil menghadapkan hati mereka kepada Allah. Hari-hari yang mereka
lalui, tak ada yang lebih indah dan berkesan, selain waktu mereka berada di masjid. Mereka
gelisah ketika dipanggil oleh Allah sebagai Kekasih mereka, sehingga mereka rela meninggalkan
dalam -waktu sementara- segala kesibukan mereka demi bermunajat dengan Sang Kekasih, Allah
Robbul alamin.
Kerinduan ini hanyalah dipacu oleh keimanan kepada Allah. Karenanya kalian akan melihat
oarang-orang yang menghadiri masjid-masjid Allah adalah orang-orang yang beriman. Allah
-Ta’ala- berfirman,
"Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah
dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada
siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk
golongan orang-orang yang mendapat petunjuk". (QS. At-Taubah : 18 ).
Begitu derasnya dorongan iman ini sampai orang-orang beriman akan bergegas dan
meninggalkan pekerjaan dan urusannya ketika mereka dipanggil oleh Allah. Hatinya tak tenang;
ia selalu rindu sehingga tak ada yang terpikir dibenaknya, kecuali ucapan, "Kapankah waktunya
sholat jama’ah?" Inilah orang yang akan di naungi oleh Allah pada hari matahari didekatkan
dengan sedekat-dekatnya.

Nabi –Shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda,
‫ب ن للشأ ل ففيي ف‬
‫ل لولرمجقل قلل يمبمه مملعل لقق ففيي‬
‫علبالدفة ا ف‬
‫لسيبلعقة ي مفظل لممهمم ا م‬
‫عيدقل لولشا ل ق‬
‫ل تللعاللى ففيي فظل فلفه ي ليولم للا فظ لل إفللا فظل لممه إفلماقم ل‬
‫ل‬
‫ل‬
‫ف‬
‫ف‬
‫ف‬
‫ف‬
‫ف‬
‫ف‬
‫ل‬
‫خامف ا ل‬
‫ال يلملسافجفد لولرمجللافن تللحا لبا في ا ف‬
‫ب لولجلمالل لفلقالل إفن ليي أ ل‬
‫عتيمه ايملرأقة لذا م‬

‫ت لمن يص ل‬
‫عل لييه لولرمجقل لد ل‬
‫عل لييه لوتلفل لرلقا ل‬
‫ل ايجتللملعا ل‬
‫ل‬
‫عييلنامه‬
‫ح لتى للا تليعل للم فشلمال ممه لما تمن يففمق ي لفميين ممه لولرمجقل لذلكلر ا ل‬
‫لولرمجقل تللص لدلق فبلصلدقللة لفأ ي‬
‫ل ل‬
‫خال فييا لفلفالض ي‬
‫ت ل‬
‫خلفالها ل‬
"Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan-Nya pada hari tak ada
naungan, kecuali naungan-Nya: pemimpin yang adil, seorang pemuda yang tumbuh di atas
ibadah kepada Allah, seorang laki-laki yang hatinya terpaut di masjid, dua orang yang saling
mencintai karena Allah; keduanya bersama karena-Nya, dan berpisah karena-Nya, seorang lakilaki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang memiliki kedudukan, dan kecantikan, lalu
laki-laki itu berkata, "Aku takut kepada Allah", seorang yang bershodaqoh dengan suatu
shodaqoh, lalu ia infaqkan sehinnga tangan kirinya tak tahu apa yang diinfaqkan oleh tangan
kanannya, dan seorang yang mengingat Allah dalam keadaan sendiri, lalu kedua matanya
bercucuran". [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab Az-Zakah (1357), dan Muslim dalam Kitab AzZakah (1031)]

Kerinduan seperti inilah yang mendorong para tauladan kita dari kalangan salaf (para sahabat,
dan tabi’in) untuk melakukan perkara-perkara berikut:



Hadir Sholat Jama’ah Walau Sakit

Seorang tabi’in yang bernama Ar-Robi’ bin Khusyaim, pada diri beliau ada suatu penyakit.
Beliau dipapa diantara dua orang. Lalu dikatakan kepada Ar-Robi’, “Wahai Abu Yazid,
Sesungguhnya engaku berada dalam suatu udzur, jika engka mau (tak hadir sholat jama’ah)
boleh”. Beliau menjawab, “Betul, aku mendengarkan mu’adzdzin berkumandang, “Hayya alash
sholah hayya alal falah”. Barangsiapa yang mendengarkan adzan, maka hendaklah ia
mendatanginya, sekalipun merangkak, sekalipun merayap”. HR. Ibnu Abi Syaibah dalam AlMushonnaf (1/350)
Abu Abdir Rahman Abdullah bin Habib bin Robi’ah As-Sulamiy -rahimahullah- berkata,
“Beliau diusung ke masjid, sedang ia sakit”. [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf
(1/350) Dalam riwayat lain, “Beliau memerintahkan mereka untuk mengusungnya dalam
keadaan becek dan hujan ke masjid, sedang ia sakit”. [HR. Ibnul Mubarok dalam AzZuhd(419)]
Demikianlah manisnya sholat jama’ah di mata salafush sholeh -rahimahullah-, sehingga mereka
amat rindu menghadirinya, sekalipun harus menanggung penderitaan yang berat dan kondisi
yang susah. Karena segala sesuatu yang dikerjakan jika dilandasi dengan kesadaran dan ilmu

tentang pentingnya sesuatu, maka ia akan melakukannya, walaupun harus melintasi aral dan
rintangan yang berat.


Mencari Jama’ah

Diantara bentuk tingginya perhatian salaf dengan sholat jama’ah, jika luput dan tidak sempat
mendapatkan sholat jama’ah di suatu masjid, maka mereka tidak putus asa, bahkan berusaha
mencari masjid lain yang kemungkinannya belum usai dari melaksanakan sholat jama’ah. Beikut
ini silakan dengarkan penuturan Mu’awiyah bin Qurroh -rahimahullah-,
‫علة‬
‫لكالن م‬
‫ح لتى ي ملصل فليللها ففيي لجلما ل‬
‫حلذي يفلمة إفلذا لفاتلتيمه ال لصللامة ففيي لميسفجفد قليوفمفه ي ملعل فلمق ن ليعل لييفه لوي لت لفبمع ال يلملسافجلد ل‬
“Dulu Hudzaifah -radhiyallahu anhu- , jika luput dari sholat jama’ah di masjid kaumnya, maka
beliau menggantung (baca: melepas) kedua sandalnya, dan mencari-cari masjid sehingga
beliau bisa melaksanakannya secara berjama’ah”. [HR. Ibnu Abi Syaibah dalamAl-Mushonnaf
(5990)]
Begitulah kaum salaf dalam menjaga sholat jama’ah. Maka jadikanlah mereka sebagai panutan
dan kepercayaan, sebab jika seorang hamba betul-betul menjaga hak-hak Robbnya dengan

perhatian yang tinggi, maka tentunya ia tak akan menyia-nyiakan hak para hamba Allah.
Motivasi mereka dalam berbuat kebaikan, cuma ada dua, mengharapkan pahala di sisi Allah
sebagai bekal menuju akhirat, dan takut kepada Allah jangan sampai Allah tidak menerima amal
kebaikannya di saat ia berbuat baik, dan jangan sampai Allah menyiksa dirinya di saat ia berbuat
maksiat.
Mereka tidaklah seperti generasi yang di zaman kita, jangankan mencari sholat jama’ah di
tempat lain, datang ke masjid saja, malasnya bukan kepalang. Generasi ini lebih senang

berongkang-ongkang kaki di rumah, berjalan-jalan santai di tepi pantai, dan mendengarkan
perkara haram –semisal musik- dibandingkan datang ke masjid merendahkan diri di hadapan
Allah bersama hamba-hamba-Nya. Dia malah memperhambakan dirinya kepada setan dan hawa
nafsunya. Generasi ini ibaratnya telur yang dikeluarkan oleh ayam. Mau dikatakan bukan dari
ayam, padahal kenyataan membuktikan ia berasal dari ayam, tak ada kesamaan!! Artinya,
generasi seperti ini dilahirkan dari keluarga muslim, akan tetapi ia tidak menunjukkan dirinya
sebagai muslim. Namun jika silsilah keturunannya dirunut, ia dari keluarga muslim.
Nas’alullahas salamah wal afiyah fid dunyah wal akhiroh…


Menunda Pengobatan karena Sholat Jama’ah


Berobat merupakan perkara yang dianjurkan dalam agama kita agar seorang hamba bisa
beribadah kepada Allah dengan baik. Namun ada sebagian salaf tidaklah terpengaruh oleh
penyakit yang dideritanya, dan ia bersabar dalam taat kepada Allah. Lezatnya ibadah melalaikan
dirinya dari segala penderitaan dan penyakit yang ia alami. Sa’id bin Al-Musayyib adalah
termasuk diantara mereka. Diriwayatkan, “Beliau pernah mengadukan matanya. Maka mereka
berkata, “Wahai Abu Muhammad, andaikan engkau keluar ke lembah Al-Aqiq, lalu engkau
menyaksikan pemandangan yang hijau, niscaya engkau akan mendapatkan kelegaan
karenanya”. Beliau menjawab, “Apa yang aku lakukan untuk bisa menghadiri sholat Isya’ dan
shubuh?”.” [HR. Ibnu Sa’d dalam Ath-Thobaqot (5/132). Lihat As-Siyar (4/240)]
Perhatikan bagaimana sikap dan jawaban Sa’id bin Al-Musayyib -rahimahullah- , beliau tak tega
meninggalkan sholat Isya’ dan shubuh secara berjama’ah di masjid. Bahkan ia rela menunda
pengobatan penyakitnya demi meraih keuntungan akhirat. Karenanya, Al-Hafizh Ibnu Hajar
Al-Asqolaniy –rahimahullah– berkata, “Tidaklah dikumandangkan (adzan) sholat sejak 40
tahun lalu, kecuali Sa’id ibnul Musayyib berada di dalam masjid”.[Lihat Tahdzib AtTahdzib(4/87)]


Masjid Dijadikan Rumah

Ciri seorang mukmin yang hakiki, hatinya selalu terpaut dengan masjid. Seakan-akan masjid
merupakan tempat tinggal mereka, karena mereka lalu-lalang ke masjid di waktu-waktu sholat

sehingga ia laksana penghuni masjid. Setiap lima waktu dan ada waktu senggang ia melazimi
masjid beribadah dan berdzikir disana. Bahkan hal ini mereka wariskan dan wasiatkan kepada
teman, dan keturunan mereka.
Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- bersabda,
‫ل تلفقلي‬
‫ت مك ل ف‬
‫ال يلميسفجمد لبيي م‬
“Masjid adalah rumah orang-orang yang bertaqwa". [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir
(6143), Abu Nu’aim (6/176), Al-Qudho’iy dalam Musnad Asy-Syihab (73), Al-Baihaqiy dalam
Asy-Syu’ab (2950). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (716)]


Rela Menghukum Anak

Terkadang seorang anak akan menjadi ujian bagi seorang ayah. Di saat itulah, seorang ayah
harus pandai-pandai menghadapi ujian tersebut sehingga bisa terarah kepada solusi yang
bermamfaat baginya dan anaknya. Dulu, para salaf amat tinggi perhatian mereka kepada agama
anak-anaknya, utamanya dalam perkara sholat –setelah aqidahnya-. Mereka rela memberikan
hukuman bagi anaknya karena melalaikan sholat jama’ah di masjid.
Konon kabarnya, Abdul Aziz bin Marwan pernah mengutus anaknya, yaitu Umar bin Abdul Aziz

ke Madinah dalam rangka belajar. Ayahnya menulis surat kepada Sholih bin Kaisan agar ia
menjaganya. Sholih bin Kaisan mengharuskannya sholat jama’ah. Kemudian suatu hari, Umar
bin Abdul Aziz terlambat melaksanakan sholat. Maka Sholih bin Kaisan -rahimahullahbertanya, “Apa yang menghalangimu?!”. Umar menjawab, “Tukang sisirku mengatur
rambutku”. Sholih bin Kaisan berkata, “Apakah pengaturan rambutmu menyebabkan engkau
lebih mengutamakannya dibandingkan sholat?!” Maka Sholih bin Kaisan pun menulis surat ke
orang tua Umar tentang kejadian tersebut. Akhirnya Abdul Aziz mengirim seorang utusan.
Utusan itu tidaklah berbicara dengan Umar sampai ia mencukur rambut Umar.[Lihat Siyar A’lam
An-Nubala’(5/116)]


Perhatian Pemerintah terhadap Sholat Jama’ah

Masyarakat salaf adalah masyarakat yang taat dan bertaqwa kepada Allah. Oleh karena itu,
mereka dipimpin oleh orang-orang yang baik lagi bertaqwa. Diantara tanda ketaqwaan mereka,
lihatlah tingginya perhatian mereka kepada sholat jama’ah, sampai ada diantara mereka sengaja
menanyakan dan memantau kondisi jama’ah masjidnya yang tak hadir sholat jama’ah.
Abu Bakar bin Sulaiman bin Abi Hatsmah , berkata, “Umar bin Al-Khoththob -radhiyallahu
anhu- merasa kehilangan Sulaiman bin Abi Hatsmah ketika sholat Shubuh, dan keesokan
harinya, Umar beliau ke pasar, sedang rumah Sulaiman antara pasar dan masjid Nabawi.
Kemudian beliau mampir ke Asy-Syifa’, ibu Sulaiman seraaya bertkata kepadanya, “Aku tak

melihat Sulaiman ketika sholat Shubuh”. Asy-Syifa’ menjawab, “Sesungguhnya ia sholat (lail)
semalam suntuk, lalu iapun dikuasai oleh rasa kantuk”. Umarpun berkata, “Betul-betul aku
menghadiri sholat shubuh bersama jama’ah, itu lebih aku cintai dibandingkan aku sholat
(lail) semalam suntuk”.”. HR. Abdur Rozzaq dalamAl-Mushonnaf(201), dan Malik dalam AlMuwaththo’: Kitabush Sholah, (7) via Tanwir Al-Hawalik (hal. 153) karya As-Suyuthiy, cet.
Darul Kutub Al-Ilmiyyah]
Umar bin Al-Khoththob -radhiyallahu anhu- pernah kehilangan seseorang ketika sholat shubuh.
Umarpun mengutus seseorang kepada orang tersebut, lalu iapun datang. Umar bertanya,
“Dimana engkau?”. Katanya, “Aku sakit. Andaikan utusanmu tak datang kepadaku, maka aku
tak akan keluar”. Umar berkata, “Andaikan engkau keluar menuju seseorang, maka keluarlah
untuk sholat”. [HR. Ibnu Abi Syaibah dalamAl-Mushonnaf(1/244-245)]
Bukan Cuma Umar -radhiyallahu anhu-, bahkan kholifah yang lainnya juga memiliki perhatian
yang tinggi terhadap sholat jama’ah. Utsman bin Affan -radhiyallahu anhu- pernah datang untuk
sholat Isya’. Beliau melihat penghuni masjid masih sedikit. Maka beliaupun berbaring di
belakang masjid untuk menunggu manusia sampai banyak. Lalu ia didatangi oleh Ibnu Abi
Amrah dan duduk di depannya. Utsmanpun bertanya tentang siapa dirinya. Maka Ibnu Abi

Amrah mengabarkannya. Lalu Utsman bertanya, “Apa yang ada padamu berupa (hafalan) AlQur’an?” Maka ia mengabarkannya. Utsman berkata, “Barangsiapa yang menghadiri sholat
Isya’, seakan-akan ia bangkit sholat sunnah separuh malam. Barangsiapa yang menghadiri
sholat Shubuh, seakan-akan ia sholat sunnah semalam suntuk”. [HR. Malik dalam AlMuwaththo’ via At-Tamhid (4/232) karya Ibnu Abdil Barr, cet. Al-Faruq Al-Haditsah]
Seorang Gubernur kota Makkah yang bernama Attab bin Usaid Al-Umawiy-radhiyallahu

anhu- pernah berkaata, “Wahai penduduk Makkah, demi Allah tak ada yang sampai berita salah
seorang diantara kalian ada yang tertinggal sholat di masjid, kecuali aku akan tebas lehernya”.
[Lihat Ash-Sholah(hal.122) karya Ibnul Qoyyim, dan Ghoyah Al-Maram bi Akhbar Sulthonah
Al-Haram (1/18-19) karya Izzuddin Al-Hasyimiy Al-Qurosiy]
Usai membawakan kisah ini, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah-rahimahullah- berkata, “Para
sahabat Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- berterima kasih kepadanya atas sikap seperti
ini, menambahkan bagi ketinggian derajat di mata mereka. Pendapat yang kami taat kepada
Allah karenanya, tidak boleh bagi seorangpun tertinggal dari sholat jama’ah di masjid, kecuali
karena ada halangan ”. [Lihat Ash-Sholah wa Hukm Tarikiha (hal. 122) karya Ibnul Qoyyim,
takhrij Usamah bin Abdul Alim, cet. Dar Ibnu Rajab, 1423 H]
Inilah secuplik gambaran kerinduan generasi terbaik (salaf) dari kalangan sahabat, tabi’in, dan
tabi’ut tabi’in. Semoga kisah kehidupan mereka bisa kita teladani sehingga dikumpulkan oleh
Allah bersama mereka di dalam surga.
Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 49 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas.
Alamat : Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP :
08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah
Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc.
Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary
(085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)