BANJIR TERUS MELANDA DI SEJUMLAH DAERAH

BANJIR TERUS MELANDA DI SEJUMLAH DAERAH
DI INDONESIA
David Baniardy Nurrahman
[email protected]
Abstrak
Hampir seluruh negara di dunia mengalami masalah banjir, tidak
terkecuali di negara-negara yang telah maju sekalipun. Masalah tersebut mulai
muncul sejak manusia bermukim dan melakukan berbagai kegiatan di kawasan
yang berupa dataran banjir (flood plain) suatu sungai. Kondisi lahan di
kawasan ini pada umumnya subur serta menyimpan berbagai potensi dan
kemudahan sehingga mempunyai daya tarik yang tinggi untuk dibudidayakan.
Oleh karena itu, kota-kota besar serta pusat-pusat perdagangan dan kegiatankegiatan penting lainnya seperti kawasan industri, pariwisata, prasarana
perhubungan dan sebagainya sebagian besar tumbuh dan berkembang di
kawasan ini. Banjir adalah aliran yang relatif tinggi, dan tidak tertampung oleh
alur sungai atau saluran. Aliran yang dimaksud disini adalah aliran air yang
sumbernya bisa dari mana saja. Dan air itu keluar dari sungai atau saluran
karena sungai atau salurannya sudah melebihi kapasitasnya. Banjir terjadi
karena sumber-sumber air tersebut tidak mampu lagi menampung banyaknya
air, baik air hujan, salju yang mencair, maupun air pasang sehingga air meluap
melampaui batas-batas sumber air. Air yang meluap tersebut juga tidak
mampu diserap oleh daratan di sekitarnya sehingga daratn menjadi tergenang.

Hujan yang sangat deras dalam jangka waktu yang lama adalah penyebab
umum terjadinya banjir di dunia.
Selain memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, dataran banjir
juga mengandung potensi yang merugikan sehubungan dengan terdapatnya
ancaman berupa genangan banjir yang dapat menimbulkan kerusakan dan
bencana. Seiring dengan laju pertumbuhan pembangunan di dataran banjir
maka potensi terjadinya kerusakan dan bencana tersebut mengalami
peningkatan pula dari waktu ke waktu.

Kata Kunci : Banjir, Indonesia, Genangan, Sungai, Bencana.

PENDAHULUAN
Secara umum, Indonesia dilalui oleh Lempeng Eurasia, Australia dan
Pasifik yang selalu bergerak. Pertemuan antar lempeng itu dalam jangka
panjang akan menghimpun energi. Pada saat energi itu dilepaskan, maka
terjadilah gempa bumi dengan atau tanpa potensi tsunami. Tidak terkecuali di
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Aktivitas tersebut dicerminkan oleh
sebaran pusat gempa bumi baik di darat maupun di lautan. Gempa bumi
dangkal berkekuatan lebih besar atau sama dengan 6 Skala Richter berpeluang
besar terjadi di perairan selatan Pulau Jawa, sedangkan gempabumi

berkekuatan lebih atau sama dengan 7 Skala Richter dapat terjadi di lantai
Samudera Hindia. Pada 27 Mei 2006, gempa bumi besar berkekuatan 5,9 skala
Richter mengakibatkan kerusakan yang besar terhadap daerah ini dan
kematian sedikitnya 3.000 penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selain itu, negara kita juga memiliki sekitar 250 lebih gunungapi aktif yang
pada saat-saat tertentu dalam meletus dan menimbulkan bencana (Munawar,
2008). Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan wilayah
yang tergolong kompleks jika ditinjau dari aspek fisiknya. Kondisi geomorfologi
dan geologinya cukup beragam. Wilayah DIY memiliki 8 bentuklahan, yaitu
bentukan asal volkanik, fluvial, marin, denudasional, solusional, struktural,
aeoline, dan antropogenik. Hal tersebut tentunya juga berpengaruh kepada
kondisi hidrologinya. Wilayah DIY yang terbagi menjadi empat kabupaten dan
satu kota memiliki ciri khas masing-masing pada daerah tersebut, baik dalam
proses alam yang terjadi maupun respon dari masyarakat dan kehidupan
sosialnya.
Kota Yogyakarta, selain memiliki kerawanan bencana terhadap potensi
bencana letusan gunungapi, juga berpotensi terhadap bencana banjir. Bencana
tersebut tidak separah banjir yang melanda Jakarta ataupun Semarang.
Beberapa sungai yang melewati Kota Yogyakarta, yaitu Sungai Winongo,
Sungai Code, Sungai Gajah Wong. Pada musim hujan berpotensi menimbulkan

banjir dan tanah longsor di daerah aliran sungai. Bencana longsor dan banjir
mengancam kehidupan masyarakat di bantaran sungai. Sempitnya wilayah dan
tingginya kebutuhan ruang hidup akibat semakin meningkatnya pertumbuhan
penduduk khususnya penduduk urban, berpotensi adanya permukiman liar di
lahan yang seharusnya bukan untuk tempat tinggal. Perkembangan terkini
menunjukkan bahwa beberapa bantaran sungai telah dipadati permukiman
penduduk, padahal bencana banjir dan tanah longsor mengancam keselamatan
mereka.
Bahaya banjir tidak hanya berupa banjir dari meluapnya air sungai,
namun juga adanya banjir lahar dingin. Hal ini terjadi karena keberadaan
Gunung Merapi sebagai hulu dari sungai-sungai tersebut yang masih aktif dan
terus mengeluarkan material, terlebih jika sedang fase erupsi. Banjir lahar
dingin dapat diartikan sebagai banjir yang diakibatkan oleh gugurnya atau

hanyutnya lahar dingin yang mengendap di kubah gunung, sebagai akibat dari
hujan yang terjadi di wilayah gunung tersebut. Endapan lahar yang masih ada
di sekitar gunung akan hanyut dan mengalir melalui sungai dan berdampak
pada penduduk yang berada sepanjang bantaran sungai. Banyak rumah yang
rusak atau hanyut terkena terjangan banjir lahar dingin tersebut.
Potensi bencana yang lain yaitu degradasi lingkungan. Masalah kualitas

air di kota Yogyakarta semakin menurun. Kondisi ini lebih popular dengan
istilah pencemaran air. Hal ini diakibatkan dari hasil dari buangan limbah
industri dan rumah tangga yang tidak mengindahkan aturan pembuangan.
Tidak hanya pencemaran air saja, pencemaran yang terjadi di kota ini sudah
merambat ke pencemaran udara dan tanah. Pada umumnya, pencemaran
udara lebih diakibatkan karena polusi kendaraan bermotor. Jumlah kendaraan
bermotor di Kota Yogyakarta dari tahun ke tahun jumlahnya semakin
meningkat. Pencemaran tanah terkait dengan pencemaran air karena sumber
pencemarnya biasanya sama, hanya saja pencemaran tanah terjadi setelah
adanya proses pengendapan dari pencemaran air. Sebagai contoh air sungai
yang meluap ke bantaran sungai di mana air sungai tersebut sudah tercemar
dan akhirnya mengendap di bantaran tersebut.

Rumusan Masalah :
1. Apakah penyebab terjadinya banjir ?
2. Bagaimana cara pencegahan banjir ?
3. Apa dampak yang terjadi dari bencana banjir ?

PEMBAHASAN
1. PENYEBAB TERJADINYA BANJIR DI YOGYAKARTA


Perlu benar kita sadari bahwa banjir itu melibatkan air, udara dan bumi.
Ketiga hal itu hadir di alam ini dengan mengikuti hukum-hukum alam tertentu
yang selalu dipatuhinya. Seperti: air mengalir dari atas ke bawah, apabila air
ditampung di suatu tempat dan tempat itu penuh sedang air terus dimasukkan
maka
air
akan
meluap,
dan
sebagainya.
Karena manusia dapat mempengaruhi debit aliran permukaan dan dapat
mempelajari karakter aliran sungai, maka berkaitan dengan banjir kita dapat
mengatakan bahwa manusia dapat memilih takdirnya sendiri.

Secara logika, adapun penyebab terjadinya banjir disebabkan oleh ;
1. Sungai atau saluran irigasi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, bisa
disebabkan karena tumpukan sungai, atau penggunaan sebagian area hunian.
2. Pedangkalan atau pengecilan ukuran sungai, proses pengerukan dengan
alat berat seperti excavator membutuhkan lahan kosong dipinggir sungai

sebagai jalan alat berat. Jadi pengerukan atau istilah formalnya normalisasi
sungai akan mengalami kesulitan.
3. Pintu air tidak berfungsi dengan baik.
4. Pembagian area banjir untuk mengantisipasi wilayah ring 1 agar tidak
kebanjiran, misalnya Istana Negara atau area perkantoran pemerintah lainnya.

Dengan begini maka ada sebagian debit banjir yang harus dipindahkan dan
ditanggung daerah lainnya.
5. Budaya masyrakat atau pengusaha yang kurang peduli atau tidak cinta
lingkungan, bisa dibuktikan dengan rusaknya beberapa air sungai di Jakarta,
saluran yangsebelumnya terisi air hijau menyegarkan kini berubah menjadi air
hitam pekat yang penuh sampah dan bau.
Secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya banjir.
Faktor-faktor tersebut adalah kondisi alam (letak geografis wilayah, kondisi
toporafi, geometri sungai dan sedimentasi), peristiwa alam (curah hujan dan
lamanya hujan, pasang, arus balik dari sungai utama, pembendungan aliran
sungai akibat longsor, sedimentasi dan aliran lahar dingin), dan aktifitas
manusia (pembudidayaan daerah dataran banjir), peruntukan tata ruang di
dataran banjir yang tidak sesuai dengan fungsi lahan, belum adanya pola
pengelolaan dan pengembangan dataran banjir, permukiman di bantaran

sungai, sistem drainase yang tidak memadai, terbatasnya tindakan mitigasi
banjir, kurangnya kesadaran masyarakat di sepanjang alur sungai,
penggundulan hutan di daerah hulu, terbatasnya upaya pemeliharaan.1

2. CARA PENCEGAHAN BANJIR
Apabila kita tidak ingin terkena banjir maka perlu melakukan hal-hal berikut ini:
1. Jangan bertempat tinggal di daerah yang secara alamiah merupakan
tempat penampungan air bila aliran sungai meluap, seperti di dataran
tepi sungai yang akan dilalui oleh air sungai bila debitnya meningkat, di
dataran banjir di sepanjang aliran sungai yang akan digenangi air bila air
sungai meluap ketika curah hujan tinggi di musim hujan, atau di rawarawa.
2. Jangan merusak hutan di daerah peresapan air di pegunungan atau
perbukitan, karena lahan yang terbuka akan meningkatkan aliran
permukaan yang menyebabkan banjir di waktu yang sebenarnya tidak
terjadi banjir, atau memperhebat banjir yang biasanya terjadi.
3. Menjaga alur tetap baik sehingga aliran air sungai lancar. Alur sungai
yang menyempit atau terbendung akan menyebabkan banjir.
4. Untuk daerah pemukiman atau perkotaan, kita harus menjaga saluran
drainase agar tetap baik dan tidak tersumbat sehingga dapat berfungsi
sebagaimana mestinya menyalurkan air hujan yang turun atau

menyalurkan aliran permukaan ke sungai-sungai atau saluran yang lebih
besar.
5. Itulah hal-hal yang perlu dilakukan agar manusia tidak terkena banjir
atau memilih takdirnya untuk tidak kena banjir.
1 Muhammad Erwin, SH.,Mhum, 2011, Hukum Lingkungan dalam sistem kebijaksanaan pembangunan lingkungan
hidup, Refika Aditama, Bandung, Hlm. 40

Pada 2001, tinjauan menyeluruh terhadap keterkaitan antara tata kelola
pemerintahan yang baik dengan pengelolaan lingkungan hidup dan SDA
merupakan suatu mandat yang diperintahkan oleh TAP MPR No. IX Tahun 2001
tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA. Sampai saat ini, belum ada
indikasi Kementerian dan Lembaga memprakarsai pelaksanaan dari mandat
TAP MPR ini.2
Untuk dapat memilih takdir tidak terkena banjir, manusia tidak dapat berdiri
sendiri, melainkan harus bekerjasama. Skala kerjasama bisa dalam satu
komplek pemukiman, satu kota, satu DAS (Daerah Aliran Sungai) dan bahkan
harus seluruh umat manusia. Kementerian Kehutanan dengan pengawasan dan
dukungan dari masyarakat sipil dapat lebih mendorong gerakan hukum
lingkungan di bidang sumber daya alam yang lebih memiliki keberpihakan
terhadap dimensi ekosentrisme dan masyarakat marjinal.3

Kerjasama seluruh manusia yang tinggal di suatu DAS diperlukan untuk
dapat mengatasi masalah banjir yang melibatkan suatu sistem tata air yang
melibatkan suatu DAS. Untuk banjir yang terjadi di suatu kawasan pemukiman
atau kota karena buruknya drainase, maka perlu kerjasama seluruh penghuni
pemukiman atau kota tersebut dalam arti yang seluas-luasnya, baik itu
kerjasama antar anggota masyarakat, kerjasama antara masyarakat dan
pemerintah, dan kerjasama antar instansi pemerintah, serta kerjasaman antara
eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dari segi lingkungan hidup, orang jawa
cenderung melihat hutan sebagai hambatan pertanian, sedangkan banyak
suku di luar yang melihat peranan penting hutan agar tidak menyebabkan
banjir atau lebih tepatnya untuk menyerap aliran air 4. Misalnya: apabila
masyarakat dihimbau tidak membuang sampah sembarangan, tentu
pemerintah harus menyediakan tempat pembuangan sampah yang memadai
dan selalu mengangkutnya ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir); bila Dinas
Kebersihan membutuhkan tambahan armada pengangkut sampah maka
Pemerintah harus memenuhinya; dan sebagainya.
3. DAMPAK YANG DITIMBULKAN DARI BANJIR

Banjir yang terjadi selalu menimbulkan kerugian bagi mereka yang terkena
banjir baik secara langsung maupun tidak langsung yang dikenal sebagai

dampak banjir.
Dampak banjir akan dialami langsung oleh mereka yang rumah atau
lingkungannya terkena air banjir. Jika banjir berlangsung lama akan sangat
merugikan karena aktivitas akan banyak terganggu.
Segala aktivitas tidak nyaman dan lingkungan menjadi kotor yang
berdampak kurangnya sarana air bersih dan berbagai penyakit mudah sekali
menjangkiti warga yang terserang banjir.
Disisi lain, dampak yang ditimbulkan dari bencana ini adalah penyakit. Ya
penyakit yang dibawa oleh banjir tersebut. Dampak banjir yang terjadi sering
kali menganggu kesehatan lingkungan dan kesehatan warga. Lingkungan tidak
2 Mas Achmad Santosa, 2014, Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Volume 01 Issue 01, Jakarta,.
3 Ibid
4 Lusi Utama, Kajian Kerentanan Kawasan Berpotensi Banjir,Karang Padang

sehat karena segala sampah dan kotoran yang hanyut seringkali mencemari
lingkungan . Manusia dalam hidupnya harus melindungi dan mengamankan
“alam” agar dapat terselenggara secara teratur, dan pasti, agar dapat diikuti
semua pihak maka perlu perlingdungan dan pengamanan yang dituang dalam
hukum.5
Sampah-sampah terbawa air dan membusuk mengakibatkan penyakit

gatal-gatal di kulit, dan lalat banyak beterbangan karena sampah yang
membusuk sehingga sakit perut juga banyak terjadi. Sumber air bersih
tercemar sehingga mereka yang terkena banjir kesulitan air bersih dan
mengkonsumsinya karena darurat, sebagai penyebab diare.

KESIMPULAN
Bencana banjir secara terpadu dan berkelanjutan, pembentukan tim siap
siaga bencana bencana banjir disertai penempatan tim di pos pantau bencana
banjir, mempersiapkan dan meningkatkan kelengkapan logistik darurat
bencana banjir, dan penyiapan peta resiko bencana banjir sebagai bahan
sosialisasi kepada masyarakat. Pengembangan kapasitas masyarakat untuk
siap siaga banjir dilakukan dengan upaya pembuatan jalur evakuasi dalam
mempermudah proses evakuasi penduduk saat terjadi banjir sebagai upaya
adaptasi baru dan menjadi upaya kesiapsiagaan yang paling ditekankan.
Pembuatan jalur evakuasi dilakukan dengan memberikan signage dari wilayah
permukiman terdampak hingga menuju kamp evakuasi terdekat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Erwin, Muhammad SH.,Mhum, 2011, Hukum Lingkungan dalam sistem kebijaksanaan
pembangunan lingkungan hidup, Refika Aditama, Bandung, Hlm. 40
2. Santosa, Mas Achmad, 2014, Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Volume 01 Issue 01, Jakarta,.
3. Utama, Lusi, Kajian Kerentanan Kawasan Berpotensi Banjir,Karang Padang
4. Muchtar, Masrudi SH., MH., 2016, Hukum Kesehatan Lingkungan, Pustaka Baru Press, Yogyakarta,
Hlm.170

5 Masrudi Muchtar SH., MH., 2016, Hukum Kesehatan Lingkungan, Pustaka Baru Press, Yogyakarta, Hlm.170