Peranan bakteri probiotik pada performa produksi dan kualitas telur yang diinfeksi Salmonella enteritidi

PERANAN BAKTERI PROBIOTIK PADA PERFORMA
PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR YANG
DIINFEKSI Salmonella enteritidis

SKRIPSI
DIMAS LEDDA TRI GUMILANG

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

2

RINGKASAN
Dimas Ledda Tri Gumilang. D14062480. 2013. Peranan Bakteri Probiotik Pada
Performa Produksi dan Kualitas Telur yang Diinfeksi Salmonella Sp. Skripsi.
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, M.S
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Bram Brahmantyo, M.Si

Telur ayam merupakan bahan makanan asal hewan yang memiliki kandungan
gizi sangat tinggi dengan asam-asam amino seimbang, lemak, vitamin dan mineral.
Telur ayam layak konsumsi adalah telur yang sehat dan berasal dari ayam petelur
sehat. Faktor yang mempengaruhi kesehatan ayam petelur adalah bibit ayam bebas
dari penyakit, pakan berkualitas dan kuantiítas sesuai kebutuhan dan manajemen
pemeliharaan yang tepat. Penyakit yang sering menyerang ayam petelur sehingga
mempengaruhi produksi telur dan meningkatkan mortalitas adalah infeksi
Salmonella. Pencegahan infeksi bakteri Salmonella dapat dilakukan dengan
pemberian antibiotik dalam pakan ternak. Dewasa ini pemakaian antibiotik
dikurangi dan menggantinya dengan probiotik.
Probiotik adalah mikroba
nonpatogenik yang ketika dicerna menghasilkan pengaruh positif pada kesehatan dan
fisiologi inang yang merangsang sistem kekebalan tubuh. Bakteri probiotik inilah
diharapkan dapat bekerja aktif melawan serangan Salmonella, sehingga telur yang
dihasilkan tidak terkontaminasi dan dapat aman dikonsumsi oleh manusia. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui peranan bakteri probiotik pada performa produksi
dan kualitas telur ayam yang diinfeksi Salmonella enteritidis transovarian.
Penelitian ini dilaksanakan di kandang unggas, unit unggas Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan September sampai Oktober 2010.
Ternak yang digunakan sejumlah 60 ekor untuk empat perlakuan dan tiga ulangan

dengan masing-masing ulangan sejumlah lima ekor. Perlakuan pertama (P1), tanpa
pemberian probiotik dan infeksi Salmonella enteritidis. Perlakuan kedua (P2), ternak
diinfeksi S. enteritidis sebanyak 1 ml setiap hari mulai hari ke-5 sampai hari ke-10
per-oral. Perlakuan ketiga (P3), pemberian probiotik satu kali per-oral sejumlah 1
ml/ekor dengan dosis 109 cfu/ml pada hari pertama sampai akhir pemeliharaan, pada
hari ke-5-10 diinfeksi S. enteritidis sebanyak 1 ml/ekor dosis 106 cfu/ml. Perlakuan
keempat (P4), pemberian probiotik dua kali per-oral sejumlah 1 ml/ekor dosis
sebesar 109 cfu/ml, pada hari ke 5-10 diinfeksi S. enteritidis per-oral sebanyak 1
ml/ekor dosis 106 cfu/ml.
Peubah yang diamati untuk konsumsi pakan, konversi pakan, produksi telur
hen-day, bobot telur, haugh unit, bobot albumen, bobot yolk dan bobot kerabang
telur. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan uji T untuk
melihat pengaruh perlakuan. Konsumsi dan presentase hen day perlakuan P3 tidak
berbeda dengan P1, pemberian probiotik pada ternak yang diinfeksi S. enteritidis
membantu proses penyembuhan. Perlakuan P2 konsumsi pakannya meningkat
karena infeksi S. enteritidis mengakibatkan tubuh berupaya mengembalikan kondisi
tubuhnya. Perlakuan P4, konsumsi pakan dan produksi telur hen day tidak berbeda
dengan P2 karena infeksi S. enteritidis dan pemberian probiotik dua kali
mempercepat pengembalian kondisi dan meningkatkan produksi telur. Pemberian


3

probiotik asam laktat dapat meningkatkan produktivitas ayam petelur dengan
mengembalikan kesehatan dari serangan S. enteritidis.
Kata-kata kunci : Salmonella entritidis, probiotik, ayam petelur, hen-day, kualitas
telur

4

ABSTRACT
Probiotic Function at Layer Production Performance
and Egg Quality was Infected Salmonella enteritidis
Gumilang, D.L.T., N. Ulupi and B. Brahmantiyo
The Salmonella disease is mostly found in laying hens that effect on egg production
and increased mortality. Prevention of Salmonella infection can be conducted with
probiotics. Probiotics are non pathogenic microbes which when ingested produces a
positive effect on the health and physiology of the host that stimulates the immune
system. This study aimed to determine the role of probiotic bacteria on the
production performance and egg quality of laying hens that infected by Salmonella
enteritidis transovarian. This research was conducted in the poultry cages, poultry

unit of the Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University in September to
October 2010. 60 head of laying hens were used for four treatments and three
replications with each replication of five heads. The first treatment (P1), the control
treatment, a second treatment (P2), hens were infected with S. enteritidis. Treatment
three (P3), hens were infected with S. enteritidis and given probiotics once.
Treatment fourth (P4), hens were infected with S. enteritidis and given
probiotics twice. Feed intake, feed conversion, hen-day egg production, egg weight,
Haugh unit, albumen weight, yolk weight and egg shell weight were observed.
Research using completely randomized design (CRD) and the T test to see the effect
of treatment. Feed consumption and percentage of hen day egg production were not
difference between treatment P1 and P3, giving probiotics in animals which was
infected with S. enteritidis help the healing process. P2 treatment increased feed
consumption due to infection S. enteritidis resulted in efforts to recovery condition of
laying hens. P4 treatment, feed intake and hen day egg production were not different
from the P2 because of infection S. enteritidis and given probiotics twice can
accelerate recovery of laying hens conditions. Lactic acid probiotic can increase the
productivity of laying hens by recovery of laying hens form attacking of S.
enteritidis.
Key words: Salmonella enteritidis, probiotics, laying hens, hen-day, egg quality


5

PERANAN BAKTERI PROBIOTIK PADA PERFORMA
PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR YANG
DIINFEKSI Salmonella enteritidis

DIMAS LEDDA TRI GUMILANG
D14062480

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
6


Judul

: Peranan Bakteri Probiotik pada Performa Produksi dan Kualitas
Telur yang Diinfeksi Salmonella enteritidis.

Nama

: Dimas Ledda Tri Gumilang

NIM

: D14062480

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

Pembimbing Anggota,

(Ir. Niken Ulupi, M.S)

NIP: 19570129 19830 2 001

(Dr. Ir. Bram Brahmantiyo, M.Si )
NIP: 19650506 199003 1 002

Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc )
NIP: 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 26 Februari 2013

Tanggal Lulus :

7

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Dimas Ledda Tri Gumilang, lahir di Tangerang, tepatnya

pada tanggal 21 April 1988. Penulis adalah anak dari pasangan Bambang Sukamto
dan Sugeng Hartami. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) tahun 2000 di SDN 2
Palapa Lampung, pendidikan lanjutan menengah pertama (SMP) diselesaikan pada
tahun 2003 di SLTP Negeri 2 Medan, dan pendidikan lanjutan menengah atas (SMA)
diselesaikan tahun 2006 di SMA YPI 45 Bekasi.

Penulis diterima sebagai

mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI (Undangan
Seleksi Masuk IPB) dan diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor tahun 2007.
Selama mengikuti jenjang pendidikan, penulis aktif di berbagai organisasi dari
kegiatan kemahasiswaan, meliputi staf komisi Advokasi DPM-D (Dewan Perwakilan
Masyarakat) Fapet IPB periode 2007-2008, staf divisi pengembangan organisasi
HIMAPROTER (Himpunan Mahasiswa Produksi Peternakan) Fapet IPB periode
2008-2009, anggota Teater Kandang Fapet IPB.

Penulis juga telah mengikuti


program kewirausahaan CDA rektorat IPB untuk usaha budidaya ayam broiler.
Penulis juga aktif mengikuti pelatihan dan seminar diantaranya Pelatihan Pengolahan
Hasil Peternakan pada tahun 2007, Stadium General MK Pengelolaan Kesehatan
Ternak Tropis pada tahun 2008, serta Pelatihan “Peningkatan Softskill” tahun 2008.

8

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah pada Illahi Rabbi, Tuhan yang merajai langit dan Bumi.
Atas kehendak dan petunjuk-Nya penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi
dengan judul Peranan Bakteri Probiotik pada Performa Produksi dan Kualitas Telur
yang Diinfeksi Salmonella spp.

Sebuah karya ilmiah yang bagi penulis bukan

sekedar sebagai persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Peternakan belaka, namun
lebih sebagai anugerah dari Allah SWT yang mengajarkan umat manusia melalui
utusanNya Khair Al Anam Muhammad SAW di berbagai bidang ilmu sehingga
mereka terangkat derajatnya.
Skripsi ini merupakan hasil studi penelitian peranan bakteri probiotik

(Lactobacillus spp.) terhadap performa produksi dan kualitas ayam petelur yang
diinfeksi Salmonella enteritidis. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang peranan bakteri probiotik untuk menanggulangi bakteri infeksi Salmonella
spp. yang nantinya akan diaplikasikan di masyarakat.
Selesainya penulisan dan penyusunan skripsi ini bukan berarti penulis telah
menyempurnakan tugas akhirnya. Penulis menyadari bahwa apa yang telah ditulis
ini masih jauh dari kesempurnaan, karenanya kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan demi mencapai kebenaran. Semoga semua yang tertuang
dalam tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2013
Penulis

9

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN...............................................................................................

i


ABSTRACT...................................................................................................

ii

LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................

iv

RIWAYAT HIDUP .......................................................................................

v

KATA PENGANTAR ...................................................................................

vi

DAFTAR ISI..................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL..........................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….. ......

ix

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………......

x

PENDAHULUAN .........................................................................................

1

Latar Belakang ...................................................................................
Tujuan ................................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................

3

AyamPetelur ......................................................................................
Telur ...................................................................................................
Performa Ayam petelur ......................................................................
Produksi Telur .........................................................................
Konsumsi Ransum...................................................................
Konversi Ransum ....................................................................
Mortalitas ................................................................................
Bobot Telur .............................................................................
KualitasTelur ...........................................................................
Haugh Unit ..............................................................................
Albumen ..................................................................................
Kuning Telur ...........................................................................
Kerabang Telur ........................................................................
Probiotik.............................................................................................
Bakteri Asam Laktat................................................................
Lactobacillus spp.....................................................................
BakteriPatogen ...................................................................................
Salmonella spp ........................................................................

3
3
4
4
4
5
5
6
6
8
8
8
9
9
10
11
12
12

MATERI DAN METODE .............................................................................

14

Lokasi dan Waktu ..............................................................................
Materi .................................................................................................
Prosedur .............................................................................................

14
14
15

10

Rancangan dan Analisa Data .............................................................

16

HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................

18

Performa Produksi .........................................................................................
Konsumsi Ransum …………………………………………..
Konversi Ransum ....................................................................
Hen Day……………………………………………...............
Bobot Telur………………………………… .........................
Kualitas Produksi ...........................................................................................
Haugh Unit………………………… ......................................
Persentase Albumen………………………………… ............
Persentase Yolk……………………………………… ...........
Persentase Kerabang Telur………………………………… ..

18
18
19
20
21
22
22
23
24
25

KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................

27

Kesimpulan ........................................................................................
Saran .................................................................................................

27
27

UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................

28

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

29

LAMPIRAN...................................................................................................

33

11

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Komposisi Bahan Pakan yang Digunakan………………………….

15

2. Performa Ayam Petelur…………………………………………….

18

3. Kualitas Telur yang Diamati……………………………………….

22

12

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Cage Pemeliharaan ..........................................................................

34

2. Pakan Gold Coin Ayam Petelur……………………………… .......

34

3. Ayam Petelur yang Diberikan Perlakuan ……………………........

34

4. Telur yang Dikoleksi...………………………………………… ....

34

5. Telur Perlakuan yang Diuji Laboratorium………………… ...........

34

6. Ayam Petelur yang Dipotong…………………………………… ..

34

13

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Sidik Ragam Perlakuan terhadap Konsumsi Pakan………..........

32

2. Sidik Ragam Perlakuan terhadap Konversi Pakan……………...

32

3. Sidik Ragam Perlakuan terhadap Hen day…………………………

32

4. Sidik Ragam Perlakuan terhadap Bobot Telur………………….

32

5. Sidik Ragam Perlakuan terhadap Haugh Unit…………………….

32

6. Sidik Ragam Perlakuan terhadap Persentase Berat Albumen…..

32

7. Sidik Ragam Perlakuan terhadap Persentase Berat Yolk……….

33

8. Sidik Ragam Perlakuan terhadap Persentase Berat Kerabang…..

33

14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telur ayam merupakan bahan makanan asal peternakan yang memiliki
kandungan gizi tinggi serta seimbang. Telur memiliki kandungan gizi yang sangat
tinggi karena di dalamnya terdapat asam-asam amino yang seimbang, protein
hewani, lemak, vitamin dam mineral. Asam-asam amino yang terkandung di dalam
telur terdapat dalam proporsi yang seimbang sehingga dapat melengkapi kebutuhan
makanan bagi manusia. Telur ayam merupakan pangan asal hewani yang memiliki
daya cerna oleh yang tinggi, sekitar 96% protein pada telur dapat termanfaatkan
secara sempurna oleh tubuh. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan
ayam petelur seperti bibit bebas penyakit, pakan yang sesuai kebutuhan konsumsi
ternak, dan manajemen pemeliharaan yang tepat dalam suatu peternakan ayam
petelur tersebut.
Di beberapa negara masih terdapat kasus telur yang kurang sehat untuk
dikonsumsi oleh masyarakat.

Penyakit yang sering menyerang ayam petelur

sehingga mempengaruhi produksi telur dan menaikkan angka mortalitas, salah
satunya adalah penyakit yang disebabkan infeksi Salmonella. Pencegahan infeksi
Salmonella sangat penting dilakukan, dikarenakan infeksi Salmonella dapat
menyebabkan kualitas telur menurun.

Salmonella bersifat transovarian artinya

bakteri ini dapat menembus dinding telur dan berkembang biak di dalamnya,yang
menyebabkan telur terkontaminasi menjadi media penyebaran penyakit pada
manusia bila dikonsumsi.

Salah satu cara untuk mencegah infeksi bakteri

Salmonella adalah melalui penggunaan obat antibiotik yang terkandung dalam pakan
ternak.
Penggunaan antibiotik dalam pakan ternak dapat mencegah bakteri
Salmonella. Pemakaian antibiotik di dalam industri perunggasan ditujukan untuk
meningkatkan pertumbuhan, efisiensi pakan, dan mengurangi penyakit (Donghue,
2003), akan tetapi penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan dosis yang
dianjurkan ternyata dapat membahayakan kesehatan ternak dan manusia yang

1

mengkonsumsinya. Hal ini dikarenakan bakteri yang resisten terhadap antibiotik
tertentu dan dapat berpindah

pada manusia (Chapman dan Johnson, 2002).

2

Dewasa ini terdapat cara yang terbilang baik untuk mengganti pemakaian
antibiotik, yaitu dengan cara penambahan bakteri probiotik.

Probiotik adalah

mikroba nonpatogenik yang ketika dicerna menghasilkan pengaruh positif pada
kesehatan dan fisiologi inang.

Bakteri probiotik dapat mempengaruhi secara

langsung maupun tidak langsung dengan merangsang sistem kekebalan tubuh
makhluk hidup (de Water, 2003). Nilai probiotik dan terapeutik yang berasosiasi
dengan mikroba starter dalam susu fermentasi yaitu : membentuk mikroflora normal
usus dengan mekanisme memproduksi inhibitor dan merangsang sistem kekebalan
tubuh inang (Adolfsson et al., 2004). Bakteri probiotik inilah diharapkan dapat
bekerja aktif melawan serangan Salmonella, sehingga telur yang dihasilkan tidak
terkontaminasi dan dapat aman dikonsumsi oleh manusia.
Tujuan
Mengetahui peranan bakteri probiotik pada performa produksi dan kualitas
telur ayam yang diinfeksi Salmonella enteritidis transovarian.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Petelur
Ayam petelur adalah ayam yang dibudidayakan khusus untuk menghasilkan
telur.

Saat ini terdapat dua kelompok ayam petelur yaitu tipe medium yang

umumnya bertelur kerabang cokelat dan tipe ringan yang umumnya bertelur
kerabang putih (North dan Bell, 1990).

Ayam petelur merupakan ayam yang

dipelihara dan diseleksi khususnya untuk menghasilkan telur (Amarullah, 2004).
Ayam yang dipelihara sekarang ini termasuk ke dalam subspecies Gallus gallus
domesticus, sedangkan yang masih liar ada empat spesies yaitu (1) Gallus gallus
(Red Jungle Fowl memiliki penyebaran yang sangat luas mulai dari Pakistan ke
China, Hainan, India, Burma, dan pada pulau-pulau seperti Sumatra, Jawa, dan Bali),
(2) Gallus lafayetti (Ceylon Jungle Fowl di Sri Lanka), (3) Gallus sonneratti (Grey
Jungle Fowl di India barat daya), dan (4) Gallus varius (Green Jungle Fowl di Jawa,
Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, dan pulau kecil di sekitarnya) (Crawford, 1993 ;
Dwiyanto dan Prijono, 2007).
Fase pemeliharaan ayam petelur berdasarkan kebutuhan zat makanannya
ada tiga yaitu fase starter mulai umur 0-6 minggu, fase grower mulai umur 6-18
minggu dan fase layer di atas umur 18 minggu (National Research Council, 1994).
Lebih lanjut lagi, menurut Wahju (1997) fase layer juga dapat dibagi ke dalam dua
fase produksi. Fase I ayam mulai bertelur pada umur 22 minggu, bobot badan 1350
g dan konsumsi pakan sebanyak 75 g/ekor/hari. Selama 20 minggu dari periode 2242 minggu diharapkan ayam mencapai puncak produksi ±85% - 90%, bobot badan
sampai ±1.800 g dan berat telur naik dari 40 g/butir menjadi 56 g/butir. Fase I
adalah periode kritis dimana kebutuhan zat makanan harus terpenuhi dengan baik
sehingga dapat berproduksi dengan baik juga. Fase II mulai umur 42-72 minggu dan
ayam telah mencapai bobot badan yang tetap.
Telur
Menurut Sirait (1986), telur adalah salah satu bahan makanan asal ternak
yang dikenal bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti asam-asam amino yang lengkap dan
seimbang, vitamin serta mempunyai daya cerna tinggi. Menurut Anggorodi (1985),

4

telur mempunyai kandungan gizi yang sangat tinggi, karena di dalamnya terkandung
protein, lemak, mineral dan zat nutrisi lainnya. Asam-asam amino esensial yang
terkandung di dalam sebutir telur terdapat dalam jumlah banyak seimbang, sehingga
protein telur dapat digunakan untuk melengkapi kebutuhan makanan lain.
Sturktur telur terdiri atas kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula), membran
kulit telur, putih telur (albumen), kuning telur (yolk), bakal anak ayam, dan kantung
udara (Romanoff dan Romanoff, 1963). Menurut Etches (1996), sebutir telur ayam
terdiri dari 32% - 35% kuning telur, 52% - 58% putih telur, dan 10% - 13% kerabang
telur. Telur mengandung 60% air, 12% protein, 11% lemak, dan 10% ion inorganik
(Buttery dan Lindsay, 1980).
Perfoma Ayam Petelur
Produksi telur
Masa bertelur mulai dihitung setelah ayam berproduksi 5% hen day hingga
lebih rendah dari 50%

hen day. Hen day adalah suatu ukuran efisiensi teknis

produksi telur yang membandingkan antara produksi hari itu dengan jumlah ayam
yang hidup hari tersebut. Hen day dipengaruhi oleh kualitas ransum, strain ayam
serta cara pemeliharaan (Rasyaf, 2001).
Produksi harian (hen day production) adalah salah satu produksi telur dalam
suatu kelompok ayam petelur yang didasarkan atas persentase produksi telur dengan
jumlah ayam petelur selama pencatatan (Anggorodi, 1985). Scott et al. (1982)
menyatakan, bahwa ras ayam tipe medium mulai bertelur pada umur 20-22 minggu
dengan lama produksi sekitar 15 bulan. Selanjutnya mencapai puncak produksi pada
umur sekitar 28-30 minggu dan mengalami penurunan dengan perlahan sampai tiba
saatnya untuk diafkir. Menurut Wahju (1997), pada umur ayam 22 minggu produksi
telur naik dengan tajam dan mencapai puncaknya pada umur 32-36 minggu.
Konsumsi Ransum
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi pakan ayam
petelur yaitu adalah strain bibit, musim tahunan, manajemen, tingkat penyakit, dan
kualitas pakan sangat mempengaruhi tingkat konsumsi pakan ayam (Scanes et al.,
1992). Prescott dan Watches (2002) menambahkan bahwa yang mempengaruhi
tingkat konsumsi pakan adalah karakter fisik pakan, seperti ukuran partikel, warna,

5

rasa, dan bau, dan palatabilitas. Salah satu yang menjadi permasalahan pada skala
industri ayam petelur tingginya tingkat kepadatan populasi per kandang dan tingkat
laju penyakit pada suatu farm sehingga dapat menurunkan daya efisiensi pakan dan
konsumsi pakan. Pakan ayam petelur umur 18 minggu sampai saat pertama kali
bertelur membutuhkan energi metabolis sebanyak 2850 kkal/kg dengan protein kasar
sebesar 16% (National Research Council, 1994).

Ayam petelur mengkonsumsi

pakan lebih banyak dari yang dibutuhkan untuk mendukung produksi telur (National
Research Council, 1994). Menurut Wahju (1997) sebagian besar zat makanan yang
dikonsumsi ayam petelur digunakan untuk mendukung produksi telur. Beberapa hal
lain yang dapat mempengaruhi konsumsi pakan ayam petelur adalah selain
tergantungnya pada kandungan energi dalam pakan yang digunakan juga dapat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seprti kelembaban, kecepatan angin dan tingkah
laku (Daghir, 1998).
Konversi Ransum
Perbandingan antara banyaknya total jumlah ransum yang dikonsumsi (gram)
dengan produksi telur (gram) yang dihasilkan oleh satu ayam petelur dikenal juga
dengan istilah pengkonversian ransum (Lee dan Craig, 1991), dan laju perjalanan
ransum melalui alat pencernaan yang terhambat dan konsumsi ransum yang menurun
menjadi salah satu faktor tidak baiknya nilai konversi ransum. Faktor utama yang
mempengaruhi produksi telur adalah jumlah pakan yang dikonsumsi dan kandungan
zat makanan. Konsumsi pakan dan efisiensi penggunaanya menjadai masalah kunci
dalam industri ayam petelur. Pakan sendiri menanggung beban produksi 60% - 80%
dari total biaya produksi (Qunaibet et al., 1992, Milan, 1994, Zahid et al., 1994).
Efisiensi pakan yang lebih baik dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan
produksi (Elwardhany, 1998).
Mortalitas
Scott et al. (1992) menyatakan bahwa mortalitas adalah persentase
perbandingan antara ayam mati dengan ayam hidup. North dan Bell (1990)
menyatakan, bahwa faktor lingkungan lebih banyak berpengaruh terhadap mortalitas
daripada faktor keturunan. Rataan mortalitas perbulan pada masa produksi tahun
pertama sebesar 1% dan pada masa produksi tahun kedua sebesar 1,2% pada ayam

6

petelur masih cukup baik dan menguntungkan.

Tingkat kematian yang tinggi

merupakan penanda buruknya manajemen pemeliharaan di dalam suatu farm
(Laywell, 2006). Dalam pemeliharaan ayam petelur jika terdapat angka kematian
mencapai 12% dianggap sebagai suatu kondisi serius yang harus mendapat perhatian
segera dari peternak yang bersangkutan (Blakely, 1998).
Bobot Telur
Ukuran Telur dapat diartikan sebagai besar kecilnya telur yang dinyatakan
dalam bobot. Standar Nasional Indonesia (1995) menyatakan bahwa kriteria dan
bobot telur ayam ras untuk telur konsumi adalah ekstra besar (lebih dari 60 gram),
besar (55-60 gram), sedang (51-59 gram), kecil (45-50 gram), dan ekstra kecil
(kurang dari 46 gram). Menurt Rose (1997), telur ayam umumnya terdiri atas 64%
albumen, 27% kuning telur dan 9% kerabang. Kandungan masing-masing komponen
tersebut mempengaruhi bobot telur yang dihasilkan petelur. Idris dan Thohari (1998)
menyatakan bahwa telur ayam yang ideal adalah telur ayam yang memiliki berat
sekitar 58 g/butir. Menurut North dan Bell (1990) faktor-faktor yang mempengaruhi
bobot telur adalah strain, umur pertama bertelur, temperatur lingkungan, ukuran
pullet dalam suatu kelompok, ukuran ovum, intensitas bertelur, dan zat makanan
dalam ransum juga mempengaruhi ukuran telur (Campbell et al., 2003). Gleaves et
al. (1997) mengungkapkan bahwa kandungan Ca dan energi dalam pakan menjadi
salah satu faktor penentu bobot telur ayam ras, sedangkan faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap berat telur adalah suhu.
Kandungan Ca dalam pakan harus berada dalam kisaran kebutuhan ayam
petelur yaitu 2,5% - 4% (National Reserch Council, 1994 ; Wahju, 1997 ; Anggorodi,
1995, dan Rizal, 2006). Meningkatnya jumlah konsumsi protein yang seimbang
akan meningkatkan ukuran telur dan pemberian tingkat protein tinggi akan
meningkatkan ukuran telur lebih cepat. Perbedaan berat telur juga dipengaruhi oleh
kandungan energi dalam pakan (Amrullah, 2003).
Kualitas Telur
Telur unggas merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi, terutama
mengandung protein dan zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia,
seperti asam amino, vitamin, lemak, karbohidrat, air, dan kalori cukup tinggi.

7

Disamping bernilai gizi tinggi, telur juga mempunyai sifat yang kualitasnya mudah
rusak (Haryono, 2000). Komposisi fisik dan kualitas telur ayam dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantarnya bangsa ayam, umur, musim, penyakit, lingkungan (suhu
dan kelembaban), pakan dan sistem pengelolaan ayam tersebut (North dan Bell,
1990) sedangkan menurut Koelkebeck (2003), kualitas telur adalah istilah umum
yang menghubungkan standar pada telur yang beragam.

Standar tersebut dapat

berubah sehingga digunakan cara penentuan kualitas telur yang cocok. Idris dan
Thohari (1998) menyatakan bahwa kualitas telur dapat dibedakan menjadi dua yaitu
kualitas internal dan eksternal. Kualitas internal meliputi hal-hal yang menyangkut
keadaan isi telur seperti putih dan kuning telur. Kualitas eksternal meliputi ukuran
telur, keutuhan telur dan kebersihan kerabang.
Telur terdiri dari dari empat bagian yaitu kerabang (11%), selaput kerabang,
putih telur (58%) dan kuning telur (31%), lapisan telur yang paling tebal adalah
albumen (putih telur) yang melindungi yolk (Roberts, 2004). Muchtadi dan Sugiono,
(1992) menyatakan bahwa penentuan mutu atau kualitas telur utuh sering dilakukan
dengan cara candling, yaitu pengamatan kondisi telur utuh dengan bantuan sinar
yang cukup sebagai latar belakang. Selain dapat ditentukan secara subyektif mutu
telur juga dapat ditentukan secara obyektif dengan mengukur kedalaman kantung
udara, indeks putih telur, indeks kuning telur dan nilai haugh unit masing-masing
0,05-0,17; 0,33-0,50 dan 75-100.
Sirait (1986) menyatakan bahwa kekentalan putih telur yang semakin tinggi
dapat ditandai dengan tingginya putih telur yang kental. Hal tersebut menunjukkan
bahwa telur masih berada dalam kondisi segar, kondisi tersebut dapat diketahui
dengan menentukan nilai haugh unit telur.

Nilai haugh unit yang tinggi

menunjukkan kualitas telur tersebut juga tinggi (Sudaryani, 2000). Nilai haugh unit
lebih dari 72 dikategorikan sebagai telur kualitas AA, nilai haugh unit 60-72 sebagai
telur kualitas A, nilai haugh unit 31-60 sebagai telur kualitas B dan nilai haugh unit
kurang dari 31 dikategorikan sebgai telur kualitas C (United State Departement of
Agriculture, 1964).
Nataamijaya (1986) menyatakan bahwa tidak semua telur ayam yang
dihasilkan berkualitas tinggi. Hal ini tergantung pada beberapa faktor diantaranya
adalah zat makanan, penyakit, temperatur, genetik, dan umur ayam (Wahyu, 1997).

8

Haugh Unit
Nilai haugh unit merupakan nilai yang mencerminkan keadaan albumen telur
yang berguna untuk menentukan kualitas telur. Nilai haugh unit ditentukan
berdasarkan keadaan putih telur, yaitu korelasi antara bobot telur dengan tinggi putih
telur. Penurunan nilai haugh unit selama penyimpanan, indeks putih telur dan bobot
telur berkurang karena terjadi penguapan air dalam telur dan kantung udara
bertambah besar (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Pengukuran haugh unit untuk
mengetahui kekentalan telur, ditentukan berdasarkan hubungan logaritma tinggi
albumen (mm) dengan berat telur (gram) dilakukan dengan menimbang berat telur
dan mengukur tinggi albumen menggunakan tripold mikrometer (Suprijatna, 2005).
Albumen
Putih telur terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan encer luar, lapisan kental
luar, lapisan encer dalam, dan khalazaferous (Nakai dan Modler, 2000). Bahan
utama penyusun putih telur adalah protein dan air. Perbedaan kekentalan putih telur
disebabkan oleh perbedaan kandungan airnya (Stadelmann dan Coterill, 1995).
Kandungan air pada putih telur lebih banyak dibandingkan dengan bagian lainnya
sehingga penyimpanan bagian inilah yang mudah rusak (Romanoff dan Romanoff
1963).
Winarno dan Koswara (2002) juga menjelaskan bahwa putih telur (albumen)
merupakan bagian telur yang berbentuk gel : Albumen dibagi menjadi tiga lapisan
yang berbeda yaitu : lapisan tipis putih telur bagian luar (20%), lapisan putih telur
bagian dalam (30%), dan lapisan tebal putih telur (50%). Putih telur tebal dekat
kuning telur membentuk kalaza dengan struktur seperti kabel.
Kuning Telur
Kuning telur merupakan emulsi lemak dalam air yang mengandung 50%
bahan kering (Belitz, 1987), kuning telur berbatasan dengan putih telur dan dilapisi
oleh satu lapisan yang disebut membran vitelin. Umumnya kuning telur berbentuk
bulat, berwarna kuning atau oranye yang terletak pada pusat telur dan bersifat elastis
(Winarno dan Koswara, 2002). Warna kuning telur sebagian besar dipengaruhi oleh
kandungan karotenoid yang berasal dari pakan (Charley, 1982). Kuning telur pada

9

telur segar berbentuk utuh yang dikelilingi oleh membran vitelin yang kuat
(Romanoff dan Romanoff, 1963).
Kerabang Telur
Kulit telur terdiri atas empat lapisan yaitu : (1) lapisan membran kulit telur,
(2) lapisan mamilari, (3) lapisan bunga karang (spingiosa), dan (4) lapisan kutikula
(Belitz dan Groch, 1999). Pada lapisan kulit telur banyak terdapat pori-pori yang
berguna sebagai saluran pertukaran udara untuk memenuhi kebutuhan embrio di
dalamnya. Kulit telur bersifat keras, dilapisi kutikula dengan permukaan halus serta
terikat keras pada bagian luar lapisan membran (Winarno dan Koswara, 2002).
Membran kulit telur terdiri atas dua lapisan, lapisan pertama adalah membran yang
menempel pada kerabang telur dan membran yang kedua yang menyelimuti putih
telur (Sikorski, 2001), sedangkan menurut Winarno dan Koswara (2002).
Membran kulit telur mengandung enzim lipozim yang dipercaya bersifat
bakteriosidal terhadap bakteri gram positif, tetapi membran telur tidak efektif untuk
mencegah mikroba yang menghasilkan enzim proteolitik, karena protein lapisan
tersebut akan mudah dihancurkan oleh enzim bakteri. Kerabang telur menurut Sim
dan Hoon (2006) melaporkan bahwa matriks protein kerabang telur mampu
menghambat bakteri Pseudomonas aureginosa, Bacillus cereus, dan Staphylococcus
aureus dengan kuat, tetapi lemah terhadap Escheria coli dan S. enterritidis.
Probiotik
Probiotik adalah mikroba nonpatogenik yang ketika dicerna menghasilkan
pengaruh positif pada kesehatan dan fisiologi inang. Bakteri probiotik dapat
mempengaruhi secara langsung maupun langsung dengan merangsang sistem
kekebalan tubuh (de Water, 2003). Nilai probiotik dan terapeutik yang berasosiasi
dengan mikroba starter dalam susu fermentasi yaitu : membentuk mikroflora normal
usus dengan mekanisme memproduksi inhibitor dan merangsang sistem kekebalan
tubuh inang (Adolfsson et al., 2004), mengurangi ketidakmampuan mencerna laktosa
dengan mereduksi kandungan laktosa dan perubahan laktosa oleh starter dengan
menghasilkan β-galaktosidase (Burton

dan

Tannock, 1997), aktivasi

anti

karsinogenik dengan menghilangkan bahan prokarsinogenik (Meydani dan Kyuha,
2000), mengurangi tingkat serum kolesterol darah (Liong dan Shah, 2005) dan

10

meningkatkan

nilai

nutrisi

dengan

mensintesis

vitamin

B-kompleks

dan

meningkatkan absorpsi kalsium (Varnam dan Sutherland, 1994).
Menurut Kusumawati (2003) probiotik adalah mikroorganisme hidup yang
bila dikonsumsi dapat meningkatkan kesehatan manusia ataupun ternak dengan cara
menyeimbangkan mikroflora dalam saluran pencernaan jika dikonsumsi dalam
jumlah yang cukup. Karakteristik probiotik yang baik adalah mengandung bakteri
atau sel kapang (yeast) hidup dalam jumlah yang besar, strain yang spesifik dari
inang, satu atau lebih strain yang berspektrum luas, bakteri atau kapang harus dapat
mencapai dan berkolonisasi di dalam saluran pencernaan, tahan terhadap cairan
gastric dan asam empedu ketika di dalam pencernaan, bakteri atau kapang cepat
menjadi aktif dan mampu memberikan manfaat peningkatan performan inang serta
stabil dan dapat disimpan dalam waktu panjang pada kondisi lapangan (Fuller, 1992;
Lopez, 2000).

Probiotik juga memiliki kemampuan untuk menurunkan kadar

kolesterol serum darah, salah satu bakteri yang berperan sebagai probiotik adalah
bakteri asam laktat (Khedid et al., 2006).
Kizerwtter dan Binek (2009) melaporkan bahwa penggunaan probiotik pada
peternakan dapat mereduksi berbagai macam serangan penyakit.

Cara kerja

probiotik adalah dengan cara (1) memelihara persaingan mikroflora baik dan negatif
dalam usus. (2) melancarkan metabolisme dengan cara menaikkan aktivitas enzim
pencernaan dan menurunkan aktivitas enzim mikroba dan produksi amoniak (Apata
2008; Kabir, 2009).
Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat sering ditemukan secara alamiah dalam bahan pangan.
Bakteri ini hidup pada susu, daging segar, dan sayur-sayuran dalam jumlah yang
kecil (Jenie dan Rini, 1995). Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang
dapat mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat. Efek bakterisidal dari
asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5
sehingga pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat.
Mikroorganisme umumnya dapat tumbuh pada kisaran nilai pH 6-8 (Buckle et
al.,1987).
Bakteri asam laktat berbentuk bulat maupun batang, gram positif dan (dengan
sedikit pengecualian) tidak motil secara permanen. Walaupun bakteri asam laktat
11

dapat hidup dengan tanpa oksigen, sumber energi terbesarnya untuk tumbuh adalah
fermentasi gula. Bakteri ini mempunyai kapasitas respirasi yang sangat terbatas oleh
karena itu tidak dapat memperoleh ATP dari proses respirasi (Stanier et al., 1984).
Bakteri asam laktat secara umum dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
homofermentatif dan heterofermentatif.

Kelompok pertama hanya menghasilkan

asam laktat selama fermentasi gula. Kelompok kedua membentuk sejumlah
karbondioksida, etil alkohol, asam asetat dan gliserol bersamaan dengan sejumlah
besar asam laktat (Fardiaz, 1992).
Bakteri asam laktat juga berfungsi sebagai manipulator populasi mikroflora
pada saluran pencernaan.

Manfaat ini diperoleh karena bakteri tersebut

menghasilkan bakteriosin (Tagg et al., 1976). Bakteri asam laktat juga digunakan
sebagai probiotik karena mampu : (1) menghasilkan asam laktat yang dapat
menurunkan pH, (2) dalam kondisi aerob memproduksi hidrogen peroksida dan (3)
memproduksi komponen penghambat yang spesifik misalnya bakteriosin (Fuller,
1992).
Lactobacillus sp.
Lactobacillus sp. merupakan genus terbesar dari kelompok bakteri asam
laktat (Axxelson, 1993).

Genus Lactobacillus bersifat gram positif dan tidak

membentuk spora, bersifat anaerob fakultatif, tumbuh optimum pada kisaran suhu
30-40 °C tapi dapat tumbuh pada kisaran 5 - 35 °C. Lactobacillus dicirikan dengan
bentuk batang, biasanya panjang tetapi terkadang berbentuk bulat, umumnya dalam
rantai-rantai pendek dan biasanya berukuran 0,5 - 1,2 mikro meter x 1,0 - 10,0 mikro
meter. Lactobacillus merupakan bakteri gram positif, tidak menghasilkan spora,
biasanya tidak bergerak, anaerob fakultatif, katalase negatif, koloninya dalam media
agar berukuran 2-5 mm, konfeks, opak, sedikit transparan dan tidak berpigmen.
Genus ini tumbuh baik pada suhu 30 °C - 40 °C dan tersebar luas di lingkungan
terutama dalam produk-produk pangan asal hewan dan sayuran. Bakteri ini menetap
dalam saluran pencernaan unggas serta mamalia (Holt et al.,1994).

12

Bakteri Patogen
Bakteri disebut patogen apabila menimbulkan kerugian pada manusia.
Menurut Frazier dan Westhoff (1978), terdapat dua cara bakteri menularkan penyakit
pada manusia, yaitu : (1) intoksikasi, yaitu makanan yang mengandung toksin yang
menghasilkan bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi dan (2)
adanya reaksi dari tubuh terhadap keberadaan bakteri atau metabolit yang dihasilkan
bakteri selama tumbuh di dalam tubuh.
Salmonella spp.
Salmonella diklasifikasikan ke dalam dua spesies yaitu salmonella enteric
dan Salmonella bangori (Jordan et al., 2001).

Lima jenis spesies ini yang

berhubungan dengan unggas, keracunan makanan, dan salmonellosis pada manusia
adalah salmonella enteric typhirium, enteritidis, Heidelberg, Newport, dan hadar
(Hong et al., 2003).
Berdasarkan taksonomi Salmonella sp, dapat digolongkan sebagai berikut ;
Kingdom

: Bacteria

Filum

: Proteobacteria

Kelas

: Gamma proteobacteria

Ordo

: Enterobacteriales

Famili

: Enterobacteriaceae

Genus

: Salmonella

Species

: Salmonella sp.

D’Aoust (2000) menyatakan bahwa Salmonella adalah bakteri gram negatif
yang berukuran kecil sekitar 0,7-1,5x2,0-5,0µm, Salmonella tumbuh pada suhu 8 ºC
sampai 45 ºC pada rentang pH 4-9 dan membutuhkan aw (activity water) di atas
0,94. Salmonella tumbuh dengan optimum pada suhu 35 ºC sampai 37 ºC mampu
memproduksi H2S, dengan mengkatabolisme berbagai macam karbohidrat menjadi
asam dan gas (fermentasi gula) (Bell dan Kyriakides, 2003). Bakteri Salmonella
enteritidis adalah salah satu serovar atau serotype dari subspecies Salmonella
enteritica dan termasuk ke dalam family Enterobacteriaceae (Office International
des Epizooties, 2000).

Habitat utamanya berada di dalam saluran pencernaan

manusia dan hewan (Portillo, 2000).

13

Salmonella enteritidis merupakan salah satu emerging foodborne zoonotic
pathogens, ditemukan pada spesies unggas dan dapat menular pada manusia melalui
telur atau daging ayam yang terkontaminasi (Agriculture Research Service, 2002).
Infeksi bakteri ini baik pada hewan atau manusia dapat mengakibatkan gangguan
saluran pencernaan atau gastroenteritis dan penyakit yang diakibatkan oleh
Salmonella disebut dengan salmonellosis (Serbeniuk, 2002). Induk ayam petelur
atau pedaging yang terinfeksi Salmonella enteritidis dapat menularkan bakteri
tersebut secara vertikal pada produk telurnya.
Salmonella enteritidis bersifat gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak
berspora dengan ukuran 0,7-1,5 x 2,0-5,0 mm, umumnya bergerak dengan flagella
peritrikus. membentuk asam dan juga gas dari glukosa, maltosa, dan mannitol.
Salmonella enteritidis memberi reaksi positif terhadap sitrat, lisin, ornithin
dekarboksilase, serta memberi reaksi negatif pada indol dan urease. Karakteristik
lainnya yaitu dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit, dapat memfermentasi dulsitol,
memproduksi H2S, dan tumbuh secara optimal pada suhu 37 °C.

Kontaminasi

vertikal dikenal juga sebagai kontaminasi transovarial (transovarial contaminated).
Teori penularan vertikal menyebutkan bahwa Salmonella enteritidis pada telur ayam,
berasal dari induk ayam yang terinfeksi (Cox et al., 2000). Jalur vertikal terjadi
ketika unggas sudah mencapai dewasa kelamin, salmonella mengkoloni ovarium,
dan saluran reproduksi ayam betina serta dapat menginfeksi isthmus serta masuk
kedalam telur selama proses pembentukan telur. Kerabang telur dapat terinfeksi
salmonella melalui feses yang menempel pada lapisan luarnya (Chao et al., 2007 ;
Gantois et al., 2009). Infeksi salmonella 108 colony forming unit (CFU) tidak
menimbulkan gejala klinis. Oleh karena itu pengendalian masalah salmonella sangat
penting pada industri peternakan unggas (Gast, 2003).

14

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di kandang unggas, unit unggas Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan September
sampai Oktober 2010.
Materi
Ternak
Ternak yang digunakan adalah ayam petelur sejumlah 60 ekor. Sampel ayam
ras petelur berasal dari PT. Charoen Pokhpand pada umur 33 minggu dengan strain
ISA BROWN. Ternak tersebut kemudian ditimbang untuk mengetahui bobot badan
awalnya.
Kandang
Kandang yang digunakan adalah kandang sistem open house ukuran 100x100
cm dengan pemeliharaan intensif. Ternak dikelompokkan menjadi lima ekor dalam
satu kandang, dengan jumlah kandang 12 unit.
Peralatan dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan, plastik 3 kg,
spidol, gunting, label, alat tulis, jangka sorong digital, kaca datar, pisau. Bahan yang
digunakan adalah Lactobacillus fermentum, Salmonella enteritidis transovarian,
alkohol.
Pakan
Pakan yang diberikan adalah pakan crumble ayam petelur merk Gold Coin
dengan jumlah pemberian 120 g/ekor/hari. Komposisi nutrisi pakan yang dipakai
adalah sebagai berikut :

15

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan yang Digunakan
Bahan dalam pakan

Persentase (%) bahan dalam pakan

Kadar air

13

Protein kasar

17

Serat kasar

6

Lemak

3

Abu

14

Phosphor

0,6 - 1,0

Ca

3,0 – 4,2

Sumber : Mitra Prima Lestari, 2010

Prosedur
Persiapan kandang dilakukan dengan membersihkan kandang, pengapuran
lantai dan disinfeksi kandang. Penelitian ini menggunakan empat perlakuan dengan
tiga ulangan masing-masing perlakuan. Setiap perlakuan menggunakan 5 ekor ayam
untuk satu ulangan. Total ayam petelur yang digunakan berjumlah 60 ekor. Ayam
petelur diberikan pakan 120 g/ekor/hari.

Perlakuan pertama (kontrol) hanya

diberikan pakan saja tanpa diberi tambahan probiotik (L. Fermentum) secara oral
dan infeksi Salmonella enteritidis selama masa pemeliharaan 20 hari. Perlakuan
kedua (P2) diberikan infeksi Salmonella enteritidis sebanyak 1 ml setiap hari mulai
hari ke-5 sampai hari ke-10 secara oral tanpa pemberian probiotik. Perlakuan ketiga
(P3) diberikan tambahan probiotik secara oral pada pagi hari sebanyak 1
ml/ekor/sekali pemberian dengan dosis sebesar 109 cfu/ml mulai hari pertama
pemeliharaan sampai akhir pemeliharaan, selanjutnya pada hari ke-5 sampai hari ke10 diberikan infeksi Salmonella enteritidis sebanyak 1 ml/ekor/sekali pemberian
dengan dosis sebanyak 106 cfu/ml. Perlakuan keempat (P4) diberikan tambahan
probiotik secara oral pada pagi dan sore hari sebanyak 1 ml/ekor/sekali pemberian
dengan dosis sebesar 109 cfu/ml masing-masing selama pemeliharaan berlangsung,
kemudian pemberian Salmonella enteritidis secara oral sebanyak 1 ml/ekor/sekali
pemberian dengan dosis sebanyak 106 cfu/ml pada hari ke-5 sampai hari ke-10.
Produksi telur dan bobot telur dicatat harian, hen day dihitung setiap lima
hari, setiap telur ditimbang bobotnya. Data kualitas telur diambil lima hari sekali
untuk mengukur tinggi albumen, bobot albumen, bobot kuning telur, dan bobot

16

kerabang telur. Pemotongan ayam dilakukan pada hari ke 5, 10, 15, dan 20. Lima
hari sekali dihitung sisa pakan untuk mengetahui jumlah konsumsi pakan dan
konversi dihitung dengan membagi produksi telur dengan konsumsi pakan setiap
lima hari sekali.
Rancangan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat
perlakuan yaitu :
P1

: Kontrol (Tanpa diinfeksi Salmonella enteritidis dan penambahan bakteri
probiotik)

P2

: Tanpa diberi probiotik, diinfeksi Salmonella enteritidis.

P3

: Diberi probiotik 1 kali dan diinfeksi Salmonella enteritidis.

P4

: Diberi probiotik 2 kali dan diinfeksi Salmonella enteritidis.

Model rancangan yang digunakan (Gasperz,1992) :
Yij = µ + Pij + €ij
Yijk

: nilai pengamatan

µ

: nilai tengah umum

Pij

: perlakuan ke-ij

€ijk

: galat percobaan

Peubah :
1. Bobot Ayam, diperoleh dengan menimbang masing-masing ayam secara
berbeda (gram).
2. Konsumsi pakan, diperoleh dengan menimbang pakan yang diberikan dikurangi
pakan sisa (gram/ekor).
3. Hen day, diperoleh dari telur yang dihasilkan dibagi dengan jumlah ayam yang
ada (%)
4. Bobot telur, diperoleh dengan menimbang bobot telur yang dihasilkan (gram).
5. Konversi pakan, diperoleh dengan membagi konsumsi pakan (gram/gram)
dengan total bobot telur yang dihasilkan.

17

6. Haugh Unit, diperoleh dengan rumus : 100 log ( H + 7,57-1,7 .W 0,37) (Romanoff
dan Romanoff, 1963)
H = Tinggi permukaan albumen
W = Bobot Telur
7. Persen bobot albumen, diperoleh dengan menimbang putih telur dan dihitung
dalam jumlah persen (%).
8. Persen bobot yolk, diperoleh dengan menimbang kuning telur dan dihitung dalam
jumlah persen (%).
9.

Persen bobot kerabang telur, diperoleh dengan menimbang kerabang telur dan
dihitung dalam jumlah persen (%).

18

HASIL DAN PEMBAHASAN
Performa Ayam Petelur
Performa ayam petelur yang diamati antara lain adalah konsumsi pakan,
konversi pakan, Hen Day, bobot telur. Berikut adalah tabel hasil performa ayam
petelur yang diamati dan diukur.
Tabel 2. Performa Ayam Petelur
Peubah

P1

P2

P3

P4

Konsumsi

111,81±3,74a

118,29±1,01b

112,80±1,27a

118,54±2,30b

Konversi (g/g)

3, 34 ± 0,73

3,48 ± 0,77

3,36 ± 0,32

2,71 ± 0,25

Hen Day (%)

55,36 ±2,80a

60,19±5,02b

56,98± 0,61a

65,33±4,05b

Bobot

59,43 ± 1,52

58,88 ± 1,26

59,57 ± 2,72

59,57 ± 0,91

(g/ekor/hari)

Telur

(g/butir)
Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya
perbedaannyata (P