The Construction of Strongly Optimal Linear Binary Codes with Minimum Distance of 13 and 15

KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT
BERJARAK MINIMUM 13 DAN 15

HENDRAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Konstruksi Kode Linear
Biner Optimal Kuat Berjarak Minimum 13 dan 15 adalah karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor,


Januari 2012

Hendrawan
NRP G551090301

ABSTRACT
HENDRAWAN. The Construction of Strongly Optimal Linear Binary Codes
with Minimum Distance of 13 and 15. Supervised by SUGI GURITMAN and
NUR ALIATININGTYAS
A linear binary code of length n over
is defined as subspace of
.
A code has three parameters that attached to it, namely length, dimension, and
minimum distance. A code with length n, dimension k and minimum distance d is
often called [n, k, d]-code. The main problem in algebra coding theory is
optimizing one of parameters n, k and d. Given two that others were known.
Based on Gilbert-Varshamov bound, if a [n, k, d]-code is exist and the code can
not be expanded, we call it strongly optimal code. In this thesis, we construct
strongly optimal code with minimum distance of 13 and 15. In constructing the
code, we created a theorem and algorithm based on Gilbert-Varshamov bound,

then we implement the algorithm to MAPLE programming language. Because of
computational limitations, the program can only construct up to k = 9 for d = 13
and d = 15.
Keyword: binary linear codes, Gilbert-Varshamov bound, strongly optimal codes.

RINGKASAN
HENDRAWAN. Konstruksi Kode
Linear Biner Optimal Kuat Berjarak
Minimum 13 dan 15. Dibimbing oleh SUGI GURITMAN dan NUR
ALIATININGTYAS.
Kode linear biner dengan panjang n atas
didefinisikan sebagai subruang
. Suatu kode mempunyai tiga parameter penting yaitu
dari ruang vektor
panjang kode, dimensi kode dan jarak minimum kode. Jika suatu kode dengan
panjang n, berdimensi k dan jarak minimum d, maka kode tersebut dinyatakan
sebagai kode [n, k, d]. Selanjutnya suatu kode dikatakan baik jika n-kecil, k-besar
dan d-besar. Makna fisiknya, n harus kecil terkait dengan kecepatan proses
enkoding dan dekoding, dan juga terkait dengan besarnya memori yang digunakan
dalam proses itu, k harus besar terkait dengan banyaknya pesan yang dapat diubah

menjadi katakode, d harus besar terkait dengan banyaknya galat yang dapat
dikoreksi.
Media informasi, seperti sistem komunikasi dan media penyimpanan untuk
data, tidak sepenuhnya reliabel. Hal ini dikarenakan bahwa pada praktiknya ada
gangguan (noise) atau interferensi lainnya sehingga pesan yang dikirim berubah
(terdapat galat pada pesan). Salah satu masalah dalam teori koding (coding
theory) adalah untuk mendeteksi atau bahkan mengoreksi galat tersebut. Suatu
kode (code) diciptakan untuk mendeteksi atau mengoreksi galat (error) akibat
saluran terganggu.
Dari masalah tersebut, akan dikonstruksi kode-kode optimal kuat, yaitu kode
dengan parameter [n, k, d] dengan syarat tidak ada kode-kode dengan parameter
[n+1, k+1, d]. Untuk mencapai hal tersebut, perlu dilakukan beberapa hal sebagai
berikut, yang selanjutnya menjadi tujuan dari penelitian ini.
1. Mengkaji teorema yang terkait dengan konstruksi kode linear, terutama
Gilbert-Varshamov bound.
2. Mengonstruksi kode linear biner optimal kuat dengan jarak minimum 13
dan 15.
Setelah dipelajari secara mendalam teorema Gilbert-Varshamov, diturunkan
teorema konstruksi sebagai berikut.
Jika matriks B berukuran k r dikonstruksi berdasarkan sifat sebagai berikut.

1. Semua vektor baris dari B berbeda, dan
2. Jumlah setiap i vektor baris dari B berbobot paling sedikit (d – i) untuk
i = 2,3,….s, dimana s = min {d – 1, k}, dan (d – 1) r,
maka
H = ( BT | I r ) dan G = ( I k | B )
secara berturut-turut merupakan matriks cek paritas dan matriks generator untuk
kode linear C dengan parameter [k + r, k, d].
Untuk mengonstruksi kode optimal kuat dengan jarak minimum 13 dan 15
digunakan paket program konstruksi yang mengacu pada tesis yang ditulis oleh
Putranto HU (2011). Program-program yang digunakan: Program Aritmetik
Aljabar Matriks Biner dan Program Pelacakan Kode Optimal Kuat.

Dalam tesis ini, kode linear biner yang berhasil dikonstruksi hanya sampai
k = 9, r = 25 untuk d = 13 dan sampai k = 9, r = 28 untuk d = 15, sedangkan hasil
utama, yaitu untuk memperbaiki batas bawah tabel Brower gagal dicapai. Hal ini
disebabkan antara lain oleh:
1. Pemilihan kode dasar (matriks B awal) yang kurang baik.
2. Program konstruksi yang masih belum sempurna.
Dalam tesis ini, masih banyak kekurangan yang ada di dalamnya,
diantaranya adalah:

1. Tidak semua kode linear optimal kuat dapat di konstruksi, walaupun
kode tersebut ada (telah dikonstruksi oleh orang lain).
2. Algoritme konstruksi, walaupun untuk representasi himpunan sudah
cukup baik, masih dapat diperbaiki dalam hal kecepatan pelacakan kodekode linear biner, terutama untuk dimensi yang cukup besar.
Untuk ke depannya, dapat diperbaiki algoritme konstruksi sehingga dapat
mencari/melacak kode dengan lebih cepat dan dapat mencakup kode linear yang
memiliki dimensi yang besar. Selain itu, dapat pula dikembangkan program untuk
mengoleksi kode-kode atas , untuk q > 2 .
Kata Kunci : kode linear biner, Gilbert-Vashamov Bound, kode optimal kuat.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT
BERJARAK MINIMUM 13 DAN 15

HENDRAWAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Matematika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc.

Judul Tesis


:

Nama
NRP

:
:

Konstruksi Kode Linear Biner Optimal Kuat Berjarak
Minimum 13 Dan 15
Hendrawan
G551090301

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Sugi Guritman
Ketua

Dra. Nur Aliatiningtyas, M.Si.

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Matematika Terapan

Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S.

Tanggal Ujian: 13 Januari 2012
(tgl. Pelaksanaan ujian tesis)

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Lulus: …………………
(tgl. Penandatanganan tesis oleh
Dekan Sekolah Pascasarjana)


Ku persembahkan karya tulis ini untuk:
Kedua orang tuaku
Istriku tercinta Sutiani S.Ag
Buah hatiku Aang Naufal Fakhriawan

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan
kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2011 ini adalah
Konstruksi Kode Linear Biner Optimal Kuat Berjarak Minimum 13 dan 15.
Ungkapan terima kasih yang setulusnya penulis sampaikan kepada
Kementerian Departemen Agama Republik Indonesia, selaku sponsor bea siswa
yang telah membantu semua biaya pendidikan S2 kepada penulis, Bapak
Dr. Sugi Guritman dan Ibu Dra. Nur Aliatiningtyas, M.Si. selaku pembimbing,
Ibu Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc. selaku penguji luar komisi, Ibu Dr. Ir. Endar
H. Nugrahani, M.S. selaku ketua program studi matematika terapan, Kepala MTs
Al-Khairiyah Kamasan, yang telah memberikan izin tugas belajar. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istriku, anakku dan seluruh
keluarga besarku, rekan-rekan mahasiswa Matematika Terapan angkatan tahun
2009, rekan-rekan guru MTs. Al Khairiyah Kamasan dan Staf, atas segala

bantuan, motivasi, doa, serta kasih sayangnya. Tidak lupa ucapan terima kasih
penulis sampaikan juga kepada semua pihak yang telah turut membantu dalam
penulisan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
sebab itu mohon masukan dan kritikan yang membangun demi kesempurnaan
dimasa mendatang. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2012
Hendrawan

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Musirawas pada tanggal 10 Juli 1969 dari ayah Sa’ari
dan ibu Djumrak. Penulis merupakan putra ketiga dari enam bersaudara.
Tahun 1988 penulis lulus dari SMA Negeri Tugumulyo Program IPA dan
melanjutkan ke Fakultas Tarbiyah Jurusan Tadris Matematika IAIN Raden Fatah
Palembang dan lulus pada tahun 1993.
Pada tahun 1997 penulis diterima sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di
lingkungan Departemen Agama dan ditugaskan mengajar matematika di MTs
Negeri Anyer Kabupaten Serang sampai tahun 2006 kemudian dimutasikan ke
MTs Al-Khairiyah Kamasan sampai sekarang.

Pada tahun 2009 penulis mengikuti seleksi beasiswa S-2 dari Kementerian
Agama RI, dan Alhamdulillah penulis berkesempatan mendapatkan beasiswa
tersebut. Bulan Juli 2009, penulis mulai mengikuti perkuliahan S-2 pada Program
Studi Matematika Terapan di Sekolah Pasca Sarjana IPB dan berhasil
menyelesaikan studi pada bulan Januari 2012.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................

xiv

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

xvi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvii
BAB. I PENDAHULUAN .......................................................................
Latar Belakang Masalah ........................................................................
Tujuan Penelitian ...................................................................................

1
1
3

BAB. II LANDASAN TEORI .................................................................
Definisi Sistem Persamaan Linear (SPL) ...............................................
Definisi Matriks ....................................................................................
Definisi Field .........................................................................................
Definisi Ruang Vektor ...........................................................................
Definisi Subruang (subspace) ................................................................. `
Definisi Kombinasi Linear .....................................................................
Definisi Bebas Linear dan Terpaut Linear .............................................
Definisi Perentang / Span .......................................................................
Definisi Basis ........................................................................................
Definisi Dimensi ...................................................................................
Definisi Ruang Baris dan Ruang Kolom ................................................
Definisi Rank .........................................................................................
Definisi Produk dalam standar (.) pada ..............................................
Definisi Komplemen Ortogonal .............................................................
Definisi Kode Linear ..............................................................................
Definisi Kode Dual ................................................................................
Definisi Jarak Haming (Hamming distance) ..........................................
Definisi Jarak Minimum suatu kode .......................................................
Parameter Kode Linear ..........................................................................
Definisi Bobot Hamming .......................................................................
Definisi Bobot Minimum Hamming .......................................................
Definisi Matriks Generator dan Matriks Cek Paritas ...............................
Bentuk standar dari Matriks Cek Paritas H dan Matriks Generator G .....
Definisi Ekivalensi Kode Linear ………………………………………...
Model Aljabar Kode Linear Biner ………………………………………
Pengertian Matriks Cek Paritas ..............................................................
Dasar-dasar Konstruksi Kode ................................................................

4
4
4
5
6
6
7
7
7
8
8
8
8
8
9
9
10
10
10
10
11
11
11
12
12
13
15
17

BAB. III METODE .....................................................................................
Formulasi Masalah .................................................................................
Metodologi ...........................................................................................
Langkah-langkah Penelitian ..................................................................

18
18
19
20

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................
Kajian Teori ...........................................................................................
Membahas Aritmetik Aljabar Matriks ....................................................
Program-program Aritmetik Aljabar Matriks Biner ................................
Program-program Pelacakan Kode Optimal Kuat ................................... `
Algoritme Konstruksi Kode Optimal Kuat .............................................
Konstruksi Kode Optimal Kuat dengan Jarak Minimum 13 dan 15.........
1. Konstruksi Kode [20, 2, 13] .............................................................
2. Konstruksi Kode [24, 3, 13] .............................................................
3. Konstruksi Kode [27, 5, 13] .............................................................
4. Konstruksi Kode [29, 6, 13].............................................................
5. Konstruksi Kode [32, 8, 13].............................................................
6. Konstruksi Kode [34, 9, 13] .............................................................
7. Konstruksi Kode [23, 2, 15] .............................................................
8. Konstruksi Kode [27, 3, 15] .............................................................
9. Konstruksi Kode [31, 6, 15] .............................................................
10. Konstruksi Kode [35, 8, 15].............................................................
11. Konstruksi Kode [37, 9, 15].............................................................

21
21
24
25
27
29
33
33
33
34
35
35
36
37
38
38
39
40

BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
Kesimpulan .........................................................................................
Saran ...................................................................................................

42
42
43

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

44

LAMPIRAN ................................................................................................

45

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Contoh pendefinisian pesan menjadi katakode ..........................................

14

2. Program dan Prosedur untuk Meningkatkan Dimensi dari Matriks dasar ...

32

3. Hasil Eksplorasi Kode Optimal Kuat dengan Jarak Minimum d = 13 .......

33

4. Hasil Eksplorasi Kode Optimal Kuat dengan Jarak Minimum d = 15 .......

37

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Contoh proses enkoding dan dekoding dari suatu pesan.............................

2

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A.Tabel Brouwer Yang Berkaitan dengan d = 13 dan d = 15 ........................

45

B. Program Aritmetik Aljabar Matriks Biner ................................................

46

C. Program Pelacakan kode Optimal Kuat.....................................................

51

D. Konstruksi kode Optimal Kuat .................................................................

68

LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Media informasi, seperti sistem komunikasi dan media penyimpanan untuk
data, tidak sepenuhnya reliabel. Hal ini dikarenakan bahwa pada praktiknya ada
gangguan (noise) atau interferensi lainnya sehingga pesan yang dikirim berubah
(terdapat galat pada pesan). Salah satu masalah dalam teori koding (coding
theory) adalah bagaimana cara untuk mendeteksi atau bahkan mengoreksi galat
tersebut.
Pada tahun 1948 C.E. Shannon dalam artikelnya yang berjudul
A Mathematical Theory of Communication, menggambarkan tentang problem
dalam teori informasi adalah sebagai berikut. Apabila suatu pesan (informasi)
dikirim melalui saluran terganggu (noisy channel), sering kali terjadi bahwa pesan
yang diterima tidak sama dengan yang dikirim. Sebagai contoh pesan yang berupa
suara atau gambar menjadi tidak jelas. Problem dalam teori informasi inilah yang
menjadi dasar berkembangnya teori koding.
Dalam ilmu komunikasi pesan direpresentasikan dalam bentuk dijital
sebagai barisan simbol dan kebanyakan menggunakan simbol biner yang dikenal
dengan bitstring. Saluran biasanya berupa jaringan telepon, jaringan radio
berfrekuensi tinggi atau jaringan komunikasi satelit. Saluran yang terganggu
menyebabkan berubahnya beberapa simbol yang dikirim, sehingga mengurangi
kualitas informasi yang diterima. Untuk mendeteksi atau mengoreksi terjadinya
galat (error) akibat saluran yang terganggu maka sangat diperlukan suatu kode.
Karena tujuan diciptakan kode adalah untuk melindungi pesan agar apabila terjadi
galat (error) akibat saluran yang terganggu maka galat itu dapat dipulihkan lagi.
Dalam hal ini sebelum dikirim, semua pesan akan diubah menjadi katakode
(codeword) dengan cara menambahkan beberapa simbol ekstra pada simbol
pesan. Proses pengubahan pesan menjadi katakode disebut enkoding. Perangkat
yang mengubah pesan menjadi katakode disebut enkoder. Kode merupakan
himpunan yang anggotanya semua katakode. Pendefinisian kode ini dilakukan
sedemikian sehingga apabila terjadi perubahan beberapa simbol pada katakode,

2

maka galat itu bisa dipulihkan lagi oleh dekoder. Dekoder merupakan perangkat
yang mengubah barisan simbol yang diterima menjadi katakode yang selanjutnya
dipulihkan menjadi pesan yang asli. Untuk menciptakan sistem komunikasi yang
bebas error sangat diperlukan sekali teori koding. Proses koding dari suatu pesan
dapat digambarkan sebagai berikut.

pesan
100

100

pesan
katakode 100101

enkoding
100101
katakode

gangguan
kirim

kirim

dekoding
110101
galat 1 bit

Gambar 1. Contoh proses enkoding dan dekoding dari suatu pesan

Ilustrasi praktek dari Gambar 1 diberikan sebagai berikut. Suatu pesan
dengan simbol 100 akan dikirim, maka terlebih dahulu pesan tersebut oleh
enkoder diubah menjadi katakode yaitu dengan cara menambahkan simbol ekstra
101 pada simbol pesan. Ini berarti 100 menjadi input dari enkoder, selanjutnya
diubah menjadi katakode 100101. Katakode inilah yang kemudian dikirim melalui
saluran yang di asumsikan mengalami gangguan sehingga terjadi galat sebanyak 1
bit dan pesan yang diterima menjadi 110101. Dekoder akan mendeteksi galat dan
mengoreksi menjadi katakode yang mendefinisikan pesan aslinya.
Secara umum, tujuan dari teori koding adalah untuk mengonstruksi suatu
kode (enkoder dan dekoder) sehingga
1. Dapat meng-enkode suatu pesan dengan cepat.
2. Dapat mentransmisi pesan yang sudah di-enkode dengan mudah.
3. Dapat men-dekode suatu pesan yang diterima dengan cepat.
4. Dapat memaksimumkan informasi yang ditransfer per satuan waktu.
5. Dapat

secara maksimal dalam mendeteksi dan mengoreksi

kesalahan.

3

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Mengkaji teorema yang terkait dengan kontruksi kode linear, terutama
Gilbert-Vashamov bound.
2. Mengonstruksi kode linear biner optimal kuat dengan jarak minimum 13
dan 15.
Dari tujuan-tujuan tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
suatu hal yang baru dalam teori koding, yaitu memperbaiki batas bawah dari tabel
Brouwer.

BAB II
LANDASAN TEORI

Sebagai acuan penulisan penelitian ini diperlukan beberapa pengertian dan
teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam sub bab ini akan diberikan
beberapa landasan teori berupa pengertian, definisi, proposisi dan teorema yang
berkaitan dengan pembahasan.

Definisi Sistem Persamaan Linear (SPL)
Sistem Persamaan Linear (SPL) m

n adalah m persamaan linear dengan n

variabel (peubah). Bentuk umumnya adalah sebagai berikut:
+

+

+

=

+

+

+

=

+

+

+

dengan

berupa konstanta, i = 1, 2,

dan

sedangkan

=
, m;

j = 1, 2,

, n,

merupakan variabel yang ingin ditentukan nilainya. Nilai

disebut koefisien

pada persamaan ke-i.

Suatu sistem persamaan linear dengan bentuk

=

=

=

= 0

disebut SPL homogen. Bentuk umum dari SPL homogen adalah sebagai berikut:
+

+

+

=0

+

+

+

=0

+

+

+

=0
(Gunawan Santosa R. 2009)

Definisi Matriks
Matriks adalah susunan segi empat yang unsur-unsurnya berupa bilanganbilangan. Matriks X dengan ordo m

n adalah matriks dengan ukuran m baris

dan n kolom, simbolnya adalah sebagai berikut.

5

X=
dimana i = 1, 2,

Unsur matriks yang disimbolkan dengan
j = 1, 2,

, m dan

, n, dibaca sebagai unsur matriks X pada baris ke-i dan kolom ke-j.
(Gunawan Santosa R. 2009)

Definisi Field
Suatu himpunan

yang padanya didefinisikan operasi jumlah (+) dan

operasi kali (.) disebut field, notasi
1.

, jika memenuhi sifat-sifat berikut,

merupakan grup komutatif terhadap +, yaitu memenuhi sifat-sifat:
a. Asosiatif: (
b.

, ,

) ( + ) + = + ( + ),

mempunyai unsur identitas: ( 0

c. Setiap unsur dari

d. komutatif: (
, dimana

)0+ = +0= ,

mempunyai invers: (

+ = 0, dalam hal ini

2.

)(

=(

)(

)

+

=

), dan

)

.

=

, merupakan grup komutatif terhadap .,

bersifat:
a. asosiatif: (
b.

)( )

,

mempunyai unsur identitas: (

)(

) 1.

mempunyai invers: (

c. setiap unsur dari

, dalam hal ini dinotasikan
d. komutatif: (

)

) (

)

), dan

.

3. Berlaku sifat distributif . terhadap + : (
atau (

.1 = ,

)

)
(Sugi Guritman 2005)

Contoh field takhingga diantaranya adalah: himpunan bilangan real,
himpunan bilangan kompleks, sedangkan contoh dari field berhingga diantaranya
adalah

= {0,1, 2,…, ( – 1)} dengan operasi jumlah dan kali modulo , dimana

bilangan prima. Jadi
adalah {0,1}.

adalah contoh field berhingga dengan anggotanya

6

Definisi Ruang Vektor
Diberikan sembarang himpunan

dan sembarang field

. Pada

didefinisikan aturan jumlah dan aturan perkalian dengan skalar. Himpunan
jika terhadap aturan-aturan tersebut memenuhi 10

disebut ruang vektor atas
aksioma-aksioma berikut.
1. ( u, v

) u + v = w.

)( w

) (u + v) + w = u + (v + w).

2. ( u, v, w
3. ( 0

)( u

) 0 + u = u + 0 = u.

4. ( u

)( v

) u + v = v + u = 0, dalam hal ini v = u.

5. ( u, v

) u + v = v + u.

6. ( k

, u

7. ( k

, u, v

) k(u + v) = ku + kv.

8. ( k, l

, u

) (k + l) u = ku + lu.

9. ( k, l

, u

) (kl)u = k(lu).

10. ( u

)( v

) ku = v.

) 1u = u dimana 1 adalah unsur identitas dari

terhadap operasi

kali.
(Sugi Guritman 2005)
Unsur-unsur dari
dari

dalam hal ini merupakan skalar, sedangkan unsur-unsur

disebut dengan vektor.
Sebagai contoh: misalkan

merupakan himpunan dari pasangan terurut

dengan panjang n yang unsur-unsurnya merupakan elemen dari
{(

,

,…,

)

}. Misalkan pula
, dan

v

, yaitu

=

=

, w =

. Operasi Penjumlahan di

didefinisikan

. Sedangkan perkalian

sebagai v + w =
dengan skalar didefinisikan sebagai

.v =

. Maka

merupakan ruang vektor.

Definisi Subruang (Subspace)
Misalkan

adalah ruang vektor atas skalar

disebut subruang dari

jika

operasi yang sama dengan .

dan

. Himpunan

juga merupakan ruang vektor atas

terhadap

7

Teorema 1
adalah ruang vektor atas skalar

Misalkan

dan

, maka tiga

proposisi berikut ini ekivalen.
(i)
(ii)

subruang dari .
Berlaku dua sifat berikut ini:
(a) (

,

)

(b) ( k
(iii)

, w

( k, l

,

+

, dan

) kw

.

) k

,

+l

.
(Sugi Guritman 2005)

Definisi Kombinasi Linear
Misalkan

adalah

ruang vektor atas skalar

= { , ,…, } terdiri atas n vektor dalam
kombinasi linear dari

jika

( , , …,

)

. Diberikan

himpunan

. Suatu vektor v

disebut

sehingga v =

.

(Sugi Guritman 2005)

Definisi Bebas Linear dan Terpaut linear
Misalkan

adalah ruang vektor atas skalar

, dan misalkan

adalah himpunan yang terdiri atas n vektor dalam

.

=

disebut

bebas linear jika memenuhi persamaan berikut
( i
Ingkarannya,

I = {1,2,…,n}

= 0).

disebut terpaut linear jika
( j

I = {1,2,…, n}

0).
(Sugi Guritman 2005)

Definisi Perentang / Span
Jika S =

adalah vektor-vektor di dalam ruang vektor

jika tiap-tiap vektor di dalam

dan

dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari S,

maka dikatakan bahwa vektor-vektor S merentang (spanning) .
Jika

=

, maka S disebut himpunan perentang

. Dan

dikatakan

direntang oleh S.
(Gunawan Santosa R. 2009)

8

Definisi Basis
adalah sembarang ruang vektor dan S = {

Jika

sebuah himpunan berhingga dari vektor-vektor di dalam
sebuah basis untuk

} adalah

, maka S dinamakan

jika:

1. S bebas linear.
2. S merentang .
(Gunawan Santosa R. 2009)

Definisi Dimensi
Dimensi dari sebuah ruang vektor

didefinisikan sebagai banyaknya

vektor-vektor dari basis di .
(Gunawan Santosa R. 2009)

Definisi Ruang Baris dan Ruang Kolom
Jika diketahui matriks A berukuran m

n, maka subruang

yang

direntang oleh vektor-vektor baris dinamakan ruang baris (row space) dari A.
Sedangkan subruang

yang direntang oleh vektor-vektor kolom dinamakan

ruang kolom (column space) dari A.
(Gunawan Santosa R. 2009)

Definisi Rank
Dimensi ruang baris atau ruang kolom dari matriks A dinamakan rank dari
matriks A.
(Gunawan Santosa R. 2009)

Definisi Produk dalam
Misalkan

adalah ruang vektor atas skalar

, misalkan x, y

sembarang. Operasi biner dari x dan y bernilai dalam , dinotasikan

, disebut

produk dalam (inner product) jika memenuhi sifat-sifat berikut. Untuk setiap
x, y, z

dan k, l

1. Simetrik:
2. Linearitas:

berlaku:
=
=k

+l

, dan

9

3. Positifitas:

0 dan

= 0 jhj x = 0.
(Sugi Guritman 2005)

Sebagai contoh: misalkan x = {

}

dan y = {

}

. Produk dalam baku dari x dan y didefinisikan sebagai berikut
= x.y =

.

Definisi Ortogonal
dikatakan ortogonal,

Dua vektor x dan y di dalam ruang vektor
dinotasikan x

y, jika

= 0.
(Sugi Guritman 2005)

Definisi Komplemen Ortogonal
Misalkan

adalah ruang vektor dan S

juga dual) dari S, notasi

. Komplemen ortogonal (disebut

, didefinisikan sebagai
=

.
(Sugi Guritman 2005)

Sebagai contoh: misalkan v =
i.

,w=

; v, w

.

Vektor v & w dikatakan saling tegak lurus (orthogonal) jika
v.w = 0

ii.

Misalkan

S merupakan himpunan bagian dari

orthogonal dari S, notasi

didefinisikan sebagai

=

. Jika S =

Jika S merupakan subruang dari ruang vektor
dari ruang vektor

dan

=

. Komplemen

, maka

, maka

=

.

merupakan subruang

.
(Ling & Xing, 2004)

Definisi Kode Linear
Misalkan diberikan field berhingga Fq . Misalkan pula Fqn merupakan
himpunan dari vektor-vektor atas Fq dengan panjang n . Kode linear C
didefinisikan sebagai subruang dari ruang vektor Fqn .
(Ling & Xing, 2004)

10

Definisi Kode Dual
Misalkan C merupakan kode linear atas
dari C, notasi

, maka Kode dual (dual code)

, adalah komplemen orthogonal dari C.

Teorema 2
Misal C adalah kode linear atas

dengan panjang n dan dimensi k, maka :

i.

=

ii.

juga merupakan suatu kode linear dan dim (C ) + dim

iii.

dim ( C ) =
=n

=C

Dengan demikian jika C berdimensi k, maka

berdimensi r = n – k .
(Ling & Xing, 2004)

Definisi Jarak Hamming (Hamming distance)
Diberikan ruang vektor
anggota dari

(x, y

atas lapangan

. Misalkan pula x dan y adalah

). Jarak Hamming antara x dan y yang dinotasikan

dengan d ( x, y ) , didefinisikan sebagai berikut.
d ( x, y ) = d ( x1 , y1 ) + d ( x2 , y2 ) + ...d ( xn , yn ) , dengan
1
d ( xi , yi ) = 
0

xi ≠ yi
xi = yi

.
(Ling & Xing, 2004)

Definisi Jarak Minimum suatu kode (Minimum distance of a code)
Misalkan C adalah kode linear yang memiliki kata kode lebih dari satu.
Jarak minimum untuk C , yang dinotasikan d ( C ) , didefinisikan sebagai
=
d ( C ) min {d ( x, y ) | x, y ∈ C , x ≠ y} .

(Ling & Xing, 2004)

Parameter Kode Linear
Kode linear C dengan panjang n dan berdimensi k disebut dengan kode
linear dengan parameter [n, k]. Jika jarak minimum d dari C diketahui, maka C
disebut kode linear dengan parameter [n, k, d]. Atau disebut kode linear-[n, k, d].

11

Untuk selanjutnya, jika parameter dari suatu kode tidak ditekankan, cukup
disebutkan bahwa C adalah suatu kode linear. Anggota dari C disebut dengan kata
kode.
(Ling & Xing, 2004)

Definisi Bobot Hamming (Hamming weight)
Diberikan ruang vektor

. Misalkan pula x

(Hamming Distance), yang dinotasikan

. Bobot Hamming

wt(x) didefinisikan sebagai jumlah

koordinat/unsur yang tak nol:
Wt(x) = d(x, 0) dengan 0 adalah vektor nol
atau dapat pula didefnisikan sebagai berikut.
1
wt ( x) d=
( x, 0) 
=
0

jika x ≠ 0
.
jika x = 0

Lema 1.
Diberikan ruang vektor

. Misalkan x, y

, maka d(x, y) = wt(x

y).

(Ling & Xing, 2004)

Definisi Bobot Minimum Hamming
Diberikan kode linear C . Minimum Hamming weight (Bobot minimal
Hamming) dari C , dinotasikan wt ( C ) , didefinisikan sebagai bobot terkecil dari
kata kode tak nol dari C .
Teorema 3
Misalkan C adalah suatu kode linear, maka d ( C ) = wt ( C ) .
(Ling & Xing, 2004)

Definisi Matriks Generator dan Matriks Cek Paritas
i.

G dikatakan matriks generator bagi kode C jika baris-barisnya
merupakan basis untuk C.

ii.

H dikatakan matriks cek paritas dari kode C jika H merupakan
matriks generator bagi kode dual

.
(Ling & Xing, 2004)

12

Bentuk Standar dari Matriks Cek Paritas H dan Matriks Generator G
Diberikan kode linear C . Misalkan H dan G , secara berturut-turut adalah
matrik cek paritas dan matrik generator untuk kode linear C .
i.

Bentuk standar untuk matriks generator G adalah ( I k | X ) , dengan

=
Ik

ii.

Matriks identitas berukuran k × k .

Bentuk standar untuk matriks cek paritas H adalah

dengan I n − k
=

(Y | I n − k ) ,

Matriks identitas berukuran ( n − k ) × ( n − k ) .

(Ling & Xing, 2004)
Teorema 4
Misalkan H adalah suatu matriks cek paritas bagi kode linear C, maka
C memiliki jarak minimum
≥

i.

d jika dan hanya jika d – 1 kolom

dari H saling bebas linear.
C memiliki jarak minimum ≤ d jika dan hanya jika d kolom dari H

ii.

saling tidak bebas linear.
(Ling & Xing, 2004)
Teorema 5
adalah bentuk standar dari matriks generator untuk suatu

Jika G =

kode C dengan parameter [n, k], maka matriks cek paritas untuk kode C adalah
H=

.
(Ling & Xing, 2004)

Definisi Ekivalensi dari Kode Linear
Misalkan diberikan sembarang kode linear C1 dan C2 . C1 dan C2 dikatakan
ekivalen jika salah satunya dapat diperoleh dari kode yang lain dengan cara
mengkombinasikan operasi-operasi sebagai berikut.
i.

Mempermutasikan digit-digit yang ada di kata kode tersebut.

ii.

Mengalikan posisi tertentu dengan skalar.
(Ling & Xing, 2004)

13

Model Aljabar Kode Linear Biner.
menotasikan ruang vektor standar berdimensi n atas dasar field

Jika
biner
x

= {0,1}. Maka definisi Bobot (Hamming weight) dari suatu vektor
adalah banyaknya simbol tak nol dalam x dan dinotasikan “ ฀t (x) “ .

Definisi Jarak (Hamming distance) antara dua vektor x,y

adalah banyaknya

posisi digit dari x dan y dimana simbol mereka berbeda dan dinotasikan “ d(x,y) “,
jelas bahwa d(x,y) = ฀t(x + y). Sebagai contoh, di dalam ruang vektor

, jika

x = 110001 dan y = 101010, maka:
d(x,y) = ฀t(110001 + 101010) = ฀t (011011) = 4
Dalam praktek, pengertian tersebut terkait dengan makna fisik sebagai
berikut. Jika pesan x akan dikirim dan berubah menjadi y saat diterima, maka
d(x,y) merepresentasikan banyaknya galat yang terjadi. d(x,y) = 0 berarti tidak
terjadi kesalahan saat pengiriman.
Dari definisi kode di atas dapat disimpulkan bahwa suatu kode linear biner
dengan panjang n merupakan subruang C dari ruang vektor

. Anggota suatu

kode disebut dengan katakode (codeword). Mengonstruksi suatu kode bukan suatu
hal yang sederhana karena harus mempertimbangkan makna praktek yang
dijelaskan sebagai berikut.
Kode merupakan representasi dari himpunan semua pesan. Artinya satu
katakode mewakili satu pesan. Kode diciptakan untuk melindungi (koreksi atau
deteksi) pesan dari kesalahan saat pengiriman. Dengan demikian di dalam setiap
bitstring katakode harus mengandung dua makna, yaitu simbol pesan dan simbol
cek. Simbol pesan telah diketahui (diberikan) sebagai bentuk biner dari pesan,
sedangkan simbol cek merupakan simbol ekstra yang ditempelkan pada pesan.
Biasanya nilai simbol cek bergantung pada simbol pesan. Berikut ini diberikan
ilustrasi bagaimana mengonstruksi suatu kode berdasarkan persamaan aljabar.
Contoh 1: Definisikan suatu kode C dengan panjang 6 di dalam ruang
syarat : x =

C jika dan hanya jika

simbol cek yang memenuhi persamaan :
=

+

=

+

=

+

+

dengan

simbol pesan dan

14

Karena simbol pesan berukuran 3 bit, maka himpunan semua simbol pesan
adalah
= {000, 001, 010, 011, 100, 101, 110, 111}
Jika

= 011

, berarti

= 0 + 1 + 1 = 0, dan

= 0,

= 1 dan

= 1, maka

= 1 + 0 = 1,

C.

= 1 + 1 = 0, sehingga 011100

Secara lengkap pendefinisian C diberikan dalam tabel berikut :
Tabel 1 Contoh pendefinisian pesan menjadi katakode
Simbol Pesan

Katakode

000

000000

001

001111

010

010011

011

011100

100

100110

101

101001

110

110101

111

111010

Jadi C = {000000, 001111, 010011, 011100, 100110, 101001, 110101, 111010}

.

Ilustrasi praktek dari contoh di atas diberikan sebagai berikut. Suatu pesan
110 akan dikirim, maka pesan itu terlebih dahulu harus diubah (dienkoding)
menjadi kata kode. Ini berarti 110 menjadi input dari enkoder. Dan enkoder
melakukan perhitungan dengan menggunakan algoritma sebagaimana dirumuskan
pada contoh tersebut untuk mengubahnya menjadi katakode. Output dari enkoder
adalah berupa kata kode x = 110101. Katakode inilah yang kemudian dikirim
melalui saluran yang diasumsikan terganggu (noisy). Apabila pada saat
pengiriman terjadi gangguan dan x berubah menjadi y = 010101, maka dekoder
harus mampu paling tidak mendeteksi dan akan lebih baik kalau bisa mengoreksi.

15

Pengertian Matriks Cek Paritas
Suatu matriks H berukuran r x n yang semua barisnya merupakan suatu
basis untuk

disebut matriks cek paritas (parity check matrix) dari C.

Pengertian matriks paritas ini berimplikasi pada pendefinisian kode linear yang
berkaitan dengan cara konstruksi seperti pada contoh 1 diatas, yaitu :
C = {x

= 0}

H

Dengan kata lain, C adalah himpunan solusi dari SPL H

= 0 (disebut dengan

kernel H). Mengkonstruksi (membuat) kode linear dengan panjang n dan
berdimensi k sama artinya dengan mendefinisikan matriks cek paritas seperti yang
dimaksud di atas. Disamping itu matriks cek paritas berfungsi mengubah pesan
menjadi katakode, dengan kata lain ia merupakan parameter didalam enkoding.
Enkoding kode linear dengan menggunakan matriks paritas H di ilustrasikan
sebagai berikut.
Diberikan blok simbol pesan dengan panjang k, misalnya u =
akan dienkode menjadi kata kode x =

…….

dimana n

….

,

k dengan

menggunakan matriks cek paritas H yang telah didefinisikan sebelumnya. Maka
pertama kali didefinisikan :
=

,

=

, ……..,

=

dan diikuti dengan pendefinisian r = (n – k) simbol cek

,
,

….

yang

nilainya bergantung pada nilai simbol pesan. Ketergantungan ini ditentukan oleh
H dengan menyelesaikan SPL homogen berikut.
H

=0

H

=

(1)

Demi kemudahan penyelesaian, matriks H biasanya diberikan dalam bentuk
standar, yaitu
H=(AC )

dengan A adalah matriks biner berukuran r x k, dan

(2)

adalah matriks idetitas

berukuran r x r. Jika H belum berbentuk standar, maka dengan operasi
baris/kolom elementer dapat dicari matriks ekuivalen standarnya. Untuk semua

16

perhitungan menggunakan aritmetik operasi modulo 2 yang telah didefinisikan
pada

.
Berikut ini adalah ilustrasi proses kalkulasi enkoding dengan menggunakan

matriks H.
Contoh 2: Didefinisikankan matriks cek paritas
H=
Dari ukuran H diperoleh n = 6; n – k = 3, sehingga k = 3. Terlihat bahwa matriks
H mempunyai bentuk standar sama dengan
A=
Pesan u =

akan dienkode menjadi x =

. Hal ini dimulai

dari
=
kemudian

;

=

;

=

dipilih sehingga memenuhi H

;
= 0, sehingga diperoleh Sistem

Persamaan Linear (SPL)
+

+

= 0;

+

+

= 0;

+

+

= 0:

dan disebut SPL cek paritas. Misalnya pesan u = 110, maka

= 1,

= 1,

= 0,

dan dari SPL diperoleh
= -1 = 1
= -1 = 1
= -1 – 1 = 1 + 1 = 0
Ini berarti H mengubah pesan u = 110 menjadi katakode x = 110110. Secara
keseluruhan, karena k = 3, maka ada

= 8 pesan berbeda yang bertindak sebagai

input dalam enkoding, sehingga H mendefinisikan kode C dengan anggota
8 katakode.
C = {000000, 001110, 010101, 011011, 100011, 101101, 110110, 111000}
Selain menggunakan matriks cek paritas H, untuk mengkonstruksi C juga bisa
menggunakan matriks generator dari C, biasanya dinotasikan dengan G. Dengan
demikian, semua baris dari G merupakan basis untuk C. Akibatnya, G berukuran

17

k x n dan setiap katakode merupakan kombinasi linear dari semua

vektor baris

dari G, dengan kata lain
C = Merentang ({
dimana {

,

, ….

,

, ….

})

} adalah himpunan semua baris dari G.

Dasar-dasar Konstruksi Kode
Apabila suatu kode telah berhasil dikonstruksi, maka kode dengan parameter
yang berbeda dapat pula dikonstruksi, berikut adalah beberapa cara untuk
mendapatkan kode lain tersebut.
1. Penambahan pada matriks cek paritas
Misalkan C adalah suatu kode linear biner dengan parameter

[ n, k , d ]

dengan beberapa kata kode nya berbobot ganjil. Dari kode tersebut akan dibentuk
kode baru CÌ‚ dengan menambahkan bit "0" di akhir kata kode yang berbobot
genap, dan bit "1" di akhir kata kode yang berbobot ganjil.
Dengan penambahan ini, jarak tiap pasang kata kode menjadi genap. Jika jarak
minimum kode C ganjil, maka kode yang baru memiliki jarak minimum d + 1 ,
Sehingga

CÌ‚

memiliki parameter

[ n + 1, k , d + 1] .

Secara umum, proses

penambahan simbol pada matriks cek paritas disebut sebagai exending a code
(memperluas suatu kode) .
(MacWilliams & Sloane,1981)
2. Penghapusan dengan cara menghilangkan beberapa kata kode
Misalkan kode linear biner C memiliki parameter [ n, k , d ] dan memiliki
kata kode dengan bobot ganjil dan genap. Kata kode dengan bobot ganjil dapat
dihapus untuk mendapatkan kode baru dengan parameter

[ n, k − 1, d '] .

Pada

umumnya d ' > d .
(MacWilliams & Sloane,1981)

BAB III
METODE
Formulasi Masalah
Jika C adalah kode linear biner yang mempunyai panjang n, berdimensi k,
dan berjarak minimum d, maka C diberi nama kode-[n,k,d]. Selanjutnya C
dikatakan baik jika n-kecil, k-besar dan d-besar. Makna fisiknya, n harus kecil
terkait dengan kecepatan proses enkoding dan dekoding, dan juga terkait dengan
besarnya memori yang digunakan dalam proses itu, k harus besar terkait dengan
banyaknya pesan yang dapat diubah menjadi katakode, d harus besar terkait
dengan banyaknya galat yang dapat dikoreksi.
Pada penelitian ini yang dimaksud dengan kode optimal kuat (strongly
optimal codes) adalah jika kode dengan parameter [n, k, d] telah berhasil
dikonstruksi dan telah berhasil pula dibuktikan bahwa kode dengan parameter
[n+1, k+1, d] tidak ada. Konstruksi kode yang dilakukan berlandaskan pada
teorema berikut ini.
Teorema 6 (The Gilbert-Varshamov bound)
Jika telah diketahui ada kode [n, k, d] yang memenuhi ketaksamaan
1+

+

+

+

<

maka ada (dapat dikonstruksi) kode dengan parameter [ n+1, k+1, d ].
Kajian tentang teorema Gilbert-Varshamov bound cukup menarik. Bentuk
umum perbaikan teorema tersebut terakhir dilakukan oleh A. Barg dkk.. Namun
penerapan per kasus kode (kode dengan nilai parameter tertentu) baik yang batas
atas maupun batas bawah belum banyak dilakukan. Untuk itu pada penelitian ini
dicoba penerapan teorema Gilbert-Varshamov bound untuk mengonstruksi kode
optimal kuat. Konstruksi kode dalam penelitian ini dibatasi per kasus atas dasar
jarak minimum d, yaitu dimulai untuk d = 13 dan d = 15. Pemilihan kasus cukup
untuk d ganjil, hal ini didasarkan pada salah satu sifat kode linear yang dinyatakan
sebagai berikut. Jika kode dengan parameter [n, k, d] ada untuk d ganjil, maka
dapat dikonstruksi kode dengan parameter
anggotanya berbobot genap.

[n + 1, k, d + 1]

dan setiap

19

Metodologi
Mengonstruksi suatu kode berarti mendefinisikan matriks cek paritas

H

atau matriks generator G. Selain teorema Gilbert-Vashamov Bound, berikut ini
diberikan beberapa teorema yang paling berperan untuk melandasi konstruksi H.
Teorema 7 Jika H adalah matriks cek paritas dari suatu kode dengan panjang n,
maka kode tersebut mempunyai dimensi (n – r) jika dan hanya jika ada r kolom
dari H

yang bebas linear tetapi tidak ada r + 1 kolom dari H yang bebas linear

(r adalah rank dari H).
Teorema 8 Jika H adalah matriks cek paritas dari suatu kode dengan panjang n
maka kode tersebut mempunyai jarak minimum d jika dan hanya jika setiap d – 1
kolom dari H yang bebas linear dan ada d kolom dari H yang tidak bebas linear.
Teorema 9 (The Singleton bound) Jika C adalah kode dengan parameter [n, k, d]
maka (n – k)

(d – 1).

Berdasarkan teorema-teorema tersebut, cukup dikonstruksi bentuk standar
dari matriks H yaitu H =

. Untuk mempertimbangkan efisiensi komputasi

maka kita cukup mengonstruksi matriks B berukuran k x r yang memenuhi
sifst-sifat:
a. Vektor-vektor dari B berbobot paling sedikit (d - 1).
b. Jumlah setiap i-vektor baris dari B berbobot paling sedikit (d - i) untuk
i = 2, 3, …..s, dimana s = min {d - 1, k}.
Pada penelitian ini dibuktikan bahwa konstruksi H dengan strategi di atas
memenuhi ketiga teorema yang bersangkutan, sehingga H akan mendefinisikan
kode dengan parameter [n, k, d].
Setelah

kode

[n,

mendefinisikan himpunan

k,

d]

dikonstruksi

langkah

berikutnya

adalah

yang beranggotakan semua vektor baris dari B dan

semua vektor sebagai hasil jumlah i-vektor baris dari B untuk i = 2,3….s, dimana
s = min {d - 1, k}. Maka jelas bahwa
dan x

x
matriks

⊆

. Jika

, maka ada vektor

yang ditambahkan ke baris matriks B untuk mendefinisikan

berukuran (k + 1) x r dan matriks cek paritas

=

akan

mendefinisikan kode dengan parameter [n +1, k +1, d].
Proses ekstensi kode dari [n, k, d] ke [n + 1, k + 1, d] dilakukan tahap demi
tahap sampai diperoleh suatu kode C dengan parameter [ ,

, d] yang sudah

20

tidak bisa diperluas lagi. Ketika diperoleh informasi bahwa telah dibuktikan
bahwa kode dengan parameter

[ + 1,

+ 1, d] tidak ada, maka C merupakan

kode optimal kuat yang telah berhasil dikonstruksi. Akan tetapi, ketika diperoleh
informasi bahwa ada kode dengan parameter [ + 1,

+ 1, d], berarti kita telah

gagal mengkonstruksi kode optimal kuat. Dalam hal ini, kita harus melakukan
rekonstruksi dengan strategi memilih kode dasar

[n, k, d] yang lain yang

berpeluang besar dapat diperluas menjadi kode optimal kuat C. Pemilihan kode
dasar yang baik perlu adanya eksplorasi baik yang bersifat teoritik maupun
komputatif. Selanjutnya, keberhasilan konstruksi kode optimal kuat C dapat
digunakan sebagai kode dasar untuk diperluas menjadi kode optimal kuat
berikutnya dengan strategi yang sama.

Langkah-langkah Penelitian
Dalam penelitian ini dikontruksi kode optimal kuat dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Mengkaji teori yang digunakan dalam penelitian.
2. Membahas Aritmetik Aljabar Matriks dengan cara :
a. Mendefinisikan ruang vektor

sebagai himpunan kuasa

pada

himpunan A = {0, 1, 2, ……., n – 1}n.
b. Mendefinisikan matriks sebagai daftar dari sejumlah anggota

.

3. Mengkaji Algoritme prosedur untuk pelacakan kode optimal kuat.
4. Mengonstruksi kode optimal kuat dengan jarak minimum d = 13 dan
d = 15.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada BAB IV ini dibahas tentang permasalahan sebagai berikut: Kajian
Teori yang digunakan dalam penelitian, Membahas Aritmetik Aljabar Matriks,
Program-program Aritmetik Aljabar Matriks Biner, Program-program Pelacakan
Kode Optimal Kuat, Algoritme Konstruksi kode optimal kuat, dan Konstruksi
Kode Optimal Kuat Dengan Jarak Minimum 13 dan 15.

Kajian Teori
Diberikan kode linear C dengan parameter [n, k, d]. Misalkan H merupakan
matriks

cek

paritas

C=
H

untuk

C.

Dari

definisi

matriks

cekparitas

, atau dengan kata lain C adalah himpunan solusi dari SPL
= 0 ( C disebut dengan kernel H) . Hal ini karena baris-baris dari matriks H

merupakan basis untuk

, komplemen orthogonal bagi C.

Karena kode linear C merupakan kernel dari matriks cek paritasnya, maka
mengkonstruksi suatu kode linear C sama dengan mengkonstruksi matriks cek
paritasnya. Berikut ini adalah teorema yang berkaitan dengan konstruksi kode
linear biner optimal kuat.
Teorema 6 (The Gilbert-Varshamov bound)
Diberikan kode linear C dengan parameter [n, k, d]. Jika ketaksamaan
1+

+

+

+

<

berlaku maka dapat dikonstruksi kode

dengan parameter [n+1, k+1, d].
Bukti :
Misal diberikan kode linear yang memiliki parameter [n, k, d]. Berdasarkan
Teorema 7, ada matriks cek paritas berordo (n – k)
yang setiap d – 1 vektor dari
vektor

. Jika ada vektor x

n, yaitu H =

adalah bebas linear dalam ruang
yang bukan i kombinasi linear dari

vektor-vektor kolom H, untuk i = 1,2,…,d – 2 , maka

=

adalah

matriks cek paritas untuk kode linear yang memiliki parameter [n + 1, k + 1, d].

22

berordo (n – k )

Hal ini karena

( k + 1) dan setiap d – 1 vektor dari

adalah bebas linear dalam ruang vektor
Jika

.

banyaknya kombinasi linear yang mungkin dari kolom-kolom

sehingga tidak ada d – 1 kolom yang bergantung linear lebih besar atau sama
dengan jumlah vektor tak nol dalam

, maka

bukan matriks cek paritas

untuk kode linear dengan parameter [n + 1, k + 1, d]. Banyaknya vektor-vektor tan
nol dalam

yang mungkin dipilih untuk x adalah

. Sedangkan

banyaknya kombinasi linear yang mungkin dari kolom-kolom
+

+…+

adalah

, sehingga jika ada kode linear C dengan parameter

[n, k, d], dan persamaan 1 +

+

+…+

<

berlaku, maka

dapat dikonstruksi kode baru dengan parameter [n + 1, k + 1, d] berdasarkan kode
linear C tersebut.
Teorema 7
Diberikan kode linear C dengan panjang n. Jika H adalah matriks cek paritas
dari suatu kode dengan panjang n, maka kode tersebut mempunyai dimensi
(n – r) jika dan hanya jika ada r kolom dari H yang bebas linear tetapi tidak ada
r + 1 kolom dari H yang bebas linear (r adalah rank dari H).
Bukti:
Diberikan kode linear C dengan panjang n. Misalkan H adalah matriks cek
paritas bagi kode linear C. Misalkan pula G adalah matriks generator bagi kode
linear C. Kode linear C memiliki pangkat (n – r) jika dan hanya jika

rank

(G) = (n – k). [karena G adalah basis, dan banyaknya baris di G menunjukkan
dimensi suatu kode]. Karena G dan H saling orthogonal, maka rank (G) = (n – r)
jika dan hanya jika rank (H) = r.
Teorema 8
Diberikan kode linear C dengan panjang n. Jika H adalah matriks cek paritas
dari suatu kode dengan panjang n maka kode tersebut mempunyai jarak minimum
d jika dan hanya jika setiap d – 1 kolom dari H yang bebas linear dan ada d kolom
dari H yang tidak bebas linear.

23

Bukti :
Diberikan kode linear C dengan panjang n. Misalkan H adalah matriks cek
paritas bagi kode linear C. Kode linear C berbobot minimum d jika dan hanya jika
kedua sarat berikut terpenuhi
Ada vektor v ฀

i.

dengan wt (v) = d sehingga

untuk setiap w ฀

ii.

=

dengan wt (w) < d. (jika

=

maka w ฀ C. Kontradiksi dengan fakta bahwa wt (w) < d).
Disisi lain, kedua sarat di atas (i dan ii) dapat terjadi jika dan hanya jika ada d
kolom dari H yang tidak bebas linear dan setiap d – 1 kolom dari H yang bebas
linear.
Teorema 9 (The Singleton bound)
Diberikan kode linear C. Jika C adalah kode dengan parameter [n, k, d]
maka (n – k)

(d – 1).

Bukti :
Misal diberikan kode kode linear C dengan parameter [n, k, d], maka kode
linear C memiliki matriks cek paritas H berukuran (n – k) x n, sehingga
rank (H) ≤ (n – k). Dari teorema 7, matriks H memiliki d – 1 kolom yang bebas
linear. Sehingga rank (H) = (d – 1), dengan kata lain (d – 1) ≤ (d – k).
Mengonstruksi suatu kode, sama artinya dengan mengonstruksi matriks cek
paritas H. Berdasarkan teorema-teorema yang telah disebutkan di landasan teori,
maka cukup dikonstruksi bentuk standar dari H, yaitu H =

. Dan atas

pertimbangan efisiensi komputasi, cukup dikonstruksi matriks B berukuran k

r.

Dari teorema Gilbert-Vashamov diturunkan suatu teorema baru yaitu Teorema 10.
Dalam tulisan ini konstruksi kode linear biner optimal kuat dilakukan atas
dasar Teorema 10 berikut ini.
Teorema 10
Jika matriks B berukuran k

r dikonstruksi berdasarkan sifat-sifat sebagai

berikut :
1. Semua vektor baris dari B berbeda, dan
2. Jumlah setiap i vektor baris dari B berbobot paling sedikit (d – i) untuk
i = 2, 3, …, s dimana s = min {d – 1 , k}, dan (d – 1) ≤ r,

24

maka

dan G =

H=

secara berturut-turut merupakan matriks

cek paritas dan matriks generator untuk kode linear C dengan parameter
[k + r , k, ≥ d].
Bukti :
r

Misalkan telah dikonstruksi matriks B berukuran k

sebagaimana
merupakan

disyaratkan teorema. Akan ditunjukan bahwa H =

matriks cek paritas untuk kode linear C dengan parameter [k + r , k, ≥ d].
Karena H berukuran r

(k + r), maka C memiliki panjang k + r. Karena

jumlah baris matriks B sama dengan k, maka kode linear C berdimensi k.
Selanjutnya akan ditunjukan bahwa kode linear C
minimum ≥ d. Andaikan ada v
v=

C dengan wt

wt

= i dan

= j , maka berlaku

adalah vektor cek dengan wt
d–i

< d dan ditulis

merupakan vektor pesan dengan wt

dimana

i+j < d

memiliki jarak

< d–i

( 1.1 )

dan
H

=

=

Karena wt
wt

+

=

=

( 1.2 )

= i , dan berdasarkan sifat 2 dari Teorema 10, maka
≥ d–i

( 1.3 )

Dari persamaan 1.2 diperoleh bahwa
ekivalen dengan wt

=

, sehingga persamaan 1.3

≥ d â€