Identifikasi Sebaran Spasial Resiko Tanah Longsor Sebagai Upaya Mitigasi Bencana di Sub DAS Cisadane Hulu
IDENTIFIKASI SE
SEBARAN SPASIAL RESIKO TANAH
AH LONGSOR
SEBAGA UPAYA MITIGASI BENCANA
SEBAGAI
NA
D SUB DAS CISADANE HULU
DI
M
MUHAMMAD
JUAN ARDHA
DEPARTEMEN KONSER
SERVASI SUMBERDAYA HUTAN DA
AN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
IN
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Sebaran
Spasial Resiko Tanah Longsor Sebagai Upaya Mitigasi Bencana di Sub DAS
Cisadane Hulu, adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Muhammad Juan Ardha
NIM E34080107
ABSTRAK
MUHAMMAD JUAN ARDHA. Identifikasi Sebaran Spasial Resiko Tanah
Longsor Sebagai Upaya Mitigasi Bencana di Sub DAS Cisadane Hulu. Dibimbing
oleh LILIK BUDI PRASETYO dan OMO RUSDIANA.
Penerapan Sistem Informasi Geografis (SIG), penginderaan jauh, dapat
dikembangkan untuk pengelolaan dalam upaya menangani kejadian bencana alam
seperti tanah longsor di daerah sekitar DAS. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
memperoleh peta sebaran tingkat bahaya tanah longsor dan analisis resiko akibat
tanah longsor di Sub DAS Cisadane Hulu dengan menggunakan teknologi SIG.
Hasil analisis menunjukkan wilayah yang termasuk kategori kerawanan longsor
tinggi sekitar 8539.83 Ha (21.89%) kategori kerawanan longsor sedang sekitar
26243.56 Ha (67.27%) dan kerawanan longsor rendah sekitar 4226.84 Ha
(10,83%). Sedangkan untuk analisis resiko tanah longsor secara umum,
menunjukkan bahwa wilayah Sub DAS Cisadane Hulu sebagian besar termasuk
dalam kelas resiko rendah terhadap tanah longsor. Hasil evaluasi pola ruang
menunjukkan bahwa beberapa kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan
permukiman terletak pada daerah dengan resiko longsor kategori tinggi sehingga
tidak sesuai dengan prinsip penataan ruang.
kata kunci: pola ruang, resiko longsor.
ABSTRACT
MUHAMMAD JUAN ARDHA. Spatial Distribution Identification of Landslide
Risk as an Effort of Disaster Mitigation in Upper Cisadane Sub Watershed.Under
supervision of by LILIK BUDI PRASETYO and OMO RUSDIANA.
Application of Geographic Information Systems (GIS) and remote sensing
can be developed for the management in an attempt to handle of natural disasters
such as landslides in the area within a watershed. The purpose of this study was to
obtain a distribution map of hazard level of landslides and its risk as a result of
landslides at upper Cisadane Sub watershed, using GIS technologies. The results
of the analysis showed that areas with high susceptible, medium, low of landslide
covered approximately 8539.83 Ha (21.89%), 26243.56 Ha (67.27%) and
4226.84 Ha (10.83%), respectively. Meanwhile, the risk of landslides analysis
depicted that in general the upper Cisadane Sub watershed were mostly included
as low risk of landslides disaster. It was very unfortunate, that some areas
designated as residential zone within spatial plan were situated on areas with a
high susceptible of landslides disasters. This was not accordance with the
principle of spatial planning.
keyword : landslide risk, spatial pattern.
IDENTIFIKASI SEBARAN SPASIAL RESIKO TANAH LONGSOR
SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA
DI SUB DAS CISADANE HULU
MUHAMMAD JUAN ARDHA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Judul Skripsi
Nama
NIM
Identifikasi Sebaran Spasial Resiko Tanah Longsor Sebagai
Upaya M itigasi Bencana di Sub DAS Cisadane Hulu
Muhammad Juan Ardha
E34080107
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc.
Pembirnbing I
Tanggal Lulus:
Dr Ir Orno Rusdiana. MSc .
Pernbimbing II
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Identifikasi Sebaran Spasial Resiko Tanah Longsor Sebagai
Upaya Mitigasi Bencana di Sub DAS Cisadane Hulu
: Muhammad Juan Ardha
: E34080107
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc.
Pembimbing I
Dr Ir Omo Rusdiana, MSc.
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan berkah serta rahmat-Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Aplikasi SIG Dan Penginderaan Jauh Dalam Mengidentifikasi
Sebaran Dan Resiko Tanah Longsor Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Di Sub
DAS Cisadane Hulu”. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof Dr Ir
Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. dan Dr Ir Omo Rusdiana M.Sc. selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan serta bimbingan dalam penyelesaian
skripsi ini.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar
sarjana dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini menggambarkan penerapan
Sistem Informasi Geografis (SIG), penginderaan jauh, dikembangkan untuk
pengelolaan dalam upaya menangani kejadian bencana alam seperti tanah longsor
di daerah sekitar DAS.
Selama penyusunan skripsi ini banyak hambatan yang dihadapi. Berkat
kemurahan-Nya serta bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini dapat diselesaikan.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua
pihak yang berkepentingan dengan karya ini. Akhirnya dengan segala kemampuan
dan kekurangan, penulis berharap semoga karya ini dapat memberi manfaat dan
kebaikan bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2013.
Muhammad Juan Ardha
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Lokasi
2
Alat dan Bahan
2
Metode Pengumpulan Data
2
Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
9
Analisis Wilayah Rawan Longsor
9
Analisis Wilayah Resiko Longsor
21
Analisis Tata Ruang
25
SIMPULAN DAN SARAN
29
Simpulan
29
Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
30
LAMPIRAN
31
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Rekapitulasi pengumpulan dan pengolahan data
Klasifikasi parameter tanah longsor
Matriks resiko longsor
Nilai kelas resiko longsor
Nilai skor dan buffering untuk tiap jenis peta
Klasifikasi curah hujan pada masing-masing kecamatan
Klasifikasi leren lahan pada masing-masing kecamatan
Klasifikasi jenis geologi pada masing-masing kecamatan
Klasifikasi keberadaan patahan/sesar/gawir pada masing-masing
kecamatan
Klasifikasi kedalaman tanah regolit pada masing-masing kecamatan
Klasifikasi penggunaan lahan pada masing-masing kecamatan
Klasifikasi infrastruktur pada masing-masing kecamatan
Klasifikasi kepadatan penduduk pada masing-masing kecamatan
Interval skor kelas kerawanan tanah longsor
Nilai tingkat kerawanan longsor
Interval skor kelas properti
Sebaran properti pada masing-masing kecamatan
Nilai tingkat resiko longsor
Pemanfaatan ruang di kerawanan longsor tinggi
3
5
7
7
7
10
11
12
13
13
14
15
16
19
19
21
21
23
26
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Parameter kerawanan longsor Sub DAS Cisadane Hulu
Parameter kerawanan longsor Sub DAS Cisadane Hulu
Peta sebaran kerawanan longsor Sub DAS Cisadane Hulu
Peta sebaran properti Sub DAS Cisadane Hulu
Peta sebaran resiko longsor Sub DAS Cisadane Hulu
17
18
20
22
24
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
Hasil uji akurasi
Daftar nama stasiun curah hujan
31
31
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah Alian Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang dibatasi oleh
punggung bukit atau batas-batas pemisah topografi dan berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami. Manusia dan lingkungan mempunyai hubungan saling
ketergantungan. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia sangat bergantung pada
lingkungan yang memberikan sumberdaya alam untuk tetap bertahan hidup.
Kegiatan dan aktivitas manusia yang bersifat mengubah pola tata guna
lahan atau pola penutupan lahan dalam suatu wilayah dapat mempengaruhi pola
aliran dalam suatu DAS. Hal itu sejalan dengan peningkatan pembangunan dan
pertambahan penduduk, kebutuhan lahan juga meningkat dengan pesat. Kerusakan
ekosistem dalam tatanan DAS di Indonesia telah teridentifikasi seperti ditunjukkan
dengan sering terjadinya bencana banjir, erosi, sedimentasi, dan tanah longsor.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 (PP
No.7 Tahun 2005) disebutkan bahwa DAS berkondisi kritis semakin meningkat
dari 22 DAS (1984) menjadi 39 DAS (1994), dan kemudian 62 DAS (1999).
Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No 328 Tahun 2009
menyebutkan bahwa terdapat 108 DAS dalam keadaan kritis dan DAS Cisadane
salah satu dalam status DAS prioritas dalam rangka rencana pembangunan jangka
menengah (RPJM) tahun 2010-2014.
Hulu sungai Cisadane merupakan kawasan lindung sehingga harus dijaga
kondisinya karena terletak pada kemiringan yang cukup tinggi, sehingga rentan
terhadap erosi dan longsor lahan. Pada tahun 1987 - 1995 telah terjadi perubahan
penggunaan lahan pertanian, permukiman dan semak belukar yang cukup besar,
yang mengakibatkan meningkatnya erosi dan terjadi dua kali banjir yaitu pada
tahun 1990 dan tahun 1993 (Puspaningsih 1999).
Sistem informasi geografis (SIG) adalah teknologi yang menggunakan
perangkat lunak yang memungkinkan jumlah informasi yang hampir tak terbatas
untuk dihubungkan ke lokasi geografis dalam bentuk peta. SIG memungkinkan
pengguna untuk melihat lokasi, peristiwa, fitur, dan perubahan lingkungan dengan
kejelasan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Penerapan Sistem Informasi
Geografis (SIG), penginderaan jauh, dapat dikembangkan untuk pengelolaan dalam
upaya menangani kejadian bencana alam seperti tanah longsor di daerah sekitar
DAS.
Informasi seperti data jenis tanah, curah hujan, dan kemiringan lereng
digabungkan (overlay) dengan SIG, informasi akhir dari proses tersebut akan
menghasilkan peta resiko tanah longsor di sekitar Sub DAS Cisadane Hulu yang
dijadikan acuan dalam upaya mitigasi terhadap bencana tanah longsor dan
memberikan informasi degradasi DAS untuk mendukung perencanaan pengelolaan
Sub DAS yang lebih bersifat operasional (jangka lima tahunan), yang kemudian
dijadikan dasar penyusunan rencana kerja tahunan, dan sebagai sumber informasi
bagi pihak pihak terkait agar dapat terwujudnya pengelolaan DAS yang baik.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk :
1 Memperoleh peta sebaran tingkat bahaya tanah longsor di Sub DAS
Cisadane Hulu
2 Memperoleh peta analisis resiko akibat tanah longsor di Sub DAS
Cisadane Hulu
3 Memperoleh bentuk mitigasi yang berdasarkan evaluasi pola keruangan
RTRW Sub DAS Cisadane Hulu.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi pertimbangan usulan pola ruang
sebagai bahan dalam penyusunan rencana mitigasi di daerah Sub DAS Cisadane
Hulu.
METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2013 sampai dengan Juni 2013,
dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di daerah Sub
DAS Hulu Cisadane.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta administrasi
Kabupaten Bogor, peta wilayah DAS, peta administrasi Kota Bogor, peta DEM Sub
DAS Cisadane Hulu, peta jenis tanah Sub DAS Cisadane Hulu, peta geologi Sub
DAS Cisadane Hulu, data curah hujan harian daerah Sub DAS Cisadane Hulu, data
kependudukan wilayah administrasi Sub DAS Cisadane Hulu, peta jaringan jalan
Kabupaten Bogor dan Kota Bogor, dan citra Landsat 7-ETM (Juni 2012) path/row
122/65. Program yang digunakan adalah Arc GIS 9.3, ERDAS IMAGINE 9.1 dan
MS Office, satu set computer, printer, GPS receiver, kamera dan alat tulis.
Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan Data
Ada dua cara dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu dengan
cara pengukuran/pengamatan lapang dan interpretasi pada peta. Data yang
dikumpulkan dengan pengamatan lapang (groundcheck) data penggunaan lahan.
Data yang yang dikumpulkan dengan cara interpretasi pada peta adalah data curah
hujan harian yang akan dianalisis menjadi data curah hujan kumulatif 3 (tiga) hari
berurutan, lereng lahan, jenis geologi (batuan), keberadaan sesar/patahan/gawir,
kedalaman tanah regolit, keberadaan bangunan terpencar, sekolah, tempat ibadah,
kantor pemerintahan. Data kependudukan dan Rencana Tata Ruang Wilayah
dilakukan dengan studi literatur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
rekapitulasi pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1.
3
Pengolahan Data
Pengolahan Data Atribut
Pengolahan data atribut berupa data curah hujan kumulatif harian
dimaksudkan agar data atribut yang telah terkumpul dapat lebih mudah dianalisis
dengan mengkonversi data atribut curah hujan harian menjadi peta curah hujan
harian kumulatif sebagai faktor yang mempengaruhi terjadinya bencana tanah
longsor. Selain itu terdapat data kependudukan di daerah Sub DAS Cisadane Hulu
sebagai bahan dalam pembuatan peta kepadatan penduduk dalam satuan kecamatan
di daerah administrasi Sub DAS Cisadane Hulu. Kedua peta ini dipresentasikan
dalam bentuk vektor.
Pengolahan Data Spasial
Pengolahan data spasial dalam bentuk peta dalam penelitian ini digunakan
dalam pengolahan peta, baik peta vektor ataupun raster. Data spasial berbentuk
vektor digunakan dalam pengolahan peta curah hujan harian kumulatif, peta geologi,
peta keberadaan sesar/patahan/gawir, peta kedalaman tanah regolit, peta infrastuktur
(jalan memotong lereng), dan dalam pembuatan dalam peta properti seperti peta jalan,
dan infrastruktur (penggunaan lahan). Semua data spasial dalam bentuk vektor diolah
dengan software ArcGis 9.3. Data spasial dalam bentuk raster digunakan pada peta
kelerengan dari data ASTER GDEM, dan peta penggunaan lahan dengan
menggunakan citra Landsat ETM-7 (path/row:122/65). Data dalam bentuk raster ini
diolah dengan menggunakan software Erdas Imagine 9.1.
Tabel 1 Rekapitulasi pengumpulan dan pengolahan data
No
1
2
3
4
5
6
7
Jenis Data
Sumber Data
Curah hujan
Dinas Pengelolaan
Sumber Daya Air
Lereng lahan
Citra Satelit ASTER
GDEM
Geologi(batuan) Pusat Survei
Geologi (BPDAS)
Patahan/sesar/
Pusat Survei
gawir
Geologi (BPDAS)
Kedalaman
tanah regolit
Penggunaan
lahan
Kepadatan
penduduk
Peta satuan tanah
dan lahan
(Puslitanah) dan peta
kelerengan
Citra Landsat ETM7 bulan Juni 2012
dan Grouncheck
Teknik Pengolahan
Interpolasi pada titik
stasiun curah hujan
Analisis pada peta
DEM
Interpretasi pada peta
geologi
Digitasi pada peta
geologi dengan skala
1:25.000
Perangkat
Lunak
ArcGis 9.3
ArcGis 9.3
ArcGis 9.3
ArcGis 9.3
Inventarisasi pada
peta satuan tanah dan
lahan
ArcGis 9.3
Pengamatan langsung
& klasifikasi
terbimbing
Erdas 9.1
BPS Kota Bogor dan
Studi Literatur
Kabupaten Bogor
-
4
Tabel 1 Rekapitulasi pengumpulan dan pengolahan data (lanjutan)
No
8
9
10
Jenis Data
Sumber Data
Peta Jaringan
Jalan
Badan Informasi
Geospasial
Peta sebaran
bangunan
terpencar, pasar,
sekolah,
puskesmas,
tempat ibadah
kantor
pemerintahan,
Peta Rencana
Tata
Ruang Wilayah
Badan Informasi
Geospasial
Teknik Pengolahan
Perangkat
Lunak
Digitasi pada peta,
Rupa Bumi Indonesia
dengan skala
1:25.000
ArcGis 9.3
Digitasi pada peta,
Rupa Bumi Indonesia
dengan skala
1:25.000
ArcGis 9.3
BAPPEDA Kota
Bogor dan
Kabupaten Bogor
Studi Literatur
-
Analisis Data
Analisis Kerawanan Bencana Tanah Longsor
Klasifikasi Data
Data yang diklasifikasi terdiri dari peta curah hujan, peta kelerengan, peta
geologi, peta tanah, peta penutupan/penggunaan lahan, peta infrastruktur, dan peta
kepadatan permukiman. Setelah semua data spasial dimasukan kedalam komputer
dalam bentuk peta digital, selanjutnya dilakukan proses analisis data sehingga
nantinya akan memperoleh peta kerawanan bencana tanah longsor. Analisis data
tersebut dilakukan melalui pemasukan data atribut dan pembobotan pada setiap
parameter. Pembobotan adalah pemberian bobot pada peta digital masing masing
parameter yang berpengaruh pada kejadian longsor (Nurjanah 2005).
Penilaian/Pembobotan
Analisis data tersebut dilakukan melalui pemasukan data atribut dan
pembobotan pada setiap parameter. Pembobotan adalah pemberian bobot pada peta
digital masing masing parameter yang berpengaruh pada kejadian longsor (Nurjanah
2005).
Penentuan skor tiap kelas parameter didasarkan pada hasil penelitian yang
dilakukan oleh Paimin et al. (2009). Skor dari yang paling tinggi sampai yang paling
rendah sebanding dengan tingkat bahaya yang tanah longsor akan timbulkan.
Semakin tinggi skor, maka semakin tinggi pula potensi tanah longsor yang akan
terjadi. Analisis pembobotan dilakukan pada data atribut yang tertera pada masing
masing peta. Analisis pembobotan, overlay, klasifikasi dilakukan dengan software
ArcGis 9.3. Skor untuk klasifikasi setiap parameter dapat dilihat pada Tabel 2.
5
Tabel 2 Klasifikasi parameter tanah longsor
No
1
Parameter
(bobot)
Hujan Harian
kumulatif 3
hari berurutan
(mm/3hari
Besaran
Kategori Nilai
Skor
< 50
50 – 99
100 – 199
200 – 300
> 300
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
1
2
3
4
5
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat rendah
Sangat Tinggi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat rendah
Sangat Tinggi
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
5
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
1
2
3
4
5
2
Lereng Lahan
3
Geologi
(batuan)
4
Keberadaan sesar
patahan/gawir
Tidak ada
Ada
5
Kedalaman tanah
(regolit)
sampai lapisan
kedap
5
6
Penggunaan Lahan
7
Infrastruktur (jika
lereng
85
Dataran Aluvial
Perbukitan Kapur
Perbukitan Granit
Perbukitan Batuan sedimen
Bkt Basal-Clay Shale
Hutan Alam
Hutan/Perkebunan
Semak/Blkar/Rumput
Tegal/Pekarangan
Sawah/Permukiman
Tak Ada Jalan
Memotong Lereng
Lereng Terpotong Jalan
< 2000
2000 – 5000
5000 – 10000
10000 – 15000
> 15000
6
Formula Kerawanan Tanah Longsor (Paimin et al. 2009)
0.25 (HHK) + 0.15 (LH) + 0.1(G) + 0.5 (P) + 0.5 (KTR) + 0.2(PL) + 1.5 (I) + 0.5 (KP)
Keterangan :
HK
= 3 Hujan Harian Kumulatif
LH
= Lereng Lahan
G
= Geologi (Batuan)
P
= Keberadaan patahan/sesar/gawir
KTR = Kedalaman Tanah Regolit
PL
= Penggunaan Lahan
I
= Infrastruktur
KP
= Kepadatan Penduduk
Overlay
Analisis/pengolahan data dengan aplikasi SIG dilakukan setelah peta-peta
tematik parameter fisik wilayah (Hujan Harian Kumulatif, Lereng Lahan, Geologi,
keberadaan Patahan/Sesar/Gawir, Kedalaman Regolit, Penggunaan Lahan,
Infrastruktur, Kepadatan Penduduk) tersedia. Peta-peta tematik sifat fisik wilayah
disusun dalam format digital. Analisis untuk mendapatkan kelas dan sebaran wilayah
rawan longsor diproses melalui pendekatan aplikasi Sistem Informasi Geografis yaitu
dengan map overlaying, weighting, dan scoring dengan mempertimbangkan bobot
dan skor.
Setiap parameter peta tematik dikelaskan berdasarkan skor masing-masing
parameter tersebut pengaruhnya terhadap longsor. Semakin besar pengaruh
parameter tersebut terhadap terjadinya tanah longsor akan semakin besar nilai bobot
ataupun nilainya.
Skor hasil overlay dibagi menjadi tiga kelas kerawanan longsor yaitu rendah,
sedang, dan tinggi. Jumlah skor akhir dengan penentuan selang skor dapat dilihat
dengan selang sebagai berikut :
Kerawanan rendah : 0 <
≤ ̅ – SD
Kerawanan sedang : ̅ – SD < ≤ ̅ + SD
Kerawanan tinggi
: ≥
+ SD
Analisis Resiko Tanah Longsor
Resiko longsor dianalisis untuk mengetahui hubungan bahaya/rawan longsor
dengan aktivitas manusia yang akan menghasilkan kerugian baik secara lingkungan
maupun kerugian ekonomi dengan kemungkinan menimpa kehidupan manusia yang
akhirnya mempunyai kerugian yang cukup besar dan penderitaan yang berkelanjutan.
Penggabungan antara peta bahaya/rawan longsor dengan peta properti akan
menghasilkan peta resiko longsor.
Nilai resiko longsor dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
R = H +P
Keterangan
R = Resiko
H = Hazard
P = Properti
7
Peta resiko longsor diklasifikasi menjadi 3 kelas yaitu resiko rendah, resiko
sedang dan resiko tinggi. Matriks resiko longsor dapat dilihat pada Tabel 3. Hal ini
juga berlaku pada peta kelas resiko longsor dibagi menjadi 3 kelas yaitu resiko
rendah, sedang dan tinggi. Kelas dari masing masing kelas resiko dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 3 Matriks resiko longsor
Kelas Properti
Rendah
1
2
3
4
Rendah
Sedang
Tinggi
Kelas Kerawanan Tanah Longsor
Sedang
Tinggi
2
3
3
4
4
5
5
6
Tabel 4 Nilai kelas resiko longsor.
No
Kelas Resiko Longsor
Besaran Nilai
1
Resiko rendah
2-3
2
Resiko Sedang
4
3
Resiko Tinggi
5-6
Peta properti adalah gabungan dari beberapa peta yaitu peta penggunaan jalan,
peta infrastuktur, dan peta penutupan lahan. Nilai properti suatu wilayah dapat
ditentukan apabila di wilayah yang terkena bencana tanah longsor tersebut
menyebabkan kerugian ekonomi dan kerusakan lingkungan yang tinggi (Alhasanah
2006). Wilayah yang memiliki resiko yang tinggi bukan saja memiliki nilai rawan
bencana longsor yang tinggi tetapi lebih ditekankan pada nilai properti yang tinggi.
Ketiga peta yang akan di overlay masing-masing diberi atribut nilai skor
berdasarkan kriteria penilaian yang telah ditentukan sehingga mendapatkan nilai skor
total dari masing masing masing peta. Nilai skor dan buffering dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5 Nilai skor dan buffering untuk tiap jenis peta
No
Parameter/Jenis
A
Infrastuktur
Skor Kriteria Penilaian
Pemberian
Buffer
Fisik
Manusia
Manfaat
Total
1
Pasar
100
3
3
3
9
2
Bangunan terpencar
50
3
2
2
7
3
Sekolah
50
3
3
3
9
4
Puskesmas
50
3
3
3
9
5
Kantor pemerintahan
20
2
2
2
6
8
Tabel 5 Nilai skor dan buffering untuk tiap jenis peta (lanjutan)
No
Parameter/Jenis
6
Tempat Ibadah
B
Jaringan Jalan
1
Skor Kriteria Penilaian
Pemberian
Buffer
Fisik
Manusia
Manfaat
Total
20
2
2
2
6
Jalan Utama
100
3
-
3
6
2
Jalan Lokal
80
3
-
2
5
3
Jalan Lain
50
2
-
2
4
C
Penutupan dan
Penggunaan Lahan
1
Hutan Alam
-
1
1
1
3
2
Hutan Konservasi
-
1
1
1
3
3
Semak Belukar
-
1
1
1
3
4
Rumput
-
1
1
1
3
5
Perkebunan
-
2
1
2
5
6
Tegalan
-
1
1
1
3
7
Sawah
-
3
1
3
7
8
Permukiman
-
3
3
3
9
9
Badan air
-
1
1
3
5
Penentuan selang properti dilakukan berdasarkan interval kelas yang
didapatkan dengan persamaan:
Penentuan selang =
–
Peta properti kerawanan rendah menggambarkan kondisi nilai ekonomi rendah
dari suatu lahan, begitu juga dengan peta properti kerawanan tinggi yang
menggambarkan kondisi nilai ekonomi tinggi dari suatu lahan. Bobot nilai yang
diberikan adalah 1 untuk properti kerawanan rendah, 2 untuk properti kerawanan
sedang, dan 3 untuk properti kerawanan tinggi. Peta resiko longsor didapat dengan
menjumlahkan bobot nilai pada tiap kelas pada peta properti dengan bobot nilai tiap
kelas kerawanan pada peta kerawanan tanah longsor sehingga menghasilkan bobot
nilai baru untuk menentukan besarnya resiko yang terjadi.
Analisis Pola Ruang
Evaluasi pola ruang dilakukan untuk mengevaluasi kesesuaian peruntukkan
ruang dengan karakteristik kawasan berdasarkan resiko tanah longsornya serta untuk
9
melihat kesesuaian antara peruntukkan ruang sebagaimana diatur dalam RTRW
Kabupaten Bogor dengan pemanfaatan ruang secara riil yang terjadi di lapangan.
Evaluasi ini dilakukan dengan melakukan analisis overlay antara peta resiko tanah
longsor dengan peta RTRW Kabupaten dan Kota Bogor tahun 2005-2025 dan peta
penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu (Yunianto 2011).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane Hulu merupakan bagian dari DAS
Cisadane yang terletak pada 106 28’ 53,61” – 106 56’ 42,32” BT dan 06 31’21,54” –
06 47’ 17,87” LS yang berbatasan dengan sub DAS Ciliwung Hulu sebelah selatan
dan timur, Sub DAS Cianten Hulu di sebelah barat, dan Sub DAS Cibeuteung di
sebelah utara. DAS Cisadane mengalir dari Gunung Gede yang berada di Kecamatan
Caringin Kabupaten Bogor Jawa Barat dengan arah aliran dari selatan menuju utara
dan bermuara di Laut Jawa. Bagian hulu DAS terdapat Sungai Ciapus, Cihideung,
Ciampea, Ciaruteun, Cianten, Citempuhan, Cisadane Hulu dan Cipinang. Luas Sub
DAS Cisadane bagian hulu sebesar 44142.32 ha dari luas total DAS Cisadane seluas
153208.91 ha (BPDAS Citarum Ciliwung 2007).
Secara administratif DAS Cisadane Hulu terletak di Kabupaten dan Kota
Bogor, yang terdiri dari kecamatan Bogor Barat, Bogor Selatan, Bogor Timur,
Caringin, Ciampea, Ciawi, Cibungbulang, Cigombong, Cijeruk, Ciomas, Dramaga,
Kemang, Megamendung, Pamijahan, Rancabungur, Rumpin, Tamansari, Tenjolaya.
Analisis Wilayah Rawan Longsor
Tanah longsor (landslide) adalah bentuk erosi (pemindahan massa tanah) yang
pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat secara tiba-tiba
dalam volume yang besar (sekaligus). Tanah longsor terjadi jika dipenuhi 3 (tiga)
keadaan, yaitu: (1) lereng cukup curam, (2) terdapat bidang peluncur yang kedap air
di bawah permukaan tanah, dan (3) terdapat cukup air dalam tanah di atas lapisan
kedap (bidang luncur) sehingga tanah jenuh air (Paimin 2009).
Peta kerawanan longsor diperoleh dari penggabungan/tumpang tindih (overlay)
dari delapan peta. Peta-peta tersebut terdiri dari peta curah hujan, kelerengan, geologi,
patahan/sesar/gawir, kedalaman regolit, penggunaan lahan, infrastruktur, dan
kepadatan penduduk.
Peta Curah Hujan
Data curah hujan di daerah Sub DAS Cisadane Hulu diambil dari 12 titik
stasiun curah hujan yaitu Stasiun Batu Karut, Cibadak/Sekarwangi, Cibanteng Hulu,
Cigudeg, Cisalada, Citoe, Empang, Gunung Mas, Kalapa Nunggal, Katulampa,
Kranji, Manggis, Pasir Jaya, Perkebunan Kahuripan, dan Sentral PLTA. Jenis curah
hujan terbagi menjadi lima kelas dengan skornya masing-masing (Paimin 2009),
akan tetapi Sub DAS Cisadane Hulu hanya masuk kedalam dua kategori, yaitu jenis
curah hujan 200-300 mm/3hari dengan skor 4 dan >300 mm/3hari dengan skor 5.
Dari analisis interpolasi curah hujan didapatkan hasil curah hujan dengan nilai 240-
10
505.90 mm/3hari. Klasifikasi curah hujan untuk masing-masing kecamatan dapat
dilihat pada Tabel 6.
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa intensitas curah hujan pada kategori
200-300 mm/3 hari yang memiliki luas terbesar berada pada Kecamatan Caringin
dan luas terkecil berada pada Kecamatan Rumpin, sedangkan pada kategori >300
mm/3 hari yang memiliki luas terbesar berada pada Kecamatan Cijeruk dan luas
terkecil berada pada Kecamatan Megamendung.
Tabel 6 Klasifikasi curah hujan pada masing-masing kecamatan.
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Jenis Curah Hujan mm/3hari (ha)
200-300 (Agak Tinggi-4)
>300(Tinggi-5)
0.03
7.59
13.93
53.71
7.31
163.55
281.24
850.69
407.27
1323.04
1571.84
1637.13
1974.04
471.42
3069.91
37.87
1645.39
1466.27
2339.34
1090.72
76.85
3901.07
1213.00
2852.18
1846.07
2274.58
475.90
4163.11
5191.80
3236.89
Peta Kelerengan
Kelerangan dapat diketahui sama halnya dengan ketinggian, yaitu berdasarkan
dari hasil analisis citra satelit ASTER GDEM dengan menggunakan software ArcGis.
Kelerengan yang dibuat adalah 5 kelas, yaitu < 25 %, 25 - 44%, 45 - 64%, 65 - 85%,
dan > 85%. Pada Tabel diketahui bahwa kelerengan di kawasan resort Gunung Bedil
sebagian besar adalah berada pada kelas kelerangan < 25%.
Unsur topografi yang paling besar pengaruhnya terhadap bencana longsor
adalah kelerengan lahan. Pengaruh kelerengan yaitu semakin curam lerengnya,
makin besar dan semakin cepat longsor terjadi. Selain itu semakin curam lereng
tersebut maka butir butir tanah yang terpecik ke atas oleh tumbukan butiran hujan
semakin banyak (Arsyad 1983). Peta kelerengan didapatkan Klasifikasi lereng lahan
untuk masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 7.
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa klasifikasi lahan lereng pada
kategori < 25% yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Caringin dan
luas terkecil berada pada kecamatan Rumpin. Pada kategori lereng lahan 25-44 %
yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Caringin dan luas terkecil berada
11
pada kecamatan Ciomas. Pada kategori lereng lahan 45-64 % yang memiliki luas
terbesar berada pada kecamatan Caringin dan luas terkecil berada pada kecamatan
Dramaga. Pada kategori lereng lahan 65-85 % yang memiliki luas terbesar berada
pada kecamatan Caringin dan luas terkecil berada pada kecamatan Bogor Barat.
Sedangkan Pada kategori lereng lahan > 85 % yang memiliki luas terbesar berada
pada kecamatan Caringin dan luas terkecil berada pada kecamatan Pamijahan.
Tabel 7 Klasifikasi lereng lahan pada masing-masing kecamatan.
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
< 25
(Rendah1)
0.03
7.72
13.06
39.50
154.10
1199.65
1217.88
1533.67
1631.41
2421.96
3025.79
2085.44
3338.81
2639.03
3150.34
3106.26
3160.78
4413.76
Lereng Lahan (%)
25 – 44
45-64
65-85
>85
(Agak
(Sedang(Agak
(TinggiRendah-2)
3)
Tinggi-4)
5)
13.58
3.31
3.42
0.22
8.52
0.24
40.15
15.30
1.80
0.10
83.03
17.45
3.64
0.09
35.27
2.09
0.09
5.39
0.33
23.43
0.06
78.35
3.57
0.36
497.54
294.84
154.89
75.49
46.35
32.16
11.32
1.42
725.02
430.60
133.88
47.14
599.65
206.34
73.35
29.37
403.74
251.77
184.61
174.42
947.62
366.87
104.09
59.64
1877.47
1340.37
580.02
214.85
Peta Geologi
Struktur geologi atau batuan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya longsor, jenis geologi atau batuan di Sub DAS Cisadane Hulu terdapat 4
jenis yaitu Bukit Basal, Dataran Aluvial, Perbukitan Granit, Perbukitan Kapur. Dari
kelima kategori tersebut, Sub DAS Cisadane Hulu termasuk kedalam 4 kategori.
Klasifikasi jenis geologi untuk masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 8.
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa klasifikasi jenis geologi pada kategori
dataran aluvial yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Ciampea dan luas
terkecil berada pada kecamatan Rumpin. Pada kategori jenis geologi perbukitan
kapur yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Cibungbulang dan luas
terkecil berada pada Kecamatan Ciampea. Pada kategori jenis geologi perbukitan
granit yang memiliki luas terbesar berada pada Kecamatan Ciampea dan luas terkecil
berada pada Kecamatan Dramaga. Sedangkan Pada kategori jenis geologi bukit basal
yang memiliki luas terbesar berada pada Kecamatan Cijeruk dan luas terkecil berada
pada Kecamatan Bogor Timur.
12
Tabel 8 Klasifikasi jenis geologi pada masing-masing kecamatan.
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Dataran
Aluvial
(Rendah-1)
0.03
7.75
132.85
282.86
28.89
55.65
852.44
937.27
-
Jenis Geologi
Perbukitan
Perbukitan
Kapur
Granit
(Agak Rendah(Sedang-3)
2)
68.17
682.95
77.70
-
227.39
1528.64
358.18
1020.03
-
Bukit
Basal
(Tinggi-5)
14.72
61.50
31.09
350.09
349.24
1353.72
2146.52
3113.71
60.30
256.13
3048.44
1749.41
4482.76
8430.60
Peta Patahan/Sesar/Gawir
Data mengenai keberadaan patahan/sesar/gawir disetiap lokasi dapat
diidentifikasi dengan skala digitasi 1:25000 diberikan buffer 100 m dari Peta
Geologi Lembar Bogor dengan skala 1:250000. Klasifikasi keberadaan
patahan/sesar/gawir dibagi berdasarkan ada atau tidak ada keberadaan
patahan/sesar/gawir. Klasifikasi keberadaan patahan/sesar/gawir untuk masingmasing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 9.
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa klasifikasi patahan/sesar/gawir pada
kategori ada yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Ciampea dan luas
terkecil berada pada kecamatan Rancabungur, sedangkan pada kategori
patahan/sesar/gawir yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Caringin
dan luas terkecil berada pada kecamatan Rumpin.
Peta Kedalaman Regolit
Pengambilan data tanah regolit diinventarisasi dari Peta Satuan Lahan dan
Tanah RePProt 1987 lembar Bogor. Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur
tanah menentukan besar kecilnya air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah
oleh air. Pada tanah bersolum dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan
rapat, sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil
yang menjadi air limpasan permukaan. Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal,
13
struktur padat, dan penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan
yang terinfiltrasi dan sebagian besar menjadi aliran permukaan (BLP 2006).
Tabel 9 Klasifikasi keberadaan patahan/sesar/gawir pada masing-masing kecamatan.
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Keberadaan Patahan/sesar/gawir
Tidak Ada (Rendah-1)
Ada (Tinggi-5)
0.03
7.75
14.72
61.50
163.93
274.04
8.82
1245.69
13.83
1326.05
1572.99
1637.13
2412.28
35.92
3108.88
3113.70
3382.36
47.70
3979.38
4068.47
4120.91
4639.00
8430.60
-
Tabel 10 Klasifikasi kedalaman tanah pada masing-masing kecamatan.
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Kedalaman Tanah (m)
< 1 (rendah-1)
1-2(Agak rendah-2)
0.03
7.76
14.72
31.99
131.94
282.86
675.70
583.83
355.01
971.05
44.64
1528.35
346.50
1290.63
1581.90
863.56
2132.62
976.26
3113.70
1600.39
189.66
2961.49
1017.90
4068.48
1745.56
2375.35
4483.09
155.91
8430.61
-
14
Dari 5 kategori kedalaman tanah (Paimin 2009), Sub DAS Cisadane Hulu
termasuk ke dalam dua kategori, yaitu < 1 m dengan skor 1 dan 1-2 m dengan skor 2
(Tabel 10). Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa klasifikasi kedalaman tanah
pada kategori < 1 m yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Caringin
dan luas terkecil berada pada kecamatan Bogor Timur. Sedangkan pada kategori
kedalaman tanah 1-2 m yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan
Tamansari dan luas terkecil berada pada kecamatan Rumpin.
Penggunaan lahan
Data penggunaan lahan diperoleh dari peta tutupan lahan yang berupa citra
Landsat ETM-7 pengambilan data bulan Juni 2012, peta administrasi Sub DAS
Cisadane Hulu, dan pengamatan langsung di lapangan, yang dianalisis dengan
klasifikasi terbimbing (supervised classification) dengan menggunakan software
Erdas sehingga didapat nilai penggunaan lahan dari setiap lokasi. Nilai tersebut
kemudian diklasifikasi sesuai dengan kelas parameter penggunaan lahan, sehingga
dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori untuk memperoleh skor/nilai.
Pada peta penutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu terlihat adanya garis
SLC off yang sistematis hal ini disebabkan oleh citra landsat ETM+ mengalami
Stripping yaitu terdapat sejumlah garis dengan ukuran lebar beberapa piksel yang
mengalami kehilangan data atau Digital Number bernilai 0 (DN = 0). Adapun
penyebabnya berupa gangguan yang merusak sensor optik pada satelit. Klasifikasi
penggunaan lahan untuk masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Klasifikasi penggunaan lahan pada masing-masing kecamatan
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Hutan
Alam
(Rendah1)
36.38
0.18
0.27
109.93
0.18
0.87
2.46
1484.77
1.63
904.65
928.41
719.61
945.04
3844.83
Penggunaan Lahan (Kategori-Skor)
Semak/
Hutan/
Tegal/
Belukar/
Perkebunan Pekarangan
Rumput
(Sedang-3)
(Agak
(Agak
Tinggi-4)
Rendah-2)
0.03
1.20
0.18
0.27
2.23
0.18
1.71
0.15
3.49
1.17
22.08
8.30
12.30
36.63
68.60
21.27
168.09
230.82
83.67
118.48
101.85
279.45
274.67
227.41
69.72
177.12
248.41
79.49
332.05
561.48
158.66
37.92
519.86
159.71
467.44
662.36
241.20
276.91
382.86
319.90
315.23
165.41
823.16
291.00
237.11
544.10
290.39
455.86
880.59
502.07
186.17
762.39
Sawah/
Pemukiman
(Tinggi-5)
5.62
7.29
11.72
92.94
93.77
505.58
388.43
699.58
853.10
865.55
367.99
1393.24
852.33
942.06
1424.90
968.62
1262.23
15
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa klasifikasi penggunaan lahan pada
kategori hutan alam yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Caringin
dan luas terkecil berada pada kecamatan Bogor Barat dan Rancabungur. Pada
kategori penggunaan lahan semak/belukar/rumput yang memiliki luas terbesar
berada pada kecamatan Caringin dan luas terkecil berada pada kecamatan
Megamendung. Pada kategori penggunaan lahan hutan perkebunan yang memiliki
luas terbesar berada pada kecamatan Ciampea dan luas terkecil berada pada
kecamatan Rumpin. Pada kategori penggunaan lahan tegal/pekarangan yang
memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Cijeruk dan luas terkecil berada pada
kecamatan Kemang, sedangkan Pada kategori penggunaan lahan sawah/pemukiman
yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Tamansari dan luas terkecil
berada pada kecamatan Kemang.
Infrastruktur
Pengertian dari infrastruktur yang dimaksud adalah jaringan jalan yang
memotong lereng. Data infrastruktur diperoleh dari peta jaringan jalan dan peta
kelerengan. Klasifikasi dibagi menjadi dua yaitu infrastruktur memotong lereng
25 % sesuai dengan Tabel 12.
Tabel 12 Klasifikasi infrastruktur pada masing-masing kecamatan
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Infrastuktur (Kategori-Skor) (m)
Tidak Ada Jalan
Memotong lereng/lereng
(Rendah-1)
terpotong jalan (Tinggi-5)
661.61
776.22
222.83
189.20
868.27
4026.33
2569.04
3012.38
1720.74
22460.60
2879.34
17451.50
755.31
39355.90
9345.18
40719.60
3264.91
54279.80
4171.83
54892.60
24607.60
24019.80
18659.90
67669.60
3054.36
27135.20
6919.43
59704.10
15824.30
55157.40
17244.30
39350.20
31093.30
56944.70
23616.70
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa klasifikasi infrastruktur pada
kategori tidak ada jalan yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Ciampea
dan luas terkecil berada pada kecamatan Megamendung. Sedangkan pada kategori
infrastruktur memotong lereng/lereng terpotong jalan yang memiliki luas terbesar
16
berada pada kecamatan Cijeruk dan luas terkecil berada pada kecamatan Bogor
Timur.
Kepadatan Penduduk
Parameter penyebab tanah longsor tidak hanya disebabkan oleh faktor alam,
faktor lainnya adalah faktor manajemen (manusia). Salah satu indikator faktor
manajemen adalah dengan kepadatan penduduk. Semakin banyak penduduk yang
tinggal suatu kawasan maka peluang berubahnya suatu lahan menjadi lahan
terbangun atau lahan pertanian akan semakin besar. Indonesia merupakan bangsa
yang penduduknya banyak dan tersebar secara tidak merata, terlebih lagi pendidikan
penduduk yang relatif rendah, dan sampai saat ini belum ada suatu wahana yang
dapat meningkatkan pemahaman penduduk mengenai bahaya bencana yang potensial
terjadi di Indonesia, termasuk antisipasinya. Klasifikasi kepadatan penduduk dibagi
menjadi 5 kategori, sedangkan Sub DAS Cisadane Hulu hanya masuk kedalam 1 satu
kategori saja, yaitu kepadatan penduduk < 2000 jiwa/km2 dengan skor 1 (Tabel 13).
Tabel 13 Klasifikasi kepadatan penduduk pada masing-masing kecamatan.
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Kepadatan Penduduk (Kategori-Skor) (Jiwa/Km2)
< 2000 (Rendah-1)
11.32
12.72
9.52
22.82
12.57
23.34
38.01
16.85
6.54
80.95
37.44
5.98
36.73
27.55
20.66
38.05
23.83
19.12
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa klasifikasi kepadatan penduduk
pada kategori < 2000 jiwa/km2 yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan
Caringin dan luas terkecil berada pada kecamatan Rumpin.
Peta peta yang sudah diboboti lalu di tumpang susun (overlay) dan
didapatkan peta sebaran kerawanan tanah longsor di Sub DAS Cisadane Hulu. Dari
hasil overlay tingkat kerawanan longsor dibagi menjadi tiga kelas kerawanan longsor
yaitu rendah, sedang, dan tinggi (Tabel 14) sedangkan nilai tingkat kerawanan
longsor di Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Tabel 15.
17
a
c
b
d
Gambar 1 Parameter Kerawanan Tanah Longsor Sub DAS Cisadane Hulu (a) Peta
Curah Hujan, (b) Peta Kelerengan, (c) Peta Geologi, (d) Peta Keberadaan
Patahan/Sesar/Gawir.
18
a
b
c
d
Gambar 2 Parameter Kerawanan Tanah Longsor Sub DAS Cisadane Hulu (a)
Peta Kedalaman Tanah Regolit, (b) Peta Tutupan dan Penggunaan
Lahan, (c) Peta Infrastruktur, (d) Peta Kepadatan Penduduk.
19
Tabel 14 Interval skor kelas kerawanan tanah longsor
Kelas Kerawanan
Rendah
Sedang
Tinggi
Interval Skor
0 – 1.75
1.76 – 2.66
≥ 2.67
Tabel 15 Nilai Tingkat Kerawanan Longsor
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Rendah
0.03
1.83
2.11
28.75
33.26
128.58
290.25
257.03
590.74
417.93
569.17
464.10
717.04
857.02
609.73
724.20
548.60
480.22
1819.22
Sebaran
Sedang
0
5.90
10.95
28.74
106.37
117.09
754.80
794.91
769.91
1012.28
1338.25
2310.66
1859.68
2011.19
2371.17
2265.77
2835.92
2670.27
4979.69
Tinggi
0
0.00
0.11
3.52
1.93
0.15
0.82
67.83
7.64
2.90
186.21
32.38
398.70
20.77
419.21
682.06
208.58
987.05
1206.98
Pada Tabel 15 dapat dilihat informasi mengenai kecamatan-kecamatan yang
dinyatakan berpotensi tinggi hingga rendah terhadap bahaya longsor. Kecamatan
yang termasuk dalam kategori berpotensi bahaya longsor tinggi meliputi kecamatan
Caringin seluas 1206.98 Ha (28.56%), kecamatan Cijeruk 987.05 Ha (23.35%) dan
kecamatan Cigombong seluas 686,06 Ha (16.14%). Kecamatan yang termasuk dalam
kategori berpotensi bahaya longsor sedang meliputi kecamatan Caringin seluas
4979.69 Ha (18.97%), Tamansari seluas 2835. 92 Ha (10.81%), serta Cijeruk seluas
2670.27 Ha (10.17%). Sedangkan kecamatan yang termasuk dalam kategori
berpotensi bahaya longsor rendah yaitu kecamatan Caringin seluas 1819.22 Ha (%),
Ciampea seluas 857.02 Ha (10.04%), serta Cigombong seluas 724.20 Ha (8.48%).
Kecamatan Caringin memiliki sebaran tinggi hingga rendah terhadap longsor.
Hal ini disebabkan karena Kecamatan Caringin adalah daerah terluas, dengan curah
hujan yang intensitasnya agak tinggi dan tinggi, curah hujan merupakan parameter
paling berpengaruh dalam kumulatif formula kerawanan longsor.
20
Gambar 3 Peta Sebaran Kerawanan Longsor Sub DAS Cisadane Hulu
21
Berdasarkan peta kerawanan longsor didapat luasan wilayah yang termasuk
kategori kerawanan longsor tinggi sekitar 4226.84 Ha (10.83%), kategori kerawanan
longsor sedang sekitar 26243.56 Ha (67.27%), dan kerawanan longsor rendah sekitar
8539.83 Ha (21.89%). Artinya, lebih dari separuh Sub DAS Cisadane Hulu termasuk
kategori berpotensi bahaya longsor sedang, yaitu bencana tanah longsor dapat terjadi
baik tanah longsor besar maupun kecil dapat terjadi terutama di daerah yang
berbatasan lembah sungai, gawir, jalan yang memotong tebing, dan pada lereng yang
mengalami gangguan (Yunianto 2011).
Analisis Wilayah Resiko Longsor
Analisis resiko longsor didapatkan dari hasil overlay dari peta sebaran
longsor dan peta properti. Adapun hasil dari peta properti menjadi 3 kelas, yaitu
properti rendah, sedang, tinggi. Nilai interval skor properti dapat dilihat pada tabel 16,
sedangkan nilai sebaran properti dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 16 Interval skor kelas properti
Kelas Properti
Rendah
Sedang
Tinggi
Interval Skor
3 – 17
18 – 32
33 - 47
Tabel 17 Sebaran properti pada masing-masing kecamatan
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Sebaran Properti (Ha)
Rendah
Sedang
0.02
0.00
7.43
0.00
11.41
1.00
59.51
0.10
132.03
3.55
234.52
4.22
1010.62
8.65
1083.03
13.17
1317.28
17.93
1385.81
14.03
2039.69
12.82
2731.27
25.35
2869.73
12.70
2807.48
16.23
3104.58
13.75
3580.32
12.76
3378.87
13.67
3974.37
8.01
7270.98
17.86
Tinggi
0.00
0.00
0.00
0.00
0.83
0.00
1.06
0.70
1.38
0.82
0.59
1.46
0.36
2.54
1.21
1.18
1.59
0.07
1.51
22
Gambar 4 Peta Sebaran Properti Sub DAS Cisadane Hulu
23
Tabel 18 Nilai tingkat resiko longsor
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Resiko Tanah Longsor (Ha)
Rendah
Sedang
0.03
0.00
7.73
0.00
12.14
1.03
57.58
3.39
135.49
5.30
243.25
2.56
1037.42
7.36
1041.92
75.95
1344.45
22.40
1417.38
14.85
1899.31
192.00
2750.94
53.80
2571.87
399.37
2852.44
33.73
2976.63
417.91
2984.81
682.72
3372.48
218.84
3150.89
982.83
6802.24
1190.51
Tinggi
0.00
0.00
0.00
0.05
0.78
0.00
1.09
1.90
1.42
0.88
2.33
2.39
4.18
2.82
5.58
4.53
1.78
3.81
13.11
Berdasarkan hasil analisis wilayah resiko (Tabel 18), luasan yang diperoleh
untuk kategori kelas resiko longsor tinggi yaitu sekitar 46.67 Ha (0.13%). Terlihat
bahwa kecamatan Caringin, Cigombong, Cijeruk memiliki wilayah resiko longsor
paling tinggi yaitu masing-masing seluas 13.11; 5.58; 3.81 Ha.
Adapun luasan untuk kategori kelas resiko longsor sedang yaitu sekitar
4304.54 Ha (11,03%). Terlihat bahwa kecamatan Caringin, Cijeruk, Cigombong
memiliki wilayah resiko longsor sedang yaitu masing-masing seluas 1190.51;
982.83; 682.72 Ha. Sedangkan untuk luasan yang diperoleh untuk kategori kelas
resiko longsor rendah yaitu sekitar 34659 Ha (88.84%). Terlihat bahwa kecamatan
Caringin, Tamansari, Cijeruk memiliki wilayah resiko longsor yang rendah yaitu
masing-masing seluas 6802.24; 3372.48; 3150.89 Ha. Lebih dari sebagian besar
wilayah Sub DAS Cisadane Hulu termasuk ke dalam kategori resiko longsor rendah,
artinya jika terjadi bencana tanah longsor tidak menimbulkan banyak kerugian materi.
Berdasarkan hasil analisis resiko tanah longsor secara umum, menunjukkan bahwa
wilayah Sub DAS Cisadane Hulu sebagian besar termasuk dalam kelas tidak
beresiko terhadap tanah longsor.
24
Gambar 5 Peta Sebaran Resiko Longsor Sub DAS Cisadane Hulu
25
Analisis Pola Ruang
Dalam mengatasi permasalahan pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana
alam, diperlukan pola pengelolaan ruang kawasan rawan bencana longsor sebagai
langkah nyata dalam mendukung upaya pengendalian bencana (Depkimpraswil
2003). Salah satu upaya pengendalian bencana dilakukan dengan pendekatan tata
ruang yaitu analisis kesesuaian bagi peruntukkan kawasan. Dari hasil analisis tata
ruang dapat dilihat kesesuaian atau ketidaksesuaian peruntukan kawasan, sehingga
untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai diberikan upaya mitigasi untuk
pengendalian bencana longsor.
Analisis tata ruang merupakan hasil overlay dari peta resiko longsor (kategori
resiko tinggi), peta penutupan lahan, peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
dan Kota Bogor, analisis ini untuk mengevaluasi kesesuaian peruntukkan ruang
dengan karakteristik kawasan berdasarkan resiko tanah longsornya serta untuk
melihat kesesuaian antara peruntukkan ruang sebagaimana diatur dalam RTRW
Kabupaten dan Kota Bogor dengan pemanfaatan ruang secara riil yang terjadi di
lapangan. Analisis ini juga menjadi acuan dalam dilakukan mitigasi bencana yang
dilakukan di Sub DAS Cisadane Hulu.
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
masyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya (Undang-undang Nomor 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1 ayat 9). Berdasarkan Paimin, 2009
teknik mitigasi dibagi menjadi dua, yaitu secara vegetatif dan teknik sipil. Adapun
cara lain mitigasi yaitu dengan adanya relokasi (pemindahan) dari daerah yang
beresiko tinggi ke tempat yang resiko rendah, namun hal ini dirasa tidak bisa
diterapkan pada daerah Sub DAS Cisadane Hulu karena jumlah penduduk yang
banyak, oleh sebab itu cara mitigasi yang diajukan hanya sebatas mitigasi secara
vegetatif dan sipil yang mempunyai prinsip mitigasi berbasis masyarakat.
Mitigasi secara vegetatif dengan teknik stabilisasi tanah yang mengutamakan
pada kaki lereng, baik dengan tanaman (vegetatif) maupun bangunan. Persyaratan
vegetasi untuk pengendalian tanah longsor antara lain: jenis tanaman memiliki sifat
perakaran dalam (mencapai batuan), perakaran rapat dan mengikat agregat tanah, dan
bobot biomassanya ringan. Contoh tanaman tersebut adalah Jenis tanaman yang
dapat dipilih di antaranya adalah sonokeling, akar wangi, Flemingia, kayu manis,
kemiri, cengkeh, pala, petai, jengkol, melinjo, alpukat, kakao, kopi, teh, dan
kelengkeng (BLP 2006).
Sedangkan untuk mitigasi teknik sipil dengan pengurugan/penutupan rekahan,
reshaping lereng, bronjong kawat, perbaikan drainase, baik drainase permukaan
seperti saluran pembuangan air (waterway) maupun drainase bawah tanah. Berikut
tabel mengenai pemanfaatan tata ruang yang berada pada kerawanan longsor resiko
tinggi (Tabel 19).
26
Tabel 19 Pemanfaatan ruang di resiko longsor tinggi.
Luas (Ha)
Total
Resiko
Kecamatan
Tutupan
Lahan
Rekomendasi
0.01
Bogor Selatan
Badan Air
-
183.35
0.11
Bogor Tengah,
Bogor Selatan
Lahan
Terbangun
Fasilitas
Pendidikan
37.80
0.07
Bogor Barat
Lahan
Terbangun
Kawasan
Hutan
Konservasi
8933.48
0.03
Caringin
Hutan
Konservasi
-
145.47
0.86
Ciampea
Kebun
Mitigasi
(vegetatif)
Lahan
Terbangun,
Badan Air,
Kebun
Mitigasi
(Teknik Sip
SEBARAN SPASIAL RESIKO TANAH
AH LONGSOR
SEBAGA UPAYA MITIGASI BENCANA
SEBAGAI
NA
D SUB DAS CISADANE HULU
DI
M
MUHAMMAD
JUAN ARDHA
DEPARTEMEN KONSER
SERVASI SUMBERDAYA HUTAN DA
AN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
IN
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Sebaran
Spasial Resiko Tanah Longsor Sebagai Upaya Mitigasi Bencana di Sub DAS
Cisadane Hulu, adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Muhammad Juan Ardha
NIM E34080107
ABSTRAK
MUHAMMAD JUAN ARDHA. Identifikasi Sebaran Spasial Resiko Tanah
Longsor Sebagai Upaya Mitigasi Bencana di Sub DAS Cisadane Hulu. Dibimbing
oleh LILIK BUDI PRASETYO dan OMO RUSDIANA.
Penerapan Sistem Informasi Geografis (SIG), penginderaan jauh, dapat
dikembangkan untuk pengelolaan dalam upaya menangani kejadian bencana alam
seperti tanah longsor di daerah sekitar DAS. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
memperoleh peta sebaran tingkat bahaya tanah longsor dan analisis resiko akibat
tanah longsor di Sub DAS Cisadane Hulu dengan menggunakan teknologi SIG.
Hasil analisis menunjukkan wilayah yang termasuk kategori kerawanan longsor
tinggi sekitar 8539.83 Ha (21.89%) kategori kerawanan longsor sedang sekitar
26243.56 Ha (67.27%) dan kerawanan longsor rendah sekitar 4226.84 Ha
(10,83%). Sedangkan untuk analisis resiko tanah longsor secara umum,
menunjukkan bahwa wilayah Sub DAS Cisadane Hulu sebagian besar termasuk
dalam kelas resiko rendah terhadap tanah longsor. Hasil evaluasi pola ruang
menunjukkan bahwa beberapa kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan
permukiman terletak pada daerah dengan resiko longsor kategori tinggi sehingga
tidak sesuai dengan prinsip penataan ruang.
kata kunci: pola ruang, resiko longsor.
ABSTRACT
MUHAMMAD JUAN ARDHA. Spatial Distribution Identification of Landslide
Risk as an Effort of Disaster Mitigation in Upper Cisadane Sub Watershed.Under
supervision of by LILIK BUDI PRASETYO and OMO RUSDIANA.
Application of Geographic Information Systems (GIS) and remote sensing
can be developed for the management in an attempt to handle of natural disasters
such as landslides in the area within a watershed. The purpose of this study was to
obtain a distribution map of hazard level of landslides and its risk as a result of
landslides at upper Cisadane Sub watershed, using GIS technologies. The results
of the analysis showed that areas with high susceptible, medium, low of landslide
covered approximately 8539.83 Ha (21.89%), 26243.56 Ha (67.27%) and
4226.84 Ha (10.83%), respectively. Meanwhile, the risk of landslides analysis
depicted that in general the upper Cisadane Sub watershed were mostly included
as low risk of landslides disaster. It was very unfortunate, that some areas
designated as residential zone within spatial plan were situated on areas with a
high susceptible of landslides disasters. This was not accordance with the
principle of spatial planning.
keyword : landslide risk, spatial pattern.
IDENTIFIKASI SEBARAN SPASIAL RESIKO TANAH LONGSOR
SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA
DI SUB DAS CISADANE HULU
MUHAMMAD JUAN ARDHA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Judul Skripsi
Nama
NIM
Identifikasi Sebaran Spasial Resiko Tanah Longsor Sebagai
Upaya M itigasi Bencana di Sub DAS Cisadane Hulu
Muhammad Juan Ardha
E34080107
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc.
Pembirnbing I
Tanggal Lulus:
Dr Ir Orno Rusdiana. MSc .
Pernbimbing II
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Identifikasi Sebaran Spasial Resiko Tanah Longsor Sebagai
Upaya Mitigasi Bencana di Sub DAS Cisadane Hulu
: Muhammad Juan Ardha
: E34080107
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc.
Pembimbing I
Dr Ir Omo Rusdiana, MSc.
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan berkah serta rahmat-Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Aplikasi SIG Dan Penginderaan Jauh Dalam Mengidentifikasi
Sebaran Dan Resiko Tanah Longsor Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Di Sub
DAS Cisadane Hulu”. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof Dr Ir
Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. dan Dr Ir Omo Rusdiana M.Sc. selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan serta bimbingan dalam penyelesaian
skripsi ini.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar
sarjana dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini menggambarkan penerapan
Sistem Informasi Geografis (SIG), penginderaan jauh, dikembangkan untuk
pengelolaan dalam upaya menangani kejadian bencana alam seperti tanah longsor
di daerah sekitar DAS.
Selama penyusunan skripsi ini banyak hambatan yang dihadapi. Berkat
kemurahan-Nya serta bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini dapat diselesaikan.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua
pihak yang berkepentingan dengan karya ini. Akhirnya dengan segala kemampuan
dan kekurangan, penulis berharap semoga karya ini dapat memberi manfaat dan
kebaikan bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2013.
Muhammad Juan Ardha
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Lokasi
2
Alat dan Bahan
2
Metode Pengumpulan Data
2
Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
9
Analisis Wilayah Rawan Longsor
9
Analisis Wilayah Resiko Longsor
21
Analisis Tata Ruang
25
SIMPULAN DAN SARAN
29
Simpulan
29
Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
30
LAMPIRAN
31
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Rekapitulasi pengumpulan dan pengolahan data
Klasifikasi parameter tanah longsor
Matriks resiko longsor
Nilai kelas resiko longsor
Nilai skor dan buffering untuk tiap jenis peta
Klasifikasi curah hujan pada masing-masing kecamatan
Klasifikasi leren lahan pada masing-masing kecamatan
Klasifikasi jenis geologi pada masing-masing kecamatan
Klasifikasi keberadaan patahan/sesar/gawir pada masing-masing
kecamatan
Klasifikasi kedalaman tanah regolit pada masing-masing kecamatan
Klasifikasi penggunaan lahan pada masing-masing kecamatan
Klasifikasi infrastruktur pada masing-masing kecamatan
Klasifikasi kepadatan penduduk pada masing-masing kecamatan
Interval skor kelas kerawanan tanah longsor
Nilai tingkat kerawanan longsor
Interval skor kelas properti
Sebaran properti pada masing-masing kecamatan
Nilai tingkat resiko longsor
Pemanfaatan ruang di kerawanan longsor tinggi
3
5
7
7
7
10
11
12
13
13
14
15
16
19
19
21
21
23
26
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Parameter kerawanan longsor Sub DAS Cisadane Hulu
Parameter kerawanan longsor Sub DAS Cisadane Hulu
Peta sebaran kerawanan longsor Sub DAS Cisadane Hulu
Peta sebaran properti Sub DAS Cisadane Hulu
Peta sebaran resiko longsor Sub DAS Cisadane Hulu
17
18
20
22
24
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
Hasil uji akurasi
Daftar nama stasiun curah hujan
31
31
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah Alian Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang dibatasi oleh
punggung bukit atau batas-batas pemisah topografi dan berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami. Manusia dan lingkungan mempunyai hubungan saling
ketergantungan. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia sangat bergantung pada
lingkungan yang memberikan sumberdaya alam untuk tetap bertahan hidup.
Kegiatan dan aktivitas manusia yang bersifat mengubah pola tata guna
lahan atau pola penutupan lahan dalam suatu wilayah dapat mempengaruhi pola
aliran dalam suatu DAS. Hal itu sejalan dengan peningkatan pembangunan dan
pertambahan penduduk, kebutuhan lahan juga meningkat dengan pesat. Kerusakan
ekosistem dalam tatanan DAS di Indonesia telah teridentifikasi seperti ditunjukkan
dengan sering terjadinya bencana banjir, erosi, sedimentasi, dan tanah longsor.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 (PP
No.7 Tahun 2005) disebutkan bahwa DAS berkondisi kritis semakin meningkat
dari 22 DAS (1984) menjadi 39 DAS (1994), dan kemudian 62 DAS (1999).
Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No 328 Tahun 2009
menyebutkan bahwa terdapat 108 DAS dalam keadaan kritis dan DAS Cisadane
salah satu dalam status DAS prioritas dalam rangka rencana pembangunan jangka
menengah (RPJM) tahun 2010-2014.
Hulu sungai Cisadane merupakan kawasan lindung sehingga harus dijaga
kondisinya karena terletak pada kemiringan yang cukup tinggi, sehingga rentan
terhadap erosi dan longsor lahan. Pada tahun 1987 - 1995 telah terjadi perubahan
penggunaan lahan pertanian, permukiman dan semak belukar yang cukup besar,
yang mengakibatkan meningkatnya erosi dan terjadi dua kali banjir yaitu pada
tahun 1990 dan tahun 1993 (Puspaningsih 1999).
Sistem informasi geografis (SIG) adalah teknologi yang menggunakan
perangkat lunak yang memungkinkan jumlah informasi yang hampir tak terbatas
untuk dihubungkan ke lokasi geografis dalam bentuk peta. SIG memungkinkan
pengguna untuk melihat lokasi, peristiwa, fitur, dan perubahan lingkungan dengan
kejelasan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Penerapan Sistem Informasi
Geografis (SIG), penginderaan jauh, dapat dikembangkan untuk pengelolaan dalam
upaya menangani kejadian bencana alam seperti tanah longsor di daerah sekitar
DAS.
Informasi seperti data jenis tanah, curah hujan, dan kemiringan lereng
digabungkan (overlay) dengan SIG, informasi akhir dari proses tersebut akan
menghasilkan peta resiko tanah longsor di sekitar Sub DAS Cisadane Hulu yang
dijadikan acuan dalam upaya mitigasi terhadap bencana tanah longsor dan
memberikan informasi degradasi DAS untuk mendukung perencanaan pengelolaan
Sub DAS yang lebih bersifat operasional (jangka lima tahunan), yang kemudian
dijadikan dasar penyusunan rencana kerja tahunan, dan sebagai sumber informasi
bagi pihak pihak terkait agar dapat terwujudnya pengelolaan DAS yang baik.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk :
1 Memperoleh peta sebaran tingkat bahaya tanah longsor di Sub DAS
Cisadane Hulu
2 Memperoleh peta analisis resiko akibat tanah longsor di Sub DAS
Cisadane Hulu
3 Memperoleh bentuk mitigasi yang berdasarkan evaluasi pola keruangan
RTRW Sub DAS Cisadane Hulu.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi pertimbangan usulan pola ruang
sebagai bahan dalam penyusunan rencana mitigasi di daerah Sub DAS Cisadane
Hulu.
METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2013 sampai dengan Juni 2013,
dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di daerah Sub
DAS Hulu Cisadane.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta administrasi
Kabupaten Bogor, peta wilayah DAS, peta administrasi Kota Bogor, peta DEM Sub
DAS Cisadane Hulu, peta jenis tanah Sub DAS Cisadane Hulu, peta geologi Sub
DAS Cisadane Hulu, data curah hujan harian daerah Sub DAS Cisadane Hulu, data
kependudukan wilayah administrasi Sub DAS Cisadane Hulu, peta jaringan jalan
Kabupaten Bogor dan Kota Bogor, dan citra Landsat 7-ETM (Juni 2012) path/row
122/65. Program yang digunakan adalah Arc GIS 9.3, ERDAS IMAGINE 9.1 dan
MS Office, satu set computer, printer, GPS receiver, kamera dan alat tulis.
Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan Data
Ada dua cara dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu dengan
cara pengukuran/pengamatan lapang dan interpretasi pada peta. Data yang
dikumpulkan dengan pengamatan lapang (groundcheck) data penggunaan lahan.
Data yang yang dikumpulkan dengan cara interpretasi pada peta adalah data curah
hujan harian yang akan dianalisis menjadi data curah hujan kumulatif 3 (tiga) hari
berurutan, lereng lahan, jenis geologi (batuan), keberadaan sesar/patahan/gawir,
kedalaman tanah regolit, keberadaan bangunan terpencar, sekolah, tempat ibadah,
kantor pemerintahan. Data kependudukan dan Rencana Tata Ruang Wilayah
dilakukan dengan studi literatur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
rekapitulasi pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1.
3
Pengolahan Data
Pengolahan Data Atribut
Pengolahan data atribut berupa data curah hujan kumulatif harian
dimaksudkan agar data atribut yang telah terkumpul dapat lebih mudah dianalisis
dengan mengkonversi data atribut curah hujan harian menjadi peta curah hujan
harian kumulatif sebagai faktor yang mempengaruhi terjadinya bencana tanah
longsor. Selain itu terdapat data kependudukan di daerah Sub DAS Cisadane Hulu
sebagai bahan dalam pembuatan peta kepadatan penduduk dalam satuan kecamatan
di daerah administrasi Sub DAS Cisadane Hulu. Kedua peta ini dipresentasikan
dalam bentuk vektor.
Pengolahan Data Spasial
Pengolahan data spasial dalam bentuk peta dalam penelitian ini digunakan
dalam pengolahan peta, baik peta vektor ataupun raster. Data spasial berbentuk
vektor digunakan dalam pengolahan peta curah hujan harian kumulatif, peta geologi,
peta keberadaan sesar/patahan/gawir, peta kedalaman tanah regolit, peta infrastuktur
(jalan memotong lereng), dan dalam pembuatan dalam peta properti seperti peta jalan,
dan infrastruktur (penggunaan lahan). Semua data spasial dalam bentuk vektor diolah
dengan software ArcGis 9.3. Data spasial dalam bentuk raster digunakan pada peta
kelerengan dari data ASTER GDEM, dan peta penggunaan lahan dengan
menggunakan citra Landsat ETM-7 (path/row:122/65). Data dalam bentuk raster ini
diolah dengan menggunakan software Erdas Imagine 9.1.
Tabel 1 Rekapitulasi pengumpulan dan pengolahan data
No
1
2
3
4
5
6
7
Jenis Data
Sumber Data
Curah hujan
Dinas Pengelolaan
Sumber Daya Air
Lereng lahan
Citra Satelit ASTER
GDEM
Geologi(batuan) Pusat Survei
Geologi (BPDAS)
Patahan/sesar/
Pusat Survei
gawir
Geologi (BPDAS)
Kedalaman
tanah regolit
Penggunaan
lahan
Kepadatan
penduduk
Peta satuan tanah
dan lahan
(Puslitanah) dan peta
kelerengan
Citra Landsat ETM7 bulan Juni 2012
dan Grouncheck
Teknik Pengolahan
Interpolasi pada titik
stasiun curah hujan
Analisis pada peta
DEM
Interpretasi pada peta
geologi
Digitasi pada peta
geologi dengan skala
1:25.000
Perangkat
Lunak
ArcGis 9.3
ArcGis 9.3
ArcGis 9.3
ArcGis 9.3
Inventarisasi pada
peta satuan tanah dan
lahan
ArcGis 9.3
Pengamatan langsung
& klasifikasi
terbimbing
Erdas 9.1
BPS Kota Bogor dan
Studi Literatur
Kabupaten Bogor
-
4
Tabel 1 Rekapitulasi pengumpulan dan pengolahan data (lanjutan)
No
8
9
10
Jenis Data
Sumber Data
Peta Jaringan
Jalan
Badan Informasi
Geospasial
Peta sebaran
bangunan
terpencar, pasar,
sekolah,
puskesmas,
tempat ibadah
kantor
pemerintahan,
Peta Rencana
Tata
Ruang Wilayah
Badan Informasi
Geospasial
Teknik Pengolahan
Perangkat
Lunak
Digitasi pada peta,
Rupa Bumi Indonesia
dengan skala
1:25.000
ArcGis 9.3
Digitasi pada peta,
Rupa Bumi Indonesia
dengan skala
1:25.000
ArcGis 9.3
BAPPEDA Kota
Bogor dan
Kabupaten Bogor
Studi Literatur
-
Analisis Data
Analisis Kerawanan Bencana Tanah Longsor
Klasifikasi Data
Data yang diklasifikasi terdiri dari peta curah hujan, peta kelerengan, peta
geologi, peta tanah, peta penutupan/penggunaan lahan, peta infrastruktur, dan peta
kepadatan permukiman. Setelah semua data spasial dimasukan kedalam komputer
dalam bentuk peta digital, selanjutnya dilakukan proses analisis data sehingga
nantinya akan memperoleh peta kerawanan bencana tanah longsor. Analisis data
tersebut dilakukan melalui pemasukan data atribut dan pembobotan pada setiap
parameter. Pembobotan adalah pemberian bobot pada peta digital masing masing
parameter yang berpengaruh pada kejadian longsor (Nurjanah 2005).
Penilaian/Pembobotan
Analisis data tersebut dilakukan melalui pemasukan data atribut dan
pembobotan pada setiap parameter. Pembobotan adalah pemberian bobot pada peta
digital masing masing parameter yang berpengaruh pada kejadian longsor (Nurjanah
2005).
Penentuan skor tiap kelas parameter didasarkan pada hasil penelitian yang
dilakukan oleh Paimin et al. (2009). Skor dari yang paling tinggi sampai yang paling
rendah sebanding dengan tingkat bahaya yang tanah longsor akan timbulkan.
Semakin tinggi skor, maka semakin tinggi pula potensi tanah longsor yang akan
terjadi. Analisis pembobotan dilakukan pada data atribut yang tertera pada masing
masing peta. Analisis pembobotan, overlay, klasifikasi dilakukan dengan software
ArcGis 9.3. Skor untuk klasifikasi setiap parameter dapat dilihat pada Tabel 2.
5
Tabel 2 Klasifikasi parameter tanah longsor
No
1
Parameter
(bobot)
Hujan Harian
kumulatif 3
hari berurutan
(mm/3hari
Besaran
Kategori Nilai
Skor
< 50
50 – 99
100 – 199
200 – 300
> 300
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
1
2
3
4
5
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat rendah
Sangat Tinggi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat rendah
Sangat Tinggi
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
5
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
1
2
3
4
5
2
Lereng Lahan
3
Geologi
(batuan)
4
Keberadaan sesar
patahan/gawir
Tidak ada
Ada
5
Kedalaman tanah
(regolit)
sampai lapisan
kedap
5
6
Penggunaan Lahan
7
Infrastruktur (jika
lereng
85
Dataran Aluvial
Perbukitan Kapur
Perbukitan Granit
Perbukitan Batuan sedimen
Bkt Basal-Clay Shale
Hutan Alam
Hutan/Perkebunan
Semak/Blkar/Rumput
Tegal/Pekarangan
Sawah/Permukiman
Tak Ada Jalan
Memotong Lereng
Lereng Terpotong Jalan
< 2000
2000 – 5000
5000 – 10000
10000 – 15000
> 15000
6
Formula Kerawanan Tanah Longsor (Paimin et al. 2009)
0.25 (HHK) + 0.15 (LH) + 0.1(G) + 0.5 (P) + 0.5 (KTR) + 0.2(PL) + 1.5 (I) + 0.5 (KP)
Keterangan :
HK
= 3 Hujan Harian Kumulatif
LH
= Lereng Lahan
G
= Geologi (Batuan)
P
= Keberadaan patahan/sesar/gawir
KTR = Kedalaman Tanah Regolit
PL
= Penggunaan Lahan
I
= Infrastruktur
KP
= Kepadatan Penduduk
Overlay
Analisis/pengolahan data dengan aplikasi SIG dilakukan setelah peta-peta
tematik parameter fisik wilayah (Hujan Harian Kumulatif, Lereng Lahan, Geologi,
keberadaan Patahan/Sesar/Gawir, Kedalaman Regolit, Penggunaan Lahan,
Infrastruktur, Kepadatan Penduduk) tersedia. Peta-peta tematik sifat fisik wilayah
disusun dalam format digital. Analisis untuk mendapatkan kelas dan sebaran wilayah
rawan longsor diproses melalui pendekatan aplikasi Sistem Informasi Geografis yaitu
dengan map overlaying, weighting, dan scoring dengan mempertimbangkan bobot
dan skor.
Setiap parameter peta tematik dikelaskan berdasarkan skor masing-masing
parameter tersebut pengaruhnya terhadap longsor. Semakin besar pengaruh
parameter tersebut terhadap terjadinya tanah longsor akan semakin besar nilai bobot
ataupun nilainya.
Skor hasil overlay dibagi menjadi tiga kelas kerawanan longsor yaitu rendah,
sedang, dan tinggi. Jumlah skor akhir dengan penentuan selang skor dapat dilihat
dengan selang sebagai berikut :
Kerawanan rendah : 0 <
≤ ̅ – SD
Kerawanan sedang : ̅ – SD < ≤ ̅ + SD
Kerawanan tinggi
: ≥
+ SD
Analisis Resiko Tanah Longsor
Resiko longsor dianalisis untuk mengetahui hubungan bahaya/rawan longsor
dengan aktivitas manusia yang akan menghasilkan kerugian baik secara lingkungan
maupun kerugian ekonomi dengan kemungkinan menimpa kehidupan manusia yang
akhirnya mempunyai kerugian yang cukup besar dan penderitaan yang berkelanjutan.
Penggabungan antara peta bahaya/rawan longsor dengan peta properti akan
menghasilkan peta resiko longsor.
Nilai resiko longsor dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
R = H +P
Keterangan
R = Resiko
H = Hazard
P = Properti
7
Peta resiko longsor diklasifikasi menjadi 3 kelas yaitu resiko rendah, resiko
sedang dan resiko tinggi. Matriks resiko longsor dapat dilihat pada Tabel 3. Hal ini
juga berlaku pada peta kelas resiko longsor dibagi menjadi 3 kelas yaitu resiko
rendah, sedang dan tinggi. Kelas dari masing masing kelas resiko dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 3 Matriks resiko longsor
Kelas Properti
Rendah
1
2
3
4
Rendah
Sedang
Tinggi
Kelas Kerawanan Tanah Longsor
Sedang
Tinggi
2
3
3
4
4
5
5
6
Tabel 4 Nilai kelas resiko longsor.
No
Kelas Resiko Longsor
Besaran Nilai
1
Resiko rendah
2-3
2
Resiko Sedang
4
3
Resiko Tinggi
5-6
Peta properti adalah gabungan dari beberapa peta yaitu peta penggunaan jalan,
peta infrastuktur, dan peta penutupan lahan. Nilai properti suatu wilayah dapat
ditentukan apabila di wilayah yang terkena bencana tanah longsor tersebut
menyebabkan kerugian ekonomi dan kerusakan lingkungan yang tinggi (Alhasanah
2006). Wilayah yang memiliki resiko yang tinggi bukan saja memiliki nilai rawan
bencana longsor yang tinggi tetapi lebih ditekankan pada nilai properti yang tinggi.
Ketiga peta yang akan di overlay masing-masing diberi atribut nilai skor
berdasarkan kriteria penilaian yang telah ditentukan sehingga mendapatkan nilai skor
total dari masing masing masing peta. Nilai skor dan buffering dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5 Nilai skor dan buffering untuk tiap jenis peta
No
Parameter/Jenis
A
Infrastuktur
Skor Kriteria Penilaian
Pemberian
Buffer
Fisik
Manusia
Manfaat
Total
1
Pasar
100
3
3
3
9
2
Bangunan terpencar
50
3
2
2
7
3
Sekolah
50
3
3
3
9
4
Puskesmas
50
3
3
3
9
5
Kantor pemerintahan
20
2
2
2
6
8
Tabel 5 Nilai skor dan buffering untuk tiap jenis peta (lanjutan)
No
Parameter/Jenis
6
Tempat Ibadah
B
Jaringan Jalan
1
Skor Kriteria Penilaian
Pemberian
Buffer
Fisik
Manusia
Manfaat
Total
20
2
2
2
6
Jalan Utama
100
3
-
3
6
2
Jalan Lokal
80
3
-
2
5
3
Jalan Lain
50
2
-
2
4
C
Penutupan dan
Penggunaan Lahan
1
Hutan Alam
-
1
1
1
3
2
Hutan Konservasi
-
1
1
1
3
3
Semak Belukar
-
1
1
1
3
4
Rumput
-
1
1
1
3
5
Perkebunan
-
2
1
2
5
6
Tegalan
-
1
1
1
3
7
Sawah
-
3
1
3
7
8
Permukiman
-
3
3
3
9
9
Badan air
-
1
1
3
5
Penentuan selang properti dilakukan berdasarkan interval kelas yang
didapatkan dengan persamaan:
Penentuan selang =
–
Peta properti kerawanan rendah menggambarkan kondisi nilai ekonomi rendah
dari suatu lahan, begitu juga dengan peta properti kerawanan tinggi yang
menggambarkan kondisi nilai ekonomi tinggi dari suatu lahan. Bobot nilai yang
diberikan adalah 1 untuk properti kerawanan rendah, 2 untuk properti kerawanan
sedang, dan 3 untuk properti kerawanan tinggi. Peta resiko longsor didapat dengan
menjumlahkan bobot nilai pada tiap kelas pada peta properti dengan bobot nilai tiap
kelas kerawanan pada peta kerawanan tanah longsor sehingga menghasilkan bobot
nilai baru untuk menentukan besarnya resiko yang terjadi.
Analisis Pola Ruang
Evaluasi pola ruang dilakukan untuk mengevaluasi kesesuaian peruntukkan
ruang dengan karakteristik kawasan berdasarkan resiko tanah longsornya serta untuk
9
melihat kesesuaian antara peruntukkan ruang sebagaimana diatur dalam RTRW
Kabupaten Bogor dengan pemanfaatan ruang secara riil yang terjadi di lapangan.
Evaluasi ini dilakukan dengan melakukan analisis overlay antara peta resiko tanah
longsor dengan peta RTRW Kabupaten dan Kota Bogor tahun 2005-2025 dan peta
penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu (Yunianto 2011).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane Hulu merupakan bagian dari DAS
Cisadane yang terletak pada 106 28’ 53,61” – 106 56’ 42,32” BT dan 06 31’21,54” –
06 47’ 17,87” LS yang berbatasan dengan sub DAS Ciliwung Hulu sebelah selatan
dan timur, Sub DAS Cianten Hulu di sebelah barat, dan Sub DAS Cibeuteung di
sebelah utara. DAS Cisadane mengalir dari Gunung Gede yang berada di Kecamatan
Caringin Kabupaten Bogor Jawa Barat dengan arah aliran dari selatan menuju utara
dan bermuara di Laut Jawa. Bagian hulu DAS terdapat Sungai Ciapus, Cihideung,
Ciampea, Ciaruteun, Cianten, Citempuhan, Cisadane Hulu dan Cipinang. Luas Sub
DAS Cisadane bagian hulu sebesar 44142.32 ha dari luas total DAS Cisadane seluas
153208.91 ha (BPDAS Citarum Ciliwung 2007).
Secara administratif DAS Cisadane Hulu terletak di Kabupaten dan Kota
Bogor, yang terdiri dari kecamatan Bogor Barat, Bogor Selatan, Bogor Timur,
Caringin, Ciampea, Ciawi, Cibungbulang, Cigombong, Cijeruk, Ciomas, Dramaga,
Kemang, Megamendung, Pamijahan, Rancabungur, Rumpin, Tamansari, Tenjolaya.
Analisis Wilayah Rawan Longsor
Tanah longsor (landslide) adalah bentuk erosi (pemindahan massa tanah) yang
pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat secara tiba-tiba
dalam volume yang besar (sekaligus). Tanah longsor terjadi jika dipenuhi 3 (tiga)
keadaan, yaitu: (1) lereng cukup curam, (2) terdapat bidang peluncur yang kedap air
di bawah permukaan tanah, dan (3) terdapat cukup air dalam tanah di atas lapisan
kedap (bidang luncur) sehingga tanah jenuh air (Paimin 2009).
Peta kerawanan longsor diperoleh dari penggabungan/tumpang tindih (overlay)
dari delapan peta. Peta-peta tersebut terdiri dari peta curah hujan, kelerengan, geologi,
patahan/sesar/gawir, kedalaman regolit, penggunaan lahan, infrastruktur, dan
kepadatan penduduk.
Peta Curah Hujan
Data curah hujan di daerah Sub DAS Cisadane Hulu diambil dari 12 titik
stasiun curah hujan yaitu Stasiun Batu Karut, Cibadak/Sekarwangi, Cibanteng Hulu,
Cigudeg, Cisalada, Citoe, Empang, Gunung Mas, Kalapa Nunggal, Katulampa,
Kranji, Manggis, Pasir Jaya, Perkebunan Kahuripan, dan Sentral PLTA. Jenis curah
hujan terbagi menjadi lima kelas dengan skornya masing-masing (Paimin 2009),
akan tetapi Sub DAS Cisadane Hulu hanya masuk kedalam dua kategori, yaitu jenis
curah hujan 200-300 mm/3hari dengan skor 4 dan >300 mm/3hari dengan skor 5.
Dari analisis interpolasi curah hujan didapatkan hasil curah hujan dengan nilai 240-
10
505.90 mm/3hari. Klasifikasi curah hujan untuk masing-masing kecamatan dapat
dilihat pada Tabel 6.
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa intensitas curah hujan pada kategori
200-300 mm/3 hari yang memiliki luas terbesar berada pada Kecamatan Caringin
dan luas terkecil berada pada Kecamatan Rumpin, sedangkan pada kategori >300
mm/3 hari yang memiliki luas terbesar berada pada Kecamatan Cijeruk dan luas
terkecil berada pada Kecamatan Megamendung.
Tabel 6 Klasifikasi curah hujan pada masing-masing kecamatan.
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Jenis Curah Hujan mm/3hari (ha)
200-300 (Agak Tinggi-4)
>300(Tinggi-5)
0.03
7.59
13.93
53.71
7.31
163.55
281.24
850.69
407.27
1323.04
1571.84
1637.13
1974.04
471.42
3069.91
37.87
1645.39
1466.27
2339.34
1090.72
76.85
3901.07
1213.00
2852.18
1846.07
2274.58
475.90
4163.11
5191.80
3236.89
Peta Kelerengan
Kelerangan dapat diketahui sama halnya dengan ketinggian, yaitu berdasarkan
dari hasil analisis citra satelit ASTER GDEM dengan menggunakan software ArcGis.
Kelerengan yang dibuat adalah 5 kelas, yaitu < 25 %, 25 - 44%, 45 - 64%, 65 - 85%,
dan > 85%. Pada Tabel diketahui bahwa kelerengan di kawasan resort Gunung Bedil
sebagian besar adalah berada pada kelas kelerangan < 25%.
Unsur topografi yang paling besar pengaruhnya terhadap bencana longsor
adalah kelerengan lahan. Pengaruh kelerengan yaitu semakin curam lerengnya,
makin besar dan semakin cepat longsor terjadi. Selain itu semakin curam lereng
tersebut maka butir butir tanah yang terpecik ke atas oleh tumbukan butiran hujan
semakin banyak (Arsyad 1983). Peta kelerengan didapatkan Klasifikasi lereng lahan
untuk masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 7.
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa klasifikasi lahan lereng pada
kategori < 25% yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Caringin dan
luas terkecil berada pada kecamatan Rumpin. Pada kategori lereng lahan 25-44 %
yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Caringin dan luas terkecil berada
11
pada kecamatan Ciomas. Pada kategori lereng lahan 45-64 % yang memiliki luas
terbesar berada pada kecamatan Caringin dan luas terkecil berada pada kecamatan
Dramaga. Pada kategori lereng lahan 65-85 % yang memiliki luas terbesar berada
pada kecamatan Caringin dan luas terkecil berada pada kecamatan Bogor Barat.
Sedangkan Pada kategori lereng lahan > 85 % yang memiliki luas terbesar berada
pada kecamatan Caringin dan luas terkecil berada pada kecamatan Pamijahan.
Tabel 7 Klasifikasi lereng lahan pada masing-masing kecamatan.
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
< 25
(Rendah1)
0.03
7.72
13.06
39.50
154.10
1199.65
1217.88
1533.67
1631.41
2421.96
3025.79
2085.44
3338.81
2639.03
3150.34
3106.26
3160.78
4413.76
Lereng Lahan (%)
25 – 44
45-64
65-85
>85
(Agak
(Sedang(Agak
(TinggiRendah-2)
3)
Tinggi-4)
5)
13.58
3.31
3.42
0.22
8.52
0.24
40.15
15.30
1.80
0.10
83.03
17.45
3.64
0.09
35.27
2.09
0.09
5.39
0.33
23.43
0.06
78.35
3.57
0.36
497.54
294.84
154.89
75.49
46.35
32.16
11.32
1.42
725.02
430.60
133.88
47.14
599.65
206.34
73.35
29.37
403.74
251.77
184.61
174.42
947.62
366.87
104.09
59.64
1877.47
1340.37
580.02
214.85
Peta Geologi
Struktur geologi atau batuan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya longsor, jenis geologi atau batuan di Sub DAS Cisadane Hulu terdapat 4
jenis yaitu Bukit Basal, Dataran Aluvial, Perbukitan Granit, Perbukitan Kapur. Dari
kelima kategori tersebut, Sub DAS Cisadane Hulu termasuk kedalam 4 kategori.
Klasifikasi jenis geologi untuk masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 8.
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa klasifikasi jenis geologi pada kategori
dataran aluvial yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Ciampea dan luas
terkecil berada pada kecamatan Rumpin. Pada kategori jenis geologi perbukitan
kapur yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Cibungbulang dan luas
terkecil berada pada Kecamatan Ciampea. Pada kategori jenis geologi perbukitan
granit yang memiliki luas terbesar berada pada Kecamatan Ciampea dan luas terkecil
berada pada Kecamatan Dramaga. Sedangkan Pada kategori jenis geologi bukit basal
yang memiliki luas terbesar berada pada Kecamatan Cijeruk dan luas terkecil berada
pada Kecamatan Bogor Timur.
12
Tabel 8 Klasifikasi jenis geologi pada masing-masing kecamatan.
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Dataran
Aluvial
(Rendah-1)
0.03
7.75
132.85
282.86
28.89
55.65
852.44
937.27
-
Jenis Geologi
Perbukitan
Perbukitan
Kapur
Granit
(Agak Rendah(Sedang-3)
2)
68.17
682.95
77.70
-
227.39
1528.64
358.18
1020.03
-
Bukit
Basal
(Tinggi-5)
14.72
61.50
31.09
350.09
349.24
1353.72
2146.52
3113.71
60.30
256.13
3048.44
1749.41
4482.76
8430.60
Peta Patahan/Sesar/Gawir
Data mengenai keberadaan patahan/sesar/gawir disetiap lokasi dapat
diidentifikasi dengan skala digitasi 1:25000 diberikan buffer 100 m dari Peta
Geologi Lembar Bogor dengan skala 1:250000. Klasifikasi keberadaan
patahan/sesar/gawir dibagi berdasarkan ada atau tidak ada keberadaan
patahan/sesar/gawir. Klasifikasi keberadaan patahan/sesar/gawir untuk masingmasing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 9.
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa klasifikasi patahan/sesar/gawir pada
kategori ada yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Ciampea dan luas
terkecil berada pada kecamatan Rancabungur, sedangkan pada kategori
patahan/sesar/gawir yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Caringin
dan luas terkecil berada pada kecamatan Rumpin.
Peta Kedalaman Regolit
Pengambilan data tanah regolit diinventarisasi dari Peta Satuan Lahan dan
Tanah RePProt 1987 lembar Bogor. Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur
tanah menentukan besar kecilnya air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah
oleh air. Pada tanah bersolum dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan
rapat, sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil
yang menjadi air limpasan permukaan. Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal,
13
struktur padat, dan penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan
yang terinfiltrasi dan sebagian besar menjadi aliran permukaan (BLP 2006).
Tabel 9 Klasifikasi keberadaan patahan/sesar/gawir pada masing-masing kecamatan.
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Keberadaan Patahan/sesar/gawir
Tidak Ada (Rendah-1)
Ada (Tinggi-5)
0.03
7.75
14.72
61.50
163.93
274.04
8.82
1245.69
13.83
1326.05
1572.99
1637.13
2412.28
35.92
3108.88
3113.70
3382.36
47.70
3979.38
4068.47
4120.91
4639.00
8430.60
-
Tabel 10 Klasifikasi kedalaman tanah pada masing-masing kecamatan.
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Kedalaman Tanah (m)
< 1 (rendah-1)
1-2(Agak rendah-2)
0.03
7.76
14.72
31.99
131.94
282.86
675.70
583.83
355.01
971.05
44.64
1528.35
346.50
1290.63
1581.90
863.56
2132.62
976.26
3113.70
1600.39
189.66
2961.49
1017.90
4068.48
1745.56
2375.35
4483.09
155.91
8430.61
-
14
Dari 5 kategori kedalaman tanah (Paimin 2009), Sub DAS Cisadane Hulu
termasuk ke dalam dua kategori, yaitu < 1 m dengan skor 1 dan 1-2 m dengan skor 2
(Tabel 10). Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa klasifikasi kedalaman tanah
pada kategori < 1 m yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Caringin
dan luas terkecil berada pada kecamatan Bogor Timur. Sedangkan pada kategori
kedalaman tanah 1-2 m yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan
Tamansari dan luas terkecil berada pada kecamatan Rumpin.
Penggunaan lahan
Data penggunaan lahan diperoleh dari peta tutupan lahan yang berupa citra
Landsat ETM-7 pengambilan data bulan Juni 2012, peta administrasi Sub DAS
Cisadane Hulu, dan pengamatan langsung di lapangan, yang dianalisis dengan
klasifikasi terbimbing (supervised classification) dengan menggunakan software
Erdas sehingga didapat nilai penggunaan lahan dari setiap lokasi. Nilai tersebut
kemudian diklasifikasi sesuai dengan kelas parameter penggunaan lahan, sehingga
dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori untuk memperoleh skor/nilai.
Pada peta penutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu terlihat adanya garis
SLC off yang sistematis hal ini disebabkan oleh citra landsat ETM+ mengalami
Stripping yaitu terdapat sejumlah garis dengan ukuran lebar beberapa piksel yang
mengalami kehilangan data atau Digital Number bernilai 0 (DN = 0). Adapun
penyebabnya berupa gangguan yang merusak sensor optik pada satelit. Klasifikasi
penggunaan lahan untuk masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Klasifikasi penggunaan lahan pada masing-masing kecamatan
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Hutan
Alam
(Rendah1)
36.38
0.18
0.27
109.93
0.18
0.87
2.46
1484.77
1.63
904.65
928.41
719.61
945.04
3844.83
Penggunaan Lahan (Kategori-Skor)
Semak/
Hutan/
Tegal/
Belukar/
Perkebunan Pekarangan
Rumput
(Sedang-3)
(Agak
(Agak
Tinggi-4)
Rendah-2)
0.03
1.20
0.18
0.27
2.23
0.18
1.71
0.15
3.49
1.17
22.08
8.30
12.30
36.63
68.60
21.27
168.09
230.82
83.67
118.48
101.85
279.45
274.67
227.41
69.72
177.12
248.41
79.49
332.05
561.48
158.66
37.92
519.86
159.71
467.44
662.36
241.20
276.91
382.86
319.90
315.23
165.41
823.16
291.00
237.11
544.10
290.39
455.86
880.59
502.07
186.17
762.39
Sawah/
Pemukiman
(Tinggi-5)
5.62
7.29
11.72
92.94
93.77
505.58
388.43
699.58
853.10
865.55
367.99
1393.24
852.33
942.06
1424.90
968.62
1262.23
15
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa klasifikasi penggunaan lahan pada
kategori hutan alam yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Caringin
dan luas terkecil berada pada kecamatan Bogor Barat dan Rancabungur. Pada
kategori penggunaan lahan semak/belukar/rumput yang memiliki luas terbesar
berada pada kecamatan Caringin dan luas terkecil berada pada kecamatan
Megamendung. Pada kategori penggunaan lahan hutan perkebunan yang memiliki
luas terbesar berada pada kecamatan Ciampea dan luas terkecil berada pada
kecamatan Rumpin. Pada kategori penggunaan lahan tegal/pekarangan yang
memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Cijeruk dan luas terkecil berada pada
kecamatan Kemang, sedangkan Pada kategori penggunaan lahan sawah/pemukiman
yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Tamansari dan luas terkecil
berada pada kecamatan Kemang.
Infrastruktur
Pengertian dari infrastruktur yang dimaksud adalah jaringan jalan yang
memotong lereng. Data infrastruktur diperoleh dari peta jaringan jalan dan peta
kelerengan. Klasifikasi dibagi menjadi dua yaitu infrastruktur memotong lereng
25 % sesuai dengan Tabel 12.
Tabel 12 Klasifikasi infrastruktur pada masing-masing kecamatan
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Infrastuktur (Kategori-Skor) (m)
Tidak Ada Jalan
Memotong lereng/lereng
(Rendah-1)
terpotong jalan (Tinggi-5)
661.61
776.22
222.83
189.20
868.27
4026.33
2569.04
3012.38
1720.74
22460.60
2879.34
17451.50
755.31
39355.90
9345.18
40719.60
3264.91
54279.80
4171.83
54892.60
24607.60
24019.80
18659.90
67669.60
3054.36
27135.20
6919.43
59704.10
15824.30
55157.40
17244.30
39350.20
31093.30
56944.70
23616.70
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa klasifikasi infrastruktur pada
kategori tidak ada jalan yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan Ciampea
dan luas terkecil berada pada kecamatan Megamendung. Sedangkan pada kategori
infrastruktur memotong lereng/lereng terpotong jalan yang memiliki luas terbesar
16
berada pada kecamatan Cijeruk dan luas terkecil berada pada kecamatan Bogor
Timur.
Kepadatan Penduduk
Parameter penyebab tanah longsor tidak hanya disebabkan oleh faktor alam,
faktor lainnya adalah faktor manajemen (manusia). Salah satu indikator faktor
manajemen adalah dengan kepadatan penduduk. Semakin banyak penduduk yang
tinggal suatu kawasan maka peluang berubahnya suatu lahan menjadi lahan
terbangun atau lahan pertanian akan semakin besar. Indonesia merupakan bangsa
yang penduduknya banyak dan tersebar secara tidak merata, terlebih lagi pendidikan
penduduk yang relatif rendah, dan sampai saat ini belum ada suatu wahana yang
dapat meningkatkan pemahaman penduduk mengenai bahaya bencana yang potensial
terjadi di Indonesia, termasuk antisipasinya. Klasifikasi kepadatan penduduk dibagi
menjadi 5 kategori, sedangkan Sub DAS Cisadane Hulu hanya masuk kedalam 1 satu
kategori saja, yaitu kepadatan penduduk < 2000 jiwa/km2 dengan skor 1 (Tabel 13).
Tabel 13 Klasifikasi kepadatan penduduk pada masing-masing kecamatan.
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Kepadatan Penduduk (Kategori-Skor) (Jiwa/Km2)
< 2000 (Rendah-1)
11.32
12.72
9.52
22.82
12.57
23.34
38.01
16.85
6.54
80.95
37.44
5.98
36.73
27.55
20.66
38.05
23.83
19.12
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa klasifikasi kepadatan penduduk
pada kategori < 2000 jiwa/km2 yang memiliki luas terbesar berada pada kecamatan
Caringin dan luas terkecil berada pada kecamatan Rumpin.
Peta peta yang sudah diboboti lalu di tumpang susun (overlay) dan
didapatkan peta sebaran kerawanan tanah longsor di Sub DAS Cisadane Hulu. Dari
hasil overlay tingkat kerawanan longsor dibagi menjadi tiga kelas kerawanan longsor
yaitu rendah, sedang, dan tinggi (Tabel 14) sedangkan nilai tingkat kerawanan
longsor di Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Tabel 15.
17
a
c
b
d
Gambar 1 Parameter Kerawanan Tanah Longsor Sub DAS Cisadane Hulu (a) Peta
Curah Hujan, (b) Peta Kelerengan, (c) Peta Geologi, (d) Peta Keberadaan
Patahan/Sesar/Gawir.
18
a
b
c
d
Gambar 2 Parameter Kerawanan Tanah Longsor Sub DAS Cisadane Hulu (a)
Peta Kedalaman Tanah Regolit, (b) Peta Tutupan dan Penggunaan
Lahan, (c) Peta Infrastruktur, (d) Peta Kepadatan Penduduk.
19
Tabel 14 Interval skor kelas kerawanan tanah longsor
Kelas Kerawanan
Rendah
Sedang
Tinggi
Interval Skor
0 – 1.75
1.76 – 2.66
≥ 2.67
Tabel 15 Nilai Tingkat Kerawanan Longsor
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Rendah
0.03
1.83
2.11
28.75
33.26
128.58
290.25
257.03
590.74
417.93
569.17
464.10
717.04
857.02
609.73
724.20
548.60
480.22
1819.22
Sebaran
Sedang
0
5.90
10.95
28.74
106.37
117.09
754.80
794.91
769.91
1012.28
1338.25
2310.66
1859.68
2011.19
2371.17
2265.77
2835.92
2670.27
4979.69
Tinggi
0
0.00
0.11
3.52
1.93
0.15
0.82
67.83
7.64
2.90
186.21
32.38
398.70
20.77
419.21
682.06
208.58
987.05
1206.98
Pada Tabel 15 dapat dilihat informasi mengenai kecamatan-kecamatan yang
dinyatakan berpotensi tinggi hingga rendah terhadap bahaya longsor. Kecamatan
yang termasuk dalam kategori berpotensi bahaya longsor tinggi meliputi kecamatan
Caringin seluas 1206.98 Ha (28.56%), kecamatan Cijeruk 987.05 Ha (23.35%) dan
kecamatan Cigombong seluas 686,06 Ha (16.14%). Kecamatan yang termasuk dalam
kategori berpotensi bahaya longsor sedang meliputi kecamatan Caringin seluas
4979.69 Ha (18.97%), Tamansari seluas 2835. 92 Ha (10.81%), serta Cijeruk seluas
2670.27 Ha (10.17%). Sedangkan kecamatan yang termasuk dalam kategori
berpotensi bahaya longsor rendah yaitu kecamatan Caringin seluas 1819.22 Ha (%),
Ciampea seluas 857.02 Ha (10.04%), serta Cigombong seluas 724.20 Ha (8.48%).
Kecamatan Caringin memiliki sebaran tinggi hingga rendah terhadap longsor.
Hal ini disebabkan karena Kecamatan Caringin adalah daerah terluas, dengan curah
hujan yang intensitasnya agak tinggi dan tinggi, curah hujan merupakan parameter
paling berpengaruh dalam kumulatif formula kerawanan longsor.
20
Gambar 3 Peta Sebaran Kerawanan Longsor Sub DAS Cisadane Hulu
21
Berdasarkan peta kerawanan longsor didapat luasan wilayah yang termasuk
kategori kerawanan longsor tinggi sekitar 4226.84 Ha (10.83%), kategori kerawanan
longsor sedang sekitar 26243.56 Ha (67.27%), dan kerawanan longsor rendah sekitar
8539.83 Ha (21.89%). Artinya, lebih dari separuh Sub DAS Cisadane Hulu termasuk
kategori berpotensi bahaya longsor sedang, yaitu bencana tanah longsor dapat terjadi
baik tanah longsor besar maupun kecil dapat terjadi terutama di daerah yang
berbatasan lembah sungai, gawir, jalan yang memotong tebing, dan pada lereng yang
mengalami gangguan (Yunianto 2011).
Analisis Wilayah Resiko Longsor
Analisis resiko longsor didapatkan dari hasil overlay dari peta sebaran
longsor dan peta properti. Adapun hasil dari peta properti menjadi 3 kelas, yaitu
properti rendah, sedang, tinggi. Nilai interval skor properti dapat dilihat pada tabel 16,
sedangkan nilai sebaran properti dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 16 Interval skor kelas properti
Kelas Properti
Rendah
Sedang
Tinggi
Interval Skor
3 – 17
18 – 32
33 - 47
Tabel 17 Sebaran properti pada masing-masing kecamatan
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Sebaran Properti (Ha)
Rendah
Sedang
0.02
0.00
7.43
0.00
11.41
1.00
59.51
0.10
132.03
3.55
234.52
4.22
1010.62
8.65
1083.03
13.17
1317.28
17.93
1385.81
14.03
2039.69
12.82
2731.27
25.35
2869.73
12.70
2807.48
16.23
3104.58
13.75
3580.32
12.76
3378.87
13.67
3974.37
8.01
7270.98
17.86
Tinggi
0.00
0.00
0.00
0.00
0.83
0.00
1.06
0.70
1.38
0.82
0.59
1.46
0.36
2.54
1.21
1.18
1.59
0.07
1.51
22
Gambar 4 Peta Sebaran Properti Sub DAS Cisadane Hulu
23
Tabel 18 Nilai tingkat resiko longsor
Kecamatan
Rumpin
Kemang
Bogor Timur
Megamendung
Bogor Tengah
Rancabungur
Cibungbulang
Pamijahan
Bogor Barat
Ciomas
Dramaga
Bogor Selatan
Ciawi
Ciampea
Tenjolaya
Cigombong
Tamansari
Cijeruk
Caringin
Resiko Tanah Longsor (Ha)
Rendah
Sedang
0.03
0.00
7.73
0.00
12.14
1.03
57.58
3.39
135.49
5.30
243.25
2.56
1037.42
7.36
1041.92
75.95
1344.45
22.40
1417.38
14.85
1899.31
192.00
2750.94
53.80
2571.87
399.37
2852.44
33.73
2976.63
417.91
2984.81
682.72
3372.48
218.84
3150.89
982.83
6802.24
1190.51
Tinggi
0.00
0.00
0.00
0.05
0.78
0.00
1.09
1.90
1.42
0.88
2.33
2.39
4.18
2.82
5.58
4.53
1.78
3.81
13.11
Berdasarkan hasil analisis wilayah resiko (Tabel 18), luasan yang diperoleh
untuk kategori kelas resiko longsor tinggi yaitu sekitar 46.67 Ha (0.13%). Terlihat
bahwa kecamatan Caringin, Cigombong, Cijeruk memiliki wilayah resiko longsor
paling tinggi yaitu masing-masing seluas 13.11; 5.58; 3.81 Ha.
Adapun luasan untuk kategori kelas resiko longsor sedang yaitu sekitar
4304.54 Ha (11,03%). Terlihat bahwa kecamatan Caringin, Cijeruk, Cigombong
memiliki wilayah resiko longsor sedang yaitu masing-masing seluas 1190.51;
982.83; 682.72 Ha. Sedangkan untuk luasan yang diperoleh untuk kategori kelas
resiko longsor rendah yaitu sekitar 34659 Ha (88.84%). Terlihat bahwa kecamatan
Caringin, Tamansari, Cijeruk memiliki wilayah resiko longsor yang rendah yaitu
masing-masing seluas 6802.24; 3372.48; 3150.89 Ha. Lebih dari sebagian besar
wilayah Sub DAS Cisadane Hulu termasuk ke dalam kategori resiko longsor rendah,
artinya jika terjadi bencana tanah longsor tidak menimbulkan banyak kerugian materi.
Berdasarkan hasil analisis resiko tanah longsor secara umum, menunjukkan bahwa
wilayah Sub DAS Cisadane Hulu sebagian besar termasuk dalam kelas tidak
beresiko terhadap tanah longsor.
24
Gambar 5 Peta Sebaran Resiko Longsor Sub DAS Cisadane Hulu
25
Analisis Pola Ruang
Dalam mengatasi permasalahan pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana
alam, diperlukan pola pengelolaan ruang kawasan rawan bencana longsor sebagai
langkah nyata dalam mendukung upaya pengendalian bencana (Depkimpraswil
2003). Salah satu upaya pengendalian bencana dilakukan dengan pendekatan tata
ruang yaitu analisis kesesuaian bagi peruntukkan kawasan. Dari hasil analisis tata
ruang dapat dilihat kesesuaian atau ketidaksesuaian peruntukan kawasan, sehingga
untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai diberikan upaya mitigasi untuk
pengendalian bencana longsor.
Analisis tata ruang merupakan hasil overlay dari peta resiko longsor (kategori
resiko tinggi), peta penutupan lahan, peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
dan Kota Bogor, analisis ini untuk mengevaluasi kesesuaian peruntukkan ruang
dengan karakteristik kawasan berdasarkan resiko tanah longsornya serta untuk
melihat kesesuaian antara peruntukkan ruang sebagaimana diatur dalam RTRW
Kabupaten dan Kota Bogor dengan pemanfaatan ruang secara riil yang terjadi di
lapangan. Analisis ini juga menjadi acuan dalam dilakukan mitigasi bencana yang
dilakukan di Sub DAS Cisadane Hulu.
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
masyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya (Undang-undang Nomor 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1 ayat 9). Berdasarkan Paimin, 2009
teknik mitigasi dibagi menjadi dua, yaitu secara vegetatif dan teknik sipil. Adapun
cara lain mitigasi yaitu dengan adanya relokasi (pemindahan) dari daerah yang
beresiko tinggi ke tempat yang resiko rendah, namun hal ini dirasa tidak bisa
diterapkan pada daerah Sub DAS Cisadane Hulu karena jumlah penduduk yang
banyak, oleh sebab itu cara mitigasi yang diajukan hanya sebatas mitigasi secara
vegetatif dan sipil yang mempunyai prinsip mitigasi berbasis masyarakat.
Mitigasi secara vegetatif dengan teknik stabilisasi tanah yang mengutamakan
pada kaki lereng, baik dengan tanaman (vegetatif) maupun bangunan. Persyaratan
vegetasi untuk pengendalian tanah longsor antara lain: jenis tanaman memiliki sifat
perakaran dalam (mencapai batuan), perakaran rapat dan mengikat agregat tanah, dan
bobot biomassanya ringan. Contoh tanaman tersebut adalah Jenis tanaman yang
dapat dipilih di antaranya adalah sonokeling, akar wangi, Flemingia, kayu manis,
kemiri, cengkeh, pala, petai, jengkol, melinjo, alpukat, kakao, kopi, teh, dan
kelengkeng (BLP 2006).
Sedangkan untuk mitigasi teknik sipil dengan pengurugan/penutupan rekahan,
reshaping lereng, bronjong kawat, perbaikan drainase, baik drainase permukaan
seperti saluran pembuangan air (waterway) maupun drainase bawah tanah. Berikut
tabel mengenai pemanfaatan tata ruang yang berada pada kerawanan longsor resiko
tinggi (Tabel 19).
26
Tabel 19 Pemanfaatan ruang di resiko longsor tinggi.
Luas (Ha)
Total
Resiko
Kecamatan
Tutupan
Lahan
Rekomendasi
0.01
Bogor Selatan
Badan Air
-
183.35
0.11
Bogor Tengah,
Bogor Selatan
Lahan
Terbangun
Fasilitas
Pendidikan
37.80
0.07
Bogor Barat
Lahan
Terbangun
Kawasan
Hutan
Konservasi
8933.48
0.03
Caringin
Hutan
Konservasi
-
145.47
0.86
Ciampea
Kebun
Mitigasi
(vegetatif)
Lahan
Terbangun,
Badan Air,
Kebun
Mitigasi
(Teknik Sip