Populasi bakteri endofit pada pertanaman lada (Piper nigrum L.) di Provinsi Bangka Belitung dan potensinya sebagai agensia hayati

POPULASI BAKTERI ENDOFIT PADA PERTANAMAN
LADA (Piper nigrum L.) DI PROVINSI BANGKA BELITUNG
DAN POTENSINYA SEBAGAI AGENSIA HAYATI

KRISTIANA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ii

ABSTRAK

KRISTIANA. Populasi Bakteri Endofit pada Pertanaman Lada (Piper nigrum L.)
di Provinsi Bangka Belitung dan Potensinya sebagai Agensia Hayati. Dibimbing
oleh ABDUL MUNIF.
Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia.
Provinsi Bangka Belitung merupakan salah satu sentra produksi lada yang penting

di Indonesia. Produksi lada di wilayah ini mengalami penurunan dari setiap
tahunnya. Salah satu penyebab penurunan tersebut adalah tingginya serangan
penyakit kuning yang disebabkan oleh nematoda parasit oleh nematoda parasit
terutama Meloidogyne incognita dan Radopholus simili. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui populasi dan kelimpahan bakteri endofit pada perkebunan lada
di Bangka, baik pada kebun lada yang sehat ataupun yang sakit (yang terserang
penyakit kuning) dan meneliti potensinya terhadap pertumbuhan tanaman serta
sebagai agensia hayati. Penelitian dilakukan di Laboratorium Nematologi
Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Tahapan dari penelitian ini meliputi survei
kebun lada sehat dan terserang. Contoh tanah dan akar tanaman lada diambil dari
kebun sehat dan sakit untuk dilakukan ekstraksi nematoda parasit dan isolasi
bakteri endofit dilakukan dengan teknik sterilisasi permukaan. Bakteri endofit
yang diperoleh selanjutnya dilakukan pengujian terhadap perkecambahan benih
tanaman tomat dan kultur fitrat bakteri endofit terhadap mortalitas larva
Meloidogyne spp. Analisis data menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).
Data yang diperoleh diolah melalui sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji
Duncan pada taraf 5% dengan menggunakan program SAS 9.1.3. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa persentase kejadian penyakit kuning di Kabupaten Bangka
lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Bangka Tengah. Kerapatan populasi
bakteri endofit dari akar pada kebun sehat lebih tinggi dibandingkan dengan

kebun sakit. Hasil pengujian isolat bakteri endofit terhadap perkecambahan
menunjukkan bahwa sebanyak 5 isolat bakteri endofit yaitu EB4, EB7, EB10,
EB12, dan EB14 mempunyai kemampuan mempercepat perkecambahan dan
memacu pertumbuhan akar tanaman tomat. Hasil uji kultur filtrat isolat bakteri
endofit menunjukkan bahwa isolat EB14 memberikan pengaruh paling tinggi
terhadap mortalitas Meloidogyne spp. pada uji in vitro.

Kata kunci:

Bakteri endofit, Lada, Penyakit kuning, Meloidogyne spp.

iii

POPULASI BAKTERI ENDOFIT PADA PERTANAMAN
LADA (Piper nigrum L.) DI PROVINSI BANGKA BELITUNG
DAN POTENSINYA SEBAGAI AGENSIA HAYATI

KRISTIANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

iv

Judul Usulan Penelitian

:

Populasi Bakteri Endofit pada Pertanaman Lada
(Piper nigrum L.) di Provinsi Bangka Belitung dan
Potensinya sebagai Agensia Hayati


Nama

:

Kristiana

Nomor Pokok

:

A34061108

Disetujui
Pembimbing

Dr. Ir. Abdul Munif, M.Sc.
NIP. 19630609 198903 1 002

Diketahui
Ketua Departemen Proteksi Tanaman


Dr. Ir. Dadang, M.Sc.
NIP. 19640204 199002 1 002

Tanggal Lulus :

v

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Populasi
Bakteri Endofit pada Pertanaman Lada (Piper nigrum L.) di Provinsi Bangka
Belitung dan Potensinya sebagai Agensia Hayati”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Abdul Munif, M.Sc
selaku dosen pembimbing dan Dr. Ir. Ali Nurmansyah, M.Si selaku dosen penguji
tamu atas pengarahan, bimbingan, curahan pemikiran dan motivasi yang telah
diberikan sejak proses penulisan proposal, pelaksanaan penelitian sampai
penulisan skripsi.
Kepada ayahanda Harmo Miharjo (Alm), ibunda Sumiyem, dan semua

keluarga yang senantiasa memotivasi dan mendukung penulis baik dalam bentuk
doa maupun materil, selama menjalani perkuliahan hingga menyelesaikan skripsi
ini.
Kepada teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan
namanya satu persatu yang turut membantu dalam penelitian ini, sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan, penulis haturkan terima kasih.
Kritik dan saran sangat penulis harapkan, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Februari 2011

Kristiana

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Oktober 1987, dari pasangan Bapak
Harmo Miharjo (Alm) dan Ibu Sumiyem, di Kecamatan Tawangsari, Kabupaten
Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis,

yaitu SD Negeri Kateguhan II dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan di MTs. Muhammadiyah Tawangsari Sukoharjo
dan dinyatakan lulus pada tahun 2003.
Penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMU Negeri 2 Bogor dan lulus
pada tahun 2006, kemudian melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan masuk Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian (FAPERTA) IPB dengan program keahlian
minor Perlindungan Hutan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah menjadi pengurus
HIMASITA (Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman) sebagai staf dari
Departemen Komunikasi dan Informasi (Kominfo) periode 2007/2008 dan pada
periode 2008/2009 penulis menjadi staf divisi Fasilitas dan Properti (Fasti). Pada
tahun 2008, penulis magang di Klinik Tanaman Faperta IPB.

vii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................


vii

DAFTAR TABEL .....................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

x

PENDAHULUAN ....................................................................................
Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan Penelitian .................................................................................
Manfaat Penelitian ...............................................................................


1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
Tanaman Lada......................................................................................
Penyakit Kuning...................................................................................
Pengendalian Hayati.............................................................................
Bakteri Endofit .....................................................................................

3
3
4
6
7

BAHAN DAN METODE .........................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................................
Metode Penelitian ................................................................................

Survei Tanaman Lada dan Penyakit Kuning ...................................
Pengambilan Contoh Akar dan Tanah Tanaman Lada .....................
Ekstraksi Nematoda dari Akar dan Tanah .......................................
Isolasi Bakteri Endofit dari Perakaran Tanaman Lada .....................
Pengujian Isolat Bakteri Endofit terhadap Pertumbuhan
Tanaman Tomat .............................................................................
Uji Kultur Filtrat Isolat Bakteri Endofit terhadap Meloidogyne spp.
Analisis Data........................................................................................

10
10
10
10
10
11
11

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
Persentase Kejadian Penyakit Kuning ..................................................
Populasi Nematoda Meloidogyne spp. ..................................................

Kelimpahan Populasi Bakteri Endofit ...................................................
Pengujian Isolat Bakteri Endofit terhadap PertumbuhanTanaman
Tomat ..................................................................................................
Uji Kultur Filtrat Isolat Bakteri Endofit terhadap Meloidogyne spp. .....

15
15
16
18
21
23

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................

26

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

27

LAMPIRAN ..............................................................................................

31

12
13
14

viii

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Kejadian penyakit kuning pada tanaman lada dari Kabupaten
Bangka dan Bangka Tengah .......................................................

15

2. Karakterisasi morfologi isolat bakteri pada perakaran tanaman
lada yang berasal dari Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah…

20

3. Pengaruh bakteri endofit terhadap perkecambahan dan panjang
akar pada tanaman tomat .............................................................

23

4. Pengaruh kultur filtrat bakteri endofit terhadap mortalitas
Meloidogyne spp. pada 12 jam dan 24 jam setelah perlakuan .......

23

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Rata-rata populasi nematoda Meloidogyne spp. pada tanaman
lada dari Kabupaten Bangka ........................................................

16

2. Rata-rata populasi nematoda Meloidogyne spp. pada tanaman
lada dari Kabupaten Bangka Tengah............................................

17

3. Rata-rata kerapatan bakteri endofit pada akar pertanaman lada
di Kabupaten Bangka ..................................................................

18

4. Rata-rata kerapatan bakteri endofit pada akar pertanaman lada
di Kabupaten Bangka Tengah ......................................................

19

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Gejala penyakit kuning pada tanaman lada ..................................

32

2. Pertanaman lada yang terserang penyakit kuning
(kebun sehat) ...............................................................................

32

3. Perhitungan uji proporsi pada kejadian penyakit di Kabupaten
Bangka dan Bangka tengah..........................................................

33

4. Sidik ragam pengujian isolat bakteri endofit terhadap
perkecambahan benih tomat pada media cawan petri
(kertas saring) pada pengamatan 3HSP ........................................

34

5. Sidik ragam pengujian isolat bakteri endofit terhadap
perkecambahan benih tomat pada media cawan petri
(kertas saring) pada pengamatan 7HSP ........................................

34

6. Sidik ragam pengujian isolat bakteri endofit terhadap
perkecambahan benih tomat pada media sekam pada
pengamatan 7HSP .......................................................................

34

7. Sidik ragam pengujian isolat bakteri endofit terhadap
perkecambahan benih tomat pada media blotter test pada
pengamatan 7HSP .......................................................................
8. Sidik ragam pengujian isolat bakteri endofit terhadap
pertumbuhan panjang akar tomat .................................................

35
35

9. Sidik ragam pengujian kultur filtrat bakteri endofit terhadap
mortalitas larva Meloidogyne spp. pada pengamatan 12 jam ........

35

10. Sidik ragam pengujian kultur filtrat bakteri endofit terhadap
mortalitas larva Meloidogyne spp. pada pengamatan 24 jam ........

36

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Lada (Piper nigrum L.) merupakan produk pertanian yang sudah tidak
asing lagi bagi masyarakat. Lada juga merupakan salah satu komoditas ekspor
yang sangat penting di Indonesia. Secara garis besar, pemanfaatan lada dibedakan
menjadi empat, yaitu sebagai bumbu masak, campuran obat-obatan, campuran
pembuatan minuman kesehatan dan penghangat tubuh, serta sebagai bahan
pembuatan parfum (Sarpian 2003). Daerah sentra produksi lada utama di
Indonesia adalah Provinsi Lampung, Bangka Belitung, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, Bengkulu dan Sulawesi Selatan (Deptan 2009).
Pada tahun 2001, luas areal pertanaman lada di Bangka Belitung tercatat
64.572 ha, namun areal tanam tersebut turun menjadi 45.834 ha pada tahun 2004,
dan turun lagi menjadi 40.720 ha pada tahun 2006 (Dinas Pertanian dan
Kehutanan Bangka Belitung 2007). Beberapa faktor yang diduga menjadi
penyebab penurunan areal tanam dan produksi lada di wilayah Bangka Belitung
yaitu: fluktuasi harga lada, gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT),
dampak penambangan timah ilegal, dan pengembangan komoditas perkebunan
lain (Daras 2009).
Salah satu masalah dalam upaya meningkatkan produksi lada di wilayah
Bangka Belitung adalah tingginya serangan penyakit kuning. Penyakit kuning
disebabkan oleh nematoda parasit terutama Meloidogyne incognita dan
Radopholus similis (Mustika 2005), Fusarium oxysporum (Duarte dan Chu 2005),
dan faktor tanah (Waard 1979). Akibat dari serangan penyakit tersebut,
pertumbuhan tanaman menjadi terhambat serta warna daun dan dahan menjadi
kuning. Daun-daun yang menguning tidak menjadi layu, tetapi tergantung kaku
dan sangat rapuh sehingga secara bertahap akan gugur. Penyakit tersebut biasanya
menyerang lada pada tingkat segala umur, terutama antara 4-6 tahun, atau 7-9
tahun (Mustika 1996).
Pengendalian yang sering dilakukan oleh petani adalah dengan
menggunakan pestisida. Namun, hal itu tidak sepenuhnya dapat membantu para
petani dalam memecahkan masalah penyakit kuning tersebut. Teknologi

2
pengendalian penyakit kuning ini perlu terus dikembangkan guna mendapat
strategi pengendalian yang tepat, khususnya ditingkat petani. Salah satunya adalah
teknologi pengendalian biologi dengan pemanfaatan bakteri endofit. Bakteri
endofit merupakan bakteri yang hidup dalam jaringan tanaman tanpa
menimbulkan gejala penyakit pada tanaman tersebut dan dapat diisolasi dari
jaringan tanaman yang sudah disterilisasi permukaannya atau diekstrak dari
jaringan tanaman bagian dalam (Hallmann et al. 1997). Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa bakteri endofit Enterobacter asburiae strain JM22 dari
perakaran tanaman kapas dapat mengendalikan nematoda Meloidogyne incognita
(Hallmann et al. 1998). Eksplorasi bakteri endofit sangat penting untuk
mendapatkan bakteri yang berpotensi sebagai agensia hayati untuk mengendalikan
OPT. Penelitian Munif (2001) menyebutkan bahwa penggunaan agensia hayati
beberapa isolat bakteri endofit dari akar tanaman tomat dapat menekan
perkembangan puru akar oleh Meloidogyne incognita pada tanaman tomat.
Sejauh ini belum banyak dilaporkan perihal keberadaan bakteri endofit dari
tanaman lada dan potensinya dalam mengendalikan nematoda parasit. Oleh karena
itu kegiatan eksplorasi mikroba endofit yang bertujuan untuk pengendalian
penyakit pada pertanaman lada sangat penting untuk dilakukan guna memperoleh
kandidat agensia hayati yang potensial.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui populasi dan kelimpahan bakteri
endofit pada perkebunan lada rakyat di Provinsi Bangka Belitung baik pada kebun
yang sehat maupun yang sakit (terserang penyakit kuning) dan potensinya sebagai
agensiaia hayati.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat memberikan informasi mengenai populasi dan
kelimpahan bakteri endofit pada tanaman lada yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai informasi dasar dalam pengembangan program pengendalian organisme
pengganggu tanaman maupun manfaatnya sebagai pemacu pertumbuhan tanaman.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Lada
Lada merupakan tanaman rempah yang menjadi komoditas penting dari
zaman dahulu sampai sekarang. Diantara rempah-rempah lainnya, lada mendapat
julukan sebagai “raja rempah-rempah” (The King of Spice) (Sutarno 2000). Lada
yang mempunyai kasiat untuk menghangatkan badan, lada sangat diperlukan oleh
masyarakat di negara-negara subtropis.
Tanaman lada bukanlah tanaman asli Indonesia melainkan dari India.
Keberadaan tanaman lada sudah dikenal secara luas di India pada tahun 100400M, ditemukan tumbuh secara liar di hutan-hutan belukar sekitar Malabar
sampai daerah Ghat Barat (Sarpian 2003). Pada abad ke-6 SM, tanaman ini masuk
ke Indonesia dibawa oleh saudagar-saudagar Hindu dari India melaui Selat Sunda.
Di pesisir Selat Sunda, terutama Banten dan sekitarnya, tanaman ini
dibudidayakan (Sutarno 2000).
Tanaman lada termasuk

ke dalam

divisi

Spermatophyta,

kelas

Angiospermae, sub kelas Dicotyledoneae, ordo Piperales, famili Piperaceae,
genus Piper, dan merupakan spesies Piper nigrum L. Lada tumbuh baik di daerah
dengan ketinggian 0-500 mdpl. Hal ini berkaitan dengan suhu udara yang
berpengaruh terhadap usia menghasilkan dan produktivitas tanaman (Wahid
1996). Tingkat kemiringan maksimal untuk pertumbuhan lada 15%, tekstur tanah
yang dikehendaki liat berpasir. Tanaman lada dapat tumbuh pada tanah podsolik,
andosol, latosol, grumosol, regosol yang memiliki drainase yang baik. Drainase
yang kurang baik akan mengakibatkan perkembangan jamur lebih cepat. Untuk
dapat berproduksi dengan baik tanaman lada menghendaki tanah yang subur
dengan solum yang dalam dan mempunyai daya menahan air yang cukup tinggi.
Tanaman lada dapat tumbuh dan menghasilkan dengan baik memerlukan jumlah
pupuk yang relatif banyak (rakus unsur hara). Kandungan hara yang sesuai untuk
tanaman lada adalah 0,266% N, 0,29% P2O5, 0,4% K2O, 0,18% MgO dan 0,5%
CaO dengan kemasaman tanah antara 5,5 – 6,9 (Direktorat Budidaya Tanaman
Rempah dan Penyegar 2010).

4
Tanaman lada dapat tumbuh pada suhu antara 20˚C sampai 34˚C. Suhu
optimum berkisar antara 23˚C sampai 32˚C dengan suhu rata-rata siang hari 29˚C.
Adapun suhu tanah yang dikehendaki berkisar antara 25˚C samapi 30˚C pada
kedalam 10 cm, kebutuhan suhu tanah optimal untuk pertumbuhan akar adalah
26˚C sampai 28˚C. Kelembaban optimal yang dibutuhkan adalah antara 60%
sampai 80% (Zaubin 1979).
Varietas lada yang tersebar di Indonesia sampai saat ini tidak kurang dari
50 jenis varietas, diantaranya Varietas Cunuk, Jambi, Lampung Daun Lebar,
Bangka, Kuching, dan Lampung Daun Kecil. Varietas yang sering ditanam oleh
petani adalah Varietas Lampung Daun Lebar, karena varietas ini lebih banyak
menghasilkan buah dibandingkan dengan varietas lain. Berdassarkann hasil
penelitian dari Balittro Bogor ternyata ada 4 varietas lada unggul, yaitu Natar I,
Natar II, Petaling I, dan Petaling II. Diantara varietas tersebut, Petaling I yang
tahan terhadap penyakit kuning.
Produk utama yang diperoleh dari tanaman lada dan memiliki nilai
komersial adalah buah yang sudah tua dan masak. Buah yang sudah tua diolah
menjadi lada hitam, sedangkan buah yang dipanen saat masak akan diolah
menjadi lada putih. Secara garis besar, pemanfaatan lada dibedakan menjadi lima,
yaitu sebagai bumbu masak, sebagai bahan campuran obat-obatan, sebagai bahan
campuran pembuatan minuman kesehatan dan penghangat tubuh, serta sebagai
bahan pembuatan parfum (Sarpian 2003).

Penyakit Kuning
Penyakit kuning merupakan penyakit yang menimbulkan kerugian besar
pada pertanaman lada. Penyakit kuning dapat dijumpai di Bangka dan
Kalimantan. Penyebab penyakit ini adalah Radopholus similis, Meloidogyne
incognita, dan Fusarium oxysforum, serta kesuburan dan kelembaban tanah yang
rendah. Serangan nematoda R. similis dan M. incognita berlangsung secara
bersamaan. Luka akibat serangan nematoda akan memudahkan infeksi cendawan
F. oxysporum, serta menyebabkan tanaman peka kekeringan dan kekurangan
unsur hara (Anonim 2007), serta keadaan lingkungan yang kurang baik (Mustika
1990, 1996).

5
Nematoda dewasa R. similis panjang sekitar 0,6-0,7 mm. nematoda betina
mudah dikenali karena mempunyai bibir yang mendatar dan posisi vulva agak
kebelakang dari pertengahan badan. Nematoda jantan mempunyai kepala yang
membulat dan stilet yang kurang berkembang. Telur diletakkan satu-satu didalam
akar, telur menetas setelah beberapa hari, dan larva yang keluar berkembang
menjadi nematoda dewasa dalam 4-5 minggu. Nematoda jantan muncul agak
lambat dan khusus di tempat-tempat yang paling sedikit nematodanya telah
berkembang satu generasi. Jika jaringan akar telah rusak, nematoda betina
meninggalkan akar yang terinfestasi dan bermigrasi melalui tanah ke akar atau
tanaman lain yang masih sehat (Semangun 2000).
R. similis adalah nematoda luka akar yang semi-endoparasit, teutama
hidup di dalam akar, tetapi dapat migrasi melalui tanah ke tanaman lain.
Nematoda betina dewasa dapat hidup lama di dalam tanah yang lembab, tetapi
dalam kondisi ini larva akan segera mati. Infestasi primer dilakukan oleh
nematoda betina yang memasuki ujung rambut akar, kemudian membuat
terowongan longitudinal melalui parenkim. Sel-sel yang sakit segera mati dan
tampaklah bercak-bercak luka yang gelap. Nematoda juga bergerak ke akar-akar
pokok dan membinasakannya dengan semua macam parenkim. Investasi ini
segera diikuti oleh kerusakan sekunder karena nematoda, bakteri, dan jamur
saprofit yang menyebabkan busuk akar.
Infeksi R. similis dibagian akar menyebabkan gejala penyakit kuning yang
khas dan akan diperjelas apabila diikuti oleh infeksi M . incognita. serangan R.
similis pada akar menyebabkan akar berlubang kecil-kecil (luka). Serangan M.
incognita menyebabkan terbentuknya puru atau benjolan akar yang merupakan
kumpulan dari nematoda tersebut. Akibat serangan nematoda tersebut akar
menjadi tidak berfungsi, dan karena adanya luka yang dibuatnya, maka akan
menjadi tempat masuknya cendawan F. oxysporum. Di lapangan, serangan kedua
nematoda tersebut dapat berlangsung secara bersamaan.
Daur hidup M. incognita adalah 35 hari. Stadia larva nematoda betina 17
hari dan jantan 29 hari. Masa praoviposisi adalah 9 hari, jumlah telur yang
dihasilkan nemaoda betina sampai 290 butir. Stadia telur 9 hari. Gejala puru akar
mulai tampak 8 hari setelah inokulasi (Wiryadiputra et al. 1993).

6

Gejala yang nampak yaitu terjadinya penghambatan pertumbuhan
tanaman, daun menjadi kuning, kaku tergantung tegak lurus dan makin lama akan
makin mengarah ke batang. Daun-daun yang menguning tidak layu, tetapi sangat
rapuh sehingga secara bertahap daun-daun tersebut gugur. Buah-buah akan lebih
lama melekat pada tangkainya, dibandingkan daun. Cabang-cabang secara
bertahap juga akan gugur, sehingga tanaman semakin gundul. Umumnya serangan
penyakit kuning terjadi secara bekelompok, sehingga pada suatu areal kebun yang
sakit terdapat kelompok tanaman yang masih sehat dan kelompok tanaman sakit
pada berbagai stadia (Puslitbang Tanaman Perkebunan 2009).

Pengendaian Hayati
Agensia hayati adalah organisme yang dapat berkembang biak sendiri
seperti parasitoid, predator, parasit, artropoda pemakan tumbuhan, dan patogen.
Definisi terakhir mempunyai pengertian bahwa agensia hayati tidak hanya
digunakan untuk mengendalikan OPT, tetapi juga mencakup pengertian
penggunaannya untuk mengendalikan jasad pengganggu pada proses produksi dan
pengolahan hasil pertanian. Menurut Agrios (2005) pengendalian hayati
merupakan perlindungan pada tanaman dari patogen tanaman termasuk
mikroorganisme antagonis pada saat setelah atau sebelum terjadinya infeksi
patogen. Mekanisme biokontrol organisme yaitu dalam melemahkan atau
membunuh patogen tanaman dengan perlawanan yaitu memparasit patogen secara
langsung, memproduksi antibiotik (toksin), dan kemampuannya dalam kompetisi
ruang dan nutrisi, produksi enzim untuk melawan komponen sel patogen,
menginduksi respon ketahanan tanaman, dan produksi metabolisme tanaman
dalam menstimulasi perkecambahan spora patogen.
Pengendalian hayati dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya
dengan manipulasi lingkungan, introduksi agen antagonis, introduksi patogen
avirulen alami serta mikroorganisme endofit untuk menginduksi sistem ketahanan
tanaman inang (Cook dan Baker 1983). Pemanfaatan mikroorganisme endofit
menjadi salah strategi satu pengendalian yang ramah lingkungan.

7
Keberhasilan pengembangan agensia hayati untuk pengendalian patogen
tanaman adalah ketepatan dalam pemilihan jenis dan sumber agensia hayati yang
akan dikembangkan. Pada umumnya jenis agensia hayati yang dikembangkan
adalah mikroba alami, baik yang hidup sebagai saprofit di dalam tanah, air dan
bahan organik, maupun yang hidup di dalam jaringan tanaman (endofit) yang
bersifat menghambat pertumbuhan dan berkompetisi dalam ruang dan nutrisi
dengan patogen sasaran, atau bersifat menginduksi ketahanan tanaman. Tahap
pertama dalam pengembangan agensia hayati adalah seleksi agensia hayati
nonpatogen. Seleksi dilakukan dengan mengisolasi calon agensia hayati dari
populasi alaminya, seperti kelompok mikroba saprofit atau non patogen dari tanah
atau dari bagian tanaman.

Bakteri Endofit
Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup dalam jaringan tanaman tanpa
menimbulkan gejala penyakit pada tanaman tersebut dan dapat diisolasi dari
jaringan tanaman yang sudah disteilisasi permukaannya atau diekstrak dari
jaringan tanaman bagian dalam (Hallmann et al. 1997). Hasegawa et al. (2006)
mengemukakan bahwa bakteri endofit yang mengkolonisasi jaringan tanaman
memperoleh nutrisi dan perlindungan dari tanaman inangnya. Bakteri ini dapat
hidup pada bagian tanaman seperti akar, batang, daun, dan buah (Simartama et al;
Bacon & Hinton 2006). Bakteri endofit gram positif dan gram negatif telah
diisolasi dari beberapa jenis jaringan dalam berbagai jenis tumbuhan. Populasi
bakteri endofit melimpah dan beragam. Bakteri endofit masuk ke dalam jaringan
tanaman terutama melalui zona akar, bagian tanaman, seperti bunga, batang, dan
kotiledon. Bakteri endofit dapat bersifat obligat ataupu fakultatif dalam
mengkolonisasi inangnya. Meskipun bakteri ini memiliki kisaran inang yang luas,
namun ada beberapa bakteri endofit yang hanya dapat berasosiasi dengan inang
dari famili tertentu. Simbiosis antara tanaman dengan bakteri endofit bersifat
netral, mutualisme, atau komensalisme (Bacon & Hinton 2006).
Simbiosis mutualisme antara endofit dan tanaman, dalam hal ini bakteri
endofit mendapatkan nutrisi dari hasil metabolisme dari tanaman dalam melawan
patogen, sedangkan tanaman mendapat derivat nutrisi dan senyawa aktif yang

8
diperlukan selama hidupnya (Tanaka et al 1999 dalam Simarmata et al. 2007).
Karena tumbuh dalam jaringan tanaman, dimana tanaman yang satu tentunya
berbeda dengan tanaman lainnya, maka tempat hidup bakteri sangat unik sifatnya.
Bahkan, fisiologi tumbuhan tinggi termasuk yang berasal dari spesies yang sama
akan beda di lingkungan yang berbeda. Karena itu keanekaragaman bakteri
endofit sangatlah tinggi. Berdasarkan pertimbangan tersebut endofit dapat menjadi
sumber berbagai metabolit sekunder baru yang berpotensi untuk dikembangkan
dalam bidang medis, pertanian, dan industri.
Bakteri endofit yang hidup di dalam jaringan tanaman yang tidak
merugikan bagi tanaman tersebut dapat digunakan sebagai kandidat yang baik
untuk pengendalian secara biologi bagi beberapa hama dan penyakit. Bakteri
endofit dapat berperan sebagai agensia pengendali hayati jika bakteri telah
berasosiasi dengan tanaman sebelum patogen menyerang tanaman tersebut (Bacon
& Hinton 2006). Banyak spesies dari bakteri endofit yang bersifat antagonis
diantaranya: Bacillus subtilis, Ralstonia solanacearum, Pseudomonas fluorescens,
Pseudomonas putida, Agrobacterium radiobacter, Agrobacterium tumifaciens,
Erwinia herbicola, dan Serratia marcescens. Cara kerja dari bakteri endofit
sebagai agensia pengendali hayati diantaranya: memproduksi bahan campuran
antimikroba, kompetisi ruang dan nutrisi; kompetisi mikronutrisi seperti zat besi
dan produksi siderofor; serta dapat menyebabkan tanaman inang menjadi resisten
(Bacon & Hinton 2006). Disamping itu beberapa bakteri endofit juga
menghasilkan senyawa antibiotik seperti phenazines, pyrolnitrin, pycocyanin, dan
phloroglucianol

dan

enzim

ekstraselluler

serta

asam

pseudomonat.

Keanekaragaman spesies bakteri endofit merefleksikan banyaknya cara kerja yang
mungkin terjadi untuk melawan patogen, yang memungkinkan patogen
memproduksi senyawa antibiotik untuk melawan bakteri endofit tersebut (Bacon
& Hinton 2006).
Enzim ekstraselluler yang dihasilkan bakteri endofit diantaranya adalah
kitinase, protease, dan selulase. Enzim kitinase merupakan enzim penting yang
dihasilkan oleh bakteri antagonis untuk mengendalikan patogen tular tanah,
karena enzim ini dapat mendegradasi dinding sel patogen yang terdiri dari kitin
seperti dinding sel cendawan, nematoda, dan serangga. Enzim protease yang

9
dihasilkan oleh bakteri selain berperan dalam mendegradasi dinding sel patogen,
protease dapat digunakan oleh bakteri tersebut untuk melakukan penetrasi secara
aktif ke dalam jaringan tanaman. Benhamou et al. (1996) melaporkan enzim
selulase dan pektinase yang dihasilkan Pseudomonas fluorescens dapat digunakan
oleh bakteri tersebut untuk mengkolonisasi daerah interselluler jaringan korteks
akar, sehingga terjadi penghambatan invasi patogen. Supramana et al. (2008)
menyatakan bahwa Pseudomonas putida dapat menekan perkembangan penyakit
tanaman dengan persaingan ruang dan nutrisi (unsur karbon), merangsang
pertumbuhan tanaman dan menginduksi ketahanan tanaman. Huili et al (2009)
melaporkan bahwa Bacillus sp. strain CHM1 dapat menghambat pertumbuhan
miselium Fusarium oxysporum dan Rhizoctonia solani dalam uji in vitro. Satu
agen biokontrol mungkin memiliki lebih dari satu mekanisme.

10

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nematologi Departemen Proteksi
Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan contoh akar dan tanah tanaman
lada dilakukan di kebun petani Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Tengah
pada bulan Oktober hingga Desember 2010.
Metode Penelitian
Survei Tanaman Lada dan Penyakit Kuning
Survei tanaman lada dan penyakit kuning dilakukan di wilayah Provinsi
Bangka Belitung yaitu di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah. Survei
dilakukan dengan cara menentukan kebun tanaman lada yang relatif sehat dan
sakit. Selanjutnya dihitung kejadian penyakit kuning pada lahan tersebut dengan
metode silang. Setiap lahan diambil 50 tanaman. Perhitungan kejadian penyakit
dengan menggunakan rumus:
P=
Keterangan:

P

= Kejadian penyakit kuning

n

= Jumlah tanaman yang bergejala

N

= Jumlah tanaman yang diamati

Pengambilan Contoh Akar danTanah Tanaman Lada
Pengambilan contoh akar dan tanah tanaman lada dari setiap kabupaten
diambil satu kebun sakit dan satu kebun sehat. Berdasarkan keadaan kebun di
Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah yang sangat sulit menemukan kebun yang
benar-benar sehat maka diperoleh katergori sebagai berikut: kebun dikatakan sakit
apabila kebun tersebut mempunyai kejadian penyakit lebih dari 60% (Lampiran
2), sedangkan kebun sehat apabila kebun lada yang terserang menunjukkan
kejadian penyakit kurang dari 20% (Lampiran 3). Masing-masing kebun diambil 4
tanaman sehat. Setiap tanaman contoh diambil bagian akar dan tanah dengan
menggunakan skop untuk dilakukan ekstraksi nematoda dan isolasi bakteri
endofit. Kemudian akar dan tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik dan
diberi label.

11

Ekstraksi Nematoda dari Akar dan Tanah
Ekstraksi nematoda dilakukan untuk mengetahui populasi nematoda yang
berada dalam tanah dan di dalam jaringan akar. Untuk ekstraksi nematoda dalam
akar, akar ditimbang sebanyak 5 g berat basah, kemudian akar dipotong ± 2 cm
dengan menggunakan gunting. Selanjutnya akar diletakkan ke dalam wadah yang
telah dilandasi dengan saringan yang berdiameter 8 cm dan diberi label. Setelah
itu akar diletakkan di dalam ruang pengabut selama 3 hari kemudian dilakukan
pemanenan. Pemanenan nematoda dilakukan dengan cara suspensi nematoda yang
sudah tertampung dalam wadah kemudian disaring dengan menggunakan saringan
khusus nematoda yang berukuran 500 mesh. Setelah itu air yang tersisa di dalam
saringan dimasukkan ke dalam botol dan diberi label kemudian dihitung dan
diamati dengan menggunakan mikroskop.
Ekstraksi nematoda dalam tanah dengan menggunakan metode corong
Baermann yang telah dimodifikasi yaitu tanah ditimbang sebanyak 20 g kemudian
diletakkan diatas tisu dan saringan, kemudian dibiarkan tergenang pada wadah
yang sudah berisi air dan diberi label selanjutnya diinkubasi selama 3 hari
kemudian dilakukan pemanenan. Cara pemanenan sama seperti pemanenan
nematoda dalam akar.
Isolasi Bakteri Endofit dari Perakaran Tanaman Lada
Bakteri endofit dieksplorasi dari beberapa tanaman lada yang diambil dari
pertanaman lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah. Contoh akar yang
diambil masing-masing dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian akar
ditimbang sebanyak 1 g berat basah akar. Selanjutnya akar dipotong 2-3 cm
dengan menggunakan gunting. Contoh akar yang sudah dipotong kemudian
disterilisasi permukaan dengan direndam pada alkohol 70% selama satu menit,
setelah itu direndam pada larutan NaOCl 2% selama dua menit, dibilas dengan air
steril sebanyak tiga kali. Sebagai pembanding atau kontrol dilakukan dengan akar
yang sudah disterilisasi permukaan (sebelum dihancurkan) ditumbuhkan pada
TSA (Tryptic Soy Agar) 20%. Jika pada kontrol tumbuh bakteri maka terjadi
kontaminasi atau isolasi yang dilakukan tidak berhasil. Contoh akar yang sudah

12
disterilkan kemudian dihancurkan dengan menggunakan mortar steril sampai
halus. Selanjutnya dilakukan pengenceran sebanyak 4 kali pengenceran.
Pengenceran dilakukan secara berseri. Setelah itu suspensi diambil sebanyak 1 ml
dengan menggunakan pipet mikro kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi
yang berisikan air steril sebanyak 9 ml hingga mendapatkan pengenceran sebesar
10-4. Pada tingkat pengenceran 10 -1, 10-2, 10-3, dan 10-4 ditumbuhkan pada media
TSA 20% lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang. Koloni bakteri yang
tumbuh pada media TSA 20% dihitung dan dimurnikan pada media TSA 100%.
Jumlah koloni yang tumbuh selanjutnya dikonversikan ke dalam satuan cfu/ml
dengan rumus:
Populasi bakteri =

Keterangan: r

=

Jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dengan faktor
pengenceran ke- (cfu)

p

= Faktor pengenceran ke-

v

= Volume suspensi yang disebar pada cawan (ml)

Bakteri yang sudah murni kemudian dilakukan karakterisasi berdasarkan
permukaan, tepian, bentuk, dan warna. Selanjutnya bakteri dimasukkan ke dalam
eppendorf yang telah berisi media TSB (Tryptic Soy Broth) dan Gliserol 20%
kemudian disimpan pada suhu -20˚C.
Pengujian Isolat Bakteri Endofit terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat
Pengujian dilakukan pada benih tomat (sebagai tanaman model). Benih
tomat direndam dalam suspensi isolat bakteri selama 24 jam. Sebelum dilakukan
perendaman dalam bakteri, benih tomat direndam dalam air steril, benih tomat
yang terapung dibuang dan benih yang tenggelam direndam pada suspensi bakteri
endofit. Sebagai kontrol, benih direndam dalam air steril selama 24 jam.
Selanjutnya benih tomat ditanam pada tiga media yang berbeda yaitu media
sekam, cawan petri (kertas saring) dan dengan menggunakan metode blotter test.
Media sekam. Media sekam yang steril dimasukkan ke dalam tray atau
tempat persemaian. Selanjutnya benih yang sudah direndam pada suspensi bakteri
endofit ditanam pada media tersebut. Perlakuan yang digunakan sebanyak 16

13
perlakuan yaitu 15 perlakuan dengan isolat bakteri dan 1 perlakuan dengan
menggunakan air steril (kontrol). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3
kali, setiap ulangan ditanam 10 benih. Pengamatan dilakukan 7 hari setelah
perlakuan (7 HSP) terhadap perkecambahan.
Cawan petri (kertas saring). Kertas saring dipotong menggunakan
gunting sesuai dengan bentuk cawan petri. Kemudian kertas saring disterilkan
dengan menggunakan autoklav pada suhu 121 °C selama 15 menit. Selanjutnya
kertas saring yang sudah steril dimasukkkan ke dalam cawan petri steril lalu
disemprot dengan air steril hingga lembab. Perlakuan yang digunakan sebanyak
16 perlakuan yaitu 15 perlakuan dengan isolat bakteri dan 1 perlakuan dengan
menggunakan air steril (kontrol). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3
kali, setiap ulangan ditanam 10 benih. Pengamatan dilakukan pada 3 HSP dan 6
HSP terhadap perkecambahan.
Blotter test. Kertas saring diletakkan di atas plastik. Kemudian kertas
saring dibasahi dengan air steril kemudian benih tomat yang telah diberi perlakuan
ditanam pada media tersebut. Perlakuan yang digunakan sebanyak 16 perlakuan
yaitu 15 perlakuan dengan isolat bakteri dan 1 perlakuan dengan menggunakan air
steril (kontrol). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, setiap ulangan
ditanam 5 benih. Setelah benih ditanam pada kertas saring basah yang
dibawahnya sudah diberi plastik kemudian digulung. Pengamatan dilakukan 7
HSP terhadap perkecambahan dan panjang akar.
Uji Kultur Filtrat Isolat Bakteri Endofit terhadap Meloidogyne spp.
Isolat bakteri endofit yang menunjukkan pengaruh terhadap pertumbuhan
benih selanjutnya akan diuji terhadap larva Meloidogyne spp. Larva Meloidogyne
spp. diperoleh dari hasil ekstraksi nematoda. Bakteri endofit yang sudah terpilih
dari pengujian isolat bakteri endofit terhadap pertumbuhan tanaman tomat
ditumbuhkan pada media TSA selama 48 jam pada suhu ruang. Koloni tunggal
dari bakteri dipindahkan ke dalam 70 ml media TSB lalu diinkubasikan pada
inkubator bergoyang dengan suhu 25 ˚C selama 48 jam dengan kecepatan 150
rpm. Kemudian kultur bakteri disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama
5 menit dengan suhu -4 ˚C. Untuk pengujian pengaruh filtrat bakteri terhadap

14
nematoda, 5 ml kultur filtrat bakteri dimasukkan ke dalam gelas hitung atau
cawan sirakus, kemudian ditambahkan 50 ekor Meloidogyne spp. dan disimpan
pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan terhadap mortalitas nematoda setelah 12
jam dan 24 jam dengan menggunakan mikroskop.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari kejadian penyakit selanjutnya diolah dengan uji
proporsi. Percobaan isolat bakteri endofit terhadap pertumbuhan tanaman tomat
dan kultur filtrat isolat bakteri endofit bersifat antagonis terhadap Meloidogyne
spp. disusun dengan rancangan acak lengkap (RAL) dan data yang diperoleh
diolah melalui sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf 5%
dengan menggunakan program SAS 9.1.3.

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Kejadian Penyakit Kuning
Varietas lada yang banyak ditanam oleh petani daerah Bangka dan yang
digunakan untuk pengambilan contoh dalam penelitian ini adalah varietas
Lampung Daun Lebar (LDL). Varietas ini sering digunakan karena lebih banyak
menghasilkan buah dibandingkan dengan varietas lain. Varietas LDL merupakan
vairetas yang tahan terhadap penyakit kuning (Sapian 2003). Hampir semua kebun
di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah yang diamati terinfeksi nematoda
sehingga dengan adanya serangan lebih lanjut akan menimbulkan gejala penyakit
kuning. Gejala dari penyakit kuning yang menyerang tanaman lada adalah daun
menjadi kuning, kaku tergantung tegak lurus dan makin lama akan makin
mengarah ke batang. Daun-daun yang menguning tidak layu, tetapi sangat rapuh
sehingga secara bertahap daun-daun tersebut gugur dan pertumbuhan tanaman
menjadi terhambat (Lampiran 1).
Kejadian penyakit di Kabupaten Bangka pada kebun sakit sebesar 82%
sedangkan pada kebun sehat 16%. Di Kabupaten Bangka Tengah pada kebun
yang sakit, kejadian penyakit yang terjadi sebesar 76% sedangkan pada kebun
yang sehat 10% (Tabel 1). Berdasarkan uji proporsi, kejadian penyakit di
Kabupaten Bangka lebih tinggi dibandingkan di Kabupaten Bangka Tengah
(Lampiran 4).
Tabel 1 Kejadian penyakit kuning pada tanaman lada di Kabupaten Bangka dan
Bangka Tengah
Lokasi

Kejadian Penyakit (%)

Kabupaten Bangka
Kebun sakit

82

Kebun sehat

16

Kabupaten Bangka Tengah
Kebun sakit

76

Kebun sehat

10

16
Menurut Siahaan (2010) menyatakan bahwa habitat utama dari nematoda
adalah pada tanah berpasir campur dengan lepung atau tanah ringan. Kondisi
wilayah di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah mempunyai pH tanah rata-rata
dibawah 5, di dalamnya mengandung mineral biji timah dan pasir. Oleh sebab itu
nematoda dapat berkembang dengan baik di kedua kabupaten tersebut. Selain itu
kesuburan tanah yang rendah juga dapat mempengaruhi perkembangan penyakit
kuning. Kondisi wilayah dengan pH tanah rata-rata dibawah 5 dapat
memperlemah keadaan tanaman lada sehingga dengan keadaan tersebut sangat
mendukung perkembangan penyakit kuning. Berdasarkan kondisi wilayah di
kedua kabupaten dapat dikatakan bahwa kebun di kedua kabupaten sudah
terinfeksi oleh nematoda sehingga kejadian penyakit dapat dijumpai pada kebun
sakit maupun kebun sehat.
Populasi Nematoda Meloidogyne spp.
Ekstraksi nematoda dilakukan untuk mengetahui populasi nematoda pada
kebun lada, baik pada kebun sehat maupun kebun sakit. Populasi nematoda
diperoleh dari perhitungan hasil ekstraksi nematoda Meloidogyne spp. yang

Populasi larva Meloidogyne spp.
(ekor)

berasal dari tanah dan jaringan akar.

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

akar
tanah

kebun sehat

kebun sakit

Gambar 1 Rata-rata populasi nematoda Meloidogyne spp. pada tanaman lada dari
Kabupaten Bangka

Populasi larva Meloidogyne
spp. (ekor)

17
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

akar
tanah

kebun sehat

kebun sakit

Gambar 2 Rata-rata populasi nematoda Meloidogyne spp. pada tanaman lada dari
Kabupaten Bangka Tengah
Populasi Meloidogyne spp. dari bagian akar pada kebun sakit di Kabupaten
Bangka adalah 104 ekor per 5 gram berat basah akar dan bagian tanah sebanyak
40 ekor per 20 gram berat tanah, sedangkan pada kebun sehat dari bagian akar
adalah 48 ekor per 5 gram berat basah akar dan pada tanah sebanyak 32 ekor per
20 gram berat tanah. Populasi Meloidogyne spp. di Kabupaten Bangka Tengah
pada kebun sakit dari bagian akar didapatkan 100 ekor per 5 gram berat basah
akar dan dari bagian tanah sebanyak 72 ekor per 20 gram berat tanah. Populasi
Meloidogyne spp. pada kebun sehat dari bagian akar sebanyak 84 ekor per 5 gram
berat basah akar dan pada tanah sebanyak 56 ekor per 20 gram berat tanah. Hal ini
menunjukkan bahwa populasi Meloidogyne spp. pada kebun yang sakit lebih
tinggi dibandingkan dengan kebun yang sehat. Menurut Dropkin (1992),
nematoda parasit akan dapat berkembang biak lebih baik di dalam akar tanaman
yang pertumbuhannya tidak baik karena pada tanaman yang mempunyai zat
makanan yang kurang akan mendorong nematoda berkembang dibandingkan
dengan tanaman yang menyediakan makanan yang optimal.
Siahaan (2010) melaporkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan nematoda parasit pada tanaman kopi antara lain temperatur tanah,
keberadaan filum air baik di dalam tanah atau dalam tanaman. Filum air berperan
bagi mobilitas nematoda, menentukan inaktif dan tidaknya nematoda, bahkan
berpengaruh terhadap mortalitasnya. Porositas, kelembaban, dan aerasi tanah juga
berperan dalam keberlangsungan hidup nematoda. Selain itu umumnya nematoda

18
ini terdapat pada semua jenis tanah, namun yang merupakan habitat utamanya
adalah pada tanah berpasir campur dengan lepung atau tanah ringan. Hal ini
disebabkan jenis tanah berpasir atau regosol memiliki pori atau rongga tanah yang
besar sehingga nematoda dapat bergerak dengan bebas, selain itu juga kandungan
udara dan air dalam tanah tersebut cukup bagi nematoda sehingga nematoda
tersebut dapat hidup dan berkembang biak dengan baik. Selain pada tanah
nematoda juga terdapat di dalam air tawar, air laut, dan di dalam tanaman.
Penelitian Djiwanti (2009) menyatakan bahwa tingkat kerusakan yang
disebabkan oleh nematoda pada tanaman nilam sangat bervariasi, tergantung dari
jenis nematodanya, tetapi pada dasarnya menyebabkan kerugian secara ekonomis.
Serangan nematoda menyebabkan kerusakan akar sebanyak 72,24%-84,42%.
Kerusakan tanaman meliputi terhambatnya pertumbuhan tanaman meliputi
pertumbuhan pucuk dan ukuran daun, dan kehilangan hasil sampai 49,06%60,67%. Pada tanaman lada serangan nematoda dapat merusak sekitar 32%
(Sitepu dan Mustika 2000).

Kelimpahan Populasi Bakteri Endofit
Kerapatan populasi bakteri endofit di wilayah Kabupaten Bangka dan
Bangka Tengah pada kebun sakit lebih sedikit dibandingkan kebun sehat (Gambar
3 & 4). Rata-rata populasi bakteri endofit di Kabupaten Bangka pada kebun sehat
lebih tinggi dibandingkan kebun sakit yaitu sebesar 2,7x104 cfu/g berat basah akar

Kerapatan bakteri endofit (104 cfu/g
berat basah akar)

(Gambar 3).
2,7
2,6
2,5

kebun sehat

2,4

kebun sakit

2,3
2,2
2,1
kebun sehat

kebun sakit

Gambar 3 Rata-rata kerapatan bakteri endofit pada akar pertanaman lada di
Kabupaten Bangka

19
Populasi bakteri endofit di Kabupaten Bangka Tengah, pada kebun sehat
lebih tinggi dibandingkan dengan kebun sakit. Pada kebun sehat, rata-rata
populasi bakteri endofit sebesar 4,5x104 cfu/g berat basah akar, sedangkan pada
kebun sakit, rata-rata populasi bakteri endofit sebesar 4,0x104 cfu/g berat basah

Kerapatan bakteri endofit (104 cfu/g
berat basah akar)

akar (Gambar 4).

4,5
4,4
4,3

4,2
4,1

kebun sehat

4,0

kebun sakit

3,9
3,8
3,7
kebun sehat

kebun sakit

Gambar 4 Rata-rata kerapatan bakteri endofit pada akar pertanaman lada di
Kabupaten Bangka Tengah
Perbedaan populasi bakteri endofit terjadi karena aktivitas agensia hayati
di dalam tanah dan akar dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Menurut Harni
(2010) beragamnya populasi dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (curah
hujan, suhu) dan teknik budidaya. Cara budidaya tanaman lada, seperti
pemupukan yang berlebih dan penggunaan pestisida yang tidak tepat sasaran,
waktu, dosis/konsentrasi, jenis pestisida, dan cara aplikasi dapat menjadi salah
satu faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan keragaman dan kerapatan
populasi mikroba di dalam akar dan tanah. Oleh sebab itu, pada tanaman yang
sakit sering diberi pestisida yang terkadang berlebih sehingga dapat menyebabkan
sebagian mikroba mati baik mikroba penyebab penyakit ataupun mikroba yang
bersifat antagonis terhadap patogen.
Intensitas curah hujan dan suhu antara kedua kabupaten tersebut agak
berbeda, sehingga diduga mempengaruhi kerapatan populasi bakteri endofit.
Beberapa penelitian juga melaporkan bahwa kerapatan suatu bakteri endofit
dipengaruhi oleh jenis tanaman, tipe jaringan (akar, batang, daun), umur tanaman,
habitat, dan amandemen tanah (Garbeva et al. 2004; Hallmann dan Berg 2006).

20
Tabel 2 Karakterisasi morfologi isolat bakteri endofit dari perakaran tanaman
lada yang berasal dari Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah
No

Permukaan

Tepian

Bentuk

Warna

1
2
3

Kode
isolata
EB1
EB2
EB3

Datar
Cembung
Cembung

Berombak
Licin
Licin

Bundar
Bundar
Bundar

Putih
Kuning
Kuning

4

EB4

Cembung

Licin

Bundar

Kuning

5

EB5

Cembung

Licin

Bundar

Kuning

6

EB6

Seperti tombol

Licin

Bundar

Putih

7

EB7

Cembung

Licin

Bundar

Putih

8

EB8

Timbul

Licin

Bundar

Kuning

9

EB9

Cembung

Licin

Bundar

Kuning

10

EB10

Cembung

Licin

Bundar

Kuning

11

EB11

Cembung

Licin

Bundar

Kuning

12

EB12

Cembung

Licin

Bundar

Kuning

13

EB13

Cembung

Licin

Bundar

Kuning

14

EB14

Berbukit-bukit

Tidak beraturan

Bundar

Putih

15

EB15

Cembung

Licin

Bundar

Putih

Ket:

a

EB = E: bakteri endofit
B: contoh tanaman lada dari Bangka

Hasil isolasi bakteri endofit pada perakaran lada di Kabupaten Bangka dan
Kabupaten Bangka Tengah diperoleh 15 isolat murni. Karakterisasi isolat murni
bakteri endofit yang diperoleh mempunyai ciri morfologi yang hampir sama
(Tabel 2).
Hasil karakterisasi koloni bakteri menunjukkan bahwa sebagian besar
isolat bakteri mempunyai permukaan yang cembung kecuali isolat EB1
mempunyai permukaan yang datar, EB6 mempunyai permukaan seperti tombol,
EB8 mempunyai permukaan timbul, dan EB14 mempunyai permukaan berbukitbukit. Isolat bakteri endofit hamper semua mempunyai tepian yang licin kecuali
isolat EB1 dan EB14 yang masing-masing mempunyai tepian berombak dan tidak
beraturan. Bentuk pada isolat bakteri endofit mempunyai bentuk yang bundar.

21
Warna dari isolat bakteri endofit sebagian besar berwarna kuning, namun terdapat
5 isolat yang berwarna putih yaitu isolat EB1, EB6, EB7, EB14, dan EB15. Dalam
menentukan spesies bakteri tidak hanya dilihat dari ciri morfologi melainkan
dengan ciri fisiologis atau biokimia. Jika dari ciri morfologi menunjukkan
karakteristik yang sama, namun secara fisiologis belum tentu sama. Oleh sebab itu
untuk menentukan spesies bakteri perlu dilakukan pengujian secara fisiologis
terhadap isolat bakteri.
Pengujian Isolat Bakteri Endofit terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat
Sebanyak 15 isolat bakteri endofit diuji kemampuannya terhadap
pertumbuhan tanaman tomat pada tiga media yang berbeda. Hasil pengujian
bakteri endofit terhadap perkecambahan menunjukkan bahwa dari tiga metode
yang digunakan tidak berbeda nyata namun jika dilihat dari rata-rata persentase
perkecambahan tanaman tomat dan pertumbuhannya bahwa pengujian bakteri
endofit pada cawan petri (kertas saring) memberikan pengaruh terhadap
peningkatan perkecambahan. Pada pengamatan 3 HSP (hari setelah perlakuan)
isolat EB7 dan EB13 yang mampu mempercepat perkecambahan lebih baik dari
yang lain yaitu masing-masing sebesar 40% dan pada pengamatan 6 HSP isolat
EB7 yang paling tinggi memberikan pengaruh terhadap perkecambahan sebesar
97%. Pada media sekam, isolat bakteri endofit EB4 memberikan pengaruh yang
paling tinggi terhadap perkecambahan sebesar 87%.

Pengujian dengan

menggunakan metode blotter test, isolat EB9 dan EB12 paling tinggi
menunjukkan pengaruh terhadap perkecambahan masing-masing sebanyak 87%.
Pada pengujian isolat bakteri endofit terhadap rata-rata panjang akar, bahwa
hampir semua isolat memberikan pengaruh memacu pertumbuhan akar tanaman
tomat kecuali isolat EB11.

22
Tabel 3 Pengaruh bakteri endofit terhadap perkecambahan dan panjang akar pada
tanaman tomat
Persentase benih tomat yang
berkecambah (%)a,b
Pada
Pada cawan
Blotter
Perlakuan
media
petri (kertas
test
sekam
saring)
(7HSP)
(7HSP)
3 HSP 6 HSP
17 a
90 a
63 a
73 a
Kontrol

Ratarata
panjang
akar
tomat
(cm)

Efek
perkecambaha
n dan
pertambahan
panjang akar

3,1 cd

-

EB1

27 a

87 a

60 a

53 a

6,6 ab