Analisis Kelayakan Usaha Lada (Piper nigrum L.) di Desa Kundi Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat

(1)

Pa

ge

E

rr

o

r! M

ai

n

Do

cu

m

e

n

t

On

ly

.

Pa

ge

E

rr

o

r! M

ai

n

Do

cu

m

e

n

t

On

ly

.

ANALISIS KELAYAKAN USAHA LADA (

Piper nigrum L.

)

DI DESA KUNDI KECAMATAN SIMPANG TERITIP

KABUPATEN BANGKA BARAT

CYNTHIA MAWARNITA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(2)

(3)

Pa

ge

E

rr

o

r! M

ai

n

Do

cu

m

e

n

t

On

ly

.

Pa

ge

E

rr

o

r!

M

ai

n

Do

cu

m

e

n

t

On

ly

.

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Kelayakan Usaha Lada (Piper nigrum L.) di Desa Kundi Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di akhir karya tulis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Cynthia Mawarnita NIM. H34090017


(4)

CYNTHIA MAWARNITA. Analisis Kelayakan Usaha Lada (Piper nigrum L.) di Desa Kundi, Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat. Dibimbing oleh JUNIAR ATMAKUSUMA.

Indonesia merupakan salah penghasil lada putih di dunia. Selama beberapa periode, kontribusi lada putih Indonesia di pasar dunia mengalami kecendrungan penurunan pasokan. Desa kundi merupakan salah satu wilayah sentra produksi lada putih di Kabupaten Bangka Barat. Fluktuasi harga jual dan penurunan poduksi lada putih menyebabkan berkurangnya volume produksi lada putih. Lada putih merupakan komoditas yang memiliki potensi untuk dikembangkan karena merupakan komoditas ekspor dan permintaan yang belum terpenuhi. Usaha lada putih membutuhkan investasi yang tinggi sehingga perlu dilakukan suatu studi kelayakan lada putih di tingkat petani Desa Kundi untuk mengetahui kelayakan usaha tersebut. Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif untuk menganalisis kelayakan dari aspek non finansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial, ekonomi, lingkungan dan metode kuantitatif untuk menganalisis kelayakan dari aspek finansial beradasarkan kriteria invetasi (NPV, IRR, Net B/C, dan PP) dan analisis sensitivitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usaha budidaya lada putih di Desa Kundi Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat layak untuk dilakukan. Kata kunci : lada putih, desa kundi, kelayakan

ABSTRACT

CYNTHIA MAWARNITA. The Business Feasibility Analysis of White Pepper (Piper nigrum L.) in Kundi Village, Simpang Teritip District, Bangka Barat Regency. Supervised by JUNIAR ATMAKUSUMA.

Indonesia is one of the countries of white pepper producers in the world. During some periods, the contribution Indonesia in the world markets had tendencies a decrease supplied. Kundi village is one of the areas of white pepper production center in Bangka Barat Regency. Fluctuations in selling prices and a decrease in the number of white pepper production leads to reduced production volumes resulting white pepper. White pepper is a commodity which has a potential to be developed because it is a commodity export and unfullfilling demand. The Bussiness of white pepper is necessary high investments so that it needs a feasibility studi of the white pepper of farmer’s level, Kundi village to determine business feasibility. Methods of analysis data which are used on this research is qualitative analysis method to analyze feasibility based on nonfinancial aspect such as market aspect, technical aspect, management aspect, and also social, economic, and environmental aspect and quantitative which used to analyze the financial based on investment criteria (NPV,IRR,Net B/C,PP) and sensitivity analysis. The research result showed that the white pepper cultivation in Kundi Village, Simpang Teritip District, Bangka Barat Regency is feasible to be done . Keywords: white pepper, kundi village, feasibility


(5)

Pa

ge

E

rr

o

r! M

ai

n

Do

cu

m

e

n

t

On

ly

.

Pa

ge

E

rr

o

r! M

ai

n

Do

cu

m

e

n

t

On

ly

.

ANALISIS KELAYAKAN USAHA LADA (

Piper nigrum L.)

DI DESA KUNDI KECAMATAN SIMPANG TERITIP

KABUPATEN BANGKA BARAT

CYNTHIA MAWARNITA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN `1INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(6)

(7)

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Lada (Piper nigrum L.) di Desa Kundi Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat Nama : Cynthia Mawarnita

NRP : H34090017

Disetujui oleh

Ir Juniar Atmakusuma, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen


(8)

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah dan pemimpin terbaik bagi umat manusia. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai April 2013 ini adalah Studi Kelayakan Bisnis, dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Lada (Piper nigrum L.) di Desa Kundi Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku Dosen pembimbing skripsi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ir.

Narni Farmayanti M.Sc selaku Dosen pembimbing akademik selama menjalani

perkuliahan, serta kepada Dr Amzul Rifin, SP., MA dan Bapak Rahmat Yanuar, SP., M.Si selaku Dosen penguji. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kadin Kabupaten Bangka Barat, Bapak Nadiono selaku kepala Desa Kundi yang telah memberikan kemudahan dan izinnya untuk melakukan penelitian di Desa Kundi, Bapak pemadu lapang dan penyuluh lapang (Bang Pediar) serta para petani lada atas bantuan dan arahannya selama penulis mengumpulkan data di lokasi penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orangtua tercinta (bapak dan ibu) dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Terakhir penulis sampaikan ucapkan terima kasih kepada sahabat penulis, Nora asfia, Emilia Huda, Windy Kurniasari, Intan Wiyanti, Novita Dewiratnasari, Rina Fauzah, Kak Ida, Kak Kiki, Vina Fauziah, Dewi Ayuamiati, Virgin, teman seperjuangan skripsi Resti Prastika D, dan Iqbal Yudhana, sahabat Agribisnis 46 IPB, HIPMA IPB 2011-2012, dan sahabat-sahabat lainnya yang selalu memberi dukungan dan bantuan dalam pembuatan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2013


(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 9

Manfaat Penelitian 10

Ruang Lingkup Penelitian 10

TINJAUAN PUSTAKA 10

Budidaya Lada 10

Kelayakan Finansial Lada Putih 13

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Produksi Lada Putih 14

KERANGKA PEMIKIRAN 16

Kerangka Pemikiran Teoritis 16

Kerangka Pemikiran Operasional 22

METODE PENELITIAN 25

Lokasi dan Waktu Penelitian 25

Jenis Data dan Sumber data 25

Metode Pengumpulan Data 25

Metode Pengolahan dan Analisis Data 25

Analisis Switching Value (Nilai Pengganti) 28

Asumsi yang Digunakan dalam Penelitian 28

GAMBARAN UMUM 29

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 29

Karakteristik Petani Responden 30

ASPEK NON FINANSIAL 32

Aspek Pasar 32

Aspek Teknis 37

Aspek Manajemen 45

Aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan 48

ASPEK FINANSIAL 50

Arus Penerimaan (Inflow) 50

Nilai Sisa 51

Arus Pengeluaran (Outflow) 51

Analisis Laba Rugi 56

Analisis Kelayakan Investasi 56

Analisis Switching Value 58

SIMPULAN DAN SARAN 59

Simpulan 59

Saran 60

DAFTAR PUSTAKA 60


(10)

(11)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan volume ekspor komoditas primer perkebunan

tahun 2008 - 2013 1

2 Luas areal, produksi, dan produktivitas lada nasional tahun 2008-2012 2 3 Perkembangan harga lada hitam dan lada putih di dunia dalam US $

/MT setiap bulan tahun 2011-2013 3

4 Produksi lada putih negara produsen utama di dunia tahun 2005-2010 4 5 Luas areal dan produksi lada putih Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung tahun 2005-2011 4

6 Volume dan nilai ekspor lada putih Bangka Belitung tahun 2009-2011 5 7 Luas areal, produksi, dan produktivitas lada putih pada enam

kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2011 6 8 Karakteristik petani responden lada putih di Desa Kundi 30 9 Kepemilikan luas lahan petani responden lada putih di Desa Kundi 31 10 Volume ekspor lada putih negara produsen utama di dunia tahun

2001-2010 34

11 Import lada beberapa negara konsumen tahun 2010 35 12 Peralatan budidaya lada putih yang digunakan petani responden di

Desa Kundi tahun 2013 38

13 Jenis-jenis pupuk yang digunakan petani responden dalam budidaya

lada putih di Desa Kundi 39

14 Jenis–jenis obat atau pestisida yang digunakan petani responden dalam budidaya lada putih di Desa Kundi pada tahun 2013 40 15 Produksi dan produktivitas lada pada kondisi normal per hektar 44 16 Penggunaan tenaga kerja (HOK) pada usaha budidaya lada putih di

Desa Kundi Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat 46 17 Komponen penerimaan pada usaha budidaya lada putih pada luasan

1 hektar di Desa Kundi 50

18 Nilai sisa dari biaya investasi pada budidaya lada putih pada luasan

1 hektar 51

19 Rincian biaya investasi dalam budidaya lada putih di Desa Kundi pada

luasan 1 hektar 52

20 Penggunaan pupuk dalam budidaya lada putih pada luasan 1 hektar 54 21 Penggunaan obat-obatan/ pestisida dalam budidaya lada putih pada

luasan 1 hektar 54

22 Rincian biaya tenaga kerja dalam budidaya lada putih pada luasan

1 hektar 55

23 Biaya variabel dalam budidaya lada putih di Desa Kundi pada luasan

1 hektar 56

24 Nilai hasil kelayakan investasi yang didapatkan dari hasil perhitungan


(12)

1 Perkembangan luas areal dan produksi lada putih di Kabupaten

Bangka Barat 7

2 Hubungan antara NPV dan IRR 21

3 Kerangka pemikiran operasional 24

4 Saluran pemasaran komoditi lada putih di Bangka Belitung 36

5 Tanaman lada dengan ajir 41

6 Tanaman lada yang diberi naungan 41

7 Kayu yang digunakan sebagai tajar 41 8 Aplikasi hubungan antara NPV dan IRR 58

DAFTAR LAMPIRAN

1 Luas areal dan produksi lada per Provinsi di Indonesia tahun 2009

dan 2010 62

2 Karakteristik petani responden budidaya lada putih di Desa Kundi 63 3 Hasil panen lada putih dari responden petani di Desa Kundi 64 4 Rata-rata peralatan petani responden dalam budidaya lada putih 65 5 Laporan laba/rugi pada budidaya lada putih di Desa Kundi pada

luasan 1 hektar 66

6 Cashflow Budidaya lada putih di Desa Kundi pada luasan lahan

1 hektar 67

7 Analisis Switching Value Budidaya lada putih di Desa Kundi pada luasan lahan 1 hektar apabila terjadi penurunan harga jual lada putih

yaitu 25.64% atau Rp61 718.80 68

8 Analisis Switching Value Budidaya lada putih di Desa Kundi pada luasan lahan 1 hektar apabila terjadi penurunan jumlah produksi lada

putih sebesar 25.64% 69

9 Analisis Switching Value Budidaya lada putih di Desa Kundi pada luasan lahan 1 hektar apabila terjadi kenaikan harga pupuk sebesar


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejak awal pembangunan, sektor pertanian sudah memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Peran pertanian terhadap pembangunan nasional mencakup peranannya dalam produksi berupa terjaminnya ketersediaan pangan, memberikan kesempatan kerja, sebagai faktor produksi suatu industri, dan kontribusinya dalam menyumbang produk domestik bruto nasional serta sebagai sumber penerimaan devisa hasil ekspor komoditi. Pertanian dalam arti luas meliputi pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan. Subsektor pertanian memiliki kontribusi dalam meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Sektor pertanian memberikan sumbangsih terbesar kedua dalam menghasilkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia baik pada tahun 2008 dan 2009 sebesar 14.46% dan 15.29% (Direktorat Jendral Perkebunan 2010). Dari total persentase Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian ini, sebagian didapatkan dari subsektor perkebunan. Kontribusi PDB subsektor perkebunan terhadap sektor pertanian atas dasar harga berlaku meningkat 8.14% dari 19.9% pada tahun 2011 menjadi 21.52% pada tahun 2012 (Direktorat Jendral Perkebunan 2013). Terdapat beberapa komoditas ekspor unggulan dari subsektor perkebunan diantaranya: kelapa sawit, karet, kakao, kopi, tembakau, kelapa, teh, lada, tebu, kapas, dan cengkeh yang ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1 Perkembangan volume ekspor komoditas primer perkebunan tahun 2008 - 2013 a

Komoditas Perkebunan

Ekspor Komoditas Primer Perkebunan

2008 2009 2010 2011 2012* 2013*

Januari Februari Maret

…Volume (000/Ton)…

Karet 2 283.2 1 991.5 2 351.9 2 556.2 2 444.3 199.5 201.6 229.7 Minyak sawit 14 91.0 16 29.0 16 292.0 16 36.0 18 850.8 2 296.6 1 889.0 1 367.3 Kelapa 1 080.1 992.8 1 045.3 1 199.8 269.4 18.4 19.0 22.0

Kopi 468.7 510.9 433.6 346.5 448.6 30.1 35.2 31.0

The 96.2 92.3 87.1 75.4 70.1 5.8 6.5 6.3

Lada 52.4 50.6 62.6 36.5 62.6 3.8 1.8 1.8

Tembakau 50.3 52.5 57.4 38.9 37.7 3.6 4.0 4.8

Kakao 515.5 535.2 552.9 410.2 388.0 34.0 26.0 35.0

Jambu Mete 67.0 68.8 45.6 46.1 62.6 6.7 4.0 1.2

Cengkeh 4.3 5.1 6.0 5.4 5.9 0.4 0.4 0.5

Kapas 1.9 0.5 2.0 2.0 0.4 0.0 0.0 0.1

Tebu (molasses) 945.9 496.3 469.5 529.4 0.5 0.1 0.0 0.0

Tebu (gula hablur) 1.5 0.8 - - - -

Total 19 857.9 21 626.4 21 405.8 23 682.4 23 064.0 2 559.0 2 187.5 1 699.7 a

Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan (2013) Keterangan: *) Angka sementara

Neraca perdagangan 12 komoditas unggulan perkebunan sampai dengan triwulan III tahun 2012, yaitu US $ 24.70 milyar mengalami peningkatan bila


(14)

dibandingkan pada triwulan III tahun 2011 yang besarnya US $ 21.74 milyar 1.

Semua komoditas tersebut memegang peranan dalam menghasilkan devisa negara dan memajukan kondisi perekonomian serta tingkat kesejahteraan masyarakat.

Lada (Piper nigrum L. atau pepper) merupakan salah satu jenis rempah ekspor unggulan dari komoditas subsektor perkebunan Indonesia. Lada telah sejak lama dibudidayakan di Indonesia yang digunakan sebagai komoditas konsumsi dan bahan baku industri. Kegiatan budidaya lada secara ekonomi merupakan sumber pendapatan petani dan devisa negara non migas untuk Indonesia. Devisa yang diterima negara pada tahun 2011 sebesar US $ 195.9 juta dan pada tahun 2012 meningkat menjadi US $ 423.5 juta (Direktorat Jenderal Perkebunan 2013). Kegiatan budidaya lada tersebar di 29 provinsi dan hampir 99.90% dikelola oleh rakyat dengan luas areal, produksi, dan produktivitas yang berbeda (Lampiran 1). Perkembangan luas areal, produksi, dan produktivitas lada nasional dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Luas areal, produksi, dan produktivitas lada nasional tahun 2008-2012a Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kg/Ha)

2008 183 082 80 420 702

2009 185 941 82 834 729

2010 179 318 83 663 756

2011 177 490 87 089 784

2012* 178 622 88 160 -

a

Sumber : Departemen Pertanian (2013)

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada tahun 2012, luas areal lada cenderung mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu, produksi lada setiap tahunnya terus meningkat dan produksi tertinggi terjadi pada tahun 2012, yaitu sebesar 88 160 ton.

Umumnya, lada yang diperdagangkan di pasar internasional terdiri dari dua jenis lada yaitu lada hitam (Black Pepper) dan lada putih (White Pepper). Perbedaan jenis lada ini terdapat pada proses pengolahan (pascapanen) lada. Lada putih dihasilkan dari buah lada yang dipetik sudah berwarna kuning kemerahan dan harus dicuci serta direndam selama 10 sampai 15 hari sebelum dikeringkan. Sementara itu, lada hitam merupakan buah lada yang dipetik saat masih berwarna hijau dan langsung bisa dikeringkan tanpa harus direndam. Lada putih dan lada hitam mempunyai cita rasa yang berbeda, lada putih mempunyai cita rasa yang lebih pedas dibandingkan lada hitam. Komoditi lada dalam perkembangannya mempunyai volume penawaran ekspor dan harga yang cenderung berfluktuasi. Perkembangan harga lada dan harga lada hitam ditunjukkan pada tabel 3.

1


(15)

Tabel 3 Perkembangan harga lada hitam dan lada putih di dunia dalam US $ /MT setiap bulan tahun 2011-2013a

Bulan Lada Hitam Lada Putih

2011 2012 2013 2011 2012 2013

Januari 4 796 6 514 6 592 7 103 9 396 9 039 Februari 4 794 6 522 6 758 7 142 9 388 9 213 Maret 4 773 7 007 6 556 7 213 9 562 9 068 April 5 673 6 670 6 416 8 088 9 443 9 039

Mei 5 870 6 848 8 315 9 633

Juni 5 958 6 607 8 156 9 354

Juli 6 024 6 485 8 252 9 117

Agustus 6 325 6 354 8 297 8 905

September 7 436 6 577 9 540 9 222

Oktober 7 778 6 492 10 367 9 157

November 7 141 6 445 10 120 9 010

Desember 6 957 6 420 9 745 8 964

a

Sumber: Internasional Pepper Community (2013)2

Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa harga lada putih lebih tinggi daripada harga lada hitam. Selain itu, pergerakan harga lada di pasar dunia menunjukkan bahwa komposisi harga lada hitam mengalami penurunan sebesar US$ 140 per MT yaitu dari US$ 6 556 per MT Maret 2013 menjadi US$ 6 416 per MT pada bulan April 2013. Sementara itu, pada periode yang sama lada putih hanya mengalami penurunan harga jual sebesar US$ 29 per MT.

Berkaitan dengan volume penawaran dan nilai ekspor lada di pasar dunia, pada bulan Oktober 2011, ekspor lada Indonesia baru mencapai 29 000 ton. Volume ekspor ini turun 40% dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu yakni sebesar 48 000 ton (Internasional Pepper Community 2011).3 Laju pertumbuhan lada putih relatif lebih tinggi dibandingkan lada hitam, yaitu secara rata-rata masing-masing sebesar 14.68% dan 20.29% sedangkan lada hitam sebesar 14.60% dan 19.26% pada tahun 2011. Meskipun pertumbuhan volume dan nilai ekspor rata-rata lada putih relatif lebih tinggi dibandingkan lada hitam namun fluktuasinya relatif lebih besar. Hal ini berarti perekonomian lada putih memiliki tingkat ketidakpastian yang juga lebih besar4. Produksi dan perdagangan lada putih dilakukan oleh tujuh negara di dunia yaitu: Vietnam, Indonesia, Malaysia, China, Brazil, India, dan Sri Lanka. Gambaran produksi lada putih dunia dapat dilihat pada tabel 4. Produksi lada telah diekspor ke sejumlah negara, antara lain: Amerika Serikat, Vietnam, Jerman, Singapura, Perancis dan India.

Dalam perdagangan dunia, pasokan lada Indonesia beberapa diantaranya dipenuhi dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang dikenal dengan lada putih (Muntok White Pepper) dan lada dari Provinsi Lampung yaitu lada hitam (Lampung Black Pepper). Berdasarkan luas areal dan jumlah produksi lada,

2“ Internasional Pepper Community, 201

3”. “Info komoditi/analisis bulanan harga lada hitam dan

lada putih april 2013” www.peppertrade.com [Agustus 2013]

3

“Internasional Pepper Community, 2011”. “Volume ekspor lada Indonesia” www.kompas.com

[Januari 2013]


(16)

Bangka Belitung menempati posisi kedua tertinggi setelah Lampung (Lampiran 1).

Tabel 4 Produksi lada putih negara produsen utama di dunia tahun 2005-2010 a

Negara Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

Produksi (Ton)

Brazil 4 500 3 500 3 000 2 500 2 000

India - 50 100 450 450

Indonesia 21 000 21 000 18 000 17 000 19 000

Malaysia 3 000 4 000 6 600 6 600 7 050

Sri Lanka - - 50 50 100

Vietnam 16 000 11 000 9 970 22 000 22 000

China, RRC 18 000 20 000 28 000 21 800 22 800 Total 62 500 59 550 65 720 70 400 73 400

a

Sumber : Internasional Pepper Community (2013)5

Tabel 4 menunjukkan bahwa pada tahun 2006 sampai 2007, Indonesia menjadi negara penghasil lada putih terbesar di dunia. Pada tahun 2008 sampai 2010 produksi lada putih Indonesia mengalami penurunan sehingga pada tahun 2009, negara Vietnam sebagai produksi lada putih terbesar. Sementara itu, negara China merupakan negara penghasil lada putih tertinggi pada tahun 2010. Perkembangan produksi lada putih di negara Vietnam dan China dari tahun 2006 sampai 2010 cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu wilayah yang berkontribusi dalam pemenuhan pasokan lada putih dunia. Pengembangan luas areal lada tahun 2011 mencapai 39 165.00 hektar dengan produksi 28 241.51 ton yang tersebar dienam Kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Luas areal dan produksi lada putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ditunjukkan pada tabel 5.

Tabel 5 Luas areal dan produksi lada putih Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2005-2011a

Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)

2005 41 834.10 18 273.50

2006 40 720.65 16 292.36

2007 35 842.44 16 424.18

2008 33 739.07 15 671.21

2009 36 961.26 15 601.12

2010 36 372.37 18 472.15

2011 39 165.00 28 241.51

a

Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2013)

5

Identifikasi Kebutuhan Pengembangan Sumberdaya Tanaman Lada Provinsi kepulauan Bangka Belitung Tahun 2012


(17)

Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa luas areal dan produksi lada putih berfluktuatif. Setelah tahun 2005, lada putih Bangka Belitung mengalami penurunan dan fluktuatif pada luas areal dan jumlah produksi. Produksi lada putih mengalami kenaikan yang cukup signifikan sebesar 9 769.36 ton (65.40%) yaitu dari 18 472.15 ton pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 28 241.51 ton pada tahun 2011. Lada putih Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diekspor dalam bentuk butiran. Penurunan produksi lada putih akan mempengaruhi volume ekspor lada putih. Perkembangan volume penawaran dan nilai ekspor lada putih di pasar dunia mencapai 60% sampai 80%. Data volume dan nilai ekspor lada putih Bangka Belitung dalam tiga tahun terakhir ditunjukkan pada tabel 6.

Tabel 6 Volume dan nilai ekspor lada putih Bangka Belitung tahun 2009-2011a

Tahun Jumlah

Volume (Ton) Nilai (US $)

2009 6 234.70 26 228 153.71

2010 7 627.68 42 346 703.36

2011 5 576.45 50 593 319.15

a

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2013)

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada tahun 2011 lada putih mengalami penurunan volume ekspor dari dua tahun sebelumnya. Penurunan volume ekspor lada putih sebesar 2 051.23 ton dari tahun 2010. Meskipun demikian, nilai ekspor lada putih mengalami peningkatan. Perkembangan harga lada putih di pasar dunia cenderung berfluktuatif.

Perkembangan harga di pasar dunia yang cenderung berfluktuatif sangat mempengaruhi produksi dan ekspor lada putih. Lada putih Bangka Belitung (Muntok White Pepper) merupakan lada putih unggulan nasional. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah penghasil utama lada putih di Indonesia. Permintaan terhadap Muntok White Pepper sangat diminati di pasar Internasional karena sejak lama dikenal memiliki cita rasa dan aroma yang khas. Permintaan lada putih Bangka Belitung di pasar dunia mencapai 240 ribu ton per tahun. Keseluruhan permintaan ini belum mampu dipenuhi karena keterbatasan produksi lada putih yang dihasilkan. Saat ini, produksi lada putih petani Bangka Belitung hanya mampu memenuhi permintaan pasar dunia sekitar 5 000 hingga 6 000 ton per tahun6. Oleh sebab itu, pengusahaan lada putih di tingkat petani harus terus dilakukan melalui peningkatan luas areal, produksi, dan produktivitas untuk mengembalikan kejayaan Muntok White Pepper serta mengembalikan posisi Indonesia sebagai penghasil lada putih terbesar di dunia.

Kegiatan budidaya lada tersebar di enam Kabupaten di Bangka Belitung. Berdasarkan luas areal tanaman lada, terdapat empat kabupaten sentra produksi lada putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, diantaranya: Kabupaten Bangka Selatan, Belitung, Bangka Barat, dan Belitung Timur. Produksi yang dihasilkan oleh setiap Kabupaten tentunya akan mempengaruhi total produksi lada

6

www.kompas.com “permintaan dan penawaran lada putih Bangka Belitung” [diakses April


(18)

putih Bangka Belitung. Data luas areal, produksi, dan produktivitas lada setiap kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7 Luas areal, produksi, dan produktivitas lada putih pada enam kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2011a

Kabupaten Luas Areal (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/Ha/Th)

Bangka 2 785.96 3 400.00 2.17

Bangka Selatan 19 943.60 12 937.95 1.92

Bangka Tengah 2 241.19 723.85 1.21

Bangka Barat 4 478.18 1 942.85 1.17

Belitung 6 611.52 7 241.00 2.43

Belitung Timur 3 104.55 1 995.86 1.05

Total 39 165.00 28 241.51 1.83

a

Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2013)

Tabel 7 menunjukkan gambaran luas areal, produksi, dan produktivitas lada putih dari setiap kabupaten akan mempengaruhi total produksi dan volume ekspor lada putih dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kabupaten penghasil lada putih lada tertinggi adalah Kabupaten Bangka Selatan. Sementara itu, dapat dilihat juga bahwa produksi terendah dari keempat kabupaten sentra produksi lada putih yaitu sebesar 1 942.85 ton terjadi pada Kabupaten Bangka Barat.

Kabupaten Bangka Barat merupakan wilayah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang sebagian masyarakatnya melakukan aktivitas budidaya lada dan tersebar pada lima kecamatan. Produksi lada putih di Kabupaten Bangka Barat cenderung mengalami penurunan. Padahal, daerah ini mempunyai potensi yang baik dalam menghasilkan lada putihnya karena merupakan salah satu kabupaten sentra produksi lada putih di Bangka Belitung. Apalagi lada putih memiliki peluang pasar yang potensial sehingga pengusahaan lada putih harus terus dilakukan guna mengembalikan kejayaan lada putih (Muntok White Pepper). Meskipun kegiatan lada sudah dilakukan sejak lama oleh masyarakat setempat namun tetap perlu dikaji mengenai pelaksanaan kegiatan lada mulai dari penanaman hingga pemasarannya dan dilakukan perhitungan secara finansial untuk melihat tingkat kelayakannya. Hal ini sebagai upaya untuk mendorong minat masyarakat untuk kembali menanam lada, memaksimalkan pengusahaan lada, dan melihat besarnya perubahan maksimum dari berbagai permasalahan yang sering terjadi akibat adanya resiko dan ketidakpastian. Keterkaitan antara input, proses, dan output yang dihasilkan akan mempengaruhi keberlangsungan kegiatan budidaya, apalagi budidaya lada putih membutuhkan biaya investasi dan biaya operasional terutama biaya tenaga kerja dan biaya pupuk yang cukup tinggi.

Perumusan Masalah

Kabupaten Barat merupakan salah satu sentra produksi lada putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pada tahun 2011, kabupaten ini memiliki


(19)

produksi lada putih terendah dibandingkan kabupaten sentral produksi lainnya. Produksi lada putih di Kabupaten Bangka Barat dalam beberapa tahun terakhir cukup berfluktuatif dan mengalami penurunan. Data perkembangan luas areal dan produksi lada putih selama lima tahun terakhir ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1 Perkembangan luas areal dan produksi lada putih di Kabupaten Bangka Barat Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan Kabupaten Bangka Barat (2013)

Gambar 1 menunjukkan bahwa produksi lada putih di Kabupaten Bangka Barat cenderung berfluktuatif dan mengalami penurunan dari tahun 2009 ke tahun 2010, yaitu sebesar 1 894 ton. Pada tahun 2013, rata-rata produksi lada putih di Kabupaten Bangka Barat mencapai 1 940.16 ton per tahun dan produktivitasnya mencapai 5.75 ton per hektar per tahun, dengan luas areal tanam 3 799.67 ha yang tersebar di lima kecamatan. Jumlah produksi lada putih sebesar 1 940.16 ton tersebut berasal dari Kecamatan Muntok sebesar 258 ton, Simpang Teritip 898.27 ton, Jebus 265.22 ton, Kelapa 223.57 ton dan Tempilang 295.10 ton.7

Penurunan hasil produksi lada putih yang terjadi di Kabupaten Bangka Barat disebabkan oleh beberapa hal, seperti terjadinya konversi lahan menjadi tambang timah. Pada tahun 2008 hanya tersisa sekitar 45 025 hektar dari 80 000 hektar lahan lada. Hal ini disebabkan karena lahan tersebut dialih fungsikan menjadi lahan tambang timah. Peralihan profesi petani menjadi penambang timah dan konversi lahan menjadi komoditas perkebunan lainnya, seperti karet dan kelapa sawit serta adanya gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan penyebab menurunnya jumlah produksi lada putih. Selain itu, faktor utama yang menjadi pertimbangan petani dalam melakukan budidaya lada adalah ketidakpastian harga jual lada putih. Fluktuasi harga jual lada yang terlalu tinggi apalagi biaya perawatan, biaya tenaga kerja, dan biaya tiang panjat mati yang cukup tinggi semakin mendorong petani untuk mengurangi kegiatan budidaya lada.

7

Produksi lada di Kecamatan Simpang Teritip


(20)

Desa Kundi merupakan sentra produksi lada putih di Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat. Produksi lada putih di Desa Kundi akan mempengaruhi total produksi lada putih di Kabupaten Bangka Barat. Sebagian besar, mata pencaharian masyarakat Desa Kundi adalah seorang petani. Kegiatan budidaya lada putih sudah turun menurun dilakukan oleh masyarakat desa ini. Selain lada putih, masyarakat Desa Kundi juga melakukan kegiatan budidaya dari komoditas perkebunan lainnya seperti; karet, kelapa sawit, dan cengkeh.

Kegiatan penambangan timah yang semakin marak terjadi di Kabupaten Bangka Barat menyebabkan masyarakat Desa Kundi yang biasanya menanam lada, beralih profesi menjadi penambang timah. Hal ini terjadi pada beberapa tahun yang lalu, yaitu pada tahun 2009 sampai 2010. Pada saat itu, harga jual lada putih di tingkat petani hanya sebesar Rp30 000.00 per kg sampai Rp40 000.00 per kg. Harga tersebut dinilai petani cukup rendah dan tidak sebanding dengan biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja, dan biaya investasi yang telah mereka keluarkan. Saat ini, harga jual lada putih di Desa Kundi adalah Rp83 000.00 per kg. Harga jual lada putih cenderung berfluktuatif. Selama tahun 2013, harga jual lada putih sebelumnya berkisar antara Rp75 000.00 per kg sampai Rp80 000.00 per kg. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan petani untuk pemeliharaan dan biaya tenaga kerja, gangguan organisme pengganggu tanaman, dampak penambangan timah ilegal, dan pengembangan komoditas perkebunan lain seperti karet dan kelapa sawit menyebabkan penurunan produksi lada beberapa tahun terakhir selain fluktuasi harga jual lada putih. Peralihan profesi petani menjadi seorang penambang menyebabkan lahan yang sudah ditanami lada menjadi terbengkalai selama beberapa tahun. Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan terjadi konversi lahan menjadi lahan karet dan kelapa sawit karena lahan bekas lada yang sudah tidak produktif lagi untuk ditanami lada.

Keadaan pertanaman lada di Bangka Belitung ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati Y, et al. 2009 dalam Ginting (2010) yang menyebutkan bahwa telah terjadi penurunan jumlah produksi lada yang disebabkan oleh menurunnya harga jual lada sekitar Rp37 750.00 sampai Rp40 000.00 per kg, biaya yang cukup besar harus dikeluarkan petani lada untuk membudidayakan lada, seperti biaya pupuk kimia dan tenaga kerja untuk merawat kebun lada dan petani beralih profesi ke usaha lain seperti penambang timah, serta berkebun kelapa sawit dan karet, dimana harga jual dan proses produksi dianggap lebih cepat dan lebih mudah. Begitu juga dengan hasil studi lapang dari Daras dan Pranowo (2009) yang menyatakan bahwa adanya penurunan produksi yang disebabkan oleh penurunan luas areal lada di Bangka Belitung disebabkan oleh empat faktor. Empat faktor dominan yang menjadi penyebabnya adalah fluktuasi harga lada, gangguan OPT, dampak penambangan timah ilegal, dan pengembangan komoditas lain.

Sebagai komoditas primadona dan desa sentra produksi lada putih di Kabupaten Bangka Barat, pengusahaan terhadap lada putih harus terus dilakukan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas nasional. Hal ini juga dilakukan untuk memenuhi permintaan lada putih di pasar internasional yang belum tercukupi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa permintaan lada putih Bangka Belitung di pasar dunia mencapai 240 ribu ton per tahun. Permintaan ini belum mampu tercukupi karena keterbatasan produksi lada putih yang dihasilkan. Bangka Belitung hanya mampu memenuhi permintaan pasar dunia terhadap lada


(21)

putih sekitar 5 000 hingga 6 000 ton per tahun untuk saat ini. Oleh sebab itu, masih terdapat peluang dan potensi pasar yang baik terhadap lada putih. Selama ini, pelaksanaan budidaya lada putih cukup memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi petani, masyarakat Desa Kundi khususnya dan umumnya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Meskipun demikian, dari sisi produktivitasnya, tanaman lada di desa tersebut dapat dinilai memiliki hasil yang masih rendah. Berdasarkan perkiraan atau teori, hasil produksi pada tahun keempat seharusnya dapat mencapai 1.5 kg hingga 2 kg per pohon jika perawatan tanaman dilakukan secara optimal. Namun, hasil produksi petani di Desa Kundi masih jauh dari jumlah tersebut, yaitu hanya 0.8 kg per pohon. Hal ini salah satunya terjadi akibat kurang optimalnya perawatan tanaman yang dilakukan oleh petani. Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa dalam kegiatan budidaya lada putih terdapat resiko produksi yang dihadapi oleh petani selain ketidakpastian harga jual di tingkat petani. Berbagai permasalahan yang dihadapi petani akibat ketidakpastian harga dan resiko produksi serta kebutuhan akan biaya investasi dan pemeliharaan yang tinggi dengan pengembalian yang cukup lama membuat menurunnya minat para petani untuk melakukan budidaya lada.

Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan juga adanya evaluasi terhadap pelaksanaan budidaya lada putih melalui pendekatan kelayakan di tingkat petani Desa Kundi. Sebagai upaya mengembalikan kejayaan Muntok White Pepper dan mendorong minat masyarakat untuk terus mengembangkan pengusahaan lada yang sekarang ini hampir tergeser oleh penanaman komoditas perkebunan lainnya. Berdasarkan pemaparan di atas, adapun perumusan masalahnya antara lain:

1. Bagaimana kelayakan usaha lada putih dilihat dari aspek non finansial yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan di Desa Kundi Kecamatan Simpang teritip Kabupaten Bangka Barat?

2. Bagaimana kelayakan usaha lada putih dilihat dari aspek finansial di Desa Kundi Kecamatan Simpang teritip Kabupaten Bangka Barat?

3. Bagaimana kelayakan usaha budidaya lada putih apabila terjadi penurunan harga jual lada putih, penurunan prduksi lada putih, dan kenaikan biaya pupuk?

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kelayakan usaha lada putih di Desa Kundi Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat dilihat dari aspek non finansial yang meliputi: aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.

2. Menganalisis kelayakan usaha lada putih di Desa Kundi Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat dilihat dari aspek finansial berdasarkan kriteria investasi, yaitu Net Present Value (NPV), Internal rate of Return (IRR), Net B/C ratio dan Payback Period (PP).

3. Mengidentifikasi perubahan maksimum terhadap penurunan harga jual, penurunan produksi lada putih dan kenaikan biaya pupuk yang memungkinkan budidaya masih layak untuk dilakukanmelalui analisis switching value.


(22)

Manfaat Penelitian

1. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai budidaya lada putih, khususnya di Desa Kundi, Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat dan umumnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

2. Sumber informasi yang dapat digunakan untuk pengembangan lada putih bagi petani dan masyarakat baik di Desa Kundi, Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat maupun Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan.

4. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan dalam kebijakan yang berkenaan dengan kegiatan budidaya lada putih di Desa Kundi, Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan keterbatasan akses tempat penelitian, data, dan informasi yang diperoleh, penelitian hanya mengkaji mengenai pelaksanaan budidaya lada putih dalam aspek non finansial dan aspek finansial. Aspek non finansial meliputi: aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Aspek finansial dinilai berdasarkan kriteria investasi, yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C Ratio, dan Payback Period (PP) serta laporan laba/rugi. Selain itu, dilakukan analisis switching value untuk mengetahui perubahan maksimum terhadap penurunan harga jual, penurunan produksi lada putih, dan kenaikan biaya pupuk yang memungkinkan budidaya lada putih di Desa Kundi, Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masih layak dilakukan.

Penelitian dilakukan melalui wawancara kepada 30 responden petani melalui panduan kusioner, dua pedagang pengumpul desa, penyuluh lapang, kepala desa, serta observasi secara langsung ke tempat tujuan. Petani responden didapatkan dari referensi pihak terkait, yaitu kepala desa setempat.

TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya Lada

Lada merupakan tanaman rempah yang termasuk dalam komoditas perkebunan unggulan. Budidaya tanaman lada sudah dilakukan Indonesia sejak zaman penjajahan. Umumnya, terdapat dua jenis lada yaitu, lada hitam dan lada putih. Di Indonesia terdapat 40 jenis lada dan penanamannya tergantung dari daerahnya masing-masing. Pengusahaan lada putih terdapat di Provinsi Bangka Belitung salah satunya di Kabupaten Bangka Barat yang biasa dikenal dengan sebutan (Muntok White Pepper ) sementara lada hitam (Lampung Black Pepper) berasal dari Provinsi Lampung. Secara umum, tidak ada perbedaan dalam


(23)

budidaya antara lada hitam dan lada putih, perbedaannya pada saat penanganan pascapanen. Umumnya, budidaya lada di Bangka menggunakan tiang panjat mati sebagai medium jalar lada sehingga membutuhkan biaya investasi yang tinggi untuk pembelian tiang panjat TKTM (2010). Namun demikian, masa produktif lada dengan tiang panjat mati hanya 3 tahun dengan produktivitas optimum minimal 1 ton/ha.

Persyaratan Tumbuh

Pedoman budidaya lada yang baik yang disusun oleh IPC (2011) mengatakan bahwa tanaman lada dapat tumbuh baik pada iklim dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun, yakni rata-rata 2000 sampai 3000 mm per tahun dan hari hujan 110 sampai 170 hari. Musim kemarau hanya terjadi selama 2 sampai 3 bulan per tahun untuk merangsang pembentukan bunga. Kelembaban udara berkisar antara 70% sampai 90% dengan suhu maksimum 35 0C dan minimum 25 0C. Penggunaan jenis tanah yang baik pada tanaman lada yaitu tanah berpasir gembur, tanah podsolik atau latosol dengan kisaran pH 5.5 sampai 6.5. Tanaman lada membutuhkan tanah yang mengandung banyak bahan organik sebagai nutrisi dan membantu mempertahankan air tanah.

Pengolahan Tanah

Penanaman lada yang direkomendasikan adalah menggunakan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m (1600 tanaman/ Ha) atau 3.0 m x 3.0 m (1100 tanaman/ Ha) dengan ukuran lubang tanam sekitar 45 cm x 45 cm x 45 cm sampai 60 cm x 60 cm x 60 cm (panjang x lebar x dalam). Tanah galian dibiarkan terbuka agar terkena matahari selama kurang lebih 40 hari sebelum tanam. Tanah yang berasal dari bagian atas dicampur dengan bahan organik atau kompos dan mikroba berguna seperti: mikoriza, Trichoderma sp., Pseudomonas flurescens serta tambahkan dolomit apabila diperlukan. Tanaman lada tumbuh kurang baik pada areal yang tergenang. Oleh sebab itu, diperlukan saluran drainase berukuran 30 cm x 20 cm dan parit keliling beukuran 40 cm x 30 cm (lebar x dalam). Medium jalar lada dianjurkan menggunakan tanaman hidup, seperti: tanaman gamal (Gliricidia maculata), dadap cangkring (Erythrina fusca Lour) atau jenis tanaman lainnya yang mempunyai sifat cepat tumbuh, dapat dipangkas secara periodik dengan sistem perakaran yang dalam. Panjang dan diameternya kurang lebih 2 m dan 5 cm dengan jarak minimal 30 cm dari lubang tanam.

Penanaman

Bibit setek lada yang telah berakar dan tumbuh 5 sampai 7 buku (ruas) dapat langsung ditanam dan diletakkan miring, yaitu 300 sampai 450 mengarah ke tajar. Ruas daun setinggi 3 sampai 4 buku bagian pangkal (tanpa daun) dibenamkan mengajar ke tajar sedangkan 2 sampai 3 buku (berdaun) sisanya disandarkan dan diikat pada tajar. Apabila bibit lada ditumbuhkan dalam polybag, polybag terlebih dahulu harus dilepaskan sebelum ditanam. Setelah ditanam, tanah di sekelilingnya dipadatkan kemudian bibit tersebut diberi naungan berupa alang-alang atau lainnya yang mudah diperoleh agar terlindungi dari teriknya sinar matahari. Pelindung dapat dibuka atau diangkat apabila tanaman lada telah kuat.


(24)

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman lada dilakukan melalui pengikatan sulur panjat dan pemangkasan tanaman dengan tujuan untuk membentuk kerangka tanaman lada yang baik, dilakukan tiga kali sebelum tanaman berproduksi. Pemangkasan pertama dilakukan apabila tanaman lada telah tumbuh mencapai 8 sampai 9 buku (umur 5-6 bulan), dengan ketinggian pemangkasan 25 sampai 30 cm dari permukaan tanah (di atas 2 buku yang telah melekat kuat pada tajar). Pemangkasan kedua dilakukan apabila tanaman telah mencapai 7 sampai 9 buku (± 12 bulan) yaitu pada buku yang tidak mengeluarkan cabang buah. Pemangkasan ketiga dilakukan pada umur tanaman 24 bulan (tinggi tanaman ± 2.5 m) sehingga akan terbentuk kerangka tanaman lada yang mempunyai banyak cabang produktif. Sulur gantung dan sulur cacing (tanah) merupakan sulur panjat yang tidak melekat pada tajar dan tidak produktif sehingga harus dipangkas.

Penyiangan gulma atau rumput dilakukan secara rutin dan terbatas. Penyiangan bersih hanya dilakukan di sekeliling pangkal batang tanaman lada dengan radius kurang lebih 60 cm. Tanaman lada yang menggunakan tajar hidup maka harus dilakukan pemangkasan tajar sebanyak 3 sampai 4 kali pertahun. Pemangkasan tanaman lada dilakukan sebelum pemupukan dengan tujuan untuk mengoptimalkan sinar matahari dan menekan kompetisi pengambilan hara dan air antara tanaman lada dan pohon panjat atau tajar.

Pemupukan

Berdasarkan pedoman budidaya lada yang baik, IPC (2011) dalam pertumbuhannya, tanaman lada membutuhkan jumlah pupuk yang cukup sebagai nutrisinya. Pemberian pupuk untuk tanaman lada dapat dibagi 2 kali atau lebih. Umumnya, pada tahun pertama pertumbuhan, diberikan 5 kg bahan organik per tanaman dan pupuk anorganik sebanyak 300 g per tahun (12:12:17 NPK). Pemberian pupuk anorganik dibagi/displit 4 kali, yaitu 30 g, 60 g, 90 g, dan 120 g dengan interval 3 bulan. Tanaman lada yang belum berproduksi diberikan pupuk 5 kg sampai 10 kg bahan organik per tanaman dan pupuk NPK sebanyak 600 g per tahun dalam 4 kali pemupukan. Pada tanaman lada produktif, pupuk organik diberikan sebanyak 10 kg sampai 15 kg per tanaman dan pupuk anorganik sebanyak 1.0 sampai 1.5 kg per tahun dengan 4 kali pembagian, yaitu 40%, 30%, 20%, dan 10%. Pemupukan pertama biasanya dilakukan pada awal musim hujan.

Pemberian pupuk sebaiknya dilakukan dengan mengikis (mengangkat) permukaan tanah di sekitar tanaman lada, pupuk disebarkan dan tanah ditutup kembali dengan bahan organik ditambah dengan tanah dari sekitar tanaman.

Panen dan Pascapanen

Pada saat berumur 24 bulan, tanaman lada baru mengeluarkan bunga pertamanya. Setelah tanaman lada menginjak umur tiga tahun, muncul bunga tahap kedua yang dibiarkan menjadi buah. Pada umur 3 tahun, tanaman sudah dapat dipanen dan pertumbuhannya mencapai ujung tiang penegak dengan ketinggian 3 meter. Namun, biasanya lada yang dihasilkan masih sedikit. Buah pertama dipanen 9 bulan setelah persarian selesai sehingga panen pertama terjadi pada umur tanaman kurang lebih 4 tahun. Pada tahun ke empat ini, hasil panen lada mencapai jumlah yang paling banyak. Budidaya lada dengan media tiang


(25)

panjat mati dan pemeliharaan yang baik akan mulai berproduksi pada umur 2 sampai 3 tahun hingga tanaman berumur 10 tahun.

Sejak terbentuk bunga sampai buah matang memerlukan waktu cukup lama, yaitu sekitar 8 sampai 9 bulan. Panen buah lada dilakukan tergantung pada produk lada yang dihasilkan, lada hitam atau lada putih. Hasil untuk produk lada putih dilakukan pada saat buah berwarna kuning kemerahan. Buah yang terlalu matang (berwarna merah) akan menurunkan mutu lada karena akan menghasilkan produk lada berwarna kehitaman. Selama musim panen, pemanenan buah lada sebaiknya dilakukan beberapa kali dengan tujuan mendapatkan kualitas buah yang seragam sehingga akan diperoleh produk lada bermutu tinggi. Rata-rata produksi maksimal yang dihasilkan lada putih mencapai 4 ton per hektar. Jumlah produksi tentunya ditentukan juga oleh pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit.

Menurut Suwarto dan Yuke (2010) tahapan pengolahan lada putih secara manual yang umum dilakukan adalah memasukkan lada ke dalam karung, diikat, selanjutnya direndam dalam air mengalir dan bersih selama kurang lebih 1 minggu. Tumpukan karung lada sebaiknya dibolak balik agar pelepasan biji dari kulit buahnya terjadi dengan sempurna. Pengupasan yang dilakukan dengan menginjak-injak karung lada akan menyebabkan mutu lada putih yang dihasilkan menjadi rendah. Setelah dicuci bersih, biji lada dijemur sampai kering dan dihasilkan biji lada putih.

Kelayakan Finansial Lada Putih

Dalam penelitian Sumantri, Basuki, dan Mery (2004), mengenai “Kelayakan Finansial Lada Putih di Desa Kudaran Kecamatan Ulu Musi Kabupaten Lahat” menyatakan bahwa pengusahaan lada dilakukan dalam skala luas lahan yang relatif kecil dan teknologi sederhana. Berdasarkan penggunaan faktor produksinya, luas lahan yang dikuasai oleh para petani untuk mengusahakan lada mempunyai kisaran 0.25 hektar sebanyak 55% sedangkan 45% sisanya memiliki luas lahan 0.5 hektar. Status kepemilikan lahan adalah milik sendiri. Dalam penggunaan tenaga kerja pada usahatani lada menggunakan tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Biaya terbesar tenaga kerja terdapat pada panen. Bibit lada yang digunakan berasal dari stek sendiri dan membeli dari petani lain. Dalam budidaya lada di Sumatra Selatan menggunakan tiang panjat hidup. Biaya-biaya yang dikeluarkan selama melakukan usahatani lada putih di Desa Kundaran, yaitu biaya investasi (cangkul, parang, sabit, hand sprayer, keranjang), biaya tenaga kerja, bibit (lada dan panjatan), pupuk, pestisida, sewa lahan, pajak/PBB, bangunan dan adanya penyusutan. Berdasarkan hasil perhitungan kriteria invetasi menunjukkan bahwa usahatani lada seluas satu hektar dengan tingkat bunga 15% per tahun maka didapatkan NPV sebesar Rp 46 311 720.00, Gross B/C ratio sebesar 1.5, Net B/C Ratio sebesar 2.5 dan IRR sebesar 37.50%.

Dalam penelitian Nurasa (2002) mengenai “Analisis Kelayakan Finansial Lada Putih di Kabupaten Bangka” mengatakan bahwa pemeliharaan tanaman dilakukan secara intensif, mencakup penyiangan kebun, pemangkasan lada dan pengendalian hama penyakit. Kegiatan ini memerlukan tenaga kerja cukup besar, minimal dilakukan empat kali dalam setahun karena tanaman lada sangat peka


(26)

terhadap pemeliharaan. Salah satu masalah serius yang dihadapi petani lada di Bangka adalah masalah hama penyakit tanaman yang sudah pada tingkat endemik. Dua penyakit tanaman yang utama adalah Sakit Bujang (Penyakit Kuning/Yellow desease) dan Mati Mendadak (Sudden death). Kedua penyakit ini menyebabkan kematian tanaman hingga 35% per tahun. Masalah ini telah memperpendek umur produktif tanaman di Bangka hingga menjadi hanya 5 sampai 7 tahun, padahal pada periode yang lalu misalnya pada periode tahun lima puluhan dan enam puluhan umur produktif tanaman dapat mencapai belasan tahun. Biaya-biaya yang dikeluarkan meliputi, sarana produksi, tenaga kerja, sewa lahan, dan pajak/PBB. Pada tingkat bunga 24% keuntungan bersih (NPV) dari budidaya ini mencapai Rp0.27 juta per hektar dengan nilai Net B/C Ratio 1.23, dan IRRsebesar32.49%. Sementara itu, pada tingkat bunga 30%, akan mengalami kerugian sebanyak 2 juta per hektar dengan nilai B/C Ratio 0.83. Pada tingkat input-output aktual, titik impas usahatani lada berada pada nilai IRR 24.63%.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Produksi Lada Putih

Ginting (2010) menggambarkan bahwa fluktuasi dan tren penurunan produksi lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga diikuti oleh fluktuasi dan tren penurunan luas areal tanam. Pada tahun 2008, luas areal tanaman lada menghasilkan di provinsi tersebut menurun sebesar 14 644.89 hektar (48.72%) dibandingkan tahun 2002. Jumlah ekspor lada menurun sebesar 21 133 759 ton (71.7%). Fluktuasi produksi lada dengan tren yang menurun di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini merupakan dampak dari terjadinya hal yang sama di tingkat kabupaten dan kota, terutama enam kabupaten yang merupakan daerah penghasil lada di Provinsi tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya indikasi terhadap harga jual lada, adanya peluang usaha lain, dan penerapan teknologi budidaya lada petani mempengaruhi produksi lada di Kabupaten Bangka. Adanya peralihan usaha pada komoditi lainnya seperti karet dan kelapa sawit merupakan pilihan utama petani lada untuk berdiversifikasi usaha karena dianggap lebih menguntungkan daripada mengusahakan lada. Komoditi karet dan kelapa sawit mengalami perkembangan yang positif terlihat dari tren produksinya yang semakin meningkat. Sementara itu, komoditi lada perkembangannya negatif yang terlihat dari tren produksinya yang menurun. Penerapan teknologi budidaya lada petani masih dikategorikan rendah, dilihat dari pengolahan lahan yang masih tradisional, kurangnya pemeliharaan, serta kurangnya pengendalian hama dan penyakit. Akibatnya, tanaman lada yang diusahakan tidak berproduksi dengan baik. Selama tahun 2009, harga dari hasil karet dan kelapa sawit sebagai alih usaha lain utama yang dilakukan oleh responden petani lada sangat membantu perekonomian teknologi budidaya lada petani yang mencakup teknik budidaya lada (pemupukan, penggunaan bibit unggul, pengendalian hama dan penyakit) berpengaruh positif terhadap produksi lada.

Menurut Kurniawati Y, et al. 2009 dalam Ginting (2010), menyebutkan bahwa telah terjadi penurunan jumlah produksi lada yang disebabkan oleh 1) menurunnya harga jual lada (sekitar Rp37.750 sampai Rp40.000 per kg), 2) biaya yang cukup besar harus dikeluarkan petani lada untuk mebudidayakan lada, seperti biaya pupuk kimia dan tenaga kerja untuk merawat kebun lada, dan


(27)

3) petani beralih profesi ke usaha lain seperti penambang timah, serta berkebun kelapa sawit dan karet, dimana harga jual dan proses produksi dianggap lebih cepat dan lebih mudah. Usaha lada pada dasarnya membutuhkan waktu yang relatif lama untuk dapat dipanen (sekitar 2-3 tahun) juga memerlukan biaya, tenaga, dan waktu dalam perawatannya, ditambah harga pupuk dan bibit yang mahal serta sulit diperoleh. Petani lada membutuhkan pengembalian keuntungan (uang) dalam waktu yang cepat. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar petani lada beralih profesi ke bidang lain, seperti penambang timah, berkebun kelapa sawit, atau berkebun karet. Pertanian lada yang dikembangkan oleh petani lada di Bangka Belitung pada umumnya menggunakan teknologi tradisional, dalam lingkup yang kecil dan sederhana dan hingga saat ini tidak mengalami perubahan yang signifikan.

Hal tersebut dipertegas oleh hasil studi lapang dari Daras dan Pranowo, (2009)8 bahwa adanya penurunan produksi yang disebabkan oleh penurunan luas areal lada di Bangka Belitung disebabkan oleh empat faktor. Empat faktor dominan yang menjadi penyebabnya adalah fluktuasi harga lada, gangguan OPT, dampak penambangan timah ilegal, dan pengembangan komoditas lain. Lada merupakan komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar internasional berpengaruh langsung terhadap harga lada di dalam negeri. Ketika harga lada di tingkat petani rendah, banyak petani lada tidak mampu merawat tanaman secara baik sehingga produktivitasnya menurun. Hama utama lada seperti penggerek batang (Lophobaris piperis), pengisap bunga (Diconocoris hewitti) dan pengisap buah (Dasynus piperis). Penyakit utama yang menyerang pertanaman lada di Bangka Belitung adalah penyakit kuning.

Kegiatan penambangan timah mampu memberikan pendapatan secara cepat. Akibatnya, sebagian petani lada beralih ke usaha penambangan timah sehingga kegiatan budidaya lada hanya sebagai usaha sampingan dan menjadi terbengkalai. Kondisi ini menyebabkan produksi dan produktivitas lada semakin menurun. Tidak diperoleh data atau informasi yang akurat mengenai kerusakan lingkungan di Bangka Belitung akibat penambangan timah yang tidak terkendali. Bahkan, sebagian petani tidak lagi menanam lada atau mengurangi luas areal lada dengan beralih pada budidaya komoditas lain. Komoditas perkebunan alternatif tersebut, seperti; karet, kelapa, dan kelapa sawit. Kelapa sawit sebagai komoditas baru di Bangka Belitung memperlihatkan perkembangan luas areal tanam yang pesat selama tahun 2001 sampai 2006 dengan laju pertumbuhan rata-rata 107.60% per tahun. Selama 5 tahun, luas areal kelapa sawit di Bangka Belitung meningkat hampir 25 kali lipat.

8

Usman Daras dan D. Pranowo. 2009. Kondisi Kritis Lada Putih Bangka Belitung dan Alternatif Pemulihannya. http:// http://pustaka.litbang.deptan.go.id. [Diakses tanggal 06 Juli 2013]


(28)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Investasi

Gittinger (1986) mengungkapkan bahwa kegiatan investasi dapat mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode waktu. Secara umum, bisnis merupakan kegiatan yang mengeluarkan biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil atau benefit dan secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaan dalam satu unit bisnis. Dalam studi kelayakan bisnis adanya penilaian investasi bertujuan untuk menghindari terjadinya investasi yang tidak menguntungkan karena bisnis yang tidak layak akibat kekeliruan dan kesalahan dalam menilai investasi yang menyebabkan risiko yang menimbulkan kerugian.

Studi Kelayakan Bisnis

Sektor agribisnis merupakan lahan yang potensial bagi pertumbuhan perekonomian nasional, karena dapat menyerap banyak tenaga kerja mulai dari tingkat petani, produksi maupun tingkat pemasaran. Dalam meyakinkan para pelakunya, membutuhkan suatu analisis kelayakan terhadap bisnis yang akan dijalankan. Studi kelayakan bisnis merupakan analisis tentang kelayakan dari suatu kegiatan investasi yang dapat memberikan manfaat atau tidak apabila dilaksanakan. Sebagai bahan pertimbangan pengambilan suatu keputusan bisnis, studi kelayakan bisnis mempunyai keterikatan dengan kepentingan masyarakat dan pemerintah. Penilaian dalam studi kelayakan bisnis dilakukan secara menyeluruh dalam berbagai aspek Nurmalina, et al. ( 2010).

Aspek Studi Kelayakan Bisnis

Menurut Nurmalina, et al. ( 2010) dalam tahap persiapan dan analisis suatu kelayakan bisnis perlu mempertimbangkan berbagai aspek yang mungkin terlibat dan saling berkaitan. Aspek tersebut terdiri dari aspek non finansial dan aspek finansial. Aspek non finansial, meliputi, aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen-hukum, aspek sosial-ekonomi-budaya, dan aspek lingkungan.

Gittinger (1986) menyatakan ada enam aspek yang harus dipertimbangkan dalam proyek-proyek pertanian, yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen (aspek institusional-organisasi-manajerial), aspek sosial, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Dalam penelitian mengenai analisis kelayakan budidaya lada putih ini meliputi beberapa aspek terkait, yaitu; aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, dan aspek finansial.

Aspek Non Finansial

Aspek Pasar

Aspek komersial suatu proyek adalah rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek Gittinger (1986). Analisis pemasaran penting dilakukan untuk mengetahui tingkat permintaan dan penawaran terhadap


(29)

barang-barang atau jasa-jasa yang dihasilkan dari pelaksanaan proyek. Menurut Suratman (2002) kajian aspek pasar berkaitan dengan ada tidaknya potensi dan peluang pasar atas suatu produk yang akan dihasilkan.

Aspek Teknis

Menurut Gittinger (1986), analisis secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang dan jasa. Selain itu, aspek teknis akan menguji hubungan-hubungan teknis dalam suatu proyek terhadap pertanian yang diusulkan, keadaan tanah di daerah proyek dan potensinya bagi pembangunan pertanian, ketersediaan air, varietas bibit tanaman dan benih ternak yang cocok dengan areal proyek, pengadaan produksi, potensi dan keinginan penggunaan mekanisasi dan pemupukan areal, dan alat-alat kontrol yang diperlukan.

Aspek Manajemen

Dalam aspek manajemen, menurut Gittinger (1986), pada proyek-proyek pertanian suatu kemampuan manajerial petani harus diikut sertakan. Para petani yang mempunyai pengalaman terbatas harus diarahkan untuk mempelajari keahlian baru tersebut, rancangan organisasi, dan biaya-biaya adminstrasi untuk proyek yang dilakukan. Kontribusi suatu investasi dalam menciptakan pendapatan baru yang sangat sensitif terhadap keterlambatan dalam pelaksanaan proyek. Aspek ini berkaitan dengan pengorganisasian dan pengelolaan sumberdaya-sumberdaya yang terlibat dalam pelaksanaaan proyek. Analisis dilakukan berkenaan dengan model dan personal manajerial yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan perencanaan dan operasional harus sesuai dengan bentuk dan tujuan dari proyek.

Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan

Dalam aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dinilai adalah dampak yang diberikan oleh bisnis tersebut secara sosial, ekonomi, dan lingkungannya di dalam masyarakat. Gittinger (1986) menyatakan bahwa pertimbangan-pertimbangan sosial harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan bahwa suatu proyek yang diusulkan tanggap terhadap keadaan sosial atau lingkungan tersebut. Analisis aspek ini juga berkenaan dengan kontribusi bisnis atau proyek terhadap manfaat ekonomi, seperti: penyerapan tenaga kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan keberlangsungan dari lingkungan sekitar.

Aspek Finansial

Dalam analisis finansial, tujuan utamanya adalah untuk menentukan proyeksi mengenai anggaran yang akan digunakan secara efisien dengan cara mengestimasi penerimaan dan pengeluaran pada saat pelaksanaan proyek serta pada masa-masa yang akan datang setiap tahunnya (Gittinger 1986). Menurut Umar (2005), tujuan dari analisis aspek finansial pada suatu analisis kelayakan proyek adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti: ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam kurun waktu yang telah ditentukan, dan


(30)

menilai suatu proyek akan dapat berkembang terus. Aspek ini bertujuan untuk menilai biaya-biaya yang akan dihitung dan besarnya biaya-biaya yang akan dikeluarkan serta besarnya pendapatan yang akan diterima jika bisnis dijalankan. Hal-hal yang diteliti dalam aspek ini adalah lama pengembalian investasi yang ditanamkan, sumber pembiayaan, tingkat suku bunga yang berlaku, biaya kebutuhan investasi, dan aliran kas (cashflow).

Teori Biaya dan Manfaat

Dalam menganalisis suatu usaha, tujuan analisis harus disertai dengan definisi biaya dan manfaat. Biaya diartikan sebagai salah satu yang mengurangi suatu tujuan, sedangkan manfaat adalah segala sesuatu yang membantu terlaksananya suatu tujuan (Gittinger 1986). Menurut Nurmalina et al. (2010), biaya didefinisikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi tujuan bisnis, sedangkan manfaat adalah sesuatu yang menimbulkan kontribusi terhadap tujuan suatu proyek. Dalam analisis bisnis, umumnya biaya yang dimasukkan adalah biaya-biaya yang langsung berpengaruh terhadap suatu investasi, yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Menurut Nurmalina et al. (2010) komponen-komponen biaya tersebut pada dasarnya terdiri dari:

1. Barang-barang fisik

Barang atau bahan dalam bentuk fisik sebagai material untuk terbentuknya asset bisnis maupun yang dibutuhkan untuk bahan material dalam operasional bisnis. Adapun contohnya, seperti gudang penyimpanan produksi, atau input-input untuk menghasilkan komoditi pertanian, seperti benih, pupuk, dan pestisida.

2. Tenaga kerja

Tenaga kerja juga mudah diidentifikasi dalam bisnis-bisnis pertanian dan agroindustri.

3. Tanah

Komponen tanah tidak dapat habis terpakai selama umur bisnis. 4. Biaya tak terduga

Biaya tak terduga dapat dibagi atas dua macam biaya. Pertama, biaya tak terduga yang bersifat fisik, contohnya jumlah penggunaan input yang lebih banyak yang diakibatkan oleh perubahan perencanaan spesifikasi bisnis. Kedua, biaya tak terduga harga yang lebih jauh akibat perubahan harga relatif dan inflasi.

5. Sunk Cost

Sunk cost merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan di masa lalu sebelum investasi baru yang direncanakan akan ditetapkan.

Dalam arus cashflow terdapat aliran yang menunjukkan pengurangan kas akibat biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan bisnis di awal pendirian maupun pada saat tahun berjalan. Komponen-komponen yang terdapat dalam arus kas keluar (outflow), diantaranya: biaya investasi, biaya operasional, debt service, dan pajak.

1. Biaya Investasi

Biaya investasi adalah biaya yang umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan dan pada saat tertentu untuk memperoleh manfaat beberapa tahun kemudian. Biaya investasi juga dapat dikeluarkan pada beberapa tahun setelah bisnis berjalan yang disebut dengan biaya reinvestasi.


(31)

2. Biaya Operasional

Biaya operasional menggambarkan pengeluaran untuk menghasilkan produksi yang digunakan bagi setiap proses produksi dalam satu periode kegiatan produksi. Biaya operasional terdiri dari dua komponen utama, yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya selaras dengan perkembangan produksi atau penjualan setiap tahun. Sementara itu, biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak terpengaruh oleh perkembangan jumlah produksi atau penjualan dalam satu tahun.

3. Debt Service

Debt service merupakan pembayaran yang dilakukan berupa suku bunga dan modal yang dipinjam. Biaya ini dikeluarkan untuk pembayaran modal pinjaman yang diterima oleh suatu usaha.

4. Pajak

Pajak berhubungan dengan pengurangan manfaat bersih yang diterima bisnis. Menurut Nurmalina et al. (2010), manfaat bisnis terdiri dari tiga macam, yaitu tangible benefit, indirect or secondary benefit, dan intangible benefit. Tangible benefit adalah manfaat yang dapat diukur. Pada umumnya disebabkan oleh peningkatan produksi, perbaikan kualitas produk, perubahan waktu dan lokasi penjualan, perubahan bentuk produk, mekanisasi pertanian, pengurangan biaya transportasi, dan penurunan atau menghindari kerugian. Indirect or secondary benefit adalah manfaat yang dirasakan di luar bisnis itu sendiri sehingga mempengaruhi keadaan ekstemal di luar bisnis. Intangible benefit adalah adanya manfaat yang rill tapi sulit diukur seperti: bisnis pertamanan yang memberikan manfaat berupa keindahan, kenyamanan, kesegaran, dan kesehatan. Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money)

Menurut Nurmalina et al. (2010), konsep waktu uang merupakan suatu konsep yang mengacu pada perbedaan nilai uang yang disebabkan karena perbedaan waktu. Manfaat time value of money adalah untuk mengetahui bahwa investasi yang dilakukan dapat memberikan keuntungan atau tidak dengan adanya perbedaan waktu. Dalam menilai kelayakan (investasi), efisiensi penggunaan sumber-sumber daya yang tebatas yang menjadi perhatian utama. Penilaian jumlah sumber daya yang terserap dalam bisnis, dibandingkan dengan hasil yang diharapkan dari penggunaan sumber-sumber tersebut setelah diolah (output) atau membandingkan biaya dan manfaat bisnis.

Dalam menganalisis pendanaan bisnis mempertimbangkan faktor inflasi, namun apabila menganalisis efisiensi penggunaan sejumlah sumberdaya yang akan terserap dalam bisnis maka harus lebih memperhatikan faktor produktivitas sumber-sumber tersebut. Adanya faktor inflasi, time preference of money, risiko, dan ketidakpastian serta faktor produktivitas uang akan mempengaruhi nilai uang sekarang dibandingkan dengan nilainya diwaktu yang akan datang. Opportunity cost of capital atau biaya imbangan dari modal yang diinvestasikan dalam bisnis merupakan dasar dalam penentuan tingkat bunga (tingkat diskonto/ discount rate atau tingkat penggandaaan/ compounding rate).


(32)

Umur Bisnis

Berdasarkan Nurmalina et al. (2010) penentuan panjangnya umur bisnis suatu bisnis berdasarkan tingkat kemampuan kegiatan bisnis. Terdapat beberapa cara diantaranya:

1. Umur ekonomis suatu bisnis

Ditetapkan berdasarkan jangka waktu yang kira-kira sama dengan umur ekonomis dari aset terbesar yang ada pada bisnis yaitu jumlah tahun selama pemakaian aset tersebut dan meminimumkan biaya tambahannya.

2. Umur teknis

Umur teknis digunakan untuk memudahkan perhitungan dan pada umumnya digunakan untuk bisnis besar bergerak. Umur teknis umumnya lebih panjang dibandingkan umur ekonomis, tetapi hal ini tidak berlaku apabila ada keusangan teknologi dengan adanya penemuan teknologi baru (absolence). 3. Untuk bisnis yang umur teknis atau ekonomisnya lebih dari 25 tahun biasanya

umur bisnis ditentukan selama 25 tahun karena nilai setelah 25 tahun akan menghasilkan nilai discount factor yang kecil mendekati nol jika dihitung pada discount rate dengan tingkat bunga lebih besar dari 10%.

Laporan Laba/ Rugi

Menurut Nurmalina et al. (2010), laporan laba rugi menggambarkan kinerja perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya selama periode tertentu. Langkah penting yang dilakukan dalam pengelolaan usaha adalah menyusun laporan laba rugi yang berisi tentang total penerimaan, pengeluaran dan kondisi keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan dalam satu tahun akuntansi atau produksi.

Kriteria Investasi

Pada analisis finansial dilakukan evaluasi terhadap kriteria kelayakan investai. Kriteria kelayakan investasi menurut Nurmalina et al. (2010) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. NPV (Net Present Value) atau nilai kini manfaat bersih merupakan selisih antara total present value manfaat dengan total present value biaya atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Suatu bisnis dinyatakan layak jika jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan.

2. IRR (Internal Rate of Return) menilai besarnya pengembalian usaha atau bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. IRR adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol (NPV=0). Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini dinyatakan dalam satuan persentase (%). Terdapat hubungan antara IRR dan NPV. IRR merupakan tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan 0. Artinya, pada saat tingkat discount rate sebesar IRR akan menghasilkan NPV sama dengan 0. Hubungan antara NPV dan IRR ditunjukkan pada gambar 2.

3. Net B/C ratio merupakan perbandingan antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Dengan kata lain, manfaat yang menguntungkan bisnis terhadap satu kerugian dari bisnis tersebut.

4. PP (Payback Period) merupakan metode yang digunakan untuk mengukur waktu pengembalian investasi dari suatu bisnis.


(33)

Analisis Sensitivitas dan Switching Value

Analisis sensitivitas digunakan untuk menganalisa adanya pengaruh resiko, ketidakpastian di masa mendatang serta adanya perubahan-perubahan yang terjadi terkait dengan keberlangsungan suatu proyek.

Menurut Gittinger (1986) proyek pertanian sensitif terhadap perubahan empat faktor atau variabel, antara lain:

1. Harga

Pada setiap proyek pertanian ada kemungkinan terjadi kekeliruan terhadap harga jual produk. Oleh sebab itu, diperlukan analisis untuk membuat asumsi alternatif mengenai harga jual pada masa yang akan datang dan meneliti pengaruhnya terhadap manfaat sekarang (netto) yang akan diterima oleh proyek terhadap tingkat pengembalian secara finansial maupun ekonomi atau terhadap perbandingan manfaat dan investasi bersih.

2. Keterlambatan Pelaksanaan

Keterlambatan pelaksanaan mempengaruhi hampir semua proyek pertanian. Masalah keterlambatan dalam pemesanan dan penerimaan peralatan baru, serta persyaratan administrasi yang tak terhindarkan akan memperlambat pelaksanaan proyek karena pada pelaksanaan pertanian memiliki keterkaitan dan terintegrasi dengan berbagai subsistem dalam sistemnya.

3. Kenaikan biaya

Proyek-proyek cenderung sangat sensitif terhadap kenaikan biaya terutama konstruksi biaya seringkali diperkirakan sebelum proyek dilaksanakan yang mungkin faktor diskonto yang digunakan terlalu besar atau karena semua fasilitas harus sudah tersedia padahal manfaat proyek belum dapat direalisasi. 4. Hasil

Dalam proyek-proyek pertanian, terdapat kecenderungan untuk bersikap optimis dalam memperkirakan hasil yang akan diperoleh, terutama bila suatu

Gambar 2 Hubungan antara NPV dan IRR

Sumber: Nurmalina, et al. (2010)

560

760 0

-260 25

(i1)

30 (i2)

10 OCC

IRR


(1)

Lampiran 5 Laporan laba/rugi pada budidaya lada putih di Desa Kundi pada

luasan 1 hektar

Uraian Tahun

1 2 3 4 5 6

PENERIMAAN

A. Produksi Lada Putih 11 039 000 103 501 000 66 400 000 32 619 000 B. Bibit Lada Putih 12 000 000

TOTAL PENERIMAAN 0 12 000 000 11 039 000 103 501 000 66 400 000 32 619 000 BIAYA VARIABEL

A. Pupuk

- Pupuk Organik 600 000

- Pupuk Urea 660 000 990 000 1 980 000 2 640 000 1 760 000 1 760 000 - Pupuk SP-36/TSP 360 000 720 000 1 440 000 2 160 000 1 440 000 1 440 000 -Pupuk NPK 450 000 450 000 450 000 900 000 450 000 450 000 - Pupuk Phonska 420 000 420 000 840 000 840 000 560 000 560 000 B. Pestisida

- Puradan 250 000

- Matador 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000 - Baycid 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000 C. Tali 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 D. Biaya Tenaga Kerja 18 292 250 11 621 250 11 913 750 24 406 750 22 275 000 4 509 000 TOTAL BIAYA

VARIABEL

21 206 250 14 375 250 16 797 750 31 120 750 26 619 000 8 853 000

LABA KOTOR -21 206 250 - 2 375 250 -5 758 750 72 380 250 39 781 000 23 776 000 BIAYA TETAP

A. Biaya Pajak PBB 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 B. Penyusutan 74 850 74 850 74 850 74 850 74 850 74 850 TOTAL BIAYA TETAP 89 850 89 850 89 850 89 850 89 850 89 850 LABABERSIH SEBELUM

BUNGA DAN PAJAK

-21 296 100 - 2 465 100 -5 848 600 72 290 400 36 691 150 23 676 150

BIAYA BUNGA 0 0 0 0 0 0

LABABERSIH SEBELUM PAJAK

-21 296 100 - 2 465 100 -5 848 600 72 290 400 36 691 150 23 676 150

PAJAK 0 0 0 0 0 0

LABA BERSIH SETELAH PAJAK


(2)

Lampiran 6

Cashflow

Budidaya lada putih di Desa Kundi pada luasan lahan

1 hektar

Uraian Tahun

1 2 3 4 5 6

INFLOW

1. Produksi Lada Putih 11 039 000 103 501 000 66 400 000 32 619 000 2. Bibit Lada Putih 12 000 000

3. Nilai Sisa 5 217 150

TOTAL INFLOW 0 12 000 000 11 039 000 103 501 000 66 400 000 37 836 150 OUTFLOW

BIAYA INVESTASI

a. Lahan 5 000 000 b. Bibit 9 342 000

c. Cangkul 108 000 108 000

d. Parang 97 000 97 000

e. Linggis 87 000 87 000

f. Ajir/Tajar 26 469 000 TOTAL BIAYA

INVESTASI

41 103 000 87 000 97 000 108 000

BIAYA OPERASIONAL A. Biaya Variabel a. Pupuk

- Pupuk Organik 600 000

- Pupuk Urea 660 000 990 000 1 980 000 2 640 000 1 760 000 1 760 000 - Pupuk SP-36/TSP 360 000 720 000 1 440 000 2 160 000 1 440 000 1 440 000 - Pupuk NPK 450 000 450 000 450 000 900 000 450 000 450 000 - Pupuk Phonska 420 000 420 000 840 000 840 000 560 000 560 000 b. Pestisida

- Puradan 250 000

- Matador 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000 - Baycid 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000 c. Tali 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 d. Biaya Tenaga Kerja 18 292 250 11 621 250 11 913 750 24 406 750 22 275 000 4 509 000 B. Biaya Tetap

Biaya pajak PBB 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 TOTAL BIAYA

OPERASIONAL

21 221 250 14 390 250 16 812 750 31 135 750 26 634 000 8 868 000

TOTAL OUTFLOW 62 324 250 14 390 250 16 812 750 31 135 750 26 634 000 8 976 000 NET BENEFIT -62 324 250 -2 390 250 -5 773 750 72 278 250 39 669 000 28 860 150

DF (5.75 %) 0.95 0.89 0.85 0.80 0.76 0.72

PV NET BENEFIT (NPV)

-58 935 461 -2 137 384 -4 882 214 57 794 449 29 995 035 20 635 563

PV Benevit / Tahun - 10 730 513 9 334 447 82 760 488 50 207 223 27 053 576 PV Cost/ Tahun 58 935 461 12 867 897 1 14 216 662 24 966 039 20 212 188 6 418 013

NPV 42 469 987

IRR 22%

PV POSITIF 101 405 448 PV NEGATIF -58 935 461

NET B/C 1.72

PAYBACK PERIOD 4 tahun 3 bulan 8 hari


(3)

Lampiran 7 Analisis

Switching Value B

udidaya lada putih di Desa Kundi pada

luasan lahan 1 hektar apabila terjadi penurunan harga jual lada

putih yaitu 25.64% atau Rp61 718.80

Uraian 1 2 3 Tahun 4 5 6

INFLOW

1. Produksi Lada Putih 8 203 358 76 961 068 49 373 580 24 254771

2. Bibit Lada Putih 12 000 000

3. Nilai Sisa 5 217 150

TOTAL INFLOW 0 12 000 000 8 203 358 76 961 068 49 373 580 29 471 921

OUTFLOW

BIAYA INVESTASI

a. Lahan 5 000 000 b. Bibit 9 342 000

c. Cangkul 108 000 108 000

d. Parang 97 000 97 000

e. Linggis 87 000 87 000

f. Ajir/Tajar 26 469 000 TOTAL BIAYA

INVESTASI

41 103 000 87 000 97 000 108 000

BIAYA OPERASIONAL A. Biaya Variabel a. Pupuk

- Pupuk Organik 600 000

- Pupuk Urea 660 000 990 000 1 980 000 2 640 000 1 760 000 1 760 000 - Pupuk SP-36/TSP 360 000 720 000 1 440 000 2 160 000 1 440 000 1 440 000 -Pupuk NPK 450 000 450 000 450 000 900 000 450 000 450 000 - Pupuk Phonska 420 000 420 000 840 000 840 000 560 000 560 000 b. Pestisida

- Puradan 250 000

- Matador 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000 - Baycid 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000 c. Tali 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 d. Biaya Tenaga Kerja 18 292 250 11 621 250 11 913 750 24 406 750 22 275 000 4 509 000 B. Biaya Tetap

Biaya pajak PBB 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 TOTAL BIAYA

OPERASIONAL

21 221 250 14 390 250 16 812 750 31 135 750 26 634 000 8 868 000

TOTAL OUTFLOW 62 324 250 14 390 250 16 812 750 31 135 750 26 731 000 8 976 000 NET BENEFIT -62 324 250 -2 390 250 -8 604 392 45 738 318 22 642 580 20 495 921

DF (5.75 %) 0.95 0.89 0.85 0.80 0.76 0.72

PV NET BENEFIT (NPV)

-58 935 461 -2 137 384 -7 275 772 36 572 840 17 120 799 14 654 978

PV Benevit / Tahun - 10 730 513 6 940 890 61 538 879 37 332 987 21 072 991 PV Cost/ Tahun -58 935 461 12 867 897 14 216 662 24 966 039 20 212 188 6 418 013

NPV 0

IRR 5.75%

PV POSITIF 58 935 461 PV NEGATIF -58 935 461

NET B/C 1.00


(4)

Lampiran 8 Analisis

Switching Value B

udidaya lada putih di Desa Kundi pada

luasan lahan 1 hektar apabila terjadi penurunan jumlah produksi lada

putih sebesar 25.64%

Uraian Tahun

1 2 3 4 5 6

INFLOW

1. Produksi Lada Putih 8 203 358 76 961 068 49 373 580 24 254771

2. Bibit Lada Putih 12 000 000

3. Nilai Sisa 5 217 150

TOTAL INFLOW 0 12 000 000 8 203 358 76 961 068 49 373 580 29 471 921

OUTFLOW

BIAYA INVESTASI

a. Lahan 5 000 000 b. Bibit 9 342 000

c. Cangkul 108 000 108 000

d. Parang 97 000 97 000

e. Linggis 87 000 87 000

f. Ajir/Tajar 26 469 000 TOTAL BIAYA

INVESTASI

41 103 000 87 000 97 000 108 000

BIAYA OPERASIONAL A. Biaya Variabel a. Pupuk

- Pupuk Organik 600 000

- Pupuk Urea 660 000 990 000 1 980 000 2 640 000 1 760 000 1 760 000 - Pupuk SP-36/TSP 360 000 720 000 1 440 000 2 160 000 1 440 000 1 440 000 -Pupuk NPK 450 000 450 000 450 000 900 000 450 000 450 000 - Pupuk Phonska 420 000 420 000 840 000 840 000 560 000 560 000 b. Pestisida

- Puradan 250 000

- Matador 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000 - Baycid 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000 c. Tali 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 d. Biaya Tenaga Kerja 18 292 250 11 621 250 11 913 750 24 406 750 22 275 000 4 509 000 B. Biaya Tetap

Biaya pajak PBB 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 TOTAL BIAYA

OPERASIONAL

21 221 250 14 390 250 16 812 750 31 135 750 26 634 000 8 868 000

TOTAL OUTFLOW 62 324 250 14 390 250 16 812 750 31 135 750 26 731 000 8 976 000 NET BENEFIT -62 324 250 -2 390 250 -8 604 392 45 738 318 22 642 580 20 495 921

DF (5,75 %) 0.95 0.89 0.85 0.80 0.76 0.72

PV NET BENEFIT (NPV)

-58 935 461 -2 137 384 -7 275 772 36 572 840 17 120 799 14 654 978

PV Benevit / Tahun - 10 730 513 6 940 890 61 538 879 37 332 987 21 072 991 PV Cost/Tahun -58 935 461 12 867 897 14 216 662 24 966 039 20 212 188 6 418 013

NPV 0

IRR 5.75%

PV POSITIF 58 935 461 PV NEGATIF -58 935 461

NET B/C 1.00


(5)

Lampiran 9 Analisis

Switching Value B

udidaya lada putih di Desa Kundi pada

luasan lahan 1 hektar apabila terjadi kenaikan harga pupuk sebesar

311.637%

Uraian Tahun

1 2 3 4 5 6

INFLOW

1. Produksi Lada Putih 11 039 000 103 501 000 66 400 000 32 619 000

2. Bibit Lada Putih 12 000 000

3. Nilai Sisa 5 217 150

TOTAL INFLOW 0 12 000 000 11 039 000 103 501 000 66 400 000 37 836 150

OUTFLOW

BIAYA INVESTASI

a. Lahan 5 000 000 b. Bibit 9 342 000

c. Cangkul 108 000 108 000

d. Parang 97 000 97 000

e. Linggis 87 000 87 000

f. Ajir/Tajar 26 469 000 TOTAL BIAYA

INVESTASI

41 103 000 87 000 97 000 108 000

BIAYA OPERASIONAL A. Biaya Variabel a. Pupuk

- Pupuk Organik 1 869 821

- Pupuk Urea 2 056 803 3 085 204 6 170 408 8 227 211 5 484 808 5 484 808 - Pupuk SP-36/TSP 1 121 892 2 243 785 4 487 570 6 731 355 4 487 570 4 487 570 -Pupuk NPK 1 402 366 1 402 366 1,402 366 2 804 731 1 402 366 1 402 366 - Pupuk Phonska 1 308 875 1 308 875 2 617 749 2 617 749 1 745 166 1 745 166 b. Pestisida

- Puradan 250 000

- Matador 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000 - Baycid 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000 c. Tali 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 d. Biaya Tenaga Kerja 18 292 250 11 621 250 11 913 750 24 406 750 22 275 000 4 509 000 B. Biaya Tetap

Biaya pajak PBB 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 TOTAL BIAYA

OPERASIONAL 26 491 006 19 850 479 26 780 843 44 976 796 35 543 909 17 777 909 TOTAL OUTFLOW 67 594 006 19 850 479 26 780 843 45 063 796 35 640 909 17 885 909 NET BENEFIT -67 594 006 -7 850 479 -15 741 843 58 437 204 30 759 091 19 950 241

DF (5.75 %) 0.95 0.89 0.85 0.80 0.76 0.72

PV NET BENEFIT (NPV)

-63 918 682 -7 019,973 -13 311 115 46 727 003 23 257 960 14 264 807 PV Benevit / Tahun 10 730 513 9 334 447 82 760 488 50 207 223 27 053 576 PV Cost/ Tahun

63,918,682 17 750 486 22 645 562 36 033 485 26 949 263 12 788 769

NPV 0

IRR 5.75%

PV POSITIF 63 918 682 PV NEGATIF - 63 918 682

NET B/C 1.00


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Belinyu-Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

pada tanggal 01 November 1991. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara

pasangan Bapak Eduard Syrman dan Ibu Rusmiati. Setelah lulus SD, penulis

melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Belinyu-Bangka. Pada tahun 2009 penulis

lulus dari SMA Negeri 2 Kraatau Steel Cilegon Bogor dan pada tahun yang sama,

penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Depertemen Agribisnis, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, IPB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan

maupun organisasi. Kepanitiaan yang pernah diikuti diantaranya yaitu sebagai

Sekretaris

One Day No Rice

HIPMA IPB tahun 2011, Sekretaris Jelajah Tani

(

Fieldtrip

Agribisnis 46 Jawa-Bali) tahun 2012, sebagai Staf Konsumsi pada

kegiatan

Agribusiness National Competition

(Agrination) 2012, sebagai

Bendahara pada kegiatan

Agricareer

2012, Staf Humas pada kegiatan

Affection

2012. Sedangkan untuk organisasi yang diikuti yaitu sebagai Anggota Agriaswara

tahun 2009-2010, sebagai Sekretaris

Departement Career and Development

(CCDD) HIPMA IPB periode 2010-2011, dan sebagai Sekretaris Umum

Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) IPB periode

2011-2012.

Selama perkuliahan, penulis pernah memperoleh prestasi, diantaranya

sebagai Finalis FEM Ambassador 2010, juara 2 lomba penulisan proposal bisnis

dalam kegiatan Enterprise tingkat TPB (Tahap Persiapan Bersama), juara 1 lomba

masak dalam kegitan

I-Food Day

dari Himitepa Fateta IPB. Selain itu, penulis

juga mendapatkan Beasiswa POM dari tahun 2009-2010 dan Beasiswa BRI 100

tahun 2011-2012.