Development of pineapple seed propagation in vivo through aplication of auxin dan cytokinin

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT
NENAS SMOOTH CAYENNE SECARA IN VIVO MELALUI
APLIKASI AUKSIN DAN SITOKININ

NAEKMAN NAIBAHO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Pengembangan Teknologi Perbanyakan
Bibit Nenas Smooth Cayenne Secara In Vivo melalui Aplikasi Auksin dan
Sitokinin adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir tesis.


Bogor, Agustus 2012

Naekman Naibaho
NIM A251090061

ABSTRACT

Development of Pineapple Seed Propagation In Vivo Through Aplication of
Auxin dan Cytokinin. Under supervision of M. RAHMAD SUHARTANTO and
SOBIR
Pineapple plantation needs 40.000-60.000 seedlings per hectare, so it is important
to have simple, efficient and effective propagation technology. The objectives of
this research are to study the effect of IBA and BA to improve the success of seed
production by in vivo. The study was conducted in three experiments. The first
and the second experiment were to study the effect of indole-3-butyric acid (IBA)
at 0, 25, 50 ppm and Benzyl Adenine (BA) at 0,25,50 and 75 ppm on the
successful of basal leaf cuttings from stem and crown of pineapple GP-1 (Ananas
comosus L. Merr). The third experiment was to determine the effect of sytokinin
on the different size of buds generated from crown leaf cuttings. The result
showed that leaf cutting from stem potential used as an alternative materials for

seed propagation of pineapple. Increased of auxin concentration up to 50 ppm on
leaf cuttings of stem inhibit shoot height. Contrarily, cytokinin treatment up to 50
ppm increased the height of shoots. Application of auxin up to 50 ppm on leaf
cuttings of crown increase the percentage of rooted cuttings and percentage of
budding per shoots (2-3 shoot per cutting), but application of cytokines up to75
ppm suppress seedling height, width leave and reduce the emergence rate of
shoots at 50 ppm. Application of cytokinin (BA) 25 ppm and 50 ppm increased
the percentage of sprouted cuttings and number of nodules on small buds and
medium buds. Percentage sprouted cutting on small buds higher than medium and
bigger buds. Using economic analysis, it is showed that IBA 50 ppm application
on crown leaf cuttings is the most optimum materials used for seed propagation
by in vivo.The success of seed multiplication in vivo through cuttings leave from
the crown better than cuttings from leave stem.
Keywords : Pineapple seed, Leaf cutting of stem, Leaf cutting of crown, IBA,BA

RINGKASAN

NAEKMAN NAIBAHO. Pengembangan Teknologi Perbanyakan Bibit
Nenas Smooth Cayenne Secara In Vivo melalui Aplikasi Auksin dan
Sitokinin. Dibimbing oleh M. RAHMAD SUHARTANTO dan SOBIR.

Produksi nenas terus menurun seiring dengan penurunan luas pertanaman
sejak 2010 hingga 2012. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi Indonesia yang
potensial untuk mengembangkan tanaman nenas. Pengembangan nenas secara
luas membutuhkan jumlah bibit yang sangat besar sekitar 40.000-60.000 bibit per
ha. Penyediaan bibit secara massal selama ini hanya bisa disediakan melalui
perbanyakan in vitro. Namun demikian perbanyakan nenas dengan in vitro
memerlukan biaya yang sangat mahal, membutuhkan kemampuan khusus dan
sering terjadi variasi somaklonal pada bibit yang dihasilkan.
Kebutuhan bibit nenas Smooth Cayenne umumnya tergantung pada jumlah
anakan yang dihasilkan oleh induk tanaman. Jenis nenas Smooth Cayenne
umumnya hanya memproduksi satu atau dua anakan/sucker per tanaman.
Demikian halnya dengan sumber bibit asal mahkota, menjadi tidak tersedia ketika
penanaman selanjutnya karena buah dan mahkota terjual bersama sebagai buah
segar. Oleh karena itu, perlu dicari alternative teknik perbanyakan yang mudah
dilakukan dan manfaatkan sumber perbanyakan yang ada dan mudah diperoleh.
Teknologi pembibitan yang diharapkan adalah teknologi perbanyakan yang
mudah dilakukan tetapi dapat memproduksi secara massal, berkualitas, cepat,
seragam dan murah.
Perbanyakan melalui stek basal daun merupakan salah satu cara
konvensional yang dimodifikasi untuk memperbanyak bibit secara cepat dan

massal. Keberhasilan perbanyakan bibit nenas Smooth Cayenne dengan stek basal
daun belum banyak diketahui terutama yang menggunakan potongan basal daun
dari batang dan mahkota. Teknik ini merupakan modifikasi sistem perbanyakan
menggunakan stum batang (stem splitting) dan stek daun (stem leaf budding) yang
tingkat keberhasilan dan daya multiplikasinya belum maksimal dan sebagian
belum diketahui responnya terhadap ZPT. Oleh karena itu perlu usaha
mengoptimalkan teknik tersebut dengan cara pemberian zat pengatur tumbuh
(ZPT) sehingga diharapkan penyediaan bibit di lapang terpenuhi.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian zat
pengatur tumbuh auksin dan sitokinin serta interaksinya pada stek basal daun asal
batang dan mahkota. Penelitian ini juga bertujuan untuk mempelajari pengaruh
sitokinin terhadap berbagai ukuran mata tunas yang efektif meningkatkan jumlah
stek bernodul melalui stek basal daun asal mahkota. Disamping itu, diperoleh
informasi efesiensi ekonomis dan teknis teknologi produksi bibit nenas secara
stek.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Plastik Kebun Penelitian Tajur dan
Laboratorium Kultur Jaringan dan Molekuler Pusat Kajian Hortikultura Tropika,

IPB. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli 2011 sampai dengan Februari 2012.
Penelitian terdiri atas tiga percobaan. Percobaan pertama dan kedua adalah

mempelajari pengaruh sitokinin (BA) dan auksin (IBA) terhadap keberhasilan
produksi bibit dengan menggunakan eksplan stek basal daun asal batang dan
mahkota. Percobaan ketiga adalah aplikasi sitokinin BA terhadap berbagai ukuran
mata tunas yang dihasilkan oleh stek basal daun asal mahkota (crown). Percobaan
pertama dan kedua menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL)
faktorial, dengan dua faktor. Faktor pertama adalah taraf konsentrasi auksin
dengan tiga taraf yaitu, taraf 0 ppm, 25 ppm, 50 ppm dan faktor kedua adalah taraf
konsentrasi sitokinin dengan empat taraf yaitu, 0 ppm, 25 ppm, 50 ppm dan 75
ppm. Masing-masing percobaan terdiri dari 12 kombinasi perlakuan, dengan tiga
kali ulangan untuk setiap kombinasi perlakuan, sehingga terdapat 36 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 10 sampel stek basal daun.
Percobaan ketiga menggunakan model Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL)
dengan dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi sitokinin tiga taraf yaitu 0,
25 dan 50 ppm dan faktor kedua adalah tiga ukuran mata tunas hasil stek daun
asal mahkota yang terdiri dari tiga taraf yaitu mata tunas kecil, sedang (tunas
belum berdaun) dan mata tunas besar (tunas telah berdaun). Setiap perlakuan
diulang tiga kali sehingga diperoleh 27 satuan percobaan. Setiap satun percobaan
terdiri dari 10 stek basal daun asal mahkota.
Secara umum, perlakuan auksin dan sitokinin pada stek daun asal batang
dan mahkota, tidak memberikan pengaruh interaksi pada semua peubah yang

diamati namun sebagian peubah berpengaruh nyata berdasarkan faktor tunggal.
Percobaan pertama, menunjukkan bahwa stek basal daun asal batang dapat
digunakan sebagai bahan alternatif perbanyakan bibit nenas secara in vivo.
Pemberian auksin hingga konsentrasi 50 ppm pada stek batang dapat menghambat
pertumbuhan tunas dan sebaliknya pemberian Sitokinin hingga konsentrasi 50
ppm mampu meningkatkan tinggi tunas. Percobaan kedua, menunjukkan bahwa
pemberian ZPT auksin dan sitokinin pada stek basal daun asal mahkota mampu
meningkatkan keberhasilan perbanyakan bibit nenas melalui peningkatan
persentase stek berakar dan jumlah tunas. Kemampuan stek berakar dan bertunas
dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam jaringan stek.
Taraf konsentrasi auksin 50 ppm mampu meningkatkan persentase stek yang
berakar dan persentase jumlah stek yang menghasilkan 2-3 tunas per eksplan.
Sebaliknya, berdasarkan peubah tinggi dan lebar daun, pemberian taraf sitokinin
hingga 75 ppm justru menghambat pertumbuhan bibit berdasarkan peubah tinggi
bibit dan lebar daun serta dapat memperlambat waktu bertunas pada perlakuan 50
ppm. Percobaan ketiga menunjukkan bahwa aplikasi sitokinin (BA) 25 ppm dan
50 ppm pada stek basal daun asal mahkota yang tunas kecil menghasilkan
persentase stek bernodul dan jumlah nodul lebih tinggi daripada terhadap tunas
sedang dan besar. Berdasarkan analisis efesiensi dan ekonomi, menunjukkan
bahwa penggunaan auksin (IBA) 50 ppm pada stek daun asal mahkota adalah

yang paling optimal dan efesien. Secara umum, keberhasilan perbanyakan bibit
melalui stek asal mahkota lebih baik daripada asal batang.

Kata kunci : Bibit nenas, Stek basal daun asal mahkota, Stek basal daun asal
batang, IBA, BA.

©Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutif sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT
NENAS SMOOTH CAYENNE SECARA IN VIVO MELALUI
APLIKASI AUKSIN DAN SITOKININ


NAEKMAN NAIBAHO

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Megister Sains pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Tatiek Kartika

Judul Tugas akhir

Nama
NIM


: Pengembangan Teknologi Perbanyakan Bibit Nenas Smooth
Cayenne Secara In Vivo melalui Aplikasi Auksin dan
Sitokinin.
: Naekman Naibaho
: A251090061

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi.

Dr. Ir. Sobir, MSi

Ketua

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Ilmu dan Teknologi Benih

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal Ujian : 26 Agustus 2012

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul tesis
yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengembangan Teknologi Perbanyakan
Bibit Nenas Smooth Cayenne Secara In Vivo melalui Aplikasi Auksin dan
Sitokinin
Penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1.

Dr. M. Rahmad Suhartanto selaku dosen Ketua Komisi Pembimbing yang
telah memberikan kepercayaan dan bimbingan kepada penulis selama
penelitian hingga penyusunan tesis ini selesai.
2. Dr. Sobir selaku Anggota Komisi Pembimbing yang pengarahkan dan
memberikan bimbingan kepada penulis serta nasehat dan kemudahan selama
kuliah dan penelitian.
3. Dr. Ir. Tatiek Kartika, selaku penguji luar komisi yang telah memberikan
pengarahan dalam penyusunan tesis.
4. Prof. Dr. Satriyas Ilyas, MS, selaku penguji luar komisi yang telah
memberikan dukungan, pengarahan dan masukan dalam penyusunan tesis ini.
5. Prof. Dr. Sri Setyati Harjadi, atas dorongan dan dukungannya.
6. Orang tua tercinta dan seluruh keluarga di Sumatera dan Tasikmalaya,
terimaksih atas doa dan perhatiannya.
7. Pimpinan dan seluruh jajarannya di PKHT, atas izin dan bantuan biaya
pendidikan selama mengikuti program pendidikan S2.
8. Istri dan anak saya tercinta, atas doa dan motivasinya.
9. Rekan-rekan sejawat di PKHT IPB, atas dukungannya selama ini.
10. Rekan-rekan ITB 2009 dan 2010, atas kebersamaan dan semangat yang
diberikan.
11. Arya, atas bantuannya
12. Semua pihak yang membantu namun tidak tersebutkan satu per satu dalam
karya tulis ini, semoga tuhan memberi hidayahnya.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat

Bogor, Agustus 2012

Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Desember 1977 di Simalungun,
Sumatera Utara dari pasangan Purasa Naibaho (Alm) dan Nurhayati S. Penulis
merupakan Putra ke enam dari delapan bersaudara.
Pada tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri Sidamanik dan pada tahun
yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada Program Studi
Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 2001.
Pada tahun 2009 diterima sebagai mahasiswa di program Studi/Mayor Ilmu dan
Teknologi Benih.

 

i

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................

i

DAFTAR TABEL ...................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................

v

DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

vi

PENDAHULUAN ..................................................................................

1

Latar Belakang

........................................................................

1

Perumusan Masalah

........................................................................

3

Tujuan Penelitian

........................................................................

5

TINJAUAN PUSTAKA ......... ...............................................................

6

Morfologi Tanaman Nenas ..................................................................

6

Klasifikasi Nenas Klon GP-1 ...............................................................

7

Syarat Tumbuh

........................................................................

9

Bahan Perbanyakan Nenas ...................................................................

10

Zat Pengatur Tumbuh ........................................................................

11

Efesiensi Ekonomis dan Teknis ...........................................................

12

BAHAN DAN METODE ........................................................................

15

Tempat dan Waktu

........................................................................

15

Metode Penelitian

........................................................................

15

Percobaan I : Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap
Keberhasilan Stek Basal Daun Asal Batang ................................

15

Percobaan II : Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap
Keberhasilan Stek Basal Daun Asal Mahkota ...............................

18

Percobaan III : Pengaruh Pemberian BA terhadap Berbagai
Ukuran Mata Tunas Asal Stek Basal Daun Mahkota ...................

19

Analisis Data

.......................................................................

19

HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................

20

Kondisi Umum

........................................................................

Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Keberhasilan Stek Basal

20

ii

Daun Asal Batang Nenas Smooth Cayenne .........................................

22

Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Keberhasilan Stek
Basal Daun Asal Mahkota Nenas Smooth Cayenne ............................

34

Pengaruh Sitokinin BA pada Berbagai Ukuran Tunas terhadap
Kemampuan Stek Bernodul .................................................................

45

Efesiensi Ekonomis dan Teknis ...........................................................

49

Pembahasan Umum

........................................................................

54

SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................

65

Simpulan

........................................................................

65

Saran

........................................................................

66

DAFTAR PUSTAKA

........................................................................

67

LAMPIRAN

........................................................................

73

iii

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Auksin dan Sitokinin
terhadap Keberhasilan Stek Basal Daun Asal Batang Nenas
Smooth Cayenne Klon GP-1 ...............................................................

22

2. Pengaruh Konsentrasi Auksin dan Sitokinin terhadap Tinggi Tunas
pada Stek Basal Daun Asal Batang ....................................................

25

3. Pengaruh Konsentrasi Auksin dan Sitokinin terhadap Tinggi Bibit
pada Stek Basal Daun Asal Batang ....................................................

27

4. Ekstrapolasi Tinggi Bibit Nenas Hasil Stek Basal Daun Asal
Batang
.......................................................................

28

5. Pengaruh Konsentrasi Auksin terhadap Jumlah Daun pada Stek
Basal Daun Asal Batang ....................................................................

29

6. Pengaruh Konsentrasi Auksin terhadap Lebar Daun pada Stek
Basal Daun Asal Batang ....................................................................

30

7. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Panjang Akar, Persentase
Berakar, Bobot Kering Akar dan Bobot Bibit pada Stek
Basal Daun Asal Batang ...................................................................

31

8. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Persentase Stek Hidup
Jumlah Tunas per Stek, Persentase Stek Bertunas 2-3 Tunas
per Eksplan serta Waktu Bertunas pada Stek Basal Daun Asal
Batang
......................................................................

33

9. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Auksin dan Sitokinin
terhadap Keberhasilan Stek Basal Daun Asal Mahkota (crown) Nenas
Smooth Cayenne Klon GP-1 ............................................................
35
10. Respon Pemberian Auksin dan Sitokinin terhadap Tinggi Tunas pada
Stek Basal Daun Asal Mahkota ........................................................

36

11. Respon Pemberian Auksin dan Sitokinin terhadap Tinggi Bibit pada
Stek Basal Daun Asal Mahkota ........................................................

37

12. Hasil Ekstrapolasi Data Tinggi Bibit Nenas Asal Stek Basal Daun
Asal Mahkota
........................................................................

38

13. Pengaruh Konsentrasi Auksin terhadap Jumlah Daun pada Stek Basal
Daun Asal Mahkota ........................................................................
39
14. Pengaruh Konsentrasi Auksin terhadap Peubah Lebar Daun pada
Stek Basal Daun Asal Mahkota .........................................................

41

15. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Panjang Akar, Persentase
Stek Berakar, Bobot Kering Akar dan Bobot Bibit pada Stek Basal
Daun Asal Mahkota
......................................................................

42

16. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Persentase Tumbuh, Jumlah

iv

Tunas/Stek, Stek Bertunas 2-3 Tunas per Eksplan serta Waktu
Bertunas pada Stek Basal Daun Asal Mahkota .................................

43

17. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Sitokinin BA dan Ukuran Mata
Tunas terhadap Persentase Stek Berkalus dan Jumlah Mata Tunas ..

46

18. Pengaruh Interaksi Sitokinin dengan Ukuran Mata Tunas Stek
Terhadap Persentase Stek Bernodul pada 4 MST .............................

46

19. Pengaruh Interaksi Sitokinin dengan Ukuran Stek pada Jumlah Nodul
per Stek pada 4 MST ........................................................................
47
20. Efisiensi Ekonomis dan Teknis Kegiatan Produksi Bibit Nenas
Smooth Cayenne pada Stek Basal Daun Asal Mahkota .....................

51

21. Hasil uji T Perlakuan Auksin dan Sitokinin pada Batang Vs Auksin
dan Sitokinin pada Mahkota terhadap Tinggi Bibit, Persentase Stek
Tumbuh, Stek Berakar, Waktu Bertunas, Waktu Produksi Bibit
Mencapai 15 cm serta Total Jumlah Tunas per Satuan Percobaan ...

57

v

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Gambar Nenas Smooth Cayenne Smooth Cayenne Klon GP-1
(Sumber PKHT)
........................................................................

8

2. Kondisi stek basal daun yang mengalami gejala pembusukan akibat
Cendawan Phytopthora sp (A), gejala serangan Red spider
(Dolichote tranychus) (B), Kutu sisik (Diaspis bromeliad) (C),
serta serangan Dysmicoccos brevipes (kutu putih) pada pangkal
batang bibit (D).)
........................................................................

21

3. Morfologi Tunas Bernodul Asal Stek Mahkota : (A). Mata Tunas
Umur 1 MSA dan (B). Mata Tunas Umur 4 MSA (Pembesaran
Gambar 20 x)
........................................................................

45

 

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian ....................................................

74

2. Data Klimatologi Wilayah Ciawi Selama Penelitian ..........................

75

3. Data Analisis Kandungan Karbohidrat, Nitrogen dan Protein
pada Stek Basal Nenas Asal Batang dan Mahkota .............................

75

4. Keragaan Keberhasilan Stek 4 MST. (A) Stek Bertunas dan
Berakar (B).Stek Berakar tanpa Bertunas, (C). Stek Bertunas tanpa
Akar
........................................................................

76

5. Keragaan Perkembangan Akar dan Tunas pada Potongan Mahkota
dan Batang pada 2 MST (A) dan Keragaan Pertumbuhan Tunas pada
Kondisi Perakaran yang Berbeda pada 20 MST (B). .........................

77

6. Gambar Print Out Solusi Optimasi Produksi Bibit dalam Lingo 8.0..

78

7. Nilai B/C Ratio Setiap Perlakuan .......................................................

79

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Nanas (Ananas comosus (L) Merr.) merupakan tanaman buah ketiga yang
paling penting di daerah tropis dan subtropis, setelah pisang dan jeruk (Rohrbach
et al. 2003). Industri nanas dunia didominasi oleh kultivar Smooth Cayenne dan
turunannya. Data statistik menunjukkan bahwa produksi nenas Indonesia tahun
2010 terjadi penurunan produksi dari 1.558.049 ton menjadi 1.390.380 ton pada
tahun 2011. Terjadinya penurunan produksi ini sejalan dengan penurunan luas
pertanaman nenas produktif dari 22.500 Ha menjadi 20.000 Ha (FAO STAT,
2012). Hal ini sangat disayangkan karena Indonesia memiliki keunggulan
agroklimat dan lahan yang tersedia cukup luas dan pasar terbuka lebar.
Ketersediaan bibit merupakan hal yang sangat penting diperhatikan dalam
rangka perluasan penanaman terutama untuk skala pertanaman menengah dan
besar. Beberapa hal yang ditenggarai menyebabkan menurunnya luasan
pertanaman nenas di Indonesia adalah tidak tersedianya bibit siap tanam,
terbatasnya jumlah bibit yang berkualitas, tingginya biaya produksi bibit jika
melalui tehnik kultur jaringan serta rendahnya produksi bibit jika menggunakan
sumber bibit dari anakan. Menurut Prihatman (2000) tiap hektar dibutuhkan
40.000-60.000 bibit nenas. Perkebunan nenas skala besar umumnya mempunyai
lahan seluas 10.000-35.000 Ha, sehingga perlu penyediaan bibit nenas yang
berkualitas dalam jumlah banyak dan seragam.
Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan
kualitas panen serta keseragaman pertanaman adalah melalui teknologi
pembibitan. Teknologi pembibitan sangat penting untuk membantu menghasilkan
bibit yang berkualitas dan seragam. Teknologi pembibitan yang diharapkan adalah
teknologi perbanyakan yang mudah dilakukan tetapi dapat memproduksi secara
massal, berkualitas, cepat, seragam dan murah. Ukuran bibit yang berkualitas
adalah bibit yang mampu tumbuh maksimal atau memiliki vigor yang tinggi dan
seragam sehingga meningkatkan meningkatkan kualitas hasil (Py et al. 1987).
Produksi bibit tanaman nenas yang seragam dapat dilakukan dengan cara
perbanyakan cepat melalui modifikasi teknik konvensional secara in vivo seperti

2

stek basal daun. Perbanyakan secara in vivo sudah banyak dilakukan dengan
berbagai cara namun hasilnya masih belum optimal seperti perlakuan fisik
terhadap terminal meristem (Heenkenda, 1993), membagi batang menjadi
beberapa bagian (stem splitting) (Macluskie, 1939; Seow dan Wee, 1970;
Kotalawala, 1971; Wee, 1979; Singh dan Yadav, 1980) dan perlakuan tanaman
dengan bahan kimia seperti Morphactin (methylester chlorflurenol) (Sanford dan
Ravoof, 1971; Watson, 1974; Keetch dan Dalldorf, 1980; Glennie, 1981; Kudo
dan Koga, 1981).
Metode perbanyakan stek basal daun mahkota (mahkota leaf budding)
berpotensi menghasilkan bibit lebih banyak dan seragam. Teknik ini telah
diperkenalkan cukup lama dan telah banyak mengalami perubahan (Seow. et al.
1970; Lee et al. 1978; Dass et al. 1984.). Stek basal daun memanfaatkan jaringan
meristem pada setiap ketiak daun. Setiap daun mahkota nenas memiliki tunas
aksilar yang dorman dan melekat pada setiap ketiak batang daun. Tunas dorman
tersebut berpotensi untuk mengasilkan mata tunas (bud) dan menjadi calon bibit
(Py et al. 1984; Hepton, 2003.). Selanjutnya, menurut Naibaho et al. (2008), satu
mahkota tanaman nenas dapat menghasilkan 25-30 potongan basal daun yang
berpotensi untuk menghasilkan bibit.
Kebutuhan bibit nenas Smooth Cayenne umumnya tergantung pada jumlah
anakan yang dihasilkan oleh induk tanaman. Jenis nenas Smooth Cayenne
umumnya hanya memproduksi satu atau dua anakan/sucker per tanaman dan
jarang lebih dari tiga anakan (Collins, 1960; Py et al. 1987; Nakasone dan Paull,
1998). Demikian halnya dengan sumber bibit asal mahkota, menjadi tidak tersedia
ketika penanaman selanjutnya karena buah dan mahkota terjual bersama sebagai
buah segar. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sistem produksi sumber bibit baik
berupa plantlet (perbanyakan planlet) atau bibit siap tanam yang lebih efisien
untuk mendukung produksi buah nenas di lapang, baik skala kecil maupun besar.
Pemberian zat pengatur tumbuh merupakan salah satu alternatif untuk
mendukung teknologi perbanyakan dan memperbaiki proses biologis tanaman.
Pembentukan tunas pada tanaman dapat ditingkatkan dengan menggunakan zat
pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan untuk membantu
keberhasilan perbanyakan adalah sitokinin dan auksin. Menurut Harjadi (2009)

3

sitokinin berperan dalam meningkatkan pembelahan sel dan fungsi pengaturan
pertumbuhan, serta perkembangan mata tunas dan pucuk. Salah satu jenis
sitokinin sintetik yang banyak digunakan yaitu Benzylaminopurine (BA). Aplikasi
sitokinin diharapkan mampu meningkatkan jumlah tunas yang terbentuk pada stek
daun dan batang pada nenas.
Zat pengatur tumbuh lain yang mampu mendorong pertumbuhan adalah
auksin. Auksin merupakan salah satu fitohormon yang terkenal untuk mendorong
perpanjangan sel pucuk di daerah sub apikal. Menurut Hartmann (1997) zat
pengatur tumbuh yang paling berperan pada pengakaran stek adalah auksin. Saat
ini jenis hormon auksin sintetik yang banyak digunakan untuk tujuan perbanyakan
adalah indole-3-butyric acid (IBA).
Sitokinin dan auksin dalam tanaman mendorong pembelahan sel dan
sitokinin yang berinteraksi dengan auksin dalam menentukan arah terjadinya
diferensiasi sel. Perubahan perbandingan auksin dan sitokinin akan berakibat
pembentukan meristem yang kemudian berdiferensiasi kearah pembentukan akar,
tunas dan batang (Kusumo, 1990).
Penggunaan bahan kimia atau zat pengatur tumbuh terhadap keberhasilan
stek nenas penting untuk dipelajari. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya,
tehnik perbanyakan secara in vivo berpotensi untuk dikembangkan sehingga perlu
dilakukan studi perbanyakan bibit nenas Smooth Cayenne melalui penggunaan zat
pengatur tumbuh seperti sitokinin (BA) dan auksin (IBA). Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memperoleh informasi teknologi sederhana sistem perbanyakan
bibit nenas yang mampu meningkatkan keberhasilan perbanyakan bibit terutama
untuk jenis nenas Smooth Cayenne. Selain hal tersebut, penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan informasi efesiensi teknis dan ekonomis bagi
pengambangan teknologi pembibitan nenas melalui stek basal daun sehingga
bermanfaat bagi pengguna.
Perumusan Masalah
Salah satu kendala yang dihadapi dalam pengembangan agroindustri nenas
adalah terbatasnya penyediaan bibit yang berkualitas yang mudah diperoleh dalam
jumlah banyak dan seragam. Saat ini perbayakan tanaman nenas masih
mengandalkan bibit asal anakan yang jumlahnya sangat terbatas. Teknik kultur

4

jaringan juga masih dianggap terlalu mahal dan seringkali memunculkan variasi
somaklonal yang mengakibatkan bibit dan pertanaman di lapang menjadi tidak
seragam. Beberapa klon potensial hasil persilangan atau hibridisasi juga sulit
untuk dikembangkan karena hanya mengandalkan pembiakan secara vegetatif
terutama dari anakan dan mahkota nenas dari tanaman induk.
Kebutuhan bibit nenas kultivar Cayenne tergantung pada jumlah bibit
yang dihasilkan oleh induk tanaman. Jenis nenas Smooth Cayenne yang tanam
biasanya hanya memproduksi satu atau dua anakan/sucker per tanaman dan jarang
lebih dari tiga anakan (Collins, 1960; Pay et al. 1987; Nakasone dan Paull, 1998).
Demikian halnya dengan sumber bibit asal mahkota, bibit yang berasal dari
mahkota menjadi tidak tersedia ketika penanaman selanjutnya karena buah dan
mahkota dijual bersama sebagai buah segar.
Teknik in vivo atau perbanyakan konvensional cepat masih dipandang
sebagai metode perbanyakan yang dapat digunakan untuk perbanyakan bibit yang
berkualitas dan seragam. Penelitian perbanyakan nenas secara in vivo telah banyak
dilakukan

diberbagai

negara.

Metode

perbanyakan

in

vivo

umumnya

menggunakan stek batang (stem splitting) dan tunas basal daun mahkota (mahkota
leaf budding ). Tehnik perbanyakan secara in vivo ini merupakan metode
perbanyakan konvensional yang berpotensi digunakan untuk perbanyakan bibit
yang berkualitas dan seragam. Beberapa hasil penelitian perbanyakan cara in vivo
telah dilakukan dengan menggunakan bahan kimia. Suwunnamek (1993),
mencoba untuk meningkatkan jumlah tunas nenas dengan menggunakan bahan
paclobutrazol, tiourea, dan pendimethalin, tetapi efisiensi propagasinya masih
rendah sekitar tiga tunas per tanaman. Adaniya et al. (2004) melakukan kajian
pengaruh pemberian beberapa jenis ZPT dan agen kimia lain (regulator) terhadap
tingkat multiplikasi dan manfaat praktisnya, seperti forchlorfenuron (N-(2-kloro4-piridil)-N-phenylurea) (CPPU) dan 6-benziladenin (BA). Selanjutnya, Coelho et
al (2007) juga melakukan kajian aplikasi BAP dan GA3 terhadap tingkat
multiplikasi nenas Smooth Cayenne namun tingkat propogasinya juga masih
rendah.
Penggunaan bahan kimia zat pengatur tumbuh terhadap perbanyakan bibit
melalui stek basal daun penting untuk dipelajari. Teknik ini berpotensi untuk

5

dikembangkan sehingga perlu dilakukan kajian perbanyakan melalui penggunaan
zat pengatur tumbuh seperti sitokinin (BA) dan auksin (IBA) dalam meningkatkan
keberhasilan dan laju multiplikasinya. Sitokinin jenis BA dan auksin jenis IBA
merupakan zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan di dalam perbanyakan
secara in vitro karena fungsi fisiologis sitokinin maupun auksin berkaitan erat
dengan pembelahan dan pembesaran sel. Dalam menginduksi tunas adventif,
sitokinin dan auksin juga penting dalam menginduksi tunas aksilar dan berperan
dalam menentukan terbentuknya kalus dan akar. Sitokinin bersinergi dengan
auksin dalam menstimulasi pembelahan sel untuk perkembangan tanaman
selanjutnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan produksi bibit
nenas melalui tehnik perbanyakan bibit melalui stek basal daun dengan cara :
1. Mengetahui pengaruh jenis zat pengatur tumbuh auksin (IBA) dan sitokinin
(BA) pada berbagai taraf konsentrasi terhadap keberhasilan produksi bibit
nenas Smooth Cayenne klon GP-1 melalui stek basal daun asal batang.
2. Mengetahui pengaruh jenis zat pengatur tumbuh auksin (IBA) dan sitokinin
(BA) dengan berbagai taraf konsentrasi terhadap keberhasilan produksi bibit
Smooth Cayenne klon GP-1 melalui stek basal daun asal mahkota.
3. Mengetahui pengaruh taraf sitokinin (BA) pada berbagai ukuran mata tunas
terhadap persentase stek bernodul dan jumlah nodul melalui stek basal daun
asal mahkota.
4. Mengetahui tingkat efisiensi dan ekonomi teknologi produksi bibit secara stek
basal daun.

 

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Tanaman Nenas
Nenas memiliki daun berbentuk pedang dengan panjang mencapai 1 m
atau lebih, lebar 5 - 8 cm, pinggir daun berduri atau hampir rata, berujung lancip,
bagian atas daun berdaging, berserat, beralur, tersusun dalam spiral yang tertutup,
bagian pangkalnya memeluk poros utama (Verheij & Coronel, 1992). Jumlah
daun yang terbentuk dapat mencapai 70 sampai 80 helai. Permukaan daun atas,
licin seperti lapisan lilin, berwarna hijau terang atau coklat kemerahan, permukaan
bawahnya terdapat garis-garis linier berwarna putih keperakan, mudah lepas dari
epidermis yang berwarna hijau terang. Stomata tersusun dalam garis putus-putus.
Stomata berada di bagian sisi dan bawah permukaan daun diantara garis-garis
linier (Collins, 1960).
Batang nenas selalu tertutup daun, jika daun dilepas terlihat ruas-ruas
pendek dengan panjang bervariasi antara 1-10 cm dengan ruas yang paling
panjang terdapat di bagian tengah batang, panjang batang berkisar 20-25 cm
dengan diameter bagian bawahnya 2-3.5 cm dan semakin ke atas diameter batang
semakin besar yaitu 5.5 - 6.5 cm serta bagian puncaknya mengecil (Collins,
1960).
Nenas memiliki akar serabut dengan sebaran ke arah vertikal dan
horizontal. Perakaran dangkal dan terbatas walaupun ditanam pada media yang
paling baik. Kedalaman akar nenas tidak akan lebih dari 50 cm (Samson, 1980).
Akar tunggang hanya terbentuk jika bibit berasal dari biji.
Rangkaian bunga dan buah tanaman nenas terdapat pada meristem apikal,
batang berwarna lembayung kemerah-merahan, masing-masing bunga diiringi
oleh satu braktea yang lancip. Nenas memiliki banyak bunga yang tak bertangkai
(100-200), memiliki daun kelopak tiga helai, pendek dan berdaging, daun
mahkota tiga helai, membentuk tabung yang mengelilingi enam lembar benang
sari dan satu lembar tangkai putik yang bercabang tiga (Coronel & Verheij, 1997),
bersifat hermaprodit dan self incompatible (Collins 1960). Sifat self-incompatible
pada nenas (A. comosus) karena adanya lokus tunggal S dengan multiple alel,
tetapi pada spesies A. ananassoides, A. bracteatus, dan A. saginarius adalah self-

7
 

fertile (Brewbaker & Gorrez 1967 dalam Hadiati, 2002), sehingga biji akan
terbentuk jika terjadi penyerbukan silang. A. comosus mempunyai fertilitas yang
rendah. Hal ini terlihat dari persentase ovule yang menghasilkan biji setelah
penyerbukan, yaitu kurang dari 5 %.

Pada kultivar Cayenne, Red Spanish,

Singapore Spanish, Perola, dan Queen dihasilkan kurang dari dua biji/bunga,
sedangkan pada genotipe yang mempunyai daun ‘piping’ dihasilkan 2-5
biji/bunga (Leal dan Coppens, 1996).
Buah nenas merupakan buah majemuk yang terbentuk dari gabungan 100
sampai 200 bunga, berbentuk silinder, dengan panjang buah sekitar 20.5 cm
dengan diameter 14.5 cm dan beratnya sekitar 2.2 kg (Collins, 1960). Kulit buah
keras dan kasar, saat menjelang panen, warna hijau buah mulai memudar.
Soedibyo (1992) menyatakan bahwa diameter dan berat buah nenas semakin
bertambah sejalan dengan pertambahan umurnya, sebaliknya untuk tekstur buah
nenas, semakin tua umur buah maka teksturnya akan semakin lunak (Coronel dan
Verheij, 1997).
Klasifikasi Nenas Klon GP-1
Nenas (Ananas comosus L. Merr) merupakan tanaman tahunan
monokotil memiliki banyak macam dan jenis, namun yang bersifat komersil
hanya Ananas comosus. Secara taksonomi Ananas comosus termasuk dalam
Devisi Spermatophyta, Ordo Farinosae, Famili Bromeliaceae, Genus Ananas dan
Spesies Ananas comosus.
Berdasarkan

karakteristik

tanaman

dan

buahnya,

nenas

dapat

dikelompokkan dalam lima kelompok yaitu Cayenne, Queen, Spanish, Abacaxi
dan Maipure (Nakasone & Paull, 1999). Pengelompokan tersebut berdasarkan
pada ukuran tanaman, ukuran buah, warna dan rasa daging buah, serta pinggiran
daun yang rata dan berduri (Nakasone & Paull 1999).
Kultivar Cayenne klon GP-1 merupakan golongan yang heterozigot.
Menurut sejarah, Cayenne adalah hibrida yang berasal dari tipe tetua yang tidak
diketahui. Perubahan genotipe nenas Cayenne terjadi akibat mutasi gen dan
kromosom somatik. Pada saat terjadi mutasi somatik, Cayenne mampu bertahan
hidup, sehingga populasi nenas Cayenne yang ada sekarang, merupakan klon yang
sudah bermutasi dan penampilannya mirip dengan tetua (Collins, 1968).

8
 

Nenas Smooth Cayenne klon GP-1 merupakan jenis yang sedang
dikembangkan di Pusat Kajian Hortikultura Tropika. Klon GP-1 merupakan jenis
nenas introduksi yang berpotensi untuk dikembangkan untuk tujuan konsumsi
segar. Nenas klon GP-1 berasal dari negara Fhilipina (PKBT, 2009).
Sebagai genotipe unggul, varietas GP-1 mengakumulasi karakter unggul
dari dua tipe nenas yaitu Smooth Cayenne dan Queen yang meliputi bobot buah
1.0-1.3 kg; PTT > 16%; mahkota buah tegak dan proporsional; warna daging buah
kuning sampai jingga; daging buah renyah; hati kecil; umur simpan panjang;
bentuk buah silindris; tidak berduri; dan responsif terhadap induksi pembungaan.
Dalam rangka mempromosikan keunggulan tersebut maka perlu dilakukan
kegiatan komersialisasi, perbanyakan bibit, uji lapang, pelepasan varietas, dan
pengenalan pasar. Hal yang paling penting untuk mendukung itu semua adalah
penyediaan bibit bemutu.
Nenas GP-1 memiliki deskripsi sebagai berikut : tinggi tanaman 80-100
cm, diameter tajuk 155 cm, jumlah daun 80, lebar daun 6-8 cm, panjang
daun 95 cm, umur berbunga 15.0 BST (Bulan Sesudah Tanam), umur panen
18. BST (Bulan Sesudah Tanam), panjang tangkai buah 17 cm, diameter tangkai
buah 3,50 cm, bobot buah 1386 gram, jumlah daun mahkota 95-98, lingkar
tangkai buah 7.21, diamater buah tengah 11-13 cm, diamater hati 2-3 cm,
kedalaman mata 0.8-0.9 cm, tingkat kemanisan14-19 brix, pH 3.5-4, total asam
terlarut 1.3-1.5, tepi daun tidak berduri, warna buah matang kuning bercorak hijau
dan warna daging buah kuning. (PKBT, 2009). Gambar nenas Smooth Cayenne
Klon GP-1 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Nenas Smooth Cayenne Klon GP-1 (Sumber PKHT)

9
 

Syarat Tumbuh
Nenas secara alami merupakan tanaman yang tahan terhadap kekeringan
karena nenas termasuk jenis tanaman CAM, yaitu tanaman yang membuka
stomata pada malam hari untuk menyerap CO2 dan menutup stomata pada siang
hari. Hal ini akan mengurangi lajunya transpirasi. Nenas memerlukan sinar
matahari yang cukup untuk pertumbuhan. Kondisi berawan pada musim hujan
menyebabkan pertumbuhannya terhambat, buah menjadi kecil, kualitas buah
menurun dan kadar gula menjadi berkurang. Sebaliknya bila sinar matahari terlalu
banyak maka tanaman akan terbakar dan buah cepat masak. Intensitas rata-rata
cahaya matahari pertahunnya yang baik untuk pertumbuhan nenas berkisar 33-71
% (Coronel dan Verheij, 1997).
Nenas dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Nenas sering ditemukan di
daerah tropis, terutama di tanah latosol coklat kemerahan atau merah. Tanaman ini
memiliki sistem perakaran yang dangkal, sehingga memerlukan tanah yang
memiliki sistem drainase dan aerase yang baik, seperti tanah berpasir dan banyak
mengandung bahan organik. pH yang optimum untuk pertumbuhan nenas adalah
4.5-6.5. Sebaiknya nenas ditanam didaerah dengan pH di bawah 5.5 serta
kandungan garamnya rendah (Pracaya, 1982).
Temperatur optimum untuk pertumbuhan nenas adalah 23oC sampai 32oC.
Temperatur maksimum dan minimum adalah 30oC-20oC. Menurut Coronel &
Verheij (1997) pada suhu dan kelembaban yang tinggi menyebabkan daun-daun
tanaman menjadi lunak, buah menjadi besar dengan kandungan asam rendah dan
pertumbuhan menjadi sangat rendah.
Ketinggian tempat untuk tanaman nenas berkisar 100-800 m dpl. Untuk
varietas Cayenne, bila ditanam di dataran rendah akan menghasilkan kualitas yang
lebih rendah dengan ciri buah nenas dan daunnya lebih kecil. Jika daerahnya
lebih tinggi dari 760 m di atas permukaan laut, tanaman nenas menjadi lebih
pendek, daun lebih pendek dan menyebar, nenas lebih ringan dan fruitlet
menonjol keluar, sehingga permukaan lebih kasar. Nenas Cayenne yang ditanam
di Kenya pada ketinggian 1.400 sampai 1.800 mdpl memiliki perbandingan gulaasam 16:1. Pada ketinggian 1.150 mdpl perbandingan gula-asam menjadi 38:1.
Sementara di Guatemala, Amerika Tengah ada nenas yang daunnya berduri, hidup

10
 

pada ketinggian 1.555 mdpl. Di Srilangka terdapat tanaman nenas yang ditanam
pada daerah dengan ketinggian 1.221 mdpl. (Nakasone dan Paull, 1999)
Tanaman nenas dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 635 mm
sampai dengan 2500 mm per tahun, namun curah hujan optimum untuk
pertumbuhan dan perkembangannya adalah antara 1.000-1.500 mm per tahun.
Daerah yang memiliki kelembaban tinggi baik untuk mencegah transpirasi yang
terlalu besar, sehingga lahan di dekat pantai akan sangat mendukung pertumbuhan
dan produksi nenas (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 1994).
Bahan Perbanyakan Nenas.
Tanaman nenas dapat diperbanyak dengan cara generatif maupun
vegetatif. Teknik generatif jarang dilakukan dalam perbanyakan nenas dan
biasanya dipergunakan di balai penelitian untuk memperoleh varietas baru melalui
perkawinan silang. Hal ini dikarenakan perbanyakan dari biji membutuhkan
waktu yang lama dan mempunyai keragaman yang tinggi (Tohir, 1981).
Stek adalah salah satu teknik pembiakan vegetatif yang dilakukan dengan
cara melakukan pemisahan atau pemotongan bagian batang, akar atau daun dari
pohon induknya. Perbanyakan yang dilakukan dengan cara stek akan terbentuk
individu baru dengan genotipe sama dengan induknya (Hartmann et al. 1990).
Dengan demikian di samping bertujuan untuk perbanyakan, teknik ini juga sangat
membantu program pemuliaan tanaman yang bertujuan untuk mempertahankan
sifat induknya.
Menurut Hartmann et al. (1990) perbanyakan dengan menggunakan stek
mempunyai beberapa kelebihan antara lain : (1) bibit dapat diperoleh dalam
jumlah besar dan waktu yang relatif singkat, (2) tanaman cukup homogen dan
dapat dipilih dari bahan tanaman yang mempunyai kualitas tinggi yang diturunkan
dari induknya, (3) membutuhkan bahan stek yang sedikit, (4) populasi tanaman
yang dihasilkan relatif seragam, dan (5) mudah dan tidak memerlukan teknik yang
rumit.
Menurut Collins (1960), bahan tanaman yang dapat digunakan sebagai
bibit nenas antara lain : (1) sucker yaitu tunas yang tumbuh dari batang yang
terletak di bawah permukaan tanah, (2) shoot yaitu tunas yang tumbuh dari mata
tunas aksilar pada batang, (3)

hapas yaitu tunas yang tumbuh dari pangkal

11
 

tangkai buah, (4) slips yaitu tunas yang tumbuh di dasar buah, perkembangan dari
mata tunas pada tangkai buah, dan (5) mahkota yaitu tunas yang tumbuh di pucuk
buah.
Metode perbanyakan in vivo, akhir-akhir ini banyak menggunakan stek
batang (stem splitting) dan tunas basal daun mahkota (mahkota leaf budding).
Menurut Hepton (2003) nenas memiliki banyak tunas vegetatif yang dapat dibagi
untuk bahan perbanyakan stek batang dengan dua atau lebih mata tunas pada
setiap bagiannya, termasuk batang mahkotanya. Potongan batang nenas dan basal
daun mahkotanya berpotensi menghasilkan jumlah tunas yang lebih banyak dan
menghasilkan bibit lebih banyak dalam setahun (Naibaho et al. 2008).
Metode perbanyakan stek basal daun (mahkota leaf budding) memiliki
potensi menghasilkan bibit lebih banyak dan seragam. Teknik ini telah
diperkenalkan dan banyak mengalami perubahan (Seow et al. 1970; Lee et al.
1978; Dass et al. 1984.). Setiap daun nenas memiliki tunas aksilar dorman yang
melekat pada batang tanaman dan mahkota nenas. Tunas dorman yang ada
disetiap basal daun tersebut berpotensi untuk mengasilkan mata tunas (bud) dan
menjadi calon bibit (Py et al. 1984).
Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan nutrisi yang
dalam konsentrasi rendah (< 1 µM) mendorong, menghambat atau secara
kuantitatif dan kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(Wattimena, 1988). Zat pengatur tumbuh terdiri dari golongan auksin, sitokinin,
giberellin, ABA, polyamin dan oligosakarida. Pada umumnya zat pengatur
tumbuh yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah dari golongan auksin
dan sitokinin. Kedua zat ini berpengaruh dalam pembentukan akar, tunas dan
kalus (Hartmann dan Kester, 1984).
Interaksi antara auksin dan sitokinin selama proses organogenesis
(difrensiasi sel) pada tanaman merupakan fenomena yang sudah lama dikenal.
Pada awalnya, Skoog dan Miller (1957) telah mengidentifikasi mekanisme kerja
dan rasio auksin dan sitokinin serta konsentrasinya sebagai faktor penting yang
mengatur perkembangan eksplan jaringan tanaman. Sejak itu, peranan kedua ZPT

12
 

tersebut dipelajari secara ekstensif karena merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi pertumbuhan dalam pengembangan tanaman.
Auksin digunakan secara luas dalam untuk merangsang pertumbuhan
kalus, pemanjangan tunas dan pembentukan akar. Dalam konsentrasi rendah akan
memacu akar adventif sedangkan konsentrasi tinggi mendorong terbentuknya
kalus (Pierik, 1987). Auksin yang secara alami terdapat dalam tumbuhan adalah
Indole-3-Acetic Acid (IAA). Selain itu auksin yang dibuat secara sintetik dan
sering digunakan adalah Naphtalene Acetic Acid (NAA), Indole-4 Butiric Acid
(IBA) dan 2,4 Dichlorophenoxy Acetic Acid (2,4-D). Pemilihan jenis auksin dan
konsentrasinya ditentukan oleh tipe pertumbuhan, level auksin endogen,
kemampuan jaringan dalam sintesis auksin dan zat pengatur tumbuh lain yang
ditambahkan. Auksin NAA selang konsentrasi optimalnya sangat sempit untuk
pertumbuhan yaitu aktif pada konsentrasi 0,001 – 10 mg/l, tetapi NAA memiliki
sifat yang lebih tahan, tidak mudah terdegredasi dan lebih murah.
Sitokinin berperan dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis.
Aktivitas utama sitokinin adalah mendorong pembelahan sel, menginduksi
pertumbuhan tunas adventif dan dalam konsentrasi tinggi menghambat inisiasi
akar (Pierik, 1987). Sitokinin juga dapat menghambat perombakan protein dan
klorofil serta menghambat penuaan (senescence). Sitokinin yang biasa dipakai
dalam kultur jaringan adalah 6-Benzilamino Purine (BAP), Benzil Adenin (BA),
Kinetin, Zeatin dan 2 iP ( Wattimena dan Gunawan, 1988).
Efesiensi Ekonomis dan Teknis
Menurut Rogers (1987), ada lima ciri inovasi yang dapat digunakan
sebagai indikator dalam mengukur presepsi antara lain: (1). Keuntungan relative
(relative adventages), adalah merupakan tingkatan dimana suatu ide baru
dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya dan secara
ekonomis menguntungkan. (2) Kesesuaian (compatibility), adalah sejauh mana
inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan
kebutuhan adaptor. (3) Kerumitan (complexit), adalah suatu tingkat di mana suatu
inovasi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan akan merupakan
hambatan bagi proses kecepatan adopsi inovasi. (4) Kemungkinan untuk dicoba
(trability), adalah suatu tingkat di mana suatu inovasi dapat dicoba dalam skala

13
 

kecil. Ide baru yang dapat dicoba dalam skala yang lebih kecil biasanya diadopsi
lebih cepat daripada inovasi yang tidak dapat dicoba lebih dulu. (5) Mudah
diamati ( observability), adalah status atau tingkat dimana inovasi dapat dengan
mudah dilihat orang lain, sehingga akan mempercepat proses adopsinya. Jadi
calon-calon pengadopsi lainnya tidak perlu lagi menjalani tahap-tahap percobaan,
melainkan dapat terus ke tahap adopsi.
Analisis ekonomis dan efesiensi suatu kegiatan penelitian tidak terlepas
dari lima ciri inovasi yang diungkapkan oleh teori Rogers (1970). Analisis
ekonomi dapat juga dikatakan analisis efesiensi yang banyak digunakan untuk
menilai suatu usaha layak atau tidak layak dilakukan. Salah satu metode analisis
sederhana yang biasa dilakukan adalah analisis menggunakan B/C rasio. B/C ratio
merupakan suatu rasio antara manfaat atau keuntungan terhadap biaya yang
dikeluarkan.
Menurut Choiurul et al. (1988) efesiensi suatu usaha secara umum
dirumuskan sebagai perbandingan antara output dan input. Out put adalah
penerimaan (return) dalam ukuran fisik atau rupiah sedangkan in put adalah biaya
(cost) yang digunakan untuk memperoleh hasil tersebut. Hasil nisbah penerimaan
dan biaya inilah yang disebut sebagai indeks efesiensi usaha. Suatu usaha
dikatakan telah efesien bila nilai B/C nya lebih besar atau sama dengan satu yang
artinya bahwa penerimaan yang diperoleh telah mampu menutupi biaya yang
dikeluarkan. Secara umum efesiensi usaha atau efesiensi ekonomis dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Penerimaan (B)

Pj . Qj

=

Efesiensi =
Biaya (C)

Dimana :

Pb . Qb + BU + BO

Pj dan Pb : Harga jual dan Harga beli komoditi
Qj dan Qb : Jumlah penjualan dan pembelian.
Bu dan BO : Biaya umum dan Biaya operasional.

Disamping

analisis

ekonomis,

juga

dilakukan

analisis

Linear

programming untuk mendapatkan optimasi dari perlakuan ZPT yang digunakan
untuk mendapatkan nilai efesiensi teknis masing-masing perlakuan. Linear
programming merupakan salah satu alat uji riset untuk tujuan optimasi suatu

14
 

kasus tertentu (Reveliotis, 1997). Linear programing mempunyai karakterististik
sebagai fungsi tujuan (objective function) dan kendala (constraint) yang berbentuk
persamaan linear. Fungsi tujuan dapat berbentuk memaksimumkan atau
meminimumkan tergantung tujuannya. Bila tujuannya adalah presepsi biaya maka
optimasinya adalah meminimumkan sebaliknya jika keuntungan atau manfaat,
maka optimasinya adalah memaksimumkan. (Miswanto & Winarno, 1993).
Analisis ini dapat digunakan untuk melihat kemampuan ekonomis-teknis
tehnik perbanyakan stek basal daun dalam memproduksi sejumlah bibit.
Berdasarkan hasil penelitian uji efesiensi produksi bibit nenas hasil kultur jaringan
yang pernah dilakukan oleh Elfiani ( 2011), menunjukkan bahwa metode atau alat
analisis ini dapat digunakan untuk kajian efesiensi (ekonomis) dan efesiensi teknis
produksi bibit.

 

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Rumah Plastik Kebun Penelitian Tajur dan
Laboratorium Kultur Jaringan dan Molekuler Pusat Kajian Hortikultura Tropika,
IPB. Penelitian ini berlangsung sejak Bulan Juli 2011 hingga Februari 2012.
Metode Penelitian
Penelitian ter